Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Baru pulang dinas gan, maaf banget baru bisa nulis lagi hari ini. Minggu ini dah udah rilis hehe

Ketimbang Aya yang dibikin lesbi.....

*sembunyi ke bunker

Hehehe dingin gab, salam 4-2 ye

Bonus

siap siap pasang badan menunggu update

tolong aya jangan diapa-apakan, toloong :elu:

*salam dari peringkat 2 yang bentar lg nyalip ehe ehe
 
11. Conquer


"Cek semua senjata kalian, pastikan peluru kalian sudah terisi penuh"

Kumasukkan beberapa magasin senjata api kedalam sakuku dan juga tak lupa sebuah belati.

"Jadi gini rencananya, kita masuk ke dalam dengan formasi melingkari mobil ini. Nadila, Melati dan Dani tetap di dalam mobil. Sisanya kita melindungi mobil ini"

"Dan ingat, karena amunisi senjata tidak banyak kita harus melawan mereka dengan tangan kosong, dengan kata lain kita gunakan pisau atau belati" jelasnya lagi. Aku mengangguk bersama dengan yang lain.

"Kerjasama sangat diutamakan sekarang, kita pasti bisa menguasai tempat ini" kata Galang menyemangati kami.

"Oke, semoga rencana ini berhasil"

Pagar masuk lapangan golf ini terkunci, beruntung Andi memiliki alat untuk memotong kunci gembok, kuambil alat itu dan mencoba untuk memotong gembok pagar yang cukup besar.

KRAK

"Din, kamu di posisi depan. Aku dibelakang" kata Galang menepuk pundakku"

"Oke, good luck"

Aku berada di posisi depan bersama Sandi, Citra, Anin dan Toni sedangkan sisanya berada di samping dan belakang yang dipimpin oleh Galang. Kupegang kuat-kuat belati ini bersiap untuk segala kemungkinan. Mobil yang dikendarai Dani mulai berjalan perlahan memasuki lapangan golf ini. Kami berjalan dengan hati-hati sambil melihat lingkungan sekitar, mayat-mayat hidup mulai berjalan kearah kami. Aku berusaha untuk tidak panik dalam situasi ini, kulihat Citra yang sigap dengan pistol berperedam di tangan kanan dan pisau besar di tangan kirinya sedangkan Anin juga bersikap sigap dengan pemukul baseballnya.

GGRRAHHHHHHH GGRRRHHHHHHHH

GGGHRROOOOHHHHHHH GGGRRHHHH

Suara raungan mayat hidup mulai terdengar, mereka mulai mendekati kami.

"Citra, kamu pasti bisa" kataku.

"Iya kak, kita hadapi sama-sama" balasnya.

Mungkin ada sepuluh buah mayat hidup yang mulai menyerang kami, dengan sigap kutusukkan belati ke kepalanya untuk mempercepat proses kematiannya. Hampir saja aku tergigit oleh mayat yang tiba-tiba saja memegangku dari belakang, dengan cepat kutebas kepala mahkluk itu hingga putus dari tubuhnya.

SRAKKKKK

SRAKKKKK

SRAKKKKK

Aku berhasil melumpuhkan lima mayat yang menyerang dari depan, Citra dan Anin terlihat bahu-membahu menghabisi mayat di dekat mobil. Benar kata Anin tempo hari, pemukul baseball yang sudah dimodifikasi itu dapat melumpuhkan mahkluk itu lebih cepat. Citra sendiri juga sempat menembakkan beberapa peluru kearah mereka tepat di kepala.

Beberapa langkah kami sudah lewati dan beberapa mayat hidup sudah kami habisi, tak terasa kami tiba di sebuah lapangan parkir tempat ini, aku berjalan menghampiri Galang yang terlihat kelelahan menghabisi mahkluk itu.

"Sepertinya rencana kita berjalan lancar Lang" kataku.

"Kurasa begitu, tapi kita harus masuk lebih dalam Din. Tempat ini luas banget dan pasti masih ada mayat hidup di sekitar sini" jelas Galang, Anin menghampiri kami.



"Lang, kamu gak apa-apa?" tanyanya.

"Capek doang hehe, tapi gak apa-apa kok Nin"

Singkatnya kami berkumpul di lapangan parkir untuk membicarakan rencana selanjutnya yaitu membersihkan tempat ini. Galang menjelaskan rencananya kepada kami.



"Kita bagi grup menjadi dua bagian. Bagian satu nanti menyusuri beberapa bangunan disana dan habisi mayat hidup yang tersisa. Sedangkan bagian dua menyusuri tempat sekitar sini. Dan jangan gunakan senjata api kalian kecuali kalau keadaan benar-benar terdesak. Bagian satu aku yang memimpin dan bagian dua Dino yang memimpin" jelas Galang. Aku mengangguk mendengar setiap penjelasannya.

"Fidly, Toni, Andi, Gaby, gabung sama aku" kataku.

"Nanti sisanya biar aku aja" kata Galang. "Oke, hari tampaknya sudah siang, kita jadwalkan sore hari kita sudah membersihkan tempat ini"

Singkatnya, kami berjalan menuju tempat yang sepertinya adalah hutan kecil, aku rasa mungkin masih ada mayat-mayat hidup disana. Tak jauh menuju kesana hanya sekitar 100 meter dari tempat kita berkumpul.

"Din"

"Iya Fid?"

"Kamu kayaknya pas banget jadi pemimpin hehe" kata Fidly.

"Ah enggak, gak berbakat mah akunya" balasku.

Singkatnya, kami sudah tiba di hutan kecil ini. Benar dugaanku, terdapat beberapa mayat hidup yang tersebar disini, mereka hanya berdiri diam entah apa yang dipikirkannya. Dengan cepat aku tusuk satu kepala mahkluk itu hingga tewas.

"Tetap dalam formasi melingkar, jangan lepas" kataku.

Kami bergerak perlahan dengan formasi melingkar dan memegang senjata tajam masing-masing, kecuali Fidly yang menggunakan crossbownya untuk melumpuhkan beberapa mayat hidup. Beberapa mayat sempat menyerang formasi kami namun dengan kerjasama, kami dapat melumpuhkan mereka, beruntung juga tak banyak mayat hidup yang menyerang.

SRAKKK

SRAKKK

Belatiku sudah berwarna merah gelap oleh darah mayat, mungkin aku sudah melumpuhkan sepuluh mayat berkat kerjasama tim. Fidly berjalan ke arah mayat yang sudah mati dan mencabut anak panahnya. Senjatanya memang sangat efisien karena bisa digunakan lagi, berbeda dengan peluru senjata api.

"Sepertinya sudah cukup Din" kata Gaby sambil memegang pisau yang sudah berlumuran darah.

"Aku rasa iya, beruntung gak banyak disini. Yuk kita kembali ke parkiran" ajakku.

Waktu sudah menunjukkan sore hari tampaknya. Kami berkumpul di parkiran sesuai dengan instruksi Galang, aku duduk selonjoran karena kelelahan menghadapi mereka. Aku tersenyum senang melihat tempat yang akan jadi tempat tinggal kelompok kami.

"Kak Dino, capek?" sapa Citra yang langsung duduk disampingku.

"Iya Cit, kamu sendiri?" tanyaku balik.

"Sama"

"Dila sama Melati dimana?" tanyaku.

"Mereka sedang menurunkan barang-barang ke sana kak, didalam ada beberapa mayat disana"
kata Citra, kuelus rambutnya yang berantakan.

"Bagus Citra, kamu sudah terbiasa dengan semua ini. Tempat ini sempurna, kita akan tinggal disini"

"Iya kak, disini ada beberapa rumah kecil kayak di mess tentara hehe"

"Dino" tiba-tiba Dila menyapaku sambil membawa botol air minum.

"Dila, kamu gak apa-apa?" tanyaku memegang pipinya. Dia langsung memelukku erat sekali.

"Aku khawatir sama kamu Din"

"Hehe aku gak apa-apa kok"

"Kenapa kamu nyuruh aku tetap di mobil? aku bisa hadapin mereka" kata Dila menatap mataku.

"Karena aku khawatir sama kamu. Aku tak mau ambil resiko" kupeluk tubuhnya lagi. Kulihat Citra hanya tersenyum melihat kami berdua. Kulepas pelukannya sambil mengelus gemas rambut Dila.

*****​

"Jadi, gimana rencana selanjutnya Lang?" tanyaku sambil menyantap makanan yang kami kumpulkan.

"Tempat ini sudah bersih Din untuk saat ini, mungkin besok pagi kita sisiri tempat ini lebih jauh. Kita belum cek bagian sana" kata Galang menunjukkan arah yang dimaksud, sepertinya ada bangunan lagi disana.

"Aneh sih, pagarnya terkunci tapi banyak juga mayat-mayat disini" kataku.

"Mungkin mayat ini adalah penghuni tempat ini Din, aku lihat ada yang pakai baju buat golf gitu sama beberapa ada yang pakai pakaian petugas" kata Galang.

"Hmmn, tapi aneh juga sih tempat sebesar ini bisa dikuasai mereka. Padahal bisa loh lapangan golf ini disulap jadi camp besar" kataku.

"Yah, bencana wabah ini merubah segalanya Din"

"Dino, Galang. Lihat apa yang kutemukan didalam" tiba-tiba Aya menghampiri kami dan membawa sebuah kertas besar. "Ini peta kota Banjar" katanya.

"Wah, makasih Ay" kata Galang, dia hanya tersenyum.

Aku dan Galang bersama-sama membuka peta yang cukup besar itu. Kebetulan sekali lokasi lapangan golf ini cukup dekat dari pusat kota, sekitar dua kilometer.

"Ternyata diseberang ada sungai" kataku.

"Iya, besok pagi kita cek kesana"

"Dan kita coba cek kota Din, mungkin masih ada barang-barang berguna disana"

"Hmmn bisa jadi, tapi pastinya kalau kota banyak mayat hidup Lang" kataku. Galang tampak berpikir.

"Kita cek di pinggir kota dulu, mungkin mayat itu lebih suka bergerombol di dalam kota"

"Biar aku sama Sandi yang mengecek kota, sekalian kalau aman kita ambil barang-barang disana. Kamu jaga tempat ini" kataku.

"Dino, kamu serius?" tiba-tiba Dila sudah berada di belakangku, tampaknya ia mendengarkan percakapan kami. Kuhampiri dia yang memasang muka cemas.

"Dila, aku gak sendiri kok kesana, aku akan baik-baik saja" kataku.

"Aku ikut" kata Dila mantap.

"Enggak, kamu tetap disini. Terlalu berbahaya kalau kamu ikut denganku"

"Tapi Din....."

"Udah gak apa-apa kok hehe" kataku. Dila memelukku erat dan aku membalasnya. Pelukannya begitu hangat.

"Aku... aku gak mau kehilangan kamu lagi Din" kata Dila lirih, aku tersentuh mendengar perkataannya.

"Aku juga" balasku. Kami melepaskan pelukan dan saling menatap dalam, matanya membesar seperti mengharapkan sesuatu.

"Buat janji"

"Janji apa?"

"Kamu gak boleh terluka saat disana, walau cuma satu goresan" kata Dila tegas.

"Yaelah gitu doang, oke aku janji" aku dan Dila saling menyambungkan jari kelingking, kami tersenyum melihat jari kami tersambung.

"Aku ngantuk Din"

"Yaudah tidur sana, kamu sekamar sama Gaby dan Citra kan?"

"Iya sih, tapi aku maunya sama kamu"

*****​

Keesokan harinya, lebih tepatnya siang hari, aku sedang mempersiapkan diri untuk memeriksa kota sekaligus mengambik barang-barang disana, terutama makanan, obat-obatan dan pakaian. Tim ini terdiri dari aku, Sandi, Fidly, Dani dan Aya. Sebenarnya Gaby ngotot ingin bergabung dengan kami namun Aya melarangnya.

"Gak, kamu tetap disini Gaby. Lukamu belum sembuh benar"

"Tapi Ay....."

"Udah biar aku aja Gab"

Ya, begitulah Aya. Hehe.

Singkatnya setelah semuanya sudah siap, aku naik ke mobil bersama dengan yang lain. Tiba-tiba Citra dan Dila menghampiriku.

"Hati-hati kak"

"Dino, hati-hati. Ingat janjinya"

"Iya iya hehe. Kalian yang akur ya hehe"

Galang dan Andi membukakan gerbang depan, aku sendiri yang menyetir mobil ini, jaraknya sangat dekat hanya sekitar dua kilometer dari sini sehingga hanya butuh beberapa menit untuk sampai kota. Kami turun dari mobil dan mempersiapkan senjata dan beberapa tas besar.

"Lumayan gede ya kotanya" kata Sandi memperhatikan sekeliling, sejauh ini kita tak menemukan mayat hidup yang berjalan-jalan.

"Iya, aku belum pernah kesini" balasku sambil mengokangkan pistolku.

"Kalian tahu pantai Pangandaran? arahnya kesana" kata Aya.

"Lah, berarti kamu pernah kesini?"

"Dulu waktu SMP sih hehe. Udah lupa"

Kami berjalan dengan formasi melingkar, bangunan di sekitar sini lumayan terbengkalai walau tidak separah di kota Bandung karena serangan udara militer. Tampaknya kota ini sudah ditinggalkan penduduk setempat. Banyak juga mobil-mobil yang berserakan disana-sini.

"Jadi, kita harus mulai dari mana Din?" tanya Dani.

"Emmm, kita cari makanan dulu lalu obat-obatan dan pakaian. Nah itu ada supermarket. Kita coba cek kesana" kami berjalan menuju supermarket, sebenarnya lebih bisa disebut tosera karena bangunannya tidak sebesar supermarket pada umumnya. Sialnya, mayat-mayat hidup berkerumun di tempat parkir walau jumlahnya tidak banyak.

"Pakai pisau kalian, kita habisi mereka" kataku. Mereka semua mengangguk. Kukeluarkan belati dari pinggangku dan berjalan perlahan mendekati salah satu mayat yang berdiri. Sekali tusukan di kepala mahkluk itu sudah cukup.

SRAKKKK

SRAKKKK

Tak lama kami sudah membereskan mahkluk itu, sejauh ini masih lancar, semoga saja.

"Senter Din" kata Sandi sambil melemparkan senter kearahku.

"Yuk masuk, tetap dalam formasi"

Kami masuk kedalam supermarket itu, gelap sekali didalam dan sesekali tercium bau busuk, namun kami sudah terbiasa dengan hal itu. Sesekali aku melihat-lihat sekeliling dengan senter, banyak sekali mayat-mayat yang sudah mati berserakan di lantai. Mungkin tempat ini sudah pernah dijarah oleh orang-orang yang selamat dari wabah ini.

"Din, disana ada tempat pakaian. Aku sama Aya kesana mau ambil beberapa baju dan celana, gimana?" tanya Dani.

"Oke, tapi jangan jauh-jauh"

Aya dan Dani keluar dari formasi. Sedangkan kami sendiri masih mengamati sekeliling.

"Gimana kalau kita keatas?" tanya Sandi.

"Jangan, tunggu Aya dan Dani dulu" larangku. "Eh Fid, apa yang kamu temukan?"

"Ini Din, aku temukan beberapa sepatu. Kayaknya sepatu mahal hehe" kata Fidly.

"Yaudah ambil aja" kataku.

Beberapa menit kemudian Aya dan Dani menghampiri kami sambil memikul tas besar penuh berisi pakaian. Aku dan Sandi membicarakan rencana selanjutnya.

"Keatas gimana?" tanya Sandi lagi.

"Lagian diatas sana ada apa aja?" tanya Aya.

"Entahlah, mungkin pakaian lagi sama seperti dibawah sini. Sebaiknya gak usah, kita cari makanan dulu aja" kataku. Kami keluar dari supermarket dan melihat-lihat sekeliling.

"Kemana?"

"Coba kita kesana, siapa tahu ada tempat yang dulunya jadi minimarket gitu"

"Oke"

"Eh iya Din, kira-kira disini masih ada orang yang hidup?" tanya Fidly.

"Sepertinya enggak sih, kota ini terbengkalai gak mungkin ada orang yang masih hidup"

"Mobil kita gimana San? kamu ingat parkirnya dimana kan?" tanyaku.

"Ingat dong, asal kitanya gak jauh-jauh aja"



Singkatnya kami berjalan menyusuri jalan kota yang tidak sebesar di kota besar pada umumnya. Seperti biasa banyak sekali mobil-mobil yang terbengkalai, tapi itu menjadi berkah tersendiri karena kami sempat menemukan mobil berjenis semi truk yang membawa beberapa makanan dan air mineral, tanpa pikir panjang kami mengambilnya sebanyak yang kami bisa.

"Jangan lupa lihat tanggal kadaluarsanya" kataku mengingatkan.

"Masih lama kok Din, ada kaleng sarden sama mi instan" kata Aya sambil memasukkan makanan itu kedalam tas.

Setelah beres kami kembali berjalan menyusuri bangunan-bangunan di seberang jalan, kami memeriksa setiap bangunan tersebut dan mengambil barang apapun yang dirasa berguna. Namun sayangnya kami lebih sering menemukan mayat hidup didalam. Memang, sudah tak ada tanda-tanda kehidupan di kota ini, hanya ada mayat-mayat hidup yang kelaparan mencari makanan yang bisa disantap.

Kami tiba di sebuah pertigaan jalan, kalau dilihat sekeliling ini masih di pinggiran kota. Aku melihat papan petunjuk jalan. Arah kanan menuju stasiun dan arah kanan ke pasar. Kami berdiskusi sejenak untuk rencana selanjutnya.

"Kita berpencar aja, aku sama Fidly ke arah kanan, kalian ke kiri. Tapi jangan jauh-jauh dari sini" jelasku.

Mereka setuju dengan rencanaku. Akhirnya kami berpencar untuk melihat-lihat dan mengambil barang. Bagian ini mungkin dulunya pusat oleh-oleh kalau aku lihat dari plakat-plakat disini. Aku dan Fidly dengan hati-hati mulai memasuki bangunan pertama. Fidly sudah siap dengan crossbownya sedangkan aku menggengam shotgunku.

"Cek dulu sekeliling Fid, pastikan tak ada mayat hidup disini"

"Siap" kata Fidly, dia berjalan perlahan menyusuri ruangan-ruangan bangunan ini. Sedangkan aku menuju ke lantai dua dengan hati-hati. Sebuah mayat hidup tampak berjalan-jalan membelakangiku dan dengan cepat kutusukkan belati ini ke kepalanya, tewas.

SRAKKKKK

Oke, sudah beres. Kuperiksa ruangan lantai dua ini, kutemukan beberapa pakaian dalam laci dan lemari. Kulihat baju ini yang sepertinya adalah baju bermerek, kumasukkan kedalam tas yang aku bawa, lumayan tas ini sudah penuh dengan pakaian-pakaian untuk kelompok kami.

"Din, aman"

"Sip"

"Kamu temukan apa aja disini?" tanyanya.

"Baju-baju Fid, aku dapat yang bermerek hehe"

"Dasar kamu....."

GLUDUK JEGERRRRRRR

Tiba-tiba saja cuaca berubah drastis, hujan turun dengan derasnya yang disertai kilat dan guntur.

"Ah, sial. Hujan malahan" kataku melihat jendela.

"Yaudah Din, kita tunggu aja sampai reda" jawab Fidly.

"Tapi ini udah mau malam, gimana Sandi sama yang lain" aku mulai cemas dengan mereka, mungkin mereka juga mengalami hal yang sama.

"Udah gak apa-apa Din, semoga mereka baik-baik saja"

GRRRRRHHHHH GGRRRAHHHHHH

Aku terkejut dengan suara erangan yang lumayan keras dan bersahut-sahutan. Aku langsung melihat dari jendela. Sialan! mayat-mayat hidup yang jumlahnya lumayan banyak sedang berjalan kearah tempat kami!



"Ah, Fid. Kita harus keluar dari sini" kataku bergegas.

"Dino, diluar hujan. Kita aman disini" jawab Fidly.

"Kamu yakin?"

"Iya santai aja kali. Kita ada di lantai dua dan mayat hidup itu gak bakal tahu kita disini" kata Fidly yakin. "Kamu seret lemari ini ke pintu Din, buat jaga-jaga" aku langsung mengiyakan perkataannya. Kuseret lemari besar itu dengan bantuan dia. Setelah beres aku duduk bersender di dinding, menunggu sampai hujan reda. Semoga saja.

Namun alam memang tidak bisa diprediksi, sudah sekitar tiga jam kami menunggu di ruangan ini dan hujan belum juga reda. Bahkan sekarang cuacanya semakin buruk, suara angin kencang mulai menerpa tempat kami menimbulkan hawa yang lumayan dingin. Karena kesal aku berdiri dan mengambil bungkus rokok beserta koreknya, kuhidupkan batang ini untuk merilekskan pikiran.

"Minta satu Din" kata Fidly..

"Nih" kulemparkan bungkus rokok itu kearahnya, Fidly langsung menyulut rokok itu dan mulai mengisapnya.

"Sejak kapan kamu merokok?" tanyaku.

"Kuliah sih, aku social smoker kok hehe" jawabnya, aku mengganguk.

"Emm gitu ya, cantik-cantik kok ngerokok hehe" kekehku.

"Lah kamu, ganteng tapi ngerokok" balasnya tak mau kalah.

"Aku sejak SMA sih udah merokok, karena ajakan temen"

"Dasar lu"

Kami terdiam beberapa saat sambil menikmati asap rokok yang nikmat ini. Saat aku sedang kesal dan banyak pikiran, merokok adalah suatu hal yang tepat. Kulihat dari jendela yang basah oleh air hujan yang masih jatuh deras dari langit, mayat-mayat hidup itu bergerombol memenuhi jalan kota. Aneh, mereka tampak biasa aja kena hujan lebat ini.

"Din, jam beker" kata Fidly sambil membawa sebuah jam beker. "Kadangkala benda kayak ini bisa berguna Din"

"Oh iya? buat alarm tidur haha" tawaku.

"Enggak, ada lagi" Fidly memutar tuas jam dan berjalan mendekati jendela..

"Eh, kamu mau ngapain dah?"

"Udah, lihat aja"

Fidly membukakan jendela. Udara dingin langsung masuk ke ruangan disertai dengan suara-suara erangan mayat hidup. Dia melemparkan jam beker itu keluar. Tak lama kemudian jam beker itu mengeluarkan suara yang cukup kencang. Mayat-mayat hidup itu berjalan kearah jatuhnya jam itu dan mengerubunginya.

"Nah lihat Din, berguna kan" kata Fidly tersenyum.

"Wah hebat juga kamu" pujiku.

"Mereka kan tertarik sama suara hehe"

Singkatnya karena hujan semakin deras diluar kami terpaksa bermalam di bangunan ini, terlalu berbahaya kalau pulang ke lapangan golf malam-malam. Aku khawatir dengan keselamatan kawan-kawanku diseberang sana, semoga mereka baik-baik saja. Kubuka tas berisi pakaian itu dan mengeluarkan satu baju yang berukuran L, sesuai dengan ukuranku. Fidly juga tampak membukakan tasnya dan mengambil baju berwarna kuning. Ia langsung membuka bajunya dan tampak buah dadanya yang cukup kencang yang terbalut bra berwarna hitam. Sialnya Fidly tahu kalau aku melihatnya.

"Gak usah mikir aneh-aneh" celetuk Fidly yang sadar aku memperhatikan dia.

"Aku? Kamu lah yang aneh. Udah tau ada cowok disini malah lepas baju sembarangan" kataku sedikit emosi plus horni. Ya, buah dadanya yang masih ranum itu sukses menggelitik syaraf birahiku.

"Suka-suka aku dong, kamunya yang mikir mesum hehe" kekehnya seakan-akan tak merasa bersalah. Kupalingkan kepalaku dan kembali mengambil pakaian-pakaian yang masih ada. Fidly mendekatiku dan memamerkan baju barunya yang berwarna kuning. Sial, dia cantik sekali.



Aku memang sudah cukup lama kenal dengan dia, tapi baru kali ini penampilannya membuatku tertarik.

"Wah keren-keren" kataku memuji dia.

"Hehe ini muji ada maksud lain gak?" tanyanya balik. Hah? maksudnya?

"Enggak kok, murni memuji doang mah" balasku.

Dia hanya terkekeh sambil mengambil beberapa pakaian dan memasukkannya kedalam tas. Kami menyantap makanan ringan malam ini sambil melihat jendela.

*****​

GLUDUKKK JEGERRRRRR

Malam ini hujan semakin deras saja. Aku dan Fidly sedang duduk santai menghadap jendela sambil menghisap sebatang rokok.

"Fid, kayaknya besok pagi baru kita bisa pulang" kataku kepada dia.

"Ya gak apa-apa Din, mau gimana lagi"

"Kira-kira Sandi masih di sekitar sini?" tanyaku lagi.

"Mungkin" dia kembali menghisap rokoknya santai. Aku melihat jendela sekilas, rintik-rintik air semakin deras jatuh dari langit dan sesekali terdengar suara guntur yang sangat keras. Setelah beberapa menit ia melemparkan batang rokok yang sudah habis terbakar dan menginjaknya.

"Eh iya Din, aku tadi nemu beberapa obat. Aku ambil aja sih siapa tahu berguna"

"Bagus dong kalau gitu" kataku santai.

"Tapi, ada beberapa obat yang bikin aku penasaran Din"

"Hah? emang obat apaan?"

"Aku ambil dulu"

Fidly membuka sebuah tas besar dan mengambil sesuatu, aku mengamati dia.

"Hah? itu apaan?" tanyaku heran.

"Aku tadi sempat ambil barang-barang ini di sana, siapa tahu berguna nanti hehe" balasnya santai.

"Sini coba lihat"

Kuambil barang yang dibawa Fidly dan ternyata itu adalah sebuah kotak obat vitalitas pria dan beberapa botol obat perangsang kelas impor. Jelas, aku terkejut.

"Dih, buat apaan nih coba" kataku sambil mengembalikan kotak itu kepada dia.

"Ya siapa tahu berguna Din hehe" kekehnya lucu. Aku hanya terdiam saja.

"Oh iya Din, aku boleh ngomong sesuatu gak? tapi jangan bilang ke teman-teman kita"

"Apaan?"

"Janji dulu tapi" kata Fidly menatapku.

"Iya iya, apaan buruan"

"Emmm gini Din, aku kayaknya suka sama temen kita, cewek......."

Aku terkejut mendengar perkataan Fidly, saking terkejutnya hingga aku nyaris jatuh dari kursi ini.

"Tunggu-tunggu dulu Fid, kamu suka sama cewek? jadi kamu ini......"

"Iya" balasnya santai. Aku paham dengan maksudnya tapi yang jelas aku malah penasaran siapa cewek yang dimaksud Fidly.

"Siapa emangnya Fid?"

"Emmm aku bisikin aja ya" dia beranjak mendekatiku dan membisikkan sesuatu di telingaku. Alangkah terkejutnya aku setelah mendengar nama yang disebut oleh seorang Fidly, ini jelas tidak mungkin.

"Gak, gak mungkin. Kamu suka sama Melati?" tanyaku memastikan. Fidly hanya mengangguk dan tersenyum lucu.

Aku bernapas lega, bukan Citra ternyata, awalnya aku takut dia menyukainya soalnya Fidly dan Citra lumayan dekat. Sebenarnya aku sendiri tidak heran dengan wanita yang menyukai sesama jenis, jauh sebelum bencana ini terjadi aku punya teman wanita lesbian bahkan sampai pernah "bermain" dengan mereka. Walau rasanya aneh memang namun aku tetap menikmatinya.

"Selama bencana ini, saat aku masih tinggal bersama orang-orang di hutan dulu, aku pernah pacaran sama cewek. Memang rasanya aneh Din tapi entahlah aku menyukainya"

"Jadi saat itu kamu gak pernah berinteraksi sama lelaki gitu?" tanyaku.

"Enggak Din, aku ngerasa cowok itu cuma ingin nafsu bukan cinta. Aku trauma karena itu...."

Aku terdiam mendengar perkataan Fidly yang sungguh-sungguh.

"Aku pernah punya pacar sebelum bencana ini terjadi, hubungan kami sangat baik, mesra, kami saling mencintai. Aku bahagia karena itu. Sampai pada suatu hari pacarku, oh well.... aku bilang mantan aja kali ya.... ketahuan selingkuh dengan wanita lain....."

"Saat aku tahu itu, aku hancur sehancur-hancurnya Din, hidupku jadi berantakan bahkan aku sampai kepikiran untuk bunuh diri...." nada suara Fidly mulai berubah seperti menahan tangis.

"Udah-udah Fid jangan diterusin. Kamu malah membuka luka lamamu" aku langsung memeluk tubuh mungilnya, ia menangis dalam pelukanku dan aku mengusap-usap punggungnya untuk menenangkannya.

"Hiks, hiks aku berjuang mempertahankan cintaku Din, tapi justru dia mengkhianatiku...." katanya sambil terus menangis. Aku merasa kasihan dengan dia. Mungkin sekitar satu menit kami berpelukan erat dan Fidly melepas pelukannya, ia mengusap air matanya.

"Itulah alasan kenapa aku menyukai dan mencintai wanita Din" katanya.

"Oke baiklah aku ngerti kok, tapi apa Melati mau pacaran sama kamu?" tanyaku.

"Itu bisa diatur, aku yakin dia pasti menyukaiku" kata Fidly antusias, raut mukanya sudah tidak menampakkan kesedihan lagi.

"Tapi awas aja kalau aneh-aneh" kataku.

"Enggak lah, pakai cara biasa hehe" kekehnya lucu.

"Emm, kamu udah berapa kali punya "pacar" cewek?" kataku sambil menggerakkan kedua telunjukku menirukan tanda kutip.

"Tiga kali, satu pas aku habis putus dengan mantanku, satunya lagi saat aku bersama orang-orang di hutan, satunya lagi otewe sama Melati hehe" kekehnya.

"Dasar lu" tanganku bergerak dan memukul pelan lengannya. Ia langsung membalasnya dengan memukul perutku lumayan kencang sehingga aku terjatuh ke tikar.

"Aduh, gila lu Fid. Perutku sakit nih jadinya" kataku sambil memegang perutku. Memang pukulannya lumayan telak.

"Hehehe maaf maaf Din sakit ya" kata Fidly merasa bersalah. Aku masih meringis kesakitan, andai saja dia cowok mungkin sudah kubalas pukulannya.

"Ughhh sakit, aku mau tiduran dulu" kataku sambil tiduran terlentang diatas tikar. Fidly tampaknya merasa kasihan denganku dan mendekatiku disamping.

"Dino, maaf banget ya" katanya cemas dengan kondisiku.

"Iya iya, tapi lain kali kalo mukul jangan dibagian ini dah" balasku kesal. "Fid, tolong ambilkan minum"

Fidly mengambil botol air minum dari tas dan memberikannya padaku, aku langsung menenggak air minum itu hingga tersisa setengahnya. Dia terdiam saja melihatku.

"Udah gak apa-apa aku maafin kok hehe" kataku sambil tersenyum. "Aku yang salah kok tadi"

"Din"

"Iya?"

"Kamu anggap aku cewek baik apa engga?" tanyanya.

"Baik kok, gak ada jelek-jeleknya. Cantik-cantik gitu hehe" kataku memuji.

"Ihhh dasar, eh aku emang cantik ya?" tanyanya lagi.

"Iyalah emang cantik kok kamu" kataku jujur. Ya, untuk urusan ini aku selalu jujur hehe.

"Tapi Din, kamu udah tahu kan sifatku semuanya. Suka cewek, merokok dan....."

"Gak kok, aku gak pernah mempermasalahkan itu" kataku tegas. Fidly hanya tertunduk mendengar jawabanku. Kami saling terdiam selama beberapa menit, suara guntur dan air hujan semakin bersahut-sahutan diluar dan udara dingin mulai menusuk kulit.

"Kira-kira sekarang jam berapa?" tanya Fidly memecah keheningan.

"Kayaknya sekitar jam 8 atau enggak jam 9 malam dah. Sial ya gak punya jam" balasku santai sambil mencoba untuk duduk bersender di dinding. Fidly juga duduk disampingku.

"Kamu kedinginan?" tanyaku menatap matanya.

"Udah biasa Din, disini gak sedingin pas di hutan dulu" jawabnya.

"Ohh"

"Perutmu udah gak sakit?"

"Udah ilang dari tadi hehe"

Suasana kembali hening karena kami saling terdiam.

"Din?"

"Iya?"

"Emmm gimana ya ngomongnya hehe" kekehnya malu. Entah kenapa ekspresi mukanya lain tidak seperti sebelumnya.

"Tinggal ngomong aja dah apa susahnya" balasku.

"Kamu pernah "main" sama cewek?" tanyanya yang jelas membuatku terkejut.

"Ah, apaan dah Fid. Bahas yang lain aja" tolakku walau sebenarnya aku paham apa yang dimaksud dia.

"Kamu inget pas di villa kita main "I never" gitu. Dan pas aku bilang tidak pernah melakukan hubungan seks dan kamu minum, jadi pernah kan hehe" kekehnya lucu. Ah, permainan sialan itu. Aku hanya terpana sambil menatap wajah Fidly.

"Engggg" kugaruk kepalaku yang tak gatal.

"Aku tadi udah beberkan rahasiaku Din. Sekarang giliran kamu" katanya. "Gak apa-apa kok aku gak bakal bocorin ke siapapun" tambahnya.

"Emm, beneran ya?" tanyaku memastikan.

"Iya iya dah, ayo buruan selak pagi"

Kembali kugaruk kepalaku.

"Emm, iya pernah" kataku. Mata Fidly terlihat membesar mendengar jawabanku.

"Berapa cewek Din?"

"6 kalo gak salah, entahlah aku gak pernah ngitung" jawabku jujur. Fidly malah tertawa mendengar ucapanku, aku heran dibuatnya.

"Kok ketawa? kayaknya gak ada yang lucu dah"

"Benar-benar fuckboy ya kamu" balasnya "tapi aku heran sih kamu kelihatannya orang baik tapi taunya gitu hahaha" tawanya kembali. Aku merasa direndahkan oleh dia tapi memang kenyataannya seperti itu sih.

"Terus pas kamu main, pakai pengaman?" tanyanya lagi. Ini cewek kok kesannya kayak menginterogasi dah?

"Seringnya iya" jawabku lagi.

"Terus gimana rasanya Din?" tanyanya lagi.

"Anjirr dah, tunggu dulu....." aku memotong pembicaraannya. "Maksudnya kamu ngomong gini kenapa dah? kamu kepengen?" tanyaku kepada Fidly yang langsung terkejut karenanya.

"Tanya doang lah hehe"

"Ah kamu ini"

"Ayolah jawab Din, rasanya gimana?" tanyanya.

"Enak lah, gak ada yang namanya ngentot itu gak enak...." jawabku ngasal dan kelepasan ngomong vulgar, dalam diriku aku menyesal melontarkan kata itu.

"Ihhh ngomong jorok dah" katanya malu.

"Ah sialan dah" umpatku kepada diriku sendiri. Tapi kalau dilihat dari bahasa tubuh Fidly, dia tampak antusias mendengar semua rahasiaku. Pikiran kotorku mulai terbit sepertinya.

"Dino, emmm....."

"Iya Fid" jawabku, tatapan matanya berubah seakan-akan seperti menahan sesuatu.

"Aku... aku mau jadi yang ketujuh buat kamu" bagaikan kesambar geledek mendengar perkataan Fidly.

"Eh Fidly, enggak enggak, kenapa kamu....."

"Aku percaya sama kamu Din, kamu cowok yang baik" kata Fidly dengan nada yang tiba-tiba lembut. Kami saling menatap.

"Kamu... kenapa Fid?" tanyaku ragu. Ya, aku jelas bingung dengan sifatnya. Tiba-tiba Fidly dengan cepat mendekati kepalaku dan langsung menyambar bibirku, aku terkejut dengannya, bibir kami saling tersambung dan tubuh Fidly semakin lekat dengan tubuhku. Lidahnya mulai menari-nari di mulutku pertanda ia sudah mahir dengan adegan ini. Tanpa pikir panjang aku membalas cumbuannya. Fidly menjatuhkan tubuhnya sehingga aku tertindih olehnya, bibir dan lidah kami saling beradu.

"Sslrrrppppp ssllrrpppppp" begitulah suaranya.

Sekitar dua menit kami bercumbu, kulepaskan bibirnya yang berlumuran campuran liur kami. Kutatap mata Fidly yang sayu, dia melemparkan senyuman kearahku, dia manis sekali, sumpah.

"Emm Fid, bukannya kamu....."

"Iya aku tahu, aku penasaran main sama cowok gimana hehe" kekehnya.

Ya ampun.

"Hihihi, punya kamu udah mulai keras ya" katanya. Benar, kemaluanku mulai membesar bahkan sebelum percumbuan mendadak ini. Aku hanya diam saja sambil menikmati gejolak birahi yang mulai tumbuh.

"Eh iya Din, kamu minum dulu ini" Fidly beranjak berdiri dari tubuhku dan mengambil kotak obat perangsang dan viagra.

Eh tunggu, apa aku gak salah lihat? viagra?

"Fid, gak usah....." aku berusaha untuk menolak.

"Udah minum aja Din" kata Fidly menyodorkan bungkus dan botol obat kearahku.

"Kamu.... kamu serius?"

Dia hanya mengangguk dan menelan dua buah pil perangsang. Aku mengambil satu pil viagra, dua pil perangsang dan langsung kutelan semuanya. Sebelumnya aku jarang sekali memggunakan "alat bantu" saat bermain dengan wanita, staminaku bisa dikatakan bagus dan tahan lama, bukannya sombong tapi aku memang rajin berolahraga sebelumnya. Walau tubuhku tidak terlalu berotot yang penting sehat kan dan tahan lama tentunya hehe.

Lima menit kemudian obat itu mulai bereaksi yang ditandai oleh timbulnya panas dari tubuhku, aku merasa gerah dan kulepas bajuku. Udara dingin tak terasa sama sekali karena panas tubuh hasil reaksi dari obat perangsang. Nafsu birahiku perlahan tapi pasti mulai terbit. Kulihat Fidly juga mengalami hal yang sama, dia mulai menggeliat gelisah dan langsung saja melepas bajunya tak peduli ada aku disampingnya. Tubuhnya memang mungil namun proporsional menurutku. Gundukan payudaranya tak terlalu besar namun terlihat cukup kencang walau masih terbalut bra warna hitam.

"Kok dilepas?" tanyaku.

"Sama kayak kamu, gerah banget" balasnya santai sambil mengibas-ngibas tangannya.

"Ya salah sendiri minum gituan Fid, udah tahu kan efeknya haha" tawaku menahan nafsu. Dia ikutan tertawa.

"Eh iya, sebelumnya kamu udah pernah gituan?" tanyaku lagi.

"Belum pernah"

"Bohong"

"Ihh beneran kok"

"Terus pas sama mantan kamu itu ngapain aja?" mungkin karena pengaruh obat ini aku semakin beringas memberi pertanyaan ke dia.

"Pelukan sama ciuman doang, sumpah" kata Fidly sungguh-sungguh. Okelah, aku percaya dengan pengakuannya. Berarti benar yang ia katakan di villa dulu, dia belum pernah berhubungan seks dengan pria, lebih tepatnya lagi, ia masih perawan.

Kami terdiam sejenak dan saling menatap satu sama lain, dalam keadaan telanjang dada pastinya. Fidly terlihat ragu dan sesekali berpaling saat kutatap dia dalam. Mungkin dia malu. Aku bisa memaklumi.

"Din...." katanya lirih sambil mendekatiku. Sialnya dalam waktu bersamaan kemaluanku bereaksi tak seperti biasanya, viagra yang sudah kutelan tadi mulai menunjukkan khasiatnya. Batang kemaluanku langsung membesar menimbulkan rasa tak nyaman di selangkanganku. Kubetulkan posisi selangkangan yang mengganjal ini dan Fidly hanya melihatku. Dengan perlahan muka kami saling mendekat dan kembali bercumbu ria, kali ini efek obat perangsang yang kami telan juga mulai menunjukkan khasiatnya, itu ditandai dengan semakin liarnya cumbuan ini, tubuh kami saling bergesek dan kulit kami bersentuhan, kami mulai berkeringat karena panasnya birahi dalam tubuh.

"Hghhhhh sllrrppppp slllrpppppp"

Suara kecipak liur kami mulai menggema, tak bisa dibantah Fidly cukup berbakat dalam hal kissing, mulai dari soft kiss dan hard kiss ia lancarkan, aku sangat menikmati setiap cumbuannya yang terkadang dibarengi dengan gesekan-gesekang antar selangkangan kami yang masih tertutup celana. Semakin lama gesekan-gesekan ini semakin intens dan liar. Cumbuan Fidly terasa nikmat sekali dan aku terhanyut olehnya. Dengan cepat kupeluk perutnya dan kutekan-tekan selangkangannya dengan kemaluanku.

"Ughhhhh geli Din ughhhhhhh" dia mulai mendesah geli. Aku tersenyum nakal melihat ekspresi wajahnya yang sudah dikuasai birahi.

"Berarti kamu masih perawan ya?" tanyaku mesra kepadanya, dia mengangguk.

"Ini bakal sakit Fid, kamu yakin?" tanyaku memastikan.

"Iya gak apa-apa Din, aku percaya sama kamu. Kamu cowok baik kok" katanya. Oke ini lampu hijau dan tak akan kusia-siakan momen ini. Kami mengubah posisi menjadi duduk dan melepaskan celana beserta dalamannya. Aku dan Fidly sudah telanjang bulat, kuamati kembali tubuhnya yang mungil itu, kulitnya putih bersih, buah dadanya kencang dan perutnya lumayan seksi. Batang kemaluanku semakin mengeras melihat keindahan ciptaan Tuhan ini. Fidly sama sekali tidak merasa malu aku menelanjanginya.

"Ini pertama kalinya aku telanjang didepan cowok"

"Kamu cantik banget Fid" kataku mendekati dia. Mataku membulat melihat bongkahan payudaranya yang bulat dan kencang itu, tak terlalu besar memang namun aku menyukainya.

"Aku pegang ya" kataku, dia mengangguk. Tangan kiriku mulai menyentuh buah dada kanannya, kugesekkan jariku di area sekitar putingnya, ia mendesis geli.

"Ssshhhhhh ahhhhhh geli Din" desahnya lucu, ya memang suaranya lucu menurutku. Birahiku semakin meninggi tapi aku setengah mati untuk menahannya, jangan sampai out of control karena jika hal itu terjadi, mungkin aku bisa menyetubuhinya dengan kasar. Tapi dasar sial, obat perangsang ini sangat kuat khasiatnya, birahi dalam tubuhku semakin naik bahkan sekarang kemaluanku sudah sangat keras, menimbulkan rasa pegal yang cukup kuat.

"Aahhhhhh shhhhhhhh" kuremas-remas pelan buah dadanya pelan saja, desahannya semakin kuat dan sesekali tubuhnya menggelinjang. Jariku mulai membelai puting merah mudanya yang sudah menegang, tak besar memang. Remasan demi remasan aku lancarkan. Tiba-tiba aku mendapatkan ide setan dari kepalaku untuk menstimulasikan birahi Fidly yang mulai membara.

"Fidly, coba bayangin kalau aku Melati dan sedang meremas-remas susu kamu hhhh" kudekatkan kepalaku dan berbisik maskulin ke telinganya.

"Ahhhh Dinoooo ahhhhhh" remasan ini aku perkuat, jemariku juga sudah menekan-nekan puting merah mudanya dan desahannya semakin kuat.

"Bayangin Melati dengan nafsunya ngremes-remes susu kamu Fid, pasti rasanya enak banget hehe" kataku berbisik. Fidly semakin tak karuan, tubuhnya terus berguncang.

"Pas desah kamu panggil nama Melati, jangan namaku"

"Ahhhhh ughhhhh Mel, remes susuku Mel yang kenceng ahhhhhh geliiiiii"

Aku tertawa dalam hati, Fidly semakin mendesah kencang bahkan mulai terkesan liar sembari remasan demi remasan aku lancarkan pada buah dadanya. Kusambar bibir Fidly yang basah oleh liurnya, kami kembali bercumbu liar dan semakin liar. Khasiat obat perangsang yang kami telan mulai menguasai seluruh tubuh. Kulepas cumbuannya dan menyerang telinga bawah dengan lidahku. Fidly mendesis dan melenguh menikmati foreplay ini.

"Ssshhh ahhhhh Mel geliiiiii ahhhhhhh" Fidly masih memanggil nama Melati sesuai dengan perintahku. "Ahhhh Melatiiiii ahhhhhhhhh"

Bangsat! Aku sendiri juga mulai terangsang karena membayangkan Melati, terlebih buah payudaranya yang lumayan besar itu terbayang didalam otakku, sehingga aku semakin liar mempermainkan Fidly. Kusambar puting imut merah muda dengan mulutku. Tubuh Fidly langsung mengejang karena serangan mendadak ini, kuhisap-hisap putingnya yang sudah menegang itu dan sesekali menggigit pelan, tubuhnya semakin mengejang dan desahannya semakin kuat.

"Ahhhhhhh ahhhhhhhh geliiiiiii ahhhhhhhhh"

"Melatiiii sayangggg, terusssss mainin susuku ahhhhhh ahhhhhh"

Hisapanku semakin intens, sesekali tanganku satunya meremas-remas buah dada sebelah kiri. Tak terasa beberapa menit telah berlalu, aku melepaskan mulutku dari putingnya. Wajah Fidly sudah tak karuan, keringat membasahi seluruh tubuh, ia menarik napas panjang setelah menikmati foreplay yang aku buat.

"Hahhhhh hahhhhhh enak banget Din"

"Hahaha mantap kan Fid"

"Emmm panggil Fia aja" katanya sambil menatapku sayu.

"Ohhh oke"

"Ughhhhh anuku gatel banget Din, kerasa basah" kata Fia.

"Oh memekmu udah gatel hehe" kekehku mesum. Ia mengangguk.

"Hehe lanjut ya, kamu bakal keenakan nanti" kataku mesra, Fia hanya mengangguk.

Kurebahkan tubuhnya ke tikar dan sekarang Fia berada dalam posisi terlentang. Dengan cepat aku merunduk kearah perutnya yang rata itu. Lidahku kujulurkan dan mulai menjilati setiap bagian perutnya, mula-mula aku jilat bagian bawah payudaranya yang aku yakin setiap wanita akan menggelinjang keenakan. Benar saja, tubuh Fia kembali menggelinjang saat kumainkan bagian itu, desahannya kembali keluar dari mulutnya. Setelah kurasa cukup kujilati bagian pusar sipitnya, lidahku dengan lihai mengorek lubang pusarnya hingga liurku masuk kedalamnya. Desahan dan guncangan tubuhnya semakin kuat bahkan saat aku menggigit kecil lubang pusarnya, tubuhnya langsung terangkat melengkung.

"Aughhhhhhhhh ahhhhhhhh Dinooooooo"

"Aughhhhhh ughhhhh geliiiiiii ahhhhhhhh"

"Seksi banget perutmu Fi, aku suka banget" kataku mesum. Yap, aku memang sangat suka memainkan bagian perut wanita sebelum bermain ke menu utama, aku yakin dengan stimulasi di perut, si wanita bisa lebih cepat naik birahinya.

Setelah kurasa cukup lidahku kembali bergerilya, kali ini menuju area vitalnya, tak lupa kulebarkan pahanya untuk mempermudah proses foreplay ini. Aku terkejut dengan bentuk kemaluannya yang masih sangat rapat dan bersih walau aroma keringat sedikit tercium tajam disana. Rambut kemaluannya cukup rapi dan tak terlalu banyak. Sekilas aku menatap mulut kemaluan yang rapat itu. Sialan memang, nafsuku sudah menguasai tubuh dan otakku, yang kupikirkan sekarang adalah menyetubuhi wanita mungil ini hingga puas, kalau memungkinkan sampai pingsan sekalian hehe.

"Memekmu masih rapet Fi" kataku.

"Ughhhh gelliiiii, kan aku udah bilang kalau aku perawan Din hhghhhhhh" jawabnya menahan gejolak nafusnya.

"Hehe, aku mainin dulu ya sebelum ke menu utama"

Mula-mula kudekatkan wajahku ke mulut kemaluannya, aroma asam keringat tercium keras kedalam indera penciumanku, tapi itu justru semakin mendongkrak nafsu birahiku. Tanpa pikir panjang kucaplok bibirku ke mulut kemaluannya, Fia mendesah panjang dan sesekali melenguh kecil. Kujulurkan lidahku menggesek bibir kemaluannya, selangkangannya berguncang naik turun disaat lidahku menari-nari disana. Sesekali kemaluannya berkedut kecil dan mengeluarkan cairan tepat kearah indera perasaku. Rasanya unik dan aku menyukainya.

Setelah cukup menyantap kemaluannya, kuemut jari tangan kananku hingga terbalur air liurku. Dengan perlahan kukuakkan sedikit bibir kemaluannya, Fia kembali mendesis dan tampak pasrah saja membiarkanku memainkan alat vitalnya. Terlihat sebuah daging kecil sebesar biji kacang berwarna merah muda. Yep, aku menemukan klitorisnya. Tanpa pikir panjang kuusap pelan daging itu dengan jariku. Fia langsung mendesah kencang sekali dan tubuhnya mengejang-ngejang. Aku tak terkejut juga melihat reaksi tubuhnya, bagian ini adalah bagian sensitif semua wanita di bumi ini.

"Ahhhhhhh Dinoooooo ahhhhhhhhh geliiiiiii ahhhhhhh terussss ahhhhhhhhh"

"Ini namanya itil hehe, keenakan kan kamu hehe"

"Aahhhhhh sssshhhhhh ahhhhhhh enakkkkk ahhhhhhh"

"Coba bayangin lagi, Melati dengan nafsunya lagi mainin itilmu, coba bayangin hehe"

Setelah berkata seperti tadi, kutingkatkan intensitas jariku ke klitorisnya, sesekali kupijit kecil bagian itu. Desahannya semakin keras dan liar, kulihat mukanya yang benar-benar kacau sekarang.

"Melatiiii ahhhhh ahhhhh gosok terusss itilku sayanngggg ahhhhh ahhhhhh Mell ahhhhhhh" desahnya riuh, untung derasnya hujan diluar bisa meredam suara birahi yang dilontarkan Fia.

"Sshhhhhh dadanya Melati gede loh Fia, enak kalau diremes-remes sshhhhh" kubisikkan kata-kata mesum ditelinganya. Fia semakin mendesah liar mendengar bisikanku yang maskulin. Dengan lihai aku tusukkan jariku pelan kedalam liang kemaluannya, pelan saja karena dia sendiri masih perawan. Dan apa yang kudengar sekarang semakin membuatku ingin menyetubuhinya.

"AHHHHHHHHHH AKU.... AKUUUUUU..... GELIIIII BANGETTT MELLLLL AGHHHHHHH AHHHHHHHH AHHHHHHHHH"

Citra POV

Hujan diluar semakin deras saja sesekali suara guntur bersahut-sahutan. Aku sendiri sedang duduk di jendela sambil melihat-lihat sekeliling. Kami berada di bangunan yang dulunya merupakan sebuah kantor dari lapangan golf ini. Sebenarnya ada beberapa rumah kecil tak jauh dari sini namun kita belum sempat untuk membersihkannya, besok mungkin baru sempat.

"Ahhhh, kenapa Dino belum balik juga" tiba-tiba aku mendengar suara Nadila yang sekarang berada disampingku. Ia terlihat sangat cemas.

"Kamu kok belum tidur?" tanyaku kepada dia.

"Gimana aku bisa tidur kalau Dino belum balik Cit" kata Nadila.

"Iya Nad, aku juga cemas sama dia dan teman-teman yang lain" balasku. Dia berdiri dan bersandar di dinding.

"Dia pasti baik-baik aja Nad, kamu jangan khawatir" kataku bohong. Iya, aku sendiri juga sangat khawatir dengan dia.

"Kamu bohong Citra, aku tahu kamu juga khawatir"

Dia tampaknya tahu kalau aku bohong.

"Iya, iya aku juga khawatir Nad. Tapi aku percaya sama Kak Dino, dia pasti baik-baik aja" kataku.

Kami terdiam cukup lama sambil melihat jendela, hujan diluar masih cukup deras dan tak ada tanda-tanda akan berhenti. Aku memandangi Nadila yang menempelkan wajahnya ke jendela. Matanya tampak basah.

"Nadila" aku menyapanya, ia mengusap pinggir matanya. "Mungkin hubungan kita memang kurang akrab Nad, tapi aku boleh tanya sesuatu?" sebenarnya perasaanku berat untuk menanyakan kepada dia, namun aku harus tahu.

"Iya Cit, tanya aja"

"Emmm, kamu masih suka sama kak Dino?" ia tampak tertegun saat aku bertanya, ia memalingkan wajahnya dan terdiam. Aku merasa bersalah bertanya hal itu kepada dia.

"Maaf Nad, aku lancang tadi"

"Iya Cit, emmm mungkin....." jawabnya. Entah kenapa hatiku terasa bergemuruh mendengar jawabannya. Kami kembali terdiam, hujan juga belum menunjukkan tanda akan berhenti.

"Citra, aku juga mau tanya...."

"Iya Nad, tanya aja"

"Kamu.... kamu suka sama dia?"

"Jawabanya sama seperti kamu Nad, mungkin...."

Dino POV



"AAUGHHHHHH AHHHHHH AHHHHH AKUUUU AHHHHHH AHHHHHHH"

Kemaluannya berkedut cukup kencang pertanda orgasme pertamanya, mungkin pertama kali selama hidupnya atau dia pernah bermain "solo" atau bersama ceweknya, aku tak peduli, yang penting aku tersenyum senang melihatnya kelojotan hanya dengan jari-jariku.

"Ughhhh Dinnn"

"Enak kan, itu namanya orgasme" kekehku sambil menatap matanya yang sayu dan lemah.

"Kayak pipis rasanya tadi ughhhh" desahnya.

"Hehe, ughhh bangsat dah pegel banget selangkanganku" keluhku sambil menggengam batang kemaluanku dan mengocoknya pelan. Ya, efek viagra yang aku telan tadi membuat batangku jadi sangat keras seperti besi, kulihat urat-urat darah yang timbul jelas. Ah, aku sudah tidak sabar untuk merobek membran kesuciannya hehe.

"Sekarang ya" kataku menatap wajahnya, ia langsung mencium bibirku dan aku membalasnya. Kami bercumbu liar selama beberapa saat.

"Din, aku mau lihat titit kamu" katanya dengan suara parau seksinya. Aku tersenyum.

"Boleh, nih" Fia melihat batang kemaluanku yang sudah tegang mengacung. Matanya membulat dan menutup mulutnya, sepertinya ia tercengang.

"Dino, ini beneran titit kamu?" kata Fia.

"Iyalah kampret hhhhh" balasku, bahkan disaat seperti ini ia masih bisa bercanda.

"Ini... gede banget Din, panjang juga" ia mengamati setiap bagian batang kemaluanku.

"Baru pertama kali aku lihat itu secara langsung hehe" kekehnya.

"Ohh bagus dong, aku orang pertama ya berarti hehe. Emmm Fi, coba kamu pegang" kataku.

Tangan Fia mulai bergerak dan mencoba untuk menggengam batang kemaluanku, ia tampak malu-malu melakukannya, aku tertawa dalam hati melihat sisi polosnya yang masih ada walau sudah dikuasai oleh birahinya sendiri. Fia langsung mengenggam keras batangku sehingga aku mendesah keenakan.

"Ahhhh Fiaaa aghhhhhhhh"

"Masak geli sih Din? berarti sama kayak memek aku" tanyanya.

"Iya lah ughhhhhh"

"Emmm, yaudah Din masukkin aja sekarang. Aku penasaran hihi"

Tanpa tedeng aling-aling kurebahkan tubuhnya dan kucumbu bibirnya liar. Fia membalas perlakuanku, lidah kami saling mengait dan kuhisap liurnya semampu yang aku bisa. Setelah beberapa saat kulepas bibirnya dan meninggalkan untaian benang liur yang terbentuk dari campuran liur kami. Ia menatapku nanar penuh harapan. Aku terpana melihat kecantikan wajahnya.

"Kamu serius Fi? ini bakal sakit" akal sehatku sedikit mencuat dalam diriku.

"Iya gak apa-apa Dino, aku percaya sama kamu. Aku gak bakal nyesel" katanya pelan.

"Emmm oke, siap-siap ya"

Kutegakkan tubuhku, kedua tanganku memegang pahanya dan kulebarkan. Bibir kemaluannya yang sempit dan basah itu membuat birahiku naik kembali bahkan langsung ke tingkat maksimal. Setelah paha itu kulebarkan, kugenggam batang kemaluan ini dan mengarahkannya ke bibir kemaluannya. Kulihat wajahnya sekali lagi, dia menatapku dalam seolah-olah pasrah tubuhnya diserahkan kepadaku. Beberapa saat kemudian aku mulai mendorong pinggulku pelan-pelan, batang kemaluanku mulai menyeruak masuk ke liang sempitnya. Tubuh Fia menggelinjang cukup keras merasakan benda asing di lubang kemaluannya. Rasa hangat, sempit dan basah terasa sekali, kudorong pelan sembari mencumbunya liar.

"AUGGGHHHHHH SAKITTTTTTT AHHHHHHHHHH" Fia mengaduh kesakitan, tampaknya batang kemaluanku memang kebesaran di liangnya, tapi aku tak peduli. Kudorong lagi batang kemaluanku tanpa memperdulikan rontaan kesakitan Fia.

"SSSAKITTTTT AHHHHHHHHH HHHHHHHGHHHHHHHH"

Sepertinya aku sudah merobek selaput daranya yang ternyata tidak tebal itu, ditandai dengan guncangan pinggulnya. Kudiamkan sejenak batangku didalam kemaluannya yang berkedut-kedut kencang. Fia tampak menangis merasakan sakit dan perih, kutatap mukanya.

"Perih banget Din hiks hiks hiks" katanya lemah.

"Emang sakit Fi, tapi nanti enak kok hehe" kekehku tak bersalah. Dengan begitu sudah resmi Fia adalah orang ketiga yang kurobek selaput daranya, setelah Gracia dan Dila. Kucium bibirnya dan meremas pelan buah dadanya yang mengacung tegak, Fia membalas ciumanku mesra seperti seorang kekasih. Setelah beberapa menit aku menarik napas dalam-dalam siap untuk melanjutkan persetubuhan ini.

"Fia, gimana udah gak sakit?" tanyaku.

"Masih agak Din, tapi gak apa-apa lanjutin aja. Ughhh punya kamu sesak banget" jawabnya mendesah.

Kutarik pelan batang kemaluanku keluar, lelehan darah bercampur lendir keluar dari bibir kemaluannya, batangku sendiri juga berlumuran lendir berwarna merah muda. Aku tersenyum nakal melihat batangku sendiri, memang begitu nikmat kemaluan perawan, hehe.

Kumasukkan kembali batangku perlahan, rasa aneh dan nikmat bercampur menjadi satu, Fia mulai mendesah keenakan saat kemaluanku bergesekan dengan dinding kemaluannya, kudorong kembali perlahan hingga aku merasakan kepala kemaluanku sudah menabrak mulut rahimnya. Fia menggelinjang dan mendesah lumayan keras.

"Ahhhhhhhh geli banget Dinoooooo aughhhhhh ughhhhhhh"

Lalu seperti saat aku menyetubuhi wanita, kugenjot kemaluannya dengan tempo yang awalnya pelan, lalu lebih cepat dan lebih cepat. Setelah itu kuturunkan kembali tempo lalu kupercepat lagi, begitu seterusnya. Aku bisa melihat Fia yang meracau tak jelas menikmati kemaluannya disodok-sodok batang kemaluanku, sesekali dia melenguh dan mengucapkan kata-kata kotor entah disengaja atau tidak. Sial memang, kemaluannya benar-benar sangat nikmat!

"Huggghhhhh ughhhhhh enak banget sih tititmuuu ahhhhh ahhhhhh"

"Ssshhhhh bukann titit sayang hehehe oghhhhhh namanya kontol ajaaa aghhhhhhh" kuprovokasi dia.

"Ahhhhh iyaaa kontollll kontollll aghhhhhhhh anjingggggg oghhhhhhh"

Hentakan demi hentakan aku lancarkan ke liang kemaluannya, produksi cairan didalamnya semakin meningkat dan batangku sendiri juga mulai seperti disembur didalam liangnya. Aku semakin liar, kugenjot kemaluannya dengan tempo cepat, saking cepatnya sampai selangkangan kami saling berbenturan menimbulkan suara cukup keras.

PLOK PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK PLOK

Tak lama kemudian dinding kemaluannya berkedut sangat kuat, dia hampir akan orgasme. Aku semakin liar menggenjotnya dan sesekali meremas-remas kuat buah dadanya untuk mempercepat orgasmenya.

Dan akhirnya.....

"AUGHHHHHHHH IYAAAAHHHHH AHHHHH GAK KUAATTT FIAAAA AGHHHHH AHHHHH AHHHHHH....."

Akhirnya Fia meraih orgasme keduanya, kemaluannya berkedut kencang dan keras meremas batang kemaluanku didalam. Aku merem-melek merasakan nikmat yang luar biasa, tubuhnya mengejang-ngejang selama beberapa saat, setelah orgasme itu lewat kucabut batangku keluar, lelehan cairan beningnya keluar cukup banyak membasahi tikar ini. Aku mengambil napas dalam-dalam begitu juga Fia.

"Hahhhhh hahhhhh hahhhh nikmat banget Din hahhhhhhh"

"Hehe enak kan sayang" kataku.

"Ughhhhh gatel banget anuku Din"

"Hehe"

Kami beristirahat selama beberapa menit untuk mengumpulkan tenaga. Kami saling berpandangan dan menatap mata dalam. Fia ternyata memang cantik sekali disaat seperti ini.

"Emhhh lanjut Din, anuku masih gatel banget ughhhh" tangannya mengusap pipiku, aku tersenyum.

"Hehe ketagihan ya kamu"

"Ihh nakal"

*****​

"Ssshhhhh aghhhhhh ahhhhh Dinoo pelannnnn aghhhhh aghhhhh"

"Sempit banget memekmu Fia ahhhhhhh"

Dengan gaya Doggy ini, kami bersahut-sahutan melampiaskan setiap gesekan alat kelamin, tak peduli hujan diluar semakin deras dan ancaman mayat hidup yang mungkin saja masih ada di bangunan ini. Erangan dan lenguhan Fia semakin terdengar nyaring sembari batang kemaluanku merogoh-rogoh liangnya makin dalam, aku sendiri mulai kehilangan kontrol nafsuku. Semakin kugenjot liang kemaluannya semakin nikmat.

Sialan, obat perangsang ini benar-benar devastating. Birahiku semakin terpacu untuk menyetubuhi wanita mungil ini.

Tak hanya aku saja, Fia membalas genjotan kemaluanku dengan menggoyangkan pantatnya naik turun seperti bola dribble, pelan saja memang namun efeknya sungguh dahsyat. Liang kawinnya yang masih sangat sempit itu meremas-remas batang kemaluanku yang basah oleh cairan cintanya.

"Ahhhhh ughhhhh Dinoooo ini enak bangetttt ahhhhhh" desahnya kencang.

"Hghhhhh padahal katanya sakitt aghhhhh ughhhhh sshhhhh"

"Udah lianggg Dinnnn ahhhhhh ssshhhhhh punya kamuuu gede bangett ahhhhh ahhhhh"

Dengan posisi doggy, aku semakin semangat menggempur pertahanan Fia yang sebelumnya terkunci rapat oleh membran kesuciannya. Kukencangkan intensitas genjotanku hingga ia mendesah liar entah dia menikmatinya atau justru merasa kesakitan. Ya, sekali lagi aku kehilangan akal sehatku dan berganti dengan nafsu yang membara, tak peduli si wanita merasakan kesakitan atau keenakan.

PLAK PLAK PLAK PLAK

Dengan kasar kutampar pantat mulus Fia yang kencang dan bulat itu, meninggalkan rona merah pada kulit pantatnya. Ia mengerang kesakitan bercampur dengan desahannya yang semakin memancing birahi.

"Sssaaahhhhhhh sssakittttt ahhhhhh ahhhhhh"

Setelah puas menampar pantatnya, kedua tanganku bergerak menuju payudaranya yang menggantung. Kuraba dulu kulit payudaranya dan memijit kecil puting imutnya yang sudah mengacung. Kuremas-remas kuat kedua bongkahan lunak itu hingga tubuhnya berguncang-guncang. Remasan di liang kemaluannya semakin kencang saja, mungkin dia akan meraih orgasmenya sebentar lagi, untuk mempercepat prosesnya kuhentakkan batang kemaluanku dalam dan aku bisa merasakan kepala kemaluanku mencium bibir rahimnya. Fia semakin kesetanan menggerakan pantatnya.

"Uaghhhhhhhhh ahhhhhh akuuu keluarrrrr Dinoooo aghhhhh gakk kuattttt ahhhhh ahhhhhh"

PLOK PLOK PLOK PLOK

"AGHHHHHHHHH BANGSAAATTTTT AHHHHHHH KELUARRRRR KELUARRRRRR"

Yep sudah kuduga, Fia kembali meraih orgasmenya yang ketiga. Kemaluannya berkedut-kedut keras sembari didukung dengan semburan cairan beningnya yang lumayan banyak. Pantatnya bergoyang-goyang seksi saat orgasme itu terjadi. Aku semakin tak terkontrol nafsu birahiku melihat dia orgasme hebat. Setelah beberapa saat tubuhnya melemah, pantatnya jatuh ke tikar yang basah karena cairannya, kucabut batang kebangaanku yang berlumuran cairan dari kemaluan Fia.

Namun sialnya, aku belum puas. Durasi obat perangsang sialan itu belum habis. Batang kemaluanku masih kokoh mengacung hingga urat-uratnya menonjol mungkin karena viagra yang aku minum sukses membuat pembuluh darah kemaluanku membesar sehingga darah terus terpompa kesana dan yang terpenting aku belum merasakan orgasme, padahal kantung zakarku mulai terasa berat pertanda produksi sperma yang seperti "dipaksa" akibat obat itu.

Kami beristirahat selama beberapa menit. Fia sendiri masih tengkurap menikmati sisa-sisa orgasme hebatnya. Aku sendiri duduk bersandar di dinding sambil terus mengocok batang kemaluanku bersiap untuk ronde berikutnya. Yang penting aku harus orgasme entah didalam atau diluar itu urusan nanti.

"Hhhhggghhhh Dino......" Fia membalikkan tubuhnya menjadi terlentang dan menatapku sayu sekali, nanar matanya seperti menggodaku. Fuck!

"Lanjut?" tanyaku mantap.

"Hhhghhhhhh memekku masih kedut-kedut Din, keras banget kamu ngentotnya hhhhhhh" desahnya lemah.

"Tapi enak kan hehe" kuelus rambutnya.

"Hhghhhh iyaahh, kamu belum keluar kan?" tanyanya lagi.

"Belum"

"Kalau kamu nyampe, keluarin di dalam aja"

"Kamu serius?"

"Hehehe, aku ambil obat pencegah kehamilan kok hehehe" kekehnya lucu.

Lampu hijau! Fia mengijinkan aku untuk menyemburkan cadangan spermaku didalam kemaluannya dan tak harus khawatir karena dia sudah punya "penangkalnya"

"Lanjut yuk Din, aku udah kuat. Aku harus ngapain lagi?" tanyanya.

"Emmm, aku tiduran terlentang dan kamu naik keatas perutku"

Tanpa pikir panjang kurebahkan tubuhku terlentang, Fia langsung merangkak dan menduduki selangkanganku. Batang kemaluanku sekarang berada tepat didekat bibir kemaluannya yang masih mengeluarkan cairan birahinya. Fia dan aku kembali bercumbu liar, bermain lidah dan mengaduk-aduk liur. Kuelus rambut pendeknya dan mengusap telinga belakang, Fia mendesah disela-sela cumbuan kami.

"Sslllrpppp ughhhhhh uhhhhhhh"

Cumbuan kami terlepas karena kehabisan napas, meninggalkan benang panjang hasil campuran liur kami. Ia tersenyum nakal menatapku, begitu juga aku.

"Fuck me Din, yang kenceng gak apa-apa"

"Iyalah hehe, kamu bakal lemas selemas-lemasnya hehe"

Tangan Fia meraba-raba dadaku yang bidang, sesekali jemarinya memijat putingku menimbulkan rasa geli yang teramat sangat.

"Eghhhh badan kamu bagus banget sih Din" kata Fia lirih sambil terus meraba.

"Masak sih, aku sendiri gak nyadar loh"

"Iya, pasti banyak cewek yang suka sama kamu. Apalagi perutmu juga kekar gak ada gelambir lemaknya" puji Fia, dalam hati aku merasa bangga hehe.

"Perut kamu juga Fia, seksi banget. Aku suka, apalagi pusarmu itu bikin aku terangsang" balasku memuji. Memang benar perutnya seksi sekali setara dengan kepunyaan Citra dan Dila. Ah, memikirkan mereka semakin membuatku terangsang.

"Ihhhh Dino, jadi malu aku" dia merengek manja.

"Yaudah, yuk lanjut lagi"

Tubuh Fia menggeliat, tangannya mulai mengenggam batang kemaluanku yang semakin keras, dia mengurut-urut batang kemaluanku dan sesekali mengocoknya. Aku mendesah keenakan dibuatnya. Setelah beberapa menit Fia mengarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya yang sudah memerah itu. Sekali hentakan saja sudah membuatku mendesah.

SLEPPPPP

"AUGHHHHHHHH" lenguhnya keras, batang ini dengan mudah masuk ke liangnya hingga tersisa setengah. Mungkin Fia masih merasa nyeri sehingga ia tidak memasukkannya semua.

"Ughhhhh geli Din, kontol kamu gede panjang ughhhhh" desahnya manja sembari menggigit bibir bawahnya. Ugh, dia semakin seksi. Kedua tanganku meraba-raba pinggulnya dan sesekali kuremas bagian itu, akibatnya tubuh Fia bergetar menahan geli.

"Fia sayang....."

"Ihhhh, panggil sayang sekarang ughhhhhh"

"Biar romantis lah" kataku sambil tersenyum maskulin. "Kamu goyangin aja dulu biar aku nikmatin hehe"

Fia mengangguk dan mencoba untuk menaik-turunkan pantatnya. Kemaluanku mulai menggesek-gesek liangnya yang basah, kembali desahan dan lenguhan keluar dari mulutnya, aku merasa keenakan dengan gerakan naik turunnya yang pelan namun nikmat. Ekspresi mukanya berubah drastis sekali dari imut menjadi binal, ia menggigit bibirnya dan mendesah-desah, suaranya sangat seksi, Fuck!

Tempo tusukannya mulai cepat, sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan batang kemaluanku, aku merem-melek keenakan sambil sesekali mendesah merasakan hangat sempit kemaluannya, Fia juga mendesah-desah tak karuan, suara kami bercampur menjadi simfoni penuh birahi pada malam hari ini.

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"Nnghhhhh ughhhhhhh gedeee aghhhhhhh"

"Hhghhhhh sempit memek kamu Fia aghhhhh ahhhhhh"

Beberapa menit kemudian tubuhnya menggelinjang hebat dan kemaluannya berkedut kencang, ia meraih kembali orgasmenya. Perut seksinya kembang kempis melepaskan kenikmatan puncaknya, tak lama kemudian tubuhnya terjatuh ke tubuhku, ia terengah-engah menikmati sisa-sisa orgasme. Dengan cepat aku memeluk perutnya kencang dan menyiapkan ancang-ancang. Sekarang giliranku!

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"OOOUGHHHHHH OHHHHHHH AHHHHHHHHHHH"

Fia mendesah liar saat kemaluanku kembali menusuk liangnya yang masih mengucurkan cairannya, tubuhnya tersentak-sentak karenanya. Kami kembali bercumbu liar, bermain lidah dan saling menyedot liur kami, tubuhku semakin panas mungkin ini adalah puncak dari khasiat obat perangsang itu. Dengan kasar kugenjot liang kemaluannya lebih dalam, kepala batang kemaluanku terus mencium bibir rahimnya, tubuh kami terus mengeluarkan keringat dan aromanya tercium menambah nafsu birahi kami.

"Aughhhhhhh aughhhhhhhh ahhhhhh Dinoooo aghhhhhhhh ahhhhhhh" Fia mendesah liar yang kubalas dengan menghisap puting imutnya dan sesekali menggigit kecil, tubuhnya semakin menggelinjang. Kemaluannya terus meremas hebat batang kemaluanku.

"Aaaahhhhh ssshhhhhhhh ssshhhhhhhh akkuuuu gakk kuatttt Dinooooo ahhhhhhhhhh mau keluarrrr"

Fia kembali orgasme hebat, kemaluannya berkedut-kedut mengucurkan cairannya sendiri, melihat dia sudah klimaks aku semakin tak terkontrol, aku terus menyodok kemaluannya yang masih dilanda badai orgasme itu. Pantatnya bahkan sampai terpental karena semakin intens kugenjot kemaluannya, ia hanya mendesah lemas, sepertinya dia mulai kelelahan dengan persetubuhan gila ini, tapi aku tak peduli, aku akan terus menyetubuhinya hingga aku merasa puas!

"AAAUUGHHHHHH ANJINGGGGG AGHHHHHH KOK DIENTOT LAGII DINOOOOOO AGHHHH AHHHHHHHHH"

Lontaran kata-kata kotornya semakin mengacaukan diriku. Genjotan ini semakin tak karuan. Kurasakan aliran spermaku mulai naik dan tak bisa kutahan. Aku juga akan orgasme.

"AAAHHHHHHH BANGSAAT DAAHH MEMEK ENAKKKKK AGHHHHHHHHHHH SIALLLLLL OGHHHHHHHH"

"DINOOOOO AKUUUUUU KELUARRR LAGIIIII AHHHHHHH AHHHHHH"

"AKUUUU JUGAAAA SAYANNNGGGG KITA KELUARRRR BARENGGH YAAA OGHJHHHHH"

PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK

"OOGHHHHHH FFFUUCKKKKKKKK KELUARRRRR AGHHHHHHHHHHHHHHH"

"AAHHHHHHH DINOOOOOOOO"

CROOT

CROOT

CROOT

CROOT

CROOT

Kemaluanku menyemburkan sperma sangat banyak kedalam liang kawinnya, dan juga kemaluannya meremas batangku keras sekali seperti terbetot, kami saling menyemburkan cairan sambil mendesah bareng, mungkin suaranya lumayan keras. Tubuhku terasa sangat nikmat sekali disaat orgasme hebat ini. Tak lama kemudian guncangan tubuh kami mereda, Fia tampak sudah tidak bersuara, kepalanya terjatuh ke dadaku, aku sendiri masih merem melek sambil menghela napas panjang. Sialan! ini mungkin adalah orgasme paling nikmat selama ini.

Kucabut batang kemaluanku dari liangnya, kurasakan cairan spermaku meluber keluar dari bibir kemaluannya, aku mencoba untuk berdiri dan merebahkan tubuh mungil Fia yang sudah lemas, kulihat kemaluannya sudah memerah akibat genjotan kemaluanku yang sangat keras. Sialnya, nafsuku justru kembali naik melihat bibir kemaluannya yang masih berkedut kencang mengeluarkan sisa-sisa cairan birahi kami, dan batang kemaluanku juga masih keras sekali. Bangsat!

Dengan kasar kumasukkan kembali kemaluanku ke liangnya untuk menuntaskan semuanya, tubuh Fia meresponnya pelan. Aku tak peduli dia sudah lemas, aku akan genjot kemaluannya sampai puas!

PLOK PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK PLOK

Suara hantaman selangkangan kami menghiasi ruangan ini, keringatku semakin mengucur menimbulkan aroma pengap. Kuremas-remas kembali buah dadanya dengan kedua tanganku secara kasar tentunya. Fia mendesah lirih dengan matanya yang sangat sayu dan lemah itu, dia sudah tidak mendesah liar seperti sebelumnya. Aku tak peduli.

Sepuluh menit kemudian kemaluanku mulai berkedut hebat, aliran spermaku terpompa kencang menuju batang kemaluanku. Kugenjot terus liangnya supaya aku cepat orgasme. Ahh, rasanya sungguh nikmat.

PLOK PLOK PLOK PLOK

PLOK PLOK PLOK PLOK

"AAAAHHHHHH FUUUUCKKKKK SIALAAANNNN AGHHHHH MEMEKMU ENAK BANGET SAYAANGGGG AHHHHHHHHH"

"Ughhhhh Dinoo ughhhhhh"

"ANJIIINGGGGGGG UAAAGHHHHHHH AKUUU KELUARRRRR SSSSGHHHHHH AHHHHHH"

CROT

CROT

CROT

Kutusukkan batangku dalam-dalam sembari mengucurkan spermaku yang jumlah sama banyaknya seperti sebelumnya. Dinding kemaluannya kembali membetot keras batang kemaluanku sehingga semburan spermaku terus keluar. Tubuhku mengejang-ngejang menikmati orgasme keduaku ini yang lebih hebat dari sebelumnya, bahkan saking nikmatnya air liurku keluar dari mulutku sendiri tanpa sadar. Setelah beberapa menit kulepaskan batang kemaluanku dari liangnya, kemaluannya berkedut pelan memuntahkan sebagian campuran spermaku dan cairan cintanya. Tubuhku langsung ambruk ke samping tubuh mungil Fia yang terkapar lemas, mataku terasa sangat berat dan semuanya menjadi gelap.

"Fia........"

*****​

Kubuka kedua mataku walau masih terasa berat, sinar matahari langsung mengenai indera penglihatanku menimbulkan rasa silau. Sudah pagi ternyata, tubuhku sendiri terasa lemas sekali bahkan saking lemasnya sampai kakiku seperti mati rasa. Pertempuran liar tadi malam memang menguras habis tenagaku dan seorang wanita bernama Fidly masih terlelap. Oh iya kami sendiri masih dalam kondisi telanjang bulat. Kuregangkan tubuhku hingga terdengar suara sendi yang bergeser, dalam hati aku masih tak menyangka bisa bersetubuh dengan dia dan mengambil kesuciannya. Ah semoga saja ini bukan mimpi.

Kuambil baju dan celanaku, melihat Fia yang masih terlelap, kucoba untuk membangunkannya dengan mengguncang tubuhnya pelan. Kedua matanya langsung terbuka.

"Fi, bangun......"

"Ughhh Din....." ia terlihat mengaduh, tampaknya Fidly masih merasakan nyeri pada kemaluannya.

"Hehe, udah pagi. Teman-teman mungkin sudah keluar dari bangunan" kataku lemah. Aku mengambil botol air minum ukuran besar dan meneguknya cukup banyak, kusodorkan botol air minum itu kepadanya dan meneguknya.

"Hahhh hahhhh gila kamu Din tadi malam hahhh" kata Fidly.

"Hehe kamu liar banget"

"Kamu juga ihh, memek aku nyeri banget ughhhh" Fidly mengambil tissu dari tas dan mengelap alat vitalnya yang basah kuyup. Aroma persetubuhan kami masih tercium di ruangan ini.

"Emmm, aku keluar didalem" kataku.

"Iya tahu, aku lagi aman kayaknya. Tapi makasih ya Dino, udah kasih aku pengalaman ini" ia menciumku lembut dan aku membalasnya.

"Jadi setelah yang kita lewati semua ini, kamu tetap suka sama cewek?" tanyaku.

"Iyalah, ini cuma buat menjawab rasa penasaranku hehe. Aku akan coba deketin Melati" jawabnya sambil memakai kembali kaosnya.

"Dan kamu gak ada rasa kan?" tanyanya.

"Emm, enggak. Aku paham kok. Semoga lancar ya deketin si Melati hehe"

"Ihhh iya, tapi dia pasti kecewa perawanku kamu ambil haha" ia tertawa renyah.

Singkatnya, kami keluar dari bangunan ini. Di luar sepertinya tak ada mayat hidup yang berjalan-jalan. Aku dan Fidly berjalan kearah pertigaan tempat dimana aku dan Sandi, Aya dan Dani berpisah. Kebetulan sekali mereka berjalan kearah tempat itu. Aku melambaikan tangan kearah Sandi dan dia membalasnya.

"Woi Din"

"Woi juga San"

"Sial ya kita, hujannya gede banget dah"

"Yaudah, gak ada yang ketinggalan kan? yuk balik"

Singkatnya kami keluar dari kota dengan mengendarai mobil. Kami berhasil mengambil banyak barang dari kota ini. Sebagian besar adalah pakaian dan makanan-minuman. Kulihat Fidly yang duduk bersandar di jendela mobil, dia masih lemas karena persetubuhan gila tadi malam.

Mobil kami tiba di lapangan golf yang sekarang menjadi "markas" kelompok kami. Aku keluar dari mobil dan tiba-tiba saja sesosok tubuh langsung memelukku dari belakang.

"Dinoooooo" oh, ternyata Dila yang memelukku erat, aku balikkan tubuhku dan membalas pelukannya. Matanya berkaca-kaca dan wajahnya menunjukkan rasa khawatir yang berlebihan.

"Kamu disana gak apa-apa kan? kamu gak terluka?" ia mengamati kedua tangan, lengan, leher dan semua bagian tubuhku.

"Gak ada yang luka kok Py, aku tepati janjimu hehe"

******​

Sore harinya kelompok kami kembali membersihkan lapangan golf dari sisa-sisa mayat hidup yang sudah kita bunuh kemarin, mayat itu mulanya dikumpulkan di satu tempat dan kami membakarnya. Cukup melelahkan memang terlebih aku yang cepat lelah akibat permainan bersama Fidly kemarin.

Beruntung cuaca sore hari ini mendung pekat sehingga aku tak tersiksa dengan kelelahan ini. Aku duduk bersandar di pohon besar dekat bungalow lapangan golf, kuteguk botol air minum ini sampai habis. Tiba-tiba Gaby berjalan kearahku dengan membawa senapan shotgun kepunyaanku.

"Gaby" sapaku.

"Hai Din, kamu gak sibuk kan?" tanyanya.

"Enggak kok, kamu ngapain bawa senapanku?"

"Hehe aku penasaran aja sama senjata ini Din, aku lihat kamu bisa menembak dua mayat sekaligus, menurutku itu keren hehe" katanya santai.

"Emm, bolehlah. Sini duduk" kataku, Gaby duduk disampingku. Aku ambil senapan ini dari tangannya dan mulai menjelaskan cara kerjanya.

"Jadi, senjata ini hanya bisa diisi peluru satu-satu, beda dengan pistol yang kamu gunakan sekarang" jelasku sambil menenteng senapan api berjenis shotgun ini. Gaby dengan seksama mendengar penjelasanku.

"Untuk mengisi peluru, pertama-tama ambil peluru shotgun ini. Bentuknya memang berbeda dari peluru senapan lain. Nih kamu lihat-lihat dulu" kulemparkan peluru itu dan Gaby menangkapnya.

"Gede ya Din, ini isinya apa sih?" tanya Gaby sambil melihat-lihat peluru shotgun itu.

"Kalau kata Galang sih isinya butir-butir timah. Tahu gotri yang ada di roda sepeda motor? ya seperti itu bentuknya" jelasku. Gaby hanya mengangguk. "Itu peluru lumayan ngeri sih efeknya, apalagi kalau dalam jarak dekat bisa mutusin tangan atau kaki mayat hidup Gab"

"Hmm gitu ya, lanjutin dong Din" kata Gaby.

"Nah untuk mengisi senjata ini, kamu masukkin peluru kedalam loader dibawah senjata ini. Seperti ini cara masukinnya" kataku sambil memasukkan peluru shotgun ini kedalam loader senapan. Dua peluru sepertinya sudah cukup.

"Setelah pelurunya udah masuk semua, tinggal tarik aja pompa (choke) senjata dan akhirnya siap digunakan" jelasku. Gaby terlihat antusias mendengar penjelasanku.

"Aku boleh coba Din?" tanya dia.

"Nih"

Gaby mencoba untuk menirukan semua yang kujelaskan tadi, awalnya dia masih bingung saat memasukkan peluru shotgun itu namun pada akhirnya dia bisa juga. Saat mencoba memompa senapan itu kulihat raut mukanya seperti menahan sakit.

"Gab, pelan-pelan aja. Tangan kamu masih sakit loh" kataku. Ia hanya mengangguk.

Ceklek!

"Yeeee bisa Din hehe" kata Gaby girang. "aku coba tembak ya...."

"Eh jangan, besok aja. Udah mau malem takutnya kalau ada mayat hidup yang denger" cegahku.

"Eh iya maaf hehe"

"Tapi kamu yakin mau nembak senjata ini? hentakannya lumayan keras dibandingkan saat pakai pistol Gab"

"Iya aku gak apa-apa kok, palingan nyeri dikit doang"

Setelah selesai sesi latihan ini aku dan Gaby duduk bersender di sebuah pohon besar yang letaknya tak jauh dari bangunan sekitar lapangan golf ini. Aku tak menyangka kita bisa membersihkan tempat ini hanya dalam waktu dua hari saja. Gaby hanya terdiam saja sama seperti aku. Sebenarnya aku dan Gaby bisa dibilang kurang akrab setelah kejadian di sungai dekat camp dulu, dia lebih berbaur bersama Dila dan Aya, mungkin untuk saat ini aku harus bisa akrab dengan gadis teman karibnya Dila ini.

"Dino?" tiba-tiba dia menyapaku.

"Iya kenapa Gab?" balasku balik.

"Kamu ada hubungan ya sama Nadila?"

"Emm iya, dia temanku saat kuliah dulu" balasku.

"Kalian cuma teman?"

"Bisa dibilang begitu. Teman dekat lebih tepatnya hehe" balasku. "Oh iya, gimana ceritanya kamu bisa bertemu Dila?" tanyaku balik.

Gaby mulai bercerita panjang lebar mulai dari pertemuannya dengan Dila di bandara ibukota, saat mereka menetap di sebuah camp militer kota Bogor, perjalanan ke kota Bandung hingga sampai ke camp. Aku mendengarkan ceritanya dengan seksama.

"Ya begitulah ceritanya Din. Nadila orangnya baik banget walau aku akui dia penakut saat menghadapi mayat hidup hehe"

"Nanti lama-lama bakal kebiasa kok, aku sering ngajarin dia" balasku. Ia tersenyum manis.

"Aku udah anggap Nadila seperti saudara sendiri. Walau aku lebih sering menjaga dia tapi aku suka kok. Dan juga saat dia ketemu kamu, dia bahagia banget" kata Gaby.

"Aku yakin kamu sama Nadila ada hubungan sebelumnya"

Aku hanya terdiam mendengar perkataannya, apa aku harus ngaku ke dia?

"Emm, aku memang pernah suka sama Dila. Kebetulan dulu aku sama dia satu kampus hehe"

"Ohh gitu ya, beruntung banget Nadila bisa ketemu kamu lagi"

"Ya begitulah. Gab, makasih ya selama ini kamu udah bisa jagain dia sampai sekarang" kataku. Dia hanya tersenyum.

"Hehe sama-sama Din, aku juga senang lihat Nadila sekarang"

*****​

Malamnya kami berkumpul dan duduk melingkar menikmati makan malam, malam ini kami makan ikan sarden kalengan yang dimasak oleh Aya. Walau tak ada nasi untuk saat ini, kami dengan asyik tetap menyantap makanan ini. Sesekali kami bersenda gurau dan mengakrabkan satu sama lain.

"Eh iya Nadila, tolong bawain satu lagu dong, kan kamu bisa main gitar" kata Aya.

"Emm, hehe" dia hanya menggarukan kepalanya.

"Ayo Dila" kataku menyemangatinya. Dia berdiri dan membawa gitar pemberian Melati.

"Kalian request lagu apa ini?" tanya Dila semangat. Memang dia selalu bersemangat kalau sedang membawa gitar.

"Itu Nad, lagu Surat Cinta untuk Starla hehe. Enak itu kalau main pakai gitar" kata Fidly. Mereka juga tampak setuju dengan usulannya.

"Nah, iya Dila. Lagu itu kamu kan jago" kataku.

"Iya iya hehe, kalian nyanyi bareng ya"

Kami mendengarkan setiap petikan gitar Dila dan bernyanyi bersama. Aku bahagia melihat mereka bersenang-senang walau dunia ini sudah berbeda jauh dari dunia kita. Aku harap setelah kami kuasai lapangan golf ini, kami bisa mulai kehidupan baru disini, menerbitkan sebuah harapan baru.

Semoga saja, kita bisa bertahan hidup di dunia buas ini.........

CREDITS ROLL

Tak jauh dari lapangan golf tempat Galang, Dino dan kawan-kawannya. Seorang wanita muda sedang berjalan diatas sebuah bangunan yang cukup tinggi, seluruh kota dapat terlihat dari bangunan itu. Wanita itu menaruh tas berisi beberapa makanan dan amunisi senjata api dan berjalan mendekati pinggir bangunan atas. Ia mengambil teropong dari pinggangnya dan melihat lapangan golf itu. Dari teropong itu ia dapat melihat dengan jelas sekelompok orang yang telah menguasai tempat itu, mereka terlihat sedang bersenang-senang dan bernyanyi bersama, wanita itu terus mengamati tempat itu dan bergumam sendiri.



"Mereka siapa ya?"
Unavailable
 
Sedikit Trivia hehe

1. Conquer dalam arti Indonesia adalah "menguasai" atau juga bisa "melawan". Judul ini merujuk pada:
- Kelompok Galang yang berhasil menguasai lapangan golf dari mayat-mayat hidup
- Tokoh Dino yang berhasil menguasai tubuh Fidly

2. Cewek tertua di kelompok ini adalah Aya dan yang termuda adalah Fidly
3. Bonus Ending 2 memang sengaja kosong. Silahkan menunggu sekitar 55 jam dari sekarang untuk bisa melihat isi kontennya.
4. Longest episode so far and longest sex scene, too. Karena kena efek obat perangsang jadi panjang banget ena-ena nya hehe
5. Tak ada dialog Melati di episode ini
6. Episode ini sebenarnya lebih panjang, tapi ane memutuskan untuk meng-cut beberapa scene, diantaranya:
- scene Dani dan Aya yang berlindung dari mayat hidup di kota, dan mereka melakukan seks malamnya, sama seperti Dino-Fidly
- scene Citra-Nadila awalnya cukup panjang
- scene Anin-Gaby yang sedang ngobrol saat malam hari

7. Penampilan pertama Rachel
8. Which the character are so far hardest to kill?
Sejauh ini, Aya.
9. Why Melati?
Untuk menggantikan posisi tokoh yang ane matikan di part 1, pasti udah tau kan.
10. Sifatnya mirip dong?
Gak juga sih, Melati disini orangnya soft, penakut, dan menganggap mayat hidup itu adalah manusia yang sedang sakit. Beda sama tokoh yang ane sebutkan tadi diatas.
11. Rachel kapan munculnya gan?
Episode 13

Cukup untuk sesi trivianya hehe
Happy reading and have a nice day
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd