Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 22

Satria benar benar heran dengan kemajuan Jalu yang berubah ubah, dari kemukus mereka naik mobil pribadi, lalu turun di terminal bis Tirtonadi, lalu Jalu membeli tiket bus. Itu saja sudah membuat Satria heran kenapa harus naik bus kalau bawa mobil pribadi yang lebih cepat dan nyaman. Tiba tiba rencana berubah lagi, Jalu mengajak mereka ke stasion dan sekarang mereka naek kereta eksekutif yang sangat dingin ACnya, sehingga mau tidak mau Satria memakai selimut tebal yang disediakan karena semua pakaiannya ditinggal di mobil. Apa begini cara orang kaya membuang uang. Pikir Satria heran. Sudahlah, itu bukan urusannya.

"Pakdhe aneh, ya?" biskk Wulan di telinganya. Satria hanya mengangguk sambil melirik Jalu yang duduk di bangku seberang agak ke depan sehingga Satria hanya bisa melihat tangganya saja.

"Iya, aneh. Buang buang uang saja." kata Satsambil berhitung uang yang dihabiakan untuk membeli tiga buah tiket bus, 750.000, kalau digunakan untuk membayar cicilan motornya masih tersisa sekitar 170.000. Bisa buat beli bensin sekitar 2-3 minggu untuk pulang pergi rumah dan tempatnya bekerja.

"Begitulah, Pakdhe. Kamu kemaren dapet pasangan ritual, gak?" tanya Wulan membuat Satria jengah. Ala dia harus berkata terus terang atau berbohong? Tapi Satria sangat jarang berbohong, kecuali dalam keadaan terpaksa dan mungkin tidak ada pilihan lain. Ahirnya Satria menganggukan kepala sebagai jawabannya.

"Kamu gak ritual sama cewek baharan yang biasa mangkal di sana kan?" tanya Wulan. Tatapan Wulan membuat Satria risih. Tatapan mata yang penuh selidik.

"Enggak. Aku ritual sama sesma peziarah." jawab Satria jujur. Kejujuran yang terbaca jelas dari matanya yang tajam.

"Masih muda?" tanya Wulan, lagi.

"Masih.." terlalu muda untuk seorang gadis remaja melakukan ritual. Pikir Satria teringat Ecih. Gadia yang terlalu nekad menyerahkan keperawanannya hanya karena tidk ingin calon suaminha mendapatkan keperawanannya.

"Cantik?" tanya Wulan lagi yang tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya.

"Cantjkan juga kamu..!" jawab Satria jujur. Wulan lebih cantik dari pada Ecih atau mungkin karena penampilan Ecih yang polos.

"Sexyan mana sama aku?" seolah tidak puas dengan jawaban Satria, Wulan kembali bertanya.

"Sexyan kamu ke mana mana.!" kata Satria. Tentu saja bentuk tubuh Ecih yang mungil bahkan bisa dikatakan kurus jauh dari kesan sexy. Satria sangat suka dengan tubuh Wulan yang sangat menggiurkan.

Satria melihat ke arah Wulan yang tersenyum dn mulai memejamkan matanya. Satria masih tidak percaya, wanita yang duduk disampingnha adalah istrinya. Ya, istrinya. Pernikahan yang aneh dan tanpa persiapan sama sekali. Bahkan mas kawinnya hanyalah tujuh ribu rupiah. Cerita lucu yang akan diceritakannya kepada anak cucunya nanti. Satria tersenyum lucu, kenapa dia bisa membayangkan mempunyai anak dari Wulan. Nafs Wulan terlihat semakin teratur, payudara jumbonya masih terlihat menonjol di balik selimutnya. Satria tergoda untuk meremas payudara jumbo Wulan, namun situasi sangat tidak memungkinkan. Mereka sedang berada di kereta eksecutif yang terang benderang. Padahal Wulan sangat suka Satria mengelus payudaranya saat tidur.

Satria merasakan hpnya bergetar, dengan perlahan Satria mengambil HPnya. Jam 10 malam, ada swbuah pesan WA dari Syifa. Hati Satria bergetar menerima pesan dari wanita yang diam diam ditaksirnya. Satria menoleh ke arah Wulan, membuatnya ragu untuk membuka pesan dari Syifa, tap rasa ingin tahunya lebih besar. Sekali lagi Satria melihat ke arah Wulan, memastikan istrinya sudah benar benar tidur. Setelah merasa yakin bahwa Wulan sudah tidur, Satria membaca WA Syifa dengan tangan bergetar.

"Ke mana saja kamu gak ada kabar? Toko tempat kamu kerja juga tutup terus. Kamu sudah lupa sama aku y? Mentang mentang sudah punya pacar cantik..! " Satria senang menerima pesan WA Syifa, perasaannya masih belum hilang.

"Aku lagi di Jawa, Nenekku meninggal.. Kamu, apa kabar?" tanya Satria sambil beberapa kali melihat ke arah Wulan, memastikan istrinya masih tidur.

"Kok kamu gak pernah chat, aku?" balas Syifa.

"Aku, takut ganggu..!" balas Satria, reflek Satria memasukkan hp ke dalam kantung celananya saat Wulan menggeliat dan memiringkan tubuh ke arahnya. Jantung Satria serasa mau copot. Satria menarik nafas lega melihat Wulan masih tidur, terlihat dari gerakan dadanya yang teratur.


Satria menunggu balasan pesan dari Syifa dengan tidak sabar, setelah menunggu hampir 30 menit tidak ada alasan pesan. Satria menghapus riwayat obrolan di hpnya. satria memejamkan matanya berusaha untuk tidur. Perjalanan masih jauh, baru nanti pagi mereka sampai Jakarta. Nyaman sekali bangku kereta executif ini, bangkunya bisa dimundurkan ke belakang, kakinya bisa selonjoran. Berbeda jauh dengan kereta Ekonomi yang ditaikinya dari Kendal ke Jakarta saat pertama kali Satria dan ibunya pindah ke bogor. Merwka harus rela berebutan bangku dengan sesama penumpang.

Masa masa yang tidak pernah terlupakan oleh Satria, tempat tinggalnya di pinggir rel kereta tapi Satria tidak pernah naik kereta. Sering Satria merengek ingin merasakan naik kereta hingga ahirnya, dia benar benar naik kereta ekonomi yang membawa mereka ke Jakarta, lalu menyambung naik kereta ke Bogor. Masa lalu yang pahit, apa sekarang dia bisa mendapatkan kebahagian dengan menikahi Wulan?

*****

"Say, bangun sudah mau sampe Jatinegara..!" bisik Wulan membangunkan Satria. Tangannya menyusup masuk ke balik selimut Satria dan membelai kontol Satria yang sedang tegang. Selalu tegang setiap kali bangun tidur.

"Iya..?" Satria melihat Wulan tersenyum menatapnya. Senyum yang membuatnya semakin cantik walau baru bangun tidur.

"Beneren dulu kontol, kamu..!" kata Wulan saat Satria akan membuka selimut yang menutupi tubuhnya. Satria tersenyum malu, membiarkan Wulan membetulkan posisi kontolnya agr tidak terlihat menonjol di balik celana Satria.

"Hihihihi..!" Wulan menahan tawanya begitu menyadari tindakannya justru membuat kontol Satria semakin keras.

"Kenapa? Tanya Satria heran.

"Kontol kamu malah semakin ngaceng..!" kata Wulan membuat Satria ikut ikutan tertawa, tawanya lepas tanpa bisa ditahan. Sehingga beberapa orang menengok ke arahnya, termasuk Jalu yang melihat ke arahnya sambil mengeleng gelengkan kepala.

"Ketawanya pelanin..!" kata Wulan tersenyum. Kebahagian terpancar dari matanya yang jernih dan indah.

Satria tersenyum dan berusaha membenarkan posisi kontolnya agar tidak terlalu menonjol. Perlu waktu beberapa saat agar kontolnya kembali tertidur. Hpnya bergetar tanda ada pesan masuk, Satria tidak berani melihatnya karena takut itu pesan dari Syifa. Padahal bisa saja itu pesan dari ibunya atau orang lain.

"Ke toilet, yuk..!" ajak Wulan mendahului berdiri sambil merenggangkan otot otot di sekujur tubuhnya. Wulan mebgulurkan tangannya ke arah Satria yang menyambutnya sambil berdiri setelah membetulkan pisisi kontolnya.

Satria berjalan lebih dulu sambil bergandenngan tangan dwngan Wulan ke arah toilet. Mereka masuk ke dalam toilet berbarengan karena kemaun Wulan yang terlihat manja. Waktu keluar dari dalam toilet ternyata Jalu sudah ada depan toilet yang bersih tidak seperti toilet kereta ekonomi waktu pertama kali naek kereta ekonomi dari Kendal ke Bogor.

"Nanti kita berjalan jangan terlalu dekat. Jarak kita harus sekitar 10 meter. Pakdhe jalan duluan. Kita beli tiket ke Bogor sendiri sendiri. Kamu Satria, Pakdhe percaaya kemampuanmu berkelahi jalanan sudah teruji. Tolong jaga Wulan. Wulan, kamu masih rutin latihan Silatkan? Gunakan itu untuk mempertahankan diri." kata Jalu tenang. Kereta mulai memasuki area stasion Jatinegar.

"Maksud Pakdhe, apa?" tanya Satria heran. Wulan menggenggam tangan Satria sekuat tennaga, membuat Satria menoleh. "Kenapa, Lan?" tanya Satria heran.

"Ikutin aja kata, Pakdhe.." kata Wulan. Suaranya agak tegang. Ketegangan mulai menjalar ke diri Satria yang tidak tahu situasi yang sedang terjadi.

Kereta semakin melambat dan ahirnya berhenti sama sekali. Jalu segera turun diikuti Satria dan Wulan. Wulan menahan Satria agar jarak antara merwka dengan Jalu agak jauh seperti yang diinginkan Jalu. Barulah Wulan menari Satria berjalan ke arah pintu keluar stasion, mereka terpaksa harus ke kuar stasion dulu, berputar menuju loket kereta Komuneter tujuan Bogor.

Sepanjang jalan pikiran Satria terpecah karena Wulan terus mengajaknya bicara. Dari tadi dia ingin membuka pesan yang masuk ke HPnya, iya kalau pesan itu dari ibunya tidak akan menjadi masalah. Berbeda kalau pesan itu dari Syifa, masalahnya akan menjadi lain. Tapi dari tadi sepertinya hanya ada satu pesan yang masuk, apa ini benar benar dari Syifa? Biasanya kalau pesan dari ibunya akan disusul dengan pesan lain kalau Satria tidak membalasnya. Satria menjadi semakin yakin bahwa ini pesan dari Syifa bukan dari ibunya.

"Sat, ada yang ngikutin Pakdhe..! Kita harus hati hati..!" kata Wulan membuat Satria heran.

Ini jalan umum dan sepanjang trotoar ada pagar besi yang membuat orang tidak bisa menyeberang. Wajar kalau ada orang yang berjalan di belakang Jalu. Wulan jadi ikut ikutan aneh. Pikir Satria. Merwka tidak sedang nonton film action dan ada banyak puluha orang yang berjalan di tempat yang sama. Kalaupun orang itu ikut Jalu masuk stasion atau naek kereta yang sama, itu karena tujuan merwka yang sama, bukan sedang membututi Jalu.

"Wulan..!" Satria tidak meneruskan perkataannya begitu melihat wajah Wulan yang terlihat tegang. Bibirnya yang sejak tadi terus bicara kini terkatup rapat, mau tidak mau hal itu membuat Satria ikut memperhatikan dua pria yang berjalan di depannya. Tubuh ke dua orang itu tinggi besar dn berotot, tidak cocok untuk seorang ahli beladiri. Karena dengan tubuh seperti itu gerakkan mereka menjadi lamban. Sedangkan seorang ahli bela diri gerakkannya harus gesit dan cepat. Kedua orang ini lebih cocok jadi atlit binaraga.

"Mereka itu atlit binaraga, bukan petarung." bisik Satria menahan tawanya.

"Sok tahu kamu...!" kata Wulan cemberut, padahal dia terlihat sangat yakin bahwa dua orang yang berjalan di depannya seorang peyarung yang berniat mencelakai Pakdhenya. Tapi Satria malah mentertawakannya.

Satria semakin geli melihat Wulan yang cemberut, entah kenapa wajahnya justru terlihat semakin cantik. Satria mencubit pelan pipi Wulan yang halus dan terawat. Kalau saja bukan sedang berada di tempat umum, Satria pasti sudah menciumnya.

Sampai mereka naek kereta, ke dua orang yang dicurigai Wulan pun naek kereta yang sama dan gerbong yang sama. Bahkan ke dua orang itu duduk bersebelahan dengan mereka sedangkan Jalu duduk di tempat yang agak jauh dari mereka. Satria melihat Wulan masih terlihat tegang, apa lagi ke dua orang itu duduk tepat di sampingnya membuat Wulan menggeser duduknya memepet Satria yang tidak bisa menggeser duduknya karena di sampingnya duduk seorang bapak bapak dengan tubuh super big membuat Satria sulit bernafas.

Perjalanan Kereta komuneter line hampir tidak terasa oleh Satria karena di sampingnya ada Wulan dengan kecantikannya yang membuat iri setiap pria yang melihat ke arah Satria. Mereka pasti berpikir, Satria adalah si buruk rupa yang beruntung mendapatkan gadis secantik Wulan. Bahkan dua orang pemuda yang duduk di hadapannya sesekali berbusik sambil melihat ke arah Wulan dengan mata yang tidak berkedip. Satria tersenyum bangga karena Wulan adalh istrinya, walau mereka hanya nikah siri.

Perjalanan ini sebenarnya menyenangkan kalau saja di sampingnya tidak ada bapak bapak bertubuh besar dengan bau badan yang tidak sedap. Untuk mengurangi bau badan si bapak, Satria mendekatkan wajahnya ke rambut Wulan yang harum. Rambut yang berwarna hitam legam dan sehalus sutera.

"Kamu kenapa, sich?" tanya Wulan sambil mencubit paha Satria. Wajah Satria menempel di telingannya membuat Wulan terangsang.

"Kamu cantik, rambut kamu harum.!" kata Satria berbisik, justru hal itu membuat Wulan swmakin terangsang.

"Kamu nakal..!" kata Wulan. Perbicaraan yang merwka lakukan membuat perjalanan yang mereka tempuh menjadi sangat cepat dan tidak terasa. Bahkan Satria tidak menyadari sudah berapa stasion yang mereka lalui. Pikirannya kebih terfokus menikmati perjalan dengan wanita secantik Wulan, hingga ahirnya pengumuman dari operator yang mengatakan stasion ahir sudah dekat menyadarkan merwka berdua.

Wulan menarik tangan Satria agar berdiri sesaat kereta akan memasuki stasion Bogor, mereka berjalan ke arah pintu yang tidak di padati penumpang lain. Pada saat itulah Jalu menghampiri mereka.

"Kalian langsung pulang, apapun yang terjadi sama Pakdhe, kalian tidak boleh menolong Pakdhe.!" kata Jalu yang langsung turun begitu pintu kereta terbuka tanpa menunggu jawaban Satria maupun Wulan yang menatapnya heran.

Terlebih Satria yang belom mengenal Jalu dan apa pekerjaannya. Satria menganggap Jalu sangat aneh, rasa penasarn membuatnya justru menuntun tangan Wulan mengikuti Jalu. Diabaikannya perintah Jalu untuk langsung pulang.

"Kita langsung pulang, Sat.!" tolak Wulan.

"Aku mau tahu, kok Pakdhe seaneh itu." kata Satria tidak menggubris ajakan Wulan. Satria mulai curiga bahwa Jalu adalah seorang pengedar narkoba.

Wulan mengapah, mereka berjalan cepat agar tidak kehilangan jejak Jalu. Kecurigaan Satria semakin menjadi karena Jalu berjalan ke arah area parkir mobil, padahal setahu dia mobil Jalu dibawa supirnya gang belum tentu sudah sampai Bogor. Karena perjalanan membawa mobil pasti lebih lama dibandingkan naik kereta apa lagi kereta executif yang sangat cepat.

Tiba tiba dari arah samping keluar beberapa orang yang mengurung Jalu dan tanpa banyak bicara, enam orang itu mengeroyok Jalu. Satria terkejut melihat kejadian yang berlangsung cepat di depan matanya. Satria segera melepaskan genggaman tangannya darj Wulan.

"Aku mau nolong, Pakdhe..!" tanpa menunggu jawaban Wulan Satria berlari ke arah Jalu yang sedang dikeroyok. Naluri bertarungnya bangkit dan rasa solidaritasnya membuat Satria tidak berpikir panjang lagu segera terjun membantu Jalu.

Satria memukul salah seoarang pengeroyok yang berada paling dekat dengannga. Tapi ternyata orang itu cukup tangguh, dia menyadari ada seseorang yang membokong dari belakang. Orang itu berbalik dan sekaligus menghindari pukulan Satria. Dia balas menyerang dengan pisau belati yang dihujamkan ke arah perut Satria yang berhasil menghindari tusukan belati.

Ternyata ini bukan perkelahian tangan kosong. Ini perkelahian untuk membunuh Jalu, semua penyerang memegang sebuah pisau belati yang sangat tajam. Satria agak gentar juga menghadapi lawan yang jumlahnya lebih banyak dan memegang senjata tajam sementara dia hanya mengandalkan kepalan tangan. Tapi Satria tidak mau berpikir lagi, dia sudah terlanjur terjun ke dalam pertarungan yang berat sebelah. Lengah sedikit saja akan membuat nyawanya melayang.

Kembali orang itu menyerang Satria, belati tajam itu menebas lehernya. Satria bergerak ke samping sambil melancarkan sebuah tinju yang mengarah ke rahang pria yang menyerangnya. Tinju yang mengarah secara akurat dengan kecepatan yang selalu dilatihnya itu tepat mengenai sasaran membuat orang itu terjungkal dengan keras karena tulang rahangnya patah terkena pukulan mematikan Satria. Pukulan mematikan yang membawanya mendekam di penjara.

Belum sempat Satria menarik nafas lega, salah satu lawan yang sedang mengeroyok Jalu berpindah menyerang Satria dari samping. Pisau belatinya mengarah tepat ke wajah Satria yang reflek menghindar ke samping sambil kem bali melayangkan tinjunya ke wajah pria yang menyerangnya. Tinju yang sudah menjatuhkan belasan lawannya, dan sekali lagi tepat mengenai hidung pria itu hingga patah. Pria itu terjatuh menyusul temannya.

Satria melihat ke arah Jalu dan matanya terbelalak melihat semua lawan Jalu sudah bergelimpangan di tanah sambil mengerang kesakitan. Tidak ada yang bisa melarikan diri karena kaki mereka patah. Belum sempat hilang rasa takjub Satria, sebuah teriakan membuatnya menoleh ke belakang.

"Tolong...!" Satria terkejut melihat seorang pria mendekap Wulan dari belakang dengan pisau yang ditempelkan ke lehernya yang jenjang.

****†***

Syif beberapa kali melihat ke arah hpnya berharap ada balasan pesan yang dikirimnya pagi tadi. Tetap tidak ada balasan yang diinginkannya. Balasan dari Satria, pemuda yang diam diam membuatnya jatuh hati. Hampir sebulan tidak melihat Satria hingga ahirnya Syifa tidak bisa menahan diri lagi. Semalam dia mengirim pesan menanyakan kabar pemuda itu. Setelah mengetahui kabar Satria, Syifa lega dan tertidur sambil memeluk hp. Syifa bangun tidur dengan hp yang masih dipeluknya.

"Dari tadi kamu gak foku kerja, ada masalah apa?" tanya Rendy yang tiba tiba sudah berada di sampingnya membuat Syifa jengkel. Entah kenapa kehadiran Rendy selalu membuatnya tidak merasa nyaman.

"Kepo amat..!" jawab Syifa ketus sambil pura pura sibuk mengecek stock barang di rak. Sesekali dia memberi tanda pada kertas yang dipegangnya.

"Nanti malam kita makan, yuk..!" ajak Rendy tidak pernah mau menyerah.

"Gak, aku harus ngaji." kata Syifa tanpa menoleh ke a rah Rendy.

"Syifa, tadi aku lihat Satria dikeroyok di stasion..!" kat Shelly yang tiba tiba sudah berada di depannya membuat Syifa terkejut. Apa lagi mendengar Satria dikeroyok di stasion. Syifa tahu Satria memang sering berkelahi, bahkan Satria pernah memukuli ayahnya yang Satpan sekolah tempat Satria dulu Sekolah. Itu sebabnya Satria dikeluarkan dari sekolahnya.

"Siapa yang ngeroyok, Satria?" tanya Syifa was was. Rasa was wasnya menghilangkan kejengkelannya kepada Shelly yang pernah berhubungan Sex dengan Satria di rumahnya. Rasa cemburu yang membuat persahabatan mereka menjadi renggang.

"Gak tahu, sepertinya Satria terluka kena pisau..!" kata Shelly dengan wajah yang terlihat tegang. Mendengar berita Satria terluka membuat Syifa shock. Tanpa sadar catatan yang dipegangnya terlepas dan jatuh.

Bersambung
 
Ya .... update nya sedikit amat bang satria73. Eh keceplosan. Tapi menarik kok. Thanks suhu update nya. Di tunggu update selanjutnya episode 23.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd