Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Nafsu Para Lelaki Paruh Baya

Status
Please reply by conversation.
BAGIAN 2

Selesai mengisi perut permainan bulutangkis tidak lagi dilanjutkan, Ardian pergi mandi dan akan bersiap mengikuti sekolah daring dari dalam kamarnya di lantai dua. Nia sudah berangkat kerja. Sementara Pak Rohimin duduk rebahan di atas kursi bambu yang berada di dekat taman belakang rumah. Di halaman belakang rumah putranya, terdapat taman mini yang biasa digunakan untuk berjemur badan di bawah terik matahari atau sekadar menjemur pakaian. Pak Rohimin masih kepikiran gara gara memerhatikan bentuk BH dan celana dalam Nia di kamar mandi.

Dari kejauhan Ia lihat tiang jemuran besi, beberapa pakaian kering di sana tampaknya belum diangkat. Pak Rohimin bangkit berjalan mendekat. Adakah sesuatu yang baru dilihatnya?

"Kenapa aku baru tahu sekarang, duh haduh..", Pak Rohimin kembali memerhatikan BH milik Nia yang berwarna biru gelap, ternyata ia betul-betul dibuat penasaran oleh bagian dalam tubuh Nia.

Pak Rohimin kembali ke tempat duduk semula. Ia biarkan BH milik Nia terjemur di bawah pohon, disinari sedikit oleh sengat Sinar Matahari. Apalagi masih basah, rupanya baru dicuci pagi ini.

Pak Rohimin tiba-tiba merogoh saku celana panjang batik yang ia pakai, diraih ponsel pemberian Lukman putranya setahun yang lalu. Ia bukan sedang ingin menghubungi sanak saudara, melainkan melihat foto-foto Nia saat sedang mengenakan kebaya. Pak Rohimin kembali memastikan apakah betul bukit kembar milik Nia begitu berisi? 100% nyaris betul. Ia kadung yakin hanya karena melihat belahan dada saat Nia mengenakan kebaya.

Pak Rohimin lalu tertidur di antara hembusan angin sepoi-sepoi yang menyapu tiap rambutnya yang mulai keperakan. Kendati tubuhnya tampak kurus, ia cukup bertenaga.

Beberapa menit kemudian, ponsel yang berada digenggaman Pak Rohimin bergetar, Lukman menghubungi.

"Halo, ayah?"

"Iya ada apa?"

"Hari ini jangan keluar rumah dulu ya, yah..."
"Keadaan lagi gak bagus"

"Loh? Kalau ayah gak keluar, makan apa?"

"Soal makan, nanti aku pesenin makan aja lewat aplikasi"
"Ayah nanti tunggu aja di rumah, gak usah ke mana mana"
"Oke ya, yah?"

"Mosok ke warung juga ndak boleh?"
"Pakai masker lho..."

"Bukannya begitu, Ayah mau beli apa emangnya?"
"Bukannya di kulkas udah ada semua?"

"Yowes aku gak kemana-mana", gerutu Pak Rohimin, menyadari dirinya akhir akhir ini selalu diperingatkan agar tidak berseliweran keluar rumah.

"Maaf ya Ayah, aku harap ayah ngerti"
"Karena aku gak mau sampai ayah terjangkit virus"

"Ya, iya, aku ngerti..."

"Ardian lagi ngapain yah? Nia udah berangkat?"

"Anakmu lagi belajar online, Nia sudah berangkat daritadi"

"Oke deh kalau begitu, yah, aku tutup teleponnya ya, hati hati di rumah..."
"Nanti makanan kalau dah aku pesen, aku kabarin"

Pak Rohimin kembali harus mendekam di rumah. Biasanya sebelum virus Corona mewabah, Pak Rohimin bisa kelayapan sesukanya di Tangerang dan sekitarnya, bahkan pergi ke Jakarta seorang diri. Akan tetapi, justru saat ini kebebasannya dikekang. Pak Rohimin mengetahui bahwa ini bukan mau putranya saja, tetapi mau semua pihak yang berwenang mengurusi wabah ini. Alhasil, Pak Rohimin beraktivitas selayaknya seorang pensiunan yang tidak tahu musti melakukan apa di rumah, kecuali tidur, makan, atau menonton televisi.

Di kamarnya, Ardian sedang sibuk mengikuti langsung pembelajaran jauh melalui aplikasi daring...


=¥=

"Hasil SWAB kemarin udah ada kabar belum?"

"Hasilnya udah ada Bu, katanya sih ada tiga orang kantor kita yang positif"
"Aku kurang tahu juga siapa-siapanya"

"Hmmm, gitu ya"

"Ibu mending tanya Mirna aja"
"Kayaknya dia tahu siapa aja yang hasilnya positif"

"Baiklah, Terima kasih ya infonya, Ren"

"Sama-sama Bu"

Nia saat di kantor, begitu menantikan hasil tes SWAB nya dua hari yang lalu, yang sampai saat ini belum juga diberi kabar. Dijanjikan dalam 24 jam hasil keluar, tetapi sudah dua hari tidak ada pemberitahuan sampai kepadanya. Kata salah satu rekan kerja perempuannya, Nia bisa bertanya kepada Mirna (28 tahun), bagian kepegawaian yang menghubungi langsung tim medis yang bertanggung atas tes SWAB tersebut. Melalui sambungan telepon, Nia menghubungi Mirna. Tentunya, Ia amat mendapatkan kabar baik karena situasi sekitar jumlah orang yang terjangkit virus terus bertambah.

"Halo Mir"
"Ini Aku Nia..."

"Eh iya, Bu.."
"Selamat pagi, ada apa ya?"

"Aku mau tanya hasil tes SWAB kemarin dong"
"Kok belum ada kabarnya yah"

"Sebentar Bu, aku coba cek ke tim pemeriksanya ya"

"Ok Mir, aku tunggu ya..."

"Iya, Bu, nanti pasti aku kabarin kok"

"Iya sama-sama, maaf ya Mir, soalnya kan janjinya kemarin hasilnya keluar, eh tapi sampai saat ini masa belum keluar juga sih"

"Maaf ya Bu, aku juga waktu itu udah sempet nanya, katanya sih hari ini"
"Maaf atas kekeliruan informasinya.."

"Yaudah gapapa..."
"Oke, aku tunggu kabar baiknya..."


=¥=

Siang hari, setelah lewat tengah hari, tepatnya pukul 13.00 WIB, Ardian menyantap makan siang bersama Eyangnya. Mereka melahap bersama Ayam bakar dan nasi yang dipesankan langsung oleh ayahnya dari kantor. Duduk di ruang makan bersama, Ardian mengunyah makanan sembari mendengar Eyangnya bercerita. Ardian tak bosan-bosan menyimak cerita segudang dari eyangnya. Ia tak menyangka Eyangnya punya banyak pengalaman, terutama mengenai berkebun. Ardian yang semenjak lahir belum diajak mudik ke kampung halaman ayahnya hanya sekedar mendengar cerita dari mulut ke mulut, terutama dari Eyangnya saat ini yang menyampaikan bahwa di kampung cuacanya sangat sejuk dan mudah bercocok tanam di sana.

Dengan begitu, penyesalan yang mendominasi benak Ardian karena ayahnya entah mengapa tak pernah mengajaknya mudik. Ditambah pusing lagi, kondisi seperti saat ini hampir tidak dimungkinkan untuk mudik.

"Seriusan Eyang punya kebon lebih dari satu hektar?"
"Ah eyang bohong banget..."

"Kamu makanya pulang kampung supaya percaya, kalau gak tanya Papamu sendiri sana..."

"Percuma Eyang..."
"Ayah juga gak banyak cerita soal kampungnya.."
"Makanya ini aja aku baru tahu dari cerita eyang..."

Selagi makan, tiba-tiba mereka berdua mendengar ada suara mobil berhenti di depan rumah, sesaat kemudian bunyi pintu pagar rumah bergeser.

"Mama?! Kok udah pulang jam segini?"

"Iya nih, Mama terpaksa pulang kantor karena hasil SWAB Mama positif CORONA", Nia menggunakan faceshield dan masker setibanya di rumah. Ia berbicara dengan tetap menjaga jarak.

"Waduwhh!!! Terus gimana? Mama disuruh dirawat atau bagaimana, Ma?!"
"Papa udah tahu belum?!", Ardian menatap dengan nanar panik.

"Kamu jangan panik, sayang"
"Mama udah dapat obat dari rumah sakit"
"Kata dokter, mama sebaiknya isolasi mandiri di rumah"
"Papa nanti biar mama yang kasih tahu..."

"Yowes kamu buru-buru bersih-bersih sana"
"Sudah makan belum? Biar ayah bantu beliin..."

"Enggak usah ayah, enggak usah, aku juga udah belii makanan tadi di deket kantor"
"Mama masuk kamar dulu ya..."

"Bagaimana nih eyang sekarang?", tanya Ardian kebingungan.

"Kamu tenang dulu, mending kamu habiskan makananmu itu..."

Pak Rohimin tak menyangka, ia yang lebih sering diperingati akan bahaya Virus CORONA, malahan menantunya yang terkena virus tersebut. Pak Rohimin galau tak tahu harus berbuat apa. Di sisi lain, ia juga khawatir tertular virus tersebut dari Nia. Apakah ia berusaha menghubungi putranya sekaligus mengabarkan kondisi Nia yang baru divonis positif CORONA? Pak Rohimin mencemaskan Lukman lantas akan panik juga memperoleh kabar itu.

"Ayah sama Ardian, nanti kalau ada petugas medis gitu datang, kalian terima ya..."
"Mama tadi udah hubungin tim medis yang bisa SWAB ke rumah"
"Nanti Ardian sama eyang di-SWAB yah..."

"Seriusan Ma?!"

"Iya seriusss..."
"Mama gak mau kamu kena CORONA sayang"
"Kalaupun udah terpapar, lebih baik terdeteksi lebih awal supaya cepat penanganannya"
"Kan kasian juga eyang..."

"Aku jadi takut, eyang...", Ardian menatap cemas wajah eyangnya, sementara Nia memungut handuk dari kamar bergerak cepat ke kamar mandi sembari tetap menggunakan masker.

"Kamu jangan cemas yaa..."
"Eyang aja tetap biasa aja, gak perlu ada yang ditakutin..."
"Eyang yakin kamu sehat"

"Beneran nih Eyang?"

"Bener dong, cucu eyang harus berani dan tegar..."
"Anak laki jangan cengeng"

Ardian menangkap kuat-kuat pesan Eyangnya. Kemudian setelah tak mau menyelesaikan sisa makanannya, Ardian masuk ke kamar di lantai 2. Ia seakan butuh waktu sendirian untuk menenangkan diri atas apa yang menimpa Mamanya. Belum lagi apabila ia harus menerima kenyataan positif Corona juga. Terlebih, sepengetahuan Ardian virus CORONA belum didapati vaksinnnya, apalagi obatnya. Jelas penyakit ini amat mematikan. Ardian takut terjadi apa-apa pada mamanya, dirinya, dan keluarganya.

Sementara itu, Nia merenungi nasibnya yang harus dinyatakan positif CORONA. Pikirannya yang mulanya baik, berubah paranoid dan cemas akan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Ia belum tahu kapan akan mengontak suaminya. Nia bingung bagaimana andai sekeluarga ini statusnya positif semua atau hanya sebagian yang positif, siapa kiranya yang akan mengurusi. Selebihnya jika hanya Ardian yang negatif. Sungguh kasian putra semata wayangnya.

=¥=


BeRsAmBuNg
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd