Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

AKU GURU BERHIJAB TAPI BINAL (pindahan)

ErnaAstuti

Suka Semprot
Daftar
12 Sep 2022
Post
22
Like diterima
1.044
Bimabet
Mohon maaf kalau harus pindah-pindah Suhu sekalian... Mohon dimaklumi Newbie. Cerita ini sepenuhnya didasari pengalaman nyata diriku sendiri. Untuk yang belum membaca bagian I nya silahkan ikuti link ini https://www.semprot.com/threads/aku-guru-berhijab-tapi-binal.1436965/ . Silahkan dicicipi Suhu, maklumin aja kalau masih acak-acakan.

Bagian Kedua
AKHIRNYA DI DALAM GUDANG ALAT OLAH RAGA

Kira-kira sebulan sejak insiden di WC, entah kenapa sudah seminggu lebih lamanya Pak Joko tidak menggangguku di WC. Mungkin dia sudah bosan kali, pikirku.

Bukan hanya di WC. Dalam pertemuan sehari-hari juga Pak Joko berubah. Tidak ada lagi senggolan-senggolan seperti-tidak-sengaja. Tidak lagi merangkul pinggangku. Walapun aku dan dia masih suka ngobrol dan becanda Bersama.

Ada perasaan lega dalam hati ku, terbebas dari gangguannya. Tetapi ada perasaan kehilangan. Entah kenapa setiap keluar WC, aku seperti berharap bertemu Pak Joko. Aku seperti kangen akan godaannya. Kejahilannya. Remasan-remasannya. Hatiku jadi bertanya-tanya kenapa Pak Joko seperti tidak tertarik lagi padaku.

Nampaknya kerinduanku akan kejahilannya, terlampiaskan juga. Kami situ seperti biasa, aku giliran piket, gak ada jam mengajar. Menjelang akhir waktu sekolah aku menunaikan hajatku buang air kecil di WC guru. Selesai, aku keluar lagi-lagi tidak ada Pak Joko di depan WC.

Pas aku mulai melangkah meninggalkan WC, kulihat Pak Joko berdiri di ruang penyimpanan alat olah raga. Pintu ruang tersebut terbuka separuh. Kulihat Pak Joko melambaikan tangannya ke arahku. Memanggil.

“Bu Erna,” panggilnya nyaris berbisik. Pak Joko meletakkan telunjuk di depan mulutnya sebagai isyarat agar aku tidak bersuara. Pak Joko mengisyaratkan agar aku masuk ke dalam ruang tersebut.

Tentu saja aku sudah bisa menduga apa maunya Pak Joko dan seharusnya aku mengabaikan saja ajakannya. Tapi belum sempat aku mempertimbangkan, kakiku sudah melangkah sendiri ke dalam ruangan.

Oh ya hampir dua minggu aku belum disentuh laki-laki. Suamiku pulang dari Bandung dua minggu sekali hari Sabtu.

Begitu aku di dalam, Pak Joko langsung mengunci pintu dari dalam. Hatiku berdegub menanti apa yang akan dilakukan Pak Joko.

“Ada apa Pak?” tanyaku sambil menguatkan diri memandangnya.

“Kangen sama Bu Erna,” jawabnya sambil mendekat. Tubuhnya mulai merapatkan ke tubuhku. Tangan merangkul pinggangku.

Tiba-tiba otakku menagkap sinyal bahaya. Buru-buru aku berkelit mencoba ke luar ruangan. Tetapi sebelum aku bisa meraih handel pintu, Pak Joko berhasil memeluk erat pinggangku dari berlakang.

“Pak Joko apa-apaan sih?” tanyaku dengan suara pelan. Bagaimanapun aku tidak mau ada yang mendengar suaraku selain Pak Joko.

Aku meronta berusaha melepaskan pelukan tangannya dari pinggangku. Namun entah tenagaku yang kalah kuat, atau aku yang tidak terlalu bersungguh-sungguh untuk melepaskan diri.

Pak Joko semakin merapatkan tubuhnya. Pelukannya semakin erat. Dia mulai menciumin leher belakangku dan telinga yang masih tertutup hijab. Sensasi waktu-waktu lalu ketika dia menciumi leherku, mulai hadir kembali.

“Pak lepasin dong… Erna mau balik piket, nanti dicari Bu Tuti,” aku merengek pelan.

“Sebentar Bu… kangen berat nih… lama gak meluk Bu Erna,” katanya sambil terus menciumi tengkukku. Tangannya sudah berpindah ke dadaku. Meremas.

“Iihh Bapak ngaco nih.. lepasin dong..” kataku. Tubuhku mulai merinding. Ciuman –walaupun masih terhalang hijab-- dan remasannya mulai memberikan pengaruh pada diriku. Aku menangkap gelagat berbahaya pada diriku. Kali ini aku hanya berdua dengannya di ruangan terkunci.

Aku harus segera melepaskan diri dan keluar dari situ, pikirku. Akun mencoba meronta melepaskan diri, tapi sia-sia.

“Makanya cium dulu dong… udah lama gak ciuman sama Bu Erna,” sahut Pak Joko. Tangannya terus meremasi dadaku dari luar kemejaku.

“Pak udah dong lepasin Erna,” rengekku.

“Makanya cium dulu dong kalau mau dilepasin,” jawabnya. Pantatku merasa sesuatu di selangkangannya mulai membesar dan mengeras. Sementara gairahku sendiri mulai muncul. Gawat nih.. makin lama makin berbahaya, pikirku.

“Kalau udah cium udah ya,” tanyaku. Sebaiknya aku kasih cium aja, biar cepat berlalu, pikirku.

“iya,” jawab Pak Joko. Akupun membalikkan tubuh menghadapnya. Pak Joko langsung menarik bongkahan pantatku ke arahnya. Aku merasakan batangnya yang semakin mengeras di perutku. Okelah, pikirku, Cuma ciuman aja, toh kami sudah cukup sering berciuman.

Aku pasrah menutup mata menantikan bibirnya melahap bibirku. Aku merasakan nafasnya di wajahku, menandakan wajahnya sudah sangat dekat. Sedetik.. dua detik.. tiga detik.. Pak Joko belum juga menciumku. Malah tidak lagi kurasakan nafasnya di wajahku.

Aku membuka mataku dan melihat Pak Joko tengah menatap wajahku.

“Bapak pingin lihat Bu Erna tanpa kerudung,” katanya.

Aku menghela nafas sebentar lalu menarik kerudungku lepas. Juga daleman kerudungku. Rambut ikalku langsung tergerai. Aku menunduk malu. Pak Joko mengangkat daguku.

“Bu Erna cantik sekali,” pujinya.

“Cepet Pak,” kataku menahan malu. Aku ingin semua ini segera berakhir. Benarkah?

Pak Joko Membungkukkan tubuhnya. Aku berjinjit. Kali ini aku tidak memejamkan mata. Wajahnya mendekat, lalu bibirnya menyentuh bibirku. Lalu mulai melumat. Aku ingin diam saja, tapi toh sedetik kemudian aku membalas lumatannya.

Beberapa saat aku terhanyut. Tangannya meremasi pantatku. Lalu tangan kanannya berpindah ke dadaku, mulai meremas disana.

“Nngghhh…,” desahku tanpa sempat kucegah. Tertahan suaraku karena mulutku tertutup lumatannya.

Akupun tersadar. Gairahku mulai menyalah lagi. Segera kumenjauh. Mulutku terlepas darinya.

“Sudah… Pak… cukup,” bisikku sedikit tersengal. Aku mendorong dadanya. Tapi membiarkan tangannya tetap di dadaku. Wajah Pak Joko Kembali mendekat.

“Sebentar lagi… masih kangen berat… 3 menit aja,”katanya. Pak Joko mendorongku sampai pantatku tertahan sebuah meja.

Kembali Pak Joko melumat bibirku. Aku membiarkan. Membalas. Tiga menit? Berapa lama 3 menit itu? Seratus delapan puluh detik. Kalau hanya beberapa detik saja sudah membuatku mulai bergairah, apa jadinya dengan 180 detik.

Tapi toh aku membiarkannya. Aku membalasnya. Bahwa lidah kami mulai saling membelit. Kedua tangan Pak Jokos masih sibuk meremas. Kiri di pantatku, kanan di dada. Kedua tanganku merangkul tengkuknya. Membantu menahan tubuhku yang berjinjit.

Aku mulai menikmati permainannya. Tidak lagi kuhitung waktu yang berlalu. Ciuman Pak Joko mulai menjalar ke belakang telingaku, lalu turun ke leher, lalu kembali melumat bibirku sebentar sebelum balik lagi ke belakang telinga dan turun ke leher makin lama makin turun. Aku merasa dia menyupangi pangkal leherku. Biarlah, pikirku, toh ketutup kerudung.

Bibir Pak Joko berusaha turun lagi menyusuri kulitku, tapi terhalang kemejaku. Tiba-tiba kurasakan kedua tangannya berpindah tempat. Pak Joko mencoba membuka kancing kemejaku. Aku menahan tangannya.

“Jangan dibuka, Pak,” cegahku.

“Sedikit aja, ngintip dikit,” bisiknya. Akhirnya aku membiarkannya membuka dua kancing kemejaku. Belahan dadaku terkuak. Mata Pak Joko langsung melalap pangkal payudaraku menyembul tak tertutup beha. Langsung bibirnya melanjutkan perjalanannya. Pangkal payudaraku yang kenyal dilahapnya.

Aku merasa Pak Joko membuat beberapa cupang disana. Kubiarkan saja. Aku sendiri yang sudah gak bisa membendung gairahku malah mendekap kepalanya. Tangannya masuk ke dalam kemejaku. Meremas-remas tetekku yang masih terbungkus BH.

Ketika tangan Pak Joko mengusap-usap pangkal payudaraku yang tidak tertutupi BH. Meremas lembut disana. Sentuhan langsung itu benar-benar seperti mengalir kenikmatan yang luar biasa. Sementara jemari tanganku mengacak-acak rambutnya yang mulai botak.

“Aauuh Pak….,” lenguhanku akhirnya keluar juga, Ketika tangan Pak Joko menyelinap masuk kedalam cup BHku. Lenguhanku segera lenyap ketika mulutnya kembali melumat bibirku. Kedua lidah Kembali saling membelit. Saling menghisap lidah. Saling bertukar ludah.

“Udah Pak… nanti ketahuan orang,” rintihku di sisa-sisa pertahanan kesadaranku yang semakin tipis.

Tetapi bukannya berhenti, Pak Joko malah menguak behaku, sehingga menyembullah kedua bukit kenyalku. Langsung menjadi sasaran kedua tangannya. Remasan. Elusan. Juga pilinan jemarinya pada putting tetekku. Semua membuat otakku menjadi berkabut.

“Aauuff… Pak…. Ahhh,” bibirku yang mengeluarkan ceracauan gak jelas dihanyutkan gelombang nikmat yang melanda ketika mulut Pak Joko mencaplok tetek kiriku. Lalu diikuti sedotan pada putingku. Lidahnya menyapu puncak-puncak pentil susuku.

“Aaahhh… ahhhh,” sebisa mungkin aku menahan volume desahanku. Badanku sampai melengkung dibuatnya. Aku semakin menekan kepalanya ke dadaku.

“Enak ya… Bu Erna?” Tanya Pak Joko entah untuk apa. Toh dari desahan dan gelinjang tubuhku, dia pasti tahu jawabannya.

Kancing kemejaku ternyata sudah terlepas semua. Dan… tess… kait beha dipunggungku terlepas… Pak Joko melepas kemejaku yang berbahan katun diikuti behaku. Kini aku bagian atas tubuhku telanjang sama sekali.

Pertahananku runtuh. Kesadaranku hilang. Aku tidak peduli lagi bahwa laki-laki yang menggumuliku bukanlah suamiku. Bahkan bukan pacar, atau selingkuhanku. Aku tidak ingat lagi bahwa aku perempuan bersuami yang sehari-hari menggunakan hijab menutup auratku, yang kini menjadi santapan teman sekerjaku.

Pak Joko melepas kenyotan mulutnya dari tetekku. Bergeser agak menjauh dari tubuhku, untuk menggantung kemeja dan behaku. Dia tidak langsung kembali kepadaku, melainkan membuat jarak untuk memandang tubuh setengah telanjangku. Aku mendekapkan tangan menutup bukit kembarku.

“Bu Erna cantik sekali.. seksi sekali…” katanya pelan sekali. Mungkin aku sendiri tidak mendengarnya, tetapi membaca gerak bibirnya. Rasa malu menyelinap di hatiku.

Mata Pak Joko beralih ke bagian bawah tubuhku yang masih tertutup rok panjangku. Aku grogi, tentu sebentar lagi, pakaian yang menutupi bagian bawah tubuhku akan dibukanya juga. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya menunggu dia membuka rok panjangku

Ternyata aku keliru…

“Buka…. Semuanya,” perintahnya. Seperti tadi nyaris tanpa suara. Hanya gerakan bibir yang kubaca. Tapi di dalam benakku seperti suara petir yang mengelegar.

Apaaa? Dia menyuruhku menelanjangi diriku sendiri?! Tidak! Ini salah banget. Ngaco! Emang aku perempuan apaan? Dia itu siapanya aku? aku berkata dalam pikiranku. Bingung dan juga marah. Tapi itulah aku, aku hanya memandangnya sebentar. Kulihat Pak Joko sedang membuka ikat pinggangnya, nampaknya dia akan melepaskan celananya.

Aku pun melepaskan kaitan rok panjangku, lalu menurunkan resletingnya. Rok panjangku jatuh ke lantai. Lalu jari-jari sudah menyelip di ban karet celana dalamku. Kupeloroti CD ku sampai ke lutut. Aku kembali tegak dan memandangnya tepat ketika dia menurunkan celana panjangnya sekaligus CDnya.

Kulihat batang kejantanannya besar sekali. Aku yakin setidaknya panjangnya lebih dari 22cm. Dengan diameter yang sesuai. Gila! Mungkin terbesar yang pernah aku lihat. Batang kemaluannya mulai ngaceng. Belum sepenuhnya. dan keliatannya keras dengan urat-urat yang menonjol. Mataku seperti tidak bisa memandang ke arah lain, selain ke kontolnya. Terbayang kontol itu di dalam memekku.

Dengan kaki kulepas CDku sama sekali. Kini aku berdiri telanjang bulat, tak ada sehelai benangpun yang menutupi tubuhku. Dua meter di hadapanku, seorang teman sekerja sesama guru telanjang di bagian bawah, dengan kontol yang mulai mengacung. Kontol yang sebentar lagi akan menghujam ke dalam memekku. Memek seorang guru yang sehari-hari berhijab.

Aku menanti Pak Joko menghampiriku. Tapi lagi-lagi aku salah….

Pak Joko menggunakan isyarat dengan tangannya, agar aku mendekat. Akupun mendekat menghampirinya. Seorang perempuan bersuami menghampiri lelaki lain dalam keadaan telanjang bulat agar bisa dizinahi.

Pak Joko langsung kembali meremas-remas tetekku. Tangan satunya mengelus-elus kewanitaanku. Terasa cairan kemaluanku merembes keluar. Dia mengelus-elus klitorisku. Kadang memasukkan jarinya ke dalam lubangku sedikit. Lagi-lagi kesadaranku hilang terbawa gairah nikmat.

Kedua tanganku punya kemauan sendiri. Tanpa kuperintah, aku langsung menggapai ke benda di bawah perutnya. Kugenggam dengan kedua tangan, gak habis. Mungkin butuh tiga tangan. Aku mengurutnya lembut. Benda itu berdenyut-denyut semakin mengacung dan mengeras. Tambah panjang dan besar juga.

“Aaah… enak Bu Erna… teruuus…” desah Pak Joko. Batang kontolnya cepat mengeras sepenuhnya.

“Ayo.. Pak.. sekarang,” pintaku tanpa malu-malu lagi. Aku tidak lagi peduli betapa besarnya resiko ketahuan orang lain. Yang ada di benakku hanyalah menuntaskan nafsu syahwat yang sudah mengelegak dalam tubuhku. Toh Pak Joko juga sudah pengen sekali pasti.

Pak Joko tersenyum mendengar permintaanku. Dia menuntunku ke arah gulungan matras. Dibukanya gulungan itu sedikit, lalu mengisyaratkan agar aku telentang di atas bagian bersih dari matras ini. Aku segera menurutinya. Berbaring telentang dengan kedua paha kulebarkan. Menunggu. Pasrah.

Pak Joko yang mengerti apa mauku, segera mengambil posisi diantara kedua pahaku. Aku mengangkang semakin lebar. Mengantisipasi. Dengan dituntun tangan kanannya, diarahkan batang monsternya ke arah kewanitaanku yang sudah banjir.

“Aaaaaahhh….” Lagi-lagi aku tidak bisa menahan suaraku, ketika kepala jamurnya menyentuh bagian paling sensitive dari seorang perempuan. Nikmat gairahnya seperti listrik yang mengalir ke ubun-ubunku. Punggungku melengkung. Aku menutup mulutku agar tidak terlalu berisik.

“Paaak…. Ehhmmmmmppph…ahhhh”desahku tertahan tanganku sendiri.

Pak Joko tidak langsung memasuki diriku. Kepala jamurnya bergerak menelusuri celah di lembah yang ditumbuhi rambut keriting hitang. Diikuti batang kerasnya terus kearah perut menyundul daging kecilku.

“Aaaach… Ehmmmmppph… Paaak” aku memandangnya meminta.

“Sabar… Bu Erna… sebentar lagi,” Pak Joko seperti mengerti apa yang ada di benakku.

Kedua tangan Pak Joko menelusuri lutut terus turun sepanjang pahaku hingga ke selangkangan. Sementara itu pinggulnya menarik Sang Monster mundur kembali ke depan liang senggamaku. Suara mendesis seperti kepedasan dari bibirku menyertainya.

Kedua tangan Pak Joko begerak melanjutkan perjalanan melewati lembah kewanitaan. Jempolnya mengelus klitorisku. Terus lalu berhenti di atas perut.

“Sssssshhhhhhh…ehhmmmppphhh” aku tak peduli lagi apa dinding dan pintu ruangan ini mampu meredam suaraku.

Pak Joko tersenyum merayakan kemenangannya atas tubuh mudaku. Lelaki tua itu seperti tidak ingin segera membuka kado spesialnya. Lalu kembali dia memajukan pantatnya, sehingga kembali tongkat saktinya menelusuri celah yang sudah berkilat dengan cairan pelicin. Daging kecil yang paling sensitive di ujung itupun ditabraknya kembali.

“Ehmmmmpppph…. Aaaachhh” tanganku hanya bisa meremas matras.

Kembali aku memandang wajah Pak Joko. Rasanya benci sekali melihat senyumnya yang seperti menertawakan gairah berahiku yang sedang menunggu disetubuhi.

Batang kontol Pak Joko pasti sudah basah kuyub oleh cairan senggamaku. Bukti bahwa celah di lembah cantikku sudah sangat basah kuyup. Dan dia memperhatikan.

"Mmmm, sudah basah banget," bisik Pak Joko.

"Siap Bu Erna? Masukin sekarang ya” Pak Joko seperti memberi peringatan. Aku mengangguk.

“Sekarang Pak… sekarang,” bisikku berharap.

Kembali Pak Joko memundurkan pinggulnya. Menenmpatkan ujung kepala jamurnya tepat di lobang memekku. Kedua tangannya sekarang meraih kedua bukit kenyalnya yang kembar. Di remas-remasnya tetekku. Sambil diselingi memilin-milin putingnya.

Pak Joko mulai memajukan pinggulnya. Aku mengangkat punggungku agar bisa melihat sendiri bagaimana batang kejantanannya menghilang ke dalam tubuhku.

Pak Joko pelan-pelan berusaha mendorong sehingga kontolnyanya perlahan melewati bibir kemaluanku dan berani di pintu masuk ke vaginaku. Aku takut kepala jamur yang begitu besar akan menyakitiku. Pak Joko bisa melihat lubang vaginaku penuh dengan cairan pelicin saat dia berhenti pada posisi itu. Pak Joko melihatku memeriksa reaksiku sebelum meneruskan dorongannya.

Sleebsh… Kepala jamur itu mulai menerobos masuk… Aku langsung memuncak mendekati orgasme ketika kepala jamur itu berhasil masuk seluruhnya.

“Emmmppphhh… Aacchhh…,” aku menjatuhkan kepalaku ke matras. Lagi mulutku gagal menahan desahan, walaupun sudah tertutupi tangan. Pak Joko berhenti lagi.

Pak Joko tersenyum, merasakan liang senggamaku bereaksi meremas kepala kontol. Dia merasa bangga akan pengaruh kepala jamurnya pada diriku. Hanya ujungnya saja sudah membuatku terbang kepuncak.

Pak Joko mendorong lagi batang besarnya semakin masuk kedalam diriku. Kembali aku mengangkat punggung untuk menyaksikan bagaimana kontol besarnya memberikan kenikmatan terlarang kepadaku. Aku melebarkan selebar-lebarnya kakiku untuk memudahkan dia memasukiku lebih dalam.

Batang kontol yang keras itu mulai menghilang kedalam terowongan rahimku. Rasanya penuh sekali. Dengan suara seperti menyeruput, batang berjamur makin masuk makin dalam. Aku merasa lubangku dipaksa melebar. Ada rasa nyeri yang tidak sebanding dengan rasa nikmatnya. Otot-otot vaginaku menahan pelebaran itu akibatnya serasa seperti meremas batang yang menyumpal lubang surgawiku. Seperti menghisap untuk menarik lebih jauh lagi ke dalam dirinya.

Kembali aku mendesah. Tanganku mencengkeram kedua tangan Pak Joko. Kepala jatuh kembali ke matras. Dia menyeringai dan dengan senang hati memenuhi tuntutan tubuhku. Dia mendorong masuk sedikit lebih dari separuh ke dalam. Kali ini dia sendiri tidak mampu menahan nikmat akibat gesekan batang kontolnya dengan dinding memekku.

"Aaaahhh… enak sekali memek Bu Erna. Siap untuk merasakan lebih dari yang selama ini Ibu dapatkan dari suami?" tanyanya

"Ini sudah lebih dari yang pernah Erna rasain. Punya Bapak gede sekali," jawabku dengan nafas yang tersengal.

Tiba-tiba Pak Joko menarik kontol seperti mau dikeluarkan.

“Jangan..” panik aku menahan pinggulnya. Takut dia tidak jadi melanjutkan perzinahan ini. Pak Joko menarik seluruh batang kontol kecuali kepalanya.

Tapi kemudian aku menjerit tertahan, saat dia mendorong lebih jauh dari semula di dalam dirinya lagi.

“Auuhhh Paak enaak banget… gede banget,” celotehku tak keruan. Aku merintih saat sensasi yang menambah kenikmatan yang dia dapatkan dari tongkat bercinta Pak Joko yang luar biasa. Kepalaku menggeleng-geleng ke kiri dan kanan

"Nikmat sekali… Sesak banget" rintihku berulang-ulang seperti ingin memberitahukannya pada seluruh isi gudang ini. Aku gemetar seperti mengalami dari kesenangan bercinta pertama kalinya. Aku merasa seperti perawan.

Pak Joko berhenti sebentar untuk menciumku. Aku membalas ciumannya seperti orang kehausan berebut air dari botol. Lalu kembali dia menarik batang kontolnya, dan ini digunakannya untuk menghisap tetekku. Aku meremasi rambutnya.

Pak Joko menciumku lagi, lalu mengangguk seperti memberitahukanku bahwa dia akan masuk sepenuhnya. Dia mendorong sepenuhnya sisanya. Aku merasa benar-benar terisi, tubuhku menggeliat dalam ekstasi di sekitar kemaluan yang luar biasa. Aku seperti berpindah ke dimensi lain. Yang sepenuhnya hanya ada kenikmatan gairah hewaniahku.

"Aargh!” aku merasa sedikit saakit yang tak kupedulikan. Kakiku semakin diregangkan sejauh mungkin dan pinggulku otomatis terangkat menyambut tusukkan kontolnya. Vaginaku bergesekan dengan kontol Pak Joko dan begitu seret walaupun cairanku melumasi sekitarnya.

Tuhan, aku membenci Pak Joko dan aku benci kontolnya yang besar. Yang sebentar lagi menghantarku pada puncak kenikmatan orgasme hanya dengan beberapa genjotan.

"Ooooh," suara Pak Joko melenguh. Sepertinya dia juga tengah dilanda kenikmatan yang sama. Vaginanya menjepit di sekitar kemaluannya yang gagah saat aku semakin dekat dengan orgasme, membuatnya kewalahan.

Dan ketika Pak Joko berhasil membenamkan seluruh batangnya. Selangkangannya menindih klitorisku, aku benar-benar hampir mencapai puncakku. Ada bagian-bagian yang sebelumnya tidak pernah tersentuh sekarang diperawaninya. Aku bahkan menarik pantatnya lebih menekanku lagi, seakan-akan ingin membenamkan kontolnya lebih dalam lagi.

Pak Joko sekarang memutar-mutar pinggulnya. Seakan-akan ingin mengaduk rahimku dari dalam. Mata kami saling bertatapan.

“Erna udah mau keluar… Pak… shshiiishsh,” bisikku.

Pak Joko tersenyum, seakan mengejekku yang terlalu cepat klimaks. Ya, ini mungkin klimaksku yang tercepat. Lalu dia mulai menggenjotku pelan. Setiap genjotan mengantarku makin ke puncak.

“Aargh, Pak… eemmpph.. dikit lagi.. Pak,” ceracauku.

“Memek Bu Erna masih sempit juga…. Enak banget,” balas Pak Joko.

“Iya, Pak… Kontol Bapak juga enak banget… terus Pak… dikit lagi,” balasku

Dan akhirnya klimaks itu datang. Melontarkanku ke puncak ekstasi seksual. Aku mencengkeram erat pantatnya. Menarik ke arah selangkanganku sedalam-dalamnya. Pak Joko berhenti menggenjotku.

“Aaarghgh… shish ahh… uhhh… Erna keluaaaar,” jerit tertahanku di tengah badai orgasme. Seluruh tubuhku mengejang. Punggungku terangkat.

Pak Joko memberikan kesempatan aku menikmati orgasme pertamaku dengannya. Dia sendiri juga mungkin menikmati otot-oto vaginaku yang mencengkeram kontolnya dengan keras.

Mungkin proses itu Cuma sebentar. Beberapa detik atau semenit. Tapi rasanya lama sekali, sebelum kejang tubuh mengendur. Punggung kembali jatuh ke matras. Ekstasiku mereda.

Pak Joko menciumi leher hingga ke telingaku, lalu bibirku. Kami berciuman mesra. Lalu dia mulai menggenjotku lagi agak pelan dan semakin cepat. Nafasnya semakin cepat. Dia mulai mengeluarkan suara lenguhan yang ditahan saat dia merasa kemaluannya mulai bergetar dan membengkak di vaginaku.

Aku tahu dia akan muncrat dan bayangan orgasmenya memicu gairahku bangkit kembali. Ekstasi yang sudah agak menurun cepat menanjak lagi.

“Bu Erna… Bapak mau keluar… Aaarrgh” desah Pak Joko. Genjotannya semakin cepat. Dia hampir sampai puncak, begitu pula aku.

“Erna juga … Pak… mau keluar lagi.”

Croot… croot… croot akhirnya Pak Joko memuncratkan sperma ke dalam rahimku yang terlindungi spiral KB.

“Aaaaarrghhh,” Pak Joko melolong.

“Aaaaaahhhh,” semprotan spermanya ke pintu rahimku membuat aku terlempar kembali ke puncak orgasme kedua kalinya.

Pak Joko menindih tubuhku. Memelukku. Aku juga memeluknya erat. Dia masih menggenjotku 2-3 kali lagi. Masih ada sisa-sisa sperma yang memuncrat.

Kami berciuman dengan sisa gairah yang ada. Terlontar ke puncak… lalu pelan-pelan kembali ke dunia. Panca Indraku kembali berfungsi. Samar-samar kudengar suara. Suara itu memanggil namaku.

“Bu Erna… Bu Erna.. Pak Joko,” suara itu sepertinya berbisik memanggil. Suara itu berasal darimana? Suara siapa?

Dari pintu! Bu Tuti!! Itu suara Bu Tuti memanggil pelan dari balik pintu.

Aku melepas ciumanku dan memandang ke pintu yang terkunci, lalu ke wajah Pak Joko, lalu ke pintu lagi. Bu Tuti! Gawat!! Pikirku.

Aku mendorong tubuh Pak Joko dari atas tubuhku. Dia berguling ke sebelah kiriku. Plop! Suara kontolnya tercabut dari dalam memekku. Celaka! Bu Tuti datang di saat aku dan Pak Joko meraih puncak orgasme kami. Dia pasti mendengar suara desahan dan jeritanku.

Aku segera bangkit mencari dan memunguti celana dalam dan rok panjangku. Memakainya. Lalu beha dan kemejaku. Kerudungku. Terakhir sepatu. Aku abaikan daleman kerudungku. Kulirik Pak Joko juga sudah memakai celananya. Dia terlihat tidak terlalu panik. Karena dia menyetubuhi masih memakai kaosnya.

Aku mengelap mukaku yang basah. Sebagian karena keringatku sendiri, sebagian lagi keringat dan air liur Pak Joko. Ku kuatkan diriku. Kubuka pintu. Nampak Bu Tuti berdiri di muka pintu.

“Sebentar lagi bell bubar sekolah,” bisiknya.

“Iya,” jawabku lemah sambil berlalu melewati Bu Tuti. Aku tidak berani memandang wajahnya. Selintas kulirik Bu Tuti melihat kedalam gudang peralatan olah raga. Melihat ke Pak Joko sebentar, lalu menyusulku. Ditepok-tepoknya bagian rokku yang kotor oleh debu.

Ya Tuhan! Aku baru saja dizinahi lelaki lain dan dipergoki oleh sahabatku. Malu karena ketahuan ditiduri sesama rekan guru datang membanjiri pikiranku. Bukan rasa bersalah. Rasa bersalah tidak pernah muncul. Sebaliknya, sedikit aku merasakan denyut nadiku berdebar karena sensasi eksibisionisme.

Kembali ke meja piket, aku merasa sperma Pak Joko mengalir keluar dari vagina. Sisa-sisa ekstasi masih masih terasa bergumul dengan rasa malu. Aku hanya bisa bersandar di kursi dan menutup mata. Aku yakin Bu Tuti tengah memandangiku penuh tanya. Berharap penjelasan dariku. Pejuh Pak Joko kembali mengalir keluar diserap oleh bahan celana dalamku. Mudah-mudahan gak sampai netes ke lantai, pikirku.

Aku menghela nafas. Keberanianku mulai tumbuh. Membuka mataku dan menoleh ke Bu Tuti. Benar saja Bu Tuti tengah memandangi dengan tatapan curiga.

“Tadi barusan aku curhat ke Pak Joko. Lagi ada masalah berat,” kusampaikan alibiku.

Bu Tuti masih tetap menatapku. Dia diam. Aku juga diam. Satu dua detik sama-sama diam. Lalu setelah menghela nafasnya, dia berbalik melihat jam dinding. Kurang dari dua menit lagi, waktu sekolah bubar. Bu Tuti menengok ke salah satu kelas. Dia melihat satu guru keluar kelas menuju ruang guru. Bu Neti.

Bu Tuti berbalik ke arahku. Kami saling mamandang. Lalu dia mengangguk-angguk. Masih tanpa suara. Melongok lagi ke jam dinding. Sudah waktunya. Diapun memencet bel sekolah.

Dia menarikku untuk berdiri. Diperiksanya rokku. Ditepok-tepoknya bagian yang masih berdebu. Membersihkannya.

“Bersihin dulu di toilet sana. Jangan sampai nembus,” bisiknya sebelum melangkah menuju ke ruang guru. Bu Tuti berhenti dan membalik lagi ke arahku.

“Lain kali kalau mau curhat jangan di sekolahan, Na. Bahaya. Bisa kepergok anak-anak atau guru lain. Di hotel aja. Yang murah banyak,” katanya tanpa nada mengejek. Lalu dia meneruskan langkahnya. Aku juga menuju ruang guru, tapi sebelumnya aku harus ke toilet.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd