Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY When Worlds Down [Postponed]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Chapter 3 udah rilis yah, semoga kakak semua disini bisa menikmati karya nubi yang sederhana ini. Buat update kedepannya aku sendiri masih belum kepikiran cast tambahannya siapa lagi, apa cukup aja gitu 2 orang? ga akan abis juga.

btw, zombie disini gerakannya minimal kok, sebenernya mah digocek sedikit juga bisa lewat, tapi ai yang datangnya 1 batalyon mah angger weh jadi mematikan, udah pada mati juga sih. :pandaketawa:
 
Celine! Permaisuri Lu Bu kuuwwhh!!! Sabi sekali ada Celine, ditunggu update nya hu
 
Wah keren nih cerita suka gw sama Zombie apocalipse gini, keren hu. Lanjutkan.
 
Chapter 3.5

Hope



SREEEEKKK!!! BRUUKK!!!


Aku yang panik tak sengaja menyenggol rak hingga barang yang tergantung berguncang. Anin terkaget melihat hal tersebut lalu tersadar akan keberadaanku disana.

“Eehh… itu…” Aku tercekat tidak bisa menjelaskan.

“Iiiihhh, kak Al ngapain disini??”. Seakan tersadar sesuatu iapun menyembunyikan celana dalam itu di balik tangan nya.

“Laki-laki sama aja, kalo liat yang beginian langsung mesum pikirannya” ucapnya tersenyum sambil melihat celanaku.

“Eehh…” Aku panik melihat Anin yang tersadar sedang memandangi penisku yang tercetak di celana, kemudian langsung membalikan badan dan mencoba membetulkan posisi penisku.

Sayup-sayup kurasakan Anin seperti mendekat kepadaku. Seketika ia berbisik “Anin belum ngasih terima kasih ya buat kak Al” membuat bulu kudukku merinding. “Makasih ya kak udah nolongin aku” ucapnya sambil membalikkan tubuhku agar mengadap kearahnya. “Kalo gak ada kak Al mungkin aku udah mati kemarin”.



Anin menarik kepalaku. Kami bertatapan sejenak. Ditariknya kepalaku mendekat ke wajahnya. Ia menutup matanya ketika mulai melumat bibirku. Aku yang awalnya kaget kemudian mengikuti instingku untuk membalas lumatan Anin. Kami saling melumat bibir satu sama lain. Sebelum diriku menutup mata, kulihat Anin seperti tersenyum ketika diriku mulai membalas perlakuan bibirnya.

Tangannya menahan kepalaku, seakan tidak menginginkan cumbuan ini lepas dengan segera. Lidah kami telah saling mengait dan bergulat didalam sana. Ciuman ini terasa sangat nikmat. Bibir Anin terasa manis dan empuk. Anin melumat bibir bawahku, kemudian dihisapnya lidahku yang masuk kedalam mulutnya.

Ditengah ciuman aku mengangkat tubuh Anin dan mendudukannya di meja kasir. Posisi ini lebih memudahkan kami untuk bercumbu dikarenakan tubuh Anin lebih pendek dari tubuhku. Tanganku mulai bergerilya turun menggerayangi tubuhnya. tubuh yang cukup berisi disetiap lekukannya.

“MMmpphhhaahhh… Hhh… hhh…” Nafasnya terdengar sangat berat, sepertinya cumban tadi cukup menguras tenaganya.

Sekarang kakak istirahat aja ya, biar aku yang muasin,” ucapnya seraya turun dari meja kasir. Ia pun berlutut didepanku sambil membuka seluruh bawahanku. Saat pertahanan terakhirku, celana dalam berhasil Ia loloskan, Penisku yang sudah cukup tegang langsung mencuat, mengacung dihadapan dirinya.

Anin agak terbelalak melihat penisku. “Gede juga ya kak?” godanya sembari tersenyum nakal ke arahku. Membuat diriku menjadi berdebar. Awalnya Anin hanya mengelus-ngelus penisku, tak lama kemudian dikocoknya penisku dengan pelan.

“Gimana kak? Enak?” Tanya Anin sembari mendongak keatas, tanpa menghentikan kocokannya.

“Aaaahhh… enak Nin…” racauku menahan setiap gesekan telapak tangannya yang sangat halus.

Penisku sudah menegang sempurna. Anin kemudian menjilat batang penisku dari bawah hingga ujung kepala sampai akhirnya membenamkan setengah penisku masuk kemulutnya. Kemudian kurasakan mulut Anin sedang menyedot penisku.

“Ah… iya Nin, git-Ah…” aku kembali meracau sembari memegang erat ujung meja kasir ketika penisku disedot dengan kuat olehnya. Lidahnya yang sangat basah dan hangat ikut memanjakan penisku yang semakin menegang.

Setelah beberapa saat, Anin memaju-mundurkan kepalanya. Tangan kanannya masih tetap mengocok batang penisku yang tidak masuk ke mulutnya. Tak lama Anin melepas kulumannya dan mulai menjilati penisku. Enak sekali rasanya. Jilatannya berlanjut hingga testisku sambil tetap mengocok batang penisku. Sesekali ia menengadah menatapku dari bawah sambil tersenyum.

“MMmmhh… Mmmmhh… Mmhhppaahh…”

Dilepasnya kuluman mulutnya dari penisku, kemudian Anin pun naik dan mencari bibirku. Kami pun kembali berpagutan. Tanganku mulai bergerilya di tubuhnya. tangannya masih tidak lepas meremas dan mengocok penisku. Sensasi yang ditumbulkan oleh kulit halusnya sungguh memberi kenikmatan yang luar biasa.

Tak tinggal diam, kuremas payudaranya yang cukup berisi dari luar kemeja putihnya.

“Nggghh… kaakkhh… buka ajahh…” katanya sambil melenguh. Sambil mencumbui lehernya, kulepas kancing bajunya dari atas sampai bawah hingga kemeja tersebut jatuh dengan sendirinya. Terpampanglah gundukan payudara yang masih terbalut bra berwarna hampir senada dengan kulitnya. Tak sabar kusingkap bra tersebut keatas. Aku langsung melahap payudara kirinya.

”Enngghh!!! Kakk!!!”

Aki melahap kedua payudaranya dengan rakus. Bergantian dari kiri kekanan, kembali lagi ke kiri.

“Kakkhh… Enakhhh… Aahhkkk!!!

Kujilati area disekitar putting payudara kanannya yang berwarna coklat muda. Tak lama kemudian ku hisap puting tersebut kuat-kuat sembari tetap meremasi payudara kirinya membuat Anin menggelinjang keenakan.

“Ahhkkk… iya kaahhkk… awwwhhh…” racaunya menikmati setiap rangsangan yang kuberikan kepada kedua bongkahan payudaranya yang gemas tersebut.

“Udah kak, waktu kita gak banyak,” ucapnya sembari menarik diriku dari payudaranya, lalu diriku ia tuntun agar duduk di kursi. Kemudian Ia berbalik membelakangiku. “Ini harusnya dibuka juga,”

Anin membuka kaitan branya dan melempar bra tersebut sembarang. Kemudian ia pun meloloskan celana denim biru dan celana dalamnya sekaligus dengan perlahan sambil sesekali melirik kearahku. Terpampanglah tubuh polos Anin yang indah dihadapanku. Tubuh yang sekal berisi berbalut kulit putih tanpa cacat hanya bisa membuatku terpana sembari menelan ludahku.

“Gitu amat liatinnya Kak,” ucapnya seakan membawaku kembali ke dunia nyata, setelah kurasa diriku sedang berada di khayangan karena melihat bidadari secara langsung.

“Kamu cantik banget Nin, badan kamu bagus banget,” pujiku spontan.

Ah Kak Al bisa aja,” ujarnya tersipu malu, terlihat dari mukanya yang sedikit merona.

“Oh iya, aku hampir lupa,” Anin pun mengambil bungkusan kondom yang ada di etalase kasir. “Gapapa pake ya kak? Aku lagi subur soalnya.”

Aku hanya bisa mengangguk pasrah. Anin mengambil satu buah kondom dan membuka plastik kondom tersebut dengan giginya. Sejurus kemudian iapun berlutut tepat didepan penisku. Sungguh erotis sekali, Anin memasangkan kondom tersebut perlahan dengan mulutnya sambil sesekali menengadah keatas menatap mataku dengan tersenyum nakal. Setelah kondom tersebut terpasang dengan sempurna, Anin kemudian naik keatas pangkuanku dan langsung menciumi bibirku.

Penisku tak langsung dimasukkan olehnya. Anin hanya menggesekkan vaginanya maju mundur diatas penisku sembari terus mencumbuiku dengan ganas. Tanganku pun aktif menggerayangi payudara dan pantatnya bergantian. Vaginanya mulai terasa membasahi area selangkanganku. Tak lama Ia menghentikan seluruh aktifitas cumbuannya

“Aku masukkin yah kak,” bisiknya sembari mengangkat pantatnya, mengarahkan penisku ke liang vaginanya.

“Nggggfhhh… Penuh banget Kak…” Lenguh Anin bersamaan dengan amblasnya seluruh penisku di vaginanya.



Anin naik turun diatas pangkuanku. Anin memeluk tubuhku sambil terus naik turun memompa vaginanya sendiri. Terkadang gerakannya berubah maju mundur. Sial, kondom ini sungguh menghalangi diriku untuk mendapat kenikmatan yang maksimal. Namun, pijatan dari dinding vaginanya tetap terasa nikmat di setiap pompaan tubuhnya. Dirikupun tidak tinggal diam, kuhujamkan penisku dari bawah sembari tanganku bergantian menggerayangi gundukan pantat dan payudaranya yang sekal berisi.

“Mmmhhh… Ahh… Terus kak Al, ahhh…”

Tak lama kemudian iapun mempercepat goyangan pinggulnya. Pijatan dari dinding vaginanya semakin terasa rapat dan nikmat menggesek penisku.

“Nngghhh… Kak… Nnngghh… Akuuu samp-AHHHHHHH!!!!”

Anin mengerang panjang ketika mencapai orgasme pertamanya. Vaginanya terus berkontraksi memijit penisku yang terbalut oleh karet ini. Sayang sekali aku tidak bisa merasakan kenikmatan yang hakiki ini secara utuh. Tubuh Anin yang lemas ambruk di dekapanku. Nafasnya tersengal-sengal.

“Hhhhh… hhhhh… Bentar dulu yah Kak, Aku ambil nafas dulu…” lirih Anin yang ambruk diatas pangkuanku. Pahaku terasa basah oleh cairan cintanya yang sepertinya meluber deras.

Tak lama nafasnya terdengar sudah teratur. Kugoyangkan tubuhku yang masih berada dibawahnya. Anin kemudian melenguh kecil sembari mengangkat tubuh atas nya, kemudian menatap wajahku sambil kedua tangannya memegang bahuku.

“Udah ga sabar banget kayanya, semangat amat,” godanya sambil tersenyum menatapku nakal.

“Ya siapa yang ga semangat bisa main sama bidadari Nin hehehe… Tapi sayang ada yang ngalangin rasanya,” kekehku

“Maaf yah Kak, aku cuma pengen jaga-jaga aja,” ucapnya sembari tersenyum. “Mau ngobrol aja nih jadinya?” tambahnya lagi.

Tanpa basa basi, kuangkat tubuh montok Anin, menyebabkan penisku yang masih menegang keluar dari vaginanya. “Nantangin nih jadinya?” jawabku sambil mengendong tubuhnya untuk duduk di meja kasir. Kubuka lebar kedua pahanya, terlihat vaginanya bersih dengan bulu-bulu halus disekitarnya. Kudekatkan penisku di hadapan bibir vaginanya yang sudah becek. Kupegang pinggulnya dengan kedua tanganku, sementara tangan kanan Anin mengarahkan penisku agar dapat masuk kedalam vaginanya.

“Aaaaahhhhh…” Desah Anin ketika penisku masuk seluruhnya. Tangannya terlihat menopang tubuhnya yang menggairahkan ke ujung meja. Terasa kaki Anin mengunci pinggangku. Akupun langsung menggenjot Anin dengan kecepatan tinggi.

“Terusshhh… Kak… Enaaakkk… oohhhhh…”

Anin mendesah keenakan. Aku terus menggenjotnya dengan kecepatan tinggi sembari menciumi lehernya yang putih bersih. Tulang selangkanya yang menonjol indah tidak luput dari cumbuan basahku. Desahan demi desahan terus menggema di dalam ruangan minimarket ini seiring dengan tempo genjotan penisku terhadap liang kewanitaannya yang meningkat.

“Kencengin… Ahhhh… Kaaak… AAhhhh… jangan berhenti!!”

Anin terus meracau kenikmatan. Cengkraman tanganku terhadap pinggulnya semakin menguat setelah tubuhnya mulai meronta. Sepertinya genjotanku membuatnya kembali akan orgasme. Seolah mendapat energi tambahan akan hal tersebut, kugenjot vagina Anin lebih cepat lagi.

“NNGGHHhhh Kak…”

“Aku Kelua-NNNNHH!!!”

Lenguh Anin yang tiba-tiba merangkul leherku. Pinggangnya menegang, kepalanya menengadah nikmat keatas. Ia kembali orgasme, orgasme untuk kedua kalinya untuk hari ini. Vaginanya kembali memijit-mijit batang penisku yang masih terbungkus karet jahanam ini. Diriku yang sudah mulai kesal dengan keadaan ini langsung mencabut penisku dengan cepat, membuat dirinya kembali melenguh kecil karena vaginanya yang masih sensitif setelah orgasme.

“Eehh… Kaak, Aku mau digimanain?” tanya Anin saat dirinya kugendong dari atas meja. Kemudian kujatuhkan dirinya ke atas kain yang kutemukan di bawah meja kasir dengan perlahan hingga menungging membelakangiku dilantai. Namun tangannya tidak sanggup menopang tubuh atasnya menyebabkan pipinya langsung menyentuh alas kain tersebut.

“Saya belum beres Nin,” ucapku seraya melepas kaus yang kugunakan untuk menjadikan alas bagi wajahnya. Kuangkat pantatnya lalu kupegangi pinggulnya agar lubang kenikmatannya sejajar dengan penisku. Kemudian kumulai menggesek-gesekan penisku ke bibir vaginanya. Anin yang sepertinya mengerti hanya bisa diam dan pasrah. Tanpa diketahui Anin, kubuka kondom yang melapisi penisku, dan langsung kuhujamkan ke dalam vaginanya.

“NNggghhh Kaak… kok dile-Aaahhhh!!!”

Dirinya tidak bisa melanjutkan protes karena langsung kugenjot penisku dengan kecepatan tinggi. Ya, begini seharusnya, kenikmatan menghajar vagina wanita tanpa halangan apapun. Akhirnya ku bisa merasakan langsung gesekan dari vagina Anin, yang memang sungguh sangat nikmat. Dinding vaginanya yang mungkin masih berkontraksi akibat orgasme sebelumnya terus memijat-mijat penisku, memanjakan didalam liang vaginanya yang hangat dan basah.

“Aahh… Akuu… Udaaahh… Aaahhh…”

“Kaaak Aall… Akuuu…. Akuuu… Aaahhh…. Nnggghhakuu-AAAAAHHHH!!!!”

Ditengah pompaan penisku, Anin kembali orgasme. Pinggungnya kembali menegang, matanya memutih terlihat menerawang dibalik rambutnya yang lepek dan acak-acaan. Tubuh bawahnya mengejan. Vaginanya terasa membasahi penisku dengan deras. Begitupun dengan dinding vaginanya yang semakin kuat memijat penisku, membuat pertahananku akhirnya goyah. Kutancapkan penisku dalam ke vaginanya hingga tubuhnya bertelungkup, sedang kepalanya mendongkak ke atas.

“Nngghhh!!!”

Lenguhku sembari mencabut penis dari vaginanya. Penisku langsung menembakan spermanya, membasahi tubuh belakang Anin yang ambruk ketika pegangan tanganku lepas dari pinggulnya. Diriku pun langsung terjerembab jatuh duduk di lantai.

Kulihat tubuh Anin yang terlungkup naik turun di lantai mengatur nafasnya yang tersengal. Tak bisa kulihat wajahnya karena tertutup oleh rambutnya yang lepek dan acak-acakan. Dirikupun hanya bisa duduk sembari ikut mengatur nafas. Benar-benar gila, ditengah kekacauan yang sedang terjadi di dunia ini, aku masih sempat-sempatnya bercinta dengan gadis yang baru ku kenal malam lalu. Entah aku harus bersyukur atau harus bagaimana menyikapi seluruh kejadian yang sedang berjalan saat ini.

Tak lama, nafas Anin sudah mulai teratur, terlihat dari gerakan tubuhnya yang lebih tenang. Namun tidak ada suara yang keluar darinya.

“Nin… Nin…” sahutku.

Tidak ada jawaban darinya, sepertinya ia tertidur. Wajar saja, setelah pergumulan liar yang kami lakukan tadi Ia pasti kelelahan. Akupun bergegas kembali. Setelah berpakaian lengkap, kubersihkan tubuh Anin dengan tissue basah lalu kuselimuti Anin yang tertidur dengan jaketku.

Kemudian diriku mengecek keluar jendela sembari membuka minuman yang ada di etalase, tidak terlihat Mayat hidup di dekat minimarket ini. Akupun berinisiatif untuk mengisi perbekalan di minimarket ini. Aku berkeliling mencari-cari apa saja yang bisa digunakan untuk tetap bertahan hidup. Tak terasa backpack berukuran 35 liter yang kubawa sudah penuh berisi makanan dan barang penunjang lainnya. Tak lama kemudian Anin pun terbangun.

“Maaf kak, aku ketiduran,” Jawabnya sembari bangun dan mengucek matanya.

Ia terlihat mengangkat tangan sembari menguap saat aku menoleh ke arahnya. Jaket yang menutupi tubuhnya pun terjatuh menyebabkan tubuhnya yang menggoda kembali terlihat. Sontak aku yang membalikkan badan melihat kejadian tersebut.

“Hihihi, kakak aneh ya, kaya yang malu-malu, padahal baru aja nafsu,” ucapnya sambil menertawai kelakuanku.

“Eeh… Iya, maaf Nin, tadi Saya kelepasan,” ujarku tanpa membalikan badan.

“Nggak apa-apa Kak, yang penting nggak keluar di dalem,” ujarnya lagi. “Aku pake baju dulu ya.” Sepertinya ia sedang mengenakan pakaiannya kembali, terdengar dari suaranya.

“Jadi sekarang kita kemana kak? Jadi mau ngecek dari atas gedung?” Tanya Anin tak lama setelahnya.

“Iya Nin, kita tetep harus lihat keadaan. Udah siap?” tanyaku yang masih membelakanginya.

“Aku udah siap dari tadi kak Al,” jawab Anin sambil memeluk tubuhku dari belakang. “Makanya kalo ngomong sama orang tuh diliatin orangnya, hihihi…” Anin terkekeh kembali.



Aku dan Anin akhirnya keluar dari minimarket menuju gedung sebelah. Tak sulit untuk kami sampai ke atas gedung. Gedung ini tidak terkunci dan tidak ada kehidupan baik yang masih hidup atau yang kembali hidup didalamnya. Sesampainya diatas gedung, akupun mengeluarkan binoculars dan meneropong ke arah TSM.

Sungguh kacau sekali disana, terlihat banyak sekali Mayat hidup berkeliaran di halaman hotel dan depan masjid. Tidak terlihat tanda-tanda “manusia” disana. “Aku penasaran kak, coba aku liat, pinjem sini kekerannya,” ucap Anin yang langsung merebut binoculars yang sedang kugunakan.

Anin melihat langsung pelataran TSM yang penuh dengan mayat hidup. Terlihat seperti kondisi Mall ketika hari-hari biasa, namun saat ini mereka semua adalah mayat hidup. Anin hanya terdiam sambil terlihat tidak percaya.

“Kak, ternyata Mayat hidup ini beneran ya,” Ujar Anin memecah kesunyian kami. Dapat kulihat tangannya yang memegang binoculars itu sedikit gemetar.

“Apa temen-temenku baik-baik saja kak? Apa kita masih mungkin selamat kak? Apa kita akan berakhir jadi mayat hidup seperti mereka kak? Aku ga mau, aku ga mau kak,” Anin berhenti menggunakan binoculars itu kembali sambil menatapku dengan perasaan cemas.

Melihat gadis ini ketakutan, aku memeluknya sambil mengelus-elus punggungnya.

“Ssh.. Kakak nggak tahu Nin. Kakak juga nggak tahu bagaimana nasib temen-temen kamu. Cuman kita harus terus berjuang Nin, berjuang untuk hidup,” Ujarku mencoba menenangkan Anin, padahal aku sendiri juga cukup terguncang melihat sendiri bahwa Outbreak ini benar-benar terjadi.

“Makasih ya kak, udah ngingetin aku. Iya, kita ga boleh berakhir di sini,” Anin terlihat sedikit lega dan raut cemas pun hilang dari wajahnya.

“Sekarang kita cuma bisa usaha nyari mereka aja Nin,” Kataku sambil melepaskan pelukanku dan sedikit mengelus-elus rambutnya. “Tadi sekilas sih kakak liat jalan-jalan masuk ke Mall masih cukup ketutup. Kayaknya pas kejadian, pihak Mall sigap nutup semua pintu akses Mall. Coba kamu liat, terutama pintu yang depan sama pintu deket Sushi Tei itu,” Anin pun mulai menggunakan kembali binoculars itu dan melihat ke arah Mall.

“Mayat mayat itu kayanya cuma bisa dobrak pintu sama masuk lewat lubang-lubang gitu. Makanya mereka ga bisa masuk ke pintu utama Mall yang udah diteralis. Pintu-pintu biasa juga asalkan ketutup rapat gitu ga bisa ditembus sama mereka. Contohnya kayak si pintu Sushi Tei,” Aku mencoba menjelaskan hasil pengamatan sekilasku pada Anin. Anin terlihat memperhatikan dengan seksama sambil mengangguk-angguk.

“Jadi kayaknya di dalem Mall masih cukup aman dari serangan mayat hidup. Mungkin ada beberapa, tapi paling nggak mayat yang ada di luar itu ga bisa masuk ke dalem. Jadi temen-temen kamu mungkin masih selamat kalau mereka ada di dalem Mall. Trus, makanan sama alat-alat bertahan hidup juga mestinya cukup banyak di dalem Mall. Makanya menurut kakak, kita baiknya sekarang nyari ke dalem Mall,” lanjutku menjelaskan hasil pemikiranku.

“Hm.. iya ya. Berarti mungkin temen-temen aku masih pada selamat di dalem Mall sana. Tapi kak, apa nggak terlalu beresiko ya? Kita kan ga bener-bener tau apa yang terjadi di dalem sana,” Jawab Anin khawatir.

“Iya sih, memang beresiko. Dan seperti kata kakak tadi, kita ngga tau. Mungkin yang kita temui di sana nanti cuma lautan mayat lagi. Tapi kakak udah janji juga ke kalian bakal nyari dan sebisa mungkin nemuin temen-temen kalian. Dan kakak ga berniat mengingkari janji itu,” Jawabku tegas. Akan tetapi, raut muka Anin masih terlihat ragu.

“Tapi kak, pintu masuk ke mall nya sendiri udah tersegel rapat? Gimana caranya kita masuk ke dalem Mall? Kalaupun kita bisa, gimana biar mereka itu ga ngikutin kita masuk? Mereka kan banyak banget di luar Mall?” Anin terus menjelaskan kekhawatirannya padaku. Sesuatu yang wajar dan logis mengingat kita berdua benar-benar tidak tahu apa yang terjadi di dalam.

“Kita coba masuk lewat pintu sushi tei itu aja atau toko-toko lain di jejeran situ. Mestinya ga ada teralisnya dan pintunya dari kaca, jadi bisa kita pecahin, trus langsung kita barikade pake kursi dan meja. Kita pancing dulu tapi mereka pake suara berisik. Waktu kita ditolong Mbah, keliatan mereka itu peka banget sama suara berisik,” Jawabku berusaha meredakan kekhawatiran Anin.

Apa kita bisa selamat dari semua kejadian aneh ini? Semoga saja rencana yang telah kupikirkan ini bisa berhasil.



Semoga


tbc
 
Terakhir diubah:
Chapter 04

Democracy




Rencana sudah dibuat, semua pihak yang terlibat pun sudah mulai mempersiapkan diri untuk mengikuti rencana yang kami buat dengan baik. Terlihat matahari sudah berada di ufuk barat, langitpun mulai gelap. Ya, kami berencana masuk ke area TSM dengan cara memanjat tembok bagian timur yang relatif sepi. Rencananya, setelah masuk dari samping timur, aku dan Anin akan masuk kedalam Trans Hotel untuk mencari member yang mungkin saja masih selamat dan terjebak didalam Hotel tempat Ia dan teman-temannya menginap. Untuk mengalihkan perhatian para mayat hidup, Mbah berencana memasang bunyi-bunyi yang cukup keras untuk menarik perhatian mereka menjauh dari area TSM.

“Sekarang kita tinggal menunggu aba-aba dari Mbah Nin,” Kataku kepada Anin. Kami sudah sampai di mulut jalan kecil sebelah timur Turangga, dan bersembunyi di balik gerobak yang melintang menghalangi jalan tersebut. Terlihat puluhan Mayat hidup sedang berjalan tak tentu arah menyusuri sela-sela mobil yang ditinggalkan.

“Aku takut kak…” ucap Anin pelan sembari menggenggam tanganku erat.

Aku mengelus kepalanya, lalu berkata “tenang Nin, saya bakal ngejagain kamu, atau kalo kamu mau tinggal di gedung yang tadi juga gak apa-apa.”

Anin menghela nafas. “Gak apa-apa kak, aku pengen bantu kakak. Aku juga percaya kakak bakal jagain aku,” Anin tersenyum dan menatap mataku.

Deg, jantungku berdetak kencang melihat senyuman manis itu. Senyuman yang sangat manis membuat diriku hampir tidak dapat mengendalikan diri.

Aku menjadi salah tingkah dengan tatapannya yang manis. “I-ini Mbah mana y-ya?Kok belum ada kabar,” ucapku untuk mengalihkan kegugupanku.

“Mbah ganti, gimana persiapan nya?Udah bisa dimulai?ganti?” aku bertanya kepada Mbah melalui Radio. Anin hanya bisa tertawa kecil melihat kegugupanku.

Srrrkkk... Disini udah siap nak Al… Tapi mbah ga bisa lama… Takutnya jadi numpuk disini ganti…”Ucap Mbah diseberang Walkie.

“Siap mbah, kami tunggu, ganti.”

Aku mengakhiri percakapan di walkie tersebut.

“Siap ya Nin,” Ucapku kepada Anin yang hanya dibalas anggukan sembari menggenggam tanganku lebih erat.

TERET-TET-TET-TERET… TERET-TET-TET-TERET

Bunyi dari musik yang tidak asing ditelingaku.Aku sering mendengarkan lagu ini di komputernya Angga.

“Hahaha, aku ga nyangka Mbah ternyata wota,” ucap Anin sambil tertawa.

“Wota apaan Nin? Emang ini lagu siapa?” tanyaku.”Kakak gatau? Ini lagu JKT48 loh kak, Hallowen Night. Kalo wota itu yang suka ngidol gitu lah kak, fans kami,” jawab Anin menerangkan. Akupun hanya bisa mengangguk karena memang hal tersebut baru aku ketahui.

Tak lama kemudian, para Zombie yang berada di jalan bergerak menuju arah dimana suara itu terdengar.

“Eh iya bener kak, itu mayatnya pada pergi!” sahut Anin setengah berbisik sambil menunjuk ke arah jalan.

Tak lama kemudian, jalanan di depan kami pun menjadi lebih sepi.

“Hayu Nin, ini kesempatan kita!” seruku kepada Anin. Kami pun berlari melintasi jalan utama.Sesosok mayat hidup yang menyadari keberadaanku mulai mendekat. Aku yang sigap mengayunkan belatiku ke arah kepalanya. Namun belati yang sedari tadi kugunakan sudah mulai tumpul tersangkut di kepala mayat hidup tersebut.Aku yang tidak bisa menarik belati tersebut melepasnya dan terus berlari menarik Anin masuk ke dalam jalan Cinta Asih.

“Kita manjat tembok bagian sini aja Nin.” Ucapku sembari berhenti di dekat konstruksi kios.

Nafas Anin tersengal-sengal. “Kamu gak kenapa-kenapa Nin?” Tanyaku kepadanya yang dibalas dengan gelengan kepala. “Sekarang gimana kak?” Tanya Anin kemudian.

“Kita panjat tembok ini Nin,” aku memperhatikan sekitarku. Tidak ada yang bisa digunakan untuk memanjat. “Kamu naik bahu saya aja ya Nin, nanti naik dulu aja di temboknya, sembari ngecekin di seberang tembok ini gimana keadaannya,” ucapku seraya berjongkok memunggunginya.

Lama kutunggu, Anin tetap tidak bergeming. “Ayo Nin cepetan,” sahutku.

“Aku berat loh kak,” ucapnya ragu. “Gak apa-apa Nin, saya kuat kok”. Aninpun duduk diatas bahuku. Kurasakan pantatnya yang empuk berisi dibahuku.

“Pegangan ya Nin, Hheeghh…” ucapku memegang pahanya sembari mencoba untuk berdiri.

”GYAA!” Anin berteriak kecil sembari menjambak rambutku.

“Aduh-duh Nin, rambut saya jangan dijambak!” aku mengaduh seketika rambutku dijambak olehnya.

Tak sadar aku menoleh keatas, terlihat bukit kembarnya berguncang dihadapan mataku. Anin pun terlihat cengegesan seraya berkata, “hehehe, maaf kak, habis aku takut.”

Aninpun mencoba memanjat tembok tersebut. Kakinya sudah berdiri di bahuku.

“Gimana keadaan disana Nin?” tanyaku dari bawah. “Aman kak.” Anin pun mencoba memanjat, kudorong pantatnya yang sekal untuk bisa duduk di tembok pembatas. Setelah memastikan Anin duduk dengan aman di tembok pembatas, akupun mencoba memanjat tembok. Anin terlihat membantuku naik namun usahanya hanya seperti formalitas, aku naik dengan usahaku sendiri. Setelah sampai diatas, akupun langsung melompat kedalam disusul oleh Anin.

Kami pun meneruskan perjalanan masuk melalui pintu samping hotel. Sebelum kami sampai, tiba-tiba kami dihadang oleh beberapa orang yang berjaga di pintu tersebut.

“Berhenti disana!!! Mau kemana kalian???” sahut salah satu pria yang berpakaian safari.

“Kami mau mencari teman kami pak,” jawabku. Aku lalu menoleh kepada Anin. Anin yang paham lalu menjelaskan kepada penjaga tersebut, “Kami mau nyari temen kami yang menginap disini pak. Dari hari rabu kami menginap di hotel ini, di kamar 602 sampai 607”

Pria yang ikut berjaga di belakang security tersebut tampaknya menyadari sesuatu.Ia pun menepuk bahu security seraya berbisik. Setelah pria itu selesai berbisik, Security itu pun terlihat menganggukan kepalanya.

“Oke, kalian berdua ikut kami,” ujar Pria tersebut. Kami pun dibawa masuk kedalam hotel.

Diluar dugaan, area didalam hotel terlihat sangat aman. Listrik pun masih berfungsi dengan baik. Terlihat banyak kerumunan orang yang berhasil selamat tengah berlindung di dalam hotel ini. Para kru hotel pun merawat mereka dengan baik. Tidak membedakan status. Sungguh pemandangan yang luar biasa, ditengah kekacauan yang terjadi diluar, aku bisa melihat orang-orang saling bahu membahu untuk bertahan hidup. Anin terlihat mencari teman-temannya di tengah kerumunan orang tersebut.

AAANIINN!!!

Terdengar dari kerumunan seorang gadis meneriakan nama Anin. Kami yang hanya mendengar suara tersebut hanya bisa menengok kesana-kemari, mencari ke arah sumber suara. Tak lama datanglah seorang gadis cantik, sepertinya memiliki garis keturunan dari timur, berlari kecil menghampiri kami.

“KAK SINKAAAA!!” Teriak Anin sembari memeluk gadis yang datang menghampirinya.

“Huu... Aku kira ga bakal huuu... bisa ketemu sama kamu lagi. Kamu gapapa? Hiks.. hikss.. Yang lain.. hiks... gimana?” Tanya gadis itu sembari mengecek seluruh badan Anin dan sedikit terisak.

Tangis Anin dan gadis yang disebutnya Kak Sinka itu pun pecah disana. “Huuu… Huuu… Aku… Aku juga ga nyangka bisa ketemu kakak lagi, aku… aku… huuu…” Anin menangis dan tak bisa meneruskan perkataannya. Gadis yang dipanggil Kak Sinka tersebut langsung memeluk Anin yang sedang menangis dan mengelus punggungnya.

Cukup lama gadis tersebut menenangkan Anin hingga tangisannya mereda. Dan cukup lama pula akhirnya gadis tersebut menyadari bahwa diriku datang bersama Anin. Ia pun menoleh ke arahku.

“Eh, hiks... Tunggu, Kakak siapa? Kok bisa bareng sama Anin?” Ucap gadis itu yang masih memeluk dan mengelus kepala Anin.

“Eh, nama saya Alfiansyah.” Jawabku. Akupun lalu bercerita kenapa bisa sampai bertemu Anin hingga bisa sampai di kamar mereka.

“Syukur kamu sama Selin bisa selamat di luar,” ujar gadis tersebut. Iapun menarik nafas panjang. Kemudian ia menyeka air matanya.

“Ya udah, yang penting Anin sama Selin bisa selamat. Kakak nanti hubungin temen kakak ya, minta datang kesini aja, sekalian anterin Celine. Disini aman kok. ”Lanjut gadis itu.

“Oh iya, belum kenalan. Kenalin namaku Sinka Kak,” Ucapnya seraya mengajak berjabat tangan dan langsung aku sambut. “Sekarang ayo kita ke kamar dulu.”

Kamipun langsung menuju lift yang mengantar kami ke lantai 17. Di dalam lift, Sinka bercerita bahwa ada beberapa member yang terpisah saat kejadian, dan sampai sekarang belum diketahui keberadaannya. Lalu iapun bercerita tentang keadaan dalam hotel setelah Outbreak.

“Ya disini intinya kami saling membantu Kak, supaya bisa tetep selamat.” Sinka menjelaskan. “Pihak hotel pun udah berupaya untuk berkomunikasi dengan pemerintah, namun sampe sekarang belum ada tanggapan,” lanjutnya. “Kami yang selamat disini sepakat untuk saling membantu satu sama lain, saling mencukupi kebutuhan masing-masing. Contohnya ya kayak sekarang ini, Desy sama Angel lagi ngumpul untuk pembagian jadwal buat keluar nyari perlengkapan yang dibutuhin sama semua orang bareng sama survivor yang lain. Sedangkan Jinan, sampe sekarang kami juga belum tau keadaan nya, kemaren Jinan sama semua staf pergi ke Dago buat liputan.”

TING

Bunyi dari lift yang menandakan kami telah sampai di lantai 17. Kami pun keluar dari lift langsung menuju pintu kamar. Sinka lantas mengeluarkan kunci dan membuka pintu tersebut. Sebuah kamar yang berukuran cukup besar dan memiliki kamar tidur terpisah didalamnya.

“Kakak juga istirahat dulu aja disini, biar Anin istirahat di dalem, gak apa kan kak?” Tanya Sinka kepadaku.

Akupun hanya mengangguk dan menyimpan ranselku di sofa yang menghadap jendela. Sinka dan Anin langsung masuk ke dalam kamar. Kuurungkan niatku untuk membuka gorden karena aku tahu hanya akan melihat kekacauan diluar sana.

Kuambil Radio yang diberikan Mbah dari samping ranselku dan mengabarkan kepada Mbah dan Celine bahwa kami baik-baik saja, sembari menyeritakan tentang suasana hotel. Mbah hanya berkata, “Sssrrkk… Kalian berdua istirahat dulu saja, pasti lelah. Srrrkk… Nanti kita bicarakan lagi kedepannya bagaimana setelah kalian istirahat biar bisa berpikir jernih.” Aku mengiyakan dan menutup komunikasi dengan Mbah.

Aku merebahkan diri di sofa hotel ini.Sungguh sangat nyaman bisa meluruskan punggung di sofa ini, khususnya setelah lelah bergumul panas dengan Anin di minimarket tadi.Pukul 19.35 Tak kusangka, belum genap 24 jam aku sudah menyetubuhi 2 gadis cantik, terlebih dalam keadaan genting seperti ini. Entah aku harus bersyukur atau bagaimana. Tak lama akupun terlelap.

.

.

.

Clek



Aku terbangun mendengar suara pintu yang dibuka.Terlihat Sinka keluar dari kamar. Mukanya seperti mencemaskan sesuatu. Ia melihat kepadaku.

“Eh, maaf kak, jadi kebangun ya?” Ucap Sinka.

Aku yang masih setengah sadar langsung mengecek arlojiku. Pukul 22.40. Sudah hampir 3 jam aku terlelap. Cukup lama juga.

“Gak apa-apa Sin, Anin gimana?” tanyaku.

“Anin baru aja tidur Kak, lumayan lama tadi nangisnya. Kayanya dia syok banget sama kejadian ini,” jawabnya, masih dengan muka yang terlihat khawatir.

“Kenapa Sin? Kok kaya yang cemas banget?” tanyaku kembali. “Nngg… Aku khawatir sama Desy sama Angel Kak. Mereka tadi kepilih jadi yang nyari perlengkapan buat kita survive hari ini, diacak gitu. Kirain aku cuman bentar, tapi ini udah hampir 4 jam belum pulang-pulang,” jawabnya kembali.

“Aku jadi kepikiran buat nyusul mereka Kak,” Sinka mengutarakan rencananya kepadaku.

Aku yang masih setengah bangun hanya terbengong. Iya, aku bengong karena baru menyadari akan kecantikan Sinka. Kulitnya yang putih mulus sangat kontras dengan baju terusan sepaha berwarna marun yang ia gunakan. Baju yang ia gunakan terlihat cukup ketat sehingga kemolekan tubuhnya. Giginya yang gingsul seakan menambah manis wajahnya yang terlihat seperti keturunan dari Asia Timur ini.

“Kaaak… Kok malah bengong sih? Halooo…” Sinka pun mengguncang tanganku membawaku kembali ke alam nyata.



“Eh, iya, maaf. Ngumpulnya di mana Sin?” Tanyaku yang belum benar-benar terbangun itu.

“Ngumpulnya sih di Convention Centre kak. Kakak kayanya masih capek. Aku tinggal dulu ya kakak, kakak istirahat aja dulu,” Ujarnya sambil sedikit senyum. Terlihat manis sekali.

Aku yang masih belum benar-benar bangun ini kembali melongo lagi. Sinka pun beranjak akan keluar ruangan. Sebelum keluar ruangan , ia menoleh kembali ke arahku kemudian berkata, “Kak, terima kasih ya udah jagain Anin ama Selin. Aku bener-bener makasih banget,” Sambil tersenyum manis. Setelah itu ia keluar dan menutup pintu.

Aku setengah tak sadar berjalan ke arah wastafel dan mencuci mukaku.

“Cantik banget ya...” gumamku sambil setengah melamun dan membilas muka. Setelah membilas muka, aku mencoba untuk menengok ke kamar tidur untuk melihat keadaan Anin. Terlihat Anin sedang tertidur lelap.

Kasian, pasti cape banget...” Gumamku sambil tersenyum kecil. Mendekati tengah malam begini, Celine dan Mbah pun mungkin sedang tertidur juga. Sadar tidak ada yang bisa kulakukan namun sudah terlanjur terbangun, tampaknya lebih baik aku menyusul Sinka saja.

Aku bergegas turun menuju Convention Centre. Tidak banyak orang terlihat sebenarnya di dalam hotel ini. Mungkin hanya sedikit yang berhasil menyelamatkan diri masuk ke dalam hotel. Aku pun berjalan sambil sedikit melamun memikirkan langkah selanjutnya. Apa kita kembali ke tempat Mbah? Apa Mbah dan Celine yang harus kesini? Bagaimana kita ke Tegallega? Apa pilihan tepat kami pergi ke Tegallega? Aku terus berpikir tentang hal-hal yang harus dilakukan selanjutnya sambil berjalan menuju Convention Centre.

Ketika sampai Convention Centre, terlihat ada beberapa penjaga di sana. Terlihat Sinka sedang berbicara dengan salah satu penjaga. Sayup-sayup terdengar pembicaraan dari mereka. Seperti sedang memperdebatkan sesuatu.

“Ayo dong pak. Saya khawatir ama dua temen saya Pak, udah hampir 4 jam di tempat para makhluk itu. Udah lama banget ini Pak. Masa masih ga boleh nyusulin mereka?” Sinka memohon pada penjaga itu.

“Hmm saya ngerti mbak khawatir, tapi di luar sana bahaya. Saya ama temen-temen saya juga ga bisa ninggalin pos ini, soalnya harus ada yang jaga pintu ini dari makhluk-makhluk itu. Ga mungkin saya biarin adek pergi nyari temennya sendirian.” Jelas penjaga itu.

“Saya temenin kok Pak.” Ujarku.

“Kak Al?” tanyanya sedikit bingung. “Kak Al ga istirahat lagi?” tanyanya lagi.

“Nggak Sin. Tadi tidur sebentar udah cukup kok. Maaf ya tadi pas kamu ngajak ngomong masih sedikit linglung gitu, baru bangun banget,” Ujarku sambil sedikit tersenyum.

“Jadi Pak, gapapa kan kalau dia saya temenin? Siapa tau grup yang lagi nyari perlengkapan itu dalam masalah. Kita butuh orang sebanyak mungkin yang selamat dalam situasi kayak gini,” Aku mencoba membujuk penjaga itu.

“Hmmm oke deh kalo gitu. Ini kamu bawa tongkat ini. Buat ngehalau makhluk-makhluk itu,” Ujarnya sambil memberikan sebuah tongkat satpam kepadaku.

“Ngomong-ngomong Pak, grup pencari itu isinya siapa aja ya Pak? Biar saya tahu siapa saja yang mesti kami cari di luar,” Aku bertanya kembali kepada penjaga itu.

“Grup pencari yang cari itu 5 orang. Dua orang perempuan teman kalian itu, sementara tiga orang laki-laki” Jawab penjaga itu.

“Tiga laki-laki itu perawakannya berbeda-beda. Yang satu berkacamata, tubuhnya sangat kurus dan memakai kaos JKT 48. Namanya Jay kalo ga salah. Dia terlihat senang sekali pergi bareng dua temen kalian itu. Ngomongnya nyunda banget dan ga berenti-berenti ngomong ke dua temen kalian itu.” Penjaga itu memberikan deskripsi orang-orang yang mencari perlengkapan bersama teman-teman Sinka ini.

“Yang kedua Frans, badannya besar berotot. Kalau dia, saya hapal, soalnya dia yang biasa ngangkut logistik di hotel ini. Dia pakai seragam Office Boy hotel ini. Orangnya ga banyak bicara, kuat banget. Tapi pegawai perempuan suka risih sama dia karena tatapan si Frans ini tajem banget.” Lanjutnya menjelaskan orang kedua.

“Nah, yang ketiga menurut daftar ini sih namanya Joko. Dia pakai kaos putih lusuh gitu, ada handuk di lehernya. Dia supir truk logistik yang cukup sering ke hotel ini. Biasanya bawa air galon sama bahan makanan. Cuma ya karena bukan pegawai sini, saya baru tau namanya tadi. Ngomongnya ngapak, dan dia seru banget ngobrol sama temen kamu yang ngapak juga.”

Aku dan Sinka hanya mengangguk mendengarkan penjelasan dari lelaki itu. “Ayo Kak, kita cepetan pergi kedalem Mall,” ujar Sinka sembari menarik tanganku. “Iya Sin, bentar dulu. Makasih penjelasannya pak,” Ucapku kepada penjaga tersebut.

“Kalian nanti didalem hati-hati. Kalo lantai 3 Mall sudah kami amankan, elevator yang menghubungkan lantai 2 dan lantai 3 sudah kami tutup aksesnya, jadi kalian kalo mau turun bisa pake tangga darurat,” Ucapnya sembari membuka pintu penghubung ke arah Mall.

Kamipun masuk kedalam area Mall. Dari area Mall lantai 3, terlihat lobi utama Mall di lantai dasar, yang penuh dengan Mayat hidup, kutaksir ada 50an dari mereka yang sedang berkeliaran tak tentu arah di lantai dasar tersebut, entah di area lain.

“Banyak banget ya kak mereka dibawah,” Ucap Sinka kepadaku ketika melihat ke arah lobi bawah.

“Iya Sin, mungkin itu orang yang ga berhasil keluar dari Mall waktu kejadian. Semoga grup yang tadi nyari ga kejebak sama mereka,” Jawabku kepada Sinka.

Nngghhh…

Terdengar sebuah lenguhan memecah kesunyian lantai 3 ini. Aku yang terkaget langsung melirik ke sekelilingku.

“Kenapa kak?” Tanya Sinka yang terheran akan sikapku.

“Kamu ga denger Sin? SShhh…” ucapku seraya meletakkan jari telunjukku di depan mulutnya. Sinka hanya menggeleng.

“Bentar Sin…” Aku menutup mataku seraya mencoba menanjamkan pendengaranku. Suara tersebut terdengar samar dan tertahan. Namun aku yakin sumber suara tersebut berada di toko sebelah kiri belakangku. “Sini Sin…” Bisikku kepada Sinka sembari mengajak Sinka menuju toko tersebut. Benar sekali, suara lenguhan yang tertahan makin jelas seiring dengan menghilangnya jarak kami dan toko tersebut.

Sesampainya di depan toko tersebut, kami tidak dapat masuk karena pintu toko tersebut tertutup. Akupun mencari celah untuk mengintip ke dalam toko tersebut. Tak sulit karena jendela toko tersebut tidak tertutup, serta terdapat cahaya dari dalam toko tersebut.

mmmhh…”

Aku sedikit tak percaya dengan apa yang kulihat di dalam. Terlihat 2 gadis yang bertubuh sangat kontras bertelanjang ria sedang melayani birahi 3 pria. Salah satu gadis yang berperawakan kecil sekal sedang meremas payudara ranumnya sendiri yang berguncang karena digenjot dari bawah oleh pria kurus berkacamata sembari menjilati jari pria tersebut. Disebelahnya terlihat gadis lainnya yang bertubuh tinggi semampai sedang menikmati sodokan pria yang sudah cukup berumur sembari mengulum penis pria lainnya yang bertubuh tegap.

Glek

Aku hanya bisa menelan ludahku. Diberi pemandangan panas ini pikiranku menjadi tidak karuan. Aku menoleh ke arah Sinka, ternyata diapun melihat adegan tak senonoh tersebut. Mukanya terlihat merah padam memperhatikan setiap adegan panas yang ada di dalam toko tersebut. Tak salah lagi, pria-pria yang ada didalam toko tersebut merupakan tim yang mendapat giliran untuk mencari perlengkapan. Perawakan mereka sesuai dengan deskripsi yang dijelaskan oleh penjaga tadi. Berarti, gadis-gadis yang sedang beradu peluh dengan para pria tersebut merupakan teman-teman Sinka.

“NNGGGHHHHHH!!!” pekik dari gadis yang berperawakan kecil. Dia mencengkram paha dari pria dibawahnya agar berhenti menggenjot sembari meresapi orgasme yang telah ia dapat. Kepalanya mendongak keatas, matanya merem melek seperti merasakan kenikmatan yang menjalar diseluruh tubuhnya.



Apalagi ini??


tbc
 
Terakhir diubah:
maaf kalo lama update nya, banyak banget yang harus dikerjakan, ada musibah juga jadi aja updatenya harus sampe pending beberapa hari.

sama ini juga sebenernya masih panjang di chapter 4, cuma saya bagi 2 lagi, bisi bosen juga. btw di sini juga ga ada SS, soalnya agak susah juga kalo setiap part ada SS.

well silahkan dinikmati aja lah pokoknya, semoga berkenan, kalo emang ada kritik dan saran saya nerima sekali.
 
wah... sepertinya scene angel sama desy bagus nih untuk dikupas lebih lanjut
 
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd