Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Ini cerita terbaik sih menurut gw, dibanding beberapa cerita lainnya. Makanya gw masih nungguin... :thumbup
 
Part 9


“Mmpgh-Ah! Anjing! Gue mau diapain?! Maksud lo apa bangsat?!” Umpatan itu langsung aku terima begitu slayer kain yang mengikat mulutnya tadi aku lepas.

“Ssstt.. Tenang, Nan.”

“Lo mau minta tebusan sama bokap nyokap gue ya?!” Jinan meronta-ronta di kasurku.

“Enggak woe.”

“Lo nyulik gue tolol!”

Aku membekap mulutnya.

“Diem, njing!”

***​

Sekitar 1 jam yang lalu.


Aku menghela nafas, jari telunjuk kananku sudah siap menekan bel. Sesuai yang dia katakan, hanya ada satu mobil yang terparkir di garasinya, dengan begini sesuai dengan rencanaku. Aku telah menyiapkan semua yang kubutuhkan untuk memaksanya tutup mulut soal kejadian tadi.

Ting tong...

Bel listrik itu berbunyi. Aku menunggu gadis itu keluar dari balik pintu ini. Jantungku berdegup lebih cepat, entah kenapa aku merasa ini juga ide yang buruk. Aku menghela nafas menenangkan diri.

Krek krek

Dan pintu itu pun terbuka, Jinan keluar dar-

Ya ampun...

Aku menahan nafas.

“Kenapa?” Tanyanya ketus.

“I-itu...”

JuLL2XVR_t.jpg
542Xnmh7_t.jpg
GHB2Lqtd_t.jpg


Aku tidak pernah membayangkan Jinan yang memiliki wajah jutek dan... kau tahu sendiri bagaimana jika dia sudah marah-marah ini mengenakan sebuah onesie kelinci warna merah muda.

GEMESIN BANGET ANJIR!

Aku baru ingat dia punya gigi kelinci juga.

AAAKKK.

ENGGAK BOLEH GESREK SEKARANG!

“Apa? Baju gue? Suka-suka gue lah. Mau apa lo kesini?” Dia menatapku tajam. Sepertinya dia memang masih kesal.

“Galak amat sih, masuk dulu la-“

“Enggak! Mau apa lo kesini?” Dia menahan dadaku saat ingin melangkah masuk.

“Pinjem mobil, hehe.”

“Buat apa lagi sih?! Besok gue pake kuliah anjir.”

“Ih, pinjem dong...”

“Gak jelas lu.”

“Dih.”

Entah kenapa, tiba-tiba tubuhku kembali bergerak sendiri, sebuah slayer kain aku tarik keluar dari dalam kantong jaketku, dan tanpa sempat ia tepis, slayer itu berhasil aku sumpalkan ke mulutnya. Jinan yang terkejut itu bahkan tidak memberikan perlawanan saat tubuhnya aku sudutkan ke dinding. Kedua tangannya aku tarik kebelakang lalu ikat dengan slayer lain yang sudah aku siapkan sebelumnya.

“Diem.”

Aku menghempaskan tubuhnya ke sofa, lalu bergegas menuju kamarnya. Sebenarnya, aku sudah tahu dimana letak kunci itu, Jinan selalu meletakkan kuncinya di gantungan baju samping kaca kamarnya, dan benar, kunci mobil itu tergantung disana.

Jinan masih meronta ringan dan meracau saat aku kembali, entah kenapa wajahnya terlihat pucat pasi. Dia melempar tatapan memelas padaku.

“Ikut gue.”

Aku menariknya paksa masuk kedalam mobil lalu menidurkannya di jok belakang, kedua kakinya pun aku ikat dengan slayer kain. Jinan terus saja meracau dan meronta saat aku membawanya pergi dari rumahnya yang sudah aku pastikan terkunci pintu dan gerbangnya.

***​

Baiklah... sepertinya memang ini bisa dikategorikan sebagai penculikan...

“Nan... gue... minta lo tutup mulut soal kejadian di warung bakso tadi.”

Jinan yang masih aku bekap itu mengernyitkan dahi.

“Aya enggak salah, gue minta lo baikan sama dia lagi ya,” Aku melepas bekapan itu. “Gue enggak minta tebusan kok, ahaha. Maaf juga pake mob-“

“Terus, dengan lo nyulik gue gini... gue bakal ngeiyain permintaan lo gitu?”

Aku menahan nafas, tidak menjawab pertanyaannya itu.

“Bego lu, njing.”

“Oh...”

Aku menyumpalkan slayer kain tadi ke mulutnya. Jinan yang terlihat tidak terima mulutnya kembali dibungkam itu terus meracau. Aku yang sejak tadi berusaha menahan hasrat ini akhirnya menyerah, tanganku mulai meraba-raba tubuhnya yang masih terbalut onesie kelinci itu. Ekspresi panik kini tergambar jelas dari wajahnya.

Kedua tanganku mulai meremas-remas pelan payudara mungilnya. Kaki Jinan yang masih terikat itu bergerak-gerak karenanya. Aku tersenyum nakal padanya yang mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan kecil. Kelinci tangkapanku ini sepertinya akan segera aku santap, hehe.

“Mmngh... mngh...”

Kedua tanganku yang kompak meremas-remas payudaranya kini membagi tugas, tangan kananku menyusur turun ke selangkangannya, sedangkan tangan kiriku tetap meremas-remas gundukan kecil itu. Aku agak kaget ketika aku meraba-raba area selangkangannya, basah. Aku membuka kancing paling bawah dari onesienya ini lalu memasukkan tanganku kedalam untuk memastikannya. Ternyata benar, selangkangannya memang basah, Jinan sudah becek. Aku menggeleng pelan.

Remasanku di payudaranya semakin intens, sementara tangan kananku ini mulai mengusap vaginanya dari luar celana dalamnya. Jinan menggelinjang sambil terus mengerang. Respon darinya ini semakin membuatku ingin terus ‘mengerjai’nya. Tangan kananku kini sudah masuk kedalam celana dalam itu, Jinan tersentak karenanya.

Tangan kiriku berhenti meremas payudaranya lalu menarik keluar slayer kain tadi dari mulutnya. Wajah Jinan sudah mulai memerah dan berkeringat sedikit, ia menatapku sayu. Ya ampun... ia jadi terlihat tambah seksi...

“Dim-mmph... mmhh..”

Belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, aku terlebih dulu melumat bibir tipis itu, akhirnya aku rasakan lagi setelah sekian lama. Jinan langsung membalas lumatanku, ciuman yang menjadi semakin liar dan penuh nafsu itu sukses menghentikan pergerakan kedua tanganku. Bibir kami saling berpagut, ludah kami sudah saling bertukar, lidah kami pun saling mengait satu sama lain. Nafas berat kami saling memburu, dagu kami sudah basah dengan air liur yang tercampur itu.

Kini aku naik ke kasur, selangkanganku terbuka hingga tubuh Jinan ada diantaranya. Aku menghentikan ciuman liar itu lalu melepas kaus yang aku kenakan karena keringat ini semakin membuatku gerah. Aku membenamkan kepalaku ke tudung onesie kelincinya itu dan menciumi lehernya. Disana aroma tubuhnya benar-benar terasa, aku menghirupnya dalam-dalam. Jinan bergidik ketika telinganya aku tiup dan jilati. Kedua tanganku kembali intens meremas payudaranya, lenguhan-lenguhan kecil kembali terdengar dari gadis ini.

“Dimmhh... g-gatel...”

“Hhmm..?”

“M-memek gue gatelhh...”

Aku masih memberikan leher Jinan ini beberapa ciuman hingga akhirnya terhenti. Tanpa menunggu kode kedua darinya aku langsung beralih ke vaginanya yang sempat aku mainkan tadi. Setelah memposisikan diri, tangan kananku kembali masuk ke celah kancing itu lalu mengusap-usap vaginanya dari luar celana dalamnya.

“Mmh.. mmphh..”

Jinan menggigit bibir bawahnya sambil terus menggerak-gerakkan badannya. Beberapa saat kemudian, tanganku itu mulai masuk dan menyentuh vaginanya secara langsung.

“Mmhh..!”

Jinan tersentak ketika dua jariku masuk kedalam lubang kewanitaannya itu. Selangkangan itu ia buka sebisanya. Vagina yang sudah becek itu dengan mudahnya aku obok-obok.

“Ah, Dim! Gila..! mmgh..! Ahh..!”

Jinan menutup mata sambil menggelengkan kepala, desahan demi desahan terus ia keluarkan seiring jariku yang menusuk-nusuk dan mengobok-obok vaginanya itu. Baru sebentar aku bermain, Jinan mengejan, tubuhnya tegang dan pinggulnya terangkat.

“Aaakkh! D-Dimm..!!”

“Jangan ditahan.”

“MmPpPHH...!! AaaKKH!!”

Jinan orgasme, jariku basah dengan cairan itu, begitupun dengan area selangkangannya. Aku mencabut jariku, Jinan tersengal, wajahnya sudah sangat basah dengan keringat, rambut panjangnya pun lepek. Dengan onesie itu, aku yakin dia gerah. Namun sepertinya, aku tidak akan melepaskan onesie itu darinya.

Sembari menunggu nafasnya normal kembali, aku melucuti celanaku. Penis yang sudah tegang ini langsung mengacung kokoh begitu keluar dari sarangnya. Aku menatap nakal Jinan yang sepertinya sudah menatap penisku dengan penuh antusias.

“Lo kangen ini kan?” Aku mengocok pelan penis itu. Jinan hanya tersenyum tipis.

Aku meraih dua kuping kelinci yang panjang itu, lalu menariknya kuat hingga kini Jinan terduduk. Tak aku duga, Jinan langsung melahap penisku tanpa harus aku suruh. Aku mendesis, mulut hangatnya itu sukses membuatku keenakan.

“Tuh kan, kangen berat lo ya...?”

“Bacopmhh...” katanya yang masih mengulum penisku.

Aku biarkan dia menikmati batang kemaluanku itu. Kedua tanganku hanya mengelus-elus kepalanya yang terbungkus tudung kelinci itu. Jinan benar-benar memanjakanku dengan permainannya, penisku itu benar-benar dipijit lembut dengan lumatan bibirnya. Lidahnya juga lihai menjilati batang dan kepala penisku. Bunyi decakan terdengar dibawah sana, Jinan semakin liar memainkan penisku dengan mulutnya, ia memaju mundurkan kepalanya sendiri, bahkan ia sekarang memberiku sebuah deepthroat. Aku yang merasa geli dan keenakan ini sontak mendongak dan mendesah.

“Aaaahhh... gila, Nan.. enak banget woi... aahh...” kedua tanganku sontak menahan kepalanya beberapa saat, Jinan bahkan serasa tidak masalah dengan tindakanku itu. Ia tetap memberi sentuhan-sentuhan lembut dengan lidahnya. Aku tak bisa berkata-kata lagi setelah itu, hanya bisa menikmati permainannya.

Jinan melanjutkan aksinya begitu aku melepaskan tanganku yang menahan kepalanya. Ia terus mengulum penisku bak sebuah permen gagang. Lubang kencingku ia jilati, tubuhku langsung merinding geli. Ia juga sempat mengigit-gigit kecil batang penisku, itu membuatku merasakan sensasi yang berbeda. Setelah beberapa saat, aku kembali memegangi kepalanya. Tanpa menunggu lama, aku memaju mundurkan pinggulku sambil menahan posisi kepalanya.

Ah...

Ah...

Aaahh...

Tangan Jinan yang masih terikat itu tidak bisa memberi perlawanan, Jinan hanya bisa pasrah mulutnya aku tusuk-tusuk dengan penis ini.

Ah...

Aaaahhh...

Mmmhh...

Mmphh..

Aahh...

Aku terus menyodokkan batang kemaluan ini kedalam mulutnya. Tiap detiknya adalah kenikmatan tiada tara bagiku. Sodokan demi sodokan terus aku berikan, hingga selang beberapa saat, aku merasakan akan segera sampai. Sodokan itu aku percepat.

Eerrgghh...

Crot

Crot

Aku mengeluarkan spermaku didalam mulutnya. Mata Jinan yang sayu itu berair, ia menarik kepalanya begitu tanganku tidak lagi menahannya.

“Hhh... dikit banget, Dim...”

Aku sempoyongan.

Sialan.

Energiku sudah terkuras gara-gara Aya. Dengan nafas yang masih terengah aku menghempaskan tubuhku di kasur. Jinan yang ada disebelah kiriku memandangku heran.

“Heh, kenapa lu? Hhh...”

“Hhh... Nan... capek gue...”

“Woi, lepasin iketan gue dulu!”

“Hhh... lepas sendiri...”

“Woi, Dim!”

Lalu semua berubah gelap, aku rasa aku akan tidur sebentar...

***​

Perlahan, kedua mataku terbuka, langit-langit kamarku adalah pemandangan pertama yang aku dapatkan. Namun sesuatu yang aku rasakan dibawah sana langsung mengalihkan pandanganku.

Ya ampun!

Jinan sudah telanjang bulat dan sedang mengulum penisku. Kedua tangannya sudah terlepas dari ikatan slayer. Aku juga dalam keadaan telanjang bulat. Tunggu sebentar, kenapa kedua tanganku diikat ke ujung kasur begini?! Masing-masing kakiku juga diikat dengan slayer ke ujung kasur sehingga selangkanganku terbuka lebar.

“Nan... lu ngapain?! Lepasin gue!”

“Diem,” Jinan melepas kulumannya lalu mengocok pelan batang penisku yang sudah berdiri tegak itu. Aku melihat jam dinding, jarum-jarumnya jam lima pagi. Ternyata hari sudah berganti.

“Eerrgghh... m-masih pagi anjir! Udah woi! Mmmphh...” Aku jadi panik sendiri.

“Kalo lu mau gue tutup mulut, nurut sama gue!” bentaknya sambil terus mengocok penisku.

Kenapa situasinya jadi terbalik begini?!

“Semaleman gue tidur tangan kaki diiket njir! Pegel tau ga?!” Dia menghentikan kocokannya, lalu mulai mengangkat tubuhnya. Aku menahan nafas ketika melihat ia memposisikan diri siap memasukkan penis itu kedalam vaginanya. Aku yang sudah dibelenggu ini tidak bisa berbuat banyak.

Mmmghh...

Lenguh kami nyaris berbarengan begitu Jinan mendorong pinggulnya hingga penisku masuk kedalam vaginanya. Wajahnya mendekat, dia masih memberikan tatapan sayu, nafas hangatnya bisa aku rasakan di jarak ini. Suhu badanku jadi semakin hangat.

“Nikmatin aja, Dim...”

Dia berbisik di telinga kananku, lalu sebelum mengijinkanku berbicara, dia melumat bibirku, sama seperti yang aku lakukan padanya tadi malam.

“Mmhh...”

“Mmghp..”

Lenguhan-lenguhan kecil kami hasilkan selagi bibir kami beradu, aku menggerak-gerakkan pinggulku, penisku yang masih menancap di vaginanya itu mulai terasa gatal. Lubang kewanitaan yang sempit itu serasa memijit dan menelannya. Jinan yang sepertinya juga sudah gatal memaju mundurkan pinggulnya sambil terus melumat bibirku. Payudaranya ia tekankan ke dadaku lalu menggesek-gesekannya disana. Putingnya terasa sudah menggeras. Kami berdua sudah dipenuhi nafsu sekarang.

Ah..

Ah..

Ah..

Ah...

Gerakan pinggul Jinan semakin liar. Aku yang terbelenggu ini hanya bisa diam, menikmati permainan yang sekarang sepenuhnya dalam kendalinya.

Plok

Plok

Plok

Setelah beberapa sodokan, Jinan berhenti dan mengeluarkan penisku dari vaginanya Ia menarik kedua kakinya kedepan, kedua tangannya bertumpu di pahaku. Setelah merasa posisi terbaiknya telah ia dapatkan, ia masukkan lagi penisku kedalam vagina itu lalu menaik-turunkan tubuhnya. Penisku serasa menusuk lubang hangat itu dari bawah.

Dari posisi ini, tubuh bagian depannya yang kini sudah mengkilap karena keringat itu bisa aku lihat dengan jelas. Ukuran dua payudara itu terlihat membesar, puting menggemaskan yang sudah mengeras, dan ekspresi kacau Jinan memanjakan mata ini. Pemandangan yang indah di pagi hari.

“Aah.. N-nan, cepetin. Engh...”

“Gak usahh ngatur njing!” Protesnya yang masih menutup matanya, menikmati bagaimana penisku itu menusuknya dari bawah. Galak banget sih...

Yah, baiklah, terserah. Semua dalam kendalinya.

Plok

Plok

Plok

Jinan terus menaik-turunkan tubuhnya pelan. Mulutnya terbuka, matanya masih terpejam. Aku memejamkan mata dan mendesah kasar seiring gerakan naik-turun pinggulnya yang semakin cepat.

“Aaahh.. Dim..! Mmghh..!!”

“Nanhh... Mmgh..!”

Desahannya semakin kasar, rambut panjang itu pun sudah berantakan, alih-alih merapikan rambut itu, kedua tangannya masih menumpu di pahaku. Selang beberapa gerakan, Jinan berhenti. Pinggulnya ia dorong, tubuhnya mengejan.

“AaAkHH...!”

Jinan mendapat orgasmenya pagi ini. Penisku masih dibiarkannya didalam vagina itu saat ia mengatur nafas dan merapikan rambutnya. Nafasku juga tersengal, aku masih belum ejakulasi, tapi penisku itu sudah terasa sakit. Sepertinya aku akan membiarkannya berisirahat beberapa hari kedepan.

Jinan menatapku sambil tersenyum puas setelah anak rambut itu ia rapikan.

“Enak?”

“Hhh... bacot, Dim...”

“Gue belum keluar...”

“Iya iya...”

Jinan menarik pinggulnya sehingga penisku yang basah dengan cairan orgasmenya itu bebas dari vaginanya. Sudah paham apa yang akan dia lakukan, Jinan kembali menggengam batang penisku lalu mulai mengocoknya pelan dengan tangan kanannya, sedangkan jari-jari tangan kirinya mengusap-usap pelan kepala penisku dan membuatku menggelinjang. Sesekali jari-jari tangan kirinya beralih memainkan testisku lalu kembali mengusap kepala penisku. Aku kagum dengan permainan tangannya itu, penisku benar-benar dimanjakan dengan kulit halus tangannya itu. Kocokannya berangsur cepat, aku tidak bisa menahan diri untuk mendesah karenanya, ini terlalu nikmat.

Eeerrgghh...

Crot

Crot

Tanpa memberinya aba-aba karena terlalu menikmati kocokan itu, semburan sperma yang tak seberapa itu mengenai wajahnya.

“Iih... kok enggak bilang sih..?”

Dengan punggung tangannya, Jinan mengelap cairan hangat itu.

“Hhh... maaf... enak sih... hehe...”

“Dih, dasar...”

Jinan turun dari kasur lalu mengambil pakaian dalam dan onesienya yang ia letakkan di kursi kamarku.

“Woi woi! Mau kemana?! Lepasin iketan gue!” Aku berusaha menggerakkan kedua tanganku, ikatan Jinan ini sangat erat.

“Sabar, njing.”

Jinan langsung memakai onesie itu tanpa pakaian dalam. Tudungnya tidak ia pakai. Aku menghela nafas panjang.

“Nan...”

“Hmm...?”

“Lo... jadi tutup mulut kan...?”

“Hhh... Dim, Dim... gue sebenernya gak usah lo culik culik gini juga enggak bakal bilang ke Cindy.”

“Hah...?”

“Gue mah bodoamat lo tidur sama cewek lain, atau ciuman kayak tadi.” Jelas Jinan sambil membuka ikatan di kakiku. “Gue marah, soalnya menurut gue, lo udah keterlaluan, Dim. Pacar lo masih ada di sekitar situ dan lo malah ciuman sama sahabat pacar lo sendiri. Bayangin... gimana enggak remuk perasaan Cindy kalau tau bahkan ngeliat pacar sama sahabatnya sendiri ngelakuin hal kayak gitu? Untung dia enggak ikut ke toilet.”

Aku terdiam mendengar penjelasannya.

“Gue pun sebenernya ngerasa salah juga, berhubungan badan sama lo kayak gini, walaupun gue enggak munafik, ini enak... Gue kadang emang enggak bisa nahan nafsu, kayak lo ini, brengsek.” Jinan beralih ke ikatan tanganku. “Lo takut banget kehilangan dia, ya?”

“Iya lah...”

“Hahaha... pokoknya, udah. Jangan sampai buat hati pacar lo itu remuk, ya. Cindy itu cewek baik. Jangan sampe dia kecewa.” Jinan meraih kunci mobilnya yang tergeletak di meja belajarku. “Soal Aya, ntar biar gue yang ketemu.” Lanjutnya.

Aku memposisikan diri duduk.

“Eh tapi. Gue masih enggak terima ya lo culik kayak kemarin. Mana lo pake bawa mobil gue lagi.”

“Err...”

“Traktir gue makan di kantin seminggu-eh enggak, sebulan.”

“Dih! Lo ngerampok gue namanya!”

“Lo nyulik gue njing! Sumpah dah, gue takut lo macem-macemin. Gue kira lo jadi psikopat terus mau bunuh gue njir.”

“Lah, ahahaha! Yaudah deh iya. Terserah.”

Aku menggeleng, ada-ada saja pikirannya itu.

Deal.”

Jinan melangkahkan kakinya keluar kamar.

“Nan...”

“Apa?” Jinan memutar badan.

“Emm... makasih ya...”

“Iye iye ah. Gue balik dulu. Jangan skip kelas ntar.”

“Eh, Nan.”

“Apalagi?” Jinan memutar badan lagi.

“Tapi lo beneran kangen sama kontol gue kan?”

“APASIH NJING?!”

Wajahnya memerah.

***​

Aku mengusap rambutku yang masih basah dengan handuk sambil melangkah masuk kamar, segar sekali rasanya tubuh ini. Aku menoleh kearah jam, sepertinya aku masih bisa sarapan sebelum berangkat ke kampus.

Drrtt...

Getar smartphoneku yang ada di atas meja itu membuatku meraihnya dengan tangan kiriku. Tangan kananku masih mengusap-usap rambut. Sebuah notifikasi pesan LINE, aku mengira itu dari Cindy, namun ternyata bukan. Nama pengirim yang tidak asing bagiku tertampil layar itu.

“Pucchi?”




To be Continued...
 
Aduh, itu fotonya Jinan kok gemesin banget sih :alamak::alamak::alamak:
 
AKHIRNYAA JINAN BALIK LAGI
Gilaaa adegan Jinan jadi Dominan mantep banget,kalo bisa banyakain lagi ya suhu hehe
:alamak::aduh::alamak::aduh:
 
Dimas ini udah kayak Kolor Ijo ya...

Menyambangi rumah dedek2 gemes buat diperkaos wkwkwk
 
Aduh, itu fotonya Jinan kok gemesin banget sih :alamak::alamak::alamak:
Luvable bgt emang ehehhe :alamak:

Pucchi dieksenya pake cosplay, hehe

Saran ditampung, ehehhe

pucchi.
.
.
..
...
....
:elu::elu::elu::elu::elu::elu::elu::elu:
.
.
.
.
..
...
etapi foto jinan gemesin kak..
Eh, m-mas Tama... Pinjem Pucchi bentar ya, hehe. Tenang aja, dijagain baik-baik kok. Soal Jinan... IYA IH GEMESIN BGT

AKHIRNYAA JINAN BALIK LAGI
Gilaaa adegan Jinan jadi Dominan mantep banget,kalo bisa banyakain lagi ya suhu hehe
:alamak::aduh::alamak::aduh:
Ehehhe, mungkin di cerita lain sih. Baru konsep di kepala. Wkwkkw
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd