Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MUDA & BERBAHAYA

Siapakah tokoh yang dimaksud dalam judul?

  • Abimanyu Pramoedya Putra (Bimbim)

    Votes: 56 56,0%
  • Joko Unggul Pranoto (Joe)

    Votes: 3 3,0%
  • Keduanya (Bimbim & Joe)

    Votes: 20 20,0%
  • TS-nya (@Pedjuank)

    Votes: 21 21,0%

  • Total voters
    100
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Iye makan siang dulu, lagi dimasakin bini. Bisa ngamuk kalo masakannya ane cuekin.
Yang lebih parah lagi suhu.... bisa2 jatah malam di sabotase di ganti dengan pemandangan cuma di punggungi doank....bisa cuma:coli:.....:Peace::ampun:
 
BAGIAN 08

MISSION X


POV Bimbim

Kejadian penyergapan di rusun tempat tinggal Maikel sempat menjadi pembicaran, namun tidak banyak cerita yang beredar. Seluruh penghuni rusun tersebut tidak ada yang dibiarkan hidup, video rekaman keamanan hilang, para gadis yang menjadi saksi kejadian seolah-olah hilang ingatan ataupun trauma pada kejadian tersebut. Para penduduk sekitar juga tidak banyak tahu, mereka mengira hal tersebut adalah perkelahian antar geng yang sering terjadi di kota ini. Pihak kepolisian pun akhirnya menutup kasus ini karena kurangnya saksi dan bukti sehingga pihak kepolisian mnganggap penyebab peristiwa tersebut adalah perkelahian antar geng seperti yang dikatakan penduduk sekitar.

Kehidupan kami pun terus berlanjut, saat ini Joe tengah disibukan dengan statusnya sebagai mahasiswa baru, Grace dan Ella juga mulai sibuk kembali dengan kegiatan sekolahnya. Aku dan gengku juga meneruskan dunia kami sendiri. Perlahan nama kami semakin disegani, bang Riko tidak lagi menyuruh kami menjaga taman disekitar komplek rumah Grace, kini kami dipercaya mengelola keamanan di sebuah kawasan yang terkenal sebagai pasar gelap. Dikawasan inilah salah satu pusat transaksi ilegal kelompok kami, selama kami mengelola kawasan ini sempat beberapa kali kami harus berurusan dengan pihak kepolisian namun dapat terselesaikan dalam hitungan jam berkat koneksi yang dimiliki kelompok kami.

“Bim, big bos pingin ketemu kalian besok sore. Kalian berempat diundang ke rumahnya.”

“Siap bang, kira-kira ada perlu apa ya?”

“Gue juga nggak dikasih tahu, tapi kayanya dia mau ngasih tugas buat kalian. Besok jam tiga kita bareng dari tempat ini. Jangan lupa kasih tahu yang lain.”

Setelah bang Riko pergi, aku segera memberitahukan informasi tersebut kepada teman-temanku yang lain. Mereka terlihat antusias mengetahui besok akan bertemu langsung dengan pimpinan kelompok ini, hal itu menandakan keberadaan kami memang dianggap penting untuk kelompok ini.

“Malam ini rencana lu apa, Bim?”

“Gue mau ketempatnya Pak Ali, udah lama nggak mampir. Lu mau ikut, Je?”

“Lain kali aja. Titip salam gue buat Pak Ali.”

“OK, nanti gue sampein. Gun, Sak, malem ini kalian yang jaga tempat ini yah.”

“Siap!”

Malam itu aku bermalam di rumah Pak Ali, kami bercakap-cakap layaknya ayah dan anak sepanjang malam itu. Kami berdua terus berbincang hingga lewat tengah malam, hingga akhirnya Pak Ali pamit masuk kamar karena besok pagi dia harus menyiapkan warungnya.

“Kamu sering-sering mampir kesini Bim. Bisa ngobrol sama kamu kaya gini bapak seneng banget.”

“Bimbim nggak berani janji lagi, Pak. Utang janji Bimbim ke bapak udah banyak banget yang nggak bisa kebayar.”

“Masa cuma buat mampir sebentar aja kamu nggak ada waktu? Nggak kasian sama orang tua yang kesepian ini?”

“Bimbim akan usahain nemuin bapak, tapi nggak bisa janji untuk sering-sering kemari apalagi sampai nginep. Tapi sampai kapanpun Bimbim nggak akan ngelupain kebaikan bapak sama Bimbim.”

“Hati-hati hidup di dunia hitam, segala sesuatunya bisa berubah dengan cepat kawan bisa tiba-tiba jadi lawan karena masalah sepele. Pakai insting kamu, di lingkungan seperti itu hanya kamu sendiri yang bisa menentukan masa depanmu akan seperti apa.”

Keesokan sorenya aku dan gengku pergi ke tempat big bos diantar oleh Bang Riko. Kami terkagum melihat kemewahan rumah pimpinan kelompok kami. Setelah menemui orang kepercayaan big bos, kami disuruh menunggu di bagian belakang rumah. Pada bagian ini terdapat sebuah kolam renang yang sangat besar, kami duduk disebuah gazebo tenda yang berada di salah satu sisi kolam renang tersebut.

Saat memandang ke arah kolam renang tersebut aku melihat seorang gadis yang kukenal. Seorang gadis yang beberapa waktu terakhir ini sering menemani malam-malamku, bahkan beberapa waktu yang lalu gadis tersebut juga sempat gila-gilaan bersama gengku.

“Kalian ngeliatinnya begitu banget. Belum pernah liat cewek secantik itu?”

“Siapa dia, bang?” Tanya Jati pura-pura tidak mengenali Siska.

“Dia asisten pribadinya Bos Fredy, merangkap simpanannya juga. Kalau kalian setenar dan sekaya Bos Fredy, kalian akan mudah mendapatkan wanita impian kalian.”

“Kapan ya kita bisa kaya Bos Fredy?”

“Ngimpi lu, Je. Biar bisa kaya Bos Fredy nggak cukup punya nyali gede doang kaya kita. Perlu otak sama keberuntungan juga. Lah kita SMA aja nggak tamat, udah syukur kita keterima gabung sama bang Riko.” Ucap Sakti.

“Nggak ada yang nggak mungkin kalau kalian berusaha...”

“Eh, Bos Fredy... Sore Bos, maapin anak buah gue pada ngelantur.”

Kami berdiri menyambut kedatangan seorang laki-laki berkepala botak yang usianya sekitar pertengahan 40-an. Dibelakangnya diikuti orang kepercayaannya yang tadi menyambut kami serta seorang pria lagi yang sepertinya pengawal pribadinya.

“Sore Bos.” Sahut kami berempat berbarengan.

“Kalian duduk saja, nggak usah sungkan.” Ucap Bos Fredy sambil duduk di salah satu bangku kosong yang kemudian diikuti orang kepercayaannya.

“Makin keliatan tambah seger aja Bos, rajin latihan ya.” Puji Bang Riko.

“Latihan beban dan istirahat yang cukup.”

“Apalagi yang nemenin istirahat sesuai dengan selera.” Sahut Bang Riko sambil melirik ke arah kolam renang.

“Hahahahaha.... Bisa aja elu, Ko. Jadi ini anak buah lu yang sering elu bicarain.”

“Iya bos, mereka emang belum lama gabung tapi hasil kerjanya udah luar biasa. Mereka juga cukup pintar, jadi jangan khawatir mereka nggak mampu ngejalanin tugas.”

“Gue nggak pernah ragu sama orang yang elu rekomendasiin, Ko. Tapi sebagai orang baru mereka nggak akan gue kasih informasi begitu saja. Jadi tugas mereka hanya akan ngambil barang yang gue suruh, lakukan tanpa banyak nanya. Kapan, dimana, serta barang apa yang akan mereka ambil akan gue kasih tahu pada saatnya. Ngerti?!”

“Siap Bos!”

“Elu pasti yang namanya Bimbim, tim ini elu yang mimpin. Rian, kasih alat komunikasinya.”

Rian, orang kepercayaan Bos Fredy segera memberikan sebuah alat komunikasi kepadaku, besarnya seukuran buku catatan namun alat ini dilengkapi antena. Sakti yang penasaran dengan alat tersebut segera memeriksanya.

“Koinnya dimasukin lewat mana, Bos?”

“Bego lu Sak, elu kira telpon umum pake masukin koin. Sekarang udah jamannya pake kartu telpon oon... Eh tapi lubang buat masukin kartunya juga nggak ada. Gimana makenya Bos?”

“Ko, katanya anak buah lu pada pinter. Masa cara make handphone aja nggak ngerti?”

“Hehehehe..... Sorry Bos, kalo masalah beginian itu pengecualian.”

Bang Riko lalu menjelaskan secara singkat penggunaan alat komunikasi berteknologi AMPS (Advanced Mobile Phone System) tersebut. Setelah paham, aku segera menyimpan alat komunikasi tersebut.

“Disimpen yang bener, mahal tuh. Jangan dibuat main-main, alat itu cuma buat komunikasi sama gue.”

“Ngerti Bos.”

“Oke, kalau udah jelas silahkan di makan buahnya.”

Saat Bos Fredy akan mengambil potongan buah semangka, tanpa diduga Jati menyambar potongan tersebut terlebih dahulu. Kami semua langsung terdiam, termasuk Jati yang ragu memasukan potongan semangka tersebut ke dalam mulutnya. Bos Fredy memandang Jati dengan tajam.

“Elu pasti yang namanya Jati. Selesaikan apa yang sudah kalian mulai tanpa ragu-ragu, elu harus bantu Bimbim dengan keberanian yang lu tunjukin seperti saat ini.”

Mendengar ucapan Bos Fredy, Jati langsung menyungingkan senyuman lalu memakan potongan semangka yang tadi ia ambil sambil cengengesan. Kami pun masih melanjutkan obrolan hingga akhirnya Siska menghampiri Bos Fredy. Pandangan semua laki-laki ditempat itu langsung tertuju pada tubuh Siska yang nampak menggoda dalam pakaian renang. Untuk sesaat Siska melirik ke arahku namun ekspresinya datar seolah tidak mengenalku. Kemudian ia berbisik kepada Bos Fredy lalu segera masuk kedalam rumah.

“Gue rasa cukup sekian, gue mau stretching dulu mumpung ada yang nemenin. Kalau masih ada keperluan bicarain sama Rian, dia yang akan mengurus semua keperluan kalian. Satu hal lagi, belajarlah untuk bersabar. Jangan terlalu terburu-buru mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak kalian kalau tidak yakin bisa mempertahankannya.” Ucap Bos Fredy sambil melirik ke arah Jati, pria itupun segera meninggalkan kami masuk ke dalam rumah menyusul Siska.

“Elu kenapa sih, Je? Untung mood Bos Fredy lagi bagus hari ini.” Bang Riko aak kesal dengan ulah Jati tadi.

“Maaf, iya bang gue nggak sengaja.”

“Udah nggak usah dibahas. Kendaraan untuk kalian akan gue kirim besok, jangan pake buat keluyuran. Sekarang kalian tunggu dulu disini, gue masih ada perlu sama Riko.”

Bang Riko dan Rian segera masuk ke dalam rumah, namun ruangan yang di tujuan berbeda dengan Bos Fredy dan Siska. Entah apa yang mereka bicarakan, sepertinya kami sebagai anggota baru memang belum berhak mengetahui urusan kelompok ini terlalu banyak. Kami masih sekedar pelaksana tanpa tahu banyak mengenai kelompok ini.

Setelah menunggu setengah jam sambil menghabiskan buah yang disajikan, Bang Riko menghampiri kami lalu mengajak kami untuk meninggalkan rumah tersebut. Saat melewati bagian samping rumah tersebut aku sempat melihat Siska berdiri di balkon lantai 2. Mata kami sempat saling beradu pandang seolah saling berbicara, namun ekspresi wajahnya tetap datar seperti saat tadi di pinggir kolam renang. Tak lama kemudian Bos Fredy keluar dari kamar lalu mendekati Siska, diciumnya tengkuk gadis itu sambil memeluk tubuhnya. Siska segera membalikan tubuhnya lalu membalas ciuman Bos Fredy. Merekapun kembali masuk ke dalam kamar sambil berpelukan.

Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam, ketiga temanku pun bersikap sama sepertiku. Sepertinya kami sama-sama tidak menyangka akan bertemu kembali dengan Siska dalam kondisi seperti tadi. Mimpi kami terhadap gadis itu seakan buyar.

“Kalian nggak usah tegang kaya gini, kaya baru pertama kali jalanin tugas saja. Justru gue bilang tugas ini jauh lebih ringan dari yang gue bayangin sebelumnya. Tadinya gue pikir kalian akan ditugasin nyingkirin salah satu penghalang kelompok kita, nggak taunya cuma ngambil barang kiriman.”

Kami cuma menanggapi ucapan Bang Riko sekedarnya saja. Setelah berpisah dari Bang Riko, kami baru berani membahas Siska yang tadi kami temui. Intinya kami kecewa mendapati kenyataan bahwa Siska adalah simpanan Bos Fredy, artinya kami tidak bisa lagi dekat-dekat dengan gadis itu seperti beberapa hari terakhir ini. Sesaat aku kembali terbayang-bayang kebersamaanku dengan Siska yang secara tidak kusadari mampu mengisi kekosonganku saat tidak bisa berjumpa dengan Grace se-intens seperti sebelumnya.

“Kali ini mimpi kita ketinggian Bro... Malem ini kita hunting aja yuk.”

“Kalian aja yang hunting, gue mau ketempat lain dulu. Gue kangen sama Grace.”

“Bwahahahaha.... Yang ini lain lagi, baru sadar dari mimpi masuk ke dalam mimpi yang lain.”


**********​

POV Grace

Sore itu aku jalan-jalan diseputaran perumahan, kegiatan yang rutin kulakukan bila sedang tidak memiliki banyak kesibukan. Dan seperti biasanya pula acara jalan-jalan tersebut aku akhiri dengan bersantai di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari komplek rumahku. Yang membuatnya berbeda beberapa hari belakangan ini adalah tidak adanya orang yang menemaniku ngobrol. Biasanya Joe ataupun Bimbim yang menemaniku ngobrol. Namun semenjak Joe mulai masuk kuliah, dia hampir tidak punya waktu untuk menemaniku jalan-jalan sore. Bahkan untuk bertemu dengannya juga mulai berkurang walaupun kami masih sering berkomunikasi melalui telepon. Sedangkan Bimbim sudah tidak lagi ditugaskan oleh bosnya untuk menjaga area taman tersebut.

“Sendirian aja Grace?”

Aku segera menoleh ke arah datangnya suara. “Iya Rid, abis jalan-jalan. Tumben kamu ada disini, nggak kuliah?”

“Abis ngecek anak-anak. Joe udah jarang kemari yah?”

“Masih kok, cuma sudah nggak sesering dulu. Namanya sudah beda sekolah, pasti berkurang waktu ketemuannya. Jadi yang sekarang jagain taman ini anak buahmu lagi?”

“Iya, anak-anak baru. Gimana kabar sekolah?”

“Nggak banyak berubah, gurunya masih sama. Muridnya aja yang berubah, angkatan kalian keluar diganti angkatan yang baru masuk.”

Aku mencoba tetap ramah menanggapi Farid. Namun tidak seperti saat ngobrol dengan Joe ataupun Bimbim, semakin lama aku ngobrol dengan Farid perasaanku semakin tidak enak. Matanya yang jelalatan membuatku risih, apalagi senyumnya yang terlihat mesum seolah menggambarkan laki-laki itu punya maksud terselubung terhadapku. Walaupun Bimbim juga terlihat mesum, namun suasana yang terbangun sangat jauh berbeda.

“Kalo gue perhatiin, sekarang elu makin cantik aja Grace.”

Aku hanya tersenyum kecut mendapat pujian dari Farid. Otakku berpikir bagaimana caranya aku bisa menghindari laki-laki ini. Bisa gawat kalau terus menerus seperti ini. Bukan untuk saat ini saja, namun juga diwaktu mendatang.

“Rid sorry, aku masih harus beresin rumah. Aku balik dulu yah?”

“Gue temenin sampai rumah lu.”

“Nggak usah, masih terang kok. Aku nggak akan kenapa-kenapa.”

“Elu nggak seneng ya gue temenin?”

“Jangan salah sangka, Rid. Aku memang mau beresin rumah, itu sudah jadi kebiasaanku sehari-hari. Kamu juga pasti ada keperluan lainnya.”

“Ya udah, kapan-kapan gue main lagi kemari.”

Aku segera meninggalkan tempat itu tanpa menanggapi ucapan Farid yang terakhir. Setelah beres-beres rumah dilanjutkan dengan mandi sore, aku bersantai di ruang keluarga sambil menunggu kedua orang tuaku pulang kerja. Tiba-tiba telpon rumahku berbunyi. Aku segera mengangkatnya.

Semenjak Joe mulai aktif kuliah, dirinya memang tidak sesering seperti dahulu menemuiku namun kekasihku tersebut tetap rutin menghubungiku melalui telpon seperti sore ini. Kami selalu saling menanyakan tentang kabar masing-masing, bercerita tentang kesibukan hari ini serta obrolan-obrolan umum lainnya. Namun ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku belakangan ini, aku merasakan ada sesuatu yang Joe sembunyikan dariku. Entah mengapa aku merasa hal tersebut ada hubungannya dengan Ella, sahabatku. Perasaanku menduga mereka telah menjalin hubungan dibelakangku.

“Grace sorry ya, malam minggu besok gue nggak bisa datang ke rumah lu. Gue ada acara ngumpul-ngumpul sama temen kampus. Mau ngajakin elu nggak mungkin karena yang dateng cowok semua. Nggapapa kan sekali-sekali gue nggak ngapelin elu?”

Tiba-tiba saja aku merasa Joe berbohong kali ini. Kecurigaanku padanya kembali muncul, ingin rasanya aku menanyakan kecurigaanku ini pada Joe namun kuurungkan. Aku memilih untuk menyelidikinya terlebih dahulu.

“Tapi bukan acara ngumpul yang aneh-aneh kan, Joe?”

“Bukan sayang. Yah paling minum-minum dikit, tapi gue janji akan jaga diri.”

Setelah melanjutkan obrolan beberapa saat, kamipun mengakhiri obrolan kami ditelpon. Aku kembali memikirkan rencanaku untuk menyelidiki kecurigaanku terhadap Joe. Belum lama aku memikirkan hal tersebut, telpon dirumahku kembali berdering. Kali ini Bimbim yang menelponku, tiba-tiba aku mendapat ide untuk menyelidiki kecurigaanku.


**********​

3rd POV

Setelah lewat 2 hari semenjak pertemuan di rumah Fredy, Rian menghubungi Bimbim untuk bersiap-siap. Bimbim dan gengnya disuruh berputar-putar di kawasan pantai untuk melihat kondisi daerah tersebut.

“Bim, lu muter-muter didaerah situ. Kabarin terus perkembangannya, dimana saja titik-titik penjagaan polisi, cari rute pelarian yang bagus seandainya terjadi kejar-kejaran. Tunggu instruksi dari gue lebih lanjut.”

Bimbim melakukan apa yang diinstruksikan oleh Rian, sudah 3 jam lamanya mereka hanya berputar-putar dikawasan tersebut. Akhirnya Bimbim memutuskan untuk beristirahat di rest area yang terlihat sepi.

“Bim, gue ke toilet sebentar.”

“OK, jangan lama-lama Je. Sekalian beli cemilan sama minuman.”

“Bim elu perhatiin nggak, kayanya kita sedang diamatin.” Ucap Guntur tak lama setelah Jati turun dari mobil.

“Elu tahu darimana Gun.”

“Perhatiin pasangan di depan, kalo dibilang mereka pacaran tingkahnya aneh.”

“Aneh gimana maksud lu? Wajar aja kali pacaran sambil peluk-pelukan di tempat sepi kaya gini.”

“Coba elu perhatiin baik-baik, apa yang mereka lakukan nggak fokus, mereka juga sesekali merhatiin ke arah sini.”

“Maksud lu mereka intel? Kita baru sampe di tempat ini, nggak mungkin mereka curigain kita.”

“Tapi mobil kita sudah muter-muter selama 3 jam dikawasan ini. Kayanya pihak kepolisian telah menyadari hal tersebut. Pasti mereka sudah nyebar intel dimana-mana” Jelas Guntur lebih lanjut.

Bimbim segera menghubungi Rian kemudian menerangkan kecurigaan Guntur akan situasi yang sedang dihadapi. Dari sambungan handphone yang dipegang Bimbim, Rian terdengar sedang berdiskusi dengan seseorang mengenai kondisi yang dialami oleh Bimbim. Sesaat kemudian Rian memberikan instruksi kepada Bimbim apa yang harus dilakukan selanjutnya. Setelah menutup sambungan telpon, Bimbim segera menjelaskan instruksi tersebut pada yang lain.

“Abis Jati balik dari toilet kita pindah dari sini. Gun elu terus amati sekitar, kalo di tempat pemberhentian yang lain nanti kita tetep diawasin kita berubah peran. Kita pancing intel-intel itu, biar barangnya diambil sama tim yang lain.”

Setelah Jati kembali, mobil yang mereka tumpangi segera pergi dari tempat itu. Guntur terus mengamati kondisi sekitar.

“Kayanya kecurigaan gue bener Bim, sekarang kita dikuntit. Perhatiin SUV item yang selisih 2 mobil dari kita.”

Setelah memperhatikan sebentar mobil yang dimaksud Guntur, Bimbim dengan sengaja mengarahkan mobilnya berputar-putar di kawasan yang cukup ramai namun lancar lalu lintasnya. Sepertinya mobil SUV hitam yang menguntit Bimbim menyadari targetmya telah mengetahui aksinya, tak lama kemudian mobil tersebut segera menghilang dari pandangan Bimbim.

“Kayanya mobil itu udah nggak nguntit kita lagi. Udah nggak keliatan mobilnya.” Ucap Sakti.

“Tapi kita masih dikuntit. Perhatiin minibus merah yang ambil posisi disebelah kiri berjarak 2 mobil dibelakang kita.” Timpal Guntur menjelaskan situasi saat ini.

“Anjrit... Jadi main kucing-kucingan sekarang.” Sahut Jati setelah mengamati apa yang tadi Guntur katakan.

“Je, lu hubungin Rian. Kasih tahu kita nggak mungkin ambil barang kiriman untuk bos.”

Sakti segera menghubungi Rian.

“Kita disuruh cari cara untuk lolos dari pengintaian, tim lain juga sedang diuntit.”

Bimbim tampak berpikir sejenak, tiba-tiba ia memacu mobilnya menuju suatu kawasan yang agak sepi. Bimbim memberikan instruksi pada kawan-kawannya mengenai rencana yang sedang ia pikirkan.

“Sak lu turun didepan, kalo masih ada yang ngikutin kita segera elu halangin. Gun elu terus perhatiin sekitar. Begitu Guntur menilai kondisi kita aman, elu cepet hubungi Rian lagi Je.”

Dengan cepat mereka menjalankan rencana tersebut. Sakti segera turun di suatu lokasi yang agak remang, dia mempersiapkan sebuah alat yang bentuknya seperti paku namun agak besar. Pada bagian tengahnya terlihat bolong dari ujung hingga ke bagian bawah. Begitu melihat mobil penguntit muncul, Sakti segera memposisikan alat tersebut pada jalur yang akan dilewati oleh mobil tersebut.

Duarrrr!!!

Peesssss.........

Begitu mobil penguntit melewati alat tersebut, potongan besi tersebut langsung menembus ban kendaraan yang melindasnya. Udara dalam ban langsung keluar melalui rongga yang ada dalam paku tersebut sehingga ban mobil tersebut langsung kempes. Saat 2 orang yang ada dalam mobil tersebut keluar untuk memeriksa kondisi ban, Sakti segera menyerang mereka. Perkelahian pun terjadi cukup sengit. Intel yang diserang Sakti pertama kali tidak menduga akan disergap ditempat seperti ini hingga ia kurang waspada terhadap serangan yang dilancarkan Sakti. Intel tersebut sempat menjadi bulan-bulanan Sakti, beruntung temannya cepat membantunya sehingga perkelahian yang sengit pun terjadi.

Menghadapi 2 orang sekaligus seperti sekarang bukan masalah buat Sakti, apalagi mereka sama-sama mengandalkan tangan kosong. Dengan penuh rasa percaya diri Sakti terus menyerang keduanya. Mereka terlibat jual beli pukulan yang cukup seru dan berlangsung agak lama. Kedua intel tersebut akhirnya harus mengakui keunggulan Sakti yang seperti mayat hidup. Pukulan dan tendangan mereka seperti tidak dirasakan oleh pemuda tersebut, sebaliknya pukulan dan tendangan Sakti semakin lama membuat daya tahan kedua intel tersebut makin turun hingga akhirnya mereka tidak sanggup lagi melawan pemuda tersebut.

Selanjutnya Sakti memborgol kedua intel tersebut dalam posisi saling berpelukan pada sebuah tiang rambu penunjuk jalan. Pemuda itupun segera meninggalkan mereka, kunci borgol kedua intel tersebut ia buang jauh dari lokasi itu.

Sementara itu Bimbim terus memacu mobilnya untuk menghindari para intel yang terus menguntitnya.

“Gimana Gun, udah aman?”

“Tunggu sebentar lagi Bim, coba lu parkir didepan sana.”

Bimbim mengikuti anjuran Guntur. Setelah dirasa cukup aman, Bimbim meminta Jati untuk menghubungi Rian. Setelah memperoleh lokasi pengambilan barang kiriman, Jati segera memberitahukan Bimbim dan Guntur.

“OK, kita pake mobil lain untuk kesana.”

“Mobil yang mana, Bim?”

“Mana aja yang bisa dicolong. Kalau tetep pakai mobil ini risiko akan ketahuan lagi.”

Tidak berapa lama kemudian mereka berhasil mencuri sebuah mobil Van yang terparkir dipinggir jalan. Dengan mobil curian tersebut mereka segera menuju lokasi pengambilan kiriman tanpa menemui banyak kendala. Sesampainya di lokasi yang dimaksud ketiga orang pemuda tersebut terlihat bingung. Mereka sama sekali tidak melihat tanda-tanda ada orang lain yang akan menyerahkan barang kiriman disekitar tempat itu. Mereka hanya tahu lokasi ini adalah sebuah dermaga tua yang jarang disinggahi.

“Je, coba elu telpon Rian lagi. Pastiin kita nggak salah lokasi. Gun, elu terus awasin sekitar.”

Jati kembali menghubungi Rian.

“Kata Rian kita harus mastiin kondisi sekeliling aman baru ngasih morse SAFE.”

Setelah Guntur memastikan kondisi di sekitar tempat itu aman, Bimbim segera memainkan lampu mobil membentuk rangkaian morse. Tiga kali kerjapan singkat berhenti, satu kali kerjapan singkat lalu sekali kerjapan panjang berhenti, dua kali kerjapan singkat lalu sekali kerjapan panjang dan sekali kerjapan singkat berhenti, sekali kerjapan singkat.

Sesaat kemudian sorotan lampu mengarah ke mobil Bimbim dari arah perairan secara tiba-tiba. Bimbim mengambil handphone dari Jati lalu menghubungi Rian.

“Je, elu ke kapal itu ambil barangnya.”

Jati segera menuju kapal itu untuk mengambil barang kiriman lalu kembali ke mobil.

“Kenapa Je, kayanya elu khawatir gitu?”

“Kokain Bim... Kita ngambil kokain.”

“Anjing! Kenapa sekarang kita berurusan sama barang beginian. Udah cepet masuk, kita harus segera cabut dari sini.”

Setelah Jati masuk ke dalam mobil, Bimbim segera menjalankan mobil untuk meninggalkan dermaga tersebut. Baru saja beranjak 500 meter dari dermaga tersebut, handphone yang kini dipegang Sakti berbunyi. Sakti segera menerima telpon tersebut.

“Bim, puter arah! Polisi sedang menuju kemari, transaksi kita ketahuan.”

Bimbim segera memutar arah mobil, disaat bersamaan beberapa kendaraan mengejar mereka diiringi raungan sirine. Kejar-kejaranpun terjadi, Bimbim segera memacu mobilnya menghindari kejaran polisi. Dengan lihai Bimbim memacu kendaraannya keluar masuk melalui jalan-jalan tikus.

“Mau kemana lu Bim?”

“Ke arah pantai Je, elu harus buang barang itu ke laut. Seandainya kita ketangkap jangan sampai barang itu kedapatan di tangan kita.”

Bimbim terus memacu mobilnya hingga satu kesempatan ia mampu mengecoh para pengejarnya sehingga memberi waktu yang cukup untuk Jati keluar dari mobil.

“Cepet Je, lu musnahin barang itu ke laut.”

Jati segera turun dari mobil lalu berlari masuk ke perkampungan sekitar. Beberapa reserse turun dari mobil lalu mengejar Jati, sedangkan yang masih didalam mobil kembali mengejar Bimbim. Kejar-kejaran mobil pun kembali terjadi, makin lama jumlah mobil yang memburu Bimbim semakin banyak sehingga pemuda itu semakin terpojok. Bimbim berusaha dengan berbagai cara agar bisa lolos.

Pada satu kejadian dia memaksa menerobos lampu merah yang agak ramai, hal itu membuat polisi jalan raya ikut memburunya. Namun karena aksi PJR terkesan dadakan sehingga tidak menyadari ada mobil lain yang memburu Bimbim, membuat situasi lalu lintas menjadi kacau Beberapa kendaraan PJR bertabrakan dengan mobil polisi yang mengejar Bimbim.

Di kesempatan lain Bimbim harus adu bodi kendaraan dengan mobil pengejarnya yang hampir berhasil menyusul. Mobil itu ringsek karena kalah adu bodi sehingga terseret kesamping, akibatnya mobil tersebut beradu dengan mobil lain dari arah berlawanan.

“Bim, lu harus ambil resiko. Itu ada kerta barang dari arah pelabuhan, kalo elu bisa lewat pintu kereta sesaat sebelum kereta itu lewat, kita aman.”

Bimbim segera memacu mobilnya ke arah pintu kereta yang dimaksud Guntur. Para polisi yang mengejar Bimbim sepertinya menyadari hal tersebut, merekapun ikut menambah kecepatan mobilnya untuk menggagalkan rencana Bimbim. Petugas penjaga pintu kereta berusaha menghalangi aksi Bimbim sambil mengibar-ngibarkan bendera portal, namun Bimbim tidak mengurangi kecepatan mobilnya. Ia tidak perduli harus mengorbankan nyawa penjaga perlintasan kereta tersebut. Sesaat sebelum mobil Bimbim menabraknya, penjaga pintu kereta tersebut melompat menghindari terjangan mobil van hitam yang sedang dikejar-kejar polisi. Bimbim menabrak portal pintu perlintasan kereta lalu menerobos rel tersebut sepersekian detik sebelum kereta barang lewat.

Bimbimpun lolos dari pengejaran tersebut. Disisi lain dari perlintasan kereta, beberapa polisi menumpahkan kekesalannya karena gagal menangkap buruannya. Mereka hanya bisa memandangi kereta barang yang melintas dengan kecepatan sedang sehingga memakan cukup waktu untuk melintasi area perlintasan tersebut. Setelah kereta barang itu berlalu, mobil van hitam yang dikendarai oleh Bimbim sudah tidak tampak lagi dari pemandangan para polisi tersebut.

Ditempat lain Jati terus berlari ke arah pantai, ia sengaja melewati lorong-lorong sempit untuk mempersulit pengejaran terhadap dirinya. Sesekali ia menjatuhkan apa saja yang ada disekitarnya untuk memberi penghalang bagi para reserse di belakangnya. Jati terus berlari seakan tidak pernah kehabisan nafas. Saat tiba dipantai Jati terus berlari ketengah lautan sambil mulai membuang kokain yang ia bawa. Walaupun akhirnya ia berhasil ditangkap, namun barang bukti berupa bungkusan kokain sudah tidak dapat ditemui karena telah larut di perairan tersebut.

Untuk beberapa waktu lamanya Bimbim, Sakti dan Guntur bersembunyi di suatu tempat. Jati ditahan polisi untuk diinterogasi, namun tidak ada satu informasipun yang bisa didapat dari pemuda tersebut.


**********

Fredy memandangi satu persatu anak buahnya yang saat ini sedang bersamanya di tempat tersebut. Pria itu tampak gusar transaksi besarnya malam ini telah gagal. Ia sangat yakin salah satu anak buahnya yang sedang bersama dengannya saat ini adalah seorang informan polisi.

“Gue pasti akan nemuin penghianat yang ada di organisasi ini. Kalau ketemu orangnya, akan gue buat dia menyesal telah menghianati gue malem ini. Bahkan akan gue bantai seluruh keluarganya.”

Tidak ada satupun anak buahnya yang berani bersuara, Fredy kembali memandangi anak buahnya dengan tatapan tajam.

“Ngapain elu ngeliatin gue!” Hardik Fredy sambil mendorong anak buahnya yang berani beradu pandang dengannya.

Orang itu langsung terduduk lalu tidak berani lagi menatap bosnya tersebut. Anak buahnya yang lain langsung merundukan kepalanya. Hanya Rian yang tetap terlihat tenang. Beberapa saat kemudian pintu masuk ruangan tersebut didobrak. Beberapa polisi segera masuk ke dalam ruangan tersebut.

“Polisi! Diam ditempat!”

Kedua pihak saling pandang memandang. Fredy menatap tajam seorang perwira polisi yang sangat dikenalnya. Untuk sesaat mereka hanya saling pandang tanpa mengucapkan sepatah katapun. Kedua belah pihak sama-sama memendam kegeraman karena telah gagal dalam menjalankan operasinya malam ini. Mereka seakan saling membaca pikiran orang yang ada dihadapannya.

“Rupanya Inspektur Budi sendiri yang turun tangan malam ini.”

“Seharusnya kamu mengikuti jejak ayahmu yang tidak mau bersinggungan dengan barang haram tersebut. Kamu telah salah langkah kali ini, Fredy.”

“Jangan menuduh orang sembarangan kalu tidak punya bukti.”

“Tinggal tunggu waktu, aku akan berhasil menyeretmu ke balik jeruji penjara... Tahan mereka semua.”

Malam itu Fredy beserta anak buahnya ditahan, mereka dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.


**********​

Di Mapolda, beberapa saat kemudian

Fredy duduk dengan santai dalam sebuah ruangan, disebelahnya telah duduk pengacara yang sering membelanya selama ini. Dibelakang mereka berdiri beberapa anak buah Fredy dengan tatapan dingin. Dihadapan Fredy duduk seorang perwira polisi yang tadi mengepalai operasi pengerebekan, Budi Alfarizy.

“Kami sudah bisa pulang?” Tanya Fredy dengan intonasi menyindir Budi.

“Tentu saja, kapanpun anda mau. Maafkan kami sudah membuat anda repot malam ini.”

“Jangan sungkan padaku, kita sudah saling mengenal sejak lama. Lagipula aku sudah lama tidak mampir kemari.”

“Jika anda berkenan, anda boleh menginap disini. Akan kami siapkan tempat untuk anda.”

“Hahahahaha..... Malam ini aku tidak bawa apa-apa, mana mungkin aku menginap disini.”

Kedua orang itu saling tatap dengan tajam. Walaupun saat ini keduanya sama-sama terlihat tenang, namun dari tadi mereka saling sindir mencoba mengintimidasi lawannya. Setelah diam sesaat, Fredy mengalihkan pandangannya pada anak buahnya yang sedang berdiri dibelakangnya kemudian kembali menatap Inspektur Budi.

“Kamu merasa hebat sudah bisa menyusupkan anak buahmu di organisasiku. Kamu pikir bisa menangkapku dengan cara licik seperti itu?” Ucap Fredy sedikit gusar.

“Tidak usah emosi seperti itu. Apa yang kulakukan sama seperti yang telah anda lakukan.” Balas Budi dengan santai.

“Aku pasti bisa mengalahkanmu.”

“Anda harus lebih berhati-hati mulai saat ini.”

“Tidak usah kau ajari. Bye the way, yang kalah dalam permainan kali ini akan mati.”

Budi tersenyum lalu berdiri sambil mengulurkan tangannya seolah menyanggupi tantangan dari Fredy. Melihat hal itu Fredy justru memainkan tangannya seolah olah sedang mencuci tangannya.

“Kamu pernah lihat ada seseorang mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan sesosok mayat? ”


B E R S A M B U N G
 
Ternyata simpaanan nya bos besar .. nasib
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd