Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Vanquish 2 : The Next Level

Bimabet
Sabar guys
Mbak anal sempit lagi dapet sedekah dr aki TJ44
sambil nunggu update, liat2 FR nya di UG ya
Sekian

:hore:
 
Chapter 13
Sebuah Peringatan


Budi sedang duduk di ruang kerjanya. Matanya menatap laporan bulanan yang baru saja diserahkan oleh anak buahnya. Namun pikiran Budi sedang tidak berada disitu, tidak sedang benar-benar memeriksa laporan bulanan itu.

Pikirannya sedang bercabang saat ini, antara masih mencari asal muasal video persetubuhan yang mirip dengan istrinya, adanya orang yang kemungkinan besar mengikuti istrinya, lalu kemunculan kembali kelompak Mata Angin yang semakin hari semakin meresahkan, dan yang terakhir adalah munculnya seseorang dari masa lalunya, Martha, mantan kekasih yang terpaksa harus dia tinggalkan untuk kemudian bersama Ara.

Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuannya dengan Martha. Di hari yang sama, Budi telah menceritakan semuanya kepada Ara. Awalnya sang istri memang sangat terkejut, menahan emosi, banyak mengeluarkan air mata, tapi tetap bertahan mendengarkan cerita Budi sampai akhir. Yang sedikit membuat Budi lega adalah reaksi Ara tidak terlalu persis dengan apa yang dia bayangkan sebelumnya. Ara memang sempat terlihat emosi, terutama saat mendengar bahwa Budi mendekatinya untuk sebuah misi, namun kemudian dia terlihat lebih tenang ketika Budi melanjutkan ceritanya.

“Bunda tahu Ayah sekarang tulus, itu yang membuat Bunda bisa menerimanya. Justru sekarang Bunda semakin cinta dan bangga sama Ayah,” jawab Ara ketika Budi menanyakan kenapa dirinya tidak marah, justru tersenyum dan memeluknya erat saat dia menyelesaikan ceritanya.

“Tapi, Ayah nggak akan kembali ke Martha kan?” tanya Ara, seolah ingin kembali meyakinkan dirinya.

“Nggak akan, apapun yang terjadi nanti, Ayah akan terus bersama Bunda, sampai maut memisahkan kita,” jawab Budi sambil membalas pelukan istrinya dengan erat.

Sejak pembicaraan malam itu, baik Budi maupun Ara tak pernah sekalipun membahasnya lagi. Budi semakin bersyukur dirinya memiliki istri seperti Ara. Benar-benar wanita yang penuh dengan pengertian dan kasih sayang. Bahkan mulai malam itu, Ara terlihat semakin menyayangi dirinya. Perhatian yang diberikan oleh istrinya itu dia rasakan lebih besar daripada sebelumnya.

Mungkin hal ini juga disebabkan oleh rasa cemburu yang mendatangi Ara. Dia tidak ingin suaminya kembali terjebak dalam kenangan masa lalunya karena telah bertemu dengan mantan kekasih yang sudah lebih dari 5 tahun berpisah. Karena itulah Ara ingin menjadi pasangan yang lebih baik lagi bagi Budi, agar Budi tak sampai berpaling ke perempuan lain, apalagi kembali ke mantan kekasihnya itu.

Tapi hal yang paling mungkin adalah karena Ara tidak terima dengan perkataan Martha yang disampaikan oleh Budi kepadanya. Sebagai seorang istri, tentu dia tidak mau sampai dicap sebagai istri yang tidak bisa membahagiakan suaminya. Dia ingin menunjukkan, entah itu nanti akan dilihat oleh Martha atau tidak, bahwa dirinya adalah orang yang paling bisa membahagiakan Budi. Ara tidak ingin suaminya itu sampai direbut orang lain yang katanya lebih bisa memberikan kebahagiaan kepada Budi dibandingkan dengan dirinya.

Rasanya memang bukan hanya Ara saja yang akan berbuat seperti itu. Setiap orang pasti akan terusik egonya ketika menerima tantangan seperti yang didapatkan oleh Ara. Sudah sifat dasarnya manusia untuk tidak mau mengalah dan cenderung mempertahankan, terlebih itu untuk sesuatu yang memang sudah menjadi miliknya, yang terancam akan direbut oleh orang lain yang merasa lebih mempunyai hak.

“Terus, Ayah mau ngasih tahu Mas Sakti juga soal Martha?” tanya Ara saat itu, masih dalam pelukan suaminya.

“Nggak, Sakti nggak perlu tahu masalah ini. Dia udah cukup bahagia dengan Mila Bun.”

“Lha kalau nanti Martha nekat nemuin dia gimana Yah?”

“Ayah rasa dia nggak akan sampai senekat itu, karena dia nggak punya urusan sama Sakti. Urusan dia kan cuma sama kita, itupun Ayah ragu kalau dia mau aneh-aneh.”

“Iya sih, tapi hati-hati lho Yah, jangan anggap remeh hal ini. Wanita yang cemburu itu bisa ngelakuin apa aja lho, kadang bisa lebih nekat daripada laki-laki.”

Budi hanya mengangguk. Dia membenarkan ucapan istrinya. Namun justru itulah yang menjadi kegelisahan hatinya, yang dia tidak ungkapkan kepada Ara. Budi tidak tahu apakah Martha akan senekat itu atau tidak, karena dia tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Martha. Tapi dia punya firasat bahwa pertemuannya dengan Martha itu bukan hanya sebuah kebetulan semata. Ada sesuatu di balik ini, dan kemungkinan itu adalah sesuatu yang buruk.

Otak Budi masih terus berputar mencari kemungkinan-kemungkinan apa saja yang sedang direncanakan oleh wanita itu. Bagaimana Martha pada akhirnya tahu tentang Ara, lalu keberadaannya di dalam lingkaran Mahendra Grup, dan juga kata-kata Martha hari itu yang terkesan bercanda, namun membuat rasa kekhawatiran muncul di diri Budi. Apalagi saat ini salah satu dari 2 orang ‘teman’ yang dia minta tolong harus pergi untuk sementara waktu karena ada panggilan tugas negara yang tidak bisa ditinggalkan.

Saat ini hanya tinggal satu orang ‘temannya’ yang berada disini, yang dia mintai tolong untuk mengawasi dan menjaga keselamatan Ara, termasuk kedua orang tuanya, serta Sakti dan anak istrinya. Kini dia harus sesegera mungkin memecahkan berbagai persoalan yang sudah menumpuk di kepalanya, agar tak semakin banyak bertambah. Sedang asyik dalam lamunannya tiba-tiba ponsel Budi berdering, ada telpon dari Pak Hadi. Pak Hadi adalah kepala cabang di kantor ini sebelum Budi, yang sekarang telah menjabat sebagai kepala kantor wilayah.

“Halo, Assalamualaikum.”
Waalaikumsalam Bud.”

“Selamat pagi Pak Hadi, wah tumben nih Pak pagi-pagi telpon?”
Iya Bud. Kamu sibuk nggak hari ini?

“Hmm, nggak juga sih Pak, biasa aja. Ada apa ya Pak?”
Kamu bisa ke kantor cabang utama sekarang Bud?

“Ke kantor cabang utama? Bisa sih Pak, tapi ada apa ya?”
Ada masalah Bud, masalah besar. Dan saya rasa kamu lebih mengerti daripada kami-kami yang disini.”

“Hah, masalah besar? Masalah besar gimana Pak?”
Server kantor cabang utama dibobol hacker, semua data jadi kacau Bud.

Mendadak perasaan Budi menjadi tak enak. Ada hacker yang membobol server kantor cabang utama, yang seingatnya sudah dia pasangi anti-hacking yang cukup mumpuni. Hanya hacker-hacker tertentu saja yang bisa membobolnya, salah satunya adalah orang itu. Budi berharap hacker yang menyerang bukanlah dia, tapi firasatnya kuat mengarah kesana.

“Hmm Pak, ada jejak atau identitas yang ditinggalkan sama hacker itu?”
Iya Bud ada. Kata orang IT-nya tadi sebelum semua data menjadi kacau, layar monitor sempat blank, dan ada tulisan E-coli disitu.
“Baik Pak, saya akan segera kesana.”

Deg! Ternyata benar dia. Budi langsung mengumpat dalam batinnya. Inilah hal yang sangat-sangat tidak dia harapkan terjadi. Inilah alasan menghilangnya Eko sejak beberapa hari yang lalu. Budi tahu Eko tidak akan melakukan ini atas inisiatifnya sendiri, dia pasti dipaksa untuk melakukan ini semua. Budi sangat yakin karena bersamaan dengan menghilangnya Eko, seluruh keluarganya dan calon istrinya juga ikut menghilang. Padahal seharusnya 2 hari lagi adalah hari pernikahan mereka.

Budi segera mempersiapkan alat-alat yang dia rasa perlu untuk dibawa ke kantor cabang utama. Dia penasaran seperti apa serangan yang dimaksud oleh Pak Hadi tadi, apakah itu hanya sebuah peringatan, atau memang sudah merupakan bentuk serangan yang sebenarnya. Agak sedikit mengherankan memang jika Eko langsung menembus ke kantor cabang utama, bukan ke kantor cabang pembantu yang lain terlebih dahulu.

Serangan ke kantor cabang utama bisa menjadi sebuah peringatan atau ancaman karena keamanan disana adalah yang terbaik jika dibandingkan dengan yang ada di kantor cabang pembantu, sehingga dengan membobolnya orang itu seolah ingin memberitahukan bahwa mereka akan dengan mudah membobol tempat-tempat lain.

Namun bisa juga dengan menyerang kantor cabang utama merupakan bentuk serangan yang sebenarnya, karena bisa mengacaukan data di seluruh kantor wilayah. Namun sampai saat ini Budi melihat di sistemnya, belum ada tanda-tanda dampak serangan itu. Sebelum berangkat Budi berpesan kepada anak buahnya di bagian IT untuk memonitor sistemnya setiap saat, dan segera melaporkan kepada Budi apapun yang terjadi.

Budi segera berangkat menuju ke kantor cabang utama. Beruntung hari belum terlalu siang sehingga jalanan kota ini masih belum terlalu macet. Dia ingin secepatnya sampai disana, berharap serangan itu hanya peringatan saja sehingga dia bisa dengan segera mengatasinya. Namun jika melihat kemampuan Eko, dan kemungkinan besar dibantu oleh orang lain yang mungkin setara dengan Eko, dia harus bekerja ekstra keras untuk masalah ini. Dia berharap semoga saja semuanya belum terlambat.

*****

Sementara itu, di tempat lain tampak seorang pria nampak duduk di sebuah kursi dengan kondisi yang sangat tegang. Pakaiannya terlihat lusuh seperti sudah beberapa hari tidak diganti. Jika saja ruangan ini tidak terpasang AC maka baju itu akan terlihat lebih menyedihkan karena basah oleh keringat pria itu.

Di depannya nampak 3 buah monitor layar datar berukuran 32 inchi yang berjejer. Di bawah masing-masing monintor terdapat 2 buah chasing CPU berukuran cukup besar yang di dalamnya terdapat prosesor dengan kemampuan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan semua jenis prosesor yang beredar umum di pasaran. Kecepatannya lebih dari dua kali lipat dibanding prosesor tercepat di pasaran. Kapasitas harddisk yang mencapai puluhan TeraByte, juga dilengkapi dengan RAM dan VGA dengan spesifikasi yang jauh diatas rata-rata. Di depan ketiga monitor dan perangkat CPU itu ada terdapat sebuah laptop dengan spesifikasi yang tak kalah hebatnya.

Sungguh sebuah komponen komputer yang diimpikan semua gamers. Perangkat komputer dengan spesifikasi sehebat ini tentunya tidak dijual bebas di pasaran. Sejauh ini, hanya beberapa dinas pemerintahan, kantor pertahanan dan juga kantor agen rahasia di beberapa negara adidaya yang menggunakannya, namun semua itu kini ada dan sedang dikendalikan oleh pria itu.

Akan tetapi pria itu tidak sedang bermain game, melainkan sedang melakukan sebuah tindak kejahatan, cyber crime. Tentu saja dia tidak melakukan hal ini atas kemauannya sendiri. Dia dipaksa untuk melakukannya, dibawah todongan senjata dari dua orang di kanan dan kirinya, serta ancaman terhadap keselamatan orang-orang yang dia sayangi, yang entah sekarang ini berada dimana.

Tak lama kemudian masuk ke ruangan itu seorang pria berperawakan tinggi besar berwajah kaukasia. Sebelum menghampiri pria yang nampak tegang dibawah todongan senjata, pria itu berjalan menghampiri seorang pria lagi yang berwajah mirip dirinya, yang juga sedang mengendalikan perangkat komputer yang sama persis dengan yang dikendalikan oleh si pria tegang itu.

“Gimana Steve? Ada kendala?”

Nope, sejauh ini masih lancar Dave,” pria yang tak lain adalah Steve itu menjawab pertanyaan dari David, saudaranya.

Good. Apakah perangkat ini bekerja dengan baik?” tanya David sambil memperhatikan perangkat komputer yang sedang dipakai oleh adiknya itu.

Yup, this is excellent. Melebihi harapan kita. Kurasa orang itu akan sangat kesulitan jika tidak memakai perangkat yang bisa mengimbangi semua ini.”

“Oke kalau gitu. Lanjutkan saja ke bank-bank yang lain,” ujar David, kemudian dia melangkah ke pria yang sedang tegang tadi.

So, Eko alias E-coli, bagaimana pekerjaanmu? Apa ada masalah?”

“Ti... tidak ada, masih lancar,” jawab Eko agak tergagap.

“Bagus. Teruskan sesuai dengan yang aku perintahkan. Ingat, kalau kamu berani berbuat macam-macam, kamu akan kehilangan mereka semua. Tapi kalau kamu menurut, orang tuamu pasti akan selamat, begitu juga dengan adik, calon istrimu dan adik-adiknya, kami akan memperlakukannya dengan sangat baik.”

“Kumohon, jangan sakiti mereka.”

Well, itu semua tergantung padamu. You’re being nice, so do we. But if you messed up, this will be the last day of their life. Just remember, my brother Steve, know everything you do. So now, keep working.” (Jika kamu bersikap baik, kamipun begitu. Tapi jika kamu mengacaukannya, ini akan menjadi hari terakhir mereka hidup. Ingatlah, adikku Steve, tahu semua yang kamu lakukan. Jadi sekarang, lanjutkan bekerja.)

Eko hanya bisa mengangguk pelan, lalu tangannya yang sedang gemetaran kembali meraih keyboard dan melajutkan pekerjaannya. Sementara itu David keluar dari ruangan itu menuju ke sebuah ruangan lain. Masing-masing ruangan itu dilengkapi dengan peredam suara, sehingga apapun yang terjadi tidak akan terdengar dari ruangan lain, sekeras apapun suara itu. Begitu pula orang yang berada di dalam ruangan, tak akan bisa mendengar apapun yang terjadi di luar sana.

David kemudian membuka pintu salah satu ruangan, dimana disitu ada orang tua dan calon mertua Eko. Kondisi keempat orang itu cukup memprihatinkan karena sejak disekap beberapa hari yang lalu, jarang sekali mereka diberi makan. Tangan dan kaki keempat orang itu juga dirantai, membuat mereka kesulitan untuk bergerak.

Setelah itu David menuju ke ruangan yang lainnya lagi. Ketika membuka pintu, langsung saja dia disuguhi oleh sebuah pemandangan yang erotis. Empat orang gadis muda nampak sedang disetubuhi empat orang pria dengan berbagai gaya. Keempat gadis yang sudah dalam kondisi telanjang bulat itu nampak lemas melayani nafsu para pria yang beringas menggarap mereka itu.

“Wah Boss David, mau gabung?”

No no no. Kami sudah cukup puas dengan mereka kemarin. Sekarang kalian nikmati saja. Lagipula, saya nggak mau menikmati bekas kalian.”

“Hahaha Boss David bisa aja. Tapi makasih Boss, kami udah dikasih giliran buat menikmati gadis-gadis cantik ini. Setelah yang kemarin di villa, sekarang dikasih lagi.”

“Yah, buat kalian para Mata Angin, apa sih yang nggak.”

David kemudian meninggalkan ruangan itu untuk menuju ke lantai atas, dimana disana sedang menunggu beberapa orang untuk mendengarkan laporannya. Eko tak pernah tahu jika keluarganya sebenarnya sudah diperlakukan sedemikian buruk oleh para penculik itu.

Saat beberapa hari yang lalu Eko meminta jaminan kepada mereka agar keluarganya selamat jika dia mau mengerjakan apa yang diperintahkan, Eko justru diperlihatkan ponsel David yang terhubung langsung dengan kamera CCTV di kamar tempat orang tuanya disekap. Dia melihat ayahnya sedang dipukuli oleh seseorang. Setelah itu David menggeser tampilan di layar ponselnya, yang membuat Eko semakin terkejut lagi. Layar itu menampilkan ruangan lain, dimana calon istri beserta adik-adiknya yang masih berpakaian lengkap dipaksa untuk mengulum penis empat orang pria.

“Kalau kamu menolak perintah kami, kondisi mereka akan jauh lebih buruk dari sekarang.”

“Jangan, aku mohon hentikan semua itu. Baiklah akan menuruti kalian, tapi tolong hentikan itu semua.”

Kemudian David terlihat berbicara melalui ponsel lainnya, dan adegan-adegan di layar ponsel yang dipegang David itupun berhenti, dan pria-pria itu terlihat meninggalkan ruangan-ruangan itu.

“Ingat, sedikit saja kamu mengacaukan perintah kami, kamu tahu apa yang akan terjadi kan?”

Ekopun mengangguk dan segera memulai apa yang diperintahkan oleh David, dengan diawasi beberapa orang yang memegang senjata api. Setelah itu David keluar. Namun ternyata apa yang terjadi selanjutnya bukanlah apa yang diinginkan oleh Eko. David, bersama dengan Steve, Rio dan Tono kemudian memasuki ruangan tempat disekapnya para gadis-gadis itu.

Mereka berempat memilih gadis-gadis itu satu persatu untuk menjadi lawan mainnya. Dan pada hari itu, kesucian keempat gadis itu direnggut oleh mereka. Rio memerawani calon istri Eko, David mendapatkan adik kandung Eko, sedangkan Steve dan Tono masing-masing mendapatkan kedua adik dari calon istri Eko. Teriakan keempat gadis itu saat robeknya selaput dara mereka terdengar keras dan memekakkan telinga, namun tak cukup keras untuk terdengar sampai keluar karena tertahan oleh dinding tebal ruangan itu.

Semua yang terjadi terhadap gadis-gadis itu terekam dengan jelas di kamera CCTV yang terpasang di ruangan itu. Mencananya, mereka akan menunjukkan rekaman itu kepada Eko, setelah tugasnya selesai. Tentu saja saat tugasnya itu selesai, bukan berarti Eko dan keluarganya lantas dibebaskan dan dibiarkan pergi begitu saja.

Berakhirnya tugas Eko nanti, berarti berakhir pulalah hidupnya beserta orang tua dan calon mertuanya. Sedangkan gadis-gadis itu? Selama lubang-lubang di tubuh mereka masih diperlukan untuk memuaskan nafsu binatang para anak buahnya, mereka akan tetap dibiarkan hidup oleh kawanan penjahat itu.

*****

An Hour Later
Kantor Cabang Utama


Budi yang baru sampai langsung membawa peralatannya dan bergegas masuk. Disana sudah ada Pak Hadi beserta jajarannya. Terlihat wajah cemas dari mereka, namun sedikit lega setelah melihat kedatangan Budi. Setelah bercakap-cakap sebentar, Budi bersama beberapa orang lagi langsung menuju ke ruangan IT. Melihat kedatangan Budi, para karyawan IT inipun segera menyingkir memberikan tempat untuknya.

Sambil memperhatikan layar-layar monitor disana Budipun menyalakan laptopnya. Beberapa kali Budi terlihat menggelengkan kepalanya. Sudah sangat terlambat untuk tindakan pencegahan, yang bisa dia lakukan kini adalah menangkal dan sebisa mungkin melacak keberadaan dari sumber serangan itu.

Belum sempat memulai pekerjaannya, tiba-tiba ponselnya bedering. Seorang anak buahnya dari bagian IT menghubunginya, ini berarti di kantor cabang yang dipimpin Budi pun sedang mengalami serangan yang serupa.

“Halo, ada apa Can?”
Halo Pak, server kita diserang.

E-coli?
Belum tahu, eh bentar, iya Pak, barusan muncul tulisan E-coli.”

“Cepet matikan komputernya Can. Sama semua perangkat yang tersambung internet, cabut semua kabelnya, hentikan semua kegiatan!”
Tapi Pak, ini kan...

“Sudah cepat lakukan, sebelum data kita diacak-acak sama mereka. Dan cepat sebarkan informasi ini ke semua cabang.”
Baik Pak.

“Lho Bud, kenapa yang disini nggak sekalian dimatiin?” tanya Pak Hadi yang mendengar pembicaraan Budi di telpon barusan.

“Yang ini sudah terlambat Pak, sudah kena semua. Datanya juga sudah mereka acak-acak semua. Sekarang saya mau ngeblok serangan mereka sekalian melacak keberadaannya,” jawab Budi yang mulai sibuk dengan laptopnya.

“Maaf Pak, bisa nggak yang lain keluar? Biar saya disini sendiri, ditemani satu orang aja dari bagian IT sini?” pinta Budi yang merasa terganggu bila banyak orang yang melihatnya bekerja seperti ini.

“Oh iya baik, saya mengerti. Kami akan nunggu di luar biar nggak gangguin kamu. Silahkan kamu pilih siapa saja buat nemenin kamu, kalau perlu apa langsung bilang saja.”

“Terima kasih Pak.”

Budi kembali melanjutkan pekerjaannya setelah yang lain meninggalkan ruangan ini. Dia mengambil sebuah ponsel dari dalam tasnya, ponsel yang berbeda dengan yang dia gunakan sehari-hari. Dia kemudian menggunakan ponsel itu untuk mendapatkan sambungan internet dengan koneksi yang sangat cepat. Entah kartu apa yang dipakai di dalamnya, hanya Budi yang tahu.

Orang yang menemani Budi lebih banyak diam. Dia hanya sesekali melakukan apapun yang diperintahkan oleh Budi. Sebagai sesama orang IT, dia merasa takjub melihat apa yang dilakukan Budi, karena sebelumnya dia hanya melihat hal itu di film-film bertemakan science-fiction. Namun dia kemudian sadar bahwa sekarang ini bukan saatnya untuk takjub, dia harus benar-benar fokus membantu Budi. Paling tidak, hari ini dia akan berandil untuk menyelamatkan data-data di tempatnya bekerja yang masih tersisa, meskipun mungkin tak banyak yang bisa diselamatkan.

Sudah hampir 2 jam Budi bekerja di dalam ruangan IT. Semua orang menunggunya di luar dengan gelisah. Sementara itu para nasabah yang sedang menunggu semakin tidak sabar karena mendengar bahwa sistem di bank ini sedang mengalami peretasan. Mereka tentu saja takut kalau uang tabungan yang mereka simpan selama ini raib. Sebuah ketakutan yang wajar, apalagi bagi mereka yang memiliki tabungan dengan jumlah besar.

Tak lama kemudian Budi dan pria yang menemaninya itu keluar dari ruangan IT dengan wajah yang sulit ditebak. Keduanya langsung menuju ke ruang pimpinan sebelum sempet ditanya-tanya oleh orang-orang itu. Mereka nampaknya ingin membicarakan hasil pekerjaan mereka di tempat yang lebih privat, agar tak sampai terdengar oleh para nasabah.

“Gimana Bud? Bisa diatasi?” tanya Pak Hadi sesaat setelah pintu ruangan itu ditutup.

“Alhamdulillah bisa Pak. Saya udah berhasil memblok serangan dari hacker itu. Saya juga sudah mengirimkan master aplikasi blocker-nya ke semua kantor cabang kita. Tadi saya udah cek juga, data-data aman, termasuk tabungan para nasabah. Tapi sepertinya, hari ini akan terjadi penarikan besar-besaran oleh para nasabah kalau mereka tahu kondisi ini.”

“Walaah, kok ngeri gini sih.”

“Ada yang lebih mengerikan lagi Pak,” ujar Budi membuat semua orang menatapnya, kecuali pria yang menemaninya di ruang IT tadi.

“Apa lagi Bud?” tanya Pak Hadi penasaran.

“Serangan serupa juga terjadi di bank-bank lain, dan mereka gagal untuk mengatasinya. Saya baru saja mendapat info dari teman-teman di bank lain, semua data mereka diacak-acak.”

“Maksud kamu, data internal bank? Atau data nasabah?” tanya Pak Hadi ingin memperjelas jawaban Budi.

“Semuanya Pak, semuanya. Data internal bank dan juga data nasabah, semuanya diacak-acak. Saldo tabungan semua nasabah saat ini Nol rupiah, kondisi ATM semuanya offline. Di semua layar komputer bank dan ATM itu hanya muncul sebuah gambar, saya rasa kalian semua tahu gambar apa itu.”

Semua orang di ruangan itu terdiam. Ya, mereka dapat menebak itu gambar apa, karena sudah sebulan lebih mereka akrab dengan gambar itu. Mereka membayangkan kekacauan seperti apa yang akan terjadi setelah ini. Saat semua orang sadar bahwa mereka kehilangan uangnya, amuk massa di bank-bank itu sudah pasti tak dapat terhindarkan lagi. Sedangkan para nasabah di bank mereka yang tabungannya masih bisa diselamatkan, seperti kata Budi, pasti akan terjadi penarikan uang besar-besaran.

Lebih daripada itu, jika hal ini sampai terdengar di kota-kota lain, sangat dimungkinkan hal yang sama yaitu penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah di bank-bank tersebut. Jika peristiwa ini sampai terjadi hingga tingkat nasional, dampak yang akan ditimbulkan tentu tak bisa dibayangkan, entah seperti apa kekacauan yang akan terjadi di negeri ini.

“Saya juga sudah mengirimkan master blocker tadi kepada teman-teman kita di kota lain, termasuk bank-bank lain juga, jadi kemungkinan hal ini terjadi di tempat lain bisa kita cegah,” tiba-tiba Budi memecah keheningan, seolah tahu apa yang dipikirkan oleh orang-orang itu.

“Tapi Bud, apa semuanya sudah selesai dengan begini?”

“Belum Pak. Saya yakin ini baru permulaan. Saya takutnya akan ada serangan lagi yang jauh lebih hebat daripada ini. Terlebih lagi tadi saya gagal untuk menemukan lokasi hacker itu. Nampaknya dia bukan hacker sembarangan, kita harus benar-benar berhati-hati kepadanya.”

“Lalu gimana kita mengatasinya?”

“Saya akan coba semampu saya. Untuk sementara ini kita bisa tenang, hanya saja harus bersiap jika akan terjadi penarikan dana besar-besaran. Sekarang saya permisi dulu Bapak-Bapak, saya mau kembali ke kantor dulu, menyiapkan blocker yang lebih kuat untuk mengantisipasi serangan-serangan selanjutnya.”

“Kenapa nggak disini saja Bud? Peralatannya kan lebih lengkap.”

“Maaf Pak tapi peralatan tempur saya ada di kantor cabang, dan sekali lagi maaf, saya lebih nyaman dan fokus bekerja disana.”

Mereka pun tak lagi membantah alasan Budi. Lagipula sudah terbukti bahwa Budi bisa mereka andalkan, sehingga tak masalah jika membiarkan Budi melakukan apapun sesuai keinginannya, yang penting hasilnya adalah untuk kebaikan mereka juga. Diam-diam mereka semakin menaruh rasa kagum terhadap pria ini. Paling tidak, hari ini karir mereka sudah diselamatkan olehnya. Tak terbayangkan apa yang akan mereka alami bila kejadiannya sama seperti di bank-bank lainnya di kota ini. Mereka berjanji, akan merekomendasikan Budi menjadi karyawan terbaik tahun ini, atau bahkan, menjadi pimpinan baru mereka tahun depan. Tak masalah dengan usianya yang masih berada jauh di bawah mereka, namun dengan kemampuan seperti itu, dia layak untuk mendapatkannya.

*****

Budi menghela nafas panjang begitu selesai membuat program yang berfungsi sebagai blocker dari berbagai serangan hacker. Butuh waktu yang cukup lama memang untuk membuatnya, namun hasilnya sangat memuaskan. Dia kemudian mengirimkan program itu kepada bagian IT di semua kantor cabang dan juga cabang utama, yang memang sudah dia pesankan untuk tidak pulang dulu sebelum mendapatkan program itu darinya.

Budi juga mengirimkan program itu ke kantor pusat, dan juga cabang-cabang yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Atas ijin dari pimpinan pusat, dia juga mengirimkan program ini ke bank lain yang belum sempat terkena serangan dari Eko. Namun Budi menduga bahwa hari ini Eko tidak bekerja seorang diri. Budi sudah mengetahui pola retasan dari Eko, karena dialah yang mengajarinya, sedangkan pola serangan hari ini berbeda. Lebih tepatnya, pola serangan ini terlihat jelas baginya dilakukan dari 2 arah, satu adalah serangan Eko, dan satu lagi yang dia belum tahu.

Budi telah mengirimkan kabar kepada teman-teman hacker-nya di seluruh dunia tentang apa yang telah terjadi terhadap Eko. Dia juga meminta bantuan kepada teman-temannya itu agar dapat membantunya dalam memecahkan masalah ini. Permintaan itu tentu saja mendapat respon positif dari mereka, karena selama ini mereka hanya aksi-aksi ringan saja. Hal ini dilihat mereka sebagai sebuah kesempatan untuk menjajal kemampuan dari murid Venom yang sangat mereka segani, meskipun resikonya mereka harus bersiap untuk melakukan cyber war.

Setelah merasa pekerjaannya hari ini selesai, Budi pun segera mematikan dan menutup laptopnya. Tiba-tiba saja dia melihat sebuah kertas putih yang tergeletak di lantai dekat dengan jendelanya. Saking fokusnya bekerja tadi, sampai-sampai Budi tak menyadari dengan apa yang ada di dalam ruangannya. Penasaran, diapun segera mengambil kertas itu, yang ternyata ada sebuah tulisan kecil di baliknya.

On your safes.

Hanya itu yang tertulis disana. ‘On your safes, di dalam brankasmu, apa maksudnya ini? ’ Budi bertanya-tanya dalam hatinya. Pikirannya langsung tertuju pada sebuah brankas kecil yang ada di ruangan ini. Brankas itu adalah tempat dia menyimpan barang-barang pribadinya. Tidak pernah ada yang bisa membuka brankas itu kecuali dirinya sendiri, karena selain menggunakan sidik jari dan retina mata, kombinasi kunci di brankas ini sangatlah rumit untuk dipecahkan jika bukan oleh dirinya sendiri. Terakhir dia membuka brankasnya adalah tadi pagi saat mengambil laptop dan ponsel khususnya sebelum berangkat memenuhi panggilan Pak Hadi. Dan setelah laptop serta ponsel itu diambil, brankas itu kosong, tak ada isinya sama sekali.

Namun pesan dalam tulisan ini membuatnya penasaran. Siapakah yang menulis pesan ini? Tidak mungkin anak buahnya iseng, karena hari ini kondisi terlalu membuat panik dibandingkan harus berbuat iseng. Tak ingin berlama-lama dengan rasa penasarannya, Budipun segera membuka brankas yang dia letakkan di dalam lemari yang juga dia kunci rapat.

Setelah memasukkan sidik jari dan pemindaian terhadap retina matanya, budi kemudian memasukkan kombinasi yang sangat rumit untuk membuka brankas itu. Dab begitu terbuka, alangkan terkejutnya dia mendapati ada sebuah amplop kecil di dalamnya. Bagaimana mungkin bisa ada amplop itu? Brankas ini benar-benar masih tertutup rapat, tidak ada celah sedikitpun bahkan untuk memasukkan selembar kertas. Dia benar-benar yakin bahwa saat berangkat tadi brankas ini kosong. Lalu siapa yang memasukkanya?

Budi kemudian keluar untuk menemui anak buahnya yang kebetulan sedang berkumpul sebelum mereka pulang. Dia ingin menanyakan siapa saja yang masuk ke dalam ruangannya selama dia pergi tadi.

“Hey, apa ada yang tahu siapa yang tadi masuk ruanganku selama aku pergi ke kantor cabang utama?” tanya Budi tiba-tiba yang membuat mereka sedikit terkejut.

“Hmm, kayaknya nggak ada deh Pak. Eh nggak tahu juga sih, tadi lagi panik soalnya Pak,” jawab Candra, karyawan IT yang menelponnya tadi siang. Kebetulan ruangan IT berdekatan dengan ruangannya.

“Yang lain, ada yang lihat?” tanya Budi lagi, yang mendapat gelengan kepala dari semua yang ada disitu.

“Emang kenapa Pak? Ada yang hilang?” tanya Gita yang memanggilnya dengan sebutan ‘Pak’ bila sedang bersama dengan rekan-rekannya seperti saat sekarang ini.

“Oh nggak ada kok. Yaudah kalau gitu. Kalian kalau mau pulang hati-hati ya.”

Tanpa menunggu jawaban dari anak buahnya Budi langsung berbalik kembali ke ruangannya. Hal itu membuat para anak buahnya terheran-heran, mereka bertatapan satu sama lain namun sama-sama menggelengkan kepala, tanda tak mengerti bossnya bersikap seperti itu. Rasa-rasanya belum pernah Budi bersikap seperti itu. Namun kali ini mereka memakluminya, mereka berasumsi bahwa Budi sedang mengalami stress akibat peristiwa yang terjadi hari ini.

Sesampainya kembali di ruangannya, Budi sempat memutar kembali rekaman CCTV yang terpasang di lorong menuju ruangannya itu. Dia memutar kembali ke waktu dia pergi tadi hingga kembali lagi siang harinya. Namun dari rekaman itu tidak terlihat seorangpun memasuki ruangannya, yang ada adalah beberapa orang yang hilir mudik keluar masuk ruangan IT dengan wajah panik mereka.

Sebuah amplop yang tiba-tiba berada di dalam Brankas yang tertutup rapat dan seharusnya tak ada yang bisa membukanya, rekaman CCTV yang menunjukkan sama sekali tidak ada orang yang memasuki ruangannya selama dia pergi. Lalu siapa dan bagaimana caranya orang itu memasukkan amplop ke dalam brankasnya?

Budipun kemudian mengambil amblop itu. tertutup rapat, namun terasa ada sebuah kertas yang berada di dalamnya. Perlahan Budi merobek tepian amplop itu, lalu mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya. Perlahan dia buka lipatan-lipatan itu sampai terbuka sempurna, namun dia kembali dibuat mengernyitkan dahinya karena kertas itu kosong tidak ada isinya. Tangan Budi berapa permukaan kertas itu dengan sangat perlahan, mencoba mencari petunjuk apakan sebenarnya ada pesan tersembunyi kertas kosong itu.

Sampai akhirnya Budi menyadari sesuatu, dan kemudian mengambil ponsel khusus yang tadinya mau dia masukkan ke brankas pribadinya. Sejenak Budi mengotak-atik ponsel itu hingga mengeluarkan cahaya ungu. Diarahkannya cahaya itu ke arah kertas, namun tetap kosong, tidak terlihat ada tulisan disana. Budi kembali mengotak-atik ponselnya hingga warna cahaya yang keluar dari ponselnya itu berubah-buah menjadi biru, kemudian hijau, kuning, jingga hingga akhirnya di warna merahlah nampak sebuah tulisan yang kurang jelas sebenarnya, namun masih cukup bisa dibaca dan dipahami oleh Budi.

Be ready, and be very careful. They’ve been started it.’

Sebuah pesan singkat, namun Budi tahu arti dari pesan itu tidak sesingkat arti katanya. Budi sangat memahaminya karena baru hari ini dia menghadapi sesuatu yang oleh surat itu disebut sebagai sebuah awalan. Namun yang masih menjadi pertanyaan adalah, siapa orang yang telah mengirimkan surat ini. Melihat bagaimana dia menulisnya, yang hanya bisa dibaca dalam cahaya dengan gelombang tertentu, yang pasti orang ini bukan orang sembarangan.

Jika kebanyakan orang mengirimkan pesan rahasia yang tulisannya bisa terbaca ketika disorot dengan cayaha warna ungu yang memiliki panjang gelombang rendah, orang ini justru membuat pesan yang hanya bisa terbaca dengan bantuan cahaya yang memiliki panjang gelombang tinggi.

Budi menebak-nebak siapa orang hebat yang telah memberinya pesan rahasia yang berisi sebuah peringatan itu. Dia bisa masuk ke ruangannya tanpa diketahui oleh siapapun, bahkan tidak terekam oleh CCTV. Dia juga bisa membobol brankas Budi yang memiliki tingkat keamanan maksimal. Terakhir, dia membuat sebuah pesan yang bahkan baru kali ini Budi melihatnya.

Sampai akhirnya mata Budi menangkap sesuatu di ujung bawah kertas, seperti sebuah tulisan namun sangat kecil dan tidak terlihat jelas. Budi pun mengatur panjang gelombang cahaya yang dikeluarkan ponselnya hingga mencapai angka maksimal dan memancarkan cahaya yang sangat merah menyala. Budi terpaksa memakai kacamata hitam khusus yang dia miliki untuk menghindari kerusakan pada matanya.

Tulisan itu akhirnya bisa terlihat, namun sangat kecil sehingga sulit sekali untuk dibaca. Setelah memicingkan matanya dan berusaha keras untuk memahami tulisan kecil itu, Budi tersenyum lebar. Dia matikan cahaya yang keluar dari ponselnya dan dia lepas kacamatanya. Ada sedikit perasaan lega dalam hatinya mengetahui makna dari tulisan super kecil itu. Dia merasa seperti baru saja mendapatkan sebuah jalan yang terbuka lebar di depannya untuk menghadapi masalah-masalah ini.

Budi menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan-pelan. Dia sandarkan punggungnya di kursi kerjanya. Dia letih sekali hari ini, baik fisik maupun pikiran, dia ingin istirahat disana sejenak sebelum beranjak pulang ke rumah. Namun diantara wajahnya yang nampak letih itu, tersirat sebuah senyum penuh kelegaan darinya. Meskipun belum mengetahui dengan jelas, tapi dia merasa beban yang dia tanggung sudah banyak berkurang.

“Ternyata ‘Dia’ sudah ada disini, baguslah,” lalu Budi beranjak keluar dari kantornya, pulang ke rumah dimana istri tercinta sudah menunggunya.

*****

Same Time
Police Headquarters


Hari sudah beranjak petang, matahari sudah beberapa saat yang lalu turun ke peraduannya, bergantian menerangi belahan bumi yang lainnya. Waktu dimana biasanya di jalanan masih ramai dengan kemacetan orang-orang yang pulang bekerja. Jam kerja yang hampir sama di semua tempat, jumlah kendaraan yang semakin banyak tetapi dengan jumlah dan lebar jalan yang tidak berubah, tak ayal menjadi penyebab utama terjadinya kemacetan seperti ini.

Hiruk pikuk di jalan raya ini sama saja dengan yang terjadi di sebuah markas besar kepolisian kota ini. Para aparat kemanan hari dibuat sangat sibuk karena adanya laporan dari berbagai bank bahwa para nasabah mereka mengamuk dan mulai bertindak anarkis. Kekacauan hari dipicu oleh adanya serangan hacker ke bank-bank tersebut yang menyebabkan data mereka mengalami kerusakan parah. Bahkan hampir semua tabungan para nasabah ini menjadi nol rupiah di database bank-bank itu.

Seharian ini pihak yang berwajib disebar untuk mengamankan tindak kerusuhan di berbagai tempat, hingga akhirnya petang ini para nasabah itu kembali ke rumah masing-masing dengan penuh kekecewaan karena pihak bank sama sekali tidak bisa memberikan keterangan yang mereka inginkan. Kini, para petugas itu telah kembali ke markas untuk memberikan laporan kepada komandan mereka.

Namun setelah itu merekapun terlibat pembicaraan mengenai kejadian hari ini. Mereka sebenarnya juga merasakan hal yang sama seperti para nasabah yang berdemo tadi, karena bagaimanapun mereka pastinya juga memiliki tabungan di bank-bank tersebut, dan bisa jadi kini tabungan mereka telah ludes entah kemana. Apalagi ketika tahu bahwa kekacauan hari ini kembali disebabkan oleh ulah dari kelompok Mata Angin, kelompok yang beberapa hari yang lalu telah mempermalukan mereka dengan telak.

Seperti mendapat tamparan beruntun di pipi kanan dan kirinya, mereka perlahan mulai putus asa menghadapi kelompak ini. Terlebih saat para pimpinan mereka juga merasakan hal yang sama. Para pimpinan yang seharusnya memberikan dukungan moril kepada merekapun saat ini sedang dilanda kebingungan dan keputusasaan.

Hal yang paling jelas mereka lihat adalah dari Arjuna, yang beberapa hari lalu memimpin penyergapan perampokan bank yang berakhir dengan rasa malu yang mereka derita. Arjuna terlihat sangat terpukul, bahkan beberapa hari sempat tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas. Semua orang mengira bahwa Arjuna sedang depresi berat. Sampai akhirnya hari ini dia terpaksa masuk karena dipanggil oleh pimpinan untuk dimintai keterangan.

Setelah keluar dari ruangan pimpinannya, seharian ini Arjuna hanya menghabiskan waktunya di ruangan. Dia hanya memanggil beberapa orang saja untuk diberikan arahan dan perintah pengamanan hari ini. Bahkan untuk makan siang saja dia meminta salah seorang anak buah untuk mengantarkan ke ruangannya. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh Arjuna di dalam karena tidak ada yang berani untuk masuk kesana kecuali memang karena dipanggil.

Fitri dan Elsa, yang sekarang ini sedang duduk bersama pun merasa heran karena seharian ini mereka sama sekali tidak dipanggil menghadap. Sebelumnya, mereka sering sekali diminta untuk masuk ke ruangan Arjuna, apa lagi kalau bukan untuk ‘menghiburnya’. Namun hari ini, dengan kondisi yang sangat terlihat stress itu mereka berdua sama sekali tak dipanggil. Mereka kini sedang membahas keheranannya itu.

“Mbak Fit, tadi seharian ada dipanggil nggak sama Pak Arjuna?”

“Nggak ada tuh Sa, kamu sendiri?”

“Nggak juga Mbak. Kok aneh ya? Dia lagi stress kenapa nggak minta dihibur sama kita?” tanya Elsa dengan wajah polosnya, membuat Fitri menahan senyumannya.

“Ini kamu lagi heran, apa lagi kangen Sa?” tanya Fitri yang seketika membuat Elsa salah tingkah.

“Eh yaa nggak gitu lah Mbak. Enak aja siapa yang kangen, Mbak tuh kali yang kangen.”

“Lha kan tadi kamu yang mulai, berarti kamu yang kangen kan?”

“Ih enggak Mbak. Mbak Fitri ngarang aja sih. Tapi emang Mbak nggak ngerasa aneh?”

“Aneh karena kita nggak dipanggil?” tanya Fitri yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Elsa.

“Yaa, sebenarnya aneh juga sih. Apalagi udah lumayan lama dia nggak manggil Mbak.”

“Iya Mbak sama, dia juga udah lama nggak manggil aku. Kenapa ya kira-kira?”

Keduanya diam mencari jawaban sendiri-sendiri. Namun selain heran karena sikap Arjuna hari ini yang sangat aneh menurut mereka, ada hal berbeda yang sedang berputar dipikiran mereka masing-masing. Mereka tidak saling menceritakannya karena memang belum yakin dengan apa yang mereka pikirkan ini.

Dimulai sejak peristiwa phantom robbery beberapa hari yang lalu hingga sekarang, sikap yang ditunjukkan oleh Arjuna menjadi tanda tanya tersendiri bagi mereka berdua. Hal ini hanya mereka masing-masing yang tahu, karena dar yang mereka dengar, rekan-rekannya yang lain semuanya sepakat berpendapat bahwa Arjuna menjadi seperti ini penyebab tunggalnya adalah peristiwa memalukan itu.

Saat sedang asyik dengan lamunan mereka masing-masing, tiba-tiba terlihat Arjuna keluar dari ruangannya, masih dengan wajah yang nampak tertekan. Bersamaan dengan Arjuna, pimpinan mereka juga keluar dari ruangannya, sepertinya hendak pulang karena memang hari telah gelap. Namun saat itu datang seorang anggota polisi yang menghampiri mereka dengan terburu-buru.

“Lapor komandan.”

“Ada apa kamu lari-lari gitu?”

“Ini tentang kasus pemretasan di sejumlah bank hari ini komandan,” perkataan dari pria ini sontak membuat orang-orang di sekitar memperhatikannya. Mereka menunggu ada kabar apa dari perkembangan kasus ini.

“Ada apa? Apa sudah ketemu lokasi peretasnya?” tanya sang pimpinan dengan tak sabar.

“Hmm, belum komandan, malah,,” pria itu mulai terlihat ragu-ragu menyampaikan laporannya.

“Malah apa? Ngomong yang jelas!” bentak sang pimpinan membuat semua orang disana terkejut.

“Malah, hacker itu berhasil menyusup ke server kita, dan sekarang server kita mengalami kekacauan.”

“Apa?? Bagaimana bisa?! “

Tentu saja semua orang yang ada disitu terkejut. Server kepolisian yang seharusnya menjadi tempat yang paling aman, justru berhasil dibobol oleh hacker yang tidak bertanggung jawab itu.

“Seberapa parah?”

“Sangat parah komandan, semua data diambil, tidak ada satupun yang tersisa. Jaringan CCTV yang tersebar di berbagai ruas jalan juga diambil alih sama mereka.”

“Siapa yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan ini?”

“Kelompok Mata Angin dan, E-coli.”

Semua langsung terdiam mendengar kedua nama itu disebut. Tentu mereka sudah mengenal hacker dengan kode nama E-coli ini, mesikpun hanya tahu sebatas nama tanpa pernah tahu siapa dia sebenarnya. Sudah sekian lama dia bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk mengatasi cyber crime yang terjadi di kota ini, bahkan tak jarang dimintai tolong hingga ke kota lain. Dan bahkan sistem keamanan jaringan yang ada di kantor ini, dia yang memasangnya. Kini, orang yang memasang itu, dia sendiri yang membobolnya. Tentu bukan perkara sulit baginya, namun ini adalah perkara yang sangat serius bagi kepolisian.

Sedangkan untuk kelompok Mata Angin, lagi-lagi mereka ingin mempermalukan para penegak keadilan ini. Setelah peristiwa phantom robbery yang masih tidak jelas hingga kini, sekarang server jaringan mereka berhasil dibobol. Sekali lagi, kalau berita ini sampai ke telinga media dan masyarakat luas, bisa benar-benar habis tingkat kepercayaan masyarakat kepada mereka. Lebih dari itu, tingkat keputusasaan para petugaspun bisa dipastikan akan semakin merosot dengan adanya kejadian ini.

Disaat mereka semua masih terdiam, dari arah luar nampak seorang petugas piket berlari masuk ke dalam kantor ini. Wajahnya begitu panik, nampak sesuatu yang cukup serius sedang terjadi di luar sana.

“Laa... lapor komandan,” petugas itu masih terengah-engah mengatur nafasnya, namun sudah berdiri tegap dan memberi hormat.

“Ada apa lagi?” tanya sang pimpinan dengan gusar, menyadari ada masalah baru lagi yang muncul.

“Lalu lintas menjadi kacau komandan, semua traffic light tidak beroperasi.”

“Bangsat! Apalagi ini???”

Nampak sang pimpinan memukul-mukul meja yang ada di hadapannya. Keputusasaan terlihat jelas di wajahnya, juga orang-orang lain yang ada disitu. Mereka sadar, keinginan mereka untuk pulang saat ini nampaknya harus ditunda karena sepertinya akan ada tugas tambahan.

“Perintahkan semua personel untuk mengatur lalu lintas di setiap lokasi traffic light. Masing-masing minimal empat personel tiap titiknya. Suruh mereka membawa senjata untuk berjaga-jaga. Dan untuk yang sudah pulang, hubungi, perintahkan untuk segera kembali kesini!”

“Siap komandan!”

Beberapa orang dengan sigap langsung bertindak. Mereka memanggil semua personel yang masih tersisa di kantor ini, dan juga menghubungi petugas yang sudah pulang ke rumah. Setelah membagi tugas merekapun segera berangkat ke titik yang telah ditentukan, dengan perasaan yang kalut dan putus asa.

Mereka yang tersisa, nampak duduk terdiam di kursinya, larut dengan pikirannya masing-masing. Tidak ada yang bersuara, karena merekapun bingung mau bicara apa. Kondisi ini benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya. Setelah sekian tahun kondisi yang sangat kondusif terjaga di kota ini, tiba-tiba saja berbagai serangan beruntun membuat mereka seperti kehilangan arah, dan kini kehilangan kepercayaan dirinya.

Waktu sudah hampir jam sebelas malam ketika para personel kembali dari menjalankan tugas mereka. Para petugas itu nampak sangat letih setelah seharian ini mengamankan demo yang terjadi dimana-mana, malamnya harus mengatur lalu lintas di berbagai titik. Segala sumpah serapah mereka rapal dalam hati, mengutuk keras aksi para penjahat yang telah mengusik ketenteraman kota ini.

Setelah beristirahat sejenak, merekapun bersiap untuk pulang. Namun sepertinya, hari belum berakhir bagi sebagian orang saat terlihat seorang petugas yang tadi mengatur lalu lintas di titik yang cukup jauh jaraknya dari kantor ini datang dengan tergesa-gesa. Baru melihatnya berlari dari kejauhan, sang pimpinan sudah langsung menundukkan kepalanya hingga menempel di meja, ‘apa lagi ini?’, batinnya.

“Ada apa lagi?” tanya sang pimpinan dengan lemas sebelum petugas itu sempat menyampaikan apapun. Semua orang menatap petugas itu, berharap tidak ada lagi kejadian yang membuat mereka harus kembali menunda kepulangannya, meskipun itu rasanya sangat mustahil.

“Lapor komandan. Saya tadi mengatur lalu lintas di perempatan ring road selatan. Dan saat hendak kembali, saya melihat beberapa orang yang mencurigakan.”

“Kenapa tidak langsung kamu tembak saja kepalanya? Kamu bawa senjata kan?” ucap sang pimpinan asal.

“Siap! Bawa komandan! Tapi saya tidak berani langsung bertindak, karena kami kalah jumlah!”

“Halah, banyak alasan kamu! Memangnya apa yang mereka lakukan sampai kamu harus melapor kesini? Kami sudah mau pulang, kalau itu cuma perampokan biasa, biarkan sajalah, kita urus ini besok!”

“Bukan komandan. Mereka tidak melakukan apapun. Bukan apa yang mereka lakukan yang ingin saya laporkan, tapi siapa orang-orang yang saya lihat itu.”

“Heh! Kamu ini bertele-tele sekali ngomongnya?! Dari tadi muter-muter nggak jelas! Lihat orang mencurigakan tapi tidak melakukan apapun! Lalu siapa mereka sampai kamu berani-beraninya menahan kami untuk pulang dengan laporan sampahmu itu?!” sang pimpinan mulai naik pitam karena ketidakjelasan laporan dari anak buahnya itu. Kondisinya yang sudah benar-benar letih, ditambah lagi semua hal yang terjadi hari ini membuatnya mulai kehilangan kendali atas emosinya sendiri.

“Siap komandan! Mereka adalah, para Mata Angin.”

*****

to be continue...
 
Terakhir diubah:
pertamax buat TS :haha:







untuk update minggu depan mungkin cuma sekali aja, karena ane ada rencana keluar kota, tapi tetep diusahakan ada update, makasih banyak buat yang masih ngikutin cerita ini :ampun::ampun::ampun:
 
Para penjahat mulai bergerak.
menunggu tim penakluk beraksi
 
semakin seru dan misteri demi misteri mulai terbuka.. lanjut suhu alan
 
wogh makin seru aja nih, semua murid venom unjuk gigi :D
wah kira2 siapa ya yang bisa membuat venom tersenyum :bingung:
next update makin seru nih :semangat:
gimana nasib ecoli ya, darah mendidih kayanya :marah:
 
whaaaaaaa....
masih konsisten dengan misterinya cerita ini
dan sukses bikin orang penasaran...


aduuuuuh...
kasian banget ya si Eko.
calon bininya sdah di perawanin...

hiks... hiks..... hiks...


semoga dapat gantinya ya mas.
 
Campuran Die Hard 4 sama The Dark Knight Rises
 
pertamax buat TS :haha:







untuk update minggu depan mungkin cuma sekali aja, karena ane ada rencana keluar kota, tapi tetep diusahakan ada update, makasih banyak buat yang masih ngikutin cerita ini :ampun::ampun::ampun:

Ecieeee yg minggu depan mau ke Makassar, bales visit
:pandaketawa:
 
Wah Neo mata angin udah mulai bergerak, gmn ya nasib Eko dan keluarga?
 
Bimabet
apa cuma gw yang deg deg an baca cerita ini...
efek cerita yang mantab banget...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd