Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Buah Dari Masa Depan by Nona Violet

Bimabet
Jgn dianggep orang kyk gitu Vi... :ngupil:
Berani nongol disini pake ID asli kumakan dia. Blm tau rasanya di gigit pasukan decepticon aja dia


:marah::galak::marah:
Tak sobek-sobek mulutnya
Pake ignatia​

:pandaketawa:
hehhehhehe
aku kangen seng koyo ngene​
 
Ada yang rusuh ya....
Hmmmm... ada ide nih buat para sistah n brada..... gimana kalo sweet poison kita jodohkan aja...dengan siapa kek.... biar gak rusuh lagi.... jodohnya biar sista n brada aja yg voting.... gimana... setuju gak...
 
Wow..,,para suhu dan master sudah mulai memberikan semangat nih.,,ayooo dilanjutkan sis vio...
 
4211440.gif


"Mereka lama sekali! Apa yang mereka lakukan!" wajah Henri tampak gusar, berdiri melipat tanganya didada. Gelisah mondar-mandir setelah apa yang dilihatnya barusan, dan tentu saja semua orang yang sedang duduk diruang keluarga itu terlihat canggung dan bergelut dengan pikiran masing-masing.


Gary menopang kepalanya dengan tangan dan memijit keningnya, ia merasa sangat pusing. Mendadak dia merasa tidak enak badan setelah menyaksikan adik kesayanganya digagahi Aga didepan manik sehijau daunnya.


"Bukankah kita semua tahu apa yang dilakukan mereka berdua," kekeh Julian canggung berusaha mencairkan suasana, ia duduk disofa berwarna krem dengan Lisna yang duduk manis disampingnya, meski ia juga tak kalah canggung.


"Anakmu memang kurang ajar!" sahut Henri sedikit emosi tanpa menatap Julian.


Dahi Lisna berkedut mendengar perkataan besannya itu. "Bukannya itu wajar? Mereka suami istri kan?" Ia tidak suka kalau selalu saja Aga yang dijelekkan.


Henri kembali diam dengan wajah kelamnya yang khas, malas menanggapi Lisna yang pasti ujungnya hanyalah perdebatan seperti yang sebelum-sebelumnya. Lebih baik dia diam menunggu Ruby.


"Duduklah Pak Henri," lanjut Lisna.


"Tidak perlu! Aku hanya ingin cepat membawa putri dan cucuku pulang!"


"Sabarlah, mereka pasti akan segera kemari." Dengan sabar Julian juga berusaha menenangkan Henri yang terlihat semakin marah.


Lalu tak lama kemudian Aga dan Ruby datang bersamaan. Mereka sudah berbenah, berganti pakaian dan bersih, meski begitu mereka tetap tampak ragu dan canggung


"Ngg... Ayah, Ibu?" lirih suara yang Ruby buat, membuat semua yang berada diruang tamu menengok padanya.


"Ruu?" Lisna tersenyum lembut pada menantu kesayanganya yang tampak takut. "Kemarilah... ada yang harus kita bicarakan," kemudian mengisyaratkan Ruby agar segera duduk.


Ruby mengangguk pelan, kemudian berjalan dan duduk disofa yang masih kosong, diikuti Aga duduk disampingnya. Takut-takut Ruby memangku kedua tangannya diatas lutut berlapis rok merah. Sementara Henri menajamkan matanya menatap putrinya yang menundukan kepala menghindari tatapan Ayahnya, Gary juga melirik Ruby dengan wajah hopeless


Entah kenapa Aga dan Ruby kini lebih mirip kedua pasangan mesum yang tertangkap pihak berwajib. Menatap meja didepan mereka karena tak sanggup membalas tatapan semacam itu oleh semua orang disana.


Suasana mendadak hening, hanya suara detik jam yang terus berputar yang terdengar lebih keras dari biasanya. Salah satu diantara mereka sepertinya juga enggan untuk memulai suatu percakapan.


Sampai akhirnya Henri duduk disamping Gary, dan Gary menegakkan badannya bersiap mendengar Pamannya berbicara.


Masih dengan tatapan yang tajam menghunus Aga dan Ruby. Henri berkata tanpa basa-basi. "Kami sudah putuskan, kalian akan bercerai secepatnya! biar kami yang mengurus surat cerai kalian, akan aku usahakan secepat mungkin!" entah kenapa suara baritone itu membuat Aga tersentak kaget, bahkan dia melemparkan pandangannya pada kedua orang tuanya, seolah meminta bantuan berbicara kalau dia keberatan. Tapi wajah Julian dan Lisna sudah cukup menjelaskan kalau mereka tidak mampu.


Kemudian Aga menoleh kearah Ruby disampingnya, Ruby menundukkan kepalanya semakin dalam, memainkan tangannya tampak tidak nyaman. Aga mengerti tidak ada yang bisa ia harapkan disini, akhirnya memilih diam.


Mereka berdua tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Perceraian yang sudah direncanakan dari awal pernikahan mereka, namun entah sejak kapan perceraian itu sama sekali tidak mereka inginkan.


"Hari ini kau dan Ryuki akan pulang kerumah Hanggoro!" lanjut Henri yang diperuntukan untuk Ruby. Spontan pernyataan itu membuat Aga semakin terkejut dan kembali menatap Ruby, menunggu jawaban wanita yang mulai ia sukai itu. Ruby yang lebih bisa menguasai dirinya juga sedikit kaget, tapi mau bagaimana lagi ia harus menuruti Ayahnya, ia mengangguk pelan tanpa menjawab, membuat Aga mendecih kecewa padanya.


"Kalau kau ingin keluar dari rumahku, sebaiknya kau jangan bawa Ryuki!" Belum reda karena pernyataan Ayahnya, Ruby kembali tersentak karena perkataan Aga itu terasa memukul dadanya.


"Bicara apa kau bocah!" sanggah Henri geram, melempar tatapan membunuhnya pada Aga. Ia tidak suka puterinya dibentak seperti itu.


"Aga..." Julian dan Lisna berusaha mencegah Aga. Tidak ingin Aga melakukan kesalahan dan membuat Henri semakin geram.


"Bukanya kau senang ya terbebas dari Anak dan cucuku?" sindir Henri sinis. Gary yang melihat aura Pamannya terlihat lebih gelap dari sebelumnya memilih diam, karena dia yakin pamannya itu mampu sendirian menghadapi Aga dan keluarganya.


"Ryuki itu sudah lama disini! lagipula aku Ayahnya, aku berhak merawatnya!" jawab Aga tak mau kalah. "Aku juga merasa tidak bebas, justru aku senang Ryuki ada disini,"


Henri mendecih meremehkan. "Tau apa kau soal merawat bayi!"


"Aku memang tidak mengerti soal mengasuh bayi! Tapi aku mau Ryuki tinggal disini dan aku sendiri yang akan mendidiknya!"


"Tch! Memangnya kau siapa! Kau itu hanya penyakit yang merusak putriku! beraninya kau mau mendidik cucuku!" cercaan Henri itu membuat orang yang berada disitu terkejut. "Kau mau membuatnya bejat sepertimu, Ha?!" lanjutnya sinis.


"Pak Henri hentikan cara anda yang terus berbicara tidak baik pada putraku!" Lisna tidak terima, kalau saja Julian tidak menahannya ia pasti akan meledak-ledak.


Aga tidak gentar, ia membalas tatapan Henri padanya. "Dari awal anda sendiri yang tidak mau merawat putra Ruby! Anda sendiri yang menyerahkan Ryuki pada kami! Sekarang dengan seenaknya anda mengambil Ryuki!" entah darimana Aga mendapatkan keberaniannya berbicara seperti itu pada Henri, bahkan kedua orang tuanya juga tak percaya.


"Aku berubah fikiran, apa ada masalah?" tanggap Henri enteng sekaligus meremehkan.


"Ayah?!" Ruby yang merasa Ayahnya berbuat seenaknya mencoba menghentikan, tapi saat ia menatap Gary meminta bantuan, Kakak sepupunya itu malah memberi isyarat agar Ruby tetap diam.


"Kau ini memang orang tua tidak bisa dipercaya! Plin plan!" teriak Aga kasar tidak peduli telinga Henri panas dan bersiap menghajarnya lagi kalau bicara. Aga benar-benar tak habis pikir kenapa ia bisa bertemu dengan orang yang seenaknya seperti Henri. Bahkan sifatnya itu melebihi keluarga Arslan yang juga terkenal arogan.


"Aga! Sudahlah! Kau tidak boleh bicara seperti itu!" bentak Julian menghentikan aksi bodoh Aga yang bisa saja membuat Henri mengamuk dirumahnya.


Aga melemparkan tatapan kuatnya pada Julian dan berdiri dari duduknya. "Ayah tidak mengerti, aku menginginkan Ryuki!" geramnya marah. Kemudian Aga berdiri dari kursinya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan semuanya.


"A-Aga..." Ruby mengangkat kepalanya, menatap kepergian Aga dengan khawatir. Kemudian dia juga berdiri berniat menyusul Aga, ia tidak tega melihat Aga terlihat sangat sedih.


"Berhenti disitu Ruu!" baru saja ingin melangkahkan kakinya, suara Gary menahannya untuk tetap tinggal. Menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang memerah menahan tangis. Ya, Ruby tidak bisa melawan mereka.


---***---​


Aga mendekap tubuh kecil Ryuki, membelai pelan pipi chubby bayi yang dibaringkan disampingnya itu, memandangi wajah imut copyan dirinya dengan raut sedih.


Aga merasa sangat tidak siap kalau harus jauh dari bayi mungil berumur 2 bulan itu, bagaimanapun kehadiran Ryuki memberi warna baru dihidupnya. Ia jadi tau bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, bagaimana rasa sakitnya saat darah dagingnya itu menangis dan sakit, bagaimana bahagianya saat seorang anak selalu ingin selalu didekatnya. Dia mencintai Ryuki, dia menyayangi Ryuki, bahkan kata cinta dan sayang rasanya masih kurang untuk melukiskan perasaannya pada Ryuki.


"Katakan pada mereka kau tidak akan pergi kemana-mana Ryuu...." ucapnya pelan, menatap sedih bayi yang tidak berdosa itu. "Katakan kau bahagia disini bersama Ayah dan Ibu," lanjutnya. Wajahnya memerah menahan amarah dan tangis sekaligus.


Ryuki melengkungkan bibirnya kecilnya kebawah dalam tidurnya, seolah mendengar kesedihan ayahnya dan ia juga turut bersedih atas apa yang terjadi.


"Kau tau aku sangat menyayangimu?" mencium pelan pipi merah muda Ryuki, "maaf jika dulu aku pernah menolakmu. Maaf aku pernah tidak mengakuimu. Tapi kau tau, pada akhirnya memang aku Ayahmu? Dan aku tidak bisa mengelak karena kau memang sangat mirip denganku, aku sangat lega, aku lega bahwa kau memang putraku. Aku mencintaimu Ryuki, aku ingin terus menjadi Ayahmu, membesarkanmu,"


Tanpa disadari Aga, kegiatanya sedari tadi diawasi oleh sepasang mata emerald indah yang tampak mendung, Ruby berdiri terpaku didekat pintu kamarnya, menyaksikan Aga begitu rapuh sedang mendekap Ryuki dengan protektif. Ruby tidak pernah melihat Aga seperti itu sebelumnya, Ruby tau Aga telah benar-benar mencintai Ryuki.


Hatinya terasa sakit melihat pemandangan didepannya itu, bagaimanapun sudah cukup lama Ruby hidup bersinggungan Aga. Sedih, marah, menangis, malu, semuanya pernah Ia rasakan selama didekat Aga, dan meski ia benci mengakuinya, Ruby mulai terbiasa dan nyaman merawat Ryuki bersama dengan Aga. Bahkan hidupnya sudah biasa terganggu oleh Aga. "A-Aga..." panggilnya lirih, sementara Aga enggan menengok sedikitpun padanya. Ia masih sangat kecewa pada Ruby yang mau saja menuruti semua kemauan Ayah dan Kakaknya.


Pelan-pelan Ruby menghampiri Aga dan duduk ditepian tempat tidur, tepat didepan Aga yang memiringkan badanya memeluk Ryuki.


Membuka mulutnya ragu ketika melihat wajah dan mata Aga memerah, tapi ia harus tetap menyampaikan sesuatu. "Aga, A-aku..harus pergi sekarang juga," Kalimat terbata yang baru saja keluar lembut dari bibir Ruby bagai petir yang menyambar kepala jabrik Aga. Tidak! itu terlalu cepat! Aga tidak ingin Ruby dan Ryuki pergi secepat itu.


Brengsek! Laki-laki tua brengsek! bisa-bisanya orang itu mengaduk-aduk perasaan Aga seperti ini! Brengsek sudah berani membuatnya ingin menangisi anak perempuan yang pernah ia siakan sebelumnya. Dan pasti laki-laki tua itu sedang bersorak gembira mengetahui Aga menangis, hh! tidak, Aga tidak sudi menangisi Ruby! Bagaimanapun ia tidak akan menangis!


"Aauuh..hikk...aaaeeeekk...uuh..." Ryuki terbangun dan menangis ketika perlahan Ruby mengangkat tubuhnya dan menenagkanya.


"Sssst...tidak apa sayang...ini Ibu," ucap Ruby menimang Ryuki.


Kemudian Aga bangun dari tidurnya dan duduk. Menundukan kepalanya, menyembunyikan raut mendung dari Istrinya yang sebentar lagi statusnya akan berubah menjadi mantan Istri.


"Hn. Kau lega sekarang, bisa keluar dari rumah ini?" dengus Aga dengan tawa ambigu.


Ruby diam, menatap sedih Ryuki dipangkuanya. Jujur saja ia tidak bahagia, kalau boleh memilih ia lebih suka tinggal disini. Selain Lisna dan Julian yang baik padanya, Ruby sedikit berat meninggalkan Aga. Tapi Ayahnya? tidak mungkin Ruby melawan. "Tentu saja, aku tidak harus bertemu denganmu, bukankah kau juga senang?" jawab sekaligus bertanya balik, dengan nada seakan baik-baik saja.


"Eh..aku..aku tidak masalah kau pergi, tapi Ryuki..." Aga tidak tau harus berkata apa, tapi yang jelas perkataannya barusan sedikit membuat Ruby sedih. Ya Ruby tau Aga hanya menginginkan Ryuki. Bukan dirinya. Entahlah, kenapa Ruby jadi berharap banyak padanya, lagipula ia tidak harus cemburu pada Ryuki kan?


"Iyaaa... aku mengerti, Ryuki. Kau keberatan Ryuki bersamaku, tapi kau tau kan kalau akan lebih baik jika seorang anak dirawat ibunya? aku berjanji akan merawat Ryuki dengan baik," terang Ruby dengan suara yang sedikit bergetar.


"Dia putraku, seharusnya ayahnya yang membesarkanya,"


"Aku yang mengandung dan melahirkannya!" Ruby tidak mau mengalah.


"Ryuki putra kita berdua, akan lebih baik jika dia dirawat kedua orang tuanya, bukan begitu? Heh?" Kalimat Aga membungkam bibir Ruby, Aga sendiri tidak tau darimana kata-kata itu bisa terucap dari bibirnya. Yang jelas memang itu yang dia inginkan, merawat Ryuki bersama Ruby seperti kurang lebih satu bulan setengah ini.


"Maksudku...akuu..." Aga meremas sprei berwarna merah yang menghias ranjang yang didudukinya, menghentikan kalimatnya ragu.


"Aku mengerti, aku tau kau sangat mencintai Ryuki," potong Ruby. Tapi bukan itu yang ingin diucapkan Aga, lelaki jabrik yang jadi suaminya itu ingin mengatakan bahwa ia sangat mencintai Ryuki dan dirinya, tapi lidahnya kelu.


"Tidak bisakah kau meminta Ayahmu untuk membiarkan kalian tetap tinggal disini sampai kita benar-benar bercerai?" suara lirih penuh harap itu sedikit membuat Ruby senang, Aga ingin menahan mereka lebih lama. Tapi ia diam tak menjawab, hanya menatap wajah Ryuki yang mulai tertidur dipangkuanya.


"Baiklah, aku tau jawabanya! Kau tidak akan meminta hal bodoh pada lelaki tua yang seenaknya itu kan!?" Aga sedikit meninggikan suaranya.


"Aga! Dia Ayahku!" kata Ruby menatap Aga tidak suka.


"Baiklah aku tidak akan membahasnya! Sebelum kau pergi, aku hanya ingin mengatakanya padamu, aku..." menghentikan kalimatnya ragu. Sedangkan Ruby menatapnya penuh tanya.


"Selama ini, sebenarnya aku-" Aga menghentikan kalimatnya.


"Apa?" tanya Ruby heran, menatap wajah tampan Aga yang sendu semakin memberatkan hatinya.


"Eh, tidak- "Kau masih ingat saat kita menikah paksa? lalu saat kau ngidam dan menyuruhku mencarikan makanan-makanan aneh? seenaknya tidak perduli siang atau malam?" Aga mengingat-ingat masa lalunya.


"Um..huum.." Ruby mengangguk.


"Saat Ryuki cerewet dan sakit, itu semua menjadi kenangan yang tidak akan aku lupakan," lanjut Aga. Ruby tersenyum mengingat semua, melirik Aga yang tersenyum pahit menceritakan semua hal yang mereka alami.


Lalu Aga memberanikan diri membalas tatapan Ruby padanya. Memandangi wajah cantik Ruby yang sendu, mengulurkan tanganya membelai pipi halus Istrinya itu.


"Ruu, aku...aku..." mata indah Aga dan Ruby kembali bertemu, tatapan yang jelas menjelaskan perasaan betapa mereka saling mencintai. Tapi mulut keduanya seakan kelu untuk mengungkapkan kata 'Aku mencintaimu.' Apalagi kalau bukan dinding gengsi yang menghalangi keduanya, lebih tepatnya ketakutan akan cinta yang bertepuk sebelah tangan.


Sedetik kemudian Aga mendekatkan wajahnya pada Ruby, memiringkan kepalanya kekiri lalu dengan lembut mencium bibir Ruby yang beberapa jam lalu sudah habis ia lumat.


Beberapa detik hanya mengecup pelan, beberapa menit kemudian keduanya saling melumat. Dada keduanya kembali berdetak dengan keras. Ciuman yang mereka lakukan juga terasa sangat dalam dan manis.


Tangan Aga menahan leher belakang Ruby, menariknya dan semakin menenggelamkan bibirnya dibibir Ruby, seakan tidak mau sedikitpun Aga melepas ciumannya itu, begitupun dengan Ruby. Ciuman keduanya kali ini penuh dengan emosi dan cinta yang tak tergambarkan, ciuman panas sekaligus manis sampai keduanya seakan enggan berhenti menyesap rasa manisnya.


Keduanya memejamkan mata, ciuman itu lebih tepat jika disebut sebagai ciuman yang menggambarkan perasaan mereka, ciuman yang menggambarkan bahwa mereka ingin memiliki satu sama lain.


Hingga saat Aga mulai kehilangan kendali, dengan gemas ia meraba dan meremas salah satu dada Ruby disertai gigitan keras bibir bawah Ruby.


"Ugh! Sakit!" pekik Ruby mendorong dada Aga. Ya, Aga telah merusak suasana yang sedikit hangat barusan.


"Maaf..." ucap Aga lembut, kemudian mendekatkan lagi wajahnya, ingin mengulang kembali ciuman yang baru saja terjadi.


"Sudahlah, aku harus pergi. Ayah dan Gary sudah menungguku," Ruby menahan dada Aga. Tapi Aga tidak peduli, dia terus mendesak Ruby untuk mencium bibirnya lagi. "Aga hentikan! aku harus menikah dan pindah ke London!"


Degh!


Seakan palu besar tengah menghantam keras dada Aga, membuatnya seketika melepaskan cengkramannya pada lengan Ruby. Bagaimana bisa secara mendadak Ruby harus menikah lagi. "De-dengan siapa?!" tanya Aga berat.


"Dengan anak rekan bisnis Ayahku, teman kecilku. Perjodohan kami dilakukan sejak kami masih anak-anak. Kalau aku menolaknya, nama baik Ayah akan tercoreng,"


"Hh!" Aga tersenyum sinis, sekarang dia semakin tidak mengerti apa mau orang tua itu. Menjodohkan anaknya sendiri sejak mereka masih anak-anak? Dan sekarang bahkan Ruby sendiri tidak mau menolak hanya untuk melindungi namanya?!


"Hh! baik! pergilah! lebih cepat kau pergi dari sini lebih baik!" Aga benar-benar kecewa, tapi kalau Ruby sendiri mau, bisa apa dirinya?


Kemudian Aga beranjak pergi dari duduknya, keluar meninggalkan Ruby begitu saja, setelah sebelumnya membanting pintu kamar dengan keras membuat Ryuki berjingkat kaget kemudian menangis.


"Ssssttt sayaaang.... tidak papa, ada Ibu disini." Ruby menitikan airmatanya yang sedari tadi ia tahan, mencium Ryuki dalam-dalam menumpahkan rasa bersalahnya pada Aga, sekali lagi dirinya tidak bisa menolak kemauan Ayahnya.


---***---​


Keluarga Nugraha beserta beberapa maid dan pengawal sudah berkumpul dihalaman utama, mereka disana untuk mengantarkan Ruby dan Ryuki pergi. Kecuali Aga yang enggan menampakan dirinya.


"Ruu, beri kami kabar tentangmu ya?" ucap Lisna memeluk Ruby dengan erat, wajahnya terlihat sangat sedih dan tidak rela.


"B-baik Ibu," balas Ruby lembut. Kemudian Lisna melepaskan pelukannya membiarkan Ruby berpamitan dengan Julian.


"Ayah Julian, terima kasih sudah diijinkan tinggal disini, maaf jika aku selalu merepotkan semuanya."


"Jangan bilang begitu, kau sudah kami anggap sebagai putri kandung kami sendiri," balas Julian tersenyum tulus, memeluk Ruby. "Senang pernah mempunyai menantu yang baik dan cantik sepertimu Ruu..." lanjutnya.


"Hm..iyaa!" jawab Ruby mengangguk, tersenyum senang mendengarnya.


Julian melepaskan pelukan Ruby dan mengacak lembut rambut Ruby sebagai tanda ia juga menyayangi Ruby.


"Oh ya Ryuki tampan, kau jangan nakal ya? Jangan sakit lagi, kau cucuku yang paling hebat," Lisna mencium Ryuki yang berada dalam gendongan Ruby.


Kemudian Julian bergantian mencium Ryuki. "Jaga Ibumu ya Ryuki," ucapnya. Satu jarinya tengah digenggam Ryuki, menatap kakeknya dan tertawa lebar tanpa suara. Hal itu membuat Lisna dan Julian semakin berat hati ditinggalkan Ryuki.


Sementara itu Henri menatap dingin dan bosan pada Anak dan besannya yang sedang melepas rindu. Beda lagi dengan Aga, pemandangan itu sangat menyesakkan dadanya. Ia berdiri disana dikamar Ruby, menyaksikan pemandangan itu dari balik kaca jendelanya.


"Bisakah kau cepat sedikit Ruu?!" rusak Gary yang juga mulai bosan dengan perpisahan yang menurutnya sangat lama. Sedari tadi ia melipat tanganya dan bersandar pada mobil berwarna silvernya.


"I-iya," jawab Ruby cepat. Lalu setelah berpamitan untuk yang kesekian kalinya, Ruby mulai masuk kedalam mobil setelah Gary membukakan pintu untuknya, sebelumnya Ruby menyempatkan diri memandang jendela kamarnya, berharap Aga berada disana, dan berteriak menahannya untuk pergi.


Namun hanya angin yang berhembus menerpa daun hias didepan kamarnya yang terlihat. Ruby menundukan kepalanya kecewa. Ya dia tau, Aga adalah lelaki pecundang yang tidak mungkin berani menahannya pergi. Dia masih ingat betul bagaimana Aga tidak mengaku kalau telah memperkosanya.


"Kau baik saja Ruu?" tegur Lisna melihat perubahan wajah Ruby.


"Eh..eh tidak Ibu," Ruby menegakan kepalanya dan menggeleng cepat. Tidak mungkin dia mengatakan kalau ia sangat berharap Aga menahannya.


Lisna tersenyum dan mengusap pelan pipi Ruby.


"Kalau begitu aku harus pergi sekarang Ayah, Ibu," pamit Ruby, menatap Julian dan Lisna bergantian.


"Baik, jaga dirimu dan Ryuki," balas Lisna, wajahnya ia buat seolah tidak terjadi apa-apa, Ruby tau Ibu mertuanya itu sangat sedih.


Ruby tersenyum, kemudian menutup pintu mobil mewah milik Ayahnya itu.


"Kami pergi dulu Julian!" pamit Henri, kemudian masuk kedalam mobil, mengambil tempat disamping Ruby.


"Baik, hati-hati. Jaga cucuku," balas Julian mencoba tetap tersenyum.


Setelah beberapa saat kemudian Garry yang mengambil kemudi, menstrarter mobil dan menjalankannya perlahan. Ruby membuka kaca mobilnya hanya untuk melambai kearah Julian dan Lisna, Lisna mereka membalas dengan pandangan tidak rela dan wajah yang mulai memerah menahan tangisan.


Julian mengerti hal itu, ia memeluk bahu Lisna yang mulai menangis melihat mobil yang membawa menantu dan cucunya semakin menjauh menghilang dari pandangan mereka.


---***---​


Ruby nampak gelisah dikamarnya, dengan Ryuki yang masih saja terus menangis digendonganya sejak jam tidurnya tadi, beberapa kali Ruby mencoba menyusuinya tapi ditolak. Bahkan sekarang digendong sembari diayun pelan, yang notabene itu kesukaan Ryuki tetap saja ia menangis histeris.


Waktu sudah menunjukkan pukul 01.21 pagi. Beribu ungkapan sayang telah mengalun dari bibir Ruby untuk Ryuki, namun semua itu tidak cukup membuat Ryuki tenang dan tidur.


Gary sang kakak hanya bisa menunggui dan berharap keponakanya itu segera tenang dan tidur. Karena jujur saja Gary tidak tega melihat Ryuki menangis begitu keras dan lama. Andai saja ia bisa melakukan sesuatu, menggendong Ryuki saja hanya bisa ia lakukan sambil duduk.


Gary duduk ditepian tempat tidur Ruby, berharap cemas melihat Adikknya tampak kwalahan. "Apa yang harus kita lakukan untuk membuatnya diam, Ruu?" tanya Gary seperti mengetahui bahwa Ruby sedang berfikir sesuatu.


Ruby menatap kakaknya. Dengan ragu lalu menjawab. "Ryuki biasa tidur dengan Aga,"


"Maksudmu?" Gary menautkan alisnya tidak mengerti.


Ruby menghela nafasnya lalu menghembuskanya. "Kami tidur bertiga disatu kamar, Ryuki tidak pernah mau tidur jika tidak didekat Aga," jelas Ruby membuat Gary tak percaya.


Pria yang mempunyai warna mata sama sepertinya itu masih menampakan wajah tidak mengerti. "Tapi kau kan ibunya?"


"Ryuki hanya akan tidur jika Aga didekatnya, Kakak." ulang Ruby lembut.


"Sejak kapan? setauku bocah berkepala durian itu tidak memperdulikan kalian!"


"Sejak Ryuki sakit, Aga selalu bersama kami, menjaga kami," jawab Ruby lagi. "Sejak saat itu, Ryuki selalu terbiasa dengan Aga disampingnya," Ya Gary mengingatnya, Gary ingat Aga menjaga adik dan keponakanya waktu itu.


Kemudian pemuda itu tampak berfikir, mau bagaimana lagi. Meski Ryuki masih bayi justru feelingnya lebih kuat, satu-satunya cara memanglah Aga harus ada didekat Ryuki. Tapi itu tidak boleh.


---***---​


Sementara dikediaman Nugraha, pemuda berambut jabrik itu nampak berbaring sendirian dikamar yang beberapa waktu ini ia tempati bersama keluarga kecilnya.


Kamar yang sengaja ia matikan lampunya agar semua mengira ia sudah tertidur disana. Seharian ini, Aga hanya mengurung diri, tidak makan dan tidak perduli dirinya sendiri.


Memeluk bantal kecil berbentuk kelinci berwarna putih berbulu halus, bantal milik Ryuki putra yang sedang ia rindukan saat ini.


Beberapa kali Aga menghirup dalam-dalam aroma Ryuki yang masih tertinggal dibantal lucu itu. "Ryuki..***by..." lirihnya pelan. Hatinya terasa sakit, mengingat kebahagiaan yang baru saja ia rasakan bersama putra dan istrinya direnggut pria tua yang menurutnya plin plan itu.


Ah! Andai saja orang tua kolot itu tidak membawa keluarganya pulang, saat ini seharusnya dirinya sedang memeluk Ruby yang sedang tertidur. Walau itu tanpa sepengatahuan Ruby, mencium pipi Rubu dan Ryuki disaat mereka terlelap.


Kembali Aga mengusap bantal didekapanya, menghirup lagi wangi Ryuki yang membuat Aga semakin kuat ingin bertemu kopian kecilnya. "Ryuu... apa kau sudah tidur?" lirihnya kembali.


Tanpa disadari Aga, kegiatanya diawasi oleh kedua orang tuanya. Mereka sengaja bangun dari tidurnya untuk melihat keadaan Aga. Melihatnya dari pintu kamar yang dibuka sedikit.


Lisna menatap cemas putranya, dan Julian hanya memeluk bahu Lisna mencoba memberi rasa nyaman.


"Dia belum makan hari ini, Julian." ujar Lisna sedih. Ia ingin mendekati Aga, tapi Julian mencegahnya.


"Istirahatlah, kau juga tidak tidur sedari tadi. Biar aku yang bicara denganya,"


Lisna menatap Julian ragu. "Percayalah padaku Lisna," Julian meyakinkan istrinya yang masih ragu. Karena setaunya Julian tidak pernah berhasil membujuk Aga.


"Baiklah Julian," Ibu cantik itu mencoba tersenyum, menyerahkan pada suaminya. Apa salahnya kali ini mencoba percaya, membiarkan Julian mendekati Aga.


Pria berusia 45 tahun itu berlahan mendekati Aga, putera tunggalnya yang meringkuk memeluk bantal Ryuki.


Kemudian ia duduk dipinggiran bed berseprei merah yang biasa dipakai Ruby, sengaja Aga melarang maidnya mengganti sprei itu.


Permahan Julian mengulurkan tanganya, membelai pelan kepala Aga. Aga sedikit terkejut karena kedatangan Julian tak ia sadari, Aga terlalu sibuk memikirkan keluarga kecilnya. Namun dari aroma tubuh yang ia kenal, Aga tau itu ayahnya.


"Ibu menghawatirkanmu," kata Julian membuka percakapan. "Kau kenapa?" lanjutnya menannyakan sesuatu yang Julian sendiri tau jawabannya.


"Aku tidak apa-apa, hanya tidak enak badan," jawab Aga kaku, tanpa menoleh ayahnya.


Julian menghela nafas dalam dan menghembuskannya. "Kau mengurung diri dan tidak makan, kau bilang tidak apa-apa?" seru Julian. "Kau tau? Ibu mencemaskanmu!"


"Katakan pada Ibu aku tidak apa-apa!"


"Hn, kau sangat tidak sopan Aga!" sindir Julian. "Setidaknya ceritakan apa masalahmu,"


Aga diam tak bergeming, didalam temaranya lampu kamar Aga memejamkan matanya. Dia sendiri tidak tahu betul apa yang sedang ia rasakan, bukankah seharusnya ia senang keinginanya berpisah dari Ruby terwujud?


"Aku tidak tahu Ayah," jawabnya lesu.


Julian mengernyitkan dahinya, anaknya ini benar-benar tidak mau terbuka padanya. "Baiklah baiklah, kalau boleh menebak-" Julian menghentikan kalimatnya, memastikan Aga tidak akan terkejut.


Aga melirik ayahnya, menunggu apa yang akan dikatakan ayahnya.


"- bawa mereka pulang, dan katakan padanya kau mencintainya," lanjut Julian membuat duplikat dirinya sedikit terkejut.


"A-ma-maksud Ayah?" Aga memastikan.


"Ayah tidak akan mengulanginya lagi, bawa pulang Ruby dan Ryuki jika kau mencintai mereka. Hadapi orang tuanya, yakinkan mereka kalau kau benar-benar serius. Atau kau akan kehilangan mereka dan terus hidup sebagai pecundang yang menyesali perbuatannya, tanpa pernah meminta maaf dan tanpa pernah mengungkapkan perasaannya?" Aga membulatkan mata safirnya didalam keremangan kamar itu, kalau difikir memang dirinya tidak pernah mencoba meminta maaf pada Ruby, apalagi mengungkapkan perasaannya pada wanita itu.


"Kau sudah dewasa bukan? ambilah keputusan, dan jangan menyesali apapun pilihanmu nantinya," Julian berdiri dari duduknya. "Singkirkan egomu, sampai kapanpun kau tidak akan pernah mendapatkan apa yang kau inginkan kalau kau tidak mau memperjuangkannya, sekarang makanlah dulu, Ayah tidak suka kau berani membuat Ibumu khawatir," lalu tanpa menunggu jawaban dari Aga, Julian berjalan keluar kamar meninggalkan putranya sendirian didalam kamar.


TBC​


A/N : Saya tadinya memang sempet down, sampe saya hapus tulisan saya di thread lain (betapa bodohnya saya). mau hapus cerita ini juga dan brhenti update, tp waktu baca semua support yg masuk saya ngerasa ga seburuk itu, dan mungkin next time kualitas saya bisa diperbaiki. Lagipula saya selalu bilang pada diri sendiri "Saya kuat dan cantik", malu juga cuma karna flame dr org yg ga jelas terus bikin saya ngambek dan berenti nulis (ga keren bgt kan sebagai cewek kuat?). Bukannya saya anti kritik, tapi seseorang tadi bahasanya trlalu kasar, dan kalau baca lagi dia juga kecewa karna pm gak dibales, sebisa mungin saya bales semua kok komentar dan pm yang masuk. Kalo masih ada yang keliwat saya minta maaf.


Baik cukup curhatnya ^^, maaf panjang. Yang jelas saya berterima kasih banyak atas semua semangatnya dipage belakang dan diatas, semoga saya bisa lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih sekali lagi untuk yg semangatin saya *bungkuk
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
:suhu:
kenapa....
jalinan yang baru teruntai..
akankah nanti terberai..
:((:((:((



Oh, Tuhan! :ampun:
jadikanlah benih yang tertanam
mungkin itu adalah sebagai jalan
yang bisa menjadi alasan
agar kami di persatukan

:sembah::sembah:mohon dengan sangat...
:sembah:mohon dengan sangat...
'
'
kira-kira itu doa Aga:D

:kk:
kau mampu ciptakan suasana yang begitu menyentuh..
sebagai pembaca serasa kita ada didalamnya..
 
Terakhir diubah:
:baca: dl akhir nya update

ayo aga kamu pasti bisa jadi laki2. buktikan ayooo tambah update nya. hahaha
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
ya sis vio,jgn gtu dooong..

ane pribadi justru kagum,ane kepengen bgt bisa nulis kisah di forum tercinta tpi entah kpn..

ditunggu updatenya ya sis

Ayoo dong nulis...

:suhu:
kenapa....
jalinan yang baru teruntai..
akankah nanti terberai..
:((:((:((



Oh, Tuhan! :ampun:
jadikanlah benih yang tertanam
mungkin itu adalah sebagai jalan
yang bisa menjadi alasan
agar kami di persatukan

:sembah::sembah:mohon dengan sangat...
:sembah:mohon dengan sangat...
'
'
kira-kira itu doa Aga:D

:kk:
kau mampu ciptakan suasana yang begitu menyentuh..
sebagai pembaca serasa kita ada didalamnya..

Hehehe.... masa iya hamil lagi.

:baca: dl akhir nya update

ayo aga kamu pasti bisa jadi laki2. buktikan ayooo tambah update nya. hahaha

Hehe... updatenya di keep dulu ya, gantian mau ngerjain cerita non ss saya ma gan aci. Baca yaa di SF cerita non ss ^^
yups sis udah update
baca dulu deecggh

silahkan..
Eh, dah update ya, Sistah? Yeaaaaaaahh... Jangan kalah sama komentar flaming. :semangat: Flamer selalu senang saat anda menyerah. :kuat:

OOT: Yooookk, Himawari upload lagi... :D

Saya orangnya gampang ngambek, tapi gampang ceria lagi^^, himawari? aduuhh habis dicut lupa ga dipaste :'(
Wow update kali ini mainin emosi pmbaca bgt sist , pas banget di kasih bumbu konflik spt ini di cerita , lanjutkan ya sisst , abaikan kata2 pecund*ng cloning di atas ^_^

Saya kehabisan ide... >.< kayaknya, konflik Dijodohin itu menstrim bgt. haha... aslinya sih gada konflik gitunya, tp gimana ya dah terlanjur.

yeeeee samangaat! ^^
 
:hore: akhirnya sistVio dngan cepat mengambil kptusan yg bijak.. Semangat sistah, dirimu emang kuat dan cantik..:p

#ini forum dewasa kan, jd gk usah dibikin ribet kayak anak kcil dah. Gk d bls pm, ngambek. Gk suka ceritanya malah ngehina. Low suka tnggal pantengin, low gk suka ya tinggal pergi aja. Gtu aja koq repot,.:papi:
saling menghargai itu sesuatu dah pkoknya :jempol:
 
ayo aga semangat,gapai ruby dan ryuki...dan satu lagi kak vio tetap semangat :)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Maap kalo salah ...
Sis orang buat cerita itu seorang seniman yg menciptakan sebuah karya,selama karya tersebut tidak merugikan orang lain dan selama kita menyukainya kenapa harus dihapus,masalah orang lain gak suka peduli setan aja alis cuek aja tho kita suka.contohnya saya melukis wanita telanjang trus saya pajang dirumah,kalo ada orang lain gak suka ya gak usah masuk rumah saya,selama thu lukisan bukan dia atau kluarganya pwduli apa kita...suka ya nikmatin gak suka ya biar saya aja yg nikmatin ....
Maap panjang sis
 
Wow..,,sudah apdate lagi..,,ayooo semangat sis vio yg cantik..,,lanjutkan karya karya mu..,,kami sebagai pembaca selalu menanti karya sis vio dan suhu suhu sekalian..
 
waduh jgn sampe di hapus dong sis vio, udah ngikutin dari awal nih, klo tiba2 TS nya ngilang itu sakitnya tuh disini teh vio :D mending apdet nya lama daripada thread dihapus :D
 
Bimabet
Kucek2 mata.
Barusan ada kerikil yg masuk ke mata...ini nggak nangis koq....


Ehm....sala satu alasan kenapa ane milih kolabs ama sist Vio adalah dia bisa membuat pembaca diajak merasakan perasaan para tokohnya.

Ini nggak semua penulis cowok bisa. Maka dari itulah karakter Fujiwara Keiko cocok diambil olehnya.

:D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd