Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG A.K.A.R -the begining-

Buyuk

Semprot Lover
Daftar
17 Jul 2019
Post
255
Like diterima
1.654
Bimabet
Salam.

Setelah berimajinasi lewat cerita A.K.A.R, dan bersyukur karena akhirnya cerita A.K.A.R telah tamat, saya mencoba untuk mengingat ngingat kembali bagaimana dan seperti apa respon dari para Suhu Suhu di setiap komentar.

Ada yang bilang bagus, ada yang bilang top dan sebagainya. Juga ada yang kecewa, ada yang menyesal karena sudah membaca dua part ending cerita A.K.A.R bahkan ada yang sampai mengira bahwa akan ada burung raksasa yang akan dinaiki oleh pemeran dalam cerita karena ceritanya yang terlalu muter muter dan gak jelas.

Namun ada juga komentar komentar yang lucu, nyeleneh dan amazing luar biasa usilnya dari para suhu suhu yang lainnya. Seperti suhu @Nicholas_Purnama misalnya.

Saya ingat akan komentar suhu @harimau_sore yang intinya bilang, banyak yang gak ikhlas kalo cerita A.K.A.R berakhir.

Dari itu saya coba untuk kembali memulai cerita Bayu dengan judul

A.K.A.R -the begining-​

Cerita ini akan terdiri dari beberapa sudut pandang. Berarti selain Bayu, akan ada sisi pandang dari para pemeran lainnya.

Saya coba untuk mengikuti saran dari beberapa suhu untuk bermain POV di dalam cerita. Makanya, mohon dimaafkan jika cerita ini berantakan, gak jelas atau gak bermutu. Karena ini pertama kalinya saya mencoba untuk menulis cerita dengan sudut pandang yang berbeda dari beberapa pemeran cerita.

Saran dan kritikan amat sangat diperlukan dalam cerita ini.

Terkait update, akan diusahakan normal seperti biasa.

Diusahakan yaaa.. :pandaketawa:


Akhirnya, inilah..

A.K.A.R -the begining-

Chapter Satu
Chapter Dua
Chapter Tiga
Chapter Empat
Chapter Lima
Chapter Enam
Chapter Tujuh
 
Terakhir diubah:
A.K.A.R -the begining-
Chapter Satu​




Jakarta, 2005.




"Wak.. biasaaa... es buah semangkok.." kataku sambil melepas helm kepada penjual es buah di samping pelataran parkir Restoran Padang 'tidak SEDERHANA' di dekat lampu merah jalan Panjang sebelah Barat Jakarta.

"Wedeehh.. tak kira sapa. Siap mas.." kata penjual es buah dengan logat Jawa Tengahan yang kental.

"Cholil belom kesini Wak?" Tanyaku lagi kepada Wak Kumis panggilan si penjual es buah dengan kumis lebat itu.

"Durung jeh.. bokan delat maning. Enteni bae mas.." Kata Wak Bewok tak perduli apakah aku mengerti atau tidak oleh bahasa yang dia pakai itu.

"Okelah.." jawabku kemudian.

Aku, Bayu Baskara. Saat ini umurku baru dua puluh tiga lebih sedikit, aku bekerja di sebuah toko granit marmer dan batu batuan alam yang terletak tak jauh dari kawasan Jl. Panjang.

Setelah Wak Kumis menyerahkan semangkok es kepadaku, aku langsung menikmati es buah yang katanya menjadi ciri khas salah satu kota di negeri ini dengan lahap. Cuaca panas di Jakarta memang mudah membuat siapapun yang sedang di jalan Panjang termasuk diriku sendiri untuk mampir ke gerobak es buah milik Wak Kumis. Apalagi, gerobaknya ini berada di bawah pohon yang rindang. Siapapun akan merasa betah untuk lama lama di 'lapak'nya Wak Kumis untuk melepas penat dan mengusir gerah.

"Darimana Mas Bay?" Kata Wak Kumis duduk di sampingku setelah melayani tujuh bungkus es buah pesanan dari pegawai salah satu Bank yang ada di dekat dekat situ.

"Dari Pesing Wak, abis ngambil Giro. Biasalah.. tagihan toko." Jawab ku sambil menempelkan bibir ke sisi mangkok dan menyeruput air es buah yang berwarna merah cerah.

"Aahh.. segerr.." kataku sambil menyeka bibirnya.

"Hwehehehe.. ana ana bae Mas Bayu ki ya.. Ora isin apa mas ngombe es kaya kue?" Kata Wak Kumis cengengesan melihat tingkahku yang seperti anak kecil saja.

"Kue mah kaya bolu Waak, gak kaya es.." Aku menepuk lengan Wak Kumis sambil tertawa.

Begitulah keakraban antara aku dan Wak Kumis. Diawali dari mampir mampir biasa saja dan akhirnya menjadi langganan nge es membuat kami menjadi kenal satu sama lain.

Apalagi, di belakang RM Padang 'tidak SEDERHANA' itu atau tepatnya di samping gerobak es buahnya Wak Kumis ada ruko tak terlalu besar yang difungsikan menjadi Wartel. Jarak antara lapak Wak Kumis dengan Wartel itu hanyalah sepuluhan meter saja. Yang menjadi masalah, penjaga Wartel ini adalah seorang wanita, seumuran dengan diriku. Wanita inilah yang akhirnya membuat aku jadi sering mampir ke lapak Wak Kumis. Bukan karena aku naksir atau jatuh cinta kepada wanita ini, tapi karena keinginan temanku si Cholil yang memang naksir kepadanya dan selalu minta ditemani olehku setiap kesitu dengan alasan biar gak malu maluin.

Lucunya, selama seminggu penuh, kami berdua tak pernah absen ke lapak Wak Kumis. Dan Cholil selalu saja pura pura menelpon seseorang menggunakan jasa wartel wanita itu tanpa berani untuk mengajak kenalan secara langsung. Cholil seperti burung mprit merindukan bulan.

Dan ini adalah minggu kelima sejak Cholil jatuh cinta pada penjaga Wartel itu.

Aku jadi ingat kembali waktu awal awal Cholil minta ditemani setiap kali kesini. Waktu itu kami sedang berada di warung kopi depan toko Marmer tempatku dan Cholil bekerja.



______¤¤______




"Lha,, masa ngobrol sama tukang es buah aje pake canggung lu Lil, geblek lu ya?" Kataku heran sambil membakar rokok jenis mild milik Cholil.

"Duull.. bukan sama Wak Kumisnya, tapi sama yang jaga Wartel Bay.. wassuu tenan rek, wes rai ne wuayu, body nya top. Pokok nya jos gandos Bay.. naksir gw sama dia." Kata Cholil sambil membayangkan wanita cantik yang sepertinya sudah menjadi idamannya itu siang dan malam.

Aku hanya geleng geleng tak paham dengan Cholil. Laki laki macam apa yang bahkan untuk ngobrol dengan wanita incarannya saja minta ditemani oleh temannya?

"Emang lu udah tau namanya yang jaga Wartel itu?" Tanyaku lagi pada Cholil.

"Urung e.." kata Cholil cengengesan.

"Jiaahh.. Liiiill Liil..Laki laki kok cemen.." Aku menyindir Cholil. Cholil pun hanya bisa cengengesan lagi dibilang cemen oleh ku.

"Yo maklum toh Brroo.. aku ki gur wong ndeso. Nek naksir karo wedok kuto yo isin.. harus ada pendamping supaya aku bisa pede ngobrol karo de'e." Kata Cholil menjelaskan posisinya yang seolah tak pantas untuk bisa mencintai gadis kota dengan bahasa yang dicampur campur namun lucunya dengan logatnya yang tetap kental.

Aku sedikit tersindir oleh pengakuannya tadi.

"Nih, iris kuping gua.. kalo dia emang se glamour pikiran lu sampe sampe lu gak berani kenalan sama dia, gak mungkin dia jaga Wartel Lil. Mana ada cewe kota jaga Wartel? Mikiirrr.." Aku memberi semangat kepadanya dengan nada sedikit sewot.

"Oiyo yho.." Cholil melongo mendengar kata kataku barusan dan wajahnya langsung sumringah seketika.

"Weleh.. kowe ki emang de bhes Bay.." kata Cholil sambil mengacungkan jempolnya dihadapan wajahku.

"De bes de bes endas.." aku mencibirnya sambil menghisap rokok.

Tak lama, bahuku di tepuk oleh seseorang dari belakang.

"Bey, sorry lama. Lagi ngomongin gue ya lu berdua?" Aku diam saja dan hanya menaik naikkan alis kepada Cholil tanpa melihat siapa yang menepuk bahuku.

"Eehh mbak Fitri.. piye kabare mbak?" Kata Cholil langsung mesem mesem di depan Fitri Rania. Sahabat kentalku sedari Sekolah dulu.

"Pede amat lu jadi cewe.. siapa juga yang ngomongin elu.." akhirnya kujawab dengan cuek kata kata Fitri tadi dan tetap menikmati rokokku yang tinggal seperempat lagi.

"Baik mas Cholil.." kata Fitri tersenyum kepada Cholil dan langsung menarik telingaku dengan kencang.

"Tadiii gw denger ada cantik cantiknya.. pasti ngomongin gw kan? Gw kan cantik.. hihihi.." kata Fitri cekikikan.

"Aduduhh.. sarap lu ya.. dah ah, yuk jalan.. kita tinggal dulu ya Lil.." kataku langsung berdiri sambil menarik lengan Fitri.

"Teh, minuman sama gorengan tadi dicatet dulu yaa.." kataku kepada teteh pemilik warkop.

"Iya Mas.." kata si teteh yang tertawa geli melihat telingaku ditarik oleh Fitri tadi.

"Daah mas Cholill.." Fitri melambaikan tangannya kepada Cholil yang pernah berkata kepadaku bahwa dia merasa iri padaku bisa mempunyai sahabat dekat wanita bahenol dan cantik seperti Fitri dan bersedia menjemputnya setiap pulang kerja menggunakan motor matic terbaru yang sangat jarang ada di Jakarta..


________¤¤________


Aku geleng geleng kepala mengingat kejadian lucu itu. Baru saja hendak membakar rokok, tiba tiba kudengar suara wanita di belakangku

"Wak.. mau doong es nya semangkok."

Aku menoleh ke belakang dan sedikit kaget. Rupanya penjaga wartel incaran si Cholil yang memesan es buah. Saat ini, aku maupun Cholil belumlah berkenalan dengan gadis ini. Cholil pernah memintaku untuk mewakilinya berkenalan dengan wanita ini, namun kutolak mentah mentah, karena menurutku, apa hebatnya laki laki kalau berkenalan saja kok pake diwakili?

Aku gak ingin terlalu diatur ini itu oleh Cholil. Kalau Cholil mau mendapatkan hati gadis ini, maka usahalah sendiri. Aku hanya bersedia menemani Cholil demi semangkok es buah dan sebungkus rokok. Diluar itu, Cholil harus usaha sendiri.

"Es Bang.." Kata wanita tadi menawarkan es buah kepadaku setelah Wak Kumis memberikan semangkuk es buah kepadanya.

"Eh.. iya mbak, silahkan. Saya udah kok tadi.." jawabku membalas basa basi dari wanita ini.

Kemudian wanita cantik yang bekerja sebagai penjaga wartel itu mengulurkan tangannya.

"Aku Rika, biasanya dipanggil Rere.." kata Wanita yang ternyata bernama Rika atau Rere itu sambil tersenyum.

"Aku Bayu, biasanya di panggil Ibey.." kubalas uluran tangan Rere yang ternyata cukup lembut dan menirukan ucapannya tadi.

"Aku Wak Kumis, biasane dipanggil Wak.." tiba tiba Wak Kumis duduk di sampingku dan cengengesan kepadaku dan Rere. Ulah Wak Kumis itu malah membuat kami berdua berpandangan mata sejenak dan langsung tertawa bersamaan.

"Hmmm.. Bang Ibey kok tumben sendirian?" Tanya Rere sambil mengunyah buah blewah tanpa melihat ke arahku. Tatapan Rere tetap ke mangkok es dan mengaduk aduknya sesekali.

"Lho, emang biasanya berapaan?"

Aku sedikit heran dengan pertanyaan Rere. Rere bisa bertanya seperti itu, berarti Rere sering melihat diriku disini. Kalau Cholil sudah pasti sering dilihat oleh Rere fikirku, karena hampir setiap hari Cholil selalu pura pura menggunakan jasa wartelnya Rere. Tapi yang membuat aku heran, seingatku tak pernah sekalipun aku masuk ke dalam wartel itu. Paling paling aku hanya menunggu di lapak Wak Kumis sambil menghabiskan jatah semangkok es hasil traktiran Cholil.

Kutangkap wajah gugup di wajah Rere.

"Biasanya sih dua ribuan.. hehehe.." kata Rere menjawab pertanyaanku dengan sedikit bercanda garing.

"Jiah.. kalo aku aja dua ribuan, Wak Kumis berapaan ya?" Aku merespon candaan garing Rere. Aku tak ingin membuat gadis ini menjadi semakin canggung setelah menangkap raut wajahnya yang berubah menjadi sedikit gugup tadi.



_______¤¤_______


POV Rere.



Aduuhh.. bodoohh, ngapain juga Re nanya nanya gituu. Jadi heran kan dia.

Huh.. Rere bodoh. Re memaki diri Re sendiri dalam hati.

Hampir aj Re ketauan sama dia kalo Re sering merhatiin dia di gerobak es buahnya Wak Kumis bareng sama temennya yang satu lagi itu. Kalo temennya sih Re sering lihat, karena temennya itu sering nelpon di wartel yang Re jaga. Tapi ini tumben kok dia sendirian, makanya Re beraniin keluar buat ngajak kenalan sama dia. Mumpung wartel lagi sepi. Namanya Bayu, bagus juga...

"Rere kerja atau kuliah?" Tanya Bayu sama Re.

Aneh, apa dia gak tau kalo Re kerja jaga di wartel sini?

"Mm.. kerja bang. Tuh, jaga di wartel itu." Kata Re sambil nunjuk Wartel yang dipintunya Re kasih tulisan 'sedang istirahat makan'. Hihihi...

"Oohh.. Panggil Bayu aja Re, atau Ibey juga gapapa." Kata Bayu sambil senyum ke Re.

Tuhaaann.. itu senyumnyaaahh.

"Eh.. I.. iya.. Bay.." kata Re langsung menunduk sambil pura pura ngaduk ngaduk es buah. Re gak mau ketauan kalo Re terkesima sama senyumnya nih orang.

"Kalo sama Wak panggil kakang bae Re.. hwehehe.." Wak Kumis mesem mesem ke arah Re yang bikin Bayu malah ketawa gara gara tampang lucu si Wak Kumis.

Ih, si Wak ini..

Kemudian Bayu diam, Re juga diam. Wak Kumis beranjak melayani pembeli es buahnya yang udah terkenal disini.

Duuhh.. ngomong dong Bay, tanya tanya Re lagi. Masa Re duluan sih yang nanya nanya kamu. Re malah bingung sendiri nih dalam hati. Abisnya ni cowok sok cool gitu, apa emang sifat cool nya itu bawaan dari lahir ya?

"Re.." "Bay.."

Re sama Bayu malah saling panggil berbarengan. Mata Re ditatap sama matanya Bayu.

Ya Allah itu alis, tebelnyaaa..

"Eh.. Rere dulu." Kata Bayu.

"Mm.. Bayu aj dulu.." kata Re tak kuat mandang matanya lama lama.

"Oh.. hehe.. yaudah. Gini, aku lagi nunggu temen aku nih. Namanya Cholil, dia sering kok nelpon di wartel yang kamu jaga. Kamu tau kan?" Tanya Bayu sama Re.

Kok nanyanya kaya mancing gitu sih? Kalo Re jawab tau, nanti pasti ketahuan kalo Re ternyata sering merhatiin dia dari dalam wartel. Lagian, ngapain juga malah ngomongin temennya?

"Mmm.. ga tau tuh Bay, kenapa gitu?"

Bodo deh.. mau curiga atau ngga.

"Ooh, ga tau ya. Nanti kalo dia kesini aku kenalin deh sama dia. Barangkali bisa jadi temen deket juga kan." Kata Bayu sambil membuang puntung rokoknya.

Asli deh.. cool banget nih cowok.

"Hmm.. yaudah gapapa, asal aku bisa jadi temen deket kamu juga yaa.." kata Re lempar umpan balik buat dia.

"Eh.." Bayu melongo menatap wajah Re.



_______¤¤______


POV Bayu.



"Eh.. maksudnya?" Tanyaku meminta penjelasan akan perkataannya tadi.

"Maksudku, masa kamu mau ngenalin temen kamu dengan harapan jadi temen deket aku tapi kamunya malah gak jadi temen aku sih? Malah aneh kan?" Kata Rere sambil menatapku dengan mata yang mengernyit.

"Oohh.. hehehe.. ya iyalah, bisa diatur itu mah bos.." kataku.

Karena terlanjur sudah ngobrol dengan Rere dan bingung mau ngobrol apa, jadilah aku terpaksa basa basi mau mengenalkan Cholil kepadanya.

Habis ini, anak itu harus setor dua bungkus rokok ancamku dalam hati.
Kemudian nada pholyponic di HP ku berbunyi. Kulihat siapa yang menelpon, Cholil rupanya.

Panjang umurnya anak ini fikirku

"Bentar ya Re, orang yang lagi kita omongin malah nelpon nih." Kataku yang dijawab anggukan dari Rere.

"Halloooo..?" Kataku sedikit kencang.

"Kok lo bisa ngobrol sama cewekku toh? Piye carane?" Tanya Cholil tanpa salam atau basa basi dulu kepadaku.

Aku langsung celingak celinguk mencari satu sosok hitam diantara ramainya jalan raya.

"Lu dimana?" Tanyaku karena tak juga menemukan Cholil.

"Di depan RM Padang. Mau kesitu malu bro.." kata Cholil kemudian.

"Hmm.. Pea. Yaudah kesini. Es gw belom dibayar nih.." kataku menyuruh Cholil untuk menghampiriku.

Kulirik Rere, dia sedang memainkan HP nya. Ketika ku coba coba intip layar HP nya, rupanya dia hanya pura pura sibuk saja di depanku.

Karena jelas sekali kulihat kalau dia hanya menekan tombol 'MENU' lalu pencet panah kiri atau kanan, lalu dia menekan tombol 'KEMBALI', tekan 'MENU' lagi, pencet pencet panah lagi, lalu 'KEMBALI' lagi. Begitu terus sampai dua atau tiga kali.

Aku tersenyum geli melihat tingkahnya.

"Yaudah gw tunggu sekarang. Buruan.." kataku kepada Cholil menyudahi perbincangan.

Aku perhatikan Rere, wajahnya masih menunduk menatap layar HP. Dia masih saja memencet mencet tombol MENU dan KEMBALI di HP nya

"Hai.." aku memanggilnya.

Rere menoleh dan menaikkan alisnya.

"Apah?" Katanya.

"Malah bengong.." kataku.

"Ya kan kamu lagi nelpon. Masa aku mau nguping?" Kata Rere lagi.

"Jiaha.. nguping juga gapapa kali non.." kataku sambil menaik naikkan alisku.

Rere tak menjawab dan menunduk lagi. Tersembul rona merah di pipinya yang putih itu.

Tak lama, Cholil datang dengan scooter vespa cempreng miliknya. Gayanya yang dibuat 'sebiasa mungkin' malah menunjukkan kalau dia sebenarnya gugup berat di depanku dan Rere.

Lalu dia nyelonong saja tanpa permisi di depanku dan Rere dan langsung memesan es buahnya Wak Kumis.

"Siji Wak.." kata Cholil dengan gestur tubuh yang kikuk.

"Pedes ora?" Tanya Wa Kumis iseng.

"Ora Wak, sedengan bae." Lucunya malah dijawab serius oleh Cholil.

"Cabena loro cukup?" Wak Kumis makin jadi saja mengerjai Cholil.

"Cukup Wak.. bumbune pisah Wak." Kata Cholil lagi.

Wak Kumis tak menjawab dan hanya menoleh ke arah aku dan Rere yang mati matian menahan tawa.

"Lha... Oiyho yho.. sampeyan dagang opho to Wak??" Cholil baru sadar setelah Wak Kumis diam saja selama dua atau tiga menit.

Tawaku pun pecah seketika. Sementara Rere menutup mulutnya dan berusaha agar tawanya tak terdengar oleh Cholil yang langsung cengengesan gaje itu.

Puas tertawa, aku menyuruh Cholil duduk disampingku. Setelah meledeknya sebentar, aku berniat untuk beranjak pergi dari sini dan membiarkan proses kenal kenalan antara Cholil dan Rere berjalan natural atau tanpa perantara.

"Wak.. es saya tadi dibayarin Cholil ya.. saya mau balik toko nih, ngasih Giro ke bos." Kataku seraya berdiri.

"Wak, nanti ambil uang buat bayar es aku yah di dalem wartel." Kata Rere seraya ikut berdiri menyusulku sambil melirikku dengan lirikkan yang seperti BT.



"Lha...?"



Yassalaaamm..
 
A.K.A.R -the begining-
Chapter Satu​




Jakarta, 2005.




"Wak.. biasaaa... es buah semangkok.." kataku sambil melepas helm kepada penjual es buah di samping pelataran parkir Restoran Padang 'tidak SEDERHANA' di dekat lampu merah jalan Panjang sebelah Barat Jakarta.

"Wedeehh.. tak kira sapa. Siap mas.." kata penjual es buah dengan logat Jawa Tengahan yang kental.

"Cholil belom kesini Wak?" Tanyaku lagi kepada Wak Kumis panggilan si penjual es buah dengan kumis lebat itu.

"Durung jeh.. bokan delat maning. Enteni bae mas.." Kata Wak Bewok tak perduli apakah aku mengerti atau tidak oleh bahasa yang dia pakai itu.

"Okelah.." jawabku kemudian.

Aku, Bayu Baskara. Saat ini umurku baru dua puluh tiga lebih sedikit, aku bekerja di sebuah toko granit marmer dan batu batuan alam yang terletak tak jauh dari kawasan Jl. Panjang.

Setelah Wak Kumis menyerahkan semangkok es kepadaku, aku langsung menikmati es buah yang katanya menjadi ciri khas salah satu kota di negeri ini dengan lahap. Cuaca panas di Jakarta memang mudah membuat siapapun yang sedang di jalan Panjang termasuk diriku sendiri untuk mampir ke gerobak es buah milik Wak Kumis. Apalagi, gerobaknya ini berada di bawah pohon yang rindang. Siapapun akan merasa betah untuk lama lama di 'lapak'nya Wak Kumis untuk melepas penat dan mengusir gerah.

"Darimana Mas Bay?" Kata Wak Kumis duduk di sampingku setelah melayani tujuh bungkus es buah pesanan dari pegawai salah satu Bank yang ada di dekat dekat situ.

"Dari Pesing Wak, abis ngambil Giro. Biasalah.. tagihan toko." Jawab ku sambil menempelkan bibir ke sisi mangkok dan menyeruput air es buah yang berwarna merah cerah.

"Aahh.. segerr.." kataku sambil menyeka bibirnya.

"Hwehehehe.. ana ana bae Mas Bayu ki ya.. Ora isin apa mas ngombe es kaya kue?" Kata Wak Kumis cengengesan melihat tingkahku yang seperti anak kecil saja.

"Kue mah kaya bolu Waak, gak kaya es.." Aku menepuk lengan Wak Kumis sambil tertawa.

Begitulah keakraban antara aku dan Wak Kumis. Diawali dari mampir mampir biasa saja dan akhirnya menjadi langganan nge es membuat kami menjadi kenal satu sama lain.

Apalagi, di belakang RM Padang 'tidak SEDERHANA' itu atau tepatnya di samping gerobak es buahnya Wak Kumis ada ruko tak terlalu besar yang difungsikan menjadi Wartel. Jarak antara lapak Wak Kumis dengan Wartel itu hanyalah sepuluhan meter saja. Yang menjadi masalah, penjaga Wartel ini adalah seorang wanita, seumuran dengan diriku. Wanita inilah yang akhirnya membuat aku jadi sering mampir ke lapak Wak Kumis. Bukan karena aku naksir atau jatuh cinta kepada wanita ini, tapi karena keinginan temanku si Cholil yang memang naksir kepadanya dan selalu minta ditemani olehku setiap kesitu dengan alasan biar gak malu maluin.

Lucunya, selama seminggu penuh, kami berdua tak pernah absen ke lapak Wak Kumis. Dan Cholil selalu saja pura pura menelpon seseorang menggunakan jasa wartel wanita itu tanpa berani untuk mengajak kenalan secara langsung. Cholil seperti burung mprit merindukan bulan.

Dan ini adalah minggu kelima sejak Cholil jatuh cinta pada penjaga Wartel itu.

Aku jadi ingat kembali waktu awal awal Cholil minta ditemani setiap kali kesini. Waktu itu kami sedang berada di warung kopi depan toko Marmer tempatku dan Cholil bekerja.



______¤¤______




"Lha,, masa ngobrol sama tukang es buah aje pake canggung lu Lil, geblek lu ya?" Kataku heran sambil membakar rokok jenis mild milik Cholil.

"Duull.. bukan sama Wak Kumisnya, tapi sama yang jaga Wartel Bay.. wassuu tenan rek, wes rai ne wuayu, body nya top. Pokok nya jos gandos Bay.. naksir gw sama dia." Kata Cholil sambil membayangkan wanita cantik yang sepertinya sudah menjadi idamannya itu siang dan malam.

Aku hanya geleng geleng tak paham dengan Cholil. Laki laki macam apa yang bahkan untuk ngobrol dengan wanita incarannya saja minta ditemani oleh temannya?

"Emang lu udah tau namanya yang jaga Wartel itu?" Tanyaku lagi pada Cholil.

"Urung e.." kata Cholil cengengesan.

"Jiaahh.. Liiiill Liil..Laki laki kok cemen.." Aku menyindir Cholil. Cholil pun hanya bisa cengengesan lagi dibilang cemen oleh ku.

"Yo maklum toh Brroo.. aku ki gur wong ndeso. Nek naksir karo wedok kuto yo isin.. harus ada pendamping supaya aku bisa pede ngobrol karo de'e." Kata Cholil menjelaskan posisinya yang seolah tak pantas untuk bisa mencintai gadis kota dengan bahasa yang dicampur campur namun lucunya dengan logatnya yang tetap kental.

Aku sedikit tersindir oleh pengakuannya tadi.

"Nih, iris kuping gua.. kalo dia emang se glamour pikiran lu sampe sampe lu gak berani kenalan sama dia, gak mungkin dia jaga Wartel Lil. Mana ada cewe kota jaga Wartel? Mikiirrr.." Aku memberi semangat kepadanya dengan nada sedikit sewot.

"Oiyo yho.." Cholil melongo mendengar kata kataku barusan dan wajahnya langsung sumringah seketika.

"Weleh.. kowe ki emang de bhes Bay.." kata Cholil sambil mengacungkan jempolnya dihadapan wajahku.

"De bes de bes endas.." aku mencibirnya sambil menghisap rokok.

Tak lama, bahuku di tepuk oleh seseorang dari belakang.

"Bey, sorry lama. Lagi ngomongin gue ya lu berdua?" Aku diam saja dan hanya menaik naikkan alis kepada Cholil tanpa melihat siapa yang menepuk bahuku.

"Eehh mbak Fitri.. piye kabare mbak?" Kata Cholil langsung mesem mesem di depan Fitri Rania. Sahabat kentalku sedari Sekolah dulu.

"Pede amat lu jadi cewe.. siapa juga yang ngomongin elu.." akhirnya kujawab dengan cuek kata kata Fitri tadi dan tetap menikmati rokokku yang tinggal seperempat lagi.

"Baik mas Cholil.." kata Fitri tersenyum kepada Cholil dan langsung menarik telingaku dengan kencang.

"Tadiii gw denger ada cantik cantiknya.. pasti ngomongin gw kan? Gw kan cantik.. hihihi.." kata Fitri cekikikan.

"Aduduhh.. sarap lu ya.. dah ah, yuk jalan.. kita tinggal dulu ya Lil.." kataku langsung berdiri sambil menarik lengan Fitri.

"Teh, minuman sama gorengan tadi dicatet dulu yaa.." kataku kepada teteh pemilik warkop.

"Iya Mas.." kata si teteh yang tertawa geli melihat telingaku ditarik oleh Fitri tadi.

"Daah mas Cholill.." Fitri melambaikan tangannya kepada Cholil yang pernah berkata kepadaku bahwa dia merasa iri padaku bisa mempunyai sahabat dekat wanita bahenol dan cantik seperti Fitri dan bersedia menjemputnya setiap pulang kerja menggunakan motor matic terbaru yang sangat jarang ada di Jakarta..


________¤¤________


Aku geleng geleng kepala mengingat kejadian lucu itu. Baru saja hendak membakar rokok, tiba tiba kudengar suara wanita di belakangku

"Wak.. mau doong es nya semangkok."

Aku menoleh ke belakang dan sedikit kaget. Rupanya penjaga wartel incaran si Cholil yang memesan es buah. Saat ini, aku maupun Cholil belumlah berkenalan dengan gadis ini. Cholil pernah memintaku untuk mewakilinya berkenalan dengan wanita ini, namun kutolak mentah mentah, karena menurutku, apa hebatnya laki laki kalau berkenalan saja kok pake diwakili?

Aku gak ingin terlalu diatur ini itu oleh Cholil. Kalau Cholil mau mendapatkan hati gadis ini, maka usahalah sendiri. Aku hanya bersedia menemani Cholil demi semangkok es buah dan sebungkus rokok. Diluar itu, Cholil harus usaha sendiri.

"Es Bang.." Kata wanita tadi menawarkan es buah kepadaku setelah Wak Kumis memberikan semangkuk es buah kepadanya.

"Eh.. iya mbak, silahkan. Saya udah kok tadi.." jawabku membalas basa basi dari wanita ini.

Kemudian wanita cantik yang bekerja sebagai penjaga wartel itu mengulurkan tangannya.

"Aku Rika, biasanya dipanggil Rere.." kata Wanita yang ternyata bernama Rika atau Rere itu sambil tersenyum.

"Aku Bayu, biasanya di panggil Ibey.." kubalas uluran tangan Rere yang ternyata cukup lembut dan menirukan ucapannya tadi.

"Aku Wak Kumis, biasane dipanggil Wak.." tiba tiba Wak Kumis duduk di sampingku dan cengengesan kepadaku dan Rere. Ulah Wak Kumis itu malah membuat kami berdua berpandangan mata sejenak dan langsung tertawa bersamaan.

"Hmmm.. Bang Ibey kok tumben sendirian?" Tanya Rere sambil mengunyah buah blewah tanpa melihat ke arahku. Tatapan Rere tetap ke mangkok es dan mengaduk aduknya sesekali.

"Lho, emang biasanya berapaan?"

Aku sedikit heran dengan pertanyaan Rere. Rere bisa bertanya seperti itu, berarti Rere sering melihat diriku disini. Kalau Cholil sudah pasti sering dilihat oleh Rere fikirku, karena hampir setiap hari Cholil selalu pura pura menggunakan jasa wartelnya Rere. Tapi yang membuat aku heran, seingatku tak pernah sekalipun aku masuk ke dalam wartel itu. Paling paling aku hanya menunggu di lapak Wak Kumis sambil menghabiskan jatah semangkok es hasil traktiran Cholil.

Kutangkap wajah gugup di wajah Rere.

"Biasanya sih dua ribuan.. hehehe.." kata Rere menjawab pertanyaanku dengan sedikit bercanda garing.

"Jiah.. kalo aku aja dua ribuan, Wak Kumis berapaan ya?" Aku merespon candaan garing Rere. Aku tak ingin membuat gadis ini menjadi semakin canggung setelah menangkap raut wajahnya yang berubah menjadi sedikit gugup tadi.



_______¤¤_______


POV Rere.



Aduuhh.. bodoohh, ngapain juga Re nanya nanya gituu. Jadi heran kan dia.

Huh.. Rere bodoh. Re memaki diri Re sendiri dalam hati.

Hampir aj Re ketauan sama dia kalo Re sering merhatiin dia di gerobak es buahnya Wak Kumis bareng sama temennya yang satu lagi itu. Kalo temennya sih Re sering lihat, karena temennya itu sering nelpon di wartel yang Re jaga. Tapi ini tumben kok dia sendirian, makanya Re beraniin keluar buat ngajak kenalan sama dia. Mumpung wartel lagi sepi. Namanya Bayu, bagus juga...

"Rere kerja atau kuliah?" Tanya Bayu sama Re.

Aneh, apa dia gak tau kalo Re kerja jaga di wartel sini?

"Mm.. kerja bang. Tuh, jaga di wartel itu." Kata Re sambil nunjuk Wartel yang dipintunya Re kasih tulisan 'sedang istirahat makan'. Hihihi...

"Oohh.. Panggil Bayu aja Re, atau Ibey juga gapapa." Kata Bayu sambil senyum ke Re.

Tuhaaann.. itu senyumnyaaahh.

"Eh.. I.. iya.. Bay.." kata Re langsung menunduk sambil pura pura ngaduk ngaduk es buah. Re gak mau ketauan kalo Re terkesima sama senyumnya nih orang.

"Kalo sama Wak panggil kakang bae Re.. hwehehe.." Wak Kumis mesem mesem ke arah Re yang bikin Bayu malah ketawa gara gara tampang lucu si Wak Kumis.

Ih, si Wak ini..

Kemudian Bayu diam, Re juga diam. Wak Kumis beranjak melayani pembeli es buahnya yang udah terkenal disini.

Duuhh.. ngomong dong Bay, tanya tanya Re lagi. Masa Re duluan sih yang nanya nanya kamu. Re malah bingung sendiri nih dalam hati. Abisnya ni cowok sok cool gitu, apa emang sifat cool nya itu bawaan dari lahir ya?

"Re.." "Bay.."

Re sama Bayu malah saling panggil berbarengan. Mata Re ditatap sama matanya Bayu.

Ya Allah itu alis, tebelnyaaa..

"Eh.. Rere dulu." Kata Bayu.

"Mm.. Bayu aj dulu.." kata Re tak kuat mandang matanya lama lama.

"Oh.. hehe.. yaudah. Gini, aku lagi nunggu temen aku nih. Namanya Cholil, dia sering kok nelpon di wartel yang kamu jaga. Kamu tau kan?" Tanya Bayu sama Re.

Kok nanyanya kaya mancing gitu sih? Kalo Re jawab tau, nanti pasti ketahuan kalo Re ternyata sering merhatiin dia dari dalam wartel. Lagian, ngapain juga malah ngomongin temennya?

"Mmm.. ga tau tuh Bay, kenapa gitu?"

Bodo deh.. mau curiga atau ngga.

"Ooh, ga tau ya. Nanti kalo dia kesini aku kenalin deh sama dia. Barangkali bisa jadi temen deket juga kan." Kata Bayu sambil membuang puntung rokoknya.

Asli deh.. cool banget nih cowok.

"Hmm.. yaudah gapapa, asal aku bisa jadi temen deket kamu juga yaa.." kata Re lempar umpan balik buat dia.

"Eh.." Bayu melongo menatap wajah Re.



_______¤¤______


POV Bayu.



"Eh.. maksudnya?" Tanyaku meminta penjelasan akan perkataannya tadi.

"Maksudku, masa kamu mau ngenalin temen kamu dengan harapan jadi temen deket aku tapi kamunya malah gak jadi temen aku sih? Malah aneh kan?" Kata Rere sambil menatapku dengan mata yang mengernyit.

"Oohh.. hehehe.. ya iyalah, bisa diatur itu mah bos.." kataku.

Karena terlanjur sudah ngobrol dengan Rere dan bingung mau ngobrol apa, jadilah aku terpaksa basa basi mau mengenalkan Cholil kepadanya.

Habis ini, anak itu harus setor dua bungkus rokok ancamku dalam hati.
Kemudian nada pholyponic di HP ku berbunyi. Kulihat siapa yang menelpon, Cholil rupanya.

Panjang umurnya anak ini fikirku

"Bentar ya Re, orang yang lagi kita omongin malah nelpon nih." Kataku yang dijawab anggukan dari Rere.

"Halloooo..?" Kataku sedikit kencang.

"Kok lo bisa ngobrol sama cewekku toh? Piye carane?" Tanya Cholil tanpa salam atau basa basi dulu kepadaku.

Aku langsung celingak celinguk mencari satu sosok hitam diantara ramainya jalan raya.

"Lu dimana?" Tanyaku karena tak juga menemukan Cholil.

"Di depan RM Padang. Mau kesitu malu bro.." kata Cholil kemudian.

"Hmm.. Pea. Yaudah kesini. Es gw belom dibayar nih.." kataku menyuruh Cholil untuk menghampiriku.

Kulirik Rere, dia sedang memainkan HP nya. Ketika ku coba coba intip layar HP nya, rupanya dia hanya pura pura sibuk saja di depanku.

Karena jelas sekali kulihat kalau dia hanya menekan tombol 'MENU' lalu pencet panah kiri atau kanan, lalu dia menekan tombol 'KEMBALI', tekan 'MENU' lagi, pencet pencet panah lagi, lalu 'KEMBALI' lagi. Begitu terus sampai dua atau tiga kali.

Aku tersenyum geli melihat tingkahnya.

"Yaudah gw tunggu sekarang. Buruan.." kataku kepada Cholil menyudahi perbincangan.

Aku perhatikan Rere, wajahnya masih menunduk menatap layar HP. Dia masih saja memencet mencet tombol MENU dan KEMBALI di HP nya

"Hai.." aku memanggilnya.

Rere menoleh dan menaikkan alisnya.

"Apah?" Katanya.

"Malah bengong.." kataku.

"Ya kan kamu lagi nelpon. Masa aku mau nguping?" Kata Rere lagi.

"Jiaha.. nguping juga gapapa kali non.." kataku sambil menaik naikkan alisku.

Rere tak menjawab dan menunduk lagi. Tersembul rona merah di pipinya yang putih itu.

Tak lama, Cholil datang dengan scooter vespa cempreng miliknya. Gayanya yang dibuat 'sebiasa mungkin' malah menunjukkan kalau dia sebenarnya gugup berat di depanku dan Rere.

Lalu dia nyelonong saja tanpa permisi di depanku dan Rere dan langsung memesan es buahnya Wak Kumis.

"Siji Wak.." kata Cholil dengan gestur tubuh yang kikuk.

"Pedes ora?" Tanya Wa Kumis iseng.

"Ora Wak, sedengan bae." Lucunya malah dijawab serius oleh Cholil.

"Cabena loro cukup?" Wak Kumis makin jadi saja mengerjai Cholil.

"Cukup Wak.. bumbune pisah Wak." Kata Cholil lagi.

Wak Kumis tak menjawab dan hanya menoleh ke arah aku dan Rere yang mati matian menahan tawa.

"Lha... Oiyho yho.. sampeyan dagang opho to Wak??" Cholil baru sadar setelah Wak Kumis diam saja selama dua atau tiga menit.

Tawaku pun pecah seketika. Sementara Rere menutup mulutnya dan berusaha agar tawanya tak terdengar oleh Cholil yang langsung cengengesan gaje itu.

Puas tertawa, aku menyuruh Cholil duduk disampingku. Setelah meledeknya sebentar, aku berniat untuk beranjak pergi dari sini dan membiarkan proses kenal kenalan antara Cholil dan Rere berjalan natural atau tanpa perantara.

"Wak.. es saya tadi dibayarin Cholil ya.. saya mau balik toko nih, ngasih Giro ke bos." Kataku seraya berdiri.

"Wak, nanti ambil uang buat bayar es aku yah di dalem wartel." Kata Rere seraya ikut berdiri menyusulku sambil melirikku dengan lirikkan yang seperti BT.



"Lha...?"



Yassalaaamm..
Asikkkkk....ada cerita lagii
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd