Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 35

Syifa segera turun dari ranjang. Dengan tergesa gesa Syifa memakai seluruh pakaiannya tanpa berani memansang wajah Jalu. Syifa berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan pria yang baru saja menyetubuhinya. Dia berharap orang yang dimaksud ibunya bukanlah pria yang berada di dalam kamar bersamanya. Kalau saja benar yang dimaksud ibunya adalah orang ini,! Ya Tuhan. Seharusnya dia tidak pernah lahir ke dunia ini kalau hanya untuk menanggung semua aib ini.

"Kamu kenapa?" tanya pria yang mengaku bernama Jalu, menatapnya heran. Pria itu bangkit perlahan dan mengambil pakaiannya. Dengan tenang memakai semua pakaiannya.

"Rani Maharani adalah ibuku.." jawab Syifa dengan suara tercekat

"Kamu anak, Rani? Ya Tuhan, dunia ini ternyata sempit. Aku bisa bertemu dengan anak Rani." Syifa mematap pria itu dengan perasaan heran. Kenapa dia terlihat biasa biasa saja setelah tahu gadis yang baru saja disetubuhi adalah anak Rani Maharani. Apa itu tidak berarti apa apa buatnya? Apa dia tidak tahu..ah sudahlah, dia harus pulang secepatnya sebelum tangis yang berusaha ditahannya pecah.

"Aku harus pulang..!" kaya Syifa, sekarang dia benar benar tidak berani menatap wajah pria yang baru saja menyetubuhinya dan memberinya kenikmatan yang sangat luar biasa.

"Tunggu sebentar, ini uangmu satu juta dan ini tips lima ratus ribu untuk pelayananmu yang memuaskan!" Syifa ragu mengambil uang yang diberikan pria itu. Tapi dia juga tidak menampik kebutuhannya cukup banyak. Syifa sedang menabung untuk biaya kuliah. Cita cita yang sudah lama dipendamnya.

"Ambillah, apa masih kurang?" tanya pria itu. Syifa segera mengambil uang itu dan memasukkannya ke dalam tas.

"Aku harus pulang..!" pamit Syifa tanpa menunggu pria itu menjawab, Syifa membuka pintu kamar dqn pergi meninggalkan pria itu begitu saja.

Sepanjang jalan keluar hitel, Syifa menunduk dan mulutnya dengan tisu agar tidak ada yang mengenalinya seperti kejadian dengan Irfan. Itulah awal malapetaka yang harus ditanggungnya. Pasti lelaki brengsek itu juga yang sudah menjualnya dengan menggunakan video mesum mereka. Ini sebuah jebakan yang dibuat dengan rencana matang. Suatu saat dia akan membalas perbuatan bejad lelaki brengsek itu.

"Gampangkan nyari uang?" tanya sebuah suara yang sangat dikenalnya. Suara dari orang yang ditakutinya. Suara ayahnya.

Wajah Syifa menjadi pucat, sepucat wajah mayat menatap ayahnya berdiri di depannya. Sepanjang jalan Syifa menunduk sehingga tidak menyadari kehadiran ayahnya di depan pintu gerbang hotel. Berdiri sambil berkacak pinggang. Mulut Syifa terkunci rapat, apa yang ditakuti ahirnya terjadi.

"Mana uang jatahku? Bukankah kamu dibayar satu juta? Bagianku 50% sebagai uang tutup mulut agar ibumu tidak tahu." kata ayahnya semakin membuat Syifa terkejut. Dari mana ayahnya tahu bayaran yang diterimanya. Ya Tuhan, musibah apa lagi yang sedang dialaminya.

******

"Syifa, tunggu...!" panggil Satria sambil mengejar Syifa yang baru turun dari ANGKOT yang berhenti tepat di depan mini market tempat Syifa bekerja.

"Ada apa?" tanya Syifa heran melihat Satria yang setengah berlari menghampirinya.

"Aku mau bicara tentang video kamu dan Irfan, tapi bukan di sini. Kita cari tempat yang aman." jawab Satria dengan suara pelan agar orang tidak mendengar.

"Vidioku?" tanya Syifa dengan suara lemah. Video itu ternyata sudah sampai ke Satria. Jangan jangan sebentar lagi video itu akan viral. Seorang gadis berjilbab yang cantik berbuat mesum dengan pemuda buruk rupa yang sekarang sudah menjasi mayat. Syifa merasakan kedua lututnya bergetar nyaris tidak mampu menopang tubuhnya.

"Ayo..!" Satria menarik tangan Syifa ke arah motornya yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Syifa tidak bisa menolak ajakan Satria, seperti kerbau yang dicocok hidung Syifa segera naek ke atas boncengan motor Satria yang maaih berusaha menghidupkan starter motornya beberapa kali, ahirnya motor menyala dan Satria segera mengambil helm yang diberikannya ke Syifa.

Sepanjang perjalanan pikiran Syifa kosong, tangannya merangkul pinggang Satria karena takut terjatuh. Entah nasib apa lagi yang akan diterimanya, dia sudah pasrah. Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Syifa sudah tidak perduli ke mana Satria akan membawanya.

"Turun, sudah sampai..!" suara Satria menyadarkan Syifa. Kenapa Satria mengajaknya ke tempat seperti ini? Kenapa tidak mengajaknya ke sebuah penginapan. Kenapa malah mengajaknya ke sebuah hutan peneltian yang berada tidak jauh dari pusat kota

Syifa memaki dirinya sendiri yang sempat berharap Satria akan membawanya ke sebuah penginapan. Tidak semua lelaki mesum seperti Irfan yang menilai wanita dari selangkangannya

Tanpe bertanya, Syifa turun dari atas boncengan motor dan langsung duduk di atas sebuah akar pohon yang menyembul di atas tanah, diikuti Satria yang duduk di sampingnya.

"Dari mana kamu dapet videoku?" tanya Syifa tanpa berani menatap wajah Satria yang duduk di sampingnya.

"Dewo, tetanggamu." jawab Satria singkat.

"Pasti Irfan yang ngaaih ke Dewo. Irfan mengancamku akan memperlihatkan photo kita waktu di hotel ke ayahku. Aku takut ayah nyiksa aku dan ibu, makanya aku nurutin kemauannya. Aku gak nyangka bakal direkam." kata Syifa menjelaskan apa yang telah terjadi ke Satria yang mendengarkan tanpa memotong perkataannya.

"Maafkan aku, ini semua salahku. Aku akan bertanggung jawab.." kata Satria meraih tangan Syifa dan menggenggamnya dengan lembut. Sebuah janji kembali terucap dari bibir Satria, apakah janji yang diucapkannya hanya untuk menghibur hatinya yang terluka? Entahlah, tapi itu sudah cukip membuat Syifa tersenyum bahagia.

Syifa menyenderkan kepalanya di dada bidang Satria yang membuatnya merasa nyaman. Dada yang diharapkannya menjadi sandaran seumur hidupnya. Tanpa sadar Syifa menangis, tangisan bahagia atas janji yang diucapkan Satria.

"Harusnya malam itu kita tidak ke penginapan sehingga kamu tidak mengalami hal buruk." gumam Satria menyesali perbuatannya dan itu membuat Syifa semakin menangis. Andai Satria tahu dia telah sengaja mencampur obat perangsang, apa Satria akan berbalik membencinya.

"Irfan pakai kondom..!" kata Syifa, seakan ingin berkata, kalau dia sampai hamil, itu adalah benih Satria bukan benih Irfan.

"Akan kuhajar bajingan itu, kupatahkan tulang hidungnya yang panjang seperti betet." gumam Satria, tangannha terkepal menahan marah.

"Irfan sudah mati kemarin, keyabrak mobil. Dia sudah dapat balasan atas perbuatannya." kata Syifa bergidik ngeri mendengar cerita para tetangganya yang mengatakan kepala pemuda brengsek itu pecah.

"Aku tahu..!" kata Satria.

"Kamu tahu dari mana Irfan kecelakaan?" tanya Syifa heran dan berbalik menatap wajah Satria yang menerawang jauh.

"Aku tahu dia akan mendapatkan karma dari perbuatannya..!" kata Satria tersenyum. Tangannya yang kasar membelai wajah Syifa yang halus.

"Och kirain kamu sudah tahu..!" kata Syifa kembali menyandarkan kepalanya ke dada bidang Satria yang merangkul perutnya.

"Kirain kamu mau ngajak aku ke penginapan." kata Syifa pelan. Wajahnya menunduk malu karena mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya dia ucapkan. Seorang wanita berhijab dan rajin beribadah tidak seharusnya mengucapkan hal itu. Yang mendorongnya mengatakan hal utu karena teringat Irfan sempat mengeluarkan pejuh di memeknya dan juga pria yang membayarnya semalam. Syifa butuh alibi apa bila dia hamil, agar bisa meminta pertanggung jawaban dari Satria.

"Kamu mau?" bisik Satria di telinganya yang terhalang jilbab, tapi Syifa bisa merasakan hembusan nafas Satria yang hangat.

Syifa hanya menunduk malu, tangannya meremas pergelangan tangan Satria sebagai sebuah isyarat, seharusnya Satria tahu andai pemuda itu peka. Dan Syifa bersorak girang saat Satria mendoringnya pelan agar berdiri.

"Yuk, kita cari penginapan..!" ajak Satria yang berdiri lebih dulu, mengulurkan tangan ke arah Syifa yang segera menerimanya.

"Kita ke penginapan mana?" tanya Satria setelah mitor yang mereka naiki meninggalkan tempat tadi.

"Gak tau,..!" jawab Syifa bingung. Penginapan adalah hal yang masih terasa asing baginya.

Satria membelokkan motornya ke sebuah pengnapan pinggir jalan. Syifa menarik nafas panjang, kembali dia akan melakukan hal nista. Tapi sekarang dia akan melakukannya dengan pria yang dicuntainya, pria yang diharapkan menjadinsandaran hidupnya hingga tua nanti.

"Kamu tunggu di sini, aku mau mesen kamar." kata Satria pelan.

Syifa mengangguk. Matanya mengikuti Satria masuk ruangan tempat resepsionis. Syifa menutup mulut dan hidungnya dengan tisu. Semoga tidak orang yang mengenalinya. Doa Syifa.

"Yuk,!" kata Satria kembali naek motor.

Dengan perasaan heran, Syifa naik ke atas boncengan motor. Apa tidak ada kamar kosong sehingga Satria mengajaknya kembali pergi. Tapi dugaannya salah, motor masuk melewati portal yang dihususkan untuk kendaraan para tamu penginapan. Di dalamnya berjejer kamar kamar yang terdiri dari dua lantai. Satria nengehentikan motornya di depan sebuah kamar dan mengajak Syifa masuk.

"Akj mau pipis..!" kata Syifa masuk ke dalam toilet yang berada di dalam kamar. Ini hanya sebuah alasan untuk menghilangkan ketegangannya. Syifa membuka celana legingnya dan juga celananya lalu digantung pada gantungan yang terdapat pada pintu. Syifa berjongkok agak lama, tapi tidak ada air seni yang keluar dari memeknya yang indah berwarna pink.

Setelah menunggu dan merasa sedikit rileks, Syifa berdiri mengambil celana leging dan celana dalamnya, tapi tidak jadi dikenakannya. Toch sebebtar lagi Satria akan menelanjanginya hingga bugil, jadi untuk apa dipakai lagi. Syifa keluar kamar mandi tanpa memakai celana legjng dan celana dalamnya membuat mata Satria melotot melihat jejndahan kakjnya yang jenjang dan putih mulus.

"Kamu gak pake celana?" tanya Satria matanya tertuju ke aralh selangkangannha yang bersih tanpa bulu.

"Dipake juga percuma kalau aku akan kamu telanjangin." jawa Syufa nenunduk malu. Sudah terlanjur malu, Syifa membuka pakaiannya dan BHnya serta jilbabnya. Menggantungnya agar tidak kusut.

"Kamu juga buka baju. Masa Syifa doang yang telanjang." kata Syifa melihat Satria yang hanya termangu melihat kemolekan tubuhnya.

"Eh, iya..!" jawab Satria swgera membuka seluruh pakaiannya. Keindahan tubuh Syifa tidak mungkin dia abaikan.

Syifa terbelalak melihat kontol Satria yang sudah bangkit, kokoh menjulang siap bertempur. Syifa berjongkok meraih kontol Satria, tekadnya sudah bulat memberikan layanan maksimal agar Satria mau mengakui anaknya kalau dia hamil. Bisa saja dia hamil oleh Irfan yang tidak mungkin lagi dimintai pertanggung jawabannya. Atau oleh pria yang membayarnya mahal. Syifa menggelengkan wajahnya verusaha nenghilangkan bayang bayang Jalu dari pikirannya.

Syifa menjulurkan lidahnya dengan rasa jijik, untung saja kontol Satria tidak bau sehingga Syifa tidak terlalu tersiksa. Dijilatinya batang kontol Satria sambil menahan rasa jijik. Apa dia juga harus mengulum kontol Satria seperti dalam film porno seperti yang pernah dilihatnya. Syifa merasa ragu melakukannya.

Tapi dia harus melakukannya. Syifa membuka mulut verusaha memasukkan kontol Satria. Perutnya tiba tiba mejadi mual saat kontol Satria berada dalam mulutnya sehingga Syifa melepaakannya lagi.

"Sudah jangan maksain diri..!" kata Satria menarik Syifa agar berdiri. Satria langsung menggendongnya dan merebahkannya di atas spring bed empuk.

"Makasih...!" kata Syifa terharu dengan perlakuan Satria. Matanya terpejam saat Satria melumat bibirnya dengan mesra. Tanpa disadari Syifa membalas lumatan binir Satria dengan bahagia.

Satria meremas payudaranya dengan lwmbut sementara bibir mereka saling berciuman. Setelah puas berciuman, Satria menciumi payudaranya dan menghusap putingnya yang berubah menjadi sensitif. Syifa merintih nikmat. Bahkan saat ciuman Satria beralih ke memeknya tanpa rasa jijik, menjilati lobang memek dan itilnya disertai hisapan lembut.

"Ampun Sat.... Masukin..!" Syifa menyerah opeh rasa nikmat. Memohon agar Satria memulai permainan yang sebenarnya. Syifa ingin secepatnya merasakan kontol Satria bersarang di memeknya.

Satria merangkak di atas tubuh Syifa yang pasrah, siap menerima penetrasi kontol pria yang dicintainya. Dan harapannya terkabul saat kontol Satria menusuk memeknya perlahan, menembus hingga dasarnya. Syifa merintih, matanya terpejan menikmati kontol Satria menggesek dinding memeknya yang sudah basah.

"Sat... Terussss..!" Syifa merintih menikmati sensaai sodokan kontol Satria. Menikmatinya dengan segenap juwa karena kontol yang sedang menusuk memeknya adalah pria yang dicintainya.

"Syifa, kelllluar...!" Syifa menyambut orgasne pertamanya. Orgasne yang duraihnya dalam wajtu singkat.

"Ennnak sayang?" bisik Satria di telinganya. Hembusan nafas Satria kembali membangkitkan gairahnya. Satria terus memompa memeknya dengan lembut. Dan itu membuat Syifa kembali meraih irgasme dalam waktu yang singkat.

Syifa memeluk Satria dengan peraaaan bahagia, dia tidak ingin nomen ini berlalu. Dia ingin terus menikmatinya selama mungkin. Tapi kemampuan Satria ada batasnya, setelah Syifa mengalami orgasme berkali kali, ahirnya Satria menyerah.

"Sayang, aku gak kuat. Akkku kelllluar.." Satria menghujamkan kontolnya, menyemburkan pejuhnha ke dasar nemek Syifa yang juga kembali mendapatkan orgasme.

******

"Kita mau ke mana, Ipda Eko?" tanya Dina merangkul pinggang Eko yang mengemudikan motornya. Dasar polisi kere, masa motor aja gak punya. Pikir Dina tersenyum geli. Rasanya aneh seorang perwira masih minta tumpangan.

"Ke tempat kita membuntuti mobil merah itu." kata Eko berusaha konsentrasi mengendarai motor. Pelukan Dina sudah cukup membjatnya sulit berkonsentrasi karena merasakan payudara Dina yang menempel pada punggungnya.

"Kenapa waktu itu kita gak maksa buat nemuin orang yang wajahnya sangat mirip Bu Lilis? Kan sekarang kita gak perlu repot ngintip." kata Dina dengan suara keras untuk mengalahkan suara bising kendaraan.

"Kalau kita waktu itu maksa, kita tidak akan bisa menemukan wanita yang wajahnya mirip Bu Lilis, malah kita akan babak belur dipukuli orang." jawab Eko sambil mengeluh dalam hati. Betapa tersiksanya ada payudara gadis cantik yang menempel di punggungnya.

"Mereka gak akan berani, mereka kenal aku dan ayahku." jawab Sina dengan suara penuh percaya diri. Jangan ngaku preman kalau tidak kenal dengan ayahnya.

"Iya, percaya. Tapi orang orang itu tidak kenal aku dan ayahku." jawab Eko membuat Dina tertawa terpingkal pingkal menyebabkan motor yang dikendarainya hampir hilang keseimbangan.

"Kamu lucu..!" kata Dina semakin mempererat pelukannya membuat Eko semakin grogindan gagal fokus sehingga menabrak motor yang berhenti di depannya pada saat keadaan macet.

"Eh, punua mata gak, Lu? Dasar ******..!" maki orang yang tertabrak motornya untung pas bagian roda bertemu roda.

"Maaf, Pak. Maaf..!"Eko meminta maaf dengan perasaan bersalah. Untuk pertama kali sejak dia jadi polisi ada orang yang memakinya ******. Padahal kata seperti itu biasanya terucap oleh instrukturnya saat pelatihan.

"
Iya Pak, maaf, rem depannya bermasalah..!" Dina ikut meminta maaf, yang dimaksud dengan rem depan tentu saja Eko.

Kembali Eko menjalankan motor dengan sedikit tenang. Tubuh Dina tidak m3nempel seperti tadi. Kejadian tadi memberi gadi itu pelajaran, terlalu menempel pada sang driver akan berakibat gagal fokus.

Tiba tiba Dina melihat mobil yang mereka buntuti malam melintas di samping. Merk dan nomer serinya sama. Berarti itu adalah mobil yang sama yang dinaiki wanita yang sangat mirip Lilis.

"Ko, itu mobil yang dinaiki orang yang mirip Bu Lilis..!" seru Dina sambil menunjuk mobil merah yang semakin menjauh.

Tanpa pikir panjang Eko mempercepat motor yang dikendarinya agar tidak kehilangan mobil merah itu. Ini adalah kesempatan yang datang secara kebetulan dan tidak boleh disia siakannya begitu saja. Untung jalanan sedang padat, di beberapa tempat mobil memperlambat lajunya dan kadang harus berhenti sehingga mereka bisa terus mengikuti mobil itu. Tiba tiba mobil itu masuk ke dalam sebuah penginapa. Tanpa berpikir Eko mengikutinya masuk.

"Mau ngapain kita ke sini?" tanya Dina heran Satria membawanya masuk ke halaman penginapan yang cukup luas. Bukan sebuah hotel, apa lagi apke bintang. Ini hanya sebuah penginapan yang setiap kamarnya mempunyai tempat parkir dan halaman cukup luas bisa menampung sebuah mobil.

"Kan kita lagi buntuti mobil itu!" jawab Eko bingung harus melakukan apa. Dina bukanlah seorang polwan, Dina memaksa ikut untuk melakukan pengintaian. Mobil yang sedang mereka buntuti tidak ada di halaman depan, apa mungkin masuk ke dalam karena ada jalan masuk yang diberi purtal di bagian tengah.

"Kita pura pura nyewa kamar." entah ide dari mana Dina berpikir seperti itu. Ini seperti sebuah permaianan yang mengasikkan. Seperti ada di film film action.

"Buruan kamu pesan kamar, masa harus aku yang pesan." sentak Dina menyadarkan Eko dari keraguannya. Seperti Eko, Dina sepertinya sangat penasaran dengan wanita yang wajahnya sangat mirip Lilis.

"Kamu tunggu di sini." kata Eko.

Dina hanya mengangguk, matanya tertuju ke arah portal berjaga jaga mobil yang sedang diikutinya keluar kembali
Sampai Eko datang, Dina tidak melihat mobil merah itu. Kemudian mereka masuk ke dalam melewati portal yang segera dibuka oleh seorang security. Benar saja, di dalam mobil mereka itu terpakir di depan salah satu kamar yang berderet dan sebuah kebetulan pula mereka mendapatkan kamar yang berhadapan dengan mobil merah itu. Mereka buru buru masuk ke dalam kamar. Eko sengaja membuka hordeng sedikit agar bisa melihat ke arah mobil merah.

"Kita seperti pasangan yang mau berbuat mesum ya?" kata Dina merebahkan tubuhnya di ranjang sedangkan kedua kakinya tetap menyentuh lantai.

"Iya, aneh kita bisa terperangkap di dalam kamar." jawab Eko. Eko duduk di samping Dina, matanya terus tertuju ke arah mobil merah.

"Menurut kamu aku cantik gak?" tanya Dina tiba tiba, membuat Eko melihat ke arahnya dengan mimik yang tidak dimengerti.

"Cabtik, mata kamu bulat dan indah. Alis kamu tertata alami bukan hasil polesan pinsil, bulu mata kamu lentik, hidung kamu mancung, bibir kamu sensual dan wajah kamu begitu halus." puji Eko jujur.

"Kurang panjang..!" Dina tersenyum mendengar pujian Eko yang terkesan formal dan kaku. Masih kalah dibandingkan pujian dan rayuan lelaki hidung belang yang berusaha menaklukkan hatinya.

"Kurang panjang apanya? Setahuku belum pernah aku muji cewek sepanjang tadi." jawab Eko heran, kalimat sepanjang tadi dibilang kurang panjang.

"Kamu udah punya pacar, belom?" tanya Dina sambil duduk agar bisa melihat wajah pria yang sudah menarik perhatiannya.

"Aku belum pernah pacaran." Eko menjawab jujur.

"Masa cowok seganteng kamu belum pernah pacaran? Tapi kamu pernah jatuh cinta belum?" tanya Dina heran, tudak percaya dengan pengakuan Eko.

Belum sempat Eko menjawab, pintu diketuk dengan keras. Pasti bukan pekerjaan room service, karena mereka tidak mungkin menggedor pintu sekeras itu. Dari jendela ada seorang berseragam polisi mengintip ke dalam.

"Tolong pintu dibuka,..!" kata suara seorang wanita sepertinya banyak orang di luar.

"Ko, ada razia..!" kata Dina dengan wajah pucat karena melihat orang berseragam polisi di luar. Tiba tiba Djna tersenyum geli begitu sadar Eko juga seorang polisi.

Bersambung
 
Chapter 35

Syifa segera turun dari ranjang. Dengan tergesa gesa Syifa memakai seluruh pakaiannya tanpa berani memansang wajah Jalu. Syifa berusaha menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan pria yang baru saja menyetubuhinya. Dia berharap orang yang dimaksud ibunya bukanlah pria yang berada di dalam kamar bersamanya. Kalau saja benar yang dimaksud ibunya adalah orang ini,! Ya Tuhan. Seharusnya dia tidak pernah lahir ke dunia ini kalau hanya untuk menanggung semua aib ini.

"Kamu kenapa?" tanya pria yang mengaku bernama Jalu, menatapnya heran. Pria itu bangkit perlahan dan mengambil pakaiannya. Dengan tenang memakai semua pakaiannya.

"Rani Maharani adalah ibuku.." jawab Syifa dengan suara tercekat

"Kamu anak, Rani? Ya Tuhan, dunia ini ternyata sempit. Aku bisa bertemu dengan anak Rani." Syifa mematap pria itu dengan perasaan heran. Kenapa dia terlihat biasa biasa saja setelah tahu gadis yang baru saja disetubuhi adalah anak Rani Maharani. Apa itu tidak berarti apa apa buatnya? Apa dia tidak tahu..ah sudahlah, dia harus pulang secepatnya sebelum tangis yang berusaha ditahannya pecah.

"Aku harus pulang..!" kaya Syifa, sekarang dia benar benar tidak berani menatap wajah pria yang baru saja menyetubuhinya dan memberinya kenikmatan yang sangat luar biasa.

"Tunggu sebentar, ini uangmu satu juta dan ini tips lima ratus ribu untuk pelayananmu yang memuaskan!" Syifa ragu mengambil uang yang diberikan pria itu. Tapi dia juga tidak menampik kebutuhannya cukup banyak. Syifa sedang menabung untuk biaya kuliah. Cita cita yang sudah lama dipendamnya.

"Ambillah, apa masih kurang?" tanya pria itu. Syifa segera mengambil uang itu dan memasukkannya ke dalam tas.

"Aku harus pulang..!" pamit Syifa tanpa menunggu pria itu menjawab, Syifa membuka pintu kamar dqn pergi meninggalkan pria itu begitu saja.

Sepanjang jalan keluar hitel, Syifa menunduk dan mulutnya dengan tisu agar tidak ada yang mengenalinya seperti kejadian dengan Irfan. Itulah awal malapetaka yang harus ditanggungnya. Pasti lelaki brengsek itu juga yang sudah menjualnya dengan menggunakan video mesum mereka. Ini sebuah jebakan yang dibuat dengan rencana matang. Suatu saat dia akan membalas perbuatan bejad lelaki brengsek itu.

"Gampangkan nyari uang?" tanya sebuah suara yang sangat dikenalnya. Suara dari orang yang ditakutinya. Suara ayahnya.

Wajah Syifa menjadi pucat, sepucat wajah mayat menatap ayahnya berdiri di depannya. Sepanjang jalan Syifa menunduk sehingga tidak menyadari kehadiran ayahnya di depan pintu gerbang hotel. Berdiri sambil berkacak pinggang. Mulut Syifa terkunci rapat, apa yang ditakuti ahirnya terjadi.

"Mana uang jatahku? Bukankah kamu dibayar satu juta? Bagianku 50% sebagai uang tutup mulut agar ibumu tidak tahu." kata ayahnya semakin membuat Syifa terkejut. Dari mana ayahnya tahu bayaran yang diterimanya. Ya Tuhan, musibah apa lagi yang sedang dialaminya.

******

"Syifa, tunggu...!" panggil Satria sambil mengejar Syifa yang baru turun dari ANGKOT yang berhenti tepat di depan mini market tempat Syifa bekerja.

"Ada apa?" tanya Syifa heran melihat Satria yang setengah berlari menghampirinya.

"Aku mau bicara tentang video kamu dan Irfan, tapi bukan di sini. Kita cari tempat yang aman." jawab Satria dengan suara pelan agar orang tidak mendengar.

"Vidioku?" tanya Syifa dengan suara lemah. Video itu ternyata sudah sampai ke Satria. Jangan jangan sebentar lagi video itu akan viral. Seorang gadis berjilbab yang cantik berbuat mesum dengan pemuda buruk rupa yang sekarang sudah menjasi mayat. Syifa merasakan kedua lututnya bergetar nyaris tidak mampu menopang tubuhnya.

"Ayo..!" Satria menarik tangan Syifa ke arah motornya yang terparkir tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Syifa tidak bisa menolak ajakan Satria, seperti kerbau yang dicocok hidung Syifa segera naek ke atas boncengan motor Satria yang maaih berusaha menghidupkan starter motornya beberapa kali, ahirnya motor menyala dan Satria segera mengambil helm yang diberikannya ke Syifa.

Sepanjang perjalanan pikiran Syifa kosong, tangannya merangkul pinggang Satria karena takut terjatuh. Entah nasib apa lagi yang akan diterimanya, dia sudah pasrah. Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Syifa sudah tidak perduli ke mana Satria akan membawanya.

"Turun, sudah sampai..!" suara Satria menyadarkan Syifa. Kenapa Satria mengajaknya ke tempat seperti ini? Kenapa tidak mengajaknya ke sebuah penginapan. Kenapa malah mengajaknya ke sebuah hutan peneltian yang berada tidak jauh dari pusat kota

Syifa memaki dirinya sendiri yang sempat berharap Satria akan membawanya ke sebuah penginapan. Tidak semua lelaki mesum seperti Irfan yang menilai wanita dari selangkangannya

Tanpe bertanya, Syifa turun dari atas boncengan motor dan langsung duduk di atas sebuah akar pohon yang menyembul di atas tanah, diikuti Satria yang duduk di sampingnya.

"Dari mana kamu dapet videoku?" tanya Syifa tanpa berani menatap wajah Satria yang duduk di sampingnya.

"Dewo, tetanggamu." jawab Satria singkat.

"Pasti Irfan yang ngaaih ke Dewo. Irfan mengancamku akan memperlihatkan photo kita waktu di hotel ke ayahku. Aku takut ayah nyiksa aku dan ibu, makanya aku nurutin kemauannya. Aku gak nyangka bakal direkam." kata Syifa menjelaskan apa yang telah terjadi ke Satria yang mendengarkan tanpa memotong perkataannya.

"Maafkan aku, ini semua salahku. Aku akan bertanggung jawab.." kata Satria meraih tangan Syifa dan menggenggamnya dengan lembut. Sebuah janji kembali terucap dari bibir Satria, apakah janji yang diucapkannya hanya untuk menghibur hatinya yang terluka? Entahlah, tapi itu sudah cukip membuat Syifa tersenyum bahagia.

Syifa menyenderkan kepalanya di dada bidang Satria yang membuatnya merasa nyaman. Dada yang diharapkannya menjadi sandaran seumur hidupnya. Tanpa sadar Syifa menangis, tangisan bahagia atas janji yang diucapkan Satria.

"Harusnya malam itu kita tidak ke penginapan sehingga kamu tidak mengalami hal buruk." gumam Satria menyesali perbuatannya dan itu membuat Syifa semakin menangis. Andai Satria tahu dia telah sengaja mencampur obat perangsang, apa Satria akan berbalik membencinya.

"Irfan pakai kondom..!" kata Syifa, seakan ingin berkata, kalau dia sampai hamil, itu adalah benih Satria bukan benih Irfan.

"Akan kuhajar bajingan itu, kupatahkan tulang hidungnya yang panjang seperti betet." gumam Satria, tangannha terkepal menahan marah.

"Irfan sudah mati kemarin, keyabrak mobil. Dia sudah dapat balasan atas perbuatannya." kata Syifa bergidik ngeri mendengar cerita para tetangganya yang mengatakan kepala pemuda brengsek itu pecah.

"Aku tahu..!" kata Satria.

"Kamu tahu dari mana Irfan kecelakaan?" tanya Syifa heran dan berbalik menatap wajah Satria yang menerawang jauh.

"Aku tahu dia akan mendapatkan karma dari perbuatannya..!" kata Satria tersenyum. Tangannya yang kasar membelai wajah Syifa yang halus.

"Och kirain kamu sudah tahu..!" kata Syifa kembali menyandarkan kepalanya ke dada bidang Satria yang merangkul perutnya.

"Kirain kamu mau ngajak aku ke penginapan." kata Syifa pelan. Wajahnya menunduk malu karena mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya dia ucapkan. Seorang wanita berhijab dan rajin beribadah tidak seharusnya mengucapkan hal itu. Yang mendorongnya mengatakan hal utu karena teringat Irfan sempat mengeluarkan pejuh di memeknya dan juga pria yang membayarnya semalam. Syifa butuh alibi apa bila dia hamil, agar bisa meminta pertanggung jawaban dari Satria.

"Kamu mau?" bisik Satria di telinganya yang terhalang jilbab, tapi Syifa bisa merasakan hembusan nafas Satria yang hangat.

Syifa hanya menunduk malu, tangannya meremas pergelangan tangan Satria sebagai sebuah isyarat, seharusnya Satria tahu andai pemuda itu peka. Dan Syifa bersorak girang saat Satria mendoringnya pelan agar berdiri.

"Yuk, kita cari penginapan..!" ajak Satria yang berdiri lebih dulu, mengulurkan tangan ke arah Syifa yang segera menerimanya.

"Kita ke penginapan mana?" tanya Satria setelah mitor yang mereka naiki meninggalkan tempat tadi.

"Gak tau,..!" jawab Syifa bingung. Penginapan adalah hal yang masih terasa asing baginya.

Satria membelokkan motornya ke sebuah pengnapan pinggir jalan. Syifa menarik nafas panjang, kembali dia akan melakukan hal nista. Tapi sekarang dia akan melakukannya dengan pria yang dicuntainya, pria yang diharapkan menjadinsandaran hidupnya hingga tua nanti.

"Kamu tunggu di sini, aku mau mesen kamar." kata Satria pelan.

Syifa mengangguk. Matanya mengikuti Satria masuk ruangan tempat resepsionis. Syifa menutup mulut dan hidungnya dengan tisu. Semoga tidak orang yang mengenalinya. Doa Syifa.

"Yuk,!" kata Satria kembali naek motor.

Dengan perasaan heran, Syifa naik ke atas boncengan motor. Apa tidak ada kamar kosong sehingga Satria mengajaknya kembali pergi. Tapi dugaannya salah, motor masuk melewati portal yang dihususkan untuk kendaraan para tamu penginapan. Di dalamnya berjejer kamar kamar yang terdiri dari dua lantai. Satria nengehentikan motornya di depan sebuah kamar dan mengajak Syifa masuk.

"Akj mau pipis..!" kata Syifa masuk ke dalam toilet yang berada di dalam kamar. Ini hanya sebuah alasan untuk menghilangkan ketegangannya. Syifa membuka celana legingnya dan juga celananya lalu digantung pada gantungan yang terdapat pada pintu. Syifa berjongkok agak lama, tapi tidak ada air seni yang keluar dari memeknya yang indah berwarna pink.

Setelah menunggu dan merasa sedikit rileks, Syifa berdiri mengambil celana leging dan celana dalamnya, tapi tidak jadi dikenakannya. Toch sebebtar lagi Satria akan menelanjanginya hingga bugil, jadi untuk apa dipakai lagi. Syifa keluar kamar mandi tanpa memakai celana legjng dan celana dalamnya membuat mata Satria melotot melihat jejndahan kakjnya yang jenjang dan putih mulus.

"Kamu gak pake celana?" tanya Satria matanya tertuju ke aralh selangkangannha yang bersih tanpa bulu.

"Dipake juga percuma kalau aku akan kamu telanjangin." jawa Syufa nenunduk malu. Sudah terlanjur malu, Syifa membuka pakaiannya dan BHnya serta jilbabnya. Menggantungnya agar tidak kusut.

"Kamu juga buka baju. Masa Syifa doang yang telanjang." kata Syifa melihat Satria yang hanya termangu melihat kemolekan tubuhnya.

"Eh, iya..!" jawab Satria swgera membuka seluruh pakaiannya. Keindahan tubuh Syifa tidak mungkin dia abaikan.

Syifa terbelalak melihat kontol Satria yang sudah bangkit, kokoh menjulang siap bertempur. Syifa berjongkok meraih kontol Satria, tekadnya sudah bulat memberikan layanan maksimal agar Satria mau mengakui anaknya kalau dia hamil. Bisa saja dia hamil oleh Irfan yang tidak mungkin lagi dimintai pertanggung jawabannya. Atau oleh pria yang membayarnya mahal. Syifa menggelengkan wajahnya verusaha nenghilangkan bayang bayang Jalu dari pikirannya.

Syifa menjulurkan lidahnya dengan rasa jijik, untung saja kontol Satria tidak bau sehingga Syifa tidak terlalu tersiksa. Dijilatinya batang kontol Satria sambil menahan rasa jijik. Apa dia juga harus mengulum kontol Satria seperti dalam film porno seperti yang pernah dilihatnya. Syifa merasa ragu melakukannya.

Tapi dia harus melakukannya. Syifa membuka mulut verusaha memasukkan kontol Satria. Perutnya tiba tiba mejadi mual saat kontol Satria berada dalam mulutnya sehingga Syifa melepaakannya lagi.

"Sudah jangan maksain diri..!" kata Satria menarik Syifa agar berdiri. Satria langsung menggendongnya dan merebahkannya di atas spring bed empuk.

"Makasih...!" kata Syifa terharu dengan perlakuan Satria. Matanya terpejam saat Satria melumat bibirnya dengan mesra. Tanpa disadari Syifa membalas lumatan binir Satria dengan bahagia.

Satria meremas payudaranya dengan lwmbut sementara bibir mereka saling berciuman. Setelah puas berciuman, Satria menciumi payudaranya dan menghusap putingnya yang berubah menjadi sensitif. Syifa merintih nikmat. Bahkan saat ciuman Satria beralih ke memeknya tanpa rasa jijik, menjilati lobang memek dan itilnya disertai hisapan lembut.

"Ampun Sat.... Masukin..!" Syifa menyerah opeh rasa nikmat. Memohon agar Satria memulai permainan yang sebenarnya. Syifa ingin secepatnya merasakan kontol Satria bersarang di memeknya.

Satria merangkak di atas tubuh Syifa yang pasrah, siap menerima penetrasi kontol pria yang dicintainya. Dan harapannya terkabul saat kontol Satria menusuk memeknya perlahan, menembus hingga dasarnya. Syifa merintih, matanya terpejan menikmati kontol Satria menggesek dinding memeknya yang sudah basah.

"Sat... Terussss..!" Syifa merintih menikmati sensaai sodokan kontol Satria. Menikmatinya dengan segenap juwa karena kontol yang sedang menusuk memeknya adalah pria yang dicintainya.

"Syifa, kelllluar...!" Syifa menyambut orgasne pertamanya. Orgasne yang duraihnya dalam wajtu singkat.

"Ennnak sayang?" bisik Satria di telinganya. Hembusan nafas Satria kembali membangkitkan gairahnya. Satria terus memompa memeknya dengan lembut. Dan itu membuat Syifa kembali meraih irgasme dalam waktu yang singkat.

Syifa memeluk Satria dengan peraaaan bahagia, dia tidak ingin nomen ini berlalu. Dia ingin terus menikmatinya selama mungkin. Tapi kemampuan Satria ada batasnya, setelah Syifa mengalami orgasme berkali kali, ahirnya Satria menyerah.

"Sayang, aku gak kuat. Akkku kelllluar.." Satria menghujamkan kontolnya, menyemburkan pejuhnha ke dasar nemek Syifa yang juga kembali mendapatkan orgasme.

******

"Kita mau ke mana, Ipda Eko?" tanya Dina merangkul pinggang Eko yang mengemudikan motornya. Dasar polisi kere, masa motor aja gak punya. Pikir Dina tersenyum geli. Rasanya aneh seorang perwira masih minta tumpangan.

"Ke tempat kita membuntuti mobil merah itu." kata Eko berusaha konsentrasi mengendarai motor. Pelukan Dina sudah cukup membjatnya sulit berkonsentrasi karena merasakan payudara Dina yang menempel pada punggungnya.

"Kenapa waktu itu kita gak maksa buat nemuin orang yang wajahnya sangat mirip Bu Lilis? Kan sekarang kita gak perlu repot ngintip." kata Dina dengan suara keras untuk mengalahkan suara bising kendaraan.

"Kalau kita waktu itu maksa, kita tidak akan bisa menemukan wanita yang wajahnya mirip Bu Lilis, malah kita akan babak belur dipukuli orang." jawab Eko sambil mengeluh dalam hati. Betapa tersiksanya ada payudara gadis cantik yang menempel di punggungnya.

"Mereka gak akan berani, mereka kenal aku dan ayahku." jawab Sina dengan suara penuh percaya diri. Jangan ngaku preman kalau tidak kenal dengan ayahnya.

"Iya, percaya. Tapi orang orang itu tidak kenal aku dan ayahku." jawab Eko membuat Dina tertawa terpingkal pingkal menyebabkan motor yang dikendarainya hampir hilang keseimbangan.

"Kamu lucu..!" kata Dina semakin mempererat pelukannya membuat Eko semakin grogindan gagal fokus sehingga menabrak motor yang berhenti di depannya pada saat keadaan macet.

"Eh, punua mata gak, Lu? Dasar ******..!" maki orang yang tertabrak motornya untung pas bagian roda bertemu roda.

"Maaf, Pak. Maaf..!"Eko meminta maaf dengan perasaan bersalah. Untuk pertama kali sejak dia jadi polisi ada orang yang memakinya ******. Padahal kata seperti itu biasanya terucap oleh instrukturnya saat pelatihan.

"
Iya Pak, maaf, rem depannya bermasalah..!" Dina ikut meminta maaf, yang dimaksud dengan rem depan tentu saja Eko.

Kembali Eko menjalankan motor dengan sedikit tenang. Tubuh Dina tidak m3nempel seperti tadi. Kejadian tadi memberi gadi itu pelajaran, terlalu menempel pada sang driver akan berakibat gagal fokus.

Tiba tiba Dina melihat mobil yang mereka buntuti malam melintas di samping. Merk dan nomer serinya sama. Berarti itu adalah mobil yang sama yang dinaiki wanita yang sangat mirip Lilis.

"Ko, itu mobil yang dinaiki orang yang mirip Bu Lilis..!" seru Dina sambil menunjuk mobil merah yang semakin menjauh.

Tanpa pikir panjang Eko mempercepat motor yang dikendarinya agar tidak kehilangan mobil merah itu. Ini adalah kesempatan yang datang secara kebetulan dan tidak boleh disia siakannya begitu saja. Untung jalanan sedang padat, di beberapa tempat mobil memperlambat lajunya dan kadang harus berhenti sehingga mereka bisa terus mengikuti mobil itu. Tiba tiba mobil itu masuk ke dalam sebuah penginapa. Tanpa berpikir Eko mengikutinya masuk.

"Mau ngapain kita ke sini?" tanya Dina heran Satria membawanya masuk ke halaman penginapan yang cukup luas. Bukan sebuah hotel, apa lagi apke bintang. Ini hanya sebuah penginapan yang setiap kamarnya mempunyai tempat parkir dan halaman cukup luas bisa menampung sebuah mobil.

"Kan kita lagi buntuti mobil itu!" jawab Eko bingung harus melakukan apa. Dina bukanlah seorang polwan, Dina memaksa ikut untuk melakukan pengintaian. Mobil yang sedang mereka buntuti tidak ada di halaman depan, apa mungkin masuk ke dalam karena ada jalan masuk yang diberi purtal di bagian tengah.

"Kita pura pura nyewa kamar." entah ide dari mana Dina berpikir seperti itu. Ini seperti sebuah permaianan yang mengasikkan. Seperti ada di film film action.

"Buruan kamu pesan kamar, masa harus aku yang pesan." sentak Dina menyadarkan Eko dari keraguannya. Seperti Eko, Dina sepertinya sangat penasaran dengan wanita yang wajahnya sangat mirip Lilis.

"Kamu tunggu di sini." kata Eko.

Dina hanya mengangguk, matanya tertuju ke arah portal berjaga jaga mobil yang sedang diikutinya keluar kembali
Sampai Eko datang, Dina tidak melihat mobil merah itu. Kemudian mereka masuk ke dalam melewati portal yang segera dibuka oleh seorang security. Benar saja, di dalam mobil mereka itu terpakir di depan salah satu kamar yang berderet dan sebuah kebetulan pula mereka mendapatkan kamar yang berhadapan dengan mobil merah itu. Mereka buru buru masuk ke dalam kamar. Eko sengaja membuka hordeng sedikit agar bisa melihat ke arah mobil merah.

"Kita seperti pasangan yang mau berbuat mesum ya?" kata Dina merebahkan tubuhnya di ranjang sedangkan kedua kakinya tetap menyentuh lantai.

"Iya, aneh kita bisa terperangkap di dalam kamar." jawab Eko. Eko duduk di samping Dina, matanya terus tertuju ke arah mobil merah.

"Menurut kamu aku cantik gak?" tanya Dina tiba tiba, membuat Eko melihat ke arahnya dengan mimik yang tidak dimengerti.

"Cabtik, mata kamu bulat dan indah. Alis kamu tertata alami bukan hasil polesan pinsil, bulu mata kamu lentik, hidung kamu mancung, bibir kamu sensual dan wajah kamu begitu halus." puji Eko jujur.

"Kurang panjang..!" Dina tersenyum mendengar pujian Eko yang terkesan formal dan kaku. Masih kalah dibandingkan pujian dan rayuan lelaki hidung belang yang berusaha menaklukkan hatinya.

"Kurang panjang apanya? Setahuku belum pernah aku muji cewek sepanjang tadi." jawab Eko heran, kalimat sepanjang tadi dibilang kurang panjang.

"Kamu udah punya pacar, belom?" tanya Dina sambil duduk agar bisa melihat wajah pria yang sudah menarik perhatiannya.

"Aku belum pernah pacaran." Eko menjawab jujur.

"Masa cowok seganteng kamu belum pernah pacaran? Tapi kamu pernah jatuh cinta belum?" tanya Dina heran, tudak percaya dengan pengakuan Eko.

Belum sempat Eko menjawab, pintu diketuk dengan keras. Pasti bukan pekerjaan room service, karena mereka tidak mungkin menggedor pintu sekeras itu. Dari jendela ada seorang berseragam polisi mengintip ke dalam.

"Tolong pintu dibuka,..!" kata suara seorang wanita sepertinya banyak orang di luar.

"Ko, ada razia..!" kata Dina dengan wajah pucat karena melihat orang berseragam polisi di luar. Tiba tiba Djna tersenyum geli begitu sadar Eko juga seorang polisi.

Bersambung
makasih pertamaxnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd