Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Ane sempet setuju juga ama yang atas ane.. Atasnya atasnya lgi.. Terus aja ampe mentok.. Itu disebut terus yak.. Gak tau apa ane tim pengamat garis keras. Loh kok pengamat.. Gre maksudnya heuheu..
Ya maap gan hehehe
Ane sempet setuju juga ama yang atas ane.. Atasnya atasnya lgi.. Terus aja ampe mentok.. Itu disebut terus yak.. Gak tau apa ane tim pengamat garis keras. Loh kok pengamat.. Gre maksudnya heuheu..

Untuk gaby yak.. Ikut berteori ah.. Seneng bet dah am model kek begini..

1. Karantina.
Tanpa mendiskreditkan tim Gaby ( padahal niatnya gitu). Karantina adalah pilihan yang cocok. Lah manfaatnya apa? Menemukan suatu formula dalam perumusan vaksin.. Yang lalu lalu kalo ane gak salah baca. Udara itu udah tercemar virus bukan? Yang berarti lambat laun hanya soal waktu yang masih hidup menyusul segerombolan orang seperti yang terjadi di arc thriler bark. Yaudah di singkat zombie dah.

Ini kaya virus autentik gitu yak dimana yang terkena virus itu auto dead. Dengan kata lain, membuat vaksin untuk setidaknya memperlambat penyebaran melalui udara atau syukur2 dino dkk bisa memusnahkan virus itu sekaligus. Ya formula aja dlu.. Udah dapet kan tinggal ke pemerintahan kalo masih ada yang idup hehe.. Emang berat sih pengorbanan nya.. Ngeliat sedikit demi sedikit atau teman kita menjerit kesakitan bukan hal yang mudah ( bentar, dino mah sangean). Cuma realistis aja lah demi kepentingan bersama.. Di potong aja lah tangan nya? Lah namnya virus.. Udh nyebar kali.. Jadi ke inget yang di radio.. Ah elah.. Giliran gaby aja disuruh berteori :(.

2. One For all. ( edisi dendam).
Demi kepentingan bersama dan atas solidaritas, cara yang paling simple menyudahi semua ini adalah dengan menjadi bgian dari mereka. Suntik aja yang infeksi ke yang msih hidup toh kayanya lebih cepat lebih baik daripada perlahan lewat udara huehuehue..

3. Tembak mati ( mode jahat).

Jangan didengerin om tees :ampun:.. Emng ngawur ini adehh.. Bdw, :ngacir:
Anjirr dah teori yang bagus sekali gan

Jadi ane mau jawab beberapa teori disini, dalam arti menjelaskan tanpa membocorkan alur selanjutnya
1. Dengan kata lain, membuat vaksin untuk setidaknya memperlambat penyebaran melalui udara atau syukur2 dino dkk bisa memusnahkan virus itu sekaligus. Ya formula aja dlu.. Udah dapet kan tinggal ke pemerintahan kalo masih ada yang idup hehe..
Untuk vaksin. Sepertinya tak akan terjadi. Dino dan kawan-kawan bukanlah ilmuwan. Manusia disini hanyalah bertahan hidup dari ancaman apapun (dalam arti tak hanya zombie aja) tanpa mengetahui kalau wabah ini bisa disembuhkan atau tidak.
2. Emang berat sih pengorbanan nya.. Ngeliat sedikit demi sedikit atau teman kita menjerit kesakitan bukan hal yang mudah ( bentar, dino mah sangean)
Untuk yang ini memang benar, gak bakal kelompok ini utuh terus sampai bencana ini selesai, pasti akan ada yang mati. Sangean ya? ane juga mau kasih tahu sih kalo virus ini juga melipatgandakan sel sperma dan sel telur hehe
3. Tembak mati ( mode jahat)
Rasa kemanusiaanmu dipertanyakan................
Dan ternyata gaby g terpengaruh dengan gigitan seperti sy yg tdk terpengaruh dengan hasil 5-0.
Tetap menanti update cerita dan pertandingan2 selanjutnya.
Hohoho respect ya gan
Kentang hu
Ditunggu membre ngewe sama jombi hu
Apalagi kalau ngewenya sama jombi fx
Ane ada draftnya, lumayan sadis hehe (kebiasaan nulis cerita gore)
 
"Kenapa?"

"Setelah apa yang terjadi pada Gaby, aku rasa kita sudah tak punya harapan lagi"

"Kenapa kamu bisa kasih kesimpulan itu Din?"

"Kamu lihat sendiri kan, kamu mengobati dia tapi sampai sekarang Gaby belum sadar. Aku sudah lelah kehilangan seseorang, Aya....."

"Dino, aku yakin dia pasti selamat. Harapan akan terus ada"

Episode 09 : Begin Again coming soon
 
Terakhir diubah:
Tadi habis nonton Kereta Ke Busan
Eh, tadi atau kemaren ya itungannya..(?)

Alias

Update hu!!
 
9. Begin Again


Suasana didalam mobil terlihat panik setelah Gaby pingsan dengan luka di kepala dan tangannya, pikiranku kacau melihat luka di tangannya.

"Dia tergigit Ay?" aku bertanya dengan nada panik. Aya tidak menjawab, dia masih sibuk mengikat erat tangan Gaby yang berdarah itu.

"Aya, dia tergigit?" aku bertanya lagi.

"Enggak, dia gak tergigit. Ini cuma luka gores doang" balasnya.

"Kamu yakin?" tanyaku kembali.

"Dia pasti tergigit atau gak dicakar mayat itu Din," kata Galang menyanggah.

"Enggak, dia tidak tergigit!" Aya setengah berteriak. "Lukanya lumayan dalam, aku bisa menjahitnya tapi aku butuh beberapa obat-obatan untuk itu. Kalau luka ini tidak segera dijahit dia bisa kena infeksi" kata Aya.

"Obat-obatan itu ada di camp" kataku. Aya menggangguk.

"Sialan!" Dengan emosi aku memukul jok mobil.

"Untuk sementara ini darahnya sudah berhenti, tetapi aku harus cepat menjahitnya"

"Terus, gimana?" tanyaku bingung.

"Galang, kita harus cari obat itu secepatnya" kata Aya yang terlihat cemas. "Kalau tidak ditangani dengan cepat, nyawanya bisa tak tertolong....."

"Dimana kita harus cari Ay?"

"Rumah sakit. Aku yakin disana masih ada obat-obatan" kata Aya. "mungkin di kota masih ada Lang....."

"Itu terlalu berbahaya" Galang menolak, aku juga berpikiran seperti dia. Jelas sekali di kota banyak sekali mayat hidup.

"Please Lang, aku bisa menolong dia tapi aku butuh obat-obatan itu. Kita tak bisa membiarkan dia menderita Lang...." suara Aya. Galang terdiam dan berpikir sejenak.

"Baiklah Aya, kita coba cari rumah sakit di sekitar sini"

*****

Tak lama kemudian kami tiba di sebuah rumah sakit yang untungnya tak ada mayat hidup di sekitar, begitu sampai aku langsung membuka pintu mobil dan menggendong tubuh lemah Gaby keluar bersama dengan Aya. Rumah sakit ini lumayan besar namun gelap karena sudah jelas terbengkalai.

"Aneh, pintunya gak kekunci" kata Sandi yang membukakan pintu masuk. Aku tak peduli dan langsung masuk kedalam. Tak lupa kami menyalakan senter untuk menerangi ruangan.

"Kemana Ay?" tanyaku.

"Kamar pasien, terserah dimana" tanpa pikir panjang aku mendobrak pintu kamar dengan kakiku kuat-kuat. Kamar ini lumayan berantakan namun aku tak peduli, kutaruh tubuh Gaby ke ranjang dan Aya langsung memeriksa denyut nadinya, dia terlihat cemas dengan kondisi Gaby.

"Denyutnya melemah Din"

"Aya, kamu tahu obat-obatan apa yang diperlukan sekarang?" tanyaku.

"Aku tahu, aku harus temukan obat itu Din" balasnya cemas. "Rumah sakit ini harusnya ada ruangan yang menyimpan obat, kita harus kesana" tambahnya.

"Aku bantu. Lang, kalian jaga tempat ini. Kita tak tahu disini ada mayat hidup atau tidak, aku sama Aya mau cari ruangan obat" kataku kepada Galang.

"Oke, tapi jika kalian menghadapi mayat hidup pakailah senjata tajam, suara senjata api akan menarik perhatian mayat itu" kata Galang sambil membawa dua belati dari tasnya dan memberikannya padaku dan Aya.

"Kamu bisa kan pakai ini?" tanyaku kepada Aya yang dibalas dengan anggukan.

"Semoga berhasil Din, jika sampai satu jam kalian belum sampai kesini, aku akan menyusul"

"Makasih Lang. Citra, jagain Gaby ya"

"Iya kak, hati-hati"

"Aya, hati-hati" kulihat Dani memeluk Aya erat, aku menghampiri Dila yang memasang raut muka cemas.

"Jangan khawatir Py, aku janji tak akan ada apa-apa"

"Iya.... hati-hati Dino" aku mencium kening Dila.

"Din, pakai ini" Sandi memberiku sebuah pistol dengan peredam (suppressor) "untuk jaga-jaga aja" tambahnya.

"Oke, aku pinjam ya. Ayo Ay"

Aku dan Aya keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju ruang tunggu, aku yakin pasti ada denah yang biasanya tertempel di dinding. Benar saja, dalam waktu singkat aku menemukan denah tersebut.

"Dimana Din?" tanya Aya cemas sambil menyinari denah itu dengan senter.

"Agak jauh Ay, kita harus masuk kedalam lagi. Rumah sakit ini cukup besar soalnya" jawabku, aku berusaha untuk menghafal setiap jalan ke ruang penyimpanan obat.

"Ayo" kami berlari menuju ruang penyimpanan obat, untungnya aku dapat mengingat betul setiap jalan menuju kesana. Kami menyusuri setiap lorong demi lorong yang sangat berantakan dan gelap, kami sering menemukan beberapa mayat yang sudah mati entah itu manusia atau mayat hidup. Udara disini juga cukup pengap namun aku dan Aya terus berjalan. Gaby harus bisa diselamatkan.



Singkatnya kami tiba disebuah persimpangan lorong rumah sakit, sialnya ada tiga mayat hidup yang berjalan kearah kami. Aku melihat Aya yang gugup melihat mahkluk itu.

"Aya, kita bisa hadapi mereka, Oke?" kataku sambil menatap matanya.

"Iya Din, ayo kita habisi mereka. Demi teman kita"

Kami melangkah maju untuk menyerang mahkluk itu yang juga sedang berjalan menyerang kearah kami. Dengan belati ini aku menusukkan kepalanya hingga tewas, cukup satu tusukan saja sudah cukup melumpuhkan mayat hidup itu.

SRAKKKKK

SRAKKKKK

SRAKKKKK

Aya juga berhasil membunuh mayat hidup yang menyerangnya, ia menirukan setiap gerak gerikku.

"Mantap Ay hehe"

"Makasih Din"

Tiga mayat hidup sudah beres kami habisi, aku mengayunkan belati berulang kali yang berlumuran darah, Aya juga melakukan hal yang sama.

"Yuk, jalan lagi. Kita harus kemana?" tanyaku.

"Ah Dino, kesana. Kebetulan ada penunjuk jalan" kata Aya sambil menunjukkan sebuah tanda yang menempel di dinding bertuliskan "RUANG PENYIMPANAN OBAT"

"Oke dah, sepertinya rencana kita berjalan mulus" kataku senang.

Kami berjalan mengikuti arah penunjuk jalan. Di saat aku berharap rencana ini dapat berjalan lancar, dugaanku salah. Di sepanjang lorong ini kami selalu menjumpai beberapa mayat hidup dan kami berusaha untuk menghabisi mayat-mayat itu, bisa dikatakan terlalu banyak bahkan kaos yang kukenakan sekarang berlumuran darah mayat itu. Tetapi aku dan Aya terus berjuang untuk bisa melewati rintangan ini.



"Dino, belakangmu!!" Aya berteriak di saat aku menghabisi salah satu mayat hidup. Aku langsung berbalik dan menghindari gigitan mahkluk itu. Dengan cepat Aya menebas belati ke leher mayat itu hingga putus dari tubuhnya. Hampir saja.

"Makasih Aya" kataku sambil menghela napas panjang. Dia hanya mengangguk.

Akhirnya kami tiba di ruang penyimpanan obat, aku coba untuk membukakan pintu dan terkunci, seperti dugaanku. Kucoba untuk mendobrak pintunya.

BRAK BRAK BRAK

Anjing, ini susah sekali.

"Dino, ayo cepat. Aku rasa mayat itu menuju kemari" kata Aya cemas.

"Sabar, aku coba lagi"

BRAK BRAK BRAK

Akhirnya, pintu itu terbuka juga.

"Ayo masuk Ay" Aya langsung masuk ke ruangan dan aku menutup pintu itu, berharap mayat-mayat itu tidak mengetahui keberadaan kami. Jantungku berdegup kencang saat mendengar erangan kasar dari mayat itu. Kami berusaha untuk tidak bersuara, kulihat Aya yang terengah-engah sambil memegang perutnya.

GGGRRRHHHHHH

GGGGRRRHHHHH

"Kayaknya mayat itu sudah pergi" kataku.

"Kurasa begitu Din"

"Yaudah Ay, kamu cari obatnya aku jaga pintu ini"

"Oke Din"

Aya mulai mencari dengan menggunakan senter karena gelap, aku terus mengamati sekitar ruangan berharap tak ada mayat hidup yang menuju kemari. Mungkin keberuntungan mengarah kepada kami karena ruangan ini masih cukup banyak menyimpan beberapa obat-obatan dan alat medis.

"Emang kamu butuh apa aja Ay" kataku kepada Aya yang sedang memilah-milah obat.

"Banyak Din. Alkohol, antibiotik, pembalut kasa, perban, jarum, infus....."

"Aku bantu cariin" kataku yang hanya dibalas dengan anggukan dia. Aku membuka beberapa laci dan lemari dan mencari obat-obatan yang diperlukan.

GGRRRHHHAAHHHH GGRRHHAAAHHH

"Ah, sial. Mayat itu berjalan kesini lagi" kataku.

"Terus gimana Din?" tanya Aya.

"Udah kamu cari aja obatnya" balasku.

Singkatnya kami mengumpulkan obat-obatan dan infus dan memasukkannya kedalam tas, setelah dirasa cukup aku berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan. Suara-suara erangan mayat hidup masih terdengar sehingga kami terpaksa menunggu mayat hidup itu berjalan menjauhi ruangan ini.

Kulihat Aya yang tiba-tiba sedikit tertawa dan mengusap wajahnya yang basah oleh keringat, karena penasaran aku bertanya kepada dia.

"Lu kenapa ketawa-ketawa sendiri?"

"Hehe gak apa-apa Din" balasnya.

"Dih serem kamu mah"

"Serah aku lah hehe"

"Heh serius dah, kenapa emangnya?" tanyaku.

"Aku jadi teringat saat di rumah sakit dulu, saat aku lumpuh Din" jawabnya. "Disaat aku bisa merasakan dan menggerakan kakiku lagi, dunia sudah berubah menjadi seperti yang kita rasakan sekarang. Kayaknya lucu ya Din, mungkin Tuhan sedang membuat lelucon" tambahnya yang membuatku semakin tak mengerti.

"Mayat-mayat hidup menyerang rumah sakit itu dan aku bisa membunuh beberapa...."

"Aya....."

"Dan disaat itu juga, aku membunuh seseorang Din, seorang tentara yang mencoba memperkosa aku. Rasanya..... rasanya aku merasa ada yang berbeda dalam diriku...."

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Aya.

"Kalau boleh tahu, apa rasa itu Ay?" tanyanya sambil memegang bahunya dan menatap matanya.

"Aku tak tahu Din, rasa itu sulit diungkapkan dengan kata-kata...."

Kami saling menatap mata tanpa mengucap satu kata pun. Matanya membulat seolah-olah dia seperti ingin melakukan sesuatu. Tiba-tiba bibirku disambar oleh bibirnya, aku sempat terkejut saat Aya mencium bibirku dan mulai membelai lidahku namun lambat laun aku membalas ciumannya, mungkin sekitar setengah menit kami bercumbu dan kami melepas bibir. Ia langsung menunduk dan tak berani menatapku.

"Maaf....." katanya lirih.

"Emm, okay"

Suasana hening menyelimuti ruangan ini, kami saling menunduk, terlebih aku yang kebingungan saat Aya mencium bibirku. Sialnya cumbuan itu menggelitik nafsu birahiku, aku tahan setengah mati untuk tidak melakukan hal aneh-aneh disaat situasi darurat ini. Aku berdiri berjalan menuju pintu, kuintip sedikit, tak ada mayat hidup tampaknya sepertinya sudah aman.

"Ayo Aya, mahkluk itu udah gak ada" kataku.

Singkatnya kami berjalan cepat kembali ke kamar, aku dan Aya selalu bersiap memegang belati untuk melawan mayat hidup yang sudah pasti ada di lorong rumah sakit ini. Dugaanku tepat, mayat-mayat itu bergerombol menutupi pintu yang mengarah ke kamar pasien. Aku berpikir cepat bagaimana caranya mengusir mereka.

"Dino, gimana ini. Jumlah mereka terlalu banyak" Aya terlihat panik, begitu juga aku.

"HEI, SINI KALIAN MAHKLUK BANGSAT!!!!"

TER TER TER TER

TER TER TER TER

Aku dan Aya langsung berlindung saat gerombolan mayat itu ditembaki oleh seseorang. Dari suara itu aku menyimpulkan kalau senjata itu menggunakan peredam suara.

"Dino, Aya, ayo keluar. Aku Fidly"

"Eh, hei. Makasih udah bantuin" kataku kepada Fidly yang memegang senjata api.

"Aku sebenarnya ingin ikut, tapi kalian malah udah pergi duluan"

*****

"Gaby, gimana kondisi dia?" tanya Aya sambil menyiapkan alat-alat medis.

"Belum sadar dia Ay" kata Anin.

Dengan perlahan Aya membuka ikatan yang menutupi luka di tangan Gaby, darahnya masih keluar dan membasahi kasur.

"Kamu akan baik-baik saja Gab, aku janji" kata Aya. Luka itu dibersihkan menggunakan alkohol hingga bersih dan menjahitnya. Aku hanya melihat saja apa yang dilakukan dia.

"Aya, kamu yakin dia gak akan berubah?" tanya Sandi.

"Gak akan San, dia cuma terluka. Aku bisa mengobati dia, aku bisa selamatkan dia" jawabnya tegas. "Jangan ganggu aku".

"Sandi, benar yang dibilang Aya. Gaby akan baik-baik saja" kataku.

"Tapi, kita harus siap untuk kemungkinan terburuk Din, jika dia tak selamat....."

Tiba-tiba Aya berdiri dan menampar Sandi cukup keras.

PLAK

"Jangan sekali-kali kamu ngomong itu lagi...." Aya terisak dan air matanya mengalir. Aku langsung melerai Aya.

"Udah-udah Ay"

Dia mengusap air matanya dan kembali duduk melanjutkan menjahit lukanya Gaby. Aku mengangkat tubuh Sandi yang terjatuh akibat tamparan Aya.

"San, udah jangan ganggu dia. Aku yakin dia bisa selamatkan Gaby" kataku. Sandi hanya mengangguk. "Mungkin kita harus bermalam disini sampai Gaby sadar, gimana Lang?" tanyaku kepada Galang.

"Hmmm baiklah Din, kita bermalam disini sampai beberapa hari kedepan. Kalau Gaby sudah sadar kita lanjutkan perjalanan...."

"Kemana?" tanya Citra.

"Keluar dari kota ini"

******

Mungkin ini pertama kalinya aku tidur tidak nyenyak, kuregangkan tubuhku hingga menimbulkan bunyi gemeretak sendi yang bergeser. Dengan malas aku berjalan menuju kamar dimana Gaby dirawat. Beberapa dari mereka masih tertidur lelap, Citra dan Fidly tidur berdampingan di bawah lantai beralaskan tikar sedangkan Aya tidur sambil duduk disebelah ranjang Gaby, kulihat kondisinya yang tampaknya masih belum sadarkan diri, luka di kepala dan tangannya sudah terbalut perban.

"Eh Din, udah bangun"

"Yeah, kurang nyaman emang tidur disini, jadi cepet bangun hehe"

"Ya mau gimana lagi"

"Eh aku mau keatas, mau ngudud hehe"

"Oke, hati-hati"

Singkatnya aku berjalan menuju balkon rumah sakit dengan mengikuti denah. Tanpa pikir panjang aku mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana. Ah, tinggal tiga batang. Kuhidupkan batang rokok ini dan kuhisap dalam-dalam. Ah akhirnya bisa merokok lagi setelah hampir seminggu lamanya karena "tantangan" dari Dila.

Pagi ini langit terlihat mendung seperti biasa, matahari tak tampak menyinari karena tertutup awan tebal, terkadang aku mendengar suara erangan-erangan buas mayat hidup dari bawah rumah sakit, kulihat sekilas sambil mengisap rokok. Sialan, mayat-mayat itu bergerombol memenuhi jalanan menuju rumah sakit sehingga dengan kata lain kami terjebak disini. Aku duduk di pinggir balkon dengan kedua kakiku menggantung ke bawah.

"Dino" tiba-tiba aku seperti dipanggil, kutoleh kepalaku kebelakang. Ternyata Aya.

"Lah, udah bangun" balasku.

"Hehe gitu deh"

"Gaby gimana? aman kan?" tanyaku.

"Lukanya udah aku jahit, semuanya baik-baik saja kok" balasnya sambil duduk disampingku.

"Hmmm oke lah" kuhisap rokok ini dalam-dalam dan kusemburkan asapnya keatas.

"Kamu yakin Gaby bisa sadar Ay?" tanyaku

"Semoga aja Din, tapi aku yakin kok dia pasti selamat"

"Kalau misalkan sebaliknya?" tanyaku lagi. Aya terlihat memasang muka serius. Dia tak menjawab.

Kami terdiam cukup lama dan tak saling menatap. Aku masih sibuk dengan rokok ini yang kuhisap dalam hingga habis, lalu puntung rokok itu aku buang kebawah.

"Setelah apa yang terjadi pada Gaby, aku rasa kita sudah tak punya harapan lagi" kataku.

"Kenapa kamu bisa kasih kesimpulan itu Din?"

"Kamu lihat sendiri kan, kamu bisa mengobati dia tapi sampai sekarang Gaby belum sadar. Kalau dia memang tak selamat...... Aku sudah lelah kehilangan seseorang, Aya....."

"Dino, aku yakin dia pasti selamat. Harapan akan terus ada" Aya memegang pundakku dengan lembut.

"Semoga saja Ay"

Kami kembali terdiam cukup lama menikmati udara segar pagi ini. Tiba-tiba kami mendengar suara panggilan yang cukup keras, ternyata suara Citra.

"Kak Dino, Aya"

"Ada apa?" tanya kami berbarengan.

"Gaby udah sadar"

Kami terkejut mendengar perkataan Citra.

"Serius?" tanya Aya.

"Iya bener, ayo kak" Citra langsung turun dari balkon sedangkan kami masih saling menatap tak percaya apa yang didengar barusan.

"Harapan akan selalu ada Din" kata Aya tersenyum.

*****

Setelah mengadakan rapat kecil, kami sepakat untuk tinggal di rumah sakit ini selama beberapa hari sampai Gaby pulih, aku senang dengan keputusan itu begitu juga dengan Aya yang benar-benar merawat betul sahabat barunya itu. Okelah, aku anggap masalah ini sudah beres, hehe.

Aku berjalan santai menyusuri lorong pasien memeriksa keadaan sekitar. Malam ini terasa sunyi sekali mengingat tak ada tanda-tanda kehidupan selain mayat hidup dan kelompok kami. Tiba-tiba aku melihat Dila seperti sedang mengintip sesuatu di pintu. Aku langsung menghampiri dia.

"Dila, ngapain disini?" tanyaku kepada dia.

"Din, itu...."

"Apaan sih?" Aku mengintip celah pintu yang dimaksud Dila. Alangkah terkejutnya aku saat melihat Galang dan Anin sedang bersetubuh di dalam kamar itu. Mereka sedang menikmati peraduan kelamin dengan posisi woman on top. Aku menelan ludah melihat pemandangan dewasa itu.

"Hhhggghhh sshhhh ughhhhh"

"Mmhhhhh ahhhhhh enak banget memekmu Nin hehehe"

"Iyaahhhh ahhhh ahhhhh genjot terus yang kenceng hhhgghhhhhh"

Mataku semakin membulat melihat setiap gerakan-gerakan mereka yang terlihat mesra sekali. Tanpa sadar kemaluanku mulai berkedut-kedut, tak tahan melihat persetubuhan live-action itu.

Kulihat Dila yang juga gelisah melihat pemandangan itu, tiba-tiba aku mendapat ide untuk "menuntaskan" rasa kentang ini, hehe.

"Py, gak apa-apa?" tanyaku.

"Gimana ya?" tanyanya balik.

"Sebelah kayaknya kosong" balasku sambil menunjuk pintu sebelah kamar itu.

*****

Kupepet tubuhnya ke dinding sambil terus mencumbui bibirnya dan meremas-remas buah dadanya. Dila mendesah nikmat disela-sela cumbuan kami, terkadang tubuhnya menggeliat liar karena rangsangan di buah dadanya, merasa tak mau kalah, tangannya mulai meremas kencang batang kemaluanku yang masih tertutup celana. Aku tersenyum melihat tingkahnya yang berubah total sekarang.

"Sange kan kamu?" bisikku pelan di telinganya, dia tak menjawab namun tubuhnya tetap menggeliat dan hembusan napasnya sudah tak beraturan.

"Hhmmppsss ughhhhh" mulutnya mengeluarkan suara desahan setelah tanganku meremas selangkangannya. Ia memandangiku sayu. Sialan, birahiku semakin memuncak. Bibir kami kembali bersatu dan bercumbu liar. Aku tak peduli dengan kondisi sekarang yang penting aku harus tuntaskan ini bersama dia, hehe.

"Aku lepas ya" kataku. Ia menggangguk, aku langsung melepas kaosnya dan tak lupa bra warna hitamnya. Dila memang cantik dan kecantikannya berlipat ganda disaat dia sudah bertelanjang dada. Bongkahan payudaranya yang kencang dan perut rata dan kencang dengan pusarnya yang sipit itu semakin memperparah kondisi birahi dalam tubuhku. Ah bangsat! Aku ingin menyetubuhinya habis-habisan sekarang!

"Hghhhhh sini Py, aku manjakan kamu hehe"

Kuangkat tubuhnya perlahan sambil melumat puting merah muda yang sudah sedikit menegang itu. Dila mendongakkan kepalanya dan mendesah merdu menikmati setiap hisapan demi hisapan yang kulancarkan. Setelah beberapa menit memanjakan buah dadanya, lidahku beralih menuju area perutnya. Namun aku merasa kesulitan melakukan aksi ini sambil berdiri, sehingga aku mengangkat tubuhnya menuju ranjang pasien.

"Hhghhhh kok berhenti Din?" tanyanya.

"Biar gampang sayang, hehe" balasku dengan suara maskulin yang kubuat-buat.

Kami kembali bercumbu liar sambil meremas-remas buah dadanya. Tangan Dila juga meremas area selangkanganku, awalnya lembut namun remasannya semakin keras seiring dengan liarnya cumbuan kami. Sekitar dua menit kami melepas bibir yang sudah berlumuran campuran liur kami. Aku tahu disaat seperti ini Dila sudah berada dalam puncak birahi.

"Ughhhhh Dinooooo"

Desahannya merdu sekali, tipikal seorang Dila.

"Hehehe enak kan Py?" tanyaku sambil mengelus rambutnya, dia hanya mengangguk. Kulepaskan baju dan celana panjang ini hingga tersisa celana dalamku yang bagian selangkannya sudah menggembung. Mata Dila membulat melihat gundukan besar di celana dalamku, aku tersenyum mesum melihatnya.

"Mau sekarang?" tanyaku. Dia hanya tersenyum sambil terus melihat selangkanganku. Tangannya mulai membelai-belai bagian itu seolah-olah sudah tak sabar mencicipi "isi" dari celana dalam ini. Aku mengangguk pertanda setuju.

Kedua tangan Dila mulai bekerja menurunkan celana dalamku dan aku hanya memperhatikan dia. Batang kemaluan ini langsung mengacung tegang lurus. Dila sempat kaget.

"Ahhhhh kaget aku Din" katanya. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya yang lucu itu.

"Emm Din, kamu masih inget waktu kuliah dulu pas aku terpaksa nginep di kontrakan kamu gara-gara hujan?" tanyanya.

"Masih" balasku.

"Kita nonton film yang semi dewasa, dan kita terlarut dalam adegannya"

"Emm masih kok"

"Aku... aku gak nyesel kesucianku kamu ambil Dino. Aku anggap itu sebagai tanda terima kasih karena sudah jadi temanku Din" katanya sambil menatapku dalam. Kuelus rambutnya pelan dan tersenyum.

"Aku juga gak nyesel perjakaku kamu ambil hehehe" balasku.

"Dasar mesum hehe" kekehnya lucu.

"Lanjut?" tanyaku.

Dila tersenyum nakal dan langsung meremas kencang batang kemaluanku. Aku mendesah pelan menikmati remasan demi remasan dari tangan Dila yang mungil itu. Tangannya mulai melakukan gerakan mengurut pelan sambil melihatku dengan tatapan memelas sehingga birahiku semakin memuncak. Dila sepertinya sudah mahir memainkan batang kemaluanku.

"Ahhhhh Dilaaaaaaa"

"Keenakan ya kamu, dasar"

"Dikulum lah pakai mulut hehe, dulu kan kamu pernah"

Tiba-tiba saja mulutnya membuka dan langsung memasukkan batang ini kedalam mulutnya yang mungil. Hangat mulutnya jelas terasa. Dengan pelan Dila mulai memainkan batang kemaluan ini dengan lidahnya, mula-mula pelan saja, jelas sekali aku mendesah nikmat.

"Ahhhhhh ahhhhhhh ughhhhhh"

"Sllrppppp sllrpppppp sllrpppp"

Kuluman mulutnya semakin intens, bahkan sekarang tangannya mulai meremas-remas bola zakarku yang sudah membesar. Rasa geli yang luar biasa melanda seluruh tubuhku. Cukup lama Dila memainkan batang kemaluanku ini yang sudah mulai membengkak, kalau ini terus berlanjut aku akan orgasme hebat dan tentu saja itu tidak bagus.

"Dilaaa aghhhhh udah-udahhh ahhhhh"

Dila mencabut batang kemaluanku dari mulutnya, air liurnya keluar cukup banyak membasahi hampir sebagian batang kemaluanku, bahkan lintaian benang liurnya tercetak jelas dan membasahi kasur ini. Aku terengah-engah mengambil napas karena menahan orgasme yang hampir saja aku keluarkan. Dila mengelap bibirnya yang basah oleh liurnya sambil tersenyum nakal.

"Kenapa Din, mau keluar ya hehe"

Sialan! tatapannya seakan-akan menantangku. Aku langsung mengangkat pinggulnya dan melucuti celana jeansnya dan celana dalam warna hitamnya. Kami sekarang sudah telanjang bulat. Udara dingin mulai menusuk kulit namun kuabaikan karena kita sendiri bakal panas-panasan di ruangan ini hehe.

Kulebarkan kedua paha Dila sehingga kemaluannya terlihat jelas. Dengan rambut-rambut yang tumbuh tipis dan bibir kemaluannya yang masih rapat membuat libidoku semakin liar. Dengan cepat kuturunkan kepalaku dan mulai menyerang bibir kemaluannya dengan mulutku, lidahku menjilati area labianya yang masih rapat. Desahan dan lenguhannya terdengar seksi sekali sehingga aku semakin semangat menyerang area itu.

"Aghhhhhh ahhhhhhh ahhhhhhhh"

"Ssllrppppp ini balasan kamu udah main-main sama kontolku Dila sayanghhh sslrrpppp"

"Biarinnn ahhh kangen soalnyaaa ahhhh Dinooooooo ahhhhhhh"

Selangkangannya terangkat keatas sesaat menikmati permainanku, cairannya mulai keluar dari sela-sela bibir kemaluannya, kuisap-isap cairan itu sambil terus menyerang kemaluannya, rasanya memang aneh namun justru itu yang aku suka dari kemaluan Dila yang selalu basah disaat birahinya memuncak. Sekitar lima menit aku bermain disana tiba-tiba tubuhnya berguncang, kedua pahanya menjepit kepalaku dengan kencang, jelas aku tahu dia akan segera orgasme. Kutingkatkan intensitas jilatan dan lumatan di bibir kemaluannya.

"Ahhhhhh ahhhhh Dilaaaa keluarrrr ahhhh ahhhhh keluarrrrr oghhhhhhhh"

CROT

CROT

CROT

Semburan cairan itu cukup banyak, kuhisap kencang cairan itu hingga memenuhi mulutku. Setelah cukup kutelan cairan itu hingga habis. Kedua pahanya melemas saat orgasmenya mereda. Kutatap matanya yang sudah sayu sekali.

"Hehehe enak kan?"

Dia tak menjawab, napasnya tersengal-sengal dan bongkahan payudaranya naik turun.

"Langsung ke menu utama ya sayang....."

"Iyaaahhh iyaahhhh Dinooo lakukan aja lakukan
ajaaa ahhhhh"

Kukocok-kocok batang kemaluanku yang masih tegang hingga terasa sudah siap untuk melakukan penetrasi. Kuarahkan batang ini kedalam kemaluannya. Dila mendesah kencang disaat batang penisku mulai melesak pelan kedalam. Hangat dan basah kurasakan didalam liang kawinnya yang masih lumayan sempit. Aku tahu hanya aku yang sudah merasakan legit nikmat kemaluan Dila, hehe.

Dengan pelan kudorong batang kemaluanku masuk lebih dalam, Dila menggigit bibir bawahnya sambil mendesah nikmat, dan akhirnya aku merasakan kepala kemaluanku menyentuh mulut rahimnya kurasa. Pinggulku kutarik perlahan dan kudorong lagi begitu seterusnya. Dila berkali-kali melenguh dan mendesah disaat kemaluanku menggesek-gesek dinding liang kemaluannya yang sudah basah. Sempit dan menggigit, itu yang aku rasakan sekarang.

Nikmat.

Plok plok plok plok

Plok plok plok plok

"Ahhhhh ahhhhh Dinooooo ahhhhhh ahhhhhh"

"Hgggghhhh sshhhhh sempit banget Py hhhhhahhhhhh ahhhhhh"

Plok plok plok

Plok plok plok

Sekitar 10-15 hentakan aku lancarkan kedalam kemaluan Dila yang berkedut kencang merespon setiap gesekan batang penisku. Desahan Dila semakin liar dan seksi, kunaikkan tempo semampuku bahkan sekarang ranjang ini sudah mengeluarkan suara decitan. Tubuh Dila kembali mengejang-ngejang dan sedikit terangkat, aku tahu dia akan kembali orgasme sehingga kukencangkan temponya untuk mempercepat proses orgasme Dila.

"Oghhhhhhh ohhhhhh ahhhhhhh Dilaaaa keluarrrr lagiiiiiii ahhhhhh ahhhhhhhh ahhhhhhh enaaakkkkk Dinooooo"

"Iyaaa Dilaaaa keluarkan ajaaaa yang banyakkk ahhhhhhh"

"Dilaaaa Dilaaaaa keluarrrrr Dinooooo ahhhhhh ahhhhh"

Tubuhnya mengejang hebat, kemaluannya berkedut sangat kencang. Dila orgasme hebat kurasa, cairannya menyembur kencang didalam kemaluannya membasahi seluruh batang kemaluanku. Kedua mataku merem melek menikmati kedutan kemaluannya yang sedang orgasme bahkan aku sampai mendesah kencang saat ini. Setelah beberapa saat orgasmenya mereda, kucabut batang kemaluanku yang berlumuran lendir nikmatnya, bibir kemaluannya masih berkedut-kedut mengucurkan sedikit cairan orgasmenya. Tubuh kami sudah basah kuyup oleh keringat.

"Dinooohhhh hahhhhh hahhhhh hhahhhh" Dila mendesah terengah-engah mengambil oksigen di dalam kamar ini.

"Istirahat dulu Py, kamu keluar banyak banget tadi hhahhhh"

"Hghhhh udah Din, lanjut aja" katanya sambil mengubah posisinya yang sekarang merangkak membelakangiku. Pantatnya yang bulat itu dia goyang-goyangkan seakan-akan menantangku. Ah sialan! Dila, kamu benar-benar berbeda saat ini!

Kuremas-remas pantatnya yang kencang dan putih itu pelan saja, remasan itu sudah cukup membuat Dila kembali mendesah. Setelah puas meremas pantatnya kuarahkan batang kemaluanku ke mulut kemaluannya yang sudah basah oleh lendirnya. Melihat bongkahan pantat sekal dan bulat yang dimiliki Dila sebenarnya aku ingin sekali melakukan anal seks, namun aku cepat sadar kalau dia belum pernah melakukannya dan pastinya itu sakit, aku tak mau menyakiti dia di saat-saat seperti ini. Mungkin lain kali saja hehe.

Okelah, sekarang kembali ke menu utama.

SLEEEPPPPPPP

"Aghhhhhhhhhhhhhh"

Dila mendesah lepas saat kemaluanku merangsek membelah dinding kemaluannya yang sempit itu. Kembali aku menggerakkan pinggulku maju mundur. Rasa sempit, hangat dan basah melanda seluruh batang kemaluanku beserta dengan rintihan dan desahan seksi yang penuh birahi. Aku semakin semangat menggenjot liang kemaluannya.

Plok plok plok

Plok plok plok

"Ahhhhh ahhhh Dinoooooo ahhhhhhh punya kamuuuu enakkkkk ahhhh ahhhhhh"

"Hehe memek kamu juga Py ahhhhh bikin merem melekk ahhhh ughhhhh"

Hentakan demin hentakan kemaluanku semakin lama semakin kencang temponya, Dila menggerakkan pantatnya naik turun bermaksud untuk mengimbangi gerakan batang kemaluanku dan tentu saja itu menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa. Sialan! Aku merasakan aliran maniku mulai terpompa dari bola zakarku, dan sialnya lagi dia tampaknya tahu kalau batangku mulai berkedut-kedut didalam sehingga ia mengencangkan otot kemaluannya.

Plok plok plok

"Ahhhhh Dilaaaaa aku gak kuattt ahhhhhhh ahhhhhh aku mau keluarrrr"

"Hhhgghhhhh terusss Din terusss ahhhhh ahhhh ini nikmat bangett ahhhhh ahhhhh"

Dengan sisa tenaga ini, kubalikkan tubuh Dila menjadi terlentang tanpa mencabut kelamin kami. Kugenjot lebih kencang kemaluannya dan lebih dalam. Kuremas-remas kencang buah dadanya yang sudah sangat tegang itu. Desahan demi desahan keluar dari mulut kami berbarengan mengejar orgasme. Sekitar sepuluh menit kami saling menggenjot akhirnya pertahananku jebol, kami orgasme berbarengan didalam kemaluan Dila. Cairan kami saling bercampur, tubuh kami mengejang hebat menikmati orgasme ini. Dila dan aku saling bercumbu liar dan bertukar ludah di sela-sela orgasme ini. Setelah beberapa menit kami melepas bibir dan saling menatap, ia tersenyum lemah melihatku.

"Dinooo, hahhh hahh makasih ya"

"Aku keluar didalam tadi, gak apa-apa?" tanyaku lemah.

"Aman kok hhhhhh, aku ngantuk Din"

"Yaudah kamu tidur aja disini, ada selimut nih kebetulan" kataku.

"Lah, kamu?"

"Aku disini kok, tak tidur di bawah aja hehe, gak muat kasurnya"

Kuselimuti tubuh Dila yang masih telanjang itu, tak berapa lama ia sudah tertidur lelap. Aku melihat wajahnya yang lemah namun tetap cantik itu. Kurapikan rambutnya yang berantakan itu hingga rapi.

"Makasih Dila" kataku lirih.

Kuhempaskan tubuhku ke lantai dan mencoba untuk menutup mataku, sejujurnya aku belum mengantuk untuk saat ini.

Dan anehnya, nafsuku belum padam juga...

*****

"Hhgghhhh ughhhhh shhhhhh"

"Ahhhhh ahhhhhh sempit banget hgghhhhh"

Plok plok plok plok

"Kakkkkk aku mau pipiss kakkkk aghhhhh aghhhhh aghhhhh"

"Aku jugaaa Cit ahhhhh ahhhhh"

"Diluarr diluarrr ajaa kakkk aghhh aghhhhh"

Kukencangkan intensitas genjotan batangku di liang kemaluannya. Aliran maniku sudah tak bisa kubendung lagi namun aku harus bisa membuat dia orgasme dulu. Oh iya, aku dan Citra sekarang berada di kamar mandi rumah sakit ini yang letaknya cukup jauh. Awalnya Citra memintaku menemaninya ke kamar mandi untuk buang air kecil, tetapi justru aku menyergap dia dan melakukan hal bejat ini didalam.

Mungkin aneh, tapi nafsuku kembali terpicu saat mendengar suara air kencing Citra yang terdengar lumayan keras. Entahlah, disaat seperti ini bahkan aku tak mengenali diriku sendiri.

"Kakkk akuuu keluarrrr kakkkk ahhhhh ahhhhhh ahhhhh ahhhhh"

"Sssghhhhh aku juga ahhhhhh"

Dengan cepat kucabut batang kemaluanku yang sudah membesar dan berkedut-kedut. Pantatnya bergoyang naik turun menikmati orgasmenya pagi ini dan tak lupa cairan beningnya menyembur pelan kearah lantai kamar mandi ini.

"Ahhhhh kakkkkkkkkkk"

"Citraaaa aku keluarrrr ahhhhhhh"

Cairan sperma ini kusemburkan tepat kearah pantatnya yang masih bergoyang-goyang karena orgasmenya, kukocok-kocok dengan kasar batang ini untuk membantu melancarkan aliran mani keluar, tubuhku mengejang menikmati orgasmeku sendiri. Setelah semburan terakhir kakiku terasa lemas bahkan nyaris terjatuh. Ya, malamnya aku juga menyemburkan maniku ke Dila dan sekarang pagi ini dengan Citra.

"Hahhhh hahhhh kakk geli banget anuku hhghhhh" Citra mendesah kecil.

Titik kesadaranku mulai tampak, aku merasa menyesal melakukan ini kepada dia.

"Maaf Citra, aku seharusnya tak melakukan ini....."

"Udah gak apa-apa kak hehe" jawabnya, kuambil tisu toilet yang kebetulan ada di kamar mandi ini dan kubersihkan pantatnya dari sisa-sisa orgasmeku, dia tersenyum melihatku.

"Yaudah yuk balik kak"

"Iya hehe"

*****

Kami sedang menyantap makanan ringan yang aku temukan dibawah ruangan rumah sakit, kebetulan sekali persediaan makanan tersebut lumayan banyak walau sebagian besar adalah makanan ringan, tapi itu jauh lebih baik ketimbang tak ada sama sekali.

"Mungkin sekitar dua mingguan lukanya kering, tapi inget tanganmu jangan terlalu banyak gerak dulu, takutnya jahitan lukanya bisa kebuka Gab" kata Aya sambil memeriksa perban yang tertempel di tangannya Gaby.

"Iya iya bawel"

"Ih, mau sembuh apa enggak?"

"Hehe maap-maap bercanda Ay. Eh Din, minta snacknya satu lah hehe" kata Gaby dengan muka yang dibuat lucu.

"Iya boleh, nih" balasku sambil menyodorkan bungkus snack ini kepada Gaby yang langsung disambarnya.

"Heh jangan gitu lah"

"Iya iya hehe"

"Dino, sini deh" tiba-tiba Galang menarik tanganku.

"Kenapa Lang?"

"Kayaknya aku tadi ngelihat orang berlari menuju kesini deh" kata Galang sambil membawa teropong binokularnya.

"Hah masak sih Lang?"

"Iya bener, dua laki-laki dan satu perempuan. Aku cek kebawah" kata Galang.

"Aku ikut" balasku berbarengan dengan Sandi.

Singkatnya aku, Sandi dan Galang berjalan cepat menuju kebawah rumah sakit ini. Kusiapkan pistol revolver ini di tanganku dan Galang juga memegang pistolnya. Kami tiba di ruang tunggu rumah sakit dan benar, kelompok orang itu sedang berada disana.

"Hei hei, turunkan senjata kalian!" kataku sambil menodongkan pistolku kearah mereka. Tanpa pikir panjang mereka menurunkan senjatanya ke lantai dan mengangkat tangannya. Sandi dan Galang langsung mendekati mereka dan memeriksa dengan seksama.

"Aman" kata Sandi.

"Kita kesini bukan untuk menyerang kalian. Kita hanya mencari tempat perlindungan" kata salah satu pria itu. Aku pikir mereka bukanlah orang jahat dan kuturunkan pistol ini.

"Baiklah, aku pegang kata-katamu. Oh iya perkenalkan diri kalian kepada kami"

"Aku Toni, dan ini Andi. Aku pemimpin dari grup ini" kata pria yang bernama Toni itu.

"Dan cewek ini?"

"Ini....."

"Biar aku aja kak" wanita bertubuh mungil itu menaruh tasnya dan berjalan kearahku. Dia melemparkan senyuman yang cukup manis.



"Namaku Melati, senang bisa kenalan dengan kalian"

CREDITS ROLL
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd