Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TRAMPOLINE - Re Upload

Bimabet
Suhu puyeng, saya apalagi...

Mencoba memceritakan dua sudut pandang dari satu POV (terutama saat si-iblis muncul) jadi sudut pandang harus-nya dari si-Iblis dan si-Dede sedangkan nubi (dalam cerita ini) berusaha konsisten untuk menuliskan semuanya dari sudut pandang si Dede.

Tidak loncat-loncat POV seperti cerita yang lain, karena saya berupaya menyuguhkan hal yang pengennya tuh berbeda, keseluruhan cerita hanya dari sudut pandang seorang tokoh cerita.

Ternyata hal ini sedikit tidak mudah, terutama ketika ingin mendeskripsikan suatu sebab-akibat yang (seharusnya) tidak di alami sendiri oleh si-tokoh, sedangkan hal tsb penting untuk memahami jalannya cerita.

Dan untuk menyusun Diksi, juga nubi puyeng.... wkwkwk...

Anyway, terimakasih sudah mengapresiasi tulisan remeh-temeh ini suhu..

thanks
:lol: ente bikinnya terlalu bersemangat hu... emang itu lah tantangan seorang penulis, untung ane pembaca jd pusingnya nelaah tulisan dan maksud nya yg ditulis... setiap karakter yg disuguhin jd semakin hidup kl suhu terus berupaya maksimal..
lancrotkan hu kami pembaca akan terus baca meskipun rada pusing dan berpikir lebih nelaah maksudnya :bata: dan tetep dukung dr komen yg kaga jelas kaya gini:gubrak:.. :getok:
 
Dilanjutpun...


Cerita Sebelumnya...

“Lah yo pokoke kontole bapake di lebokne bae neng turuke mbokne!”

“Ayaaaang aaaaah! Omongannya njijiki ! gak sopan tauk!”

“Hahaha…Anjir, bener loe babe, jijik beneran aku jadinya sama diriku sendiri… hahahaha… Ooooggh…”

Ogh?

Yo mesthi!

Lha wong Vika sudah mulai lagi njilatin putingku…


1000 Alasan

“Ahhhh….” Aku melenguh

Jilatan Vika kurasakan sangat panas menelusuri dada, lalu turun ke arah perut, naik lagi sampai ke-leher lalu bermain-main di belakang telingaku. Sambil diiringi desahan-desahan ringan yang keluar dari mulut-nya, membuatku melayang, terbang…

Akupun melenguh…

KRUKKK…

Lho?

“Eh? Suara perut siapa itu?” Vika sepontan menghentikan aktifitasnya

“Nepermen, Lanjuttt….” Rengek ku dan Iblis bebarengan sambil merangsek maju untuk menyosor bibir ngggemesin-nya

“Hihihi… Atau kita makan dulu aja yuk babe? Ntar kemaleman…” kata Vika sambil menghindari percobaan ciumanku

“Aduhh… Kentang nih… “ kami masih protes

“Hihihi… kita maem dulu deh, baru entar kita lanjutin sogok-sogokan semaleman… ya? Ya? Ya?”

“Haaaiiiizzzz, ya wis, pokok’e ntar semaleman aku sogok-sogok memek’e mbok’e ya mbok!”

“Najis, nggilani babe… Ya wis, memeke mbok e yo wis jemek-jemek-gatel pengen di sogok pentungan’e bapake!” Vika membalas dengan aksen tegal yang gak kalah njijiki

“Najis!” jawab Iblis-ku sambil meremas selangkangan Vika dengan nakal

Lalu kami tertawa ngekek-ngekek…

---

Kami bercerita cerita sambil menikmati hidangan lezat di warung Pesta Keboen yang bernuansa Javanese etnic nan nyaman. Sambil berbincang, mataku seakan tak bisa lepas dari vika. Hmm, mata Iblisku, lebih tepatnya.

Walau hanya mengenakan kaos sederhana, masih di padu dengan rok jeans belel yang tadi dia pakai, Vika Nampak sangat cantik. Rambutnya di sanggul sederhana ke atas, mempertontonkan leher jenjang putih yang menggoda. Matanya seolah memancarkan kegembiraan yang benar-benar dapat dinikmati oleh pria yang ada di hadapannya, seolah semua kegembiraan yang terpancar itu benar-benar besasal dari kami.

Pria mana yang tidak merasa menjadi besar, dipertontonkan sebuah ekspresi kegembiraan oleh wanita yang ia sayangi, dan si wanita secara gamblang mengisyaratkan bahwa kebahagiaan itu memang dari si pria?

“AKU…” Vika dan Iblis-ku membuka suara bebarengan

“Eh?” kami masih bebarengan

“Hahahaha…”

“Yawdah, Vika dulu yang ngomong…”

“Enggak, kamu dulu aja deh…” Asli ini stereotype dialog pacaran lebay

“Enggak, Vika dulu deh..” Anyir nggilani, masih dilanjut

“Kamu aja deh yang duluan…” jancok kakeane, isih mekso di teruske…

“Yaw is lah” kata Iblis-ku mengalah, hufftt…akhirnya! Sekali lagi kata-kata ‘kamu duluan’ diperdebatkan, bisa beneran muntah aku saking jijiknya. Tapi raut muka iblis-ku tiba-tiba mejadi serius, entah apa yang dia pikirkan…

“Gini Vik, sebaiknya kamu besok segera balik ke Makassar deh…” Iblis-ku main tembak langsung

Eh? Maksudnya apa nih?

“Eh?” seperti aku, Vika juga terlihat kaget

“Setelah kupikir, itu yang terbaik, orang tua-mu sudah menyiapkan semuanya di sana…” Iblis-ku melanjutkan bicara. Sumpah, aku gak ngerti apa maksudnya.

“Maksudmu?”

“Aku juga sudah menyiapkan tiket buat kamu”

“Tiket? Maksudmu? Kapan kamu beli?” sergah Vika agak emosi

“Bahkan sebelum kamu mendarat di sini” iblis-ku menjawab datar, sumpah lagi, aku bener-bener gak ngerti

“Maksudmu? Trus, semua ini? Kamar kost itu? Tunggu, kamu ngusir aku?” Vika sudah mulai terlihat berkaca-kaca

“Kami menyayangi kamu sungguh Vik, tapi dilihat dari segi manapun, Aku dan Kamu tidak akan bisa bersama. Misalkanpun dipaksakan, kita akan menyakiti orang-orang yang benar-benar kamu sayangi. Aku dan Kamu tahu betul itu kan? Mungkin ini memang harus kita selesaikan secepatnya, karena kalau semakin lama menunggu, hal ini akan lebih menyakitkan buat kami berdua… minimal buatku…”

“Kami berdua? Maksudnya apa ini? Jelasin sejelas jelasnya! Aku nuntut kejelasan! Kamu… Kami? Mengapa? Apakah..? ” mendengar kata-kata Vika yang sudah mulai tidak tersusun, mungkin menandakan dia kaget dan emosi, berampur menjadi satu.

Tapi, matanya… mata ini, adalah mata… dengan tatapan yang lebih ke upaya menyelidik? Yep, aku akrab dengan mata yang menyelidik, terutama saat berurusan dengan bang Iksan – bangsad satu itu, ah…

“HOI !! Maksudnya apa?” Aku ikut nyolot dari dalam, tapi tidak ada reaksi dari Iblis-ku.

Iblis-ku hanya menatap kosong kearah Vika. Tatapan yang aku tahu pasti dingin dan kejam.

Benarkah?

Eh, apa ini? Aku merasakan hawa panas yang menyengat di sekujur tubuhku, hawa panas yang malah membuatku menggigil. Menggigil? Benar, Kurasakan Iblis-ku juga menggigil, menahan apapun yang mungkin dia rasakan.

Benarkah?

Aku benar-benar bingung…

“Oiiiii !! Bajingan, apa-apa-an ini? Jawab Anjing!!” Aku berteriak lagi kepada Iblis-ku, masih tidak ada reaksi, aku bersiap untuk berteriak lagi. Bangsat, aku selalu merasa lemah dan tak berdaya semenjak aku terkurung di dalam tubuhku sendiri tanpa bisa apa-apa.

Didalam sini, alur waktu juga terasa kacau, kadang aku merasa waktu berjalan sangat lama dan benar-benar membuatku kelelahan, padahal sebentar, kadang aku seperti tertidur sejenak, padahal waktu sudah berlalu seharian.

Apa ada sesuatu yg terjadi saat aku tidak sadar?

Kapan?

Tapi…

“Hhhhaaaiizzz… Ini memalukan, baiklah, aku... aku paham…” desisan lirih yang keluar dari mulut Vika itu bak geledek yang menyambar langsung ke gendang telingaku

“Terimakasih…” Ucap Iblis-ku datar

“Kita makan dulu…?” suara Vika tiba-tiba terdengar kaku

Iblis-ku tersenyum

Bangsat, ini apa-apan? Aku masih tidak paham!

"Siapa yang ngasih tau? Mba Hita kah?"

Iblis-ku tersenyum

“Jam berapa Flight-ku besok?” Vika buka suara lagi, semakin canggung

“Jam 5 sore”

“Sampai waktu itu, bisakah kita masih pacaran?” Maksud omongan vika ini apaan sih? Tentu dong, kita pacaran... Aku sudah berbuat sejauh ini juga... Kita akan pacaran, lalu menikah, iya kan?

Seingatku, begitulah kemaren do'a Ine sebelum naik ke travel yang membawanya pulang ke rumah mama-nya. Salah satu yang mendorong kepergiannya dari sarangku adalah datangnya Vika

“Tentu!” Jawab Iblis-ku sembari meraih kedua telapak tangan Vika dari seberang meja, lalu menggamnya dengan erat

Vika mendesah lagi

“Padahal aku mempunyai waktu sekitar tiga bulanan… dan aku membawa seluruh buku-buku ku...” desisnya lagi canggung

Iblis-ku mengelus ringan punggung tangan Vika menggunakan ibu jari kami dan tersenyum dengan sabar

"Aku mempunyai niat yang benar-benar buruk ke kamu... aku... aku gak tau kalau aku bisa sejahat itu... Aku..." Vika mulai menunduk dan berkaca-kaca

"Its Ok..." Desis Iblis-ku menimpalinya dengan lembut, masih sambil mengelus ringan punggung tangan Vika menggunakan ibu jari kami

"Maafin aku ya De... Aku... Aku tau, aku gak akan pernah bisa memilikimu, tapi... aku.... aku juga gak tau gimana caranya melepasmu..."

"Its Ok..." Desis Iblis-ku lagi-lagi dengan intonasi pengertian yang memuakkan

Dan kami beradu pandang, Vika mulai menunduk, seakan merasa bersalah. Aneh...

“Eh, Ayam lilit sapi ini menu special di sini, cobain deh say, enak lho… Aaaaakk… “ Iblis-ku mengalihkan pembicaraan yang sumpah, aku gak tau arah dan tujuan-nya itu

Vika dengan enggan membuka mulut untuk menerima suapan

“Hmmm… dua jenis daging-nya melebur sempurna, ini baru mak-nyus…” kata-nya sok riang disela-sela kegiatan mengunyah

“Iya kan?”

Lalu mereka mengobrol biasa… Walaupun atmosfir canggung itu masih menggantung

“Eh, tadi kamu mau bilang sesuatu Vik?”

“Nevermind, sudah kamu duluin…”

“Maaf…”

“Gak kebalik tuh?… Makasih ya De untuk semuanya, aku… Aku sekali lagi minta maaf… Aku... sudah berniat untuk melakukan sesuatu yang sangat egois ke kamu”

“Nevermind, sempet pacaran sama kamu adalah anugerah terindah yang pernah kumiliki kok beib…” desis Iblis-ku

“Sheila on Seven banget sih kamu say…”

“Guwe gitu loch… Hehehe…”

“Hihihi…”

Satu hal yang bisa kusimpulkan: Berakhir!

Ini sudah berakhir, hubunganku dengan Vika, entah apa alasannya, saat ini cuman dua mahluk jelek itu yang tau. Mengapa?

Ah…

Aku merasa lemas, aku pikir, butuh 1.000 Alasan untuk memisahkan aku dengan Vika setelah kami bertemu lagi, tapi kenyataannya?

Sebuah pembicaraan sederhana mengakhirinya. Dan, satu hal yang mungkin membuatku sedikit lega walaupun bingung, apapun yang kulihat di mata Vika melalui kedua mataku sendiri yang walaupun saat ini masih dikuasai oleh sang Iblis, dari kedua mata Vika terpancar Kelegaan…

Walau masih terbersit pancaran ketidak-relaan dan kesedihan

Tapi, pancaran kelegaan itu…

Tapi…

Tapi…

Tapi, bagaimanapun, aku akan membuat perhitungan dengan si Iblis!

Berharap bisa melenggang dengan semua kehancuran yang sudah ia perbuat dengan hidupku?

MIMPI!!!

Aku akan menagihnya, TOTAL JENDRAL BESERTA BUNGANYA!!

LIAT AJA NANTI!!!

IBLIS!!

Dan aku menutup diri, aku tak lagi ingin melihat apapun dari kedua mata ini

Aku terpejam

Dan menghilang…

End of 1000 Alasan

To be Conticrot…

INDEX
 
Terakhir diubah:
Siap Suhu

Kemarin memang agak lama buat upload, karena ada hal-hal yang tidak bisa di tinggal

Selamat menikmati suhu
Sama -sama om
Santai aj om.....
Sak sempete wae....wkwkwk
 
makasih updatenya ya hu...
Ini.meraba2 lagi part kemarin,kelamaan update xixixi
Oya kudu harus pelan2 memahami dialognya,sisi iblis, kamsutnya?xixixi, perlu dicerna dulu
Dipersorry Hu, kemaren memang ada musibah menerpa...

Ah, yawdah, double berarti...
 
Dilanjutpun...

Dua Cincin

Kepalaku terasa berat sekali. Serasa seperti habis terlindas oleh sebuah truk besar. Aku mengerang mencoba menggerakkannya. Saat aku berusaha membuka mata, rasanya perih. Tenggorokanku-pun terasa terbakar. Seluruh persendianku terasa kaku. Sakit sekali. Ada apa ini? Apa aku sudah mati? Dimana ini?

Terakhir kali kuingat, aku berada di restaurant Pesta Keboen, menyaksikan dengan songong perbincangan Iblis-ku dengan Vika. Pembicaraan aneh yang tidak aku mengerti ujung pangkalnya. Tapi ini dimana? Aku terbaring di kasur? Kasur siapa? Vika kemana? Apa yang terjadi? Hari ini, sudah berapa lama dari kejadian itu?

Kilatan-kilatan memori mehujam-hujam otakku, membuatnya serasa terbakar, serasa di panggang langsug diatas tungku neraka. Lumer, lalu semerta-merta dibekukan secara instan dengan guyuran kejam sedingin es.

“Oughhh…” Ingatanku kabur, aku membatalkan niatku untuk mengangkat kepalaku karena rasa pusing ini benar-benar serasa membunuhku.

Aku kembali tergeletak pasrah, memejamkan mata kembali.

Samar, aku medengar suara pintu dibuka, seseorang melangkah masuk ke-ruangan dimana aku terbaring. Duduk di sebelahku, lalu tiba-tiba dahiku terasa dingin. Perasaan yang melegakan. Sesaat, rasa pusing yang ada di kepalaku berkurang dengan drastis oleh sensasi itu.

Aku membuka mata kembali.

“Ah, kamu udah bangun?” Wajah wanita itu kulihat sangat kusam dan lelah, seperti tidak tidur berhari-hari

“Berbaring aja dulu, atau mo sesuatu? Mo minum?” dia masih ngoceh sok riang

“I… Ine?” Aku berkata lirih sambil berusaha bangun. Pusing ini terasa sedikit berkurang. Sebuah handuk kecil jatuh dari dahiku. Kompres-kah?

Ine menyorongkan segelas air putih ke mulutku “Pelan-pelan…” bisiknya

Aku meneguk air itu untuk membasahi tenggorokanku yang rasanya seperti habis nelen kenalpot.

“Ini… dimana?” tanyaku songong

“Dikamarku, udah santai aja, istirahat dulu, kalau belum baikan, nanti tak anter ke dokter…”

“Di jogja?”

Ine tersenyum, manis lho…

Aku duduk sambil menyenderkan punggungku di bantal yang tadi dengan bantuan Ine disusun agak tegak. Pusing kepalaku sedikit berkurang. Sambil sedikit terheran-heran, Ine bercerita kalau kemarin sore aku tiba-tiba datang ke kost dia dalam keadaan yang aneh. Dan badanku panas sekali, demam tinggi, katanya. Lalu aku minta numpang istirahat. Dan disinilah aku, dari ceritanya juga aku tau kalau semalem dia begadang buat mengganti kompresku.

Kulirik Army Swiss yang ada di pergelangan kiriku 06.12 – Wed 04 June. Sudah hampir seminggu dari kejadian di Pesta Keboen dengan Vika. Aku sudah pergi selama itu? Apa saja yang sudah di lakukan oleh Iblis-ku? Ingatan Bersama Vika saat itu… seakan kabur…

Seperti sebuah mimpi yang awalnya terasa begitu nyata, lalu menghilang secara dramatis, tepat disaat kamu bangun dari tidurmu

“Maaf, aku selalu ngerepoti Ine…” tenggorokanku masih terasa panas

“Apaan sih? Santai aja kali… aku aja gak merasa kerepotan kok” jawabnya riang

“Makasih banget ya In…”

“Apaan sih? Udah deh… bener nih, ga mau ke dokter?”

“Ga usah deh, aku dah merasa baikan kok… Makasih sekali lagi… Ine pasti kecapekan, semalem…”

“Iiiiihhh… apaan sih… udah deh, aku ga papa kok… semalem tuh kamu panas tinggi sampai mengigau, aku sempet ketakutan tau…”

“Maaf…”

“Apaan sih… ?!? Iya, iya deh… dimaafkan… hihihi…” katanya masih sok riang, sambil mengkucel-kucel rambutku, padahal dari wajah-nya kelihatan capek banget. Walau gak sedikitpun mengurangi manisnya Ine.

Aku bergerak, mencoba beranjak turun dari tempat tidur Ine, dengan sigap ine memegang tubuhku.

“Mau kemana? Istirahat aja dulu…” cegahnya

“Mau pipis, mau nganterin? Mau megangin sekalian gak? Hehehe…” jawabku selebor

Ine meninju lenganku ku manja “Dasar Jorok!” bentaknya ngalem.

“Weekss!” aku meleletkan lidah, lalu berdiri pelan-pelan…

Tapi… tunggu dulu…

Tiba-tiba aku berhenti, memeriksa kedua tangan-ku, terpana. Ini…

Ini aku…

Trus iblis itu?

Hah?

Apakah aku kembali??

WTF!

Jangan-jangan…

Aku memang sudah kembali?!!!

Ya!

Iblis itu, entah bagaimana…

Ya!

“Hahahaha…. Yes! Yes! Yes! Yes!” Aku tertawa sendiri, entah kenapa aku merasa menang banget, sakit kepala yang kurasakan pun semerta-merta seperti menghilang.

“Dede? Kamu gak papa?” tiba-tiba suara Ine membuyarkan spekulasi-spekulasi di kepalaku, Ine dengan khawatir memegang lenganku dari belakang

Sepontan aku berbalik dan memeluknya

“Ine!!! Aku kembali!!! Ine…. Aku…”

“Eh?” Ine kelihatan bingung, walau tetap pasrah kupeluk, walau dia tidak memeluk balik

Aku melepaskan pelukan, memegang wajah Ine dengan kedua tangan-ku. Dia benar-benar kelihatan bingung, mimik mukanya lucu banget… Nggemesin…

Lalu dengan sepontan aku mencium bibirnya…

“Uugh…” Ine hanya mendengus pendek, membelalak dan tanpa perlawanan menerima ciumanku dengan pasrah

HAH???!!!

Diguyur kesadaran, aku melepaskan Ine dengan kaget. Ine-pun bisa bisa dipastikan tak kalah kaget. Bahkan aku yakin kegetnya jauh-lebih-menang dari kaget-ku. Jauh lebih menang? Kalimat ngawur model apa itu?

Matanya membelalak besar banget.

Wajahnya membeku

“Maaf…. Maaf… Maaf… Ine, aku… eeee…” Sial, aku merasa sangat bersalah mencium bibir Ine dengan tiba-tiba seperti itu, entah mengapa kok reaksi sepontanku seperti itu. Mengapa harus mencium bibirnya? Karena mimik wajahnya yang nggemesin? Karena?

Gobleeekkkkk!!!!

Ine masih memandangku dengan bingung, jarinya dengan gemeteran mengusap bibirnya sendiri

Aku tergagap…

Goblokkkkk… Goblooookkkk…. Aku memaki diriku sendiri… sambil memukul-mukul kepalaku

Ine masih bengong, pandangan matanya benar-benar seperti orang bingung

“Ine, aku…. Aku… Aku…. Aku… “ Aku tergagap, sambil memegang kedua bahu Ine. Kulihat pandangan matanya masih kosong, seperti orang syok!

Gobloknya diriku, wanita sepolos dan setulus itu… Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Bego…. Begooooooooooooooooooo….

Aku menyakitinya kah?

Aku mundur, lalu menunduk sedalam-dalamnya…

Entah kenapa, badanku benar-benar jadi gemeteran, aku seperti bener-bener ketakutan kalau sampai menyakitinya…

“Maaf…..” desis-ku pasrah…

Pasrah…

Aku merasakan telapak tangan meraba dahiku

“Yakin kamu gak mau ke dokter?” tanya Ine, masih dengan kepolosannya

Eh?

Dan kulihat Ine memandangku dengan lucu, tersenyum polos ceria….

Eh?

----
Bersusah payah aku memaksakan diri untuk menelan bubur ayam itu. Ine yang duduk di depanku menunduk mengaduk-aduk mangkok bubur ayamnya sambil melamun. Beda sekali dengan keceriaan yang sekilas tadi sempat ditunjukkannya kepadaku.

Yep, memang kami sedang duduk makan bubur ayam di warung deket kost dia. Setelah tadi aku merasa agak baikan trus numpang mandi. Semenjak itu ine nggak tau ngilang kemana. Muncul-muncul sudah keliahatan abis mandi mengenakan kaos longgar yang keliatan lucu dibadan mungilnya. Masih dengan celana pendek selutut yang tadi. Rambutnya pun masih kelihatan basah, abis keramas kali. Bener, emang musti mandi besar setelah nyentuh mahluk najis seperti aku. Apaan sih? Puas?

Ine lalu dengan intonasi canggung, mengajakku sarapan di warung bubur ayam

Dan atmosfir canggung itu kebawa sampai sekarang…

Canggung banget…

Banget…

“Ma… maaf…” aku menunduk tidak berani menatap wajahnya

Ine melirik-ku bengis, wajahnya di tekuk, sepertinya luapan kemarahannya baru muncul sekarang

Aku masih belum berani menatapnya, sebenernya aku mau becandaan untuk mencairkan suasana tapi…

Aku memilih menunggunya mengucapkan sesuatu terlebuh dahulu

“kamu itu… orang palling aneh yang pernah ku kenal…” katanya tiba-tiba. Jarinya bergerak-gerak aneh, seperti mengekspresikan kebingungan, entah apa yang dia bingungkan…

“Maaf…” hanya itu yang keluar dari mulut bego-ku

“kamu masih menunggu Rara?” tanya-nya aneh. Eh, kok Rara?

Oiya! Selama ini, pastinya yang Ine tau, setiap kali aku ke jogja pasti urusan Rara… Kalau saja dia tau kelakuanku di Semarang…

“Entah… Tapi semakin hari, aku semakin berfikir untuk melepaskannya…” kali ini aku berkata jujur

“Kemaren sore pas kamu seperti sakit berat, datang ke kost, yang kamu cari aku… betulkah kamu dari Semarang ke sini memang benar-benar cari aku? Kenapa kamu cari aku? Kenapa gak cari Rara? Kan kamu kesini pastinya utuk nemuin dia kan? Kenapa cari aku?”

“Eh? Betulkah? Eh, maksudku…” Sial, aku bener-bener gak inget, kemaren pastinya Iblis-ku yang masih menguasai tubuh ini.

“Gak usah berbelit-belit, Rara mengirim SMS ke kamu di depanku. Bilang kalau pengen ketemu. Dan kamu dateng, malah nanyain aku… Jelaskan!” enggak pernah kukira, Ine bisa setegas itu

Aku terdiam

“Please, aku minta penjelasan…”

Shit! Hal-hal kaya gini yang aku ga bisa handle. Bagi kita, cowok, nanyain seseorang adalah hal kecil. Bisa aja kita nanya anaknya, padahal pengen nemuin nyokapnya? Abis nyokapnya sexy. Ah, tapi Dasar Wanita, mereka mempunyai domain pikiran tersendiri. Sebuah dimensi asing, yang sepanjang sejarah manusia, belum pernah berhasil di petakan oleh kami, kaum Pria.

Berada didepannya, dengan pertanyaan yang sama sekali tidak bisa ku jawab, membuatnya terasa lebih parah. Apalagi pandangan menyelidik itu. Menyeramkan!

Hadapkan aku dengan gerombolan preman galak bersenjata golok tajam mengkilat, maka aku akan berlari kabur dengan gagah berani! Tapi ini, jangankan kabur, berdiri aja aku susah, seluruh tubuhku rasanya lemes. Gemeteran.

Ine mengetuk ngetukkan jarinya dimeja dengan pelan. Tapi bagiku, itu terdengar seperti terompet Sangkakala yang sewaktu-waktu bisa meng-kiamat-kan duniaku

“Anu…” sial, hanya itu yang keluar dari mulut bego-ku

“Hmmm?”

“Rara… dimana dia sekarang?”

“Di kost” jawabnya datar, dingin dan penuh rasa kecewa

“Anu… apa ada tempat dimana kita bisa bicara… selain di kost? Aku… masih belum pengin ketemu ama dia…”

“Kamu mau lari dari dia? Jangan gunakan aku untuk tameng, begitu-begitu juga Rara temenku, aku gak mau nyakitin dia…” jawabnya ketus. Omongan-ku salah lagi? Yang kayak gini nih yang bisa bikin aku pengen dilindas truk beneran.

“Enggak, aku gak berniat untuk menyakiti siapapun, aku juga gak berniat untuk lari dari siapapun, aku hanya mau menjelaskan hal-hal, satu-per-satu… mulai dari kamu dulu…”

---
“Ini tempat yang agak aneh, kamu gak merasa aneh In?” kataku membuka pembicaraan setelah kita sampai ketempat yang di pilih Ine untuk ‘melanjutkan pembicaraan’

“Hihihi… Emang agak aneh, tapi aku selalu merasa nyaman di sini…” Ine sekarang kelihatan sudah agak tenang, eh, tapi Ine sebagian besar waktu selalu tenang ding. Adem tu anak

“Aku selalu kesini kalau pas pengen sendiri…” lanjutnya

“Kamu kesini sendiri?” Aku garuk-garuk kepala. Cewek Aneh!

“hehehe…”

“Eh… Kamu merasa tenang… di Kebun Binatang?” tanyaku lagi dengan songong

“hahaha… iya, terutama kalau pas lagi kangen sama orang jelek kayak kamu! tuh ada kembaran-mu banyak di sini” ledeknya, tapi minimal aku seneng banget, sekarang Ine bisa tertawa lagi dengan lepas

“Sialan lu!” maki-ku becandaan

Eh?

Tapi…

Kangen Aku?

Haizzz…

GeEr beneran nih aku…

Yep, kita memang ke Gembiraloka! Tempat yang dipilih Ine untuk melanjutkan pembicaraan. Naik bis, mobil masih aku tinggalin di kost Ine. Eh, Kost rara. Eh, iya juga ya? Mereka kan satu kost…

Aku membuka pembicaraan dengan Informasi latar belakang kisahku dengan Rara. Dari mulai sangat awal. Dari kita masih sama-sama di SMA, sampai ke Insiden hamilnya Rara bukan karenaku, sampai hubungan kita yang tidak jelas hari ini.

Aku juga menceritakan kisahku dengan Vika. Tak lupa, aku juga menceritakan perasaanku kepada Ine sendiri sejauh ini, dan perkembangan yang akhir-akhir ini entah mengapa seperti mendekatkan kita berdua. Aku mengatakan apa-adanya, tanpa berharap terlihat baik dimata Ine. Aku ingin mengawali apapun yang mungkin akan terjadi diantara kami berdua kedepannya dengan sebuah kejujuran.

Apapun yang mungkin akan terjadi?

Emangnya apa yang mungkin terjadi di-antara aku dan Ine?

Entahlah…

Aku sih ngalir aja…

Dan, entah mengapa, kami berakhir dengan saling menggenggam tangan. Erat…

“In…” panggilku pelan saat merasakan Ine semakin menggelendot di bahuku. Kita memang duduk lesehan, bersandar di sebuah pohon rindang.

“Ine…” Panggilku lagi dengan intonasi ku-lembut-lembutin sebisaku

“In…” Masih tanpa jawaban

Eh?

Yah, tidur dia!

Bisa ya!!!?

Cewek ganjen model apa pula ini, tidur di sembarangan tempat. Aku cuman geleng-gelang kepala…

Ah, mungkin dia cuman kecapekan, toh semaleman dia gak tidur ngajagain aku…

Begitulah, aku melewati hari itu dengan Ine…

Entah mengapa, aku merasakan ketenangan setelah menceritakan semua ke dia…

Entah mengapa, aku merasa sangat nyaman dengannya…

Entah mengapa, aku seperti tidak rela kalau harus kehilangan dia…

Tidak rela?

Kehilangan?

Ah, kami…

Kan bukan siapa-siapa…

Tanpa komitmen apa-apa…

Benarkah?

Tapi, entah mengapa juga, aku merasa seperti memasangkan Dua Cincin di-jari-ku sendiri…


-- End of Dua Cincin --

To be Conticrot!

INDEX
 
Terakhir diubah:
Dilanjutpun...



Sudah Cukup Sudah
Pulang ke-kotaku, ada setangkup haru dalam rindu, masih seperti dulu, eh kok malah lirik lagu KLA Project? Hingar bingar nan sepi dari ibu kota Propinsi yang aneh dan wagu ini terasa begitu menyesakkan. Seperti serpihan hati yang memendam terlalu banyak rasa. Berhari-hari kuhabiskan dengan mengurung diri di Nest. Kepergian Iblis yang tiba-tiba meninggalkan banyak sekali pertanyaan. Menyisakan teka-teki yang saat ini sama sekali tidak ingin kupikirkan jawabannya.

Sakit yang kurasa karena ketidak-tahuan-ku tentang akar masalah pembicaraan antara dia dengan Vika seakan pudar dengan meniggalkan cacat yang traumatis. Vika telah pergi dan kali ini tidak akan kembali. Itu adalah kesimpulannya, sekarang mau-tidak-mau harus aku terima dan melanjutkan hidup dengan kenyataan itu.

Dan sekarang, Iblis sudah pergi…

Dia pergi secara tiba-tiba dan tanpa kata perpisahan…

Kuharap untuk selamanya sih…

Ah…

Pembicaraan dan kedekatan ku dengan Ine-jogja akhir-akhir ini, malah menyita banyak source dalam Random Access Memory – RAM – otakku.

Tapi…

Kemana lagi aku harus melangkah?

Apa yang sekarang harus ku kejar?

Ah…

Sore itu aku memang hanya baring-baring-lemes-males disofa ruang tengah Nest-ku, seperti seekor ubur-ubur yang terdampar di tajamnya pasir pantai. Pasrah menerima takdir yang sudah jelas digariskan untuknya. Kulirik jam dinding yang dengan setia selalu menempel disana.Dari masa semenjak pertama aku pindah ke Nest seingatku dia selalu ada disana untuk-ku, tidak pernah rewel, tidak pernah kehabisan batre, dengan dingin namun setia menemani dan memandangiku dari atas sana, entah apa yang dia pikirkan, itu juga kalau dia punya pikiran.

Sudah hampir jam 6 sore rupanya. Jam itu… bentar, aku gak pernah merasa membeli jam dinding, dari mana pula aku dapet jam dinding ya? Oya! Itu ku-pinjam dengan diam-diam dari ruang tamu Bunda. Hahaha… Aku membanggakan diri atas tindakan smooth kriminal itu…

Dan Sofa ini… Ah, mengembalikan kenangan akan Ine, jin dalam botol-ku…

Kemana pula anak itu sekarang?

Ah, hidup…

Bikin aku pusing aja…

Tapi bagaimanapun, aku harus punya tujuan, kalau enggak, semua gak akan keren lagi…

Bayangin hidup tanpa tujuan… gak keren kan?

Kalau tanpa tujuan, apa bedanya aku dengan Kamu?

Oh, kamu punya tujuan juga kah?

OK, kalau gitu; Apa bedanya aku dengan jam dinding-ku? Hanya berputar dalam lingkaran tanpa awal dan akhir yang jelas, berputar dan terus berputar dengan konstanitas yang menjemukan sampai maut menjemput, atau dalam kasus jam dinding-ku, sampai kehabisan batre…

Hidup tanpa tujuan…

Jelas gak keren!

Tapi… Tujuan…

Ah, sekarang enaknya ngejar apa lagi?

Studiku? – Ah, kalau mau jujur, aku sudah kehilangan tujuan di sana. Sebenarnya settingan-ku dulu sudah ciamik; tujuannya jelas; selesaikan study, jadi Pelaut, lalu berlayar sejauh mungkin, selama mungkin. Ah…

Tapi iblis sialan itu entah mengapa dan gimana caranya dia meng-akuisisi tubuhku, menggunakannya dengan sembarangan dan mengacaukan hampir apapun, aku ketinggalan jadwal pereode ujian profesi. Walau masih ada peluang ujian susulan, tapi harus melalui mekanisme bimbingan individu dan tugas besar. Panjang ribet binti males…

Dia mengacaukan semuanya!

Tapi…

Tapi, kenapa sekarang aku merasa sayang meninggalkan semua kekacauan ini?

Gila kali, kekacauan kok disayangi…

Kacau…

<<- BLIP - >>

Sebuah notifikasi pesan membuat layar Nokia 9210i ku berpendar

<<1 message received>>

Aku meraih handphone itu dengan acuh dan penuh ke-engganan. Aku mengharapkan sms dari temen-teman kost, atau minimal dari tante Cristine, yang menghilang dan tidak kunjung ketemu walau aku sudah mencari sampai kolong café tempat dia biasa tongkrong. Telpun juga gak aktif, sms gak di bales. Sebenernya pengen Curhat.

Curhat kepada tante imut itu memang selalu membuat otakku serasa ter-defrag. Cara pandang dia terhadap dunia begitu ter-struktur dan ter-organized dengan elegansi setingkat Windows XP yang baru saja beberapa bulan lalu kuinstal di PC buluk-ku. Yep, I think she’s a perfect woman, diluarsatu cacat, fakta kalau dia menyelingkuhi suaminya denganku, tentunya. Lagian, tak ada Daging yang tak retak, iya kan? Perfect is Boring!

Ah, SMS dari siapa sih?

[ From: “R” –Message: Wanna talk, please make time. Aku dah di terminal Banyumanik – Option | Back ]​

Begitu kira-kira isi semua text yang terpampang di layar kecil 9210i ku. Kupencet Option>Reply

Kutulis “Hah?” lalu Send

Tak selang berapa lama, aku sudah terlibat pembicaraan di telepon dengan-nya.

---
“Well come to my Nest” desisku lirih sambil membuka-kan pintu buat Rara. Dia masuk dengan santai.

Yep, akhirnya aku memutuskan untuk membawa dia ke Nest, setelah tadi sebelumnya makan di Soto Bangkong Srondol, Banyumanik. Acara makan yang tenang. Selama makan, kami hampir tidak bercakap. Perasaan canggung itu. Ah...

Lagian dengan songongnya dia pergi ke sini tanpa persiapan apapun. Baju aja gak bawa, cuman tas gendong kecil andalannya yang selalu setia menempel di punggungnya. What can I do? Masa biarin dia nggelandang di kotaku? Pilihan apa yang aku punya?

“Kamu gak pernah cerita kalau kamu punya rumah di sini babe, ah, mulai berahasia rupanya kamu dengan ku babe” selorohnya semi nyinyir. Dia memang selalu memanggilku babe, walau di-pereode pas kita sudah putus pun, buat jaga-jaga kalau ntar nyambung lagi, katanya. Dan katanya lagi, udah kebiasa, susah di robah. Whatever!

“Mamaku aja gak tau. Kamu orang ke-dua yang tau dan pernah ke sini” jawabku gak kalah selebor

“Really? Wah, siapa lucky number one?”

“Ine…” desisku reflek

“Ah…”

“Eh, bukan… bukan Ine yang itu, Ine yang lain…” kenapa aku harus gugup menjawab?

“Ah, bahkan kamu nyari duplikatnya di sini, sebegitunya-kah? Benar-benar kamu babe, You really break my heart! Sakit banget… serasa ditusuk dari belakang…” Intonasi itu… Ah, wanita…

“Shut up…” jawabku sok ketus

“Huft…. Mo mandi ah, mana kamar mandi?”

“Be my guest…” aku bener-bener lemes, menghempaskan pantatku di sofa sambil menunjuk arah kamar mandi yang ada didalam kamarku

---
Rara keluar dari kamar memakai kaos-putih-ku yang keliatan gombrang sampai ke pertengahan paha di badan mungil-nya, dengan santai berjalan kerarahku sambil meng-kucel-kucel rabutnya sendiri, abis keramas rupanya. Kaos itu, aku yakin dia ngacak-acak lemariku untuk mencarinya. Ah, buat Rara, apa sih yang gak boleh? Ah! Bau ini, aroma yang paling ku suka… bau rambutnya yang bersentuhan dengan shampoo… membangkitkan semua kenanganku tentang dia…

Ah…

Setelah kuperhatikan lagi, Rara sekarang emang kurusan. Tatapan matanya kelihatan layu. Aku tahu, akhir-akhir ini dia emang menjalani hidup yang tidak mudah. Masalah demi masalah seakan tidak berhenti menerpanya. Dibalik sarkasme ucapannya, aku tahu dia sangat membutuhkan seseorang untuk menjaganya. Sebuah bahu untuk bersandar sejenak. Dan aku, akhir-akhir ini memang tidak seperti dulu yang selalu siap sedia kapanpun dia butuh. Sebenarnya kasihan Rara-ku, bidadari kecilku yang dulu selalu kujaga agar selalu ceria, telur rapuhku yang dulu selalu Easy going, seakan sekarang semakin rapuh dan retak. Rara-ku…

Rara menghempaskan badan degan santai di sofa tempat aku mengggelosoh menyandarkan kepala di salah satu arm-rest nya yang memang agak tinggi.

“Ah, segernya…” selorohnya

Aku hanya mendengus

“Baidewai babe, Ine yang lain itu…”

“Pa-an?” sergahku pendek, males membicarakan hal itu

“Kelupaan celana dalem nya disini ya? Sama beberapa Be-Ha sih…” ledeknya

“What the!!!” Aku semerta-merta melompat duduk dengan kaget. Napa pula aku harus segugup itu? Serasa ke-gep kah?

“Haiz, santai aja deh babe, gak usah overacting nape? Lagian, kejadian itu ada dimasa kita putus juga kok, kamu bebas deh sama sapa aja, lagian aku juga begitu kan? Egois kalau aku menghakimi kamu, ya kan?”

Aku mendengus, inilah Rara. Tajem! Mengena, dan selalu… Ah, susah deskripsiinnya…

“Whatever…”

“Tapi… kok CD-nya gede banget ya? Is she pregnant?”

Aku yang sudah jelas-jelas ke-gep mo bilang apa? Aku hanya mendengus…

Rara malah melihatku dengan pandangan yang aneh…

“Why break up?”

“What?”

“Obliviously it’s not yours…”

“Apanya?”

“Anaknya… kalau itu anakmu, putus leherpun kamu gak akan ngelepasin dia. Aku sangat tau kamu babe, bahkan kalau bukan anakmu pun, kamu akan melakukan sesuatu yang nekat untuk-nya.Jika emang gitu, I’ve been in her shoes before, so it makes me the lucky number one at this point… hehehe…” sekali lagi, inilah Rara.

Dia, seolah mengerti aku luar-dalam. Cara berfikirku, tindakanku, hal-hal yang menimpaku dan apapun tentang aku dengan hanya sedikit, bahkan tanpa clue apapun, bahkan kadang-kadang aku berikir dia tau proses kelahiranku, walau aku lebih tua darinya. Wuedian gak sih?

Aku kembali mendesah “Panjang ceritanya…”

“Well, apapun ceritanya, dia pasti sangat beruntung ketemu sama kamu babe, atau malah luar biasa apes?”

“Apes?Kok gitu?” tanyaku songong

“Ya apes! Dari semua yang kualami, I can deal with problems, hal yang paling susah adalah ngelupain kamu. Ngelupain kepolosan songong-mu. Ketulusan lugu yang cenderung bego-mu… kalau nuruti keegoisan, hati ini rasanya ingin selalu memilikimu, tapi lalu melihat diri sendiri yang begitu gak pantes untuk memilikimu, dan mau-gak-mau harus melepasmu, merelakanmu… hal-hal seperti ini menyakitkan tauk… dan Ine yang ini, bisa kupastikan merasakan hal yang sama dengan yang selalu ku rasakan… dan apa namanya ini kalau gak apes?” kata-kata itu Rara ucapkan dengan santai, masih sambil meng-handuk-i rambutnya. Tanpa memandangku. Matanya hanya menatap kosong kearah TV yang bahkan tidak menyala.

Dan aku menatapnya songong. Tapi jujur, pengakuannya membuatku bingung. Jujur, aku sama sekali gak melihat diriku sendiri seperti itu. Aku hanya ngalir… semua yang kulakukan, tindakanku, semua tanpa pertimbangan sedalam itu. Aku hanya… Ngalir….??

“Trus knapa kamu selalu meninggalkan aku?” tanyaku songong lagi

“Itu… adalah pereode dimana aku…mampu berkaca…” tiba-tiba Rara menghentikan aktifitas handukan-nya dan menunduk

“Ra…” Aku bangkit duduk dan memegang bahunya

“Ah, sudahlah! Anyway, bukan ini yang ingin ku bicarakan…” Rara memotong apapun yang ingin ku-ucapkan. Kulihat di ujung matanya, ada kilatan aneh

“Aku malah gak mau ngomong apa-apa malam ini, males!” potongku ketus. Sebenarnya aku hanya takut.

Rara ini, entahlah… menakutkan. Dan ketakutan terbesarku sampai sekarang, walaupun setelah kasus Ani, Vika, Ine trus Ine lagi adalah; Kepastian akan kehilangan kesempatanku lagi dengan Rara. Selamanya…

Dan jujur, selama ini yang aku fikirkan adalah, apakah aku se-begitu tidak pantas untuk memiliki bidadari ini? Memiliki Rara?

Dan aku hampir memutuskan; kalau di-mata-nya aku memang tidak pantas, it’s fine, walau sangat sakit, akan kuterima kekalahan ini, aku akan mundur…

“Haiihhhzzz… baiklah kalau begitu, kukira aku juga belum siap…” desahnya panjang, sambil masih menunduk

Aku hanya menatapnya, bingung mau ngomong apa, kecanggungan ini…

Awkward…

“Eh babe… boleh pinjem bahumu bentar?”

Aku membentangkan tangan selebar yang aku bisa, mempersilahkan-nya untuk memakai bahu ini kapanpun dia mau.

Dengan canggung Rara beringsut mendekatiku, seingetku, baru pertama ini Rara canggung kepadaku. Ia menenggelamkan kepalanya di dadaku, memelukku dengan erat dan mulai tersenggal-senggal. Kubiarkan dia menangis, melepaskan apapun yang ingin dia lepaskan. Tak satupun pertanyaan ingin kuajukan, hanya pengertian yang ingin kucurahkan. Aku hanya memeluknya seerat yang aku bisa sambil sesekali membelai rambutnya.

Rara-ku… Kasihan benar…

Bidadari kecilku…

Se-terluka ini kah kamu?

Seberat inikah hidupmu?

Maafkan aku yang selalu tidak bisa mengerti kamu…

Maafkan aku yang tidak pernah bisa selalu menemani hari-hari-mu…

Yang malah entah sadar atau tidak, telah menyakitimu…

Mengapa?

Keadaan ini…

Mengapa gak kamu ungkapkan saja? Mengapa kamu harus menyuruhku untuk selalu menebak isi hatimu? Aku?

Sedangkan kamu tau, aku hanya-lah manusia bodoh! Aku…

Aku telah menyakiti wanita yang paling aku sayangi?

Aku…

Sebodoh inikah aku?

Dan air-mata-ku pun ikut mengalir

Dengan Rara, aku tidak pernah membenci air mata ini

Dengan Rara aku selalu bisa menjadi diri sendiri…

Dengan Rara, aku bisa mengumpat, memaki, sarkasme, dan dia selalu bisa melihat apa yang ada di balik itu

Rara…

Adalah satu-satunya orang yang selalu bisa memahamiku

Dan…

Aku gagal memahaminya…

Maafkan aku…

Aku bodoh…

Aku manusia paling bodoh…

Dan dalam hatiku tiba-tiba aku kembali bersumpah…

Akan kubuang seisi dunia, hanya untuk bisa kembali memeluknya…

Memeluk Bidadari Kecilku…

Selamanya…

---

Nafas Rara tersasa sudah sedikit teratur. Entah berapa lama aku memeluknya. Kukecup kepalanya. Dan kepala itu malah jatuh dengan lemas. Eh?

Ketiduran dia…

Mungkin semua ini memang membuatnya sangat capek…

Bidadariku…

Hadeh…

Tapi…

Kenapa wanita selalu dengan mudah tidur didekatku?

Nggak tante Cristin, nggak Ani, Vika, Ine, Rara…

Akhir-akhir ini aku malah merasa seperti bisa memahami perasaan sebuah bantal.

Mungkin aku adalah evolusi dari sebuah bantal?

Ah, mas Darwin pastinya akan sangat marah medengar teori itu…

Hadeh…

Dan aku beringsut, beriri dan membopong Rara ke kamar. Membaringkannya di ranjangku. Rara hanya medesis saat aku membaringkannnya. Kuatur kakinya agar lurus dan bisa menyelimutinya. Kaosnya agak tersingkap disebelah bawah. WTF? Dia gak pakai CD?

Well, ini bukan kali pertama aku melihat vagina Rara, bahkan dulu sering dengan rakus aku menjilatinya, mempermainkannya dengan lidahku dan mendengarnya mengerang dalam proses itu, yep, that is a sweet memory… dan melihat vagina mungil itu lagi… yah…

Ini cukup membuat dadaku berdebar

Baiklah, jujur:

Sangat berdebar!

Dan…

Rara kan udah bobo, mungkin dia ga keberatan kalau aku sedikit bernostalgia melihat vaginanya… hehehe…

Ah…

Tapi ini bertentangan dengan hati ku…

Aku segera menyelimuti dia, itung-itung jaga diri juga. Takut khilaf. Memory itu… begitu membekas…

“Jangan tinggalin aku lagi, minimal malam ini…” Aku kaget, Rara tiba-tiba berkata begitu sambil memegang taganku dan memandangku dengan jernih

“OK! Jadi loe pura-pura tidur” sahutku ketus. Gak tau kenapa sama Rara aku bisa naik-turun-panas-dingin seperti ini. Seperti meloncat-loncat diatas Trampoline. Dan jujur, aku selalu menikmati setiap pantulannya.

“Boleh dong, Ine aja boleh bobo di bahu kamu”

“Eh?”

Matanya hanya melirik licik

“Cini!” Rara membetangkan tangan lebar-lebar, hampir mirip dengan apa yang ku lakukan tadi. Nyindir nih?

Aku gamang…

“Tapi kok… kamu bisa tau…”

“Ahhh… apa sih yang kamu lakukan dan aku gak tau?”

“Gimana?!” Aku masih menyelidik, semakin canggung ke-gep terus.

“Cini dulu, ntar tak ceritain…”

Dan aku beringsut maju, dengan semakin gamang

“Cini… cini… cini… Hihihi…” Rara memelukku yang sudah berbaring dengan canggung di sampingnya dan mencium dahiku, seperti seorang ibu yang gemes mencium anaknya.

“Eit… eit… so? Gimana? Apa yang kamu tau? Apa yang kamu denger? Itu semua ada penjelasannya…”

“Aaaahh… serius deh babe, kamu itu kayak ke gep selingkuh deh, salting amir… hihihi…” tawa Rara sudah kembali seperti Rara yang biasanya, penuh kemenangan, dominasi dan bullying…

Aku menghindar, sok mengancam untuk pergi dengan gesture tubuhku

“Ok deh, ok deh, aku cerita… Kamu, sarapan sama Ine lama bener. Pasti kalian gak cuman makan aja, tapi pergi ke suatu tempat. Lagian, aku sedikit memprovokasi dia pas numpang mandi di kamarku pagi itu. Trus kira-kira kalian ke mana? Ke Hotel? Hmm… bukan gaya Ine, bukan gaya kamu, trus kemana? Ah, pasti kamu biarin Ine memilih tempat. Ini kamu banget babe, sok gentleman, sok ciptain suasana, ajak wanitamu ke tempat yang paling nyaman buat dia untuk mulai melancarkan Brain-Wash ala kamu…”

“Brain-Wash? Maksudlo?”

“Ah, whatever. Jadi aku tebak, kalian pasti ke Gembira-Loka. Aku kesana, dan melihat Ine dengan santai-nya bobo di bahumu, bahu ini propertiku tauk! Anak kecil itu, beraninya dia menusukku dari belakang. Kalau sampai jogja lagi, kugorok leher kecilnya ntar!” lanjutnya bengis

“Rara! Apaan sih? Kamu tuh mengerikan deh… trus gimana kamu tau kalau kita ke Gembira-Loka?”

“Apaan sih, apaan sih, itu njiplak cara ngomong Ine ya? Sialan bener anak itu! Ye… ye... itu emang tempat favoritnya anak itu, lagian akhir-akhir ini, semenjak dia tergila-gila sama kamu, dia sering ke sana…”

“Apaan sih? Kamu tuh beneran serem deh Ra…”

“Am I?”

“Trus, emang kamu memprovokasi dia apa? Waktu sarapan, tiba-tiba dia emang aneh gitu sih…” gumanku bego

“Rahasia lah! Eh, anyway anak itu percaya… hahahaha… amatir ya babe?” lanjutnya riang

“You really are horrible!”

“Am I? Ah… Anak itu, kasihan juga. Semenjak peristiwa Rendi, dia tergila-gila sama kamu babe. Kamu tau babe? Dia nulisin nama kamu ada kali kalau 1000 kali di buku diary-nya…”

“What???? Dari mana kamu tau tentang ini? Tentang Rendi? Diary dia?”

“Ah, ayo-lah, masa sih kamu gak tau aku gimana? Aku kan hebat, hehehe… Inget! Satu-satunya wanita yang pantas untuk mendampingi kamu hanyalah wanita dengan kemampuan seperti aku! Inget itu! Hanya wanita dengan kemampuan sepertiaku! Dan kamu, sebelum ada wanita yang sebanding dengan-ku, kamu sementara milik-ku! Ah, mungkin bisa jadi selamanya…”

“Kamu kesurupan apa sih Ra?”

“Hihihi… Ah, Tapi….” Rara kini malah terlentang

“Tapi?”

“Tapi… sebenernya aku masih merasa agak aneh denganmu babe, pas aku telp sebelum kamu ke jogja, itu nomor kamu, suara kamu, tapi nada bicara dan kalimatnya seperti bukan kamu… hmmm…”

“Bukan aku?Maksudmu?” yah, aku sebenernya tau, yang nerima telepon pastinya Iblis-ku. Hanya waktu itu aku mungkin sedang tertidur, sejujurnya aku sama sekali tidak tau mengenai telepun itu

“Ah, iya… Bunga apa itu?”

“Bunga?”

“Confirm, itu emang bukan kamu… makanya aku benar-benar merasa aneh… ada sesuatu lagi yang kamu sembunyiin dari aku babe?”

“No… No… No… No… Gak ada, You are Psico!”

“Iya kah? Aku… Seburuk itukah aku di matamu, dede?” Rara menggeser tubuhnya dan meghadapku, menatapku dengan tajam

“Rara….” Dan aku membelai rambutnya…

“Sorry… Aku… Aku hanya… “ dan Rara membenamkan mukanya di dadaku

“Anyway… fakta bahwa aku memelukmu sekarang… sudah cukup… tolong jangan pergi lagi…” desahku

“Aku gak pernah pergi kok…”

“Yaudahlah… baidewai, apa sih yang kamu bicarain di telp? Ah, ini kayak film X-Files gitu deh sayang…” tanyaku memecah kecanggungan yang hampir aja dateng lagi

“Sayang? Waw, ini kemajuan! OK! Karena sudah menyebutku Sayang, aku jawab pertanyaanmu babe… “

“Hmm?” Aku memandangnya agak heran, gak ku kira aku bisa mengorek keterangan dengan semudah ini dari-nya. Rara itu… selalu… you know… something…

Wajah kami begitu dekat

Rara menatapku…

Aku balas menatapnya…

Pandangan kami beradu...

“Woi!” teriakku songong

“Apa?” tanyanya gak kalah songong

“Jawabannya…”

“Jawaban apa?”

“Pertanyaan-ku tadi, telefon itu…” ulangku

“Ooooohh itu….”

“Hmmm?”

“Itu….”

“Iya… Itu… ” aku menegaskan

“Itu… Rahasia…” Jawabnya dengan akting mata sok culas, tapi jatuhnya malah nggemesin. Nah kan?!

“Pret!” Aku bener-bener dah gemes sekarang!

Karena gemas, aku mulai menggelitiki dia. Sambil menggelinjang-gelinjang Rara malah semakin merapatkan tubuhnya dan membalas menggelitiki-ku. Kami berguling-guling ria sambil berhaha-hehe. Tentu saja kaos ku yang kedoodoran dia pakai akhirnya tersingkap kemana-mana. Mempertontonkan tubuh mungil-mulus-eksotis-nya.

Beberapa kali, gelitikannku pun sudahh tidak berupa gelitikan, melainkan sudah menjelma menjadi remasan-remasan gemas ke-kedua payudaranya. Memutar-memelintir putting imut nya dan sesekali meremas pantat mungil-nya. Sedangkan tangan Rara tidak kalah atraktif, entah bagaimana, celanaku sekarang sudah melorot sampai kelutut. Menyisakan celana dalam yang dengan sia-sia berusaha melindungi senjata laras panjangku yang dari tadi sudah dikokang Rara secara kasar dan memprihatinkan. Hampir saja amunisinya meledak. Ini kan bahaya, bisa salah tembak nanti.

Dan entah siapa yang memulai, tahu-tahu kami sudah saling memeluk dan berciuman dengan ganas. Bibirnya yang melumat bibirku dengan ganas, mendapatkan perlawanan dariku dengan seimbang. Saat ini Rara sudah ada di-atasku, memcucupkan bibir manisnya ke semua tempat yang bisa dia temui. Muka, leher, bibir, telinga, menggigit bahuku, semuanya. Sedangkan tangannya yang tadi ribet berurusan dengan batang penisku, menggapai-gapai berusaha melepas kaosku

“Damn I miss you really…” desahku gemas-gemas-ganas diantara nafas tersenggal

“Sama!” pekiknya tak kalah ganas

Kami lalu bergulat kembali. Pada satu kesempatan, karena aku sudah tidak tahan, aku membanting tubuhnya, lalu menindihnya. Celana dalam yang tadi dengan sia-sia berusaha menutupi penisku, ku betot dengan kasar, bahkan aku menendang-nendangnya dengan tidak sabar, berusaha melepaskannya. Sedangkan Rara yang berada di bawahku, menjambak rambutku dengan penuh nafsu, menanti kelanjutan aksiku dengan nafasnya yang semakin tersenggal.

Kaki kecil itu kukangkang-kan. Setelah beberapa kali kepala penisku ku gesek-gesek-kan di bibir vaginanya, aku sudah merasakan licinnya lendir yang keluar membasahi memek mungil itu. Dan aku menekan, menerobos relung kewanitaannya dengan dorongan berkekuatan penuh. Ini harus, karena memek Rara memang terasa sangat sempit.

Rara mengerang sambil masih berpegangan pada rambutku. Dan aku mendorong lagi. Kurasakan kehangatan yang melenakan meliputi setiap inci dari penisku. Tapi yang paling istimewa, aku merasakan kenyotan-kenyotan ritmik pada kepala kontolku. Inilah memek Rara. Dan sekarang aku sudah 100% masuk!

“Aaaahhh… babe… kangen banget sama kamu…” lenguhnya disela instirahat nikmat yang aku lakukan setelah berhasil menjejalkan seluruh batang penisku ke vagina mungilnya

“Kamu… Rara… Don’t have any idea… gimana aku tersiksa… dalam permainan maju-mundur-mu!” jawabku meluapkan apapun yang kurasakan selama ini

“Maafin aku… ba… aaaaachhhhkkk…” tentu saja dia berteriak sebelum berhasil menyelesaikan kalimatnya.

Karena pada saat itu pula, aku yang ganti memegang peranan dalam permainan maju-mundur ini. Kaki-kecil-nya yang mengangkang bergoyang goyang dengan heboh seiring ritme genjotan pinggulku. Tidak tanggung-tanggung aku memang mencurahkan semua perasaanku disana. Menggenjot tubuh mungil itu dengan ritme dan level full power. Mengaduk seluruh bagian liang kewanitaannya dengan kontolku yang kubiarkan berekspresi seliar mungkin.

Kurasakan ujung penisku membentur-bentur mulut serviknya, lalu aku menariknya keluar kembali sampai ke-lokasi G-Spotnya, memutarnya sebentar, lalu menekannya kembali sampai mentok. Gerakan ritmik ini aku yakin akan membawanya terbang kealam manapun yang dia suka. Benar saja, Rara sekarang sudah kehabisan suara erangannya, mulutnya hanya terbuka tanpa suara. Matanya membeliak putih, tangannya dengan kacau sebentar meggenggam seprei, bantal, atau memukul-mukulku dengan acak.

Dan dibagian vagina-nya, aku merasakan guyuran cairan yang semakin banyak. Membuat semua gerakan tusuk-cabut dari penisku menimbulkan bunyi becek yang lengket


CLEK…. CLEK… CLEK…. CLEK… CLEK…. CLEK… CLEK…. CLEK… CLEK…. CLEK…

“Arrrrgghhhhh….” Aku mengerang mempertahankan ritme-ku.

Belum, belum, belum… aku belum puas mencurahkan rasa sayangku pada wanita ini. Belum…

Namun ekpresi menggelepar Rara dan erangan-erangan lirihnya, serta empotan aneh di vaginanya dari orgasme yang mungkin sudah dia raih beberapa kali, membuat pertahananku jebol juga.

Degan sebuah teriakan, kubenamkan sedalam mungkin penisku sampai ke ujung serviknya. Dan aku mengejang. Dan guyuran itu datang. Seperti tersengat ribuan volt listtrik, badanku bergetar keras. Ini, adalah curahan semua emosiku untuk Rara. Kangen, Sayang, Cinta, Kasih sampai rasa Geregetan.

“Aaaaaaggghhhhhh…” kami berteriak bersama lalu limbung.

Dengan aku segera memutar dan menarik tubuhnya, memposisikan dia di atas tubuhku, tanpa mencabut batang-ku dari memek-nya tentu. Dan aku memeluknya seerat yang aku bisa

Dan aku bisikkan

“I love you…” dan sampai sekarang, aku belum pernah mengatakan kalimat itu kepada wanita manapun, selepas kalau aku mengatakannya kepada Rara

Dan Rara membalas pelukanku dengan tak kalah erat

Sudah Cukup!!!

Sudah cukup jalan hidup ini mengombang-ambing kami berdua!

Saatnya aku menulis lembaran baruku dengan dia

Walau aku harus membuang seluruh duniaku…

Aku akan berada di sisinya…

Selalu…

Karena ini rasa sayang ini…

Sudah cukup untuk menjadi dasar!

Sudah cukup…

End of Sudah Cukup Sudah!

To be conticrot…

---

INDEX
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Dilanjutpun...


Sunset di tanah anarki

Aku terhenyak, seperti ditampar oleh ribuan sengatan kesadaran yang dengan kasar menyeretku untuk kembali bangun dari sebuah lobang nyaman dimana aku meringkuk enggan, hibernasi. Hentakan-hentakan itu seakan mengguncang seluruh alam kecilku. Berputar dan memusar meruncing menuju suatu titik. Seperti angin puting beliung yang menggelegak, mengangkat lalu menghempaskan semua hal di sekelilingnya dengan acuh menggunakan kekuatannya yang mahadasyat.

“Aaaaahhh… ahhh... ahhh… terus sayang, ahhh… yess… ahhh….”

Desahan desahan itu…

Visualisasi-ku berkedip menyala, seperti sebuah layar computer yang telah menyelesaikan bootingnya. Processor yang ada di otakku semerta-merta dipaksa bekerja keras untuk mengolah perintah-perintah dan luapan informasi yang berlomba-lomba membuka.

UGH…

Ini…

Otakku masih dalam proses untuk mencerna itu semua. Random Access Memory otak-ku mendecit-decit. Mencoba membaca dan me-recovery recent file yang seakan berantakan, namun entah mengapa media pentimpanan dalam otakku seperti sebuah hardisk yang mengalami bad sector, kusadari, tidak semua data bisa aku pulihkan.

Terakhir kali yang kuingat, aku ada di nest, tertidur sambil memeluk Rara.

Lalu entah kenapa, kenyamanan tersebut memelukku balik dengan erat…

Terlalu erat…

Dan aku terlena…

Lalu tertidur…

Tertidur?

Sial!

Sudah berapa lama aku tertidur?

Sehari?

Dua hari?

Seminggu?

Dan iblis-ku?

Mengambil alih kembali tubuh ini?

“Akhhhh….”

Desahan itu mengantarkan sengatan sepontan yang menjalari seluruh tubuhku. Sensasi seperti dijamahi seribu tangan di seluruh tubuh menerpaku. Lalu semua seakan disedot ke satu titik. Sesaat, seluruh jaringan syarafku terasa membeku. Menyeretku ke dalam keadaan dormant, lalu menghisap seluruh daya jiwaku. Luluh, lemas, habis, terkuras…

Dan aku merasakan tubuhku terjatuh…

Dan suara melenking kecil itu terdengar, suara hampir seperti suara kelelawar…

Suara yang begitu familiar…

“Ah… tant… you are the best…” sebuah pujian mendesis dari mulutku, tapi bukan aku yang melontarkannnya. Iblis-ku, pasti…

Beberapa kecupan dilayangkan ke pipi halus itu, walaupun si empunya masih pasif menanggapi, tersenggal, mencoba mengatur nafas, kulihat juga matanya masih membeliak dan kedua tanggannya masih mencengkeram bed-cover dengan erat di kedua sisi kepalanya. Lalu setelah terlihat agak tenang, kepalanya tergolek ke samping, ke arah kami yang memang telah memposisikan tubuh disampingnya, memeluknya dengan mesra. Iya, aku memang sayang dengan orang ini. Dari cara iblisku membelainya, kuharap dia memiliki rasa sayang yang sama.

Karena, she’s simply the last person you want to have problem with…

“You are crazy…” desis-nya

“Salah sendiri, tant dicarinya susah, jadinya aku kangen berat… makanya… abis kangen banget sih…” gombal iblis-ku

“hihihi… bisa aja sih…”

Lalu kami kembali berpelukan.

“You know, kemanapun aku pergi, aku akan bisa menemukan kamu lagi honey...” desis tante Cristine lagi, sambil masih memain-mainkan jarinya di dadaku, setelah lebih dari 10 menit mencoba menenangkan nafasnya yang memburu tersenggal-senggal karena orgasme yang baru saja kita capai Bersama-sama.

“Ya, tapi tidak dua arah… “

“Itulah maksudnya, you don’t have to find me, I’ll find you…”

“Gak adil”

“hihihi….”

“Tant, He’ll pay…” Iblis-ku membelai lebam samar di sudut bibir tante Cristine kami. Hampir saja luput dari perhatianku. Semerta-merta aku juga ikut marah dengan siapapun yang menyebabkannya.

“Sudahlah, aku sudah mengurus ini…”

“Aku belum!”

“No! I love you too much, I can’t let you got involve…”

“Nevermind… I’ll do whatever you told me to…” desah iblis-ku lirih, sambil membelai rambut tante Cristine yang saat itu sudah berubah warna menjadi pirang dengan model curly yang imut. Terakhir kali ketemu, kelihatannya masih hitam dengan sedikit highlight ungu…

Aku masih mengira-ngira apa gerangan terjadi selama aku tertidur. Berapa lama aku telah tertidur? Bagaimana aku bisa ketemu sama tante Cristine ku tercinta? Apa situasinya? Apa yang terjadi?

Sial, fakta bahwa aku tidak mampu megetahui apa yang Iblis-ku pikirkan sedangkan dia kelihatan bisa membaca pikiranku, serta kacaunya manifestasi waktu pada saat aku berada di dalam sini benar-benar membunuhku. Aku juga sedang ngambek, males menanyakan sesuatu ataupun menjalin komunikasi dengan Iblis gila yang dengan semena-mena menguasai tubuhku sewaktu-waktu ini.

Dua hal yang aku putuskan:

Satu; aku akan merebut kembali kedali atas tubuh ini sepenuhnya. Aku sudah mempelajari tentang alam diamana aku terperangkap. Dan aku mempunyai suatu rencana tentang itu. Aku tau dia tau rencanaku karena kempauannya mengetahui apapun yang aku pikirkan, tapi aku tidak peduli, karena aku juga tau, mau tidak mau, dia akan mengikuti scenario-ku.

Dua; apapun kerusakan yang telah, sedang, maupun akan dia perbuat dalam hidupku, aku akan menangani-nya nanti setelah hal pertama selesai.

Lalu aku kembali mundur…

Tertidur…

Melepaskan kendali atas tubuhku kepada sang Iblis…

---

“Ada perlu apa!!” bentakan itu mengagetkanku. Membangunkanku dari tidur panjang. Seorang bertubuh dempal serta seorang lagi gak kalah dempal, keduanya dengan wajah serem abis, macam barongsai salah lukis, dengan tidak sabar menanyai kami. Aku dan Iblis-ku.

Ah, sudah berapa lama lagi aku tertidur? Dimana pula ini?

Sial…

“Aku mau bertemu dengan boss Djoko, buka pintunya!” Iblisku menjawab kalem, dengan intonasi tegas, memerintah, seperti seorang yang sangat penting

“Ada perlu apa?”

“Keperluanku bukan urusan curut macam kalian, buka pintunya, aku membawa pesan dari ibu Cristine!”

“Bangsat! Apa kau bilang?!” jelas sekali si-dempal dikanan marah besar. Namun temannya dengan cepat mengangkat tangannya ke telinga, menekan sedikit headphone disana lalu membisikkan sesuatu. Lalu dengan mimik tidak senang menyenggol rekannya dengan siku.

Gerbang-pun berderit membuka dengan konstan. Rupanya ada mekanisme otamatis.

Iblis-ku melangkah masuk dengan kepercayaan diri yang tidak akan mungkin ku-punyai, mengingat keadaan sekelilingnya.

Rumah berdesain Medditteranean itu tampak megah dengan empat buah tiang raksasa yang menyangga atap terasnya, entah dimana lokasi-nya, aku terbangun saat sudah berada di depan gerbang. Jadi bagaimana aku bisa tau alamatnya? Aku hanya sekilas membaca nomor yang tertempel di gapuranya: H-75

Iblis-ku melirik, aku ikut menyaksikan. Dan kami menghitung ada sekitar 8 orang tersebar di setiap pojok bangunan itu. Belum termasuk dua orang yang mengawalku. Semuanya berwajah seperti badut setan difilm horror-porno yang pernah ku tonton. Serem gak sih?

Dipintu rumah, aku dijemput oleh dua orang yang lain. Total sudah 12 orang semi robot-jahat-serem yang kutahu menghuni bangunan mewah ini. Apa yang dilakukan Iblis-ku disini?

Aku terlibat apa lagi?

Sial!

Bagaimana aku akan membereskan hal-hal seperti ini nantinya?

Yeah, aku punya beberapa teman anak orang-orang jet-set dengan koneksi yang mungkin gak terbayangkan oleh kamu. Aku yakin, mereka bisa membantu mengatasi kesulitan-kesulitanku(1), tapi bukan berarti harus cari-cari masalah seperti ini kan?

(1) Yeah, aku sudah pernah cerita kan, kalau aku menjalani dua kehidupan? Nah, sebagian duniaku ada di zona ini. Sebenernya aku mau nyaranin lagi untuk nginget-inget masalah itu di cerita Reflection, tapi, males ah. Suka-suka elo aja sob. Ane mah asik aja. Anyway, sebagian dari mereka emang punya hutang yang bisa kutagih kapan saja aku mau. You know, dalam bentuk sedikit bantuan balik, sedikit bantuan finansial, advokasi, menenangkan pihak-pihak tertentu yang sengaja-atau-tidak sengaja bermasalah dengan ku, atau sekedar blow-job ringan pengantar bobo ciang…

---
Ruangan dimana orang yang kukira bernama boss Djoko itu menyambut kami benar-benar merefleksikan artinya kemewahan. Sebuah meja kerja mewah dari kayu jati tua dengan ukiran elegan menjadi sentralnya. Di belakangnya, si Boss duduk degan ekpresi berkuasa diatas kursi ber-sandaran tinggi keemasan ala raja-raja lalim di film Three Musketeer. Sebuah sofa kombinasi ukiran dan kulit yang mewah juga berada di ruangan itu. Diletakkan dengan keanggunan ber-cita-rasa tinggi diatas hamparan permadani mewah. Intinya, kalau kau menyebutkan arti kemewahan, ruangan itu adalah deskripsinya. Lantunan halus music saxophone juga menambah keangggunan ruangan, kalau-kalau aku lupa menyebutkan.

Dua orang mengapit tubuhku saat menghadap kepada si boss.

“Jadi, orangku bilang tadi kamu disuruh Cristine?” si Boss membuka pertanyaan

“Betul pak, mohon maaf kalau saya tadi kurang sopan” Iblis-ku berkata dengan suara rendah. Good Job! Siapaun yang mananya Boss Djoko ini, kukira sangat bijak untuk tidak membuat masalah dengannya.

“Apa lagi maunya?”

“Sebelumnya mohon maaf bapak, saya hanya sekedar menyampaikan pesan, sekaligus mengemban amanah dari Ibu Cristine, yang sudah mendapatkan restu dari Beliau yang berkuasa di…” Iblisku masih menjawab dengan sangat sopan. Good Job Boy! Keep it up!

“Alaaaaahhh, tidak usah berbasa-basi, apa maunya si Cristine?” Boss Djoko kelihatan tidak suka dan memotong kalimat iblisku, entah mengapa… Satu yang terlintas di pikiranku, nama siapapun yang akan disebutkan oleh iblis-ku menakutinya. Siapa? Aku tidak pernah punya kenalan dengan orang sebesar itu, bahkan dengan ‘kegiatan-ku’ yang itu… Ini gila…

“Ibu Cristine bilang, beliau hanya ingin menagih hutang bapak kepadanya, beliau hanya menginginkan beberapa lebam di muka bapak. Dan saya adalah orang yang diutus beliau untuk menagih, sekaligus membuat lebam itu, saya harap bapak tidak mempersulit saya”

What the fuck is this shit!!!? Are you fucking Insane?!!! Iblis keparat itu berbicara didepan boss besar seperti ini? Ini namanya cari mati!!!

Dan Boss Djoko tertawa keras

That’s right man, it just a joke…

Kau tau, orang ini, Iblis bego ini kurang waras pak, mohon maafnyaa…

Aku seperti gila rasanya berada di dalam sini tanpa bisa beruat apa-apa…

Sialllllll….

“Hahahaha…. Jadi ceritanya elo dateng kesini mo nggebukin aku? Hahahaa… Ini Sinting, Ini Gila… ini Lucu… hahahaha…!!!”

Yes! Itu benar, ini gila, come on man! Ini cukup, ayo lari… kalau dari tadi aku Cuma diam, kali ini aku berteriak-teriak gaduh di kepala-ku sendiri.

“Betul bapak, kira-kira begitu, jadi saya harap bapak tidak mencoba memberikan perlawanan yang percuma dan memperlambat pekerjaan saya” Iblis-ku masih menjawab dengan sopan-ngawur

Wajah Boss Djoko tiba-tiba berubah menjadi seram, dengan sebuah jentikan jari, pintu-pintu di ruangan itu terbuka. Sekilas kami melirik, mungkin ada sekitar 25 orang bertubuh dempal berotot, berwajah tak kalah seram dengan peranakan silang antara boneka Chucky dengan Teletubbies berdiri di sana.

Sial, tak kukira ruangan itu punya begitu banyak pintu…

Eh, maksudnya..

Anu…

Kok pintu sih?

Sorry bray, gugup nih…

Tapi sebaliknya, aku merasa raut muka Iblisku begitu tenang, bahkan dia tersenyum…

“Urusanku dengan Cristine sudah selesai, jadi ku-kira tidak perlu diperpanjang lagi!” Si-Boss berkata dengan keras sambil menggebrak meja. wow, statement yang sombong.

Brengsek, lama-lama aku jengkel juga dengan lagak sok dia. Tapi sedikit kulihat pancaran ketakutan di matanya. Takut padaku? Tidak mungkin, dilihat dari segi manapun, aku hanyalah seorang pemuda tanggung biasa. Aku bukan siapa-siapa. Lebih mungkin, takut sama orang yang tadi akan di sebutkan oleh Iblis-ku?

Sial, kalau beneran dia terlibat sama urusan beginian, runyam deh…

Runyam…

Dan semua orang tiba-tiba bergerak, serentak merangsek kami, memperkecil jarak

“Jadi…?” tanya Iblis-ku

“Jadi kamu mampus saja!” jawab si Boss dengan emosi

“Anda benar-benar bodoh…” desis Iblis-ku pendek

Aku hanya merasakan desiran angin, tubuhku serasa ringan, seperti terbang, aku terlenting kedepan. Tau-tau aku sudah hinggap diatas meja si Boss, berjongkok diatas mejanya, menghadap ke-muka jeleknya.

Kecepatan ini…

Benarkan aku mampu bergerak secepat ini?(2)

(2) Well, gue kasih tau sama elo, Aku, Mas Karyo kelas icik-kiwir ini memang bisa bergerak dengan cepat! Hasil latihan fisik secara bertahun-tahun, tehnik langkah kaki dan olah pernafasan yang tepat, serta bakat terpendamku dalam bidang ‘melarikan diri’ memang membuatku memiliki kecepatan yang bisa dibilang diatas rata-rata maling regional. Ya kurang lebih begitulah…

Tapi kecepatan tubuhku yang dibawa sama Iblis jelek ini memang non manusiawi.
Jujur, aku kaget-tergaget setengah mati.
Apakah ini asli, atau cuma halusinasi?

Ah, cukup kalimat ber-rima-nya, bisa-bisa jadi pendekar syair berdarah Arya Dwipangga aku nih…

Anjrit, Arya Dwipangga…

Hayo! Siapa yang tau Arya Dwipangga?

BAK-BUK-PRAK-PROK-JEBRET-JDUK-NGUIK!

Entah berapa kali tinjuku bersarang di wajah gendut si Boss itu. Yang pasti pukulan terakhir membuat kursinya yang ternyata beroda meluncur mundur dengan kecepatan yang konstan. Elo tau kan bro, kalau kecepatan adalah jarak dibagi waktu? Ah, sudah cukup pelajaran fisika-dasar-nya, karena kulihat semua orang telah mengepungku, setelah sesaat tadi terpana oleh atraksi badut-sirkus fenomenal yang di pertontonkan oleh Iblisku secara gratis.

Ah, seharusnya aku tadi menarik uang tiket, lumayan bisa jadi pamasukan, mengingat akhir-akhir ini semenjak tubuh ini di kuasai sama dia, aku praktis tanpa pemasukan sedangkan tabunganku semakin menipis, dan siapa tahu berapa yang sudah di hamburkan oleh iblis jelek itu. Oh, masa depanku benar-benar… Ahsudahlah, what can I do jal?

Lagian,kelihatannya situasinya sedang gaswat nih!

Salah satu anak buah si bos sudah dengan sigap menolongnya yang kini hanya bisa mengerang dan menggeliat-geliat lucu seperti ulat kepanasan dengan bonus cabut gigi gratis, berterimakasihlah pada bogem mentah-ku. Dia memapah si Boss dan membawanya menyelinap pergi dari ruangan itu, lalu meneriakkan perintah pendek

“Bunuh bangsat itu!”

“Huft… Job done…” kata iblisku ringan, seakan kepada dirinya sendiri, ato kepadaku, mungkin?

BRAK-BRAK-BRAK…

Pintu-pintu tertutup

SRET-SRET-SRET…

Senjata-senjata terhunus..

Ah, deskripsi situasi kok macam gini, kemalasan penulisan diksi macam apa ini?

Sudahlah...

Karena sekarang, entah dari mana datangnya, kulihat semua orang sudah memegang parang pendek.

Semua orang!!! Kecuali aku…

Bagi bagi parang, tapi aku gak di bagi…

Jahat gak sih?

Atau karena aku terlambat mengantre?

Ah…

Tapi kulihat Iblis-ku malah berdiri dengan congkak di atas meja mewah itu..

Turunlah brad, ntar kalau sampe meja ini rusak, pemuda miskin macam kita mana mampu mengganti?

Ah….

“Bajingan kecil, kau sudah terkurung! Mampus kau!” bentak salah seorang pengurung yang memang telah mengurung kami didalam kurungan gerombolan pengurung bersenjatakan parang… Serius man, situasi ini, sulit benar untuk mendiskripsikannya. Terlebih dengan degub jantung ketakutan seperti ini…

Degub jantung ketakutan?

Eh, tunggu sebentar…

Detak jantungku…

Sebentar, coba kurasa-rasa dulu bentar…

Normal?

Tenang?

Aku tenang???

Di dalam situasi seperti ini????!!!

Entah aku, ato si-Iblis, kurang jelas, tapi seseorang bener-bener udah gila kalau mempunyai detak jantung normal dalam kedaan seperti ini. Dengan begini mungkin aku harus cepat mengunjungi RSJ Terdekat. Periksa otak!

“hehehe… Coba ku luruskan; kalian-lah yang harus nyerah, bukan aku…” desis Iblis-ku menyeramkan. “Gerombolan ayam, tidak dapat mengurung serigala, kalian-lah yang terkurung disini denganku, bukan sebaliknya…”

Ok, ini baru!

Biasanya aku disebut tikus, curut, cacing, ulat, kecoa atau binatang lemah-gemulai sejenis. Kalau harus menyebut binatang yang sedikit lebih besar-pun, aku mentok di kasta primata kecil bernama monyet.

Tapi Serigala? Salah satu predator puncak? Ah, Iblis-ku memang terlalu narsis…

Saya suka… Saya Suka…

“Monyet belagu, mampus lo!” teriak salah satu pengepung

Nah kan, monyet? Apa ku bilang…

Desingan parang menderu, menuju satu arah

AKU!!

Sial !!

Dan tubuhku melenting, bersalto beberapa kali di udara, lalu mendarat dengan elegan jauh di belakang gerombolan itu. Dan untuk membuatmu lebih merasakan efek dramatis-nya, kurasakan sebuah senyuman di bibirku. Si Iblis tersenyum…

Gerombolan itu berbalik, berhamburan kearahku dengan parang terhunus, plus kemarahan yang semakin meluap. Nah, kugambarkan keadaannya dengan lebih baik kan? hanya berjaga-jaga kalau-kalau kamu ingin tau betapa emosionalnya situasi ini.

Dan senyum Iblisku semakin lebar…

Sabetan parang pertama datang, iblis-ku membawa tubuh kami mengelak, lalu sabetan kedua, mengelak lagi, lalu sabetan ke tiga, mengelak lagi, sabetan ke-empat, ke-lima, ke-enam, ke-tujuh…

Semua dia elak-kan

Ini…

Slipi Angin!

Ya ya ya ya… Aku menguasai jurus langkah itu, dengan jurus dari silat ku ini, tubuh kita memang bagaikan angin yang tak tersentuh. Berputar dan bergerak seperti layaknya sebuah hembusan angin. Benar-benar tak tersentuh. Tapi, yang namanya jurus itu adalah tatanan baku, pelakunya-lah yang menentukan kehebatan sebuah jurus.

Kamu, aku dan seorang petinju tentunya sama-sama bisa memukul menggunakan kepalan tangan kita, tetapi, pukulan seorang petinjulah juaranya. Kira-kira begitu gambarannya.

Sial…

Gilanya lagi, Iblisku menaruh kedua tanggan kami di saku celana…

Melenggang dengan santai…

Mengelakkan semua serangan…

Sabetan parang dari sekitar 25 orang-an…

Ini rapat sekali, hampir tanpa celah, tapi…

Mengelakkan semuanya?

Bahkan aku saja kagum…

Ini mah, gerakan tubuh Level Master

Mungkin hampir setara dengan eyang-eyang ku…

Lalu…

Si Iblis tiba-tiba mengaum seperti Harimau…

Mengaum seperti Harimau…

Dan menyerang…

Ini…

Gerakan Silat Harimau? (3)

Silat itu…

Aku melawan seorang Datok Pendekar Silat Harimau sekali…

Dulu…

Dan si Iblis mampu meng-imitasi gerakannya sesempurna ini?

Bahkan dia tidak menggunakan silat kami sekalipun untuk menyerang?

Hanya satu artinya…

Dia menahan diri….

Melawan sekitar 25 orang bersenjata dan menahan diri?

Ah…

Tapi, si-iblis brengsek ini bagaimanapun inkonsisten, tadi ngakunya Serigala, kok memakai jurus Harimau?

Serigala atau Harimau?

Haizzz… jangan becanda ah…

Tapi, benarkah si-Iblis ini benar-benar sudah mencapai level master seperti eyang-eyang ku? (4)

Dan aku mundur, memejamkan mata dan menidurkan diriku kembali…

Untuk sekarang, aku bisa mempercayakan tubuh ini kepadanya…

Aku sudah cukup melihat ini, dan aku yakin benar bagaimana ini akan berakhir…

Lagian serem kalau harus liat kehebatan calon lawan…

Eh?

Tapi Silat Harimau?

Ah… rencanaku untuk menantangnya bertarung di alam kami, untuk memperebutkan tubuh ini… Sial…

Tapi aku tidak akan menyerah… Aku akan bertarung dengan iblis itu, menang, atau mati dalam usaha untuk menang…

Either way, aku sudah siap….

Karena aku sudah muak kalau harus hidup seperti ini…

Aku semakin dalam menarik diri…

Matahari kembali terbenam di dunia hampaku…

Seperti sebuah Sunset di Tanah Anarki…

End of Sunset di Tanah Anarki….




(3) Silek Harimau

Kalau memang si-Iblis menguasai silat harimau, aku bisa paham alasannya menggunakan ilmu itu daripada menggunakan silat kami. Kamu tau kenapa Silat harimau selama ini bertengger di jajaran kasta teratas ilmu silat bumi nusantara?

Yep, efektifitas gerakan!

Berbeda dengan silat kami yang memiliki banyak sekali variasi, bukaan, kuncian dan dorongan untuk melumpuhkan lawan, Gerakan silek harimau cenderung lebih Sedikit, namun efektif, cepat, tepat dan sangat-sangat mematikan

Masih inget dong, aku pernah cerita mengalahkan seorang pandika silek harimau saat sarasehan raja-raja nusantara di Siti Hinggil Ler?

Baca kembali dong, Reflection eps Tree little bird!

Serah ding, anyway...

Adalah Datuk Mudo Chairul Malik Qodri, murid langsung dari Tuo Silek Datuk Karim Amarullah seorang Parik Para Dalam Nagari, yang konon kabarnya dipercaya sebagai pengawal saat Daulat Yang Dipertuan Sultan Muhammad Taufik Thaib Tuanku Maharajo Sakti masih berkuasa sebagai Raja Pagarruyung.

Datuk Chairul ini adalah seorang uztad yang taat sekaligus seekor monster harimau yang menakutkan saat mancak cantik-nya menjelma menjadi silek.

Ah, untuk lebih ngerti istilah-istilah silat Pagarruyung, silahkan tanya sendiri sama mbok Darmi, atau siapa kek, peduli amat!

Dan kemenangan tak berguna kala itu, sukses mengantarkanku langsung ke ICU RS. Dr Sardjito. Opname selama 10 hari plus serangkaian operasi hanya demi menyambung nafas hina-dina ini

Berbulan kemudian, saat aku nderekke eyang ke padepokan mereka di Pagarruyung, dan aku diberi kesempatan untuk ngobrol banyak dengan Datuk Chairul, baru kusadari ternyata beliau menahan diri saat melawanku. Beliau merasa sayang akan potensiku, katanya. Namun yang ku tangkap adalah; beliau hanya belum siap untuk menjadi seorang pembunuh

Yep, saat itu memang satu-satu nya cara untuk mengalahkanku hanyalah dengan membunuhku. Itu logis, karena kalau aku kalah malam itu, walau tetap hidup, maka Eyang juga akan menguburku detik itu juga

Tapi, fakta bahwa individu unggul titisan mas karyo, Bibit hibrida tahan hama ini pernah mengalahkan salah seorang pandika silek harimau terbaik, tetap tercatat dengan manis di notulen abdi dalem kasultanan.

Dan kalau diminta tanding ulang?

Huh!

Eyang sembah-sujud di bawah kakiku sampe ambeyen juga kagak gue peduliin!

Mampus aja lu sendiri eyang, tua bangka keparat!

Atau elo mo ngatain gw sebagai curut oportunis pengecut* juga gak gw peduliin!

Bodo amat!!

Menang ya menang!

Tanding ulang? Enak aja!

Serem tauk!!

Gue dijamin juga gak bakalan bisa menang ini!

*Eh, btw gw saranin buat siapin biaya pengobatan ekstra sebelum elo mutusin ngeledek gw dengan kata-kata itu. Gw tuh takutnya sama Datuk Chairul, bukan sama Ente, Njink!!


(4) Ah, Quote lagi ya?

Anu, seingetku aku belum pernah menceritakan sekalipun mengenai eyang-eyang-ku ya? Nah, coba aku gambarkan sekilas di sini. Perhatiin, terutama tentang Bela-Diri mereka. Keterangan lain, anggap aja latar belakang. Gak ngefek juga owg sama aku. Ok sob?

Eyang ku dari Ayah, selain tajir dari orok, dia juga seorang Perwira Polisi dengan jabatan komendan Polsek waktu itu. Dengan body yang terbilang mirip raksasa dibanding rata-rata orang asia, beliau juga seorang master Karete Shotokan. Dalam kesempatannya untuk ‘kongkow-kongkow’ ke Negeri Asal karate, Jepang – dari apa yang kuinget, beliau emang sering sekali bepergian gak jelas gitu. Konon katanya di Jepang sana beliau adalah seorang ‘Budo’ atau ‘Seseorang yang menekuni jalan Ksatria’di Kyoto Butokuden.

Bahkan didalam sertifikat beliau yang pernah kubaca, disana beliau dijuluki ‘Kikku No Yama’ atau ‘Tendangan Gunung’, mungkin karena ukuran tubuhnya yang gede, diibaratkan gunung, atau karena konon kekuatan tendangannya mampu menggeser sebuah gunung.

It’s a hellish crap, kalau kau tanya pendapatku! Omong-kosong yang berlebihan!

Tapi tendangan tua-bangka keras-kepala itu memang pernah hampir saja membuatku mati perjaka!

Cukup gambarannya kan tentang Karatenya Eyangku dari Ayah?

Nah, Eyang dari Bunda, malah lebih gak jelas banget. Katanya, beliau adalah murid langsung dari RM Harimurti, si empunya Tejokusuman, tetapi menurutku, banyak sekali gerakan silat yang beliau ajarkan kepadaku keluar dari pakem Tejokusuman. Walaupun beliau mengambil nama Tejokusuman sebagai dasar nama bela-dirinya, tetapi beliau menambahkan Aliran Ponosoemarto, nama beliau sendiri di belakangnya – Narsis gak sih?

Satu hal yang pasti, beliau adalah pejuang gerilya yang pilih-tanding.

Di kampung kami, ada legenda mengenai ‘Seorang Raden Mas yangTerbuang’ yang dalam semalam menghabisi seluruh kavaleri pasukan jepang yang melintasi wilayah kami saat Pawai untuk mempertunjukkan Kekuatan Militer mereka dari Surakarta menuju Yogjakarta – Itu Kavaleri dibabat Sendirian Bro!!

Waktu aku masih kecil, kisah itu masih diceritakan didalam acara drama kesenian daerah kami yang disebut ‘Srandul’ – mungkin udah punah itu kesenian sekarang. Menurut bisik-bisik tetangga sih, katanya itu orang dalam legenda yang di ceritakan di dalam Srandul adalah Eyang. Aku sih kurang percaya kalau manusia itu adalah eyang, walaupun eyang memang seorang Raden Mas.

Itu-pun kalau beneran hanya seorang manusia yang melakukan-nya. Kebayang gak sih? Sepasukan dihabisi seorang diri? Ini hiperbolik… Berlebih-lebihan, Cenderung Hoax.

Gosip atau Fakta? Well, Bocah tua nakal itu sekarang udah ‘is dead’!

Thanks God – RIP Eyang!

Jadi kalau ente mo klarifikasi, tanya aja ama kuburannya!

Oya, satu lagi biar nggak menimbulkan kesalahpahaman umum:

Kalau kamu kurang paham tentang sebutan ‘Raden Mas’, Raden mas adalah sebutan buat Cucu sampai Cicit lelaki dari garis pria Kesultanan yang lahir dari seorang Selir. Pastinya jauh dari tahta kerajaan, kalau kamu mau lebih jelas mengenai keadaannya.

Jadi sebagai cucu eyang, aku juga seorang ‘waris’ – Ehem! Bisa dibilang aku adalah seorang ‘Raden Mas’ juga dari kesultanan Ngayogjokarto Hadiningrat. Tapi jangan harapkan aku bergandeng-gandengan tangan ato duduk ngopi atau wedangan uwuh bareng dengan Kanjeng Sultan Hamengkubuwono. Karena didalam trah kesultanan, kedudukan kami: Ibarat Beliau adalah Langit sedangkan aku adalah Tai Ayam yang barusan ente injek.

Sedih gak sih?

Ironisnya, Eyang-ku itu juga salah seorang pejabat dalam pemerintahan jepang, seorang kepala pertanian daerah atau disebut juga Gunseikan. Dan setelah Kemerdekaan, beliau menjadi Lurah Abadi di desa kami, sebelum beliau sendiri yang memutuskan untuk pensiun. Saat itu aku sudah masuk SMA.

Nah, udah kan?

However, dari apa yang kurasakan, dalam urusan bela-diri, mereka berdua adalah Master!

Maksudku benar-benar Master Bela-Diri dalam arti sesungguhnya…

Dan aku? Murid tunggal mereka?

Yeah, Aku adalah seorang murid murtad – Maafkan aku Eyang!!

Weeeekkk….

Aku kan paling gak bisa melukai sesuatu, apalagi seseorang… apalagi yang cantik…

Aku kan penyayang, bukan petarung…

I’m definitely a lover, not a fighter!

Mmmmuuuaaccchh….

Masuk pak eko!


INDEX
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd