Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Wah ternyata ada yg Losties disini. Yep, kode itu kalau di LOST adalah nomer kandidat pengganti Jacob.
Klo di cerita ini Bisa di gunakan untuk mereset waktu sehingga gracia bisa hidup lg atau Masuk ke dimensi lain biar ketemu kyla (ngarep)..

Apapun itu, semoga sehat selalu suhu biar bisa update ceritanya sampai tamat(tapi jgn terlalu cepat tamatnya)
 
Fidly doang saya mah :o
Ehehehe lucu dia
Klo di cerita ini Bisa di gunakan untuk mereset waktu sehingga gracia bisa hidup lg atau Masuk ke dimensi lain biar ketemu kyla (ngarep)..

Apapun itu, semoga sehat selalu suhu biar bisa update ceritanya sampai tamat(tapi jgn terlalu cepat tamatnya)
Kayak konsep flash sideways gitu ya, jadi nanti timelinenya terbelah dua, satu di "dunia" zombie, satunya lagi "dunia" yang damai. Tapi kyaknya bakal ribet kalo dituang ke tulisan wkwkwk
Saya perlu ikut jawab gak ya?
Silahkeun, walau emmmm udah tau siapa ehehehe:baca:
 
12. Settled Down

Aku berjalan lunglai menuju camp. Pikiranku berantakan, hatiku hancur. Aku tidak menyangka Gracia bisa pergi secepat itu. Tak butuh waktu lama aku akhirnya sampai di pintu camp yang terbuka, aku langsung disambut oleh kawan-kawanku, termasuk Citra.

"Kak Dino" Citra menghampiriku.

"Gracia mana kak?"

Aku tak menjawab, mulutku seakan-akan terkunci. Lidahku terasa beku untuk melontarkan sebuah kata. Sekuat tenaga aku bendung air mataku yang memaksa keluar akibat mendengar kata "Gracia" yang keluar dari mulut Citra.

"Kak, Gracia mana?" tanyanya lagi.

Pikiran dan hatiku berkecamuk mendengar perkataan Citra, aku tak bisa berbohong tentang kejadian tadi. Aku harus bilang yang sebenarnya.

"Maafkan aku Citra....." air mataku tak bisa kubendung lagi. Kupegang kuat bahunya, Citra terlihat bingung dengan sikapku.

"Gracia...... Gracia meninggal...." aku berkata dengan berat dan tersendat. Citra terkejut mendengar perkataanku. Ia melepaskan tubuhnya.

"Kak, gak mungkin...... gak mungkin......" Tubuhnya jatuh. Citra menggeleng tak percaya dan tak lama ia menangis terisak. Kulihat Aya juga terlihat menangis mendengar perkataanku. Sandi dan Galang terkejut mendengar perkataanku.

"Maafkan aku Citra, aku.... aku tak bisa selamatkan dia. Aku sudah kuburkan dia" kataku. Citra menutupi mukanya, suara tangisnya jelas sekali terdengar. Hatiku remuk dan hancur melihat Citra menangis seperti itu.

"Kak, tolong antarkan aku kesana hiks hiks" Citra membuka mukanya, raut muka Citra terlihat berantakan sekali, matanya basah.

"Sandi, aku sudah berhasil menghidupkan radio tower itu...." aku berkata kepada Sandi, dia menghampiriku dan menepuk pundakku.

"Itu tidak penting sekarang Din, kamu antarkan Citra kesana. Aku turut berbela sungkawa atas kepergian teman kamu"

Aku dan Citra berjalan menuju makan Gracia, kulihat dia tertunduk dan tak berkata apa-apa. Kami melewati sebuah air terjun, tempat dimana aku dan Gracia bermain-main air sebelum menuju ke radio tower. Tak berapa lama aku dan Citra tiba di tempat peristirahatan terakhir Gracia. Suara tangis Citra kembali pecah saat melihat kuburan Gracia dan dia terduduk disamping bersamaku.


"Hiks, hiks, hiks Graciaa" Tangan Citra memegang batu besar diatas kuburannya. Pemandangan yang sungguh memilukan.

"Kak, kenapa ini bisa terjadi?" tanya dia dengan suara terisak.

"Dia tergigit mahkluk itu, aku sudah berusaha untuk menolong dia, namun nyawanya tak tertolong" kujawab dengan suara tersendat sambil memegang pundak Citra

"Kakak jahat! Kenapa kakak gak bisa jaga dia??" Citra setengah berteriak, perkataan dia mengejutkanku, hatiku seperti tertancap beberapa pisau. Mungkin aku adalah pria paling rendah di dunia ini, aku tak bisa menjaga wanita "kedua" yang sebenarnya aku cintai.

"Maafkan aku, tapi tak ada jalan lain......" kupegang pipinya yang basah oleh air matanya, namun Citra menolaknya. Mata Citra basah, tak kuasa menahan kesedihan dan emosinya. Tatapannya mengarah ke batu besar yang berperan sebagai nisan makamnya Gracia.

"Kenapa ini harus terjadi......." Citra mengusap batu besar diatas tanah makam.

"Kenapa aku harus kehilangan sahabatku lagi, Gloria, Kyla, sekarang Gracia......"

"KENAPA AKU YANG HARUS MENGALAMI SEMUA INI......" Citra berteriak dan memukul-mukul tanah. Hatiku semakin hancur mendengarnya. Isak tangis Citra kembali terdengar.

"Kenapa dunia selalu tak adil buatku....."

"Gracia huhuhu....."

"Citra....."

"Harusnya aku yang ikut dengan kakak tadi, biar aku saja yang mati, kak"

"Citra, ini takdirnya dia....." aku berkata mencoba untuk menenangkan dia.

"Enggak kak enggak......"Citra meronta.

Tiba-tiba aku melihat seekor kelinci putih muncul dari dalam hutan, kelinci itu menghampiri Citra. Kulihat dia mengusap air matanya dan mengelus kelinci itu, binatang itu terlihat senang sekali.

"Kelinci yang lucu....." Citra berkata lirih sambil mengusap air matanya. "Kak, mungkinkah ini Gracia?" tanya dia. Air mataku mengalir mendengar perkataan Citra.

"Mungkin Citra, mungkin...."

Tiba-tiba kurasakan hawa udara dingin menyerang kulitku, air hujan tiba-tiba saja turun dari langit. Kelinci itu langsung berlari kembali kedalam hutan.

GGGRRHHHHHHHHH

Sialan! mayat hidup!

"Citra, ayo kita pergi dari sini" ajakku, aku menoleh ke belakang, ada beberapa mayat hidup menuju kemari.

"Kak, aku gak mau meninggalkan Gracia....."

"Tidak Citra, kita harus......"

"Kita lawan mereka kak, berikan pistolmu. Aku akan lindungi makam Gracia!" Citra berkata tegas, aku melihat sosok lain dari Citra. Matanya terlihat menampilkan emosi yang membara.

"Kamu..kamu yakin?" tanyaku.

"Iya kak, aku mau balas mereka"

"Baiklah, ini pistolku. Kamu tetap disampingku, oke?" kataku. Citra mengganguk. Aku menyiapkan senapan shotgunku, pelurunya cukup untuk menghadapi mahkluk bangsat itu.

DOR DOR DOR

Citra menembakkan pistolnya tepat kearah salah satu mayat hidup yang merangsek menyerang. Tubuh mahkluk itu terjatuh. Aku juga mulai menembakkan shotgunku kearah mayat hidup yang juga merangsek maju. Tembakan tersebut mengenai kaki mahkluk itu hingga putus.

DOR DOR DOR

Kulihat Citra terus meletuskan pistolnya, raut mukanya terlihat kacau, emosi dan duka ia pancarkan. Terkadang ia berteriak saat meletuskan pistolnya. Aku mulai khawatir dengan kondisi Citra. Ia seperti kesetanan melawan mayat hidup itu.

DOR DOR DOR

"AGHHHHHHHHHHHHHH" dia berteriak kencang, aku bisa melihat dia yang benar-benar melampiaskan emosinya. Citra sudah membunuh hampir semua mayat hidup yang terlihat sedangkan aku hanya membunuh tiga mahkluk itu. Suara erangan mahkluk itu semakin keras terdengar. Hujan semakin deras, kami sudah berusaha untuk membasmi mahkluk bangsat itu namun sepertinya percuma saja, mayat itu semakin bertambah dan terus menyerang kami.

"Citra, kita harus pergi dari sini!" kataku tegas melihat semakin banyak mayat hidup yang menuju kemari.

"Tidak kak, Tidak! Aku harus lindungi Gracia...." teriak Citra dengan suara yang menurutku menyayat hati. Aku menghampiri dia dan memegang pundaknya. Citra menatapku dengan matanya yang basah.

"Gak bisa Citra, tolong dengarkan aku....."


"Whatever happens, I want you to be strong"


Citra menatapku dan tertegun mendengar perkataanku, kuusap air mata yang mengalir lewat pipinya.

"Tolong, ikhlaskan Gracia. Aku yakin kamu kuat Citra...."

Kami saling bertatapan dengan diiringi air hujan yang semakin deras dan suara-suara mayat hidup yang semakin keras terdengar. Tak lama kemudian Citra mengganguk walau aku tahu dia merasa berat hati.

GGRRRHHHHHHHHHH AHGHHHHHHHH

"Ayo Citra. Lari"

"Gracia....." Citra menoleh kearah makam Gracia.

"Ayo Citra"

****

Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, Citra terus mengurung diri di kamar, ia tak pernah keluar dari kamar, aku terus mengetuk pintunya dan hanya jawaban yang ia lontarkan dari dalam kamar.

"Tolong kak, biarkan aku sendiri....."

Suaranya parau membuatku semakin cemas dengan kondisi Citra. Begitu juga dengan kawan-kawan kami, aku hanya bisa pasrah karena tidak bisa membujuk Citra keluar kamar. Saat ini aku berada di sebuah tempat makan, aku memesan sebuah botol bir dan sebungkus rokok. Kuhidupkan sebatang rokok dan kuhisap dalam-dalam untuk meredakan semua emosi diseluruh tubuhku.

"Hai Din" kulihat Aya menghampiriku dan duduk didepanku.

"Emmm hai Ay" balasku.

"Citra gimana? kamu bisa membujuknya keluar?" tanya dia. Aku hanya menggeleng.

"Aku khawatir sama dia Din, dia sudah kehilangan sahabatnya"

"Iya Ay, aku.... aku juga merasa kehilangan"

"Dino, aku boleh tanya sesuatu?" Aya menggeser kursinya dan mendekatiku.

"Emmm kenapa?" tanyaku saat Aya menatap mataku.

"Sebelumnya maaf Din, jadi gini...."

"Kamu beneran suka sama Gracia?" aku terkejut mendengar perkataan Aya, dari raut mukanya ia tampak serius. Mulutku seperti sangat berat membalas pertanyaaan dia.

"Enggak Ay, aku hanya menyukai Citra" jawabku.

"Kamu bohong" balasnya.

"....."

"Dari mata kamu kelihatan kok, lebih jujur dari mulutmu" kata Aya, mungkin perkataan dia cukup menusuk.

"Hehe, gak apa-apa Din. Jujur aja" ia tersenyum.

"Emmmm, iya aku.... aku memang menyukai Gracia" jawabku datar.

"Sudah kuduga" jawab Aya sambil melipat kedua tangannya diatas perut.

"Maksudnya?"

"Selama ini aku selalu mengamati Gracia dan juga Citra. Saat kamu bersama Citra, Gracia terlihat seperti gelisah, entah apa yang dipikirkan dia tapi menurutku mungkin dia cemburu"

Aku hanya menunduk mendengar perkataan Aya. Jadi memang benar sejak aku ditolong oleh grup Galang, Gracia langsung menyukaiku dan aku tak pernah menyadarinya sebelum Gracia mengutarakan perasaannya di radio tower. Aya menepuk pundakku.

"Din, kamu yang sabar ya. Aku juga pernah mengalami hal ini. Yang penting kamu harus menatap kedepan"

"Iya Aya, makasih ya" aku tersenyum.

"Bukan Dino yang kukenal namanya kalau murung mulu, jelek tau" canda Aya.

"Hehehe" balasku terkekeh.

"Oh iya, kondisi Anin gimana?" aku balik bertanya.

"Syukurlah kondisinya semakin membaik, walau tangan kanannya masih kaku mungkin efek antibiotik punya Dani. Tapi semuanya baik-baik aja kok" kata Aya.

"Yaampun Ay, hebat juga kamu"

"Kan sesama teman harus saling menolong. Padahal aku udah putus asa dengan kondisinya, tapi mungkin ini mukjizat ya Din" kata Aya.

"Iya, mungkin mukjizat" balasku.

Aku dan Aya terdiam, kuteguk botol bir itu hingga tersisa setengah dan kuhisap batang rokok itu dalam-dalam dan kukeluarkan asapnya. Pikiran dan hatiku menjadi tenang berkat Aya.

"Abisin rokoknya Din, abis itu kamu bujuk Citra lagi. Cuma kamu satu-satunya orang yang dekat sama dia" kata Aya. Aku hanya menggangguk.

"Aku udah berusaha Ay, tapi tahu sendiri kan dia gak mau keluar" kataku.

"Coba lagi Din, kamu pasti bisa. Yaudah aku mau ngecek kondisinya Anin dulu"

****

Aku mengetuk pintu kamar Citra, kuketuk hingga tiga kali namun tak ada respon sama sekali. Aku semakin cemas dengan kondisinya, bagaimana kalau dia melakukan hal yang tidak-tidak?

Klek

Pintu kamar itu terbuka. Aku terkejut melihat Citra yang membukakan pintu kamar. Mukanya sangat berantakan, rambutnya acak-acakan, kondisinya memprihatinkan. Hatiku hancur melihat kondisi Citra, namun ia masih terlihat tersenyum didepanku walau aku tahu senyuman Citra itu seperti dibuat-buat.

Citra, apa yang terjadi denganmu?

Senyuman itu menghilang, ia melangkah kearah kasur, tak lupa aku menutup kembali pintu kamar. Kasur itu penuh dengan beberapa bungkus makanan, syukurlah sepertinya ia tidak kelaparan namun tetap saja kondisinya membuatku khawatir. Citra duduk diatas kasur, menatap jendela kamar. Aku duduk disebelahnya.

"Citra....."

Dia terdiam, masih menatap jendela kamar. Aku mengusap pundaknya.

"Citra...." aku berkata lagi.

"Hari ini Gracia ulang tahun....." suara Citra terdengar lemah sekali. "malam itu sebelum pergi sama kakak, Gracia bilang kepadaku kalau enam hari lagi dia ulang tahun"

Aku mengusap rambutnya perlahan, Citra menoleh kearahku, kedua matanya terlihat lemah.

"Kamu sudah ikhlas kan?" kataku. Citra menggeleng.

"Aku udah gak punya teman lagi..." kata Citra.

"Hah? Kamu salah Citra...." kuusap kembali rambutnya.

"Masih ada Aya, Anin dan yang lainnya. Dan juga masih ada aku...." kataku. Mata Citra terlihat basah.

"Kak Dino....."

"Sudahlah Citra jangan terus mengurung diri ya, Gracia bakal sedih kalau kamu terus begini" kupeluk dia, Citra sesegukan dipelukanku.

"Seandainya waktu bisa diputar balik ya kak hiks hiks....."

"Itu tidak mungkin terjadi Citra, apa yang sudah terjadi biarlah terjadi....."

Tangisan dia semakin keras, mungkin dia akan meluapkan kesedihannya didalam pelukanku, tanpa sadar air mataku mulai mengalir. Pelukan Citra semakin erat seakan-akan tak mau dia lepas.

"Dah ah Citra, jangan nangis terus" kataku. Citra melepas pelukanku dan menyeka air matanya. Kupegang pundaknya.

"Kamu itu wanita yang kuat, aku yakin itu, kamu pasti bisa menghadapi ini"

"Whatever happens, I want you to be strong, gitu ya kak" balasnya.

"Nah tau gitu kok haha" aku tersenyum melihat Citra yang mulai menampakkan keceriannya kembali walau aku tahu mungkin butuh waktu. Citra kembali tersenyum.

"Sekarang kamu mandi dan ganti pakaian, terus kamu keluar ketemu sama kawan-kawan kita, mereka khawatir sama kamu"

Setelah membilas diri dan berganti pakaian akhirnya aku dan Citra keluar kamar, dia mengikutiku.

"Kamu gak apa-apa?" tanyaku.

"Iya kak aku oke kok hehe"

Aku dan Citra berkumpul di ruangan yang menyerupai ruang tamu, terdapat beberapa sofa dan sebuah meja. Kawan-kawanku sudah menunggu, mereka terlihat gembira melihat Citra yang akhirnya keluar dari kurungannya.

"Citraaaa" Anin dan Aya langsung memeluk Citra berbarengan. Mereka terlihat gembira.

"Kami berdua khawatir sama kamu Citra" Aya berkata.

"Jangan lupa Cit, kami itu temanmu haha" tambah Anin yang tangan kanannya terpasang sebuah selendang yang berperan sebagai penyangga tangannya.

"Makasih ya semuanya hiks, hiks. Maafkan aku karena bikin khawatir kalian" kata Citra.

"Citra, kami semua sayang sama kamu" Aya memeluk Citra, aku tersenyum melihatnya saat melihat ketiga wanita itu berpelukan.

****

Beberapa minggu kemudian setelah peristiwa itu, semuanya berjalan dengan lancar. Citra sudah kembali ceria seperti biasanya, ia bahkan mulai dekat dengan Aya dan Anin. Terkadang aku melihat mereka sering bersenda gurau diselingi dengan suara tawa mereka. Syukurlah, mental Citra mulai kembali normal. Camp ini mulai ramai dihuni oleh pendatang baru, Sandi dan kawan-kawannya memberikan tempat untuk pendatang baru, bisa dikatakan camp ini berubah menjadi sebuah permukiman kecil. Kami menyambut mereka dengan ramah.

Malam itu kami makan bersama. Aya yang bertugas menjadi "juru masak" bersama dengan beberapa orang lainnya menyajikan beberapa masakan. Dan sudah kuduga masakannya benar-benar enak walau bahan makannya terbatas. Kami melahap hidangan dengan gembira.

Aku merasakan kami adalah keluarga.

"Banyak banget Cit makanan kamu" celetuk Anin yang duduk disebelah Citra.

"Hehe laper Nin"

"Biar cepet gendutan ya hahaha" aku tertawa.

"Ihhh kakak"

"Hahaha" kita tertawa bersama.

"Eh guys, gimana masakan buatanku?" Aya menghampiri kami.

"Enak dong, memang masakan buatan Ibu Aya terbaik dah haha" kata Dani. Kulihat warna muka Aya memerah.

"Ihhh lu doang, yang lain gimana?" kata Aya.

"Enak" kami berbarengan menjawab.

"Udah berbakat jadi ibu rumah tangga mah si Aya" kataku.

"Bisa aja lu Din haha"

"Jadi Lang, emmmm. Bagaimana rencana kamu sekarang?" tanyaku kepada Galang yang sedang menghidupkan sebatang rokok.

"Entahlah Din, setelah semua kejadian ini mungkin kita akan tinggal disini untuk beberapa waktu kedepan" kata Galang.

"Hmmmn, ide bagus sih"

"Iya Din" balasnya.

"Dengan radio tower ini kita bisa mengirim distress signal, semoga saja ada militer yang bisa menangkap sinyal ini" kata Sandi yang duduk disampingku.

"Semoga saja" balasku.

Kulihat Anin yang sedang disuapin makanan oleh Aya, tangan kanannya belum bisa digerakkan akibat luka tembak yang dialaminya.

"Aya, jangan banyak-banyak makannya" kata Anin.

"Mau sembuh gak? kamu harus banyak makan biar lukanya cepat sembuh"

"Iya deh hehe, tapi kebanyakan makan ntar gendut gue"

"Kan memang udah gendut Nin hahaha" tawa Aya.

"Sembarangan hahaha"

Kami tertawa bersama melihat perlakuan dari dua wanita itu. Aku jadi ikutan tertawa sambil mengisap rokokku.

****

Malam sudah semakin larut, tengah malam. Aku dan Citra sedang duduk santai diatas genteng bangunan. Kulihat langit malam, banyak sekali bintang-bintang yang tersebar diantara bulan yang terang dan bulat sekali. Awalnya kami diam saja menatap keindahan langit malam.

"Kak, ada bintang jatuh" Citra menunjuk kearah salah satu objek angkasa yang melesat kencang.

"Iya Cit" aku melihat bintang jatuh itu, terlihat bercahaya.

"Ayo kak make a wish" kata Citra.

"Emmm, apa ya?" balasku.

"Apa aja hehe, aku juga ikutan kok"

"Hmmm baiklah"

"Aku ingin punya teman yang selalu melindungiku...." Citra berkata sambil menatap langit.

"Aku ingin punya wanita yang tulus mencintaiku...."

"Apaan kak haha"

"Kan make a wish Cit"

"Kak Dino...."

"Citra...." tanpa sadar kami berbarengan saling berkata. Ia terlihat malu-malu.

"Emmm kamu dulu. Ladies first hehe" balasku.

"Iya kak hehehe......"

"Kak, aku....."

"Hmmmn gimana?" tanyaku heran. Citra tampak ragu untuk melontarkan kata. Ia terlihat bingung.

"Entahlah kak, sulit"

"Sulit kenapa?" tanyaku.

"Never mind hehe" balasnya sambil tersenyum. Aku tak mengerti. Kami cukup lama terdiam menikmati dinginnya udara malam.

"Kak, buat janji" Citra kembali melontarkan kata-kata. Aku menoleh melihatnya.

"Janji?" tanyaku heran.

"Janji untuk jangan tinggalkan aku, apapun yang terjadi" Citra menatap mataku dalam.

"Aku tak akan tinggalkan kamu Citra"

Raut muka Citra berubah bahagia mendengar perkataanku. Senyumannya kembali meluluhkan hatiku. Kami kembali berpelukan erat. Kurasakan tubuhnya benar-benar hangat seakan-akan melawan hawa dingin malam ini. Citra menciumi bibirku lembut dan aku membalas ciumannya.

"Ngantuk kak"

"Yuk tidur" ajakku.

"Ayuk, temenin aku malam ini ya kak" balasnya dengan riang.

"Yaudah aku gendong sampai ke kamar"

"Ehhh, gak usah kak....."

"Udah gak apa-apa" aku mengangkat tubuh Citra yang mungil itu. Ia tertawa melihat tingkahku. Singkatnya aku dan Citra tiba di kamarnya yang sebelumnya dihuni oleh Gracia, kubaringkan Citra diatas tempat tidur, ia tersenyum saja menatapku.

"Hehehe kakak romantis dah" kekeh Citra.

"Biasa aja kali" balasku.

Kubaringkan tubuhku diatas kasur, posisiku berada di samping Citra yang sudah berganti pakaian. Ia menggunakan tanktop warna putih, indah sekali seolah-olah kulit dan pakaiannya menyatu. Citra menggulingkan tubuhnya dan sekarang ia menatapku.

"Kenapa?" tanyaku. Citra hanya melemparkan senyumannya yang membiusku.

"Emmm, gak apa-apa kak"

Kami terus bertatapan mata. Tak ada sepatah kata pun, namun aku menikmatinya. Tak lama aku dekatkan tubuhku, sekarang wajah kami semakin dekat. Tanpa pikir panjang kucium bibir Citra, ciuman penuh arti tanpa nafsu sama sekali. Citra sedikit bergumam.

"Emmm kak"

Ciuman itu berganti menjadi lumatan, kami saling beradu lidah disela-sela cumbuan ini, kami saling mendesah, menikmati setiap detik cumbuan demi cumbuan yang kami lakukan, tanpa sadar aku dan Citra berguling-guling tetap dalam posisi berciuman. Mungkin sekitar dua menit kami melepas bibir dan kembali saling bertatapan. Kuelus rambutnya.

"Citra, kelak kamu akan jadi wanita yang kuat" kataku.

"Kakak juga. Jika kakak kuat aku juga" balasnya.

"Hehe"

Tangan kiriku bergerak menuju ke bongkahan pantatnya, namun aku merasakan tangan Citra memegang erat tanganku. dan menyingkirkannya.

"Maaf kak, gak bisa....."

"...... aku lagi haid soalnya hehehe" kata Citra.

"Ohh maaf" balasku, kecewa sih hehe.

"Nanti kalau udah kelar, gak apa-apa kak" kata Citra sambil mencium bibirku. Aku hanya menggangguk. "Yang sabar ya kak hihihi".

"Tidur kak, aku ngantuk"

"Iya, aku juga"

"Met tidur ya kak, have a nice dream"

"Have a nice dream too, Citra"

Citra membalikkan tubuhnya, aku tersenyum melihatnya. Kupandang langit-langit kamar, tak berapa lama mataku terasa berat pertanda kantuk sudah menyerang tubuhku dan akhirnya mataku berangsur-angsur terpejam.



Maybe, this is the end of my journey.....

Or maybe not........


The End
Dan, Credits roll......

 
Sedikit trivia (untuk yang terakhir kalinya......)

1. Sebelumnya, maaf kalo endingnya kurang mengena. Maaf kalo selama ini apdetnya enggak teratur, maaf kalo ceritanya kurang bagus maklum masih nubie hehe
2. Dan pada akhirnya, semua harus berakhir di angka 12. 12 episode. Kenapa? Entah menurut ane angka 12 itu something banget
3. Oh iya, ane ucapkan banyak terimakasih buat pembaca yang sudah menyempatkan mampir di cerita ini, terimakasih yang sudah kasih like, komen, kritik dan saran untuk cerita ini, dan terimakasih buat agan-agan yang sudah bikin cerita berkualitas yang membuat ane terinspirasi untuk membuat cerita sendiri.
4. Part 2? sepertinya tidak.....

Akhir kata, have a nice day and goodbye all......

- Dino (Alive)
- Galang (Alive)
- Dani (Alive)
- Aji (Deceased)
- Citra (Alive)
- Anin (Alive/wounded)
- Aya (Alive)
- Gracia (Deceased)
- Kyla (Deceased)
 
Terakhir diubah:
Thank you for the story, ngga akan nuntut macem-macem kok buat endingnya. Suhu bisa namatin cerita ini aja udah luar biasa, salut 👏
 
Ending yang mantap :o
Trims hu udah ditamatin, ditunggu cerita barunya 👍
Makasih gan, hehe
Hmmmn kayaknya ada cuma gak disini hehe
serius hu udah tamat?? nggantung banget sih hu, tapi ya udah lah ya, makasih hu
Yes, memang ane sengaja bikin gantung endingnya soalnya jarang cerita survival berakhir bahagia (?) Anyway makasih gan :)
hiks...hikss...hiksss
tamat jugaa:kacau::kacau::kacau:
Iya harus tamat, biar gak ada tokoh yang mati lagi haha
Yah tambahin 1 episode lagi dong hu.
Biar kaya serial netflix 13 episode
Jadi kayak 13 Reason Why wkwk
Thank you for the story, ngga akan nuntut macem-macem kok buat endingnya. Suhu bisa namatin cerita ini aja udah luar biasa, salut 👏
Makasih atas apresiasinya hu :pandapeace:
And then, ane masih penasaran sama Fidly jadi.....

Apdet dong wkwk
Sama deleted scene Kyla X Citra udah jadi 13 dong
Deleted Scene gak masuk episode gan
 
Keren hu ceritanya, makasih udah ditamatin. Ditunggu cerita-cerita lainnya
 
Post Credits Scene

299 days after outbreak.......


BRAK!

Begitulah kiranya suara pintu yang didobrak akibat terkunci. Tampak dua sosok wanita berjalan perlahan masuk ke sebuah tempat seperti kafe yang sudah ditinggal lama dari penghuninya.

"Aman"

Wanita yang membawa topi itu menaruh sebuah kapak dan duduk santai. Sedangkan wanita satunya yang membawa gitar di punggungnya itu langsung masuk ke sebuah ruangan, tampaknya ruangan seperti dapur.

"Ah ini dia" kata wanita pembawa gitar.

"Ntap, bikin kopi dulu"

Wanita pembawa gitar itu menyiapkan seperangkat alat peracik kopi. Tak lama kemudian jadilah kopi tersebut.

"Gak nyangka kamu bisa bikin kopi" kata wanita pemakai topi

"Hahaha, dulu pernah diajarin sama barista yang kebetulan temanku" balasnya.

"Eh, kafe ini ada stand buat akustiknya juga ternyata" kata wanita pembawa gitar sambil menunjuk ke arah stand. Ia terlihat gembira.

"Wah iya"

Si wanita pembawa gitar itu berjalan menuju stage tersebut. "Dah lama gak main di stage haha" wanita itu mulai memainkan gitarnya, dan akhirnya dia bernyanyi.

Will the circle be unbroken
By and by, by and by
Its a better a home waiting
In the sky, in the sky

Will the circle be unbroken
By and by, by and by
Its a better a home waiting
In the sky, in the sky


"Lagu ini lagi Nad, gak bosen napa?" Tanya si wanita bertopi.

"Entahlah, aku suka lagu ini. Apalagi kalau dijadiin akustik lebih keren hehe" balasnya. Wanita yang dipanggil "Nad" itu kembali memainkan gitarnya, terdengar sangat indah petikan demi petikan yang dihasilkan senar gitar itu.

"Eh Gab, kopimu udah abis?" tanya Nadila. Oh iya si pembawa gitar itu bernama Nadila dan wanita pemakai topi itu bernama Gaby.





"Iya, ayo ah abisin kita jalan lagi" kata Gaby sambil melepas topinya dan merapikan rambut.

"Hehe oke bentar lagi" Nadila menaruh gitarnya.

"Gimana Gab, kita harus kemana lagi?" tanya Nadila sambil menyeruput sedikit cairan kopi yang masih panas.

"Ke Timur, seperti yang aku dengarkan di radio. Cuma itu tempat satu-satunya yang masih aman." kata Gaby.

"Timur itu jauh banget Gab, apa mungkin kita bisa sampai kesana?"

"Harus yakin lah, buktinya kita masih bersama kan"

"Harusnya, kalau Puti masih......"

"Nad, jangan bahas itu lagi" kata Gaby tegas.

"Kalau aku tidak melakukan hal bodoh itu Gab....." perkataan Nadila tersendat. Perlahan air mata keluar dari sela-sela matanya, tak lama kemudian ia menangis.

"Nadila...." Gaby mendekati Nadila. Gaby tahu temannya mengalami tekanan batin yang teramat sangat, kesalahan yang bisa dibilang sepele ternyata memberikan dampak fatal. Nadila tak sengaja menembak Puti saat dia mengira itu mayat hidup. Bayang-bayang tubuh Puti yang tak bernyawa seakan menghantui Nadila. Kemudian Gaby memeluk Nadila yang masih menangis.

"Itu kecelakaan Nad, kamu jangan terus menyalahkan diri sendiri" Gaby mencoba menenangkan temannya.

"Tapi Gab......"

"Sudahlah, itu telah berlalu Nad" Gaby mengelus rambut Nadila yang panjang dan halus. Nadila menikmati setiap elusan tangan di rambutnya memberikan kesan tenang.

"Yang penting, kita lupakan kejadian itu dan mulai bergerak kedepan, oke?"

"Iya Gab" Nadila menghapus air matanya.

"Yaudah kita lanjutkan perjalanan yuk" ajak Gaby yang dibalas dengan anggukan Nadila. Kedua wanita itu keluar dari kafe dan masuk ke mobil. Mereka melanjutkan perjalanan kearah timur, namun mereka tidak tahu rintangan yang akan mereka hadapi kedepannya.

End (?)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd