[size=+1]V. KENYATAAN ITU SELALU PAIT[/size]
"Mas mas bangun mas bangun" seseorang mencoba membangunkanku.
Dengan badan yang masih begitu lelah kini aku mencoba untuk bangun dari tidurku. Ketika mataku terbuka ku lihat seorang lelaki ada di depanku. Aku masih dalam keadan telanjang dan belum sadar seutuhnya.
"Mas kok tidur di sini?" Tanya lelaki itu ketika aku sudah bangun. "Lah terus baju mas mana?" Lanjutnya.
Mendengar kata-kata lelaki itu membuatku sadar bahwa aku berada dalam posisi telanjang dan yang lebih membuatku kebingungan lagi aku berada di bawah sebuah pohon yang sangat besar bukan di sebuah gubuk. Lalu aku segera mencari bajuku dan langsung memakainya.
Aku bertanya pada lelaki itu "dimana aku ini? Bukannya disini kemarin ada sebuah gubuk? Dimana gubuk itu?"
Lelaki itu hanya diam tak menjawab lalu mengajakku untuk pergi meninggalkan hutan ini. Lelaki itu terus tak mau bicara walau kupaksa dia untuk menceritakan tentang apa yang terjadi ketika dia menemukanku. Sampai dirumah pak suprapto ternyata sudah banyak warga yang berkumpul dirumah pak suprapto termasuk bu lasmi. Lelaki itu kemudian menceritakan kepada pak suprapto bahwa dia telah menemukanku di dalam hutan terlarang tepat di bawah pohon besar yang berada pas di tengah-tengah hutan. Aku semakin bingung dengan semua ini. Bu lasmi datang menghampiriku dan langsung memeluk tubuhku.
"Untung kamu selamat dan tidak terjadi apa-apa" kata bu lasmi sambil memeluku erat-erat.
Lalu pak suprapto menyuruhku untuk masuk kedalam. Di dalam pak prapto membawakanku segelas air putih dan menyuruhku untuk meminumnya.
"Untung kamu selamat yan" pak prapto mulai membuka pembicaraan "soalnya kamu sudah tiga hari menghilang secara tiba-tiba. Kami semua bingung dan mengkhawatirkan keberadaanmu"
"Tiga hari?" Aku sangat terkejut dan badaku melemas mendengar kata-kata pak prapto yang bilang bahwa aku sudah tidak pulang selama tiga hari.
"Iya mas iyan kamu sudah hilang selama tiga hari" sahut bu lasmi.
"Kenapa kamu masuk kedalam hutan itu nak iyan? Padahal bapak sudah melarangmu untuk kesana" lanjut pak suprapto menanyaiku.
"........." Aku hanya diam tak menjawab badanku terasa sangat lemas.
"Untung kamu selamat dan tidak terjadi apa-apa denganmu nak iyan" pak suprapto berbicara padaku sambil melipatkan tanggannya di perutnya.
"Iya mas iyan untung kamu selamat, tidak seperti suamiku yang meninggal gara-gara masuk kedalam hutan itu" lanjut bu lasmi, kini air mata mulai keluar dari kelopak matanya membasahi pipinya.
"Hutan itu sudah memakan banyak korban, makanya bapak dan bu lasmi melarang nak iyan untuk masuk ke dalam hutan itu" pak suprapto mulai menjelaskan sesuatu hal kepadaku.
"Iya mas, menurut cerita bapak saya dulu katanya di pohon besar di tenggah hutan itu ada penunggunya" bu lasmi mulai menjelaskan kepadaku "bapak saya juga dulu pernah terjebak di dalam hutan itu malah lebih lama dari pada mas iyan, kata bapak saya selam di hutan dia bertemu dengan kakek beserta anak dan cucunya. Terus kata bapak saya beliau disana hanya semalam tapi kenyataannya bapak saya gak pulang selama 1 minggu."
Persis seperti yang ku alami kemarin malam. Badanku makin melemas. Aku kini tak mau membuka mulutku untuk berbicara setelah mendengar cerita dari bu lasmi. Aku mengalami trouma yang begitu berat. Aku tak tau harus berbuat apa. Kini bayang-bayang kakek beserta anak cucunya terus menghantuiku membuatku semakin takut akan hal itu.
*******
Beberapa hari kemudian rasa takut semakin menyelimutiku dan aku tetap tidak mau bicara kepada siapapun. Sampai akhirnya pak suprapto memutuskan untuk menelpon keluargaku di kota. Setelah mendapat nomer telpon rumahku dari ponselku. Pak suprapto langsung pergi ke kelurahan untuk sekedar meminjam telpon. Pak suprapto segera menelpon keluargaku dan memberi tau tentang keadaanku yang sekarang ini.
Beberapa hari kemudian keluargaku sampai di kampung ini. Pak suprapto kemudian menceritakan tentang kejadian yang sebenarnya kepada keluargaku. Keluargaku pun mau mengerti atas kejadian yang menimpaku dan langsung membawaku untuk pulang ke kota. Karena di kota akses untuk mengobatiku lebih mudah. Setelah berpamitan akhirnya keluargaku membawaku pulang ke kota.
Sampai di rumah keluargaku langsung menelpon seorang dokter untuk memeriksa keadaanku. Tak butuh waktu lama dokter itu sudah berada di rumahku. Dengan diantar oleh mama dokter itu masuk ke dalam kamarku. Melihat dokter yang sedang memeriksaku membuatku takut lagi sehinga dokter itu harus mengeluarkan suntikan penenang untukku. Karena suntikan penenang membuatku menjadi ngantuk dan langsung tertidur.