Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Buah Dari Masa Depan by Nona Violet

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
4211440.gif


Dan Aga terhipnotis wajah cantik polos tanpa make up didepannya itu. Kecantikannya juga berlipat ganda karena senyuman yang tidak pernah Aga lihat sebelumnya. Boleh kan kalau Aga jatuh cinta padanya?


'Krieett...' Pintu ICU terbuka.


Keduanya menoleh kearah suara, tak sabaran mereka berdua berdiri saat Dokter bermata cokelat keluar dari ruangan tempat Ryuki dirawat.


"Dokter?" wajah Ruby terlihat cemas, begitu juga dengan Aga. Menunggu apa yang akan dikatakan wanita berpakaian serba putih didepannya itu.


Tersenyum seolah menyadari kekhawatiran kedua remaja ini. "Tuan dan Nyonya Nugraha, putra anda sudah tidak apa-apa, tidak usah khawatir, hal ini sering terjadi saat balita demam tinggi." terang Dokter, seketika wajah Ruby berubah lega. "Tapi untuk memulihkan tubuhnya, putra anda harus menginap disini mungkin untuk satu sampai dua malam. Itupun kalau tuan dan nyonya bersedia." lanjutnya menerangkan.


"Syukurlah..." ucap Aga dan Ruby bersamaan.


"Kalau itu yang terbaik untuk kesehatan putra kami, kami setuju melakukan apa saja," jawab Aga yakin, di amini dengan anggukan Ruby yang artinya dia juga setuju.


"Hm..baiklah kalau begitu, kami akan segera memindahkan putra anda keruang rawat khusus bayi, " Dokter itu tersenyum kembali.


"I-iya Dokter silahkan," balas Ruby.


---***---​


Sekarang Ryuki telah dipindahkan diruang rawat khusus bayi. Ruang rawat VVIP dengan wallpaper bergambar Doraemon, sebenarnya kamar itu lebih mirip kamar anak pribadi daripada disebut ruang rawat.


Memang Aga yang sengaja memilihkannya, ia ingin Ryuki merasa nyaman seperti dirumah. Ia dan Ruby juga yang menjaga Ryuki bersama, Aga berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga Ryuki sampai bayi itu benar-benar sehat.


Walau terlihat canggung dan enggan berbicara banyak, tapi keduanya terlihat kompak merawat Ryuki. Saling membantu dan berkerja sama. Saat Ryuki mengompol, Aga yang bertugas mengambilkan diapers dan membuangnya, Ruby yang memasangkan dan membersihkan. Begitu juga saat Ryuki menangis dan ingin digendong, mereka bergantian melakukannya.


Saat ini Ruby duduk dikursi disamping ranjang Ryuki, tak sengaja tertidur dan menopangkan kepalanya diranjang Ryuki.


Sedangkan Aga berbaring disofa, membuka beberapa pesan dari Arslan, kemudian melirik sebentar kesampingnya. Ternyata Ruby yang membelakanginya tengah tertidur dengan posisi seperti itu.


Kemudian Aga memasukan ponsel itu kesaku celananya, ponsel yang sedari tadi ia mainkan untuk sekedar melihat email dan blognya membuang waktu. Dirinya kemudian bangun, berdiri dan berjalan menghampiri Ruby, bermaksud membangunkan Ruby dan memintanya pindah ke sofa.


Aga memandangi sebentar wajah Ruby yang tengah tertidur, manis dan tenang. Lalu atensinya berpindah pada sesosok mungil copy-an dirinya dengan infus ditangan kecilnya, bayi kecil itu juga tertidur dengan manisnya, hal itu membuat Aga sedikit tersenyum. Yah... itu keluarga kecilnya.


Mata birunya berpindah lagi menatap Ibu dari anaknya itu, tangan kokohnya kemudian terjulur dengan ragu menyentuh helaian lembut Ruby. Mengusap pelan agar si empunya tidak terusik, Aga ingat betul semua kesalahannya pada wanita cantik yang kini jadi Istrinya ini. Dinodai sampai tak diakui kehamilannya oleh dirinya, sekarang sesosok cantik itu berada disini, tidur dengan posisi yang tidak nyaman, itu karena menjaga lelaki mungil yang hadir karena kesalahannya juga.


Aga ingin sekali meminta maaf dan memeluk wanita ini, kemudian berjanji akan menebus semua kesalahannya. Karena kini ia sadar, dirinya telah jatuh cinta pada wanita didepannya itu. Iya dia tau, perasaannya selama ini yang membuatnya terus mengingat Ruby bernama cinta.


Sadar akan tujuan sebelumnya, Aga menghentikan aksi mengagumi kecantikan Ruby dan menarik tangannya dari rambut Ruby. "R-ruu? Ruby bangunlah.." Aga mengguncang pelan pundak Ruby, membangunkannya.


"Ummh.." Ruby bergerak, mengerjapkan matanya sebentar kemudian terduduk dengan malas.


"Maaf membangunkanmu," sesal Aga pelan.


"Hhh...ada apa? " mengucek kedua matanya dengan punggung tangan, Ruby bertanya dengan suara yang menunjukan bahwa dia masih sangat mengantuk.


"Kau pindahlah ke sofa, biar aku yang menjaga Ryuki disini," ucap Aga penuh perhatian.


"T-tidak usah," Ruby menolak halus, wajahnya masih sayu.


"Ayolah... kau tidak boleh lelah, siapa yang akan merawat Ryuki kalau kau juga tidak sehat, aku tidak mungkin bisa?" kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Aga. Tidak tau kenapa dirinya sedikit pintar kali ini.


"Tapi..."


"Sudahlah, tidur saja disana. Nanti kalau Ryuki sudah bangun, aku akan membangunkanmu." lanjut Aga sedikit memaksa.


Kalau dipikir memang ada benarnya, Ruby memang merasa sangat lelah, kalau dipaksa ia juga akan sakit. Lalu Ryuki tidak ada yang merawat. Dengan ragu Ruby berdiri. "Terima kasih Aga," ucapnya, tersenyum tipis. Dan lagi-lagi itu membuat Aga ingin pingsan, karena senyuman Ruby sangat manis.


Aga mengangguk salah tingkah. Ia juga berusaha menyembunyikan detak jantungnya yang tiba-tiba memacu keras. Lalu Ruby kembali bergerak, merendahkan tubuhnya kearah Ryuki, mencium kening Ryuki. Lalu ia berjalan kesofa melewati Aga yang mematung. Kemudian merebahkan dirinya disana.


Kemudian Aga duduk dikursi samping ranjang Ryuki menggantikan Ruby, mengusap pelan pipi Ryuki yang bersemu merah. Ia senang berada didekat Ryuki dengan restu Ruby. Bebas menyentuh dan mencium Ryuki, tidak perlu takut Ruby marah seperti yang sudah-sudah. Meski tak mau Ryuki sakit, dirinya merasa beruntung karena musibah ini membuatnya bisa dekat dengan puteranya.


'Tok..tok...tok'


Suara itu mau tak mau membuat Aga menoleh kesumber suara, sedikit bertanya-tanya siapakah gerangan yang datang.


'Tok...Tok...Tok' kembali suara itu terdengar.


Tidak mau seseorang itu menunggunya lebih lama, ia bangkit dan berjalan untuk membukakan pintu kamar ruang rawat Ryuki.


'Cklek, kriiieeettt...' pintu-pun terbuka berlahan, tak lama kemudian menampakkan seorang pria bermata sama dengan Ruby, bedanya tatapannya sangat tajam.


"Ga-gary?" Aga sedikit terkejut melihat Gary mengunjunginya. Bukan apa-apa, ia hanya sedikit gugup bertemu langsung sedekat ini dengan kakak sepupu Ruby yang terlihat tak suka padanya.


"Kenapa? Kau seperti melihat hantu?" sindir Gary menyadari Aga terkejut atas kedatanganya.


"Eh..tidak, maksudku bukan-"


"Aku datang menjenguk bayi Ruby!" potong Gary, tidak mau mendengar basa-basi Aga yang menurutnya sangat tidak penting.


"Eh.. masuklah, mereka sedang tidur." Aga mempersilahkan Gary masuk, dan memberi jalan.


Manik tajam Gary melirik sebentar kearah Ruby yang sedang tidur meringkuk dengan pulas, "Adikku sepertinya sangat lelah?" ujarnya dingin.


"Memang, dia menjaga Ryuki terus." jawab Aga canggung.


"Lalu kau tidur?" tebak Gary sinis.


"Tidak juga,"


"Hm, bagaimana keadaan Ryuki?" Gary berjalan ketempat Ryuki berada, diikuti Aga dibelakangnya.


"Dokter bilang Ryuki sudah tidak apa-apa." jawab Aga.


"Baguslah," timpal Gary cuek membuat suasana semakin tegang.


"Aku kira kau tidak menemani Ruby disini," kata Gary lagi, sambil mengusap rambut keponakanya yang lucu.


"E..t-tentu saja aku menemaninya, Ryuki sakit dan Ibu tidak ada," jawab Aga sekenanya.


"Jadi kalau Ibumu ada kau tidak akan menemani Adikku?!" tatapan tajam Gary pada Aga itu membuatnya merinding.


"Aaa...bu-bukan begitu,"


"Lalu apa?! Kalau kau berani menelantarkan Adikku, aku tidak akan segan-segan menghajarmu!" ancam Gary serius.


"Em...ehm iya." Jawab Aga susah payah menelan ludahnya.


"Baiklah, aku kesini hanya memastikan bahwa Ruby dan bayinya baik-baik saja," Gary mengalihkan tatapannya pada Ryuki. Tapi tetap saja aura yang mirip Henri itu menyelimutinya. "Aku akan pulang, kali ini aku berharap kau benar-benar bertanggung jawab kepada Adikku. Jaga dia dan keponakanku, atau kau akan kubunuh jika mereka tergores sedikit saja!" tambah Gary, hal itu sukses membuat Aga gelagapan ngeri.


"Heh'? aku mengerti!" jawabnya berusaha tegas dan yakin. Ia tak mau terlihat menyedihkan didepan Gary.


Lalu Gary beranjak, berjalan melewati Aga begitu saja sampai akhirnya keluar dan meninggalkan Aga yang masih cengo atas kedatangannya yang tiba-tiba.


"Haah... aku benar-benar tidak mengerti dengan kakak dan ayahmu itu Ruu!" Aga mendengus, mengacak rambutnya kemudian melirik Ruby yang tengah tertidur seperti seorang putri yang cantik.


Kemudian Aga kembali duduk ditempatnya, kursi disamping ranjang Ryuki.


---***---​


Pagi itu Ryuki sudah boleh pulang, bayi tampan yang tadinya gelisah dan terus menangis itu, kini sudah kembali tersenyum dan membuat orang-orang disekitarnya lega.


Ia tertidur tenang saat Ruby menggendongnya dan membawanya masuk kedalam rumah. Sebelumnya kedatangannya telah disambut oleh semua maid dan penjaga rumah, saat mobil mereka memasuki halaman depan. Mereka juga ingin mengetahui keadaan pangeran kecil Ruby.


"Syukurlah Nona, tuan muda Ryuki sudah sembuh." Nana yang merupakan salah satu maid keluarga itu menemani Ruby, berjalan disampingnya membawakan bawaanya menuju kamar.


Mereka berdua mulai menaiki tangga yang menghubungkan lantai satu dengan kamar Ruby. "Terima kasih Nana, ini berkat doa orang-orang yang mencintai Ryuki," jawaban penuh kebahagiaan itu membuat Nana ikut lega.


"Betul sekali Nona Ruby, dan maaf malam itu kami tidak tahu harus berbuat apa-apa." Nana merasa tidak enak dan sedikit bersalah mengingat kejadian malam itu, karena saat itu dirinya juga ikut panik dan tidak melakukan apa-apa.


"Tidak apa-apa Nana, lagi pula waktu itu yang kuingat adalah segera membawa Ryuki kedokter dengan cepat, jadi aku juga tidak terlalu berharap pada kalian karena kalian tidak ada yang bisa membawa mobil," ujar Ruby, tersenyum manis. agar Nana dan yang lainnya yakin dan tidak perlu merasa tidak enak.


Tak lama keduanya sudah berada didepan pintu kamar Ruby. "Hh...iiyaah, untung saja Tuan muda Aga cepat, syukurlah." Nana menghembuskan nafasnya lega. "Um..baiklah Nona, sebaiknya Nona dan Tuan muda Ryuki istirahat," Nana membukakan pintu itu, mempersilahkan Ruby masuk. Kemudian Nana meletakkan barang bawaan Ruby didepan lemari besarnya. "Kalau begitu, saya mohon diri Nona Ruby," pamit Nana dengan sopan, membungkukan badanya.


"Baik, terima kasih atas bantuanya Nana." balas Ruby, kemudian dia duduk diranjangnya bersama Ryuki.


"Jika nona butuh bantuan, saya dibawah."


"Iya baik..."


Lalu Nana berjalan keluar kamar Ruby, sedikit terkejut karena ia berpapasan dengan Aga didepan pintu Ruby, bahkan hampir saja menabraknya.


"Permisi tuan!" pekik Nana kaget.


"Iya silahkan," Aga yang juga sedikit kaget berusaha tersenyum ramah. Lalu ia menutup pintu dan berjalan mendekati Ruby yang sedang mengganti pakaian Ryuki.


"Sebaiknya jangan dimandikan dulu," kata Aga yang sudah berdiri disamping Ruby.


Ruby menoleh sebentar kesumber suara. "Tidak, aku hanya mengelap tubuhnya dengan tissu basah," jawabnya pelan. Bahkan ia tak pernah selembut itu pada Aga sebelumnya.


Aga senang Ruby menjawabnya dengan lembut seperti itu. "Oh...yasudah, kau sudah makan?" tanyanya penuh perhatian.


"Sebentar lagi, biar Ryuki tidur dulu," Ia sudah selesai mengelap Ryuki dan menyiapkan pakaian kecilnya.


"Emm...aaaoo...aauuh," Ryuki merespon suara Aga.


"Eh jagoan kecil, kau sudah sehat?" Aga mendekat, merangkak menaiki ranjang Ruby karena Ryuki sedang dibaringkan disana, kemudian Aga mencium pipi gembil Ryuki pelan, tidak peduli Ruby sedikit kesulitan memakaikan baju karena Ryuki terus bergerak karena tangannya meraih-raih wajah Aga.


"Aah..aauu..aahh..oou," seolah mengerti Ryuki terus bersuara.


"Hahaha... apa?" goda Aga melihat Ryuki sedang menatapnya dengan mata birunya yang kecil.


"Ah uh!" balas Ryuki tersenyum lebar-lebar.


Aga menaikan sebelah alisnya, sementara Ruby sudah berhasil memakaikan baju Ryuki. "Ayah? kau memanggilku Ayah?" Aga tertawa menggoda Ryuki yang berceloteh tidak jelas.


"Dia tidak memanggilmu Ayah!" Ruby sewot, tidak rela.


"Benarkah? Lalu apa katanya?" Aga melirik Ruby yang tengah memakaikan celana Ryuki.


"Dia bilang dia menyayangi Ibu," ucapnya.


"Benarkah? Darimana kau mengerti bahasanya?" tanya Aga lagi.


"Aku Ibunya! tentu saja aku mengerti!" jawab Ruby, kemudian ia selesai memakaikan celana Ryuki.


"Kalau begitu, aku juga Ayahnya, jadi aku juga mengerti," timpal Aga tak mau kalah, padahal mereka berdua sebenarnya tidak tahu kan apa yang dimaksud Ryuki.


"Kau menyebalkan Aga!" Ruby mulai sewot, mendelik menatap Aga disampingnya.


"Kau juga menyebalkan!" balas Aga dengan tatapan yang membuat Ruby sebal.


"Aah! Auuh..!" Ryuki meninggikan suaranya, seolah melerai kedua orang tuanya.


"Ada apa Ryuki? Kau mau gendong Ayah?" usapan lembut di dahi Ryuki itu membuat Ryuki mengerjapkan matanya.


"Dia hanya haus, bisa tinggalkan kami berdua? Aku akan menyusuinya," sahut Ruby, mengangkat tubuh kecil Ryuki kedalam dekapannya.


Aga menatap Ruby dengan tatapan yang tak dapat ia tebak. "Memangnya kenapa kalau aku disini? tidak usah malu, aku kan sudah pernah melihatnya, bahkan me-, eeh..." Aga menghentikan kalimatnya saat menyadari sepasang manik berwarna emerald tengah menatapnya dengan tatapan membunuh.


"Hehe..." Aga beringsut dari posisinya, "baiklah... baiklah aku keluar, 36 C cup!" lanjutnya, menyeringai mesum.


"B-Bodoh! jangan sok tahu!" cicit Ruby, wajahnya memerah malu.


"Memangnya berapa? Eh?"


"38!" timpal Ruby kesal.


"Wow Benarkah?" selidik Aga, wajahnya semakin mesum.


Dan sedetik kemudian.


"Agaaaaa!"


'Bugh!'


Bantal-pun sukses melayang kewajah tampan Aga. Dan secepat kilat Aga berlari keluar kamar, tertawa terbahak-bahak berhasil menggoda Ruby. Menyisakan semburat merah jambu dipipi putih bagai porcelain Ruby.


---***---​


"Aku senang lusa kita akan pulang, aku sudah tidak sabar menimang cucuku lagi." Kata Lisna bersemangat, sambil menata pakaianya dan Julian kedalam koper. Sedangkan suaminya itu hanya tersenyum, menyesap kopi-nya berdiri memandangi pemandangan malam dari jendela kaca besar mirip sebuah pintu. Mereka sedang berada dihotel mewah yang tak jauh dari menara Eiffel.


"Seharusnya kau tidak ikut kemari kan? Aku jadi tidak tega membayangkan Ruby dan Aga kerepotan mengasuh Ryuki," tanggap Julian sedikit menyesal.


Lisna tersenyum tipis. "Aku percaya Ruby bisa, makanya aku menemanimu. Lagi pula kan kalau aku dirumah pasti orang itu akan memintaku untuk mengurus perceraian Aga dan Ruby. Aku tidak mau, aku masih berharap Aga dan Ruby saling memaafkan." pandangan Lisna melembut, mengingat Aga dan Ruby yang tidak pernah akur, dan iya kepergiannya ke Paris bersama Julian hanyalah salah satu alasan menunda perceraian kedua remaja itu, Lisna dan Julian berharap Aga dan Ruby bisa saling dekat.


Julian tersenyum menatap Lisna yang duduk dipinggiran ranjang disampingnya berdiri. "Yaah semoga saja dalam waktu sebulan lebih ini mereka bisa akur," kata Julian berharap.


"Kau ingin Ruby terus menjadi menantumu ya?" senyum Lisna, berdiri mendekati Julian.


"Tentu saja, dia anak yang manis. Kau setuju kan jika Aga sangat cocok denganya?" jawab Julian dengan cengiran khasnya, mirip dengan Aga.


"Sangat setuju," jawab Lisna, memeluk suaminya dengan manja dari belakang.


"Tapi sebelum pulang, bagaimana kalau kita menghabiskan malam terakhir di Paris dengan sedikit bernostalgia?” ujar Julian, mencengkeram lembut kedua tangan Lisna yang melingkar diperutnya.


“Umm... apa itu?” gumam Lisna tak paham. Mungkin juga pura-pura tidak paham.


Kemudian Julian memutar tubuhnya, menghadap Lisna yang tingginya hanya sebatas lehernya saja. “Jangan berpura-pura tidak mengerti seperti itu Nyonya besar Nugraha, delapan belas tahun yang lalu kita disini dan melakukannya berkali-kali seperti orang gila,” godanya sambil mencium pipi putih Lisna dan membuatnya memerah.


“Tidak, aku benar-benar lupa,” jawab Lisna malu-malu.


“Kau bohong,” balas Julian, menatap mata kecokelatan Istrinya yang lembut dan mencium keningnya.


“Kau sudah cukup tua untuk melakukan itu,” balas Lisna lagi, memeluk Julian menyembunyikan semburat merahnya.


Julian menjauhkan kepala Lisna dari dadanya, kemudian menangkup wajah Lisna dan menatapnya tajam. “Apa itu artinya kau sedang meremehkan staminaku yang sekarang?”


“Hheehehm...tidak,” jawab Lisna dengan wajah yang jelas meremehkan.


“Kalau begitu mari kita ulangi sekali lagi,” ucap Julian, kemudian mencium lembut bibir Lisna. Tangan kanannya bergerak menyentuh tengkuk Lisna, memiringkan leher istrinya kesamping kemudian menekan wajah dan bibirnya. Keduanya memejamkan mata, meresapi ciuman yang dalam dan penuh perasaan, dilatar belakangi Eiffel Tower dengan gemerlap lampu malam, letaknya persis disisi mereka, sangat romantis seperti bulan madu untuk yang kesekian kalinya.


Julian menggerakan bibirnya, mengecup berkali-kali bibir beraroma kayu manis yang berasal dari lipbalm yang dipakai Lisna. Berlahan lidahnya juga bergerak-gerak menijilati bibir Lisna, meminta akses untuk masuk kedalam mulutnya. Dengan senang hati, wanita berusia 40 tahun dengan tubuh yang masih kencang bagai umur dua puluhan itu membuka bibirnya, mempersilahkan Lidah hangat suaminya membelit lidahnya dan mengajaknya menari-nari didalam mulut Lisna.


“Hhhhmm...” desah Lisna merasakan tangan kiri Julian mulai menyentuh pantatnya, menarik kedepan agar perut rata Lisna yang masih tertutup sleep robe kimono berwarna cokelat menekan Juniornya yang mulai mengeras. Kemudian dengan gemas Julian meremas pantat Lisna.


Kedua lidah itu masih saling membelit, membuat beberapa tetes liur mereka menetes keluar. Kemudian saling mengulum lidah satu sama lain, menghisap dalam-dalam dan mengigit. Setelah beberapa lama kemudian keduanya melepaskan ciuman itu, menarik nafas dalam kemudian kembali berciuman dengan panas.


Ditengah ciuman yang seakan tak ada bosannya itu tangan kiri Julian bergerak, menarik tali sleep robe kimono Lisna, membuat lingerie transparant berwarna senada dengan kimononya terlihat jelas, tanpa bra hanya G-string mungil dibaliknya.


Julian semakin bergairah melihat Istrinya, tak sabar untuk segera menyentuhnya lebih dalam lagi. Ia turunkan kimono tipis itu melewati kedua bahu Lisna yang mulus tanpa cacat, membiarkan benda itu terjatuh dibawah kaki Istrinya yang putih dengan betis yang indah. Kemudian melepas sendiri piyama cokelatnya dengan membuka kancing-kancing kecilnya, dibantu Lisna yang mulai menurunkan celana Julian kebawah.


Tubuh Julian yang masih kekar dan kencang terpampang didepan Lisna, membuat Lisna semakin gemas pada suaminya. Kemudian dengan gerakan sedikit kasar, Julian mendorong tubuh Lisna yang masih terbalut pakaian transparannya ketempat tidur dengan sprei putih polos, tubuh sekalnya memantul beberapa kali, kedua putingnya juga tercetak jelas dibalik kain transparant-nya.


Julian tak sabar, ia kemudian menaiki tubuh Lisna yang terbaring pasrah. Ia menatap tajam Lisna yang tersenyum menggodanya. Kemudian tangan kanan Julian meremas lembut dada kiri Lisna yang hanya berukuran 32 B, membuat wanita yang dinikahinya 18 tahun yang lalu itu mengigit bibir bawahnya. Tak hanya itu, ia mulai menjilat puncak dada Lisna dan menghisapnya pelan.


“Ssssshhh...aaahh... Julian...” Lisna menggeliat sexy merasakan geli bercampur nikmat diseputaran dadanya. Ia mendesis pelan sembari menekan kepala jabrik Julian kedadanya. Suara desahannya membuat suaminya semakin gemas, membuat Julian mulai mempermainkan puting Lisna dengan ujung lidahnya lebih liar. Tangan kanannya juga memilin-milin puting Lisna yang keras, mencubit bahkan menarik-nariknya seolah itu adalah mainan yang sangat menyenangkan.


Tak puas, tangan kanan Julian yang tadi ia gunakan untuk memilin puting Lisna, kini ia gunakan untuk menjelajahi paha mulus Lisna yang sudah dilebarkannya, lingerienya juga sudah tersingkap sampai ke atas perutnya. Ia raba lembut bagian dalam paha Istrinya, sesekali sengaja menyenggol selakangan Lisna untuk menggodanya. “Sssshh! Julian!” serunya sedikit sebal, padahal Lisna sangat menginginkan bagian pribadinya itu disentuh oleh Julian.


Julian melepaskan bibirnya dari puting Lisna yang menegang dan memerah, tersenyum menggoda Lisna sebelum ia kabulkan keinginan Lisna. Tangan kanan Julian menyibak kain tipis penutup pangkal paha Lisna, menggunakan jari tengah dan jari manisnya untuk meraba kewanitaan Istrinya yang sudah basah. “Hmm... sudah basah rupanya?” bisik Julian, kemudian mengecup bibir Lisna lagi.


“Mmmmhh... jangan menggodaku,” balas Lisna manja, dengan tatapannya yang mulai sayu. Nafsunya semakin memuncak karena Julian menggosok bulatan kecil yang menegang dikewanitaannya, rasanya begitu menggairahkan. “Ssshh..oouh! jangan disitu.” rengeknya manja, tangan kanannya memeluk leher kokoh pria berusia 45 tahun itu dengan kuat.



“Kau bohong sayang, kau menyukainya kan?” timpal Julian, ia sangat hafal istrinya sangat suka disentuh bagian pribadinya ini.


“Aaakhh!” Lisna tersentak, karena tiba-tiba kedua jari Julian melesak kedalam tubuhnya, “oouuh! Pelan sedikit!” protesnya, karena jujur saja itu sakit. Meski ketika digerakan rasanya akan berubah menjadi nikmat.


“Maaf sayang,” jawab Julian, lalu ia gerakkan kedua jarinya kedalam kewanitaan Lisna dengan gerakan yang lembut kemudian lama-kelamaan menjadi semakin kencang. Lisna menggelinjang karenanya, tubuhnya kemudian mengejang, dadanya membusung tinggi-tinggi sambil meneriakan nama Julian.


Lisna telah mendapat orgasme pertamanya, tubuhnya melemas dan nafasnya terengah. Ia pandangi sesosok tampan diatasnya, tengah tersenyum lembut penuh cinta padanya. Ya Lisna juga sangat mencintainya, suaminya.


Merasa masih punya kewajiban, Lisna kemudian bangun dibantu Julian yang sudah berdiri menginjakan kakinya dilantai. Menyentuh pinggiran celana dalam berwarna hitam Julian dan menariknya kebawah dan membiarkan Julian membuangnya sendiri kain penutupnya itu, membuat bagian privat Julian yang telah menegang meloncat begitu saja didepan wajah cantik Lisna.


Julian menatap sayu Lisna, menunggu gerakan selanjutnya, tak lama kemudian Lisna menggenggam batang kecokelatan suaminya. Menggerakannya pelan-pelan, tak lupa sambil melirik wajah Julian yang menatapnya tak sabaran, “Kau.. suka ini?” desis Lisna menggoda.


Kemudian tangan kanan Julian menelusup dibalik rambut panjang Lisna yang sudah berantakan, mendorong kepala Lisna agar bibir penuh sang Istri menyentuh kejantanannya yang butuh dimanjakan lebih dari sekedar sentuhan. “Lebih sayang, ayolah kita bukan lagi sepasang remaja yang masih malu-malu.” desah Julian sambil mendorong ‘Juniornya’ memasuki bibir Lisna.


“Mmmh!” gumam Lisna, mengerling genit seiring permukaan benda berukuran raksasa itu masuk kedalam mulutnya yang hangat dan basah. Julian mendiamkan kejantanannya didalam mulut Lisna, sampai sebuah gerakan maju mundur disertai hisapan kuat membuat Julian melengkuh nikmat.


“Aahh! Kau yang terbaik...” desahnya, memejamkan mata birunya membiarkan Istri tercintanya mengulum dan menghisap benda kebanggaannya itu. Julian suka oleh ‘servis’ yang selalu diberikan Istrinya sejak mereka berpacaran dulu, padahal sebelumnya hal ini menurutnya kurang pantas untuk keluarga terhormt seperti mereka. Karena bagaimanapun keluarga mereka menjunjung tinggi nilai kesopanan, dan kegiatan mengoral alat kelamin itu adalah hal tabu dan tidak sopan. Tapi jangan salahkan dia, salahkan Lisna yang selalu penasaran karena banyak bergaul dengan teman-teman yang memiliki tingkat penasaran yang tinggi. Akibatnya ia mati-matian memaksa Julian yang masih polos untuk menjadi bahan percobaannya, hasilnya sampai sekarang Julian malah menunggu-nunggu saat Lisna bermain-main dengan kejantanannya.


“Aaakh!” pekik Julian, Lisna menjilati kedua buah pelirnya sambil menggenggam dan memaju-mundurkan tangan kanannya yang lembut dibatangnya yang basah karena air liur Lisna.


Merasa pekerjaannya disukai Julian, Lisna kemudian melahap kedua biji menggantung itu kedalam mulutnya, menghisap kuat-kuat sambil menggerak-gerakkan lidahnya didalam membuat Julian mendongak keatas menahan desiran-desiran yang mulai terkumpul diperutnya.


“Sssshhh... ooohh.. sayang...” Julian berusaha menjauhkan kepala Lisna dari pangkal pahanya, ia tak rela kalau hanya dengan mulut dirinya K.O terlebih dulu. Tapi Lisna menahan dirinya, ia malah semakin giat menghisap kedua bulatan yang masing-masing sebesar bola bekel yang besar, ia suka membuat Julian gelisah seperti itu, ia suka aroma khas yang dikeluarkan kejantanan suaminya yang membuatnya semakin gemas.


“Aaakh.. Lisna hentikan!” pinta Julian dengan nafas yang berat. Kemudian dengan berat hati Lisna melepaskan kulumannya, Julian lega melihatnya itu artinya ia bisa mengulur waktunya untuk orgasme. Tapi siapa sangka, ternyata Lisna kembali mengocok kejantanan Julian yang sudah menegang sempurna.


Kemudian, “eeellmh...” jilatan lembut itu disapukan Lisna dikepala ‘Junior’ Julian yang sedikit kemerahan. Menjilati cairan bening dengan rasa asin yang dikeluarkan pucuknya, tentu saja itu membuat Julian sedikit mengumpat dalam hati. Sensasi geli yang ditimbulkan oleh lidah kasar Lisna itu membuatnya hampir kebobolan.


“Ooouh Lis-nah.. bisakah kkh-kau hentikan?!” Julian mati-matian menahan sensasi geli yang membuatnya semakin horny, tapi seolah tuli Lisna malah mengulum lagi kejantanan Julian. Mengocoknya dengan memaju-mundurkan kepalanya, meski itu terlalu besar mulutnya masih sangat elastis untuk terbuka lebar-lebar hanya untuk membenamkan seluruh batang berurat itu kedalam mulutnya.


“Nnggmmmh..., nggmmmh...” Lisna terus bergerak mengulum, mengurut-urut kejantanan Julian dengan gerakan sedikit kasar. Tak apa walau berkali-kali terantuk gigi dan membuat Julian mengernyit ngilu, toh sensasi yang diberikan Lisna jauh lebih besar.


Tak mau bertahan lebih lama lagi oleh siksaan Lisna, Julian kembali menjauhkan kepala Lisna dan membuat Lisna sedikit kecewa. Tapi Julian tidak peduli, ia angkat tubuh Lisna untuk berdiri bersamanya kemudian memeluk Lisna dengan kejantanan yang menyundul perut Lisna.


Dengan gerakan sedikit cepat, Julian membuat tubuh Lisna membelakanginya. Posisi keduanya didepan jendela kaca yang mirip pintu, langsung saja mata disuguhi pemandangan menara Eiffel dan bangunan dengan lampu yang menyala indah. Julian memeluk Lisna dari belakang dan membuatnya sedikit berjalan maju kedepan jendela.


“Mmmh... seharusnya kau menutup hordennya,” desah Lisna saat lidah Julian menyapu permukaan kulit lehernya. Tapi Julian hanya diam sambil meremas kedua payudara berlapis kain tipis Lisna, “Sssshh... sayang... bagaimana kalau ada yang lihat? Ini memalukan.”


“Sudahlah, ini sudah malam. Tidak akan ada yang lihat,” bisik Julian memaju-mundurkan dan menggesekkan kejantanannya dibelahan pantat Lisna dengan tali G-string yang menyelip dibelahannya. Sedikit mengganggu akses Julian, kemudian dengan tangan kanannya ia turunkan penutup kecil itu dari kaki mulus Lisna.


“Akh!” Lisna mengernyit karena tiba-tiba Julian membuat tubuhnya condong kedepan dan seketika tangannya berpegangan pada kaca jendela yang langsung mengarah keluar.


Dengan posisi Lisna yang menungging seperti itu, Julian mulai mengarahkan kejantanannya kelubang Istrinya, lubang dengan bulu-bulu tebal yang dicukur rapi. Menggeseknya pelan sambil meratakan cairan pelumas alami yang dihasilkan selama proses foreplay tadi.


"Oouh! Aah!" Lisna tersentak karena tanpa aba-aba, Julian melesakkan kejantanannya kedalam lubang surga Lisna.


Kemudian Julian mulai menggerakan pinggulnya maju-mudur, membuat batang besarnya keluar-masuk kedalam kewanitaan Lisna, menimbulkan suara-suara erotis yang sebabkan oleh tumbukan kedua titik rangsang mereka.


"Aahk!" jemari Julian meraba puting Lisna, kembali memelintirnya sambil terus menghentakkan pinggulnya memberi kenikmatan yang lebih untuk Istrinya. Tak ketinggalan jemari tangan kirinya ia gunakan untuk menggosok-gosok klitoris Lisna.


Jeritan diikuti desahan terus mengalun kecil dari bibir Lisna, perutnya terasa diaduk-aduk oleh batang besar Suaminya yang semakin membuatnya bergairah.


Wajah cantiknya merah padam, keningnya mengernyit dengan mulut yang terus terbuka mendesahkan rasa yang tak dapat ia lukiskan. Ia harus mengakui, bahwa suaminya memang masih begitu perkasa.


Tak lama kemudian, Julian melepaskan kejantanannya yang masih tegak berdiri, kemudian ia mengangkat kaki kiri Lisna kepinggang kanannya, lalu ia masukkan lagi benda kecokelatan itu kedalam lubang kecil kemerahan yang berada dipangkal paha Lisna.


"Uggh..." desah Julian ketika seluruh batangnya berhasil masuk kedalam gua hangat yang basah itu, kemudian ia kembali bergerak maju-mundur sambil menatap wajah Lisna yang horny berat karenanya.


"Ssh..ah..ah... bisa..bisakah kita segera selesaikah?" tanya Lisna yang sudah mulai tak tahan untuk mendapatkan orgasme keduanya.


"Mmh... aku sedang- aahh!" jawab Julian membuka mulutnya, ia juga tidak bisa bertahan lagi, "-berusaha!" lanjutnya.


Kemudian ia lepaskan lagi kejantanannya dan menarik Lisna kedalam pelukannya, lalu menjatuhkan tubuh Lisna ke tempat tidur lagi.


Mengerti apa yang diinginkan Julian, ia segera membuka pahanya lebar-lebar, menunjukkan kewanitaan dengan bulu yang cukup lebat dan basah.


Tak tahan dengan undangan dari Istrinya, kemudian Julian menindih Lisna dan memasukkan 'Juniornya' kembali. Menggerakkan pinggulnya dengan cepat karena ia akan segera memuntahkan semen panasnya.


"Aah! lebih cepat sayang!" pinta Lisna, menggigit bibir karena geli diperutnya semakin menjadi-jadi. Ia menginginkan Julian untuk lebih menusuknya dengan keras.


Merasa tertantang, Julian menuruti mau Lisna. Ia mempercepat kocokan kejantanannya dengan kecepatan maximum, menimbulkan suara kecipak yang cukup jelas karena kewanitaan Lisna semakin membanjir keluar.


"Ah.ah.ah...Lisna...akuh!" geram Julian merasakan cairan yang sedari tadi terasa penuh diperutnya akan keluar, ia sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi.


"Iyaah! aku juga! lebih cepat sayang! aah!" balas Lisna, ia juga merasakan hal yang sama dengan suami jabriknya yang kini berada diatasnya.


Julian sudah tidak mampu lagi menahan, ia mempercepat gerakannya. Dada kecil Lisna berguncang-guncang karenanya, membuat Julian gemas dan meremasnya dengan kuat.


"Oouuuh!" tubuh Lisna menegang, kemudian melengkung keatas mengantarkan gelombang orgasmenya yang begitu dahsyat. Sedetik kemudian disusul Julian yang memuntahkan semua spermanya kedalam rahim Lisna.


Tubuh Lisna melemah dan kembali turun, ditindih Julian yang mengulum telinga kirinya dengan penuh hasrat, ternyata sisa-sisa orgasmenya masih menyisakan perlakuan lembut yang membuat Lisna semakin cinta pada Julian.


"Satu kali lagi?" bisik Julian manja.


"Berapa kali saja, sepuasmu..." balas Lisna, memeluk Julian yang masih menanamkan kejantanannya yang mulai layu.


---***---​


A/N : Hufaaaahh...akhirnya selesai...Gimana LEMON-nya? asem gak? maaf ya kalo ga asem...saya sudah berusaha sebisanya. terima kasih yg udah mau nunggu^^
 
Terakhir diubah:
"Ada apa Ryuki? Kau mau gendong Ayah?" agak janggal gan bacanya :) .
maaf atas kritiknya :peace:
 
"berapa kali saja, sepuasmu. ." aku juga mau tante :pandajahat:

:jempol: mantap sist

saya suka ini hmmmm :baca: lagi ah Ssnya tante lisna
 
Akhirnya...

Omong2 keluarga Nugraha ud kyk bangsawan aja yah..
 
ane sih skip ss-nya.
masih menantikan kelanjutan kisah Ruby dan si rambut durian. :D
 
:ngiler: tante Lisna..berharap low Julian itu "edi" trus tante datang ke ane mencari kepuasan..:konak:

#seperti biasa bravo sist :jempol: terimakasih atas ss tante Lisnanya, you"re the best sistah :ampun:
 
:jempol:
Ini Sempurnaa sis vio
:konak:

Terimakasih yaa
:pandajahat:
Sedikit menggajal coba ukuran tante lisna diperbesar sedikit hahahaha
 
Bimabet
ane skip ss-nya lebih tertarik dengan jalan ceritanya ruby sma aga nantinya sis hehe

:semangat: buat updet lagi sis :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd