Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Episode 11 TWD udah release loh hu. Ayo Jennifer meluncur
 
Wuaduh.....jaga kesehatan baik2 hu....cuaca memang kurang mendukung nih hu.....tapi tetap semangat ya hu....semoga cepat sehat kembali yaaa
 
Ane minta maaf karena cerita ini belum kunjung apdet. Akhir-akhir ini kesehatan ane sedang menurun.

Stay healthy ya kalian gab. Ane usahakan besok sabtu udah apdet, setelah nonton episode 12 twd pastinya hehe 🙏🙏
Waduuhh harus lebih aware & hati2 deh hu apalagi keadaan lagi kayak gini

Sip ditunggu sabtu nanti👍
Ane juga gk sabar hu nungguin episode 12. Gimana dah itu nasib Hill Top
 
Ane minta maaf karena cerita ini belum kunjung apdet. Akhir-akhir ini kesehatan ane sedang menurun.

Stay healthy ya kalian gab. Ane usahakan besok sabtu udah apdet, setelah nonton episode 12 twd pastinya hehe 🙏🙏
Wah semangat hu GWS semoga cpt sembuh dan ceoet update nya.. Hehehe..
 
Ane minta maaf karena cerita ini belum kunjung apdet. Akhir-akhir ini kesehatan ane sedang menurun.

Stay healthy ya kalian gab. Ane usahakan besok sabtu udah apdet, setelah nonton episode 12 twd pastinya hehe 🙏🙏

semoga cepet fit lagi kak, dan bisa beraktifitas seperti biasa

biasa update juga
ehehe
 
Ane minta maaf karena cerita ini belum kunjung apdet. Akhir-akhir ini kesehatan ane sedang menurun.

Stay healthy ya kalian gab. Ane usahakan besok sabtu udah apdet, setelah nonton episode 12 twd pastinya hehe 🙏🙏
Semoga cepet sembuh, suhu.... Sikon sekarang bikin parno kalo sakit. Khawatir kena ini itu...
 
13. Who Are You?

Aya


"Sshhhhh ughhhhhh geliiii"

"Cupppp kulitmu halus banget"

"Danii ahhhh udah ahhh geliiii"

"Mumpung mereka pada sibuk, main bentar boleh lah"

"Ughhhh Daniiii"

Dia memepetkan tubuhku ke dinding, Dani menciumi leherku yang termasuk bagian sensitifku. Aku mendesah geli menikmati setiap ciuman Dani di leherku. Pinggulnya bergerak-gerak menggesek pantatku dan aku bisa merasakan penisnya mulai membengkak. Karena gerakan itu aku mulai terangsang walau aku sudah berusaha untuk menahan.

"Ayuk yang, bentar doang kok...." bisik Dani di telingaku.

Dengan cepat kubalikkan tubuhku, sekarang aku menatap matanya sayu. Nafsuku sudah tak bisa dibendung lagi dan aku mau itu tuntas. Kukecup bibirnya lembut sambil kedua tanganku melingkar di lehernya. Beberapa saat kemudian lidah kami saling bertemu dan menari-nari, sesekali ludah kami bercampur saking intensnya cumbuan ini. Dua menit kemudian cumbuan ini terlepas dan meninggalkan untaian tipis benang ludah, hembusan napas kami saling bertabrakan, guratan bibir Dani bergerak membentuk sebuah senyuman.

"Kamu cantik" kata Dani lirih. Aku ikutan tersenyum.

"Gombal" kucubit hidungnya.

"Hehe namanya aja cowok kan" balasnya.

Tiba-tiba tubuhku diangkat oleh Dani, aku jelas pasrah saja tak ada penolakan. Dia menaruh tubuhku diatas kasur kecil dengan satu bantal. Bibir kami kembali bersatu, sesekali tanganku membelai pipinya untuk menyemangati proses cumbuan ini. Kami semakin liar memainkan bibir dan lidah hingga tubuh kami saling berdempetan, aku bisa merasakan buah dadaku tergencet oleh dadanya yang masih terbungkus kain baju. Sialnya aku baru ingat kalau aku tak mengenakan beha sehingga kulit buah dadaku termasuk puting langsung terasa. Geli dan nikmat, dan jelas nafsuku terus naik.

Dani tampaknya tahu kalau aku tak mengenakan beha, tangan kanannya mulai menerobos daster merahku dan mengenggam buah dadaku. Sontak mulutku mengeluarkan desahan pelan, kepalaku mendongak sedikit keatas. Genggaman itu berubah menjadi remasan pelan. Jemarinya juga mulai memencet putingku yang sudah tegang. Kulihat Dani tersenyum mesum melihat reaksiku, dia langsung mencubit sedikit putingku dan seperti sebelumnya, kembali kepalaku mendongak keatas dan mendesah.

"Ahhhhh........."

"Hehe seksi banget suaramu, Aya"

Aku tak bereaksi mendengar ocehannya. Dani menghentikan aksinya yang kurespon dengan tatapan kecewa. Dia melepas baju dan celana pendeknya, tinggal celana dalam yang masih menempel dan tonjolan kemaluannya terlihat sangat jelas.

"Aku buka dastermu ya...."

"Iya, lakukan aja"

Dani mengangkat tubuhku pelan dan membantu melepaskan daster merah ini. Sekarang kondisiku sama dengan dia; telanjang dada dengan celana dalam hitamku yang masih menempel, dan tentu saja terasa basah karena cairan birahiku mulai keluar perlahan. Dani langsung melahap buah dada kanan dengan mulutnya, mengisap-isap puting susuku dengan isapan pelan sedangkan tangan kirinya lihai mengelus perut sampingku. Kembali kepalaku mendongak keatas, menghasilkan suara desahan nikmat. Kuakui Dani memang terampil dalam masalah ini. Beberapa hisapan kemudian, lidahnya mulai menggerayangi bagian leherku, aku sangat menikmati permainan ini.

"Ahhhh.... ahhhhh..... shhhhhhh......"

Beberapa menit kemudian lidahnya mulai menyerang kulit perutku, meninggalkan bekas jalur ludah di sekitar perut. Lalu lidahnya menuju bagian pusarku, terkadang dia menggigit kecil bagian itu, perih bercampur geli. Perutku mengejang kembang kempis merespon permainan lidah Dani dan tak lupa desahanku semakin intens bahkan mungkin aku mulai gila dibuatnya.

"Kamu sempurna, Aya"

Perkataan Dani membuatku tertegun. Kamu salah besar Dani, aku sama sekali tidak sempurna.

Ingin sekali aku bilang kepadanya tentang kondisiku sebenarnya, namun aku takut dia menjauhiku.

Jadi, mungkin aku simpan baik-baik rahasiaku ini. Hanya Gaby dan Dino yang tahu.

Dani mengecup bibirku lembut. Aku bisa merasakan cumbuan bibirnya berbeda dari biasanya, sinyal dalam otakku mengatakan kalau ini adalah ciuman kasih sayang, responku juga mengatakan bahwa dia benar-benar mencintaiku.

Dalam hati, sejujurnya aku mulai jatuh cinta padanya. Tapi entah kenapa perasaan ini sulit untuk kuungkapkan.

Entahlah, yang jelas aku akan menikmati semua permainan ini.

Kedua pahaku dilebarkan oleh tangan Dani, tak ada penolakan dariku, aku pasrah saja karena aku yakin dia tak akan menyakitiku. Celana dalamku dilepas olehnya, sekarang tak ada satu helai benangpun yang menutupi tubuhku. Dani juga melepaskan celana dalamnya. Penisnya yang berukuran sedang tampak mengangguk-angguk lucu menatapku. Dalam hati aku tertawa melihatnya.

"Aku mainin dulu punyakmu" kataku lirih kepadanya.

"Lah kalo gitu ngapain coba aku lebarin pahamu haha" Dani tertawa yang diikuti olehku.

Kuubah posisiku menjadi duduk. Dani hanya melihatku kagum, mungkin matanya jelalatan melihat buah dadaku yang berayun saat mengubah posisi. Aku tersenyum nakal. Batang penisnya mulai kupegang pelan dengan tangan kananku dan kuremas pelan. Dani mendesah keenakan, lalu setelah itu tanganku melakukan gerakan seperti mengocok, awalnya pelan-pelan saja namun karena gemas, gerakan itu semakin kupercepat. Dia mendesis melenguh nikmat dan sesekali selangkangannya terangkat mengekspresikan rasa geli nikmat.

Kubulatkan tekadku untuk mencoba mengisap kemaluannya dengan mulutku. Sejujurnya aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Kudekatkan mulutku ke kepala penisnya yang besar itu, Dani tampaknya sudah bersiap-siap dengan mengejankan selangkangannya sehingga kemaluannya tampak berkedut.

Dengan pelan kumasukkan penisnya kedalam mulutku. Rasanya aneh, aroma keringat menyeruak masuk kedalam hidungku namun aku justru semakin terpacu untuk melakukan ini. Kucoba untuk mengisap mulutku sehingga penisnya seperti tersedot. Respon Dani sama seperti tadi, desahan dan lenguhan.

"Ahhhhh Ayaaaaa......"

SSSLLRRPPP SSLRRPPPP PCAHH PCAHHHH

Suara kecapan ludahku menghiasi aksi pengisapan kemaluannya. Aku seperti terpecut oleh birahi dalam tubuhku untuk menggerakkan kepalaku naik turun, entah kenapa aku sangat keasyikan memainkan penisnya, rasanya seperti mengisap es krim yang tak akan pernah habis.

GLOOOOHGHHHHKKKKK GLLOHHGGGGKK

Tiba-tiba kepalaku tersentak saat Dani mendorong penisnya cukup dalam sampai kerongkonganku. Rasa aneh melanda seluruh mulutku, dia langsung mencabut penisnya dari mulutku meninggalkan cipratan air liur yang cukup banyak. Aku terbatuk-batuk mengeluarkan sisa-sisa liur dari mulutku. Aku nyaris muntah karena ulahnya.

"HUOGHHHH UHUKKK UHUKKKK"

"Aya, ma...maaf. Aku kelepasan tadi"

"Uhukkk... iya gak apa-apa. Ambilin minum Dan"

Ia mengambil botol air minum dekat meja, kuteguk langsung air itu hingga tersisa setengah. Napasku terengah-engah akibat "sodokan" penis di mulutku, namun anehnya aku tak marah kepadanya. Aku mengerti kalau permainanku tadi membuatnya kelojotan.

"Aya..." tangan Dani memegang daguku, kutatap matanya yang membulat.

"Lain kali jangan kamu ulangi, aku sampai mau muntah tadi" kataku.

"Hehe iya, maaf ya" balasnya. Kukecup lembut bibirnya.

"Kamu tadi udah mainin tititku, sekarang giliranku" kata Dani. Aku hanya mengangguk pelan.

Dani kembali melebarkan kedua pahaku sehingga kemaluanku terekspos jelas, kepalanya mulai mendekat kearah bibir kemaluanku. Rasa geli tiba-tiba merasuk saraf disana saat Dani mengecup bibir kemaluanku. Tubuhku sedikit bergetar dan mengejan, aku bisa merasakan cairan vaginaku sedikit keluar. Rasa geli itu semakin memuncak saat Dani mulai menjilati area mulut vaginaku dan sesekali mengisap cairan disana.

"Ahhhh Danii......."

Desahanku memberikan respon positif padanya, serangan lidahnya semakin intens dan tentu saja tubuhku menggelinjang nikmat.

"Sshhh ahhhhhh"

Beberapa menit kemudian kurasakan gejolak dalam tubuhku yang tak bisa kutahan, aku akan orgasme. Kedua pahaku refleks menjepit kepala Dani yang masih asyik melahap vaginaku, selang beberapa detik kemudian perutku mengejang hebat, selangkanganku bergetar juga melepaskan orgasme dari dalam tubuhku. Kurasakan cairan vaginaku keluar cukup banyak, mungkin mengenai mulut dan mukanya karena jepitan pahaku sendiri. Kepalaku mendongak keatas dan mendesah cukup keras.

"DANIIIII AHHHHHH AKU KELUARRR......"

Orgasme itu berlangsung beberapa detik saja namun itu sudah cukup memberikan kedamaian dalam tubuhku dan juga alat vitalku. Kulebarkan kembali kedua pahaku supaya kepala Dani dapat terlepas dari sana. Dia tersenyum menatapku dengan bibir dan sebagian wajahnya basah oleh cairan vaginaku. Aku membalasnya dengan senyuman nakal.

"Basah mukaku, banyak banget kamu keluarnya" kata Dani.

"Hihihi maaf ya, keenakan aku tadi" kekehku.

"Langsung aja ya"

Aku mengangguk pasrah, rasanya tidak cukup kalau hanya foreplay saja kan? Hehe.

Dani mengenggam penisnya yang sudah tegang itu dan menuntunnya kearah bibir kemaluanku, aku hanya melihat saja proses masuknya penisnya kedalam vaginaku. Dengan perlahan dia mulai memasukkannya. Rasa ngilu dan geli melanda selangkanganku, aku sadar ini pertama kalinya aku bersetubuh dengannya setelah terakhir di camp dulu. Dani mendorong pinggulnya pelan, aku mendesah diselingi dengan suara mengaduh.

"Sakit ya?" dia berkata sambil mengelus pipiku.

"Iya, udah lama kan kita gak ngelakuin ini. Pelan aja dulu Dan"

Dia mengangguk dan kembali mencumbu bibirku, kubalas cumbuannya disertai dengan gerakan lidah kami. Setelah cumbuan singkat ini dia kembali mencoba mendorong penisnya pelan-pelan, kugigit bibir bawahku untuk menahan ngilu walau suara desahan lirih masih bisa keluar. Beberapa saat kemudian kurasakan penisnya sudah menyeruak masuk kedalam vaginaku. Kubalas dengan gerakan mengejan sehingga dinding vaginaku meremas kecil penisnya. Dani mendesah kecil akibat perlakuanku.

"Ayaaa ahhhhhh..... sampai diempot juga ahhhh"

"Hihihi"

Akhirnya Dani mulai menggerakkan penisnya naik turun, beberapa kali penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang sudah basah, desahan dan lenguhan kami keluarkan bersama sembari gerakan ini terus meningkat. Sesekali tangannya meremas-remas buah dadaku dengan lembut. Tubuhku merasakan kenikmatan total yang dihasilkan dari gesekan antar kemaluan kami.

Plok plok plok

Plok plok plok

Hentakan penisnya semakin kencang, sebenarnya aku suruh dia untuk meningkatkan gerakan Dani, desahanku semakin keras menikmati hujaman penisnya.

"Ahhhhh ahhhhh Daniii ahhhhhh"

"Lebih kenceng plisss ahhhhh"

Selang beberapa menit kemudian tubuhku kembali bereaksi, dinding vaginaku terasa berdenyut hebat, selangkanganku sedikit terangkat dan bergetar disana. Aku meraih orgasme kedua. Penis Dani terbetot hebat didalam vaginaku, mulutku terbuka dan kepalaku terdongak keatas mengekspresikan puncak kenikmatan ini.

"Oghhhhhhhh.... keluar lagiiii ahhhhh......."

Guncangan ini berlangsung beberapa detik saja, cairan vaginaku terproduksi hebat dan mengucur keluar saat Dani mencabut penisnya pelan, kurasa cairanku sudah membasahi kasur ini. Setelah orgasme mereda, kutatap wajah Dani, dia hanya tersenyum melihat kondisiku.

"Capek?" tanyanya.

"Enggak, lagi ah" balasku manja. Entahlah tapi aku rasa ini belum cukup. Kurubah posisi tubuhku membelakangi dia. Posisiku sekarang merangkak dengan kutunggingkan pantatku, aku sendiri pernah melakukan ini saat bersama Rudi dan Dino dahulu, saat dengan Dani aku tak pernah melakukan posisi ini dan aku rasa sekarang dia kaget melihatku.

"Ayo Dan, lagi" kataku lirih. Aku tak bisa melihat wajahnya.

"Ya ampun, Aya" jawab Dani.

"Ayo ah, masukkin lagi"

Dani menuruti permintaanku dengan kembali menjebol vaginaku. Sekali hentakan saja sudah masuk nyaris di semua bagiannya. Rasa geli dan ngilu bercampur menjadi satu, mulutku terbuka dengan dibarengi suara desahan panjang. Penisnya memang tidak panjang namun ukurannya lumayan besar. Jujur, aku mulai ketagihan dengan semua ini.

Beberapa hentakan keluar-masuk dia lancarkan, batang penisnya berulang kali bergesekan dengan dinding vaginaku yang basah, aku mendesah dan melenguh berulang kali mengekspresikan rasa nikmat yang luar biasa ini. Sesekali kugerakkan pantatku naik turun dan ke kanan kiri patah-patah sehingga memberikan kenikmatan ekstra untuk aku dan Dani. Dia juga mendesah-desah karena aksiku.

"Aghhhhh ahhhh enakk....."

"Sshhhh peret banget punyakmu Ayaaa ahhhhh"

Sekitar dua puluh hentakan dia lakukan dalam posisi ini, kurasakan kedua tangannya memegang pinggulku, aku tahu maksudnya, dia akan menggenjot penisnya dengan intensitas tinggi. Dan benar saja, penisnya mulai bergerak didalam rongga kemaluanku. Suara peraduan pantat dan selangkangannya terdengar menggema mengisi kamar ini.

Plak plak plak

Plak plak plak

"Ughhhh shhhhh lebih kenceng Dan aghhhhhh" aku sedikit teriak memintanya.

Kedua tangannya mengelus pelan pinggulku dan sesekali mencubit area perut sampingku yang justru membuatku semakin menggila, pantatku bergerak naik turun merespon genjotan penisnya. Desahan dan lenguhan kami saling bercampur, tak peduli suara-suara itu terdengar oleh kawanku.

Beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat, terutama area kemaluanku yang semakin gatal dan semakin gatal. Dani terus menggenjot liang kemaluanku dengan tempo cepat dan dalam. Mulutku terus melontarkan desahan dan lenguhan merespon gerakan maju-mundur penisnya. Dan pada akhirnya tubuhku sedikit melenting dan bergetar cukup hebat. Aku kembali dilanda orgasme bertubi-tubi. Vaginaku berkedut hebat memuntahkan semua cairan keluar dari mulut kemaluanku, perutku kembang-kempis dan sesekali menggelinjang menikmati orgasme ini. Keringatku terus mengucur membasahi seluruh tubuhku. Setelah orgasme itu mereda tubuhku jatuh ke kasur dan terengah-engah mengambil oksigen yang masih tersisa didalam kamar ini. Dani mencabut batang kemaluannya dengan pelan dan menghasilkan desahan kecil dari mulutku.

"Ahhhhh......"

"Aya, kamu gak apa-apa?" tanya Dani, aku masih menikmati sisa-sisa orgasmeku.

"Iyahhh, gak apa-apa" balasku lemah.

"Udahan ya, kamu kecapekan kayaknya"

"Enggak Dan, lanjutin aja. Kamu belum keluar kan?" tanyaku.

"Emmm, belum" balasnya. Aku tersenyum sambil mengubah posisiku yang sekarang menjadi terlentang. Kutatap mata Dani yang membesar, mungkin dia kagum dengan tubuhku.

"Tuntaskan sekarang aja Dan, takutnya kalau aku dicari nanti" kataku lirih, walau sebenarnya aku ingin lebih lama dari ini"

"Kamu diatas aja Aya, biar aku yang tiduran" kata Dani.

"Hihihi maunya" aku terkekeh geli sambil mengubah posisiku. Sekarang posisiku ada diatas perut Dani, bentuk dan kontur perutnya tidak buncit. Kemaluanku kembali basah melihat pemandangan yang sudah pasti membuat saraf birahi wanita terangsang.

"Langsung masukkin ya" kataku menahan nafsu, Dani hanya memandangku lucu dan karena gemas kucumbu bibirnya dengan liar, dia membalas cumbuanku selama beberapa menit. Ughhh, tangan kanannya meremas buah dadaku sebelah kiri sehingga kembali mulutku mengeluarkan desahan disela-sela cumbuan ini.

"Ahhhhh ssllrrpppp cuppp cuppppp"

Setelah ritual cumbu-mencumbu, kuraih penisnya yang sudah sangat tegang itu tepat mengarah ke bibir kemaluanku, dengan perlahan kudorong pantatku, rasa nyeri, geli dan nikmat melanda bagian kemaluanku bahkan seluruh tubuhku. Dani sedikit mendesah saat penisnya menyeruak masuk ke liang kemaluanku, begitu juga denganku. Kugigit bibir bawahku mengekspresikan setiap gesekan demi gesekan pelan dalam kemaluanku.

SPLAK SPLAK SPLAK

Kugerakkan pinggulku dengan gerakan maju-mundur dan kusuruh Dani untuk tidak menggenjot penisnya. Rasanya sungguh luar biasa, nikmat, nyeri dan geli. Produksi cairan kewanitaanku terus meningkat saat batang kemaluannya menggesek liang vaginaku, bahkan disaat batangnya menggesek pelan klitorisku, mulutku langsung melontarkan lenguhan yang menurutku seksi sekali didengar.

"Ahhhhh.... Ahhhhh..... Ahhhhhh...... enak bangettt ahhhhh......"

Dani memprovokasi birahiku dengan meremas buah dadaku dan sesekali mencubit kecil putingku yang sudah mengeras mengacung tegang. Desahan dan lenguhanku semakin sering terlontar dan tentu saja gerakan pantatku semakin kencang menohok seluruh liang kemaluanku. Bahkan sesekali penisnya menabrak mulut rahimku yang membuatku semakin gila.

"Ughhhhh sssshhhhhh ahhhhhhh ahhhhhhh"

SPLAK SPLAK SPLAK SPLAK

Tusukan demi tusukan kemudian, kemaluanku mulai mengencang, aku tahu orgasmeku akan segera tiba. Aku semakin semangat menggerakkan pantatku supaya orgasmeku cepat keluar. Dan benar saja, liang vaginaku berkedut kencang sekali dan membetot batang penis Dani didalam. Kepalaku mendongak keatas dan melontarkan lenguhan panjang dan cukup keras.

"AGHHHHHHH AHHHHHHH DANIIIII...... AYAAAA KELUARRRR AHHHHH AHHHHHHHH"

Aku gelagapan saat orgasme ini menyerang tubuhku, pantatku menggelinjang kencang, cairan bening kurasakan memancar deras keluar dari mulut kemaluanku, saat penis Dani terlepas dari kemaluanku cairan ini terus memancar membasahi seprei kasur ini. Aku tak memperdulikan itu dan hanya menikmati orgasme hebat ini.

"SSSHHHH OGHHHHH......"

Orgasme itu akhirnya berhenti setelah beberapa detik. Tubuhku langsung lemas seketika dan kepalaku jatuh ke dada bidang Dani. Mulutku masih mengeluarkan desahan kecil disertai dengan dengusan napas pendek. Dani mengusap-usap kepalaku untuk menenangkan diriku.

"Ughhhh Dani, enak banget....." kataku dengan lemah.

"Hehe udah cukup ya, kamu capek banget kayaknya" balas Dani.

"Kamu belum keluar Dan, lanjutin aja sampai keluar"

"Tapi Aya....."

"Udah aku gak apa-apa, gantian kamu yang main hehe....."

Kurubah posisiku kembali, Dani membantuku karena tubuhku masih lumayan lemas. Setelah posisi itu terasa nyaman, kupegang kembali penis Dani yang basah kuyup itu kearah lubang kemaluanku. Sama seperti tadi, rasa nyeri dan nikmat melanda seluruh kemaluanku. Hanya saja sekarang Dani yang bermain sedangkan aku hanya diam saja sambil mendesis dan melenguh nikmat.

SPLAK SPLAK SPLAK SPLAK

Gerakan penisnya yang cepat dan dalam itu langsung merangsang birahiku ke level tinggi. Kepalaku menempel di dadanya, desahan birahi kembali keluar dari mulutku dan desahan itu semakin liar seiring dengan intensitas genjotan penisnya yang semakin kencang. Dani tampaknya juga ingin mengejar orgasmenya. Kubantu dia dengan menggigit puting dadanya pelan dan mengejan-ejan otot kemaluanku. Dani mulai mendesah hebat. Tangannya memegang pipiku dan kami saling bertatapan, raut mukanya cukup kacau begitu juga aku.

"Aahhhhhhh Ayaaa kamuuu...... Ahhhhhhhh"

"Kenapa hhhhghhhh ughhhhhh"

"Kammuuuuu sayanngg sama akuuu ahhhhhhh...."

Entah kenapa karena pikiranku sudah dilanda nafsu birahi aku langsung menjawabnya.

"Iyaahhhhgggg Ayaaaaa juga sayangggg sama Daniiii ahhhhhh ahhhhh lebih kenceng Dannnnn....." aku meracau sendiri.

"Ahhhh ahhhhh enak bangetttt sempitttt oghhhhhh"

SPLAK SPLAK SPLAK

SPLAK SPLAK SPLAK

Kurasakan batang kemaluannya mulai membesar dan berkedut-kedut kecil. Aku tahu dia akan segera orgasme. Kubalas kedutan itu dengan ejangan otot vaginaku untuk mempercepat klimaks kami berdua.

"Oghhhhhh ohhhhhhh akuuu mau muncraattt aahhhhhh"

"Keluarin di dalam ajaaa Dani sayaangggg ahhhhh sekalian bareng akuuuuu ahhhhh....."

"Kamuu yakiiinnn oghhhhhhh"

"Iya aku lagi amannn sayangggg ahhh ahhhhhh"

Dani mempercepat gerakan genjotan penisnya, semakin cepat dan semakin cepat dan dalam. Tubuhku mulai bergetar hebat pertanda orgasmeku akan tiba. Kubantu dia dengan menggerakan pantatku maju mundur sehingga bunyi tabrakan antar selangkangan kami semakin jelas terdengar.

"AAAAHHHHHH AKU KELUARRR AYAAAA....."

"IYAAAHHH IYAAAHHH AYA JUGAAAAA AHHHHHHHH....."

Tubuh kami saling bergetar satu sama lain menikmati proses orgasme kami. Kurasakan semburan spermanya yang hangat dan banyak membasahi seluruh liang kemaluanku dan mungkin sebagian mulut rahimku. Desahanku cukup panjang mengiringi orgasme ini begitu juga dengan Dani. Beberapa detik kemudian tubuh kami melemas seketika setelah diterjang badai orgasme. Kepalaku jatuh ke dadanya yang basah oleh keringat, aroma keringat kami bercampur memenuhi seluruh ruangan ini.

"Hhhghhhh enak banget Aya....." desah Dani, aku tersenyum mendengarnya. Kuraih bibirnya dan kukecup lembut.

"Sayang banget sama kamu" kata Dani sambil mengelus pipiku, entah kenapa aku sangat tersentuh mendengar perkataannya.

"Emmm aku juga...."

"Oh iya!" tiba-tiba raut wajahnya berubah seperti teringat akan sesuatu. Dia merebahkan kepalaku ke kasur dan langsung berdiri mengambil handuk dan celana.

"Kenapa?" tanyaku.

"Ini giliranku ke kota Ay, sama Sandi dan Anin" balasnya.

"Hehe maaf ya Dan, kita jadi keasyikan gini" jawabku lemah.

Singkatnya dia sudah berpakaian lengkap dan mengambil tas besar yang letaknya tak jauh dari kasur. Dia kembali mencumbu bibirku dan kubalas perlakuannya.

"Hati-hati....." kataku kepadanya.

"Kamu istirahat ya sayang, hehe"

*****

Dino

GGRRHHHHHHH GGRRHHHHHHAAHHHH

Wanita itu terus melihatku dari luar pagar, ia terlihat lemah, pakaiannya lusuh dan berlumuran darah yang aku yakin itu darah mayat hidup. Mayat-mayat yang mengerubungi pagar itu tidak menyadari ada sosok wanita di tengahnya.

"Dino, kita harus menolong dia" teriak Gaby sambil menarik-narik tanganku.

"Jangan Gab, terlalu berbahaya" aku menolaknya.

"Tapi Din, dia butuh pertolongan" Gaby terlihat panik melihat kerumunan mayat yang jumlahnya semakin banyak. Mungkin aku harus menolong perempuan itu, namun aku juga harus menanggung resiko saat menolongnya.

Perempuan itu tampaknya sadar kalau penyamarannya mulai tercium oleh mayat hidup di sekelilingnya. Ia bergerak mundur dan mencabut sebuah pisau belati dari punggungnya, ia menebas beberapa kepala mayat itu hingga tewas namun tubuhnya seperti lemas dan aku baru sadar kalau kakinya terluka.

"Ah, sial. Gab, pistolmu" kataku kepada Gaby. Ia mengerti dan melemparkan pistol berperedam kearahku. Sebenarnya aku bisa menggunakan revolver yang selalu tersimpan di sakuku namun suara hentumannya cukup keras dan beresiko.

"Gab, kamu coba alihkan perhatian mayat itu pakai pisau atau apalah gitu. Biar aku yang menolong wanita itu keluar"

"Dino, hati-hati" kata Gaby, aku hanya mengangguk.

Aku berlari menuju pintu gerbang, kubuka beberapa gembok disana dan langsung membuka pintu itu. Kugenggam pistol berperedam itu di tangan kananku dan pisau besar di tangan kiriku untuk bersiap melawan beberapa mayat hidup diluar. Kuberanikan maju kearah kerumunan mayat yang sedang menyerang wanita itu. Dia tampak kelelahan melawan mereka.

SRAKKKK

SRAKKKK

PEW

Selain tebasan demi tebasan yang kulancarkan kearah mayat itu sesekali kutembakkan pistol Gaby kearah mayat yang tak bisa kujangkau lewat pisau ini. Wanita itu melihatku dengan tatapan kosong, pisaunya sudah jatuh ke aspal. Tubuhnya mulai oleng.

Brukk

Dia jatuh, aku langsung bergerak menuju kesana. Tapi sialnya karena kurang hati-hati aku nyaris diterkam oleh mayat hidup, aku langsung menghindarinya dan menembakkan satu peluru kearah kepala mahkluk itu.

TENG TENG

TENG TENG

Kudengar suara seperti besi beradu, aku tahu Gaby mulai menjalankan perintahku untuk mengalihkan perhatian mayat hidup. Wanita itu tampaknya pingsan. Kuangkat tubuhnya beserta tas dan senjata laras panjangnya dan dengan cepat aku berlari kembali menuju pintu gerbang. Gaby sudah menungguku disana.

"Gab, bawain tas sama senjatanya" kataku.

"Iya Din"

"Jangan lupa kunci lagi pintu gerbangnya. Ini kuncinya" kulemparkan kunci gembok kearah Gaby dan menguncinya sesuai perintahku.

Aku berlari kecil menuju bangunan utama tempat kawan-kawan kami tinggal. Jaraknya hanya sekitar 300 meter dari pintu gerbang. Bau anyir dari bajunya menyeruak masuk ke indera penciumanku namun bisa kuabaikan karena sudah terbiasa. Singkatnya kami sudah sampai dan langsung kupanggil si Aya.

"AYA! AYAA!"

"Iya Din" dia langsung menghampiri kami. "Ini siapa Din?"

"Nanti kujelaskan. Sekarang kau harus menolong dia Ay" kataku. Aya mengangguk. Singkatnya kutaruh wanita itu di kamar Aya. Dia langsung mengecek seluruh badan wanita itu apakah ada luka gigitan atau tidak. Untungnya hal itu tidak ditemukan di tubuhnya.

"Din, Gab. Kalian temukan cewek ini dari mana?" tanya Aya.

"Di depan pagar Ay, dia diserang oleh mayat-mayat disana" kata Gaby.

"Oke, ada luka di kakinya tapi bukan luka gigitan. Gab, bawain kotak obat di gedung utama sama perban"

"Oke"

*****

Aku melihat wanita asing itu dirawat oleh Aya. Kakinya yang terluka sudah tertutup perban, ia masih pingsan.

"Aya, gimana kondisinya?" tanyaku.

"Dia sepertinya kecapekan Din. Dia mungkin butuh beberapa hari untuk memulihkan kondisinya" kata Aya sambil memeriksa tubuh wanita itu.

"Din" tiba-tiba Galang sudah ada di sampingku dan melihat wanita itu.

"Dia siapa dan dari mana kamu temukan dia Din?" kata Galang kepadaku.

"Aku sama Gaby menemukan dia di depan pagar Lang, dia nyaris saja diterkam sama mayat-mayat itu dan aku menolongnya" jelasku kepada Galang. Dia mengangguk.

"Oke, lakukan apa yang kau harus lakukan Aya, pastikan dia baik-baik saja. Nanti setelah dia sudah baikan kita bisa lepaskan dia"

"Lah, kenapa Lang?" tanyaku tidak mengerti

"Ini bukan tempat penampungan orang lain Din, ini tempat kita" kata Galang menatapku. Aku mengerti dia tidak ingin tempat ini dimasuki orang asing.

"Tapi Lang, dia wanita. Dia gak mungkin bisa bertahan hidup di luar sana. Aku rasa kita bisa terima wanita ini bergabung ke kelompok" sanggahku.

"Gak mungkin Din, buktinya kau lihat dia bisa berbaur di tengah mayat hidup. Itu berarti dia bukan orang biasa. Dia sangat paham cara bertahan hidup. Dan dia membawa senjata api laras panjang"

"Dino benar Lang, kita terima saja wanita ini. Hitung-hitung dia bakal berguna di kelompok kita" sanggah Aya.

"Hmmm baiklah untuk saat ini dia akan tinggal bersama kita. Tapi kalian tetap awasi dia"

*******

Aku dan Aya hanya terdiam saja melihat tubuh wanita asing itu.

Mata wanita itu terbuka perlahan dan seperti bingung. Tiba-tiba saja tanganku dicengkram erat sekali olehnya dan sepertinya dia mencari-cari benda di sakunya.

"Siapa, siapa kamu??" kata si wanita, matanya terlihat buas menatapku.

"Hei, hei. Aku tak akan menyakitimu" kataku menenangkannya. Namun wanita itu masih mengenggam tanganku kuat.

"Kami sudah selamatkan kamu dari mayat hidup di pagar tadi, jadi tolong lepaskan tanganku"

Ia sudah tenang saat mendengar perkataanku, dia memegang kepalanya dan berusaha untuk berdiri dari kasur.

"Ughhhhh"

"Kamu jangan berdiri dulu" kata Aya memegang bahu wanita asing itu. Dia kembali berbaring sambil matanya melirik kesana sini.

"Aku dimana?" tanyanya.

"Di lapangan golf, tempat kita bermukim sekarang" jawabku. Dia hanya melirikku saja.

"Lapangan golf? Uhuk uhuk"

"Ay, ambilin minum" kataku kepada Aya yang dibalas dengan anggukan, dia menyodorkan gelas berisi air dan memberikannya kepada wanita asing itu. Dia meneguk air itu sampai habis.

"Siapa namamu?" kataku kepadanya.

"Namaku Rachel" jawabnya lemah.

"Oke Rachel, Aku Dino, dan ini Aya" kataku. Aya tersenyum sambil men-dadah tangannya.

"Jadi, bagaimana ceritanya kamu bisa sampai disini?" tanyaku, namun wanita bernama Rachel itu kembali memegang kepalanya.

"Jangan ditanyain dulu lah Din, mungkin kepalanya masih pusing" sanggah Aya. "Kamu istirahat dulu aja Rachel, nanti kalau kamu udah baikan bisa ngobrol-ngobrol sama kita"

Rachel hanya mengangguk dan mencoba untuk memejamkan matanya. Aku dan Aya segera meninggalkan kamar ini dan membiarkannya beristirahat.

"Oh iya. Aya, kasihkan pakaian buat dia jangan lupa"

"Oke siap"

Sore harinya, Rachel sudah lebih baik kondisinya. Aya sedang memeriksa luka di kakinya dan mengganti perban.

"Lukanya gak usah dijahit kok, mungkin beberapa hari lagi udah kering, tinggal rutin ganti perban aja" kata Aya.

"Emmm, terima kasih...."

"Hehe itu sudah tugasku kok" balasnya.

Rachel mencoba untuk berdiri dari tempat tidur namun tampaknya ia masih kesulitan dan mengaduh karena lukanya. Aku memegang tubuhnya bermaksud membantunya.

"Jangan berdiri dulu Rachel, it's okay" kataku kepadanya.

"Aduhh, iya maaf" balasnya.

"Oke, kamu tiduran lagi aja" kataku.

Rachel merubuhkan tubuhnya ke tempat tidur, dia melontarkan senyum kearahku. Jujur sih senyumannya manis sekali. Ya bisa dibilang dia menempati posisi kedua untuk senyuman termanis versiku, setelah Citra di posisi pertama dan Gaby di posisi ketiga. Mataku mulai memindai setiap jengkal tubuh Rachel, entah karena pakaian pemberian Aya, lekuk tubuhnya cukup jelas bahkan buah dadanya ternyata cukup besar dan membusung, kontras dengan pakaian berwarna putih itu. Sialan, pikiran mesumku mulai terbit.

Agh, kurasakan tanganku dicubit oleh Aya. Sial. Bagaimana dia bisa tahu?

"Gak usah mikir macem-macem" bisiknya kepadaku. Aku diam saja menahan sakit.

"Kenapa Aya?" Rachel tampaknya tahu apa yang dilakukannya.

"Hehe gak apa-apa"

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Galang dan Gaby masuk ke dalam kamar.

"Hei, dia sudah sadar?" tanya Galang kepadaku.

"Iya Lang"

Galang duduk disebelahku, aku tahu dia akan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada Rachel.

"Jadi, nama kamu siapa?" tanya Galang memulai "interogasi" nya.

"Rachel" dia tampak ketakutan menjawab pertanyaan Galang. Aku mendekatinya dan mengusap bahunya.

"Tidak apa-apa Hel, kita tak akan menyakitimu. Kamu hanya harus jawab pertanyaan dari kami, oke?" kataku. Rachel mengangguk.

"Lalu, bagaimana ceritamu saat diluar sampai kamu bisa sampai kesini?" tanya Galang.

"Aku... aku berasal dari Jakarta sebelum wabah ini terjadi, aku seorang mahasiswi pada waktu itu. Saat wabah terjadi, keadaan sangat sangat kacau. Mayat-mayat hidup menyerang banyak orang, polisi dan militer bahu-membahu berusaha melawan mereka namun mayat itu berhasil mengalahkan mereka. Orang tuaku sudah tiada saat itu dan tinggal adikku saja saat bersamaku. Awalnya kami akan dievakuasi ke Kalimantan lewat jalur udara, aku dan adikku bersama dengan orang-orang yang selamat dievakuasi oleh militer ke bandara Halim. Namun tempat itu dengan cepat dikuasai oleh mayat hidup, suasana saat itu benar-benar mengerikan. Tentara kewalahan melawan mereka, beruntung kami dapat meloloskan diri dari tempat itu dan bergabung bersama kelompok militer menuju Bogor" jelas Rachel. Aku mendengarkan dengan seksama.

"Tetapi saat perjalanan ke Bogor, konvoi kami diserang oleh mayat-mayat hidup. Aku dan adikku terpencar dari tentara-tentara itu, akhirnya kami terpaksa bertahan hidup dari kota ke kota lain. Hingga akhirnya kami sampai ke Bandung yang sudah menjadi kota mati. Saat itu juga aku kehilangan adikku...."

Tangis Rachel pecah saat menyebut adiknya. Aku berusaha untuk menenangkannya sambil memberikan isyarat kepada Galang untuk menghentikan interogasinya.

"Lang, cukup. Kita sudah dengar semuanya" kataku kepada Galang. Dia tampak menyesal sudah menanyakan hal sensitif kepadanya.

Rachel mengusap air matanya dan mulai menenangkan diri.

"Kamu sekarang adalah bagian dari kelompok kami. Kami saling membantu satu sama lain untuk bertahan hidup dan membangun kehidupan baru disini" kataku.

"Barang-barangku....." Rachel berkata lirih kepadaku.

"Itu aku taruh disana. Jangan khawatir"

Kuhampiri Gaby yang sedang berdiri didepan pintu. Kuminta dia untuk membawakan beberapa makanan untuk Rachel. Dia mengangguk dan langsung keluar dari kamar.

"Kamu temani dia malam ini Ay, pastikan kondisi dia baik-baik saja" kataku kepada Aya.

"Oke Din"

******

Malam sudah semakin larut. Mungkin kalau diartikan dalam satuan waktu, sekarang waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Aku sedang melamun melihat api unggun yang masih menyala, dan tentu saja sambil mengisap batang rokok dengan ditemani secangkir kopi hitam. Aku memang sangat suka menyendiri saat malam hari, semenjak kami tinggal di lapangan golf ini aku sering berjalan-jalan mengitari pagar, duduk santai di bangunan utama yang bertingkat dan lain sebagainya. Ya bisa dibilang aku juga melakukan jaga malam alias "ronda" walau ada jadwal yang sudah kami buat siapa yang akan jaga malam. Aku, Galang dan Sandi yang sering melakukan tugas ini.

Teman-temanku sudah terlelap. Dan ini giliranku untuk berjaga malam hari ini. Tiba-tiba aku terkejut melihat Dila yang berjalan menuju kearahku dengan mengenakan jaket hitam dan celana training.

"Dino" sapanya dengan raut muka masam. Aku tahu dia pasti sebal karena melihatku sedang merokok, haha.

"Kok gak tidur Py?" tanyaku.

"Gak tau Din, kayaknya aku lagi susah tidur" jawabnya sambil duduk agak jauh dari posisiku.

"Citra udah tidur?"

"Udah, lelap banget dia tidurnya" jawabnya datar.

"Ohh oke"

"Din, kenapa kamu care banget sama Citra?" tanyanya. Aku langsung menoleh kearah mukanya, terkejut.

"Emm kenapa kamu tanya begitu?" tanyaku heran.

"Ada something special ya diantara kalian?" dia bertanya balik. Aku sedikit khawatir mendengarnya, apa mungkin dia tahu hubunganku dengan Citra? walau itu sebenarnya bukan masalah buatku karena hubunganku dengan Dila tidak sama seperti dulu.

"Aku dan Citra cuma sebatas teman, Dila" jawabku tegas, namun "sedikit" tidak jujur. Dalam hatiku terdapat dilema yang teramat sangat. Jujur, hanya sekali aku merasakan jatuh cinta sebelum ini terjadi dan itu adalah saat bersama Dila. Aku berusaha untuk dekati dia namun Dila sedikit menggeser tubuhnya menjauhiku.

"Bau rokok, ah!"

"Eh iya lupa hehe" kuminum kopi hitam yang sudah mulai dingin itu hingga habis. Rasa kopi ini sedikit menetralisir aroma rokok dalam mulutku.

"Aku juga care sama kamu Dila" kataku. Dila menatap mataku dalam. Kami hanya terdiam sambil menatap mata.

"Iya Din aku memang kalah jauh sama Citra. Dia bisa pakai senjata api, senjata tajam, bisa melawan mayat-mayat itu. Sedangkan aku hanya seorang penakut yang suka bersembunyi di belakang punggung....." kata Dila.

"Hei, jangan ngomong seperti itu...."

"Tapi itu kenyataannya, Dino. Aku memang penakut"

"Enggak. Kamu hanya belum terbiasa dengan semua ini. Citra juga awalnya sama seperti kamu, butuh proses" sanggahku. Dila terus menatapku.

"Yang kamu butuhkan sekarang adalah buang jauh-jauh rasa takutmu, manusia selalu bisa beradaptasi dengan lingkungan separah apapun Dila. Kamu harus sadar itu"

Dila menunduk dan mengusap-usap kedua tangannya. Tampaknya dia kedinginan walau sudah berada didekat api unggun.

"Melihat si Citra bisa melawan mayat itu bikin aku iri, Dino...."

"Hehe sifatmu gak pernah berubah ya" balasku. Sifat tak mau kalah yang dimiliki oleh Dila yang membuatku semakin kagum padanya. Aku kembali teringat saat masa-masa kuliah dulu.

Dila hanya terdiam dan mengusap-usap rambut panjangnya.

"Kenapa Py?" tanyaku kepadanya. Dia langsung menatapku dalam.

"Kira-kira aku bisa melawan dunia ini enggak?" kata Dila. Kalau kulihat dari matanya yang sedikit membesar, dia berkata dengan sungguh-sungguh.

"Pasti bisa dong. Kita akan lawan dunia ini bersama-sama hehe" kataku sambil mengacak-acak rambutnya dengan gemas. Dila mengangguk dan tersenyum. "Harus yakin!"

"Iyah.... Aku akan lawan dunia ini Din. Aku janji" dia sedikit lantang berkata seperti itu dan membuatku tertawa dalam hati. Inilah Dila yang kukenal.

"Hehe sini pakai janji kelingking" kataku sambil medekatkan tanganku dan mengangkat jari kelingkingku kearahnya. Dila langsung membalasnya.

"Kita akan lawan dunia ini bersama-sama, Dila....."

Melati

Ah, akhirnya kelar juga menulis buku harian ini. Aliran sungai terlihat cukup tenang tidak seperti hari2 sebelumnya yang deras karena hujan lebat, sehingga aku bisa duduk manis di tepi sungai. Sesekali kupandangi aliran sungai ini, terkadang aku mendengar suara burung berkicau, menimbulkan kesan tenang. Aku sangat menikmatinya.

Saat mereka sedang sibuk, aku suka menyendiri disini untuk menenangkan pikiran.

"Mel" aku langsung menoleh kearah sumber suara. Ternyata Fidly memanggilku, dia membawa senjata seperti busur panah yang aku tak tahu namanya.

"Fidly"

"Boleh temenin kamu?" tanyanya. Aku tersenyum.

"Iya boleh" dia duduk disampingku sambil menaruh senjatanya. Aku penasaran dengan dia.

"Emm, kamu habis ngapain Fid?" tanyaku.

"Jalan-jalan aja Mel, siapa tahu ada binatang yang bisa dimakan di sekitar sini" jawabnya santai.

"Hah? emang ada?" tanyaku lagi.

"Ya siapa tahu ada ayam liar disini haha. Kalau ada kan lumayan bisa dimakan" tawanya.

"Kamu emang bisa cara masaknya?"

"Bisa kok, gampang. Saat dulu aku udah terbiasa hidup liar di hutan, jadi hewan apapun aku bisa makan"

Aku tertegun mendengarnya. Fidly benar-benar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekarang. Sedangkan aku sendiri masih bisa dibilang penakut dalam hal ini. Dalam hatiku aku merasa iri padanya.

"Apapun? contohnya apa aja Fid?" tanyaku penasaran.

"Sebagian besar dulu ikan, ayam liar, tupai. Bahkan ular juga pernah"

Aku langsung merasa geli saat Fidly berkata "ular". Ya, aku sangat takut dengan hewan itu.

"Hiiii"

"Hehe kenapa Mel? enak loh dagingnya" kata Fidly.

"Aku takut banget sama ular"

Fidly tertawa mendengar perkataanku. Cara tawanya lucu banget, serius.

Setelah beberapa menit ngobrol, kami terdiam menatap air sungai yang tenang itu.

"Yaudah Mel, aku mau ke hutan sana. Nyobak nyari binatang yang bisa dimakan" kata Fidly sambil berdiri dan mengambil senjatanya.

"Aku ikut" kataku.

"Hmmmn yakin Mel?"

"Iyah Fid, aku penasaran lihat kamu nangkep binatang" kataku antusias.

"Yaudah yuk"

Singkatnya aku dan Fidly tiba di sebuah hutan kecil yang letaknya tak jauh dari lapangan golf ini. Walau kecil hutan ini cukup rimbun daun-daunnya, sesekali aroma oksigen tercium tajam disana-sini. Fidly mengenggam senjata yang mirip panah itu, kepalanya terkadang menoleh kekiri dan kekanan.

"Gimana Fid?" tanyaku.

"Hmmmmm" Fidly hanya bergumam saja. Matanya tampak waspada melihat sekeliling.

Kami terus berjalan mengitari hutan itu. Sebenarnya aku mulai bosan dan ingin kembali namun rasa penasaran ini mengalahkanku. Tiba-tiba langkah kaki Fidly terhenti. Dia mengangkat senjata panah itu dan mulai membidik. Aku hanya terdiam sambil berjongkok mengikuti gerakan Fidly.

"Fid...."

"Ssstt jangan berisik" sanggahnya. Aku mengerti dan kembali terdiam. Dia mengambil gerakan siap menembak panah itu.

Dia mulai menembakkan panah itu kearah seekor ayam yang letaknya cukup jauh dari tempat kami. Tepat sasaran, ayam itu langsung jatuh tersungkur dengan anak panah menancap di lehernya. Aku gemetar melihat ayam itu tertancap panah.

"Hehe dapat ayam Mel" kata Fidly.

Aku terdiam dan menutupi wajahku dengan tangan.

"Jangan dilihat Mel, aku mau potong ayamnya dulu. Kamu tetap disini ya" kata Fidly, aku hanya mengangguk dan masih menutup wajahku.

Singkatnya kami kembali ketempat tinggal teman-temanku. Fidly membawa ayam yang kepalanya sudah lepas itu dengan santai, aku masih tak berani melihat ayam itu.

"Hehe takut ya kamu?" kata Fidly.

"Iya Fid, ini pertama kalinya aku lihat ayam dipotong" jawabku.

"Hehe ayam ini enak loh kalo udah dimasak, buat makan malam kita"

******

Malam harinya kami makan bersama di luar mengelilingi api unggun, sama seperti sebelumnya. Aku baru sadar kalau ada orang baru disini, kulahap ayam bakar yang ditangkap Fidly tadi dengan lahap. Dia benar, ayam ini sungguh lezat. Bahkan aku ingin sekali nambah namun aku sadar ada teman-teman yang juga membutuhkan ayam ini.

Aku berjalan mendekati wanita asing itu dan duduk disebelahnya. Dia sedikit terkejut saat melihatku.

"Eh, hehe kita belum kenalan" kataku. Wanita asing itu hanya mengangguk. "Namaku Melati"

"Rachel"

"Nama lengkapku juga ada "Rachel" nya hehe, tapi nyebutnya "Rahel" "kataku kepadanya. Ia mulai tersenyum.

"Masak sih? Haha"

"Iya beneran. Oh iya, kamu kok bisa disini?" tanyaku.

"Dino sama Gaby yang menolongku kesini" kata Rachel.

"Kak Dino, kak Gaby orangnya baik Hel, kamu beruntung bisa disini hehe"

"Makasih Melati hehe"

Setelah acara makan malam, kak Galang mengumpulkan kami diluar, sepertinya dia mau ngomong sesuatu ke kita.

"Teman-teman. Kita ada orang baru disini, kalian sudah tahu kan siapa. Rachel akan tinggal bersama kita dan saling membantu membangun tempat ini" kata Kak Galang. Menurutku dia pantas sekali menjadi pemimpin grup ini.

"Makasih atas semuanya, aku tak tahu harus membalas apa untuk kalian" kata Rachel.

"Kau bergabung bersama kami Rachel, aku harap kamu bisa akrab satu sama lain dan saling membantu. Dan untuk sekarang kita bukanlah teman, kawan atau sahabat......."

"Kita adalah keluarga......"

CREDITS ROLL


Waktu sudah menunjukkan tengah malam, semua orang dalam lapangan golf sudah lelap tertidur, tempak seorang wanita sedang berjalan pelan menuju depan pagar lapangan. Sesekali ia menoleh kearah kanan-kiri untuk memastikan kondisi aman. Wanita itu mulai menggali tanah yang sudah ia kasih tanda beberapa waktu yang lalu. Setelah cukup lama menggali, ia mengambil sebuah benda yang terlapisi oleh kain, wanita itu melepas kain tersebut dan tampak sebuah benda elektronik dengan antena menempel diatas benda itu. Radio walkie talkie.

Tampaknya wanita itu sempat ragu untuk menghidupkan radio walkie itu.

".............."

".............."

"Ha.... halo?" wanita itu berkata sambil mendekatkan perangkat itu ke mulutnya.

"Ya? gimana?" tampak suara keluar dari speaker pertanda jawaban itu dibalas.

"Aku ingin bicara dengan dia" kata sang wanita.

"Oke"

Setelah menunggu sekitar satu menit radio itu kembali berbunyi. Sang wanita menekan tombol receive supaya suara itu dapat terdengar.

"Well, halo cantik....." terdengar suara laki-laki.

"Bagaimana misi kamu disana? lancar?"

"Emmm, iya" balas sang wanita datar.

"Ada berapa orang disana?"

"Tiga belas"

"Hmmm oke, mereka punya banyak senjata?" tanya sang laki-laki.

"Aku rasa begitu, mereka tampaknya cukup mahir menggunakan senjata api"

"Hahaha, gak salah aku milih kamu. Baiklah Rachel sayang, kamu tetap disana selama 3 hari. Setelah itu kamu harus kabur dan jangan sampai orang-orang disana tahu. Aku sudah kangen sama bokong kenyalmu itu hahaha....."

Wanita itu terdiam sejenak. Perkataan dari laki-laki itu jelas melecehkannya. Ingin sekali ia mengumpat kasar kepadanya.

"Tapi.... setelah ini berakhir, adikku akan kau lepas kan?" tanya sang wanita bernama Rachel itu.

"Deal is deal, sesuai janjiku" kata sang laki-laki.

"Dan akan kamu apakan mereka ini?"

Radio itu membisu, tampaknya si laki-laki sedang berpikir.

"Kamu hanya mengamati mereka saja, untuk kedepannya..... well, let's see haha. Oke kita sudahi dulu, kamu harus kembali"

Wanita itu mengangguk dan berkata.

"Iya, boss"
 
Terakhir diubah:
Tribia lagi

1. Who are you dalam bahasa..... Eh, gak usah deng ya udah pada tahu haha.
2. Penampilan perdana Rachel di series ini secara full, gak setengah-setengah
3. Happy graduation Melati dan Pucchi, semoga cepat sembuh cederanya. I know, itu bakal terjadi kok dan udah siap aja (jujur, ane pens Melati). Jadi keinget pembalap MotoGP yang terpaksa harus pensiun dini karena cedera yang dialaminya.

Jorge Lorenzo.

Sebenarnya ane mau masukkan Casey Stoner (dia pensiun lebih muda lagi, 27) namun dia lebih dikarenakan sudah tak tertarik balap motor (dan regulasinya yang dia anggap unfair pada waktu itu). Dan kalau Stoner gak pensiun bisa jadi Marquez gak balap di tim Honda kan? Dan mungkin gak bakal dominasi kayak sekarang hehe.

Dan perlu diketahui, Lorenzo adalah satu dari 3 pembalap yang selalu bikin susah Marquez, setelah Rossi dan Dovizioso. Lah, Alex Rins sama Fabio Quartararo gak masuk? enggak, Fabio kalah mulu dan Rins baru sekali menang duel (Silverstone 2019)

Lorenzo pensiun di umur 32, termasuk masih kompetitif untuk balap motor (Rossi aja sekarang 41). Pembalap yang sering banget jatuh saat balap, seringnya sampai motornya ancur bahkan pernah jarinya sampai putus, sampai dijuluki Iron Man karena banyaknya pin yang terpasang pada tulangnya. Tapi dia tetap tak menyerah dan terus membalap bahkan masih bisa juara dunia (2015, well sakit juga sih si Rossi gak jurdun waktu itu hehe), namun namanya fisik manusia selalu ada batasannya dan di tahun 2019 kemarin, dia menyerah. Menyerah dalam arti karena vonis dokter yang menyatakan bahwa fisiknya sudah lemah bahkan untuk menikung saja dia sering menahan sakit.

Ya, saat di Honda selain keteteran karena gak bebas setting motor sesuai stylenya (settingannya mengikuti si Marquez yang jelas-jelas riding stylenya beda jauh) juga karena cederanya itu.

Hhhhh tiba-tiba malah bahas MotoGP wkwk
Tapi gak apa-apa deh. Cerita sebelah biasanya bahas bola kok.

Kalau Formula One gimana? gak ada yang cedera kayak gitu gab?

Oh hampir gak ada kok, mobilnya super aman banget bahkan sampai mobil guling-guling pun pembalapnya masih bisa keluar dari mobil sehat walafiat hehe. Ya walaupun ada yang tewas juga karena nabrak traktor.

Mau bahas Formula E. Tapi.... ya gitu deh. Never mind....

Oke, jadi ane tetap mempertahankan Melati di cerita ini despite udah grad, story arc-nya sendiri dimulai di episode ini. Jadi semua tokoh baru di Part 2 ini udah jadi mantan semua wkwk (Melati, Rachel, TBA). Lagian sooner or later, semua tokoh di cerita ini bakal jadi mantan semua ;)

Gws Pucchi and Melati.

4. Mungkin episode2 yang akan datang ada adegan kekerasan yang bisa dibilang lumayan lah. Ane peringatkan sekarang aja biar gak nyesel hehe.
5. Karakter Rachel diambil dari Juliet Burke (Lost)
6. Pertama kalinya adegan ena-ena diambil dari sudut pandang cewe dan cowok selain Dino. Ane baru pertama kali pakai ini dan mungkin masih banyak kekurangan hehe

Happy reading and have a nice day gab :)
 
Sebenarnya ane mau masukkan Casey Stoner (dia pensiun lebih muda lagi, 27) namun dia lebih dikarenakan sudah tak tertarik balap motor (dan regulasinya yang dia anggap unfair pada waktu itu). Dan kalau Stoner gak pensiun bisa jadi Marquez gak balap di tim Honda kan? Dan mungkin gak bakal dominasi kayak sekarang hehe.
Sebenernya Stoner sama Marquez itu mirip,...
Dalam artian sama-sama punya bakat dan krmampuan lalu didukung sama motor yang bagus juga

Tapi jujur, kalo menurut saya lebih seru jamannya dominasi Stoner sih..
Karena kadang-kadang dia sengaja melambat, jadi bisa ngasih hiburan ke penonton

Kalo Marquez kan lebih seringnya ninggal jauh kan...
 
13. Who Are You?

Aya


"Sshhhhh ughhhhhh geliiii"

"Cupppp kulitmu halus banget"

"Danii ahhhh udah ahhh geliiii"

"Mumpung mereka pada sibuk, main bentar boleh lah"

"Ughhhh Daniiii"

Dia memepetkan tubuhku ke dinding, Dani menciumi leherku yang termasuk bagian sensitifku. Aku mendesah geli menikmati setiap ciuman Dani di leherku. Pinggulnya bergerak-gerak menggesek pantatku dan aku bisa merasakan penisnya mulai membengkak. Karena gerakan itu aku mulai terangsang walau aku sudah berusaha untuk menahan.

"Ayuk yang, bentar doang kok...." bisik Dani di telingaku.

Dengan cepat kubalikkan tubuhku, sekarang aku menatap matanya sayu. Nafsuku sudah tak bisa dibendung lagi dan aku mau itu tuntas. Kukecup bibirnya lembut sambil kedua tanganku melingkar di lehernya. Beberapa saat kemudian lidah kami saling bertemu dan menari-nari, sesekali ludah kami bercampur saking intensnya cumbuan ini. Dua menit kemudian cumbuan ini terlepas dan meninggalkan untaian tipis benang ludah, hembusan napas kami saling bertabrakan, guratan bibir Dani bergerak membentuk sebuah senyuman.

"Kamu cantik" kata Dani lirih. Aku ikutan tersenyum.

"Gombal" kucubit hidungnya.

"Hehe namanya aja cowok kan" balasnya.

Tiba-tiba tubuhku diangkat oleh Dani, aku jelas pasrah saja tak ada penolakan. Dia menaruh tubuhku diatas kasur kecil dengan satu bantal. Bibir kami kembali bersatu, sesekali tanganku membelai pipinya untuk menyemangati proses cumbuan ini. Kami semakin liar memainkan bibir dan lidah hingga tubuh kami saling berdempetan, aku bisa merasakan buah dadaku tergencet oleh dadanya yang masih terbungkus kain baju. Sialnya aku baru ingat kalau aku tak mengenakan beha sehingga kulit buah dadaku termasuk puting langsung terasa. Geli dan nikmat, dan jelas nafsuku terus naik.

Dani tampaknya tahu kalau aku tak mengenakan beha, tangan kanannya mulai menerobos daster merahku dan mengenggam buah dadaku. Sontak mulutku mengeluarkan desahan pelan, kepalaku mendongak sedikit keatas. Genggaman itu berubah menjadi remasan pelan. Jemarinya juga mulai memencet putingku yang sudah tegang. Kulihat Dani tersenyum mesum melihat reaksiku, dia langsung mencubit sedikit putingku dan seperti sebelumnya, kembali kepalaku mendongak keatas dan mendesah.

"Ahhhhh........."

"Hehe seksi banget suaramu, Aya"

Aku tak bereaksi mendengar ocehannya. Dani menghentikan aksinya yang kurespon dengan tatapan kecewa. Dia melepas baju dan celana pendeknya, tinggal celana dalam yang masih menempel dan tonjolan kemaluannya terlihat sangat jelas.

"Aku buka dastermu ya...."

"Iya, lakukan aja"

Dani mengangkat tubuhku pelan dan membantu melepaskan daster merah ini. Sekarang kondisiku sama dengan dia; telanjang dada dengan celana dalam hitamku yang masih menempel, dan tentu saja terasa basah karena cairan birahiku mulai keluar perlahan. Dani langsung melahap buah dada kanan dengan mulutnya, mengisap-isap puting susuku dengan isapan pelan sedangkan tangan kirinya lihai mengelus perut sampingku. Kembali kepalaku mendongak keatas, menghasilkan suara desahan nikmat. Kuakui Dani memang terampil dalam masalah ini. Beberapa hisapan kemudian, lidahnya mulai menggerayangi bagian leherku, aku sangat menikmati permainan ini.

"Ahhhh.... ahhhhh..... shhhhhhh......"

Beberapa menit kemudian lidahnya mulai menyerang kulit perutku, meninggalkan bekas jalur ludah di sekitar perut. Lalu lidahnya menuju bagian pusarku, terkadang dia menggigit kecil bagian itu, perih bercampur geli. Perutku mengejang kembang kempis merespon permainan lidah Dani dan tak lupa desahanku semakin intens bahkan mungkin aku mulai gila dibuatnya.

"Kamu sempurna, Aya"

Perkataan Dani membuatku tertegun. Kamu salah besar Dani, aku sama sekali tidak sempurna.

Ingin sekali aku bilang kepadanya tentang kondisiku sebenarnya, namun aku takut dia menjauhiku.

Jadi, mungkin aku simpan baik-baik rahasiaku ini. Hanya Gaby dan Dino yang tahu.

Dani mengecup bibirku lembut. Aku bisa merasakan cumbuan bibirnya berbeda dari biasanya, sinyal dalam otakku mengatakan kalau ini adalah ciuman kasih sayang, responku juga mengatakan bahwa dia benar-benar mencintaiku.

Dalam hati, sejujurnya aku mulai jatuh cinta padanya. Tapi entah kenapa perasaan ini sulit untuk kuungkapkan.

Entahlah, yang jelas aku akan menikmati semua permainan ini.

Kedua pahaku dilebarkan oleh tangan Dani, tak ada penolakan dariku, aku pasrah saja karena aku yakin dia tak akan menyakitiku. Celana dalamku dilepas olehnya, sekarang tak ada satu helai benangpun yang menutupi tubuhku. Dani juga melepaskan celana dalamnya. Penisnya yang berukuran sedang tampak mengangguk-angguk lucu menatapku. Dalam hati aku tertawa melihatnya.

"Aku mainin dulu punyakmu" kataku lirih kepadanya.

"Lah kalo gitu ngapain coba aku lebarin pahamu haha" Dani tertawa yang diikuti olehku.

Kuubah posisiku menjadi duduk. Dani hanya melihatku kagum, mungkin matanya jelalatan melihat buah dadaku yang berayun saat mengubah posisi. Aku tersenyum nakal. Batang penisnya mulai kupegang pelan dengan tangan kananku dan kuremas pelan. Dani mendesah keenakan, lalu setelah itu tanganku melakukan gerakan seperti mengocok, awalnya pelan-pelan saja namun karena gemas, gerakan itu semakin kupercepat. Dia mendesis melenguh nikmat dan sesekali selangkangannya terangkat mengekspresikan rasa geli nikmat.

Kubulatkan tekadku untuk mencoba mengisap kemaluannya dengan mulutku. Sejujurnya aku belum pernah melakukan ini sebelumnya. Kudekatkan mulutku ke kepala penisnya yang besar itu, Dani tampaknya sudah bersiap-siap dengan mengejankan selangkangannya sehingga kemaluannya tampak berkedut.

Dengan pelan kumasukkan penisnya kedalam mulutku. Rasanya aneh, aroma keringat menyeruak masuk kedalam hidungku namun aku justru semakin terpacu untuk melakukan ini. Kucoba untuk mengisap mulutku sehingga penisnya seperti tersedot. Respon Dani sama seperti tadi, desahan dan lenguhan.

"Ahhhhh Ayaaaaa......"

SSSLLRRPPP SSLRRPPPP PCAHH PCAHHHH

Suara kecapan ludahku menghiasi aksi pengisapan kemaluannya. Aku seperti terpecut oleh birahi dalam tubuhku untuk menggerakkan kepalaku naik turun, entah kenapa aku sangat keasyikan memainkan penisnya, rasanya seperti mengisap es krim yang tak akan pernah habis.

GLOOOOHGHHHHKKKKK GLLOHHGGGGKK

Tiba-tiba kepalaku tersentak saat Dani mendorong penisnya cukup dalam sampai kerongkonganku. Rasa aneh melanda seluruh mulutku, dia langsung mencabut penisnya dari mulutku meninggalkan cipratan air liur yang cukup banyak. Aku terbatuk-batuk mengeluarkan sisa-sisa liur dari mulutku. Aku nyaris muntah karena ulahnya.

"HUOGHHHH UHUKKK UHUKKKK"

"Aya, ma...maaf. Aku kelepasan tadi"

"Uhukkk... iya gak apa-apa. Ambilin minum Dan"

Ia mengambil botol air minum dekat meja, kuteguk langsung air itu hingga tersisa setengah. Napasku terengah-engah akibat "sodokan" penis di mulutku, namun anehnya aku tak marah kepadanya. Aku mengerti kalau permainanku tadi membuatnya kelojotan.

"Aya..." tangan Dani memegang daguku, kutatap matanya yang membulat.

"Lain kali jangan kamu ulangi, aku sampai mau muntah tadi" kataku.

"Hehe iya, maaf ya" balasnya. Kukecup lembut bibirnya.

"Kamu tadi udah mainin tititku, sekarang giliranku" kata Dani. Aku hanya mengangguk pelan.

Dani kembali melebarkan kedua pahaku sehingga kemaluanku terekspos jelas, kepalanya mulai mendekat kearah bibir kemaluanku. Rasa geli tiba-tiba merasuk saraf disana saat Dani mengecup bibir kemaluanku. Tubuhku sedikit bergetar dan mengejan, aku bisa merasakan cairan vaginaku sedikit keluar. Rasa geli itu semakin memuncak saat Dani mulai menjilati area mulut vaginaku dan sesekali mengisap cairan disana.

"Ahhhh Danii......."

Desahanku memberikan respon positif padanya, serangan lidahnya semakin intens dan tentu saja tubuhku menggelinjang nikmat.

"Sshhh ahhhhhh"

Beberapa menit kemudian kurasakan gejolak dalam tubuhku yang tak bisa kutahan, aku akan orgasme. Kedua pahaku refleks menjepit kepala Dani yang masih asyik melahap vaginaku, selang beberapa detik kemudian perutku mengejang hebat, selangkanganku bergetar juga melepaskan orgasme dari dalam tubuhku. Kurasakan cairan vaginaku keluar cukup banyak, mungkin mengenai mulut dan mukanya karena jepitan pahaku sendiri. Kepalaku mendongak keatas dan mendesah cukup keras.

"DANIIIII AHHHHHH AKU KELUARRR......"

Orgasme itu berlangsung beberapa detik saja namun itu sudah cukup memberikan kedamaian dalam tubuhku dan juga alat vitalku. Kulebarkan kembali kedua pahaku supaya kepala Dani dapat terlepas dari sana. Dia tersenyum menatapku dengan bibir dan sebagian wajahnya basah oleh cairan vaginaku. Aku membalasnya dengan senyuman nakal.

"Basah mukaku, banyak banget kamu keluarnya" kata Dani.

"Hihihi maaf ya, keenakan aku tadi" kekehku.

"Langsung aja ya"

Aku mengangguk pasrah, rasanya tidak cukup kalau hanya foreplay saja kan? Hehe.

Dani mengenggam penisnya yang sudah tegang itu dan menuntunnya kearah bibir kemaluanku, aku hanya melihat saja proses masuknya penisnya kedalam vaginaku. Dengan perlahan dia mulai memasukkannya. Rasa ngilu dan geli melanda selangkanganku, aku sadar ini pertama kalinya aku bersetubuh dengannya setelah terakhir di camp dulu. Dani mendorong pinggulnya pelan, aku mendesah diselingi dengan suara mengaduh.

"Sakit ya?" dia berkata sambil mengelus pipiku.

"Iya, udah lama kan kita gak ngelakuin ini. Pelan aja dulu Dan"

Dia mengangguk dan kembali mencumbu bibirku, kubalas cumbuannya disertai dengan gerakan lidah kami. Setelah cumbuan singkat ini dia kembali mencoba mendorong penisnya pelan-pelan, kugigit bibir bawahku untuk menahan ngilu walau suara desahan lirih masih bisa keluar. Beberapa saat kemudian kurasakan penisnya sudah menyeruak masuk kedalam vaginaku. Kubalas dengan gerakan mengejan sehingga dinding vaginaku meremas kecil penisnya. Dani mendesah kecil akibat perlakuanku.

"Ayaaa ahhhhhh..... sampai diempot juga ahhhh"

"Hihihi"

Akhirnya Dani mulai menggerakkan penisnya naik turun, beberapa kali penisnya bergesekan dengan dinding vaginaku yang sudah basah, desahan dan lenguhan kami keluarkan bersama sembari gerakan ini terus meningkat. Sesekali tangannya meremas-remas buah dadaku dengan lembut. Tubuhku merasakan kenikmatan total yang dihasilkan dari gesekan antar kemaluan kami.

Plok plok plok

Plok plok plok

Hentakan penisnya semakin kencang, sebenarnya aku suruh dia untuk meningkatkan gerakan Dani, desahanku semakin keras menikmati hujaman penisnya.

"Ahhhhh ahhhhh Daniii ahhhhhh"

"Lebih kenceng plisss ahhhhh"

Selang beberapa menit kemudian tubuhku kembali bereaksi, dinding vaginaku terasa berdenyut hebat, selangkanganku sedikit terangkat dan bergetar disana. Aku meraih orgasme kedua. Penis Dani terbetot hebat didalam vaginaku, mulutku terbuka dan kepalaku terdongak keatas mengekspresikan puncak kenikmatan ini.

"Oghhhhhhhh.... keluar lagiiii ahhhhh......."

Guncangan ini berlangsung beberapa detik saja, cairan vaginaku terproduksi hebat dan mengucur keluar saat Dani mencabut penisnya pelan, kurasa cairanku sudah membasahi kasur ini. Setelah orgasme mereda, kutatap wajah Dani, dia hanya tersenyum melihat kondisiku.

"Capek?" tanyanya.

"Enggak, lagi ah" balasku manja. Entahlah tapi aku rasa ini belum cukup. Kurubah posisi tubuhku membelakangi dia. Posisiku sekarang merangkak dengan kutunggingkan pantatku, aku sendiri pernah melakukan ini saat bersama Rudi dan Dino dahulu, saat dengan Dani aku tak pernah melakukan posisi ini dan aku rasa sekarang dia kaget melihatku.

"Ayo Dan, lagi" kataku lirih. Aku tak bisa melihat wajahnya.

"Ya ampun, Aya" jawab Dani.

"Ayo ah, masukkin lagi"

Dani menuruti permintaanku dengan kembali menjebol vaginaku. Sekali hentakan saja sudah masuk nyaris di semua bagiannya. Rasa geli dan ngilu bercampur menjadi satu, mulutku terbuka dengan dibarengi suara desahan panjang. Penisnya memang tidak panjang namun ukurannya lumayan besar. Jujur, aku mulai ketagihan dengan semua ini.

Beberapa hentakan keluar-masuk dia lancarkan, batang penisnya berulang kali bergesekan dengan dinding vaginaku yang basah, aku mendesah dan melenguh berulang kali mengekspresikan rasa nikmat yang luar biasa ini. Sesekali kugerakkan pantatku naik turun dan ke kanan kiri patah-patah sehingga memberikan kenikmatan ekstra untuk aku dan Dani. Dia juga mendesah-desah karena aksiku.

"Aghhhhh ahhhh enakk....."

"Sshhhh peret banget punyakmu Ayaaa ahhhhh"

Sekitar dua puluh hentakan dia lakukan dalam posisi ini, kurasakan kedua tangannya memegang pinggulku, aku tahu maksudnya, dia akan menggenjot penisnya dengan intensitas tinggi. Dan benar saja, penisnya mulai bergerak didalam rongga kemaluanku. Suara peraduan pantat dan selangkangannya terdengar menggema mengisi kamar ini.

Plak plak plak

Plak plak plak

"Ughhhh shhhhh lebih kenceng Dan aghhhhhh" aku sedikit teriak memintanya.

Kedua tangannya mengelus pelan pinggulku dan sesekali mencubit area perut sampingku yang justru membuatku semakin menggila, pantatku bergerak naik turun merespon genjotan penisnya. Desahan dan lenguhan kami saling bercampur, tak peduli suara-suara itu terdengar oleh kawanku.

Beberapa menit kemudian tubuhku mengejang hebat, terutama area kemaluanku yang semakin gatal dan semakin gatal. Dani terus menggenjot liang kemaluanku dengan tempo cepat dan dalam. Mulutku terus melontarkan desahan dan lenguhan merespon gerakan maju-mundur penisnya. Dan pada akhirnya tubuhku sedikit melenting dan bergetar cukup hebat. Aku kembali dilanda orgasme bertubi-tubi. Vaginaku berkedut hebat memuntahkan semua cairan keluar dari mulut kemaluanku, perutku kembang-kempis dan sesekali menggelinjang menikmati orgasme ini. Keringatku terus mengucur membasahi seluruh tubuhku. Setelah orgasme itu mereda tubuhku jatuh ke kasur dan terengah-engah mengambil oksigen yang masih tersisa didalam kamar ini. Dani mencabut batang kemaluannya dengan pelan dan menghasilkan desahan kecil dari mulutku.

"Ahhhhh......"

"Aya, kamu gak apa-apa?" tanya Dani, aku masih menikmati sisa-sisa orgasmeku.

"Iyahhh, gak apa-apa" balasku lemah.

"Udahan ya, kamu kecapekan kayaknya"

"Enggak Dan, lanjutin aja. Kamu belum keluar kan?" tanyaku.

"Emmm, belum" balasnya. Aku tersenyum sambil mengubah posisiku yang sekarang menjadi terlentang. Kutatap mata Dani yang membesar, mungkin dia kagum dengan tubuhku.

"Tuntaskan sekarang aja Dan, takutnya kalau aku dicari nanti" kataku lirih, walau sebenarnya aku ingin lebih lama dari ini"

"Kamu diatas aja Aya, biar aku yang tiduran" kata Dani.

"Hihihi maunya" aku terkekeh geli sambil mengubah posisiku. Sekarang posisiku ada diatas perut Dani, bentuk dan kontur perutnya tidak buncit. Kemaluanku kembali basah melihat pemandangan yang sudah pasti membuat saraf birahi wanita terangsang.

"Langsung masukkin ya" kataku menahan nafsu, Dani hanya memandangku lucu dan karena gemas kucumbu bibirnya dengan liar, dia membalas cumbuanku selama beberapa menit. Ughhh, tangan kanannya meremas buah dadaku sebelah kiri sehingga kembali mulutku mengeluarkan desahan disela-sela cumbuan ini.

"Ahhhhh ssllrrpppp cuppp cuppppp"

Setelah ritual cumbu-mencumbu, kuraih penisnya yang sudah sangat tegang itu tepat mengarah ke bibir kemaluanku, dengan perlahan kudorong pantatku, rasa nyeri, geli dan nikmat melanda bagian kemaluanku bahkan seluruh tubuhku. Dani sedikit mendesah saat penisnya menyeruak masuk ke liang kemaluanku, begitu juga denganku. Kugigit bibir bawahku mengekspresikan setiap gesekan demi gesekan pelan dalam kemaluanku.

SPLAK SPLAK SPLAK

Kugerakkan pinggulku dengan gerakan maju-mundur dan kusuruh Dani untuk tidak menggenjot penisnya. Rasanya sungguh luar biasa, nikmat, nyeri dan geli. Produksi cairan kewanitaanku terus meningkat saat batang kemaluannya menggesek liang vaginaku, bahkan disaat batangnya menggesek pelan klitorisku, mulutku langsung melontarkan lenguhan yang menurutku seksi sekali didengar.

"Ahhhhh.... Ahhhhh..... Ahhhhhh...... enak bangettt ahhhhh......"

Dani memprovokasi birahiku dengan meremas buah dadaku dan sesekali mencubit kecil putingku yang sudah mengeras mengacung tegang. Desahan dan lenguhanku semakin sering terlontar dan tentu saja gerakan pantatku semakin kencang menohok seluruh liang kemaluanku. Bahkan sesekali penisnya menabrak mulut rahimku yang membuatku semakin gila.

"Ughhhhh sssshhhhhh ahhhhhhh ahhhhhhh"

SPLAK SPLAK SPLAK SPLAK

Tusukan demi tusukan kemudian, kemaluanku mulai mengencang, aku tahu orgasmeku akan segera tiba. Aku semakin semangat menggerakkan pantatku supaya orgasmeku cepat keluar. Dan benar saja, liang vaginaku berkedut kencang sekali dan membetot batang penis Dani didalam. Kepalaku mendongak keatas dan melontarkan lenguhan panjang dan cukup keras.

"AGHHHHHHH AHHHHHHH DANIIIII...... AYAAAA KELUARRRR AHHHHH AHHHHHHHH"

Aku gelagapan saat orgasme ini menyerang tubuhku, pantatku menggelinjang kencang, cairan bening kurasakan memancar deras keluar dari mulut kemaluanku, saat penis Dani terlepas dari kemaluanku cairan ini terus memancar membasahi seprei kasur ini. Aku tak memperdulikan itu dan hanya menikmati orgasme hebat ini.

"SSSHHHH OGHHHHH......"

Orgasme itu akhirnya berhenti setelah beberapa detik. Tubuhku langsung lemas seketika dan kepalaku jatuh ke dada bidang Dani. Mulutku masih mengeluarkan desahan kecil disertai dengan dengusan napas pendek. Dani mengusap-usap kepalaku untuk menenangkan diriku.

"Ughhhh Dani, enak banget....." kataku dengan lemah.

"Hehe udah cukup ya, kamu capek banget kayaknya" balas Dani.

"Kamu belum keluar Dan, lanjutin aja sampai keluar"

"Tapi Aya....."

"Udah aku gak apa-apa, gantian kamu yang main hehe....."

Kurubah posisiku kembali, Dani membantuku karena tubuhku masih lumayan lemas. Setelah posisi itu terasa nyaman, kupegang kembali penis Dani yang basah kuyup itu kearah lubang kemaluanku. Sama seperti tadi, rasa nyeri dan nikmat melanda seluruh kemaluanku. Hanya saja sekarang Dani yang bermain sedangkan aku hanya diam saja sambil mendesis dan melenguh nikmat.

SPLAK SPLAK SPLAK SPLAK

Gerakan penisnya yang cepat dan dalam itu langsung merangsang birahiku ke level tinggi. Kepalaku menempel di dadanya, desahan birahi kembali keluar dari mulutku dan desahan itu semakin liar seiring dengan intensitas genjotan penisnya yang semakin kencang. Dani tampaknya juga ingin mengejar orgasmenya. Kubantu dia dengan menggigit puting dadanya pelan dan mengejan-ejan otot kemaluanku. Dani mulai mendesah hebat. Tangannya memegang pipiku dan kami saling bertatapan, raut mukanya cukup kacau begitu juga aku.

"Aahhhhhhh Ayaaa kamuuu...... Ahhhhhhhh"

"Kenapa hhhhghhhh ughhhhhh"

"Kammuuuuu sayanngg sama akuuu ahhhhhhh...."

Entah kenapa karena pikiranku sudah dilanda nafsu birahi aku langsung menjawabnya.

"Iyaahhhhgggg Ayaaaaa juga sayangggg sama Daniiii ahhhhhh ahhhhh lebih kenceng Dannnnn....." aku meracau sendiri.

"Ahhhh ahhhhh enak bangetttt sempitttt oghhhhhh"

SPLAK SPLAK SPLAK

SPLAK SPLAK SPLAK

Kurasakan batang kemaluannya mulai membesar dan berkedut-kedut kecil. Aku tahu dia akan segera orgasme. Kubalas kedutan itu dengan ejangan otot vaginaku untuk mempercepat klimaks kami berdua.

"Oghhhhhh ohhhhhhh akuuu mau muncraattt aahhhhhh"

"Keluarin di dalam ajaaa Dani sayaangggg ahhhhh sekalian bareng akuuuuu ahhhhh....."

"Kamuu yakiiinnn oghhhhhhh"

"Iya aku lagi amannn sayangggg ahhh ahhhhhh"

Dani mempercepat gerakan genjotan penisnya, semakin cepat dan semakin cepat dan dalam. Tubuhku mulai bergetar hebat pertanda orgasmeku akan tiba. Kubantu dia dengan menggerakan pantatku maju mundur sehingga bunyi tabrakan antar selangkangan kami semakin jelas terdengar.

"AAAAHHHHHH AKU KELUARRR AYAAAA....."

"IYAAAHHH IYAAAHHH AYA JUGAAAAA AHHHHHHHH....."

Tubuh kami saling bergetar satu sama lain menikmati proses orgasme kami. Kurasakan semburan spermanya yang hangat dan banyak membasahi seluruh liang kemaluanku dan mungkin sebagian mulut rahimku. Desahanku cukup panjang mengiringi orgasme ini begitu juga dengan Dani. Beberapa detik kemudian tubuh kami melemas seketika setelah diterjang badai orgasme. Kepalaku jatuh ke dadanya yang basah oleh keringat, aroma keringat kami bercampur memenuhi seluruh ruangan ini.

"Hhhghhhh enak banget Aya....." desah Dani, aku tersenyum mendengarnya. Kuraih bibirnya dan kukecup lembut.

"Sayang banget sama kamu" kata Dani sambil mengelus pipiku, entah kenapa aku sangat tersentuh mendengar perkataannya.

"Emmm aku juga...."

"Oh iya!" tiba-tiba raut wajahnya berubah seperti teringat akan sesuatu. Dia merebahkan kepalaku ke kasur dan langsung berdiri mengambil handuk dan celana.

"Kenapa?" tanyaku.

"Ini giliranku ke kota Ay, sama Sandi dan Anin" balasnya.

"Hehe maaf ya Dan, kita jadi keasyikan gini" jawabku lemah.

Singkatnya dia sudah berpakaian lengkap dan mengambil tas besar yang letaknya tak jauh dari kasur. Dia kembali mencumbu bibirku dan kubalas perlakuannya.

"Hati-hati....." kataku kepadanya.

"Kamu istirahat ya sayang, hehe"

*****

Dino

GGRRHHHHHHH GGRRHHHHHHAAHHHH

Wanita itu terus melihatku dari luar pagar, ia terlihat lemah, pakaiannya lusuh dan berlumuran darah yang aku yakin itu darah mayat hidup. Mayat-mayat yang mengerubungi pagar itu tidak menyadari ada sosok wanita di tengahnya.

"Dino, kita harus menolong dia" teriak Gaby sambil menarik-narik tanganku.

"Jangan Gab, terlalu berbahaya" aku menolaknya.

"Tapi Din, dia butuh pertolongan" Gaby terlihat panik melihat kerumunan mayat yang jumlahnya semakin banyak. Mungkin aku harus menolong perempuan itu, namun aku juga harus menanggung resiko saat menolongnya.

Perempuan itu tampaknya sadar kalau penyamarannya mulai tercium oleh mayat hidup di sekelilingnya. Ia bergerak mundur dan mencabut sebuah pisau belati dari punggungnya, ia menebas beberapa kepala mayat itu hingga tewas namun tubuhnya seperti lemas dan aku baru sadar kalau kakinya terluka.

"Ah, sial. Gab, pistolmu" kataku kepada Gaby. Ia mengerti dan melemparkan pistol berperedam kearahku. Sebenarnya aku bisa menggunakan revolver yang selalu tersimpan di sakuku namun suara hentumannya cukup keras dan beresiko.

"Gab, kamu coba alihkan perhatian mayat itu pakai pisau atau apalah gitu. Biar aku yang menolong wanita itu keluar"

"Dino, hati-hati" kata Gaby, aku hanya mengangguk.

Aku berlari menuju pintu gerbang, kubuka beberapa gembok disana dan langsung membuka pintu itu. Kugenggam pistol berperedam itu di tangan kananku dan pisau besar di tangan kiriku untuk bersiap melawan beberapa mayat hidup diluar. Kuberanikan maju kearah kerumunan mayat yang sedang menyerang wanita itu. Dia tampak kelelahan melawan mereka.

SRAKKKK

SRAKKKK

PEW

Selain tebasan demi tebasan yang kulancarkan kearah mayat itu sesekali kutembakkan pistol Gaby kearah mayat yang tak bisa kujangkau lewat pisau ini. Wanita itu melihatku dengan tatapan kosong, pisaunya sudah jatuh ke aspal. Tubuhnya mulai oleng.

Brukk

Dia jatuh, aku langsung bergerak menuju kesana. Tapi sialnya karena kurang hati-hati aku nyaris diterkam oleh mayat hidup, aku langsung menghindarinya dan menembakkan satu peluru kearah kepala mahkluk itu.

TENG TENG

TENG TENG

Kudengar suara seperti besi beradu, aku tahu Gaby mulai menjalankan perintahku untuk mengalihkan perhatian mayat hidup. Wanita itu tampaknya pingsan. Kuangkat tubuhnya beserta tas dan senjata laras panjangnya dan dengan cepat aku berlari kembali menuju pintu gerbang. Gaby sudah menungguku disana.

"Gab, bawain tas sama senjatanya" kataku.

"Iya Din"

"Jangan lupa kunci lagi pintu gerbangnya. Ini kuncinya" kulemparkan kunci gembok kearah Gaby dan menguncinya sesuai perintahku.

Aku berlari kecil menuju bangunan utama tempat kawan-kawan kami tinggal. Jaraknya hanya sekitar 300 meter dari pintu gerbang. Bau anyir dari bajunya menyeruak masuk ke indera penciumanku namun bisa kuabaikan karena sudah terbiasa. Singkatnya kami sudah sampai dan langsung kupanggil si Aya.

"AYA! AYAA!"

"Iya Din" dia langsung menghampiri kami. "Ini siapa Din?"

"Nanti kujelaskan. Sekarang kau harus menolong dia Ay" kataku. Aya mengangguk. Singkatnya kutaruh wanita itu di kamar Aya. Dia langsung mengecek seluruh badan wanita itu apakah ada luka gigitan atau tidak. Untungnya hal itu tidak ditemukan di tubuhnya.

"Din, Gab. Kalian temukan cewek ini dari mana?" tanya Aya.

"Di depan pagar Ay, dia diserang oleh mayat-mayat disana" kata Gaby.

"Oke, ada luka di kakinya tapi bukan luka gigitan. Gab, bawain kotak obat di gedung utama sama perban"

"Oke"

*****

Aku melihat wanita asing itu dirawat oleh Aya. Kakinya yang terluka sudah tertutup perban, ia masih pingsan.

"Aya, gimana kondisinya?" tanyaku.

"Dia sepertinya kecapekan Din. Dia mungkin butuh beberapa hari untuk memulihkan kondisinya" kata Aya sambil memeriksa tubuh wanita itu.

"Din" tiba-tiba Galang sudah ada di sampingku dan melihat wanita itu.

"Dia siapa dan dari mana kamu temukan dia Din?" kata Galang kepadaku.

"Aku sama Gaby menemukan dia di depan pagar Lang, dia nyaris saja diterkam sama mayat-mayat itu dan aku menolongnya" jelasku kepada Galang. Dia mengangguk.

"Oke, lakukan apa yang kau harus lakukan Aya, pastikan dia baik-baik saja. Nanti setelah dia sudah baikan kita bisa lepaskan dia"

"Lah, kenapa Lang?" tanyaku tidak mengerti

"Ini bukan tempat penampungan orang lain Din, ini tempat kita" kata Galang menatapku. Aku mengerti dia tidak ingin tempat ini dimasuki orang asing.

"Tapi Lang, dia wanita. Dia gak mungkin bisa bertahan hidup di luar sana. Aku rasa kita bisa terima wanita ini bergabung ke kelompok" sanggahku.

"Gak mungkin Din, buktinya kau lihat dia bisa berbaur di tengah mayat hidup. Itu berarti dia bukan orang biasa. Dia sangat paham cara bertahan hidup. Dan dia membawa senjata api laras panjang"

"Dino benar Lang, kita terima saja wanita ini. Hitung-hitung dia bakal berguna di kelompok kita" sanggah Aya.

"Hmmm baiklah untuk saat ini dia akan tinggal bersama kita. Tapi kalian tetap awasi dia"

*******

Aku dan Aya hanya terdiam saja melihat tubuh wanita asing itu.

Mata wanita itu terbuka perlahan dan seperti bingung. Tiba-tiba saja tanganku dicengkram erat sekali olehnya dan sepertinya dia mencari-cari benda di sakunya.

"Siapa, siapa kamu??" kata si wanita, matanya terlihat buas menatapku.

"Hei, hei. Aku tak akan menyakitimu" kataku menenangkannya. Namun wanita itu masih mengenggam tanganku kuat.

"Kami sudah selamatkan kamu dari mayat hidup di pagar tadi, jadi tolong lepaskan tanganku"

Ia sudah tenang saat mendengar perkataanku, dia memegang kepalanya dan berusaha untuk berdiri dari kasur.

"Ughhhhh"

"Kamu jangan berdiri dulu" kata Aya memegang bahu wanita asing itu. Dia kembali berbaring sambil matanya melirik kesana sini.

"Aku dimana?" tanyanya.

"Di lapangan golf, tempat kita bermukim sekarang" jawabku. Dia hanya melirikku saja.

"Lapangan golf? Uhuk uhuk"

"Ay, ambilin minum" kataku kepada Aya yang dibalas dengan anggukan, dia menyodorkan gelas berisi air dan memberikannya kepada wanita asing itu. Dia meneguk air itu sampai habis.

"Siapa namamu?" kataku kepadanya.

"Namaku Rachel" jawabnya lemah.

"Oke Rachel, Aku Dino, dan ini Aya" kataku. Aya tersenyum sambil men-dadah tangannya.

"Jadi, bagaimana ceritanya kamu bisa sampai disini?" tanyaku, namun wanita bernama Rachel itu kembali memegang kepalanya.

"Jangan ditanyain dulu lah Din, mungkin kepalanya masih pusing" sanggah Aya. "Kamu istirahat dulu aja Rachel, nanti kalau kamu udah baikan bisa ngobrol-ngobrol sama kita"

Rachel hanya mengangguk dan mencoba untuk memejamkan matanya. Aku dan Aya segera meninggalkan kamar ini dan membiarkannya beristirahat.

"Oh iya. Aya, kasihkan pakaian buat dia jangan lupa"

"Oke siap"

Sore harinya, Rachel sudah lebih baik kondisinya. Aya sedang memeriksa luka di kakinya dan mengganti perban.

"Lukanya gak usah dijahit kok, mungkin beberapa hari lagi udah kering, tinggal rutin ganti perban aja" kata Aya.

"Emmm, terima kasih...."

"Hehe itu sudah tugasku kok" balasnya.

Rachel mencoba untuk berdiri dari tempat tidur namun tampaknya ia masih kesulitan dan mengaduh karena lukanya. Aku memegang tubuhnya bermaksud membantunya.

"Jangan berdiri dulu Rachel, it's okay" kataku kepadanya.

"Aduhh, iya maaf" balasnya.

"Oke, kamu tiduran lagi aja" kataku.

Rachel merubuhkan tubuhnya ke tempat tidur, dia melontarkan senyum kearahku. Jujur sih senyumannya manis sekali. Ya bisa dibilang dia menempati posisi kedua untuk senyuman termanis versiku, setelah Citra di posisi pertama dan Gaby di posisi ketiga. Mataku mulai memindai setiap jengkal tubuh Rachel, entah karena pakaian pemberian Aya, lekuk tubuhnya cukup jelas bahkan buah dadanya ternyata cukup besar dan membusung, kontras dengan pakaian berwarna putih itu. Sialan, pikiran mesumku mulai terbit.

Agh, kurasakan tanganku dicubit oleh Aya. Sial. Bagaimana dia bisa tahu?

"Gak usah mikir macem-macem" bisiknya kepadaku. Aku diam saja menahan sakit.

"Kenapa Aya?" Rachel tampaknya tahu apa yang dilakukannya.

"Hehe gak apa-apa"

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Galang dan Gaby masuk ke dalam kamar.

"Hei, dia sudah sadar?" tanya Galang kepadaku.

"Iya Lang"

Galang duduk disebelahku, aku tahu dia akan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada Rachel.

"Jadi, nama kamu siapa?" tanya Galang memulai "interogasi" nya.

"Rachel" dia tampak ketakutan menjawab pertanyaan Galang. Aku mendekatinya dan mengusap bahunya.

"Tidak apa-apa Hel, kita tak akan menyakitimu. Kamu hanya harus jawab pertanyaan dari kami, oke?" kataku. Rachel mengangguk.

"Lalu, bagaimana ceritamu saat diluar sampai kamu bisa sampai kesini?" tanya Galang.

"Aku... aku berasal dari Jakarta sebelum wabah ini terjadi, aku seorang mahasiswi pada waktu itu. Saat wabah terjadi, keadaan sangat sangat kacau. Mayat-mayat hidup menyerang banyak orang, polisi dan militer bahu-membahu berusaha melawan mereka namun mayat itu berhasil mengalahkan mereka. Orang tuaku sudah tiada saat itu dan tinggal adikku saja saat bersamaku. Awalnya kami akan dievakuasi ke Kalimantan lewat jalur udara, aku dan adikku bersama dengan orang-orang yang selamat dievakuasi oleh militer ke bandara Halim. Namun tempat itu dengan cepat dikuasai oleh mayat hidup, suasana saat itu benar-benar mengerikan. Tentara kewalahan melawan mereka, beruntung kami dapat meloloskan diri dari tempat itu dan bergabung bersama kelompok militer menuju Bogor" jelas Rachel. Aku mendengarkan dengan seksama.

"Tetapi saat perjalanan ke Bogor, konvoi kami diserang oleh mayat-mayat hidup. Aku dan adikku terpencar dari tentara-tentara itu, akhirnya kami terpaksa bertahan hidup dari kota ke kota lain. Hingga akhirnya kami sampai ke Bandung yang sudah menjadi kota mati. Saat itu juga aku kehilangan adikku...."

Tangis Rachel pecah saat menyebut adiknya. Aku berusaha untuk menenangkannya sambil memberikan isyarat kepada Galang untuk menghentikan interogasinya.

"Lang, cukup. Kita sudah dengar semuanya" kataku kepada Galang. Dia tampak menyesal sudah menanyakan hal sensitif kepadanya.

Rachel mengusap air matanya dan mulai menenangkan diri.

"Kamu sekarang adalah bagian dari kelompok kami. Kami saling membantu satu sama lain untuk bertahan hidup dan membangun kehidupan baru disini" kataku.

"Barang-barangku....." Rachel berkata lirih kepadaku.

"Itu aku taruh disana. Jangan khawatir"

Kuhampiri Gaby yang sedang berdiri didepan pintu. Kuminta dia untuk membawakan beberapa makanan untuk Rachel. Dia mengangguk dan langsung keluar dari kamar.

"Kamu temani dia malam ini Ay, pastikan kondisi dia baik-baik saja" kataku kepada Aya.

"Oke Din"

******

Malam sudah semakin larut. Mungkin kalau diartikan dalam satuan waktu, sekarang waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Aku sedang melamun melihat api unggun yang masih menyala, dan tentu saja sambil mengisap batang rokok dengan ditemani secangkir kopi hitam. Aku memang sangat suka menyendiri saat malam hari, semenjak kami tinggal di lapangan golf ini aku sering berjalan-jalan mengitari pagar, duduk santai di bangunan utama yang bertingkat dan lain sebagainya. Ya bisa dibilang aku juga melakukan jaga malam alias "ronda" walau ada jadwal yang sudah kami buat siapa yang akan jaga malam. Aku, Galang dan Sandi yang sering melakukan tugas ini.

Teman-temanku sudah terlelap. Dan ini giliranku untuk berjaga malam hari ini. Tiba-tiba aku terkejut melihat Dila yang berjalan menuju kearahku dengan mengenakan jaket hitam dan celana training.

"Dino" sapanya dengan raut muka masam. Aku tahu dia pasti sebal karena melihatku sedang merokok, haha.

"Kok gak tidur Py?" tanyaku.

"Gak tau Din, kayaknya aku lagi susah tidur" jawabnya sambil duduk agak jauh dari posisiku.

"Citra udah tidur?"

"Udah, lelap banget dia tidurnya" jawabnya datar.

"Ohh oke"

"Din, kenapa kamu care banget sama Citra?" tanyanya. Aku langsung menoleh kearah mukanya, terkejut.

"Emm kenapa kamu tanya begitu?" tanyaku heran.

"Ada something special ya diantara kalian?" dia bertanya balik. Aku sedikit khawatir mendengarnya, apa mungkin dia tahu hubunganku dengan Citra? walau itu sebenarnya bukan masalah buatku karena hubunganku dengan Dila tidak sama seperti dulu.

"Aku dan Citra cuma sebatas teman, Dila" jawabku tegas, namun "sedikit" tidak jujur. Dalam hatiku terdapat dilema yang teramat sangat. Jujur, hanya sekali aku merasakan jatuh cinta sebelum ini terjadi dan itu adalah saat bersama Dila. Aku berusaha untuk dekati dia namun Dila sedikit menggeser tubuhnya menjauhiku.

"Bau rokok, ah!"

"Eh iya lupa hehe" kuminum kopi hitam yang sudah mulai dingin itu hingga habis. Rasa kopi ini sedikit menetralisir aroma rokok dalam mulutku.

"Aku juga care sama kamu Dila" kataku. Dila menatap mataku dalam. Kami hanya terdiam sambil menatap mata.

"Iya Din aku memang kalah jauh sama Citra. Dia bisa pakai senjata api, senjata tajam, bisa melawan mayat-mayat itu. Sedangkan aku hanya seorang penakut yang suka bersembunyi di belakang punggung....." kata Dila.

"Hei, jangan ngomong seperti itu...."

"Tapi itu kenyataannya, Dino. Aku memang penakut"

"Enggak. Kamu hanya belum terbiasa dengan semua ini. Citra juga awalnya sama seperti kamu, butuh proses" sanggahku. Dila terus menatapku.

"Yang kamu butuhkan sekarang adalah buang jauh-jauh rasa takutmu, manusia selalu bisa beradaptasi dengan lingkungan separah apapun Dila. Kamu harus sadar itu"

Dila menunduk dan mengusap-usap kedua tangannya. Tampaknya dia kedinginan walau sudah berada didekat api unggun.

"Melihat si Citra bisa melawan mayat itu bikin aku iri, Dino...."

"Hehe sifatmu gak pernah berubah ya" balasku. Sifat tak mau kalah yang dimiliki oleh Dila yang membuatku semakin kagum padanya. Aku kembali teringat saat masa-masa kuliah dulu.

Dila hanya terdiam dan mengusap-usap rambut panjangnya.

"Kenapa Py?" tanyaku kepadanya. Dia langsung menatapku dalam.

"Kira-kira aku bisa melawan dunia ini enggak?" kata Dila. Kalau kulihat dari matanya yang sedikit membesar, dia berkata dengan sungguh-sungguh.

"Pasti bisa dong. Kita akan lawan dunia ini bersama-sama hehe" kataku sambil mengacak-acak rambutnya dengan gemas. Dila mengangguk dan tersenyum. "Harus yakin!"

"Iyah.... Aku akan lawan dunia ini Din. Aku janji" dia sedikit lantang berkata seperti itu dan membuatku tertawa dalam hati. Inilah Dila yang kukenal.

"Hehe sini pakai janji kelingking" kataku sambil medekatkan tanganku dan mengangkat jari kelingkingku kearahnya. Dila langsung membalasnya.

"Kita akan lawan dunia ini bersama-sama, Dila....."

Melati

Ah, akhirnya kelar juga menulis buku harian ini. Aliran sungai terlihat cukup tenang tidak seperti hari2 sebelumnya yang deras karena hujan lebat, sehingga aku bisa duduk manis di tepi sungai. Sesekali kupandangi aliran sungai ini, terkadang aku mendengar suara burung berkicau, menimbulkan kesan tenang. Aku sangat menikmatinya.

Saat mereka sedang sibuk, aku suka menyendiri disini untuk menenangkan pikiran.

"Mel" aku langsung menoleh kearah sumber suara. Ternyata Fidly memanggilku, dia membawa senjata seperti busur panah yang aku tak tahu namanya.

"Fidly"

"Boleh temenin kamu?" tanyanya. Aku tersenyum.

"Iya boleh" dia duduk disampingku sambil menaruh senjatanya. Aku penasaran dengan dia.

"Emm, kamu habis ngapain Fid?" tanyaku.

"Jalan-jalan aja Mel, siapa tahu ada binatang yang bisa dimakan di sekitar sini" jawabnya santai.

"Hah? emang ada?" tanyaku lagi.

"Ya siapa tahu ada ayam liar disini haha. Kalau ada kan lumayan bisa dimakan" tawanya.

"Kamu emang bisa cara masaknya?"

"Bisa kok, gampang. Saat dulu aku udah terbiasa hidup liar di hutan, jadi hewan apapun aku bisa makan"

Aku tertegun mendengarnya. Fidly benar-benar bisa beradaptasi dengan lingkungan sekarang. Sedangkan aku sendiri masih bisa dibilang penakut dalam hal ini. Dalam hatiku aku merasa iri padanya.

"Apapun? contohnya apa aja Fid?" tanyaku penasaran.

"Sebagian besar dulu ikan, ayam liar, tupai. Bahkan ular juga pernah"

Aku langsung merasa geli saat Fidly berkata "ular". Ya, aku sangat takut dengan hewan itu.

"Hiiii"

"Hehe kenapa Mel? enak loh dagingnya" kata Fidly.

"Aku takut banget sama ular"

Fidly tertawa mendengar perkataanku. Cara tawanya lucu banget, serius.

Setelah beberapa menit ngobrol, kami terdiam menatap air sungai yang tenang itu.

"Yaudah Mel, aku mau ke hutan sana. Nyobak nyari binatang yang bisa dimakan" kata Fidly sambil berdiri dan mengambil senjatanya.

"Aku ikut" kataku.

"Hmmmn yakin Mel?"

"Iyah Fid, aku penasaran lihat kamu nangkep binatang" kataku antusias.

"Yaudah yuk"

Singkatnya aku dan Fidly tiba di sebuah hutan kecil yang letaknya tak jauh dari lapangan golf ini. Walau kecil hutan ini cukup rimbun daun-daunnya, sesekali aroma oksigen tercium tajam disana-sini. Fidly mengenggam senjata yang mirip panah itu, kepalanya terkadang menoleh kekiri dan kekanan.

"Gimana Fid?" tanyaku.

"Hmmmmm" Fidly hanya bergumam saja. Matanya tampak waspada melihat sekeliling.

Kami terus berjalan mengitari hutan itu. Sebenarnya aku mulai bosan dan ingin kembali namun rasa penasaran ini mengalahkanku. Tiba-tiba langkah kaki Fidly terhenti. Dia mengangkat senjata panah itu dan mulai membidik. Aku hanya terdiam sambil berjongkok mengikuti gerakan Fidly.

"Fid...."

"Ssstt jangan berisik" sanggahnya. Aku mengerti dan kembali terdiam. Dia mengambil gerakan siap menembak panah itu.

Dia mulai menembakkan panah itu kearah seekor ayam yang letaknya cukup jauh dari tempat kami. Tepat sasaran, ayam itu langsung jatuh tersungkur dengan anak panah menancap di lehernya. Aku gemetar melihat ayam itu tertancap panah.

"Hehe dapat ayam Mel" kata Fidly.

Aku terdiam dan menutupi wajahku dengan tangan.

"Jangan dilihat Mel, aku mau potong ayamnya dulu. Kamu tetap disini ya" kata Fidly, aku hanya mengangguk dan masih menutup wajahku.

Singkatnya kami kembali ketempat tinggal teman-temanku. Fidly membawa ayam yang kepalanya sudah lepas itu dengan santai, aku masih tak berani melihat ayam itu.

"Hehe takut ya kamu?" kata Fidly.

"Iya Fid, ini pertama kalinya aku lihat ayam dipotong" jawabku.

"Hehe ayam ini enak loh kalo udah dimasak, buat makan malam kita"

******

Malam harinya kami makan bersama di luar mengelilingi api unggun, sama seperti sebelumnya. Aku baru sadar kalau ada orang baru disini, kulahap ayam bakar yang ditangkap Fidly tadi dengan lahap. Dia benar, ayam ini sungguh lezat. Bahkan aku ingin sekali nambah namun aku sadar ada teman-teman yang juga membutuhkan ayam ini.

Aku berjalan mendekati wanita asing itu dan duduk disebelahnya. Dia sedikit terkejut saat melihatku.

"Eh, hehe kita belum kenalan" kataku. Wanita asing itu hanya mengangguk. "Namaku Melati"

"Rachel"

"Nama lengkapku juga ada "Rachel" nya hehe, tapi nyebutnya "Rahel" "kataku kepadanya. Ia mulai tersenyum.

"Masak sih? Haha"

"Iya beneran. Oh iya, kamu kok bisa disini?" tanyaku.

"Dino sama Gaby yang menolongku kesini" kata Rachel.

"Kak Dino, kak Gaby orangnya baik Hel, kamu beruntung bisa disini hehe"

"Makasih Melati hehe"

Setelah acara makan malam, kak Galang mengumpulkan kami diluar, sepertinya dia mau ngomong sesuatu ke kita.

"Teman-teman. Kita ada orang baru disini, kalian sudah tahu kan siapa. Rachel akan tinggal bersama kita dan saling membantu membangun tempat ini" kata Kak Galang. Menurutku dia pantas sekali menjadi pemimpin grup ini.

"Makasih atas semuanya, aku tak tahu harus membalas apa untuk kalian" kata Rachel.

"Kau bergabung bersama kami Rachel, aku harap kamu bisa akrab satu sama lain dan saling membantu. Dan untuk sekarang kita bukanlah teman, kawan atau sahabat......."

"Kita adalah keluarga......"

CREDITS ROLL


Waktu sudah menunjukkan tengah malam, semua orang dalam lapangan golf sudah lelap tertidur, tempak seorang wanita sedang berjalan pelan menuju depan pagar lapangan. Sesekali ia menoleh kearah kanan-kiri untuk memastikan kondisi aman. Wanita itu mulai menggali tanah yang sudah ia kasih tanda beberapa waktu yang lalu. Setelah cukup lama menggali, ia mengambil sebuah benda yang terlapisi oleh kain, wanita itu melepas kain tersebut dan tampak sebuah benda elektronik dengan antena menempel diatas benda itu. Radio walkie talkie.

Tampaknya wanita itu sempat ragu untuk menghidupkan radio walkie itu.

".............."

".............."

"Ha.... halo?" wanita itu berkata sambil mendekatkan perangkat itu ke mulutnya.

"Ya? gimana?" tampak suara keluar dari speaker pertanda jawaban itu dibalas.

"Aku ingin bicara dengan dia" kata sang wanita.

"Oke"

Setelah menunggu sekitar satu menit radio itu kembali berbunyi. Sang wanita menekan tombol receive supaya suara itu dapat terdengar.

"Well, halo cantik....." terdengar suara laki-laki.

"Bagaimana misi kamu disana? lancar?"

"Emmm, iya" balas sang wanita datar.

"Ada berapa orang disana?"

"Tiga belas"

"Hmmm oke, mereka punya banyak senjata?" tanya sang laki-laki.

"Aku rasa begitu, mereka tampaknya cukup mahir menggunakan senjata api"

"Hahaha, gak salah aku milih kamu. Baiklah Rachel sayang, kamu tetap disana selama 3 hari. Setelah itu kamu harus kabur dan jangan sampai orang-orang disana tahu. Aku sudah kangen sama bokong kenyalmu itu hahaha....."

Wanita itu terdiam sejenak. Perkataan dari laki-laki itu jelas melecehkannya. Ingin sekali ia mengumpat kasar kepadanya.

"Tapi.... setelah ini berakhir, adikku akan kau lepas kan?" tanya sang wanita bernama Rachel itu.

"Deal is deal, sesuai janjiku" kata sang laki-laki.

"Dan akan kamu apakan mereka ini?"

Radio itu membisu, tampaknya si laki-laki sedang berpikir.

"Kamu hanya mengamati mereka saja, untuk kedepannya..... well, let's see haha. Oke kita sudahi dulu, kamu harus kembali"

Wanita itu mengangguk dan berkata.

"Iya, boss"
Kerennn Kerenn...
 
Tribia lagi

1. Who are you dalam bahasa..... Eh, gak usah deng ya udah pada tahu haha.
2. Penampilan perdana Rachel di series ini secara full, gak setengah-setengah
3. Happy graduation Melati dan Pucchi, semoga cepat sembuh cederanya. I know, itu bakal terjadi kok dan udah siap aja (jujur, ane pens Melati). Jadi keinget pembalap MotoGP yang terpaksa harus pensiun dini karena cedera yang dialaminya.

Jorge Lorenzo.

Sebenarnya ane mau masukkan Casey Stoner (dia pensiun lebih muda lagi, 27) namun dia lebih dikarenakan sudah tak tertarik balap motor (dan regulasinya yang dia anggap unfair pada waktu itu). Dan kalau Stoner gak pensiun bisa jadi Marquez gak balap di tim Honda kan? Dan mungkin gak bakal dominasi kayak sekarang hehe.

Dan perlu diketahui, Lorenzo adalah satu dari 3 pembalap yang selalu bikin susah Marquez, setelah Rossi dan Dovizioso. Lah, Alex Rins sama Fabio Quartararo gak masuk? enggak, Fabio kalah mulu dan Rins baru sekali menang duel (Silverstone 2019)

Lorenzo pensiun di umur 32, termasuk masih kompetitif untuk balap motor (Rossi aja sekarang 41). Pembalap yang sering banget jatuh saat balap, seringnya sampai motornya ancur bahkan pernah jarinya sampai putus, sampai dijuluki Iron Man karena banyaknya pin yang terpasang pada tulangnya. Tapi dia tetap tak menyerah dan terus membalap bahkan masih bisa juara dunia (2015, well sakit juga sih si Rossi gak jurdun waktu itu hehe), namun namanya fisik manusia selalu ada batasannya dan di tahun 2019 kemarin, dia menyerah. Menyerah dalam arti karena vonis dokter yang menyatakan bahwa fisiknya sudah lemah bahkan untuk menikung saja dia sering menahan sakit.

Ya, saat di Honda selain keteteran karena gak bebas setting motor sesuai stylenya (settingannya mengikuti si Marquez yang jelas-jelas riding stylenya beda jauh) juga karena cederanya itu.

Hhhhh tiba-tiba malah bahas MotoGP wkwk
Tapi gak apa-apa deh. Cerita sebelah biasanya bahas bola kok.

Kalau Formula One gimana? gak ada yang cedera kayak gitu gab?

Oh hampir gak ada kok, mobilnya super aman banget bahkan sampai mobil guling-guling pun pembalapnya masih bisa keluar dari mobil sehat walafiat hehe. Ya walaupun ada yang tewas juga karena nabrak traktor.

Mau bahas Formula E. Tapi.... ya gitu deh. Never mind....

Oke, jadi ane tetap mempertahankan Melati di cerita ini despite udah grad, story arc-nya sendiri dimulai di episode ini. Jadi semua tokoh baru di Part 2 ini udah jadi mantan semua wkwk (Melati, Rachel, TBA). Lagian sooner or later, semua tokoh di cerita ini bakal jadi mantan semua ;)

Gws Pucchi and Melati.

4. Mungkin episode2 yang akan datang ada adegan kekerasan yang bisa dibilang lumayan lah. Ane peringatkan sekarang aja biar gak nyesel hehe.
5. Karakter Rachel diambil dari Juliet Burke (Lost)
6. Pertama kalinya adegan ena-ena diambil dari sudut pandang cewe dan cowok selain Dino. Ane baru pertama kali pakai ini dan mungkin masih banyak kekurangan hehe

Happy reading and have a nice day gab :)

mirip cerita walking dead yg episode penjara ini ya hu? Wa paling suka pas part penjara ini krn byk masalahnya.

Kalo bisa salah satu cewe dibikin hamil aja hu. Biar ada problemnya. Saran sih anin, krn paling nakal. Hehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd