Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG DETERMINATION

hari update lebih prefer hari apa?


  • Total voters
    30
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
ahirnya Koko muncul lagi... semoga semua urusan koko lancar, Kokom setia menanti
koko menanti kokom, kokom nya nunggu koko. "Apakah ini yang dinamakan........"
Masih menunggu
Masih menunggu [2]juga om kemana sih ts nyaaaa:huh:
Hiks belum update juga :galau:
sabar ya mas by, lgi sibuk mau start kuliah S2, susah bagi waktu nya, ntar week end janji di update, suerrr
Si kokoh kemana nih.. koh.. ngerokok dulu yuksz
udah stop merokok mang, demi sibuah hati:panlok2:, program anak ke 3:cup:
 
Episode 5


Aku pun berpamitan kepada Aling dan berjalan kembali ke kamarku dengan hati yang senang dan juga kesal. Senang, karena Aling sepertinya juga memiliki rasa yang sama denganku. Tetapi juga kesal, karena sedang panas-panasnya aku mencumbu Aling digangu oleh sahabatku Cinthunks.


Sesampainya di kamarku, aku menemukan 'Si Naga' sedang terbang ke alam mimpinya. Aku pun membangunkan dan menyuruhnya untuk memakai baju, tetapi Cinthunks terlalu mabuk untuk sadar. Aku hanya membantunya mengeringkan badan dan menyelimuti dirinya.

Setelah selesai, aku pun juga bersiap-siap untuk beristirahat.


Kring.. Kring... Kring... suara teleponku berbunyi.

Aku pun mengangkat telepon yang barusan berbunyi itu.


"Halo."


"Pheng, kalian baru bangun??" seru Aling bertanya dari ujung telepon sana.


"Ini, udah jam 5 loh. Dari tadi gw dah telepon-telepon nggak diangkat-angkat. Tidur kok, pulas banget sih! Ayo buruan siap-siap! Gw tunggu di lobby ya, dan jangan tidur lagi!" kata-kata Aling barusan mengingatkanku bahwa Agenda kami hari ini adalah melanjutkan perjalanan ke Medan.

Aku pun melihat Cinthunks masih tertidur pulas hanya dengan celana dalam frozen kesukaannya, lantas aku pun segera membangunkannya untuk bersiap-siap.


"Pheng, gw kok telanjang gini tidurnya, lu apain gw, Pheng?" tanya Cinthunks dengan wajah heran.


"Lu ga sadar, lu ngapain?" tanyaku.


"Ngga Pheng, gw ingat semalam kita pulang udah malem. Terus lu mau ngantar cewek-cewek balik ke kamar, lu nyuruh gw balik ke kamar duluan, cuma gw lagi tinggi banget Pheng pegen nanyi lagi. Ya, gw balik ke cafe minjem gitar Bang Senja lagi, terus rencananya mau nyanyi di tepi danau. Tapi heran ya, Pheng. Kok beer doang bisa bikin Nge-Fly kayak gitu, ya?" tanya Cinthunks sambil ia berpikir sejenak.


"Lu masih ingat, fu yung hai yang di bawa Kak Cinta? Itu ada, magic mushroom di dalamnya. Itu jamur golongan psikotropika kata Bang Senja semalam." jawabku menjelaskan kejadian sebenarnya.


"Beughhh...! Pantes lah, Pheng. Gw bisa tinggi banget, mana semalam gw yang paling banyak makan tuh fu yung hai lagi, emang semalam gw ngapain aja, Pheng?" tanya Cinthunks baru menyadari kejadian semalam.


Aku menampar pipi Cinthunks dan berkata, "Ini buat lu, yang udah ganggu moment gw semalam. Jadi gini, semalam gw lagi ciuman panas banget sama Aling di gazebo di tepi danau. Eh, elu tiba-tiba datang nyanyi lagu aneh, terus elu berenang deh malam-malam, masa lu ga sadar sama sekali, Thunks?"


"Masa iya, gw berenang, Pheng? Pake kolor ini? Wah jatuh dong, harga diri gw Pheng." sahut Cinthunks setelah ane ceritakan kekonyolannya semalam.

"Udah, buruan mandi dan siap-siap. Bentar lagi udah mau ngumpul lagi, cepetan, Thunks!" ucapku memintanya segera mandi dan bersiap-siap.


Aku dan Cinthunks pun bergegas, merapikan barang bawaan kami dan segera berkumpul di lobby hotel.




Lokasi : di lobby hotel


Semua peserta sudah berkumpul dan bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan kami, terlihat Bang Senja pun sudah ada di sini untuk mengantar ke berangkatan kami, aku pun datang menghampirinya.


"Bang, terima kasih ya, atas bantuan dan jamuan abang semalam. Sampai jumpa di lain kesempatan, Bang." ucapku ramah sambil menyalaminya.


"Iya, Pheng. Abang pun senang bisa membantu, lain kali datang lagi lah kalau liburan, hati-hati di jalan, ya!" sahutnya mengingatkan.


Tiba-tiba...

Cinthunks datang menghampiri kami sambil membawa gitar.


"Bang Senja, ini gitar yang kupinjam semalam." kata Cinthunks sambil menyerahkan gitar pada Bang Senja.


"Udah, kau simpan aja Nthunks. Itu untuk kenang-kenangan. Kulihat semalam kau happy kali main gitarnya, tak tega pulak aku, ya kupinjami lah kau, Ntunks." jawabnya dengan logat khas bataknya.


"Wah bener nih, Bang. Gitar ini, untuk aku? Terima kasih ya, Bang Senja." jawab Cinthunks dengan ekspresi bahagia.


Setelah berpamitan dengan Bang Senja, kami pun naik ke dalam bus. Di dalam Bus, Aling sudah menungguku di tempat duduk yang sama.


"Ling, ngantuk." kataku berpura-pura manja dengannya.


"Sini, bobo di sini aja!" Aling memberikan sinyal untukku tidur di pahanya.

Aku pun langsung duduk dan merebahkan kepalaku di paha Aling dan melanjutkan tidurku.


5 jam kemudian...


"Pheng, bangun-bangun pegel, nih." Aling membangunkanku karena kakinya terasa pegal karena berjam-jam, aku tidur di pahanya.


"Udah sampai ya, Ling?" tanyaku kaget.


"Belum, Pheng. Bentar lagi palingan. Pegel kaki gw, Pheng. Lu timpa dari tadi." sahutnya.


"Sorry deh, Ling. Gw ngantuk banget semalam, susah tidurnya." sahutku jujur dengan kondisiku.


Beberapa saat kemudian, akhirnya kami pun tiba di Ambrossia hotel, sebuah hotel minimalis modern yang berada di kota Medan.


Kami segera turun dari bus dan berkumpul untuk mendengar pengarahan dari Ibu Gadis dan terdengarlah suara merdu Ibu Gadis melalui Toa andalannya.


"Anak-anak, setelah kalian mendapatkan kamar kalian. Kalian boleh beristirahat dan kita akan kumpul lagi di sini jam 2! Sekian dan terima kasih."


Kami pun segera menuju kamar kami masing-masing.

Aku dan Cinthunks mendapatkan kamar no 46, sedangkan Aling, Lily dan Vero mendapatkan kamar no 166.


Setelah tiba di kamar, ternyata kamarnya cukup luas dan fasilitasnya cukup lengkap.

Cinthunks langsung rebahan di kasur, tetapi aku langsung menahan badannya.

"Thunks lapar, pergi beli makanan dong. kemarin 'kan, gw dah beli makanan. Sekarang gantian, lu!" ujarku meminta Cinthunks membelikan makanan.


"Ah, elu Pheng. Gw ngantuk banget, nih. Badan gw rada meriang juga." sahutnya seolah enggan mau pergi.


Aku pun segera mengeluarkan dompet dan memberikan Cinthunks selembar uang pecahan 100.000 rupiah.

"Gw yang teraktir. Ayo buruan pergi beli! Ntar keburu habis waktu istirahatnya." sahutku tegas.


Cinthunks pun langsung mengambil uang yang kusodorkan padanya sambil berkata, "Kembaliannya, beli rokok juga ya. Amunisi (baca : rokok) gw dah mau habis nih!"


"Jangan lu embat semua kembaliannya, Thunks! Maksud gw, beliin juga sekalian untuk cewek-cewek itu juga. Makanya gw kasih segitu! Rencana gw, mau beliin untuk Aling aja. Tapi ga enak lah, masa cuma beli satu. Jadi harus beliin semua, dong. Udah pergi sana, cepetan!" ucapku segera menyuruhnya pergi.


Cinthunks pun pergi, aku mulai membuka televisi sambil tiduran. Namun baru sebentar saja menganti-ganti siaran tidak ada yang menyenangkan. Lalu kulihat, ada telepon dan tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk menelpon ke kamar Aling. Apakah bisa dipakai atau tidak telpon ini?


"Ah, ga ada salahnya di coba." pikirku dalam hati.

Kemudian kutekan nomor kamar Aling di telepon.


Tutt... Tut... Tut... Tut... Bunyi yang terdengar dari telpon yang menandakan panggilanku tersambung.


"Haloo...! " Suara seorang wanita terdengar menyapaku.


"Ya, Haloo. Siapa Ini?" Aku bertanya pada wanita tersebut yang menyahutiku di telepon.


"Saya, Vero. Ini siapa ya?"


"Oh, Vero. Panggilin Aling, dong. Apheng, nih!" sahutku memberitahu keperluanku dan menyebutkan namaku.


"Bentar ya, Pheng! Ling... Ling... Ini ada telepon untuk lu dari Apheng!" sahut Vero dari ujung telepon sana.


"Halo, Pheng. Kenapa?" Aling menyapaku dan bertanya.


"Ga apa-apa, Ling. Iseng aja dari pada bengong." sahutku sambil terkekeh.


"Pheng, gw lapar. Pergi makan, yuk!" rengek Aling manja.


"Ga usah, Ling. Tadi gw udah suruh Cinthunks pergi beli makanan, bentar lagi juga balik." ucapku memberitahu lewat telepon.


Aku dan Aling pun terus ngobrol di telepon sambil menunggu Cinthunks.

Aku dan Aling pun bercerita tentang tempat-tempat yang seru yang ada di kota Medan.

Hampir 30 menit, aku dan Aling ngobrol di telepon karena Cinthunks belum pulang. Dan tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk cabut dari study tour dan pergi jalan-jalan dengan Aling.

"Hmmm...! Tapi bagaimana caranya, ya?" Aku berfikir dalam hati.

Oh ya, aku memiliki Suksuk (baca : adik lelaki dari Ayah / Paman) terkecil dari ayahku yang sangat dekat denganku yang tinggal di kota Medan.

Aku lantas minta di jemput dan minta tolong untuk meminta izin pada Ibu Gadis dan membawa kami pergi saja.


"Ling, gimana kalo besok kita cabut aja? kita pergi jalan-jalan berdua!" ucapku mengusulkan pada Aling untuk kabur dari acara study tour.


"Cabut? Gimana caranya, Pheng?" tanya Aling sedikit kaget dengan usulanku.


"Nanti, aku telepon Suksuk-ku untuk jemput kita berdua dan minta izin ke Ibu Gadis untuk membawa kita pergi satu hari. Gimana mau ngga, Ling?" tanyaku lagi setelah menjelaskan rencanaku.


"Hmmm.... Gimana ya, Pheng? Mau ijin, alasannya apa Pheng sama Ibu Gadis?" tanya Aling sambil ikut berpikir.


"Kalo urusan itu gampang, 'ntar Suksuk gw yang atur. Sia jago urusan ginian, Hahahaha." sahutku sambil tertawa.


"Ok kalo gitu, Pheng. Aku mau." sahut Aling merespon baik ajakanku.


Setelah itu, obrolanku dan Aling pun selesai. Karena Cinthunks telah kembali dengan 5 bungkus nasi padang lengkap dengan es teh manis dan tak lupa sebungkus S Mild. Aku pun pergi mengantar makanan untuk Aling, Lily dan Vero dan segera kembali ke kamarku dan kusantap makanan yang telah dibeli oleh Cinthunks.

Setelah selesai makan, Cinthunks langsung tertidur. Sementara aku langsung menjalankan rencanaku untuk menelpon Suksuk-ku.

Aku menceritakan rencanaku dan seperti yang telah kuperkirakan, Suksuk-ku setuju untuk membantuku dan besok akan datang ke hotel untuk menjemput dan meminta ijin.


Suksuk-ku adalah lelaki berumur 28tahun, dia adalah adik paling kecil dari ayahku.

Ayahku adalah anak tertua dari sembilan bersaudara. Itulah yang membuat umur Suksuk-ku masih begitu muda. Sehingga dia pun menganggapku seperti adiknya dikarenakan dia adalah anak terkecil dan perbedaan umurku dan Suksuk-ku hanya berjarak sembilan tahun, serta Suksuk-ku belum menikah atau masih lajang. Namun Suksuk-ku sudah punya tunangan yang nantinya akan dinikahi ketika sudah hamil.

Ya betul, ketika sudah hamil baru akan dinikahkan. Begini ceritanya. Nenekku adalah pendatang asli dari Tiongkok, yang lahir dan besar di Tiongkok. Ketika ekonomi sangat susah di Tiongkok keluarga Nenekku memutuskan untuk pindah keluar dari Tiongkok. Singkat cerita, Adat atau tradisi-tradisi dari Tiongkok untuk menikahkan anak adalah seperti ini. Adatnya adalah Si lelaki dan Si wanita akan ditunangkan dahulu sebagai tanda komitmen kedua belah pihak, setelah pertunangan Si lelaki dan Si wanita akan tinggal bersama dan hidup selayaknya suami istri pada umumnya. Namun Si wanita harus hamil terlebih dahulu sebelum dinikahkan dengan Si lelaki. Bahkan Aku setelah dewasa, aku baru menyadari kenapa tanggal lahirku tidak sampai 9 bulan dari tanggal pernikahan Ayah dan Ibuku, yang menandakan Ibuku sedang hamil ketika dinikahi Ayahku. Tetapi tradisi itu sekarang sudah ditinggalkan karena
sudah tidak sesuai dengan kultur dan budaya saat ini.



Keesokan harinya, jam 6 pagi...


Suksuk-ku pun datang ke hotel untuk menjemputku dan langsung menjumpai Ibu Gadis. Setelah beberapa saat berbicara dengan Ibu Gadis, Suksuk-ku pun datang menghampiri sambil mengacungkan jempol padaku yang menandakan semuanya berhasil sesuai dengan rencanaku.


"Suk, udah ok??" tanyaku pada pamanku.

"Udah dong, Pheng." jawabnya sambil tersenyum.

"Emang Suksuk bilang apa, sama guruku. Kok, bisa diijinkan?" tanyaku penasaran.

"Ya, gw bilang aja. Kalo Nenek mau jumpa cucunya sama pacarnya yang kebetulan lagi di Medan, karena Nenek tahun depan belum tentu bisa lihat cucu sama pacarnya." jawabnya sumringah.

"Wah, luar biasa Suk! The best pokoknya. Eh, gw pergi panggil pacar gw dulu, ya!" ucapku lalu berlalu meninggalkan pamanku.

Aku pun pergi memanggil Aling ke kamarnya dan membawanya turun untuk berkenalan dengan Suksuk-ku lalu berpamitan dengan Ibu Gadis, lalu kami pun pergi dari hotel.

Suksuk membawa kami pergi sarapan terlebih dahulu, di sebuah kedai soto Medan yang sangat ramai pengunjungnya dan sambil menyantap sarapan.

"Pheng, emang kalian udah berapa lama pacaran?" tanya pamanku.

"Baru Suk, baru banget malah. Baru 2 hari tepatnya. Hahaha..." jawabku dengan mudahnya sementara Aling masih cangung berada di dekat Suksuk-ku.

"Bener ga, yank!" seruku pada Aling sambil menyengol badannya.

"Iii..iya..aa... Ssssuk bbbbeeennnnneerrr baru jadian 2 hari." kata Aling gugup.

"Wah, sudah pandai Apheng nyari pacar, ya. Cantik lagi. Oh iya, nanti kalian Suksuk tinggal di rumah, ya. Nanti kalau mau pergi jalan-jalan bawa aja mobil itu! Suksuk mau pergi kerja, nanti malam Suksuk yang antar kalian balik lagi ke hotel yang tadi. Ayo buruan dihabiskan!" ujar pamanku ramah.

Selesai makan, kami pun kami langsung di antar Suksuk-ku ke rumah.

Sesampainya di rumah, dia memberiku uang 500 ribu rupiah untuk uang jajan dan kunci mobil dan rumah kemudian dia pun berangkat kerja.

Setelah Suksuk-ku pergi, aku pun masuk ke rumah dan kudapati Nenekku dan Asim (baca : tunangan Suksuk) sudah menunggu kedatanganku bersama Aling. Karena sebelumnya Nenek sudah diberitahu oleh Suksuk-ku bahwa aku akan datang mengunjunginya hari ini dengan membawa pacar.

Ya, jelas hal itu membuat hati Nenekku sangat senang, dikarenakan aku merupakan cucu kesayangan Kakekku.

Aku pun mulai memperkenalkan Aling sebagai pacar kepada Nenekku, dan tidak ada penolakan dari Aling, malah Aling juga berusaha untuk akrab dengan Nenekku.


Tidak butuh waktu yang lama Aling dan Nenekku untuk akrab, malah Nenek pun terlihat menyukai Aling.

Setelah Nenek mulai lelah, aku dan Aling mulai membantunya dan membawa Nenek ke kamarnya dan meninggalkannya untuk beristirahat lalu aku pun mengajak Aling ke kamar yang biasa kupakai ketika berkunjung ke rumah ini.

"Ling, gimana asik 'kan keluarga gw?" tanyaku pada Aling.

"Ya, lumayan lah Pheng. Untung Nenek dan Suksuk lu ngga galak!" sahutnya sumringah.

"Kok, panggil Pheng. Panggil yank atau beib, dong. Kan, dah resmi di akui jadi pacar atau tadi cuma bohongan doang?" godaku pada Aling.

"Ihh... Ge-er. Itu 'kan tadi drama aja, biar ga jatuh harga diri elu. Udah ngaku-ngaku pacaran, emang elu pernah nembak gw? Kok, dah pacar-pacaran aja!" jawab Aling sambil tersipu malu.

"Yaudah, Aling mau jadi pacar gw 'kan? Mulai hari ini?" Aku bertingkah layaknya orang sedang menembak wanita.

"Duhh... Jangan cerita pacar-pacar dulu deh, Pheng. Gw masih ada urusan yang belum kelar sama Ryan." sahutnya menolak halus ajakanku.

"Loh... Loh? Tapi kemarin, lu dah putus sama dia. Kok, belum kelar. Gimana maksudnya, Ling? Coba ceritain deh sama gw. Gw bersedia kok, dengerin semua yang lu pengen ceritain. Mana tau 'ntar gw bisa bantu, cariin solusinya. Cerita deh, Ling!" ucapku lembut menyakinkannya bahwa aku bisa menjadi pendengar yang baik untuknya.

"Lu 'kan tau, Pheng. Gw sama Ryan itu, sudah jadian sama dia sejak gw SMP kelas 2. Dan sejak dari awal, gw ketahuan pacaran sama dia. Mama dan Papa gw, ga suka sama dia. Tapi gw masih tetap mempertahankan hubungan gw dan dia sampe hari ini." jawab Aling dengan penuh emosi.

"Iya, gw tau kok, Ling." jawabku singkat karena aku melihat emosi Aling yang sedang meluap-luap. "4 TAHUN, PHENG. 4 TAHUN, PHENG. Gw berusaha mempertahankan hubungan gw dengan dia, tapi apa yang dilakukannya, Pheng. Nggak ada, Pheng. Nggak ada sama sekali!"

Dari Emosi yang meledak-ledak itu, Aling bercerita sampai menangis dengan hebatnya. Melihat Aling menangis, aku pun berusaha menenangkan dirinya. Dari peristiwa ini, aku mengerti bahwa Aling sedang merasa lelah dan patah hati. Karena dalam hubungan yang dia jalani selama 4 tahun belakangan ini, seperti seakan-akan hanya dia yang memperjuangkan hubungannya dengan Ryan. Sementara Aling sudah berusaha mendekatkan diri dengan keluarga Ryan, tetapi Ryan masih tidak mau memperjuangkan dirinya.

Aling pun menangis semakin kuat dan aku pun sudah kehabisan cara untuk menenangkan dirinya. Maka, aku segera memeluk dirinya dengan kuat sekali dan Aling terus menangis. Bahkan, memukul-mukuli diriku. Tetapi, tetap kupertahankan pelukanku. Hingga akhirnya, Aling lelah dan berhenti memukulku dan menangis. Aku pun mulai melonggarkan pelukanku dan nampaknya Aling sudah mulai tenang.

"Sudah, Ling! Jangan nangis lagi. Kalo mau pukul gw, pukul aja sepuas-puas nya. Tapi, jangan nangis lagi, ya!" Aku berkata pada Aling sambil mengelus pipinya dan menghapus air matanya dengan buku jariku.

Aku pun keluar sebentar untuk mengambil minuman dan tisu untuk Aling.

"Pheng, terima kasih ya. Sudah mau dengerin dan temenin aku. Dan sorry, aku dah mukul-mukul kamu tadi. Aku sedih dan juga kesal." ucap Aling lirih.

"Iya, nggak apa-apa kok, Ling. Mendingan lu mandi, terus siap-siap. Kita pergi jalan-jalan atau lu mau di sini aja nangis?! Kalo gw sih, mendingan pergi jalan-jalan." ajakku sambil menggoda Aling supaya ia bisa tersenyum kembali.

"Ok, lu tunggu di luar ya. Gw mau siap-siap dulu!" sahutnya sedikit mulai tersenyum.

Tidak begitu lama, Aling telah selesai bersiap-siap dan tidak lagi kulihat bekas air mata di wajah cantiknya. Maka, aku dan Aling pun berpamitan kepada Nenek lalu kami pun berangkat menggunakan Suzuki Baleno kepunyaan Suksuk-ku. Aku memang sudah bisa membawa mobil sejak SMP. Yang kala itu, aku masih sering nongkrong di pasar dan minta diajari nyetir oleh supir angkot yang sering nongkrong di kedai orang tuaku.

Kubukakan pintu mobil dan mempersilahkan Aling untuk duduk dan kututup kembali pintu mobilnya seperti layaknya supir-supir dalam film-film yang pernah kutonton. Lalu aku pun duduk di posisi supir dan menjalankan mobil. Aku dan Aling menghabiskan waktu seharian dengan jalan-jalan di mall sambil belanja, makan layaknya orang yang sedang berpacaran, dan tak terasa sudah malam yang menandakan kami harus segera pulang.

Aku dan Aling pun langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah ketika ingin pamit untuk pulang kepada Nenek, terjadi sesuatu yang tidak diduga-duga sebelumnya. Nenekku mengingkanku dan Aling untuk tinggal satu malam lagi di rumah. Aku sudah meyakinkan Nenekku, bahwa kami harus kembali ke hotel karena besok harus kembali ke kotaku. Namun, Nenek tetap memaksa. Bahkan, mengatakan supaya aku dan Aling tidak perlu pulang naik bus, tetapi naik pesawat saja pulangnya bersama dirinya karena Nenek juga ingin berkunjung ke kotaku.

Maka dengan itu, Suksuk-ku membawa kami kembali ke hotel untuk mengambil barang-barang kami dan kembali memberitahu Ibu Gadis. Sedikit ada perdebatan antara Bu Gadis dan Suksuk. Namun akhirnya, kami pun diijinkan pergi dengan catatan, orang tua Aling harus dikabari terlebih dahulu. Bahwa Aling akan pulang dengan menggunakan pesawat bersama denganku. Maka, Suksuk pun menelepon orang tua Aling dan ternyata orang tua Aling mengijinkan.
 
"Akhirnya update juga!!! setelah berapa lama di tinggal!!! " kata si neng @gadissoyu "ke asikan nonton konser via vallen nih si koko!! tabok ntar lu ko!!:galak::galak:

"yang penting uda di update Neng, yuk goyang lagi:dansa::dansa::jogets:" kata si koko sambil goyang
harus banget 10 ini uda lebbih loooo
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd