Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Part 12c - Fani Side Story
Tag
: Blowjob, Titjob, Public, Exhibitionism, Double Handjob, Fingering, Anal, Anal Creampie, Ass-to-Mouth



Flashback Continues
Ini lanjutan dari flashback yang sebelumnya. Disini menceritakan gimana bisa foto-fotonya Sella ada di hape Agus

bd474e1353751257.jpg

Fani


TOK.. TOK.. TOK..

Suara ketukan di kaca mobil itu mengagetkan Fani dan Bagas membuat aktifitas yang mereka lakukan terhenti seketika. Sekilas ada sosok dari luar yang mengintip ke dalam mobil melalui jendela mobil lalu mengetuknya.

Fani nampak panik menyadari ada yang memergoki aksi mesumnya, begitu juga Bagas. Aksi mobil goyang ini bukanlah yang pertama bagi mereka. Kaca mobil Bagas begitu gelap sehingga membuat pandangan dari luar tak bisa menembus masuk, oleh karenanya mereka mulai sedikit cuek saat melakukan perbuatan haram macam ini.

Namun kali ini gelapnya kaca mobil tak bisa membentengi perbuatan mereka. Sosok lelaki itu masih berada di luar jendela menunggu respon dari sepasang pasangan yang berada di dalam mobil. Bagas dan Fani nampaknya tak sadar adanya sosok itu. Entah sudah berapa lama sosok itu ada disitu, dan berapa banyak yang sudah dia saksikan.

Wajah Fani kini langsung pucat pasi. Fani datang dari keluarga yang terhormat, dia tak bisa membayangkan kalau kini dia harus menanggung malu saat dipergoki seperti ini. Matanya tak disadari mulai lembab. Bagas nampaknya memperhatikan Fani.

Dia langsung memindahkan Fani dari pangkuannya lalu duduk di sampingnya. Bagas kemudian memakai celana dan bajunya dengan cepat dan terburu-buru. Sebagai lelaki, Bagas berinisiatif menyelesaikan urusan ini. Dia berniat menemui si pengintip itu di luar.

"Nggak usah pakai gamisnya dulu, Dek.." kata Bagas sebelum membuka pintu dan beranjak keluar mobil.

Bagas keluar dan turun dari mobilnya, hingga bisa dia lihat sosok yang menunggunya di luar. Saat pintu terbuka tadi, tubuh Fani yang masih telanjang itu bisa terlihat oleh lelaki yang mengetuk pintu tadi. Sosok lelaki mas-mas dengan kulit hitamnya yang khas terbakar matahari dengan muka penuh jerawat.

"Bapak lagi mesum ya?" kata si lelaki itu tiba-tiba,
"Saya laporin ya, saya bawa warga kesini.. !!!" todong si lelaki itu menggebu.

"Eh, jangan Mas.." jawab Bagas, "Sini, sini Mas.." ajak Bagas yang berpindah ke belakang mobil.

Posisi parkir mobil Bagas sebetulnya berada di ujung parkiran. Dan kondisinya memang parkiran kolam renang saat itu sedang sepi. Bagas berpindah ke belakang mobil agar lebih aman saja.

"Kita damai aja, Mas.." kata Bagas, "sebentar.." Bagas lalu merogoh sakunya dan mengambil dompetnya. Diambilnya lima lembar si merah dari dompetnya.

"Eh, apa ini, Pak?" kata si Lelaki itu.

"Buat jajan aja, Mas.. Hehe.." kata Bagas, "Damai ya, Mas?"

Seolah-olah sok polos tapi si lelaki menerima juga uang itu. Di benaknya dia tertawa bahagia mendapatkan rejeki nomplok di pagi ini hanya karena memergoki mobil goyang saat dia sedang membersihkan halaman parkir.

"Hehe.. Bisa aja si Bos.." kata si lelaki itu yang kini sok akrab.

"Ceweknya cakep banget tuh, Bos.. Jilbab gede tapi bening banget.." timpal si lelaki itu. "Bagi-bagi dong, Bos.. sekalian buat tutup mulut.."

Si lelaki itu sudah sedari tadi melihat Bagas dan Fani berasik masyuk. Tapi tentunya matanya fokus nanar memandang ke pemeran wanita yaitu Fani. Sudah terpatri di memori-nya akan indahnya toket Fani yang berayun indah yang sempat ia intip tadi meskipun dari kaca mobil yang gelap. Belum lagi saat tadi pintu terbuka sesaat saat Bagas keluar dan bisa terlihat jelas mulusnya badan Fani olehnya. Si lelaki tanpa malu lagi meminta Bagas untuk ikut membagi tubuh sintal sang akhwat.

"Waduh, jangan Mas.. Jangan yang itu.. Masih ting ting itu.." kata Bagas. Namun si lelaki itu masih belum menerima jawaban itu.

Bagas lalu nampak berpikir sejenak. Lelaki ini ternyata tak bisa dia lepas begitu saja. Untung saja dia tak menemukan gelagat kalau si pemuda ini merekam atau mengambil gambar pas tadi mengintip. Beberapa saat berpikir, Bagas lalu mengutarakan tawaran baliknya.

"Gini aja, Mas.." kata Bagas, membuat si lelaki itu sedikit mendekat.
"Jenengmu sopo, Mas?" tanya Bagas.

"Agus, Bos.." jawabnya.

"Gini Gus.. Di dalem sana ada yang lebih cantik, lebih cakep, udah pengalaman, dan nggak kalah seksi.." kata Bagas sambil mengambil hapenya.

"Wah tenane, Bos?" balas Agus, "Ntar Bos ngapusi terus pergi deh.."

"Tenan ini lho.. Sini.." Bagas mendekatkan hapenya hingga layar hapenya bisa terlihat oleh Agus.

Mata Agus langsung melotot saat melihat video yang sedang diputar Bagas di hapenya. Terihat sosok perempuan cantik yang telanjang yang hanya mengenakan jilbab dan sedang digarap oleh beberapa lelaki. Yang lebih membuatnya kaget, ternyata perempuan itu adalah perempuan yang selama ini dia kagumi yang hanya bisa dia pelototi saat sedang berpapasan.

Bagas memerhatikan nampaknya Agus tertarik dengan tawarannya. Entah apa yang ada di otak Bagas, hingga kini dia memutar video saat Sella sedang digangbang oleh Broto Cs, terlebih lagi dia malah menawarkan istrinya itu sebagai ganti dari Fani.

Bagas lalu mematikan video itu dengan cepat, membuat Agus kecewa karena belum selesai menontonnya.

"Kamu boleh sama yang ini, tapi jangan dimacem-macemin, Gus.." kata Bagas,

"Yang bener, Bos?" tanya Agus.

"Boleh grepe-grepe tapi nggak boleh kelewatan.. Atau tak laporin polisi ntar kamu,Gus.." lanjut Bagas. "Kalau oke, ntar kamu tak kasih gambar ini, tapi kamu nggak boleh cerita kamu dapat darimana gambar ini. Dan kamu nggak bakalan crita soal yang tadi kamu intip.. Piye?"

"Oke, Bosku.. setuju.."

"Oke.. jangan kelewatan tapi lho ya.." kata Bagas meyakinkan.

"Oke, Bos.. Janji.." kata Agus..

'Janji kalau saya bakal macem-macemin sampe kontol saya puas, Bos.. Hahahaha..' lanjut Agus tapi hanya dalam hatinya.

Bagas dan Agus lalu bertukar nomor, dan Bagas memberikan beberapa screenshot dari adegan gangbang Sella dari video yang tadi dia putar. Agus tersenyum saat sudah menerima beberapa gambar itu di aplikasi perpesanannya.

"Eh, Bosku.. Saya mau liat Mbaknya yang di dalem juga dong, Bos.. Liat thok, Bos.." kata Agus meminta.

"Eh, Jangan.. Itu khusus buatku, masih gadis pula.." balah Bagas.

"Maksud saya, Bos lanjutin aja yang tadi sampai nanti Bosku selesai.. Saya cuma liatin.. Saya janji nggak ngapa-ngapain kok, cuma liat tok Bos.."

"Oooh.." kata Bagas.

Dahi Bagas mengernyit. Dia memikirkan permintaan Agus itu. Dia sebetulnya masih belum rela membagi-bagi Fani, tapi Agus janji hanya sebatas melihat saja.

"Oke, Deh.. Ndelok thok lho, Gus.." kata Bagas.

"Iya, Bosku.. Janji.." jawab Agus.

Bagas akhirnya kembali mengiyakan permintaan Agus itu, dengan harapan semoga si pemuda itu segera menyelesaikan keinginan, dan Bagas bisa pergi dari kolam renang ini.

Bagas lalu kembali menuju mobilnya. Dia buka pintu dan naik ke SUV keluaran Eropa itu dan dia dapatkan Fani menunggu di dalamnya dengan raut muka gelisah. Tubuhnya masih telanjang sesuai instruksi Bagas sebelum keluar dari mobil tadi untuk tidak memakai gamisnya. Nipple clamp-nya sudah ia lepas dari kedua puting pink-nya, entah dimana kini berada. Bagas lalu duduk di jok tengah mobilnya.

"Mas, Gimana Mas? Kita nggakpapa kan?" tanya Fani.

"Aman, Dek.." kata Bagas sambil tersenyum.

"huuuh.. Alhamdulillah.." kata Fani merespon.

"Kamu turun sini, Dek.. Kita lanjutin yang tadi.." kata Bagas sambil membimbing Fani untuk turun dari Jok.

"Eh.. Lho.. Nggak papa disini, Mas?" tanya Fani. Posisinya kini bersimpuh di lantai mobil menghadap Bagas.

"Nggakpapa.." jawab Bagas.

"Kok pintunya nggak ditutup itu, Mas?" tanya Fani.

Bagas tak menjawab pertanyaan Fani itu dan menarik badan Fani, mendekat ke selangkangan Bagas.

"Ayo, Dek.." perintah Bagas.

Fani pun akhirnya percaya saja dengan Bagas. Bagas nampak percaya diri bahwa situasinya sudah aman terkendali. Tak perlu diminta kedua kali, Fani segera melakukan tugasnya seolah hamba sahaya yang sedang menuruti perintah tuannya.

Fani lalu menarik resleting celana Bagas. Diloloskannya celana sirwal itu hingga sebatas bawah lututnya, hingga bisa dilihat kembali oleh Fani kontol Bagas yang setengah tegang tanpa terhalang apapun.

Fani lalu memindahkan tangannya menuju kontol Bagas. Dipegangnya kontol itu dengan tangan halus Fani. Fani sebenarnya tadi masih terangsang tapi harus terhenti di tengah jalan. Saat memegang lagi batang kemaluan Bagas itu, seolah badannya seperti tersengat lecutan birahi kembali.

Sudah bukan Fani yang seorang akhwat muslimah yang rajin mengikuti kajian, ketika dia dihadapkan pada batang kelelakian Bagas itu. Keran birahinya langsung terbuka dan menyiram raganya dengan guyuran syahwat yang meluber-luber.

Diremas-remas pelan batang kontol itu, lalu mulai dikocok-kocok menggunakan jemari halus Fani. Hingga tak butuh waktu lama untuk batang itu mulai menegang lagi. Bagas pun sama saja saat tadi dia sudah berada di puncak birahinya namun harus terjeda.

"Pakai mulutmu, Dek.." pinta Bagas.

Mendengar itu, Fani lalu sedikit mengangkat tubuhnya hingga kepalanya berada di atas selangkangan Bagas, sejajar dengan perut Bagas yang agak membuncit. Fani langsung menuruti perintah majikannya itu. Dia menurunkan kepalanya hingga bibirnya menyentuh ujung kepala penis Bagas.

Cupp.. Slupp..

Lidah Fani dia julurkan mengitari kepala jamur Bagas itu. Sesekali sambil bermain di lubang kencing Bagas. Jilbab syar'i yang menghiasi wajah cantiknya membuat sang akhwat semakin seksi saja saat mulai aktifitas jilat-menjilat itu.

"Urrrgghhh.."

Bagas mengerang sambil sesekali menggeliatkan pantatnya akibat rasa nikmat yang dia rasakan di ujung penisnya. Batang lelakinya makin menegang seiring rangsangan lidah basah akhwat berjilbab di depannya itu.

Fani menjilat-jilati kepala jamur itu hingga kini nampak makin licin. Air liur bercampur precum membasahi kepala kontol Bagas. Tak berlama-lama, Fani lalu menurunkan mulutnya. Kepala penis itu perlahan mulai membelah bibir mungil sang gadis.

Bagas mengerang keenakan saat penisnya merasakan kembali hangatnya mulut jilbaber syar'i sahabat istrinya ini. Mulut yang sudah berhasil dia perawani menggunakan kontolnya.

Clop.. Clopp..

Kepala Fani mulai naik turun saat mulutnya mulai mengocok kontol Bagas. Mulut mungil itu menyepong penis Bagas yang makin mengeras. Di dalam mulutnya bisa ia rasakan batang Bagas itu makin menegang mengisi relung rongga mulut mungilnya.

Clop.. Clopp.. Cloppp..

Bagas yang keenakan lalu tak tinggal diam saja. Bagas lalu memindahkan tangannya ke bawah. Dia meraih ujung jilbab biru tua Fani yang menjuntai hingga lantai mobilnya. Dia singkapkan ke atas jilbab itu melewati pundak Fani. Terpampanglah lagi kini buah dada indah sempurna, aset utama sang akhwat, tak terhalangi apapun.


240f981370713463.gif

Dari atas Bagas lalu mulai meremas-remas kedua toket putih nan sekal itu, sambil kontolnya masih berada di mulut Fani menikmati layanan oral sang gadis. Semangka kembar itu ia remas-remas dengan tempo pelan lalu makin lama makin kencang.

Semakin ia remas makin kuat, semakin kuat pula sepongan yang ia rasakan di kontolnya oleh mulut Fani. Nampaknya toket Fani yang diremas oleh Bagas juga membuat birahi si gadis ikutan naik dan makin kuat menyedot-nyedot batang kontol Bagas.

Jika dilihat dari samping, nampak pipi Fani mengempot saat dengan kuatnya mulut itu menghisap batang haram milik suami sahabatnya. Mata Fani terpejam seolah-olah betul-betul menikmati momen ini. Menikmati rangsangan yang ia terima di gunung raksasanya sekaligus menikmati batang keras yang sedang ia kulum di mulutnya.

Clopp.. Cloppp..

Semakin tinggi birahi yang membakar tubuh sang akhwat, semakin semangat ia memainkan kontol Bagas menggunakan mulutnya. Tangan halusnya pun ikut membantu merangsang testikel sang pejantan.

Fani begitu menikmati menjamah kemaluan Bagas hingga dia sudah tak peduli bahwa pintu samping mobil itu terbuka, dan ada sepasang mata yang memandanginya dengan nanar. Berbeda dengan Bagas yang tau persis ada Agus yang memandanginya.

Bahkan Bagas merasakan sensasi aneh tapi nikmat saat budak betinanya itu dipandangi orang lain. Kontolnya makin mengeras di dalam mulut Fani saat menyadari ada yang ngiler memandangi Fani seperti itu. Agus semakin nanar saja memandang sang akhwat apalagi toketnya yang menggantung sedang diremasi oleh tangan Bagas.

"Mhhh.. Mmpphhhh.." desah Fani.

Clopp.. Cloppp..

Syahwat melilit urat nadi Fani seiring jamahan dan remasan tangan Bagas di gunung kembar raksasanya itu. Desahan mulut Fani terhalang oleh kontol Bagas yang tersumpal menutupi bibirnya sendiri. Bagas juga turut menikmati sepongan mulut Fani.

Di luar, Agus turut makin menikmati tontonannya. Dia hanya memiliki pengalaman dengan perempuan kampung atau perek jalanan, sehingga jarang didapatinya gadis cantik dan terawat seperti Fani. Terlebih lagi gadis seperti Fani yang sedang telanjang. Tak disangka celana kolornya mulai menggembung.

Clop.. Clooppp..

Bagas masih merasakan sepongan mulut Fani yang semakin liar. Kadang Fani mengeluarkan lidahnya untuk menjilat-jilat batang penisnya sampai biji pelernya, lalu kembali lagi mengulum kontolnya. Ditambah diketahuinya Agus yang di sebelahnya tak jauh di luar mobilnya yang sedang memandangi Fani itu ternyata menambah sensasi tersendiri bagi Bagas.

Bagas kini mulai betul-betul mempertimbangkan untuk membagi gadis perawan ini dengan lelaki lain. Pemikiran yang baru yang ia dapat yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Dia kira dia tak mungkin berbagi bribikannya itu, tapi ternyata ada kepuasan tersendiri yang dia rasakan kini saat memamerkan Fani mengerjakan aksinya kepada Agus.

Agus-pun merasa dirinya beruntung sekali pagi ini. Tak disangkanya kesialannya selama ini kini berbalik menjadi keberuntungan saat mampu melihat seorang perempuan berjilbab tapi telanjang dengan bodi seksi sedang mengulum penis. Jakunnya naik turun, dia iri dengan Bagas, lelaki yang kontolnya sedang dikulum nikmat dan juga tangan Bagas dengan bebasnya menjamah tubuh si betina itu.

"Uuuhhhh.. Gede banget susune, Bos.." kata Agus tiba-tiba.

Fani langsung kaget saat mendengar suara yang cukup keras dari luar mobil itu. Dia langsung menghentikan aktifitasnya dan menoleh ke arah luar.

"Ehh.." kata Fani.

Dirinya menyadari ada sosok laki di sebelah sana, hanya berjarak beberapa meter darinya, memandanginya saat dia hampir telanjang bulat seperti itu. Tangannya segera menutupi dadanya yang terekspos itu menggunakan jilbabnya yang ia turunkan lagi. Tangan yang lain menutupi pahanya yang tak terhalang apapun.

"Mas!! Itu, kokโ€ฆ" kata Fani saat menengok ke Bagas.

Fani seolah bingung, karena ada orang di luar yang memandanginya, namun Bagas diam saja seolah membiarkannya.

"Nggakpapa, Dek.. Dia cuma liatin aja, Kok.."

Fani hanya bengong. Dia masih kaget tak percaya, mulutnya terbuka. Jika ini di ruang yang lapang, dia pasti sudah lari terbirit-birit mencari tempat perlindungan. Tapi dia kini ada di lantai mobil diantara jok depan dan tengah, dengan space yang sempit yang tak mungkin bisa lari kemana-mana selain menutupi tubuhnya sebisanya dengan tangannya.

Otaknya masih bingung memproses ini semua. Dia merasa takut dan khawatir karena lelaki di luar itu memandangi dirinya dengan mata melotot. Tapi Bagas tak bergeming seolah memang tak akan terjadi hal buruk yang akan menimpanya. Saat menoleh ke arah Bagas, rasa itu bercampur antara gelisah dan percaya saja pada Bagas.

Fani kemudian bisa menyimpulkan bahwa lelaki di luar itu pastilah sosok yang tadi mengintip mereka yang mengetuk-ngetuk jendela mobil. Entah apa yang sudah dibicarakan oleh Bagas dan Agus hingga Bagas mendiamkan Agus yang mematung di luar seperti itu memandangi Fani. Agus adalah lelaki kedua yang melihat tubuhnya polos seperti ini setelah Bagas.

"Kok berhenti, Dek.. Ayo lanjutin.." kata Bagas.

"Mas ihh.. ituu.." kata Fani sambil menunjuk ke arah luar.

"Kontolku masih ngaceng ini.. Ayo lanjutin lagi, Dek?" pinta Bagas lagi.

"iiih.. Nggak mau Mas.. Diliatin itu lho.." balas Fani.

"Eh.. Yakin nggak mau?" kata Bagas seolah mengancam. "Badanmu itu punya siapa?"

Lanjut Bagas lagi, kali ini sorot wajahnya menunjukkan mimik serius di hadapan Fani. Dan setelahnya, tak diduga, Fani menundukkan wajahnya sebentar lalu beranjak maju lagi mendekati selangkangan Bagas.

"Punya Mas Bagas.." kata Fani.

Bagas tadi sebenarnya tak sepenuhnya yakin dengan ancamannya. Ada secuil rasa khawatir jika ancamannya tadi malah berbalik menjadikan Fani kabur dari genggamannya. Namun, ternyata Fani malah mendekat lagi ke selangkangannya.

Fanipun seolah merasa tak bisa lepas dari Bagas. Dia yang sudah merasakan kenikmatan demi kenikmatan duniawi itu lalu muncul rasa perih di hatinya saat tadi Bagas mengancamnya. Dia masih ingin terus meneguk nikmatnya surga dunia bersama Bagas. Di hatinya, hanya Bagaslah satu-satunya lelaki baginya.

Dia tak bisa untuk tak memenuhi keinginan Bagas, apapun itu. Meskipun itu berarti kini ia harus rela dilihat oleh lelaki lain saat sedang bercumbu dengan Bagas. Harga yang siap dia pilih demi tak ingin lepasnya dirinya dari Bagas.

Perlahan Fani menggerakkan tangannya menuju kontol Bagas. Tangan halusnya pun lalu menggenggam penis Bagas yang kini setengah tegang. Dengan pelan dia remas-remas kontol Bagas. Masih ada rasa enggan sesungguhnya di hati Fani saat dirinya harus dilihat oleh orang asing dalam keadaannya saat ini.

Remasan tangannya pun menjadi terasa kikuk di kontol Bagas. Bagas pun nampaknya juga menyadarinya. Tapi Bagas memilih untuk mendiamkannya saja tak berkomentar lebih jauh, karena Bagas sadar bahwa ini pengalaman pertama Fani.

Tangan Bagas lalu turun menuju ujung jilbab Fani yang menjuntai sampai perutnya, tipikal jilbab syar'i yang biasa dipakai oleh akhwat seperti Fani. Dinaikkan lagi ujung jilbab itu oleh Bagas hingga nampaklah semangka kembar yang membusung di dada Fani itu.

Fani menatap Bagas dengan muka memelas, seolah protes tak ingin asetnya yang paling istimewa itu terekspose. Namun tangannya tetap mengocok penis Bagas. Protesnya itu memang setengah hati saat sesungguhnya di dalam hatinya dia tak bisa menolak permintaan Bagas.

Fani tak berani menoleh ke samping ke arah luar, melirikpun tak berani. Meskipun ia tahu pasti di luar sana Agus sedang melihatnya. Matanya fokus ke arah Bagas sebagai satu-satunya faktor yang menenangkan batinnya dalam keadaan hatinya yang sedang semrawut saat ini.

Memang benar bahwa Agus sedang memandangi gadis di depannya itu. Bahkan kini posisi Agus semakin maju hingga hampir menempel ke lubang pintu, menyisakan beberapa senti saja dari jok mobil Bagas. Matanya makin nanar dan melotot memandangi seksinya tubuh Fani.

Tangannya yang mengocok kontol Bagas itu sebisa mungkin ia gunakan untuk menutupi toketnya dari samping, namun yang terjadi justru daging bulat ranum itu malah ikut berayun-ayun semakin seksi.


37c64c1370713469.gif

"Pakai toketmu, Dek.." pinta Bagas kali ini.

Bagas pun entah mengapa turut menikmati ini semua. Tak disangkanya membagi betinanya itu ternyata memberikan sensasi nikmat di otaknya. Kocokan tangan Fani yang asal-asalan itupun mampu membuat kontolnya tegang kembali akibat sensasi aneh itu.

Fani diam untuk sesaat, dengan memasang muka masam sambil masih memandangi Bagas. Dia tahu, jika dia menuruti permintaan pesuruhnya itu, buah dadanya pasti akan makin terekspos dan menjadi tontonan gratis buat Agus. Batinnya bergolak, setitik nurani membisikinya untuk mengakhiri ini semua.

Namun itu semua luruh oleh sorotan serius dari mata Bagas sebagai balasan saat Fani memandang suami sahabatnya itu. Setan syahwat membujuk Fani untuk ikut menikmati ini semua dan percaya sepenuhnya pada Bagas, toh sejauh ini Bagas tak pernah membuatnya kecewa dan tak pernah gagal memberikan kenikmatan duniawi.

Fani lalu mulai beranjak maju, mendekatkan tubuhnya ke selangkangan Bagas. Dia angkat tubuhnya hingga buah dadanya kini sejajar dengan perut Bagas, yang makin terlihat oleh Bagas dan tentunya makin terlihat jelas juga oleh Agus.

Tak disadarinya, ludah Agus menetes dari tepi mulutnya yang terbuka. Buah dada sempurna milik Fani itu mampu membuat pemuda kampung itu ngeces. Tak ada lelaki yang tak mungkin menelan ludah saat melihat toket bulat putih dan amat besar itu, apalagi Agus.

Terlebih lagi Fani yang sudah mengangkat tubuhnya itu membuat payudaranya dapat terlihat semakin jelas oleh mata nanar Agus. Fani pun menyadari sepenuhnya hal itu walaupun dia masih tak sudi melirik lelaki itu.

Fani masih memasang muka masamnya saat dia menggerakkan dadanya semakin ke depan menghampiri kontol Bagas. Tangannya memegang sisi-sisi toket ranumnya sebelah kanan dan kiri. Semakin maju hingga kontol Bagas kini sudah berada di belahan toket Fani.

Fani lalu menekan toketnya dari samping dengan kedua tangannya hingga kontol Bagas itupun terhimput dua bulatan kenyal, hilang tertutup di tengah belahan toket jumbo Fani.

Dan setelah itu Fani lalu kembali diam.

"Ayo, Dek.. Kaya yang biasa kamu lakuin.." kata Bagas.

Perintahnya itu bernada santai, tapi seolah memberi perintah kepada Fani yang harus dituruti oleh sang betina. Lalu, dengan masih ada rasa enggan, Fanipun menuruti permintaan Bagas.

"Cuiihh.. "

Fani meludah tepat di belahan payudaranya. Dengan tangannya, Fani menggoyangkan dua bulatan toket jumbo itu untuk meratakan ludahnya. Selama beberapa kali Fani meludah, hingga kontol Bagas yang terjepit di tengahnya itu cukup basah akibat liur Fani yang menjadi pelumasnya.

Fani dengan terampil menggoyangkan bulatan sekal itu menjepit kontol Bagas, meskipun dengan perasaan enggannya. Fani tak ada masalah dengan Bagas. Batinnya masih sulit menerima ada lelaki lain yang menikmati tubuhnya selain Bagas, meski itu hanya memandangnya.


1321871370713508.gif

Seandainya tidak ada Agus, pasti batang kontol Bagas itu sudah dia servis maksimal mungkin menggunakan toketnya seperti biasanya. Adanya Agus membuat Fani merasa enggan meskipun ia masih tetap menggoyang-goyangkan toket jumbonya memijat penis Bagas.

Clep..Cleeppp..

Ludah Fani yang melumuri kontol Bagas itu membuat pijatan buah dadanya menimbulkan bunyi kecipak. Lama kelamaan, Fani yang menjepit rudal Bagas dengan meremas-remas buah dadanya itu mau tak mau kembali membangkitkan gairahnya sendiri.

Tubuhnya lambat laun ikut memanas. Rasa geli mulai menjalar di vaginanya. Dalam kondisi biasanya, mulutnya pasti sudah mendesah. Namun adanya Agus membuat Fani merasa harus bisa menahan desahannya. Tubuhnya memang mulai didera nafsu tapi dia tak ingin Agus tau.

Fanipun masih melanjutkan remasannya di buah dadanya, menjepit dan memijat batang suami sahabatnya, sambil bersorot wajah masih sok masam.

"Wuhh.. Mesti manteb itu susunya ya, Bos.." celoteh Agus tiba-tiba.

"Hehehe.." balas Bagas hanya dengan kekehannya.

Fani menanggapi balasan Bagas itu dengan makin cemberut, meski ia masih menggoyang-goyangkan gunung kembarnya. Bagas pun nampaknya mengerti kalau Fani masih memiliki rasa tak nyaman. Tangan Bagas lalu bergerak maju.

Dia gunakan tangannya untuk ikut meremasti daging kenyal milik Fani yang tersaji di hadapannya itu. Remasannya ia lakukan dengan kencangnya. Bisa terlihat mata Fani yang langsung terpejam begitu toketnya diremas-remas kuat oleh Bagas.

Lambat laun, Fani mulai terhanyut deburan ombak syahwat yang memecah benteng nalarnya. Peluh yang keluar dari kulit putihnya menjadi saksi ketidakberdayaannya melawan kenikmatan duniawi.

Fani semakin dilanda birahi akibat permainan tangannya sendiri ditambah sekarang tangan Bagas di payudaranya. Perlahan kesadarannya mulai luluh dan kembali ikut mengikuti aluran syahwatnya.

Di bawah sana memeknya berkedut makin kencang. Lendir kenikmatan tak disadarinya mulai merembes keluar, menandakan tubuh gadisnya yang kini terangsang hebat. Mulai tak dipedulikan bahwa dirinya sedang dilihat oleh Agus, lelaki kampung yang makin ngiler sebagai pemirsa dari aksi Fani dan Bagas itu.

Bagas sendiri malah semakin bernafsu oleh kehadiran Agus sebagai penikmat tubuh Fani itu. Dia makin kuat meremas-remas bulatan kenyal nan besar di dada Fani itu.

"Sshh.."

Fani mulai mendesis pelan, entah disadarinya atau tidak, seiring dengan Bagas yang meremasi toketnya dengan gemasnya. Kontol Bagas semakin dia pijat dengan liar menggunakan toketnya. Detik demi detik, Fani sudah benar-benar terjun di dalam lembah kenikmatannya sendiri dan menikmati kemesuman ini semua.

Agus melihat dua insan berbeda kelamin semakin larut dalam permainan yang semakin panas itu. Dia merasa tak nyaman akibat kontolnya yang mulai menegang tapi terhalang celananya. Hingga dengan santainya, ia lepas ikatan celananya dan segera memelorotkan celana beserta celana dalamnya turun.

Hingga di lahan parkiran yang terbuka itu, terpampanglah kontol Agus mulai menjulang di tengah selangkangannya. Tak ia pedulikan jika ada yang memergokinya entah orang lain atau pengunjung kolam renang lain atau bahkan bosnya sendiri, Ummu Nida. Dia ingin bisa ikut menikmati adegan live show di depannya itu.

Dari dalam mobil, Fani tak menyadari Agus yang mengeluarkan kontol hitamnya itu, namun Bagas menyadarinya. Bagas terkekeh dalam hatinya, mengetahui Agus yang tak kuat hanya dengan melihat Fani. Bisa dilihat oleh Bagas kalau Agus di sisi luar mobilnya itu mulai mengocok sendiri penisnya.

Bagas tak berkomentar ataupun melarang Agus. Bagas sedikit penasaran sampai seberapa berani si Agus ini, meskipun awalnya tadi perjanjian mereka hanya membolehkan Agus untuk melihat saja, tidak lebih.

Justru kini malah seolah Bagas semakin bernafsu menjamah Fani mengetahui betinanya dipelototi Agus seperti itu. Tangannya makin kuat meremas buah dada sempurna milik Fani. Jemarinya bermain di puting pink Fani.

"Houhhh.. Shhh.."

Mulut Fani mulai berani mendesah, tak lagi malu-malu. Terlebih jamahan jari Bagas di pentilnya membuatnya tak bisa untuk tak terlena dalam alunan nafsu birahinya. Dua pentilnya semakin mengeras saja saat dimainkan oleh Bagas.

Birahi yang memenuhi aliran nadinya itu membuatnya ikut memijat toketnya makin lincah dan liar, memijat kontol Bagas yang tertindih di antara daging kenyal itu. Bahkan tangan kiri Fani dia gerakkan melewati bawah toketnya, lalu meraih buah zakar Bagas dan mulai meremas-remasnya demi ikut merangsang tuannya itu.

Mulutnya semakin kencang saja mendesah. Matanya makin sayu terangsang embersamai bulir keringat yang keluar dari pori-pori kulit langsat terawat khas putri keraton itu. Fani benar-benar sudah lupa daratan.

"Hsssshh.. hhhmmpphhh.." desah Fani.

Dirinya seolah sudah berbeda 180 derajat dari beberapa saat lalu, ketika dia dengan malu-malu tak mau menunjukkan sisi lainnya itu karena ada Agus. Tapi kini Fani seolah tak peduli itu semua dan memasrahkan diri untuk hanyut di telaga kenikmatan syahwatnya.

Walau begitu, Fani masih tak mau menengok atau bahkan melirik ke arah Agus. Dia fokus kepada rangsangan yang dia terima dari Bagas sekaligus merangsang tuan pemilik tubuhnya itu, sehingga Fani masih tak menyadari kalau Agus sudah mengeluarkan kontolnya sambil mengocok sendiri pusakanya itu tepat di pintu mobil.

Bagas masih menikmati batangnya dipijat oleh kenyalnya buah dada jumbo sempurna sekaligus biji salaknya diremas-remas oleh tangan halus Fani. Tak lama, Bagas sedikit maju lalu membisikkan sesuatu ke telinga Fani yang membuat sang akhwat terperanjat.

"Dek.. Liat.. Kamu bikin Agus ngaceng tuh.. Dia sange liat badanmu yang seksi.." bisik Bagas, "Apalagi toketmu yang gede ini, Dek.."

Fani secara refleksnya langsung melirik ke arah luar pintu dan langsung bisa dilihatnya Agus yang sedang mengocok sendiri batang kemaluannya yang sudah menegang. Muka Fani langsung memerah. Namun tak ada lagi rasa marah di dirinya.

Nafsu yang membumbung di benaknya membuatnya melupakan sesaat bahwa sosok lelaki kampung itu bukanlah siapa-siapanya, dan seolah kini membiarkan saja si pemuda itu beronani sambil memelototi dirinya. Malah muka Fani ikut bersemu merah, bercampur antara rasa malu dan rasa terangsang yang memenuhi tubuhnya.

"Toket gedemu ini emang harusnya dinikmatin banyak orang, Dek.."

Bagas melanjutkan bisikannya, kali ini sambil meremas-remas kuat toket Fani itu dengan dua tangannya dengan gemasnya.

"Shh.. Houhhh.. Hmmppffhh.." desah Fani.

Mulutnya mendesah makin keras dan binal seiring tangan Bagas yang makin liar juga menjamah buah dada jumbonya, apalagi ketika bermain-main di areola pink milik Fani itu. Mata Fani masih melirik Agus. Tubuh Fani semakin panas menyadari ada kontol kedua tak jauh di sebelahnya itu.

Memeknya makin becek di bawah sana, bahkan beberapa lendir kenikmatan yang keluar dari liang perawannya itu serasa mulai menetes membasahi karpet mobil Bagas.

Bagas sepertinya juga menyadari perubahan Fani itu. Dia bisa melihat kalau Fani kini tak lagi sungkan ketika ada sosok ketiga di tengah permainan mesumnya ini. Hal yang sebenarnya tak diduga oleh Bagas, namun dia sendiri juga tak menolaknya.

Di otaknya lalu muncul berbagai skenario super mesum begitu menyadari bahwa Fani ternyata malah menikmati aksi semi eksibisionisnya ini.

"Kamu seneng ya kalau toketmu ini bikin kontol Agus ngaceng?" tanya Bagas.

Fani tak menjawab pertanyaan Bagas itu. Entah mengapa dadanya malah makin bergemuruh mendengar pertanyaan atau pernyataan dari Bagas itu. Matanya masih, sambil dengan sayunya, melirik Agus. Bahkan kini mulai fokus melihat kontol Agus yang sedang dionaninya sendiri.

Cpekk..Cpleekk..

Kontol Bagas yang sudah terlumuri ludah Fani itu menyuarakan bunyi kecipak saat beradu dengan daging putih kenyal nan bulat sempurna itu. Fani makin binal menservis rudal Bagas. Tangan kirinya meremas nikmat biji zakar Bagas, membuat sang pejantan itu blingsatan keenakan. Entah mengapa menyaksikan ada lelaki lain yang sedang mengocok kontolnya sendiri yang berbeda kasta jauh dengan Fani itu malah membuat Fani makin terangsang.

Keringat makin deras keluar daari tubuhnya membuat tubuh Fani semakin mengkilat. Jilbab yang dipakainya, yang sudah tersampir ke belakang itu semakin lecek. Nafsu yang memenuhi seluruh relung raganya itu membuatnya makin kuat meremas sendiri toketnya yang sedang memijat kontol Bagas.

Jepitan toketnya di kontol Bagas itu makin kencang. Tangannya semakin liar dan nakal menggoyangkan toketnya sendiri sambil juga dibantu oleh tangan Bagas. Mata Fani kadang melihat ke arah Bagas yang makin merem melek akibat jepitan gunung kenyalnya di toketnya itu. Sesekali matanya juga tetap melirik ke arah Agus.

Dalam hati kecilnya, ada yang membisiknya untuk memerhatikan kontol Agus. Kontol hitam itu mulai mengeluarkan cairan precum-nya yang malah membuat Fani makin merinding.

Bahkan syahwatnya membuatnya membayangkan bagaimana nikmatnya jika kontol Agus itu yang dia pijat menggunakan susu sekalnya ini. Kontol yang ukurannya lebih besar dan panjang dari Bagas, meski dengan badan kurus Agus itu.

Cplekk.. Cpleekkk..

Membayangkan seperti malah membuat Fani makin kuat menggoyang-goyangkan tubuhnya naik turun, membuat toket jumbonya itu makin kuat mengocok penis Bagas menghasilkan bunyi makin nyaring. Dia merasakan kontol Bagas semakin mengeras di belahan toketnya itu.

Bagas pun sebetulnya sudah berada di puncak birahinya juga. Tangannya tak lagi meremas toket Fani. Sisi eksibisionis Fani yang baru saja tergali itu membuatnya tak tahan lama dikocok kontolnya dengan daging montok Fani itu, meski spermanya sudah dikuras beberapa kali sejak pagi tadi.

"Ugghh.. Enak banget susumu, Dek.. diliatin Agus gitu malah kesenengan kamu, ya.." erang Bagas, "dasar Akhwat binal.."

Mendengar hinaan Bagas itu malah membuat Fani makin cepat mengocok penis tuannya itu menggunakan gunung kembarnya. Biji zakar Bagas tak luput ia remas-remas menggunakan tangan kirinya.

"Keluar aku, Dek... Uggghhh.. terima nih pejuhku, lonte jilbab.."

crot.. crott.. Croottt..


1e9d9b1370713510.gif

Kontol Bagas itu menyemburkan isinya selama beberapa kali di tengah kuatnya himpitan susu bulat Fani. Fani masih terus menggoyangkan tubuhnya dan meremas-remas toketnya demi menguras kembali sperma Bagas.

Tangannya ikut membantu mengocok batang kontol Bagas, mengeluarkan isinya hingga bersih tak bersisa ia keluarkan tepat di susunya sendiri. Namun kali ini, ia lakukan sambil melirik ke Agus. Matanya kini ia beranikan beradu pandang dengan mata pemuda keling itu.

Agus membalas pandangan Fani itu sambil tersenyum mesum. Sungguh indah pemandangan di depannya itu. Seorang perempuan cantik yang telanjang dengan tubuh seksi berhias buah dada sempurna belepotan sperma itu sedang memamerkan aset utamanya bagi pemuda kampung lusuh ini. Jilbab yang dikenakannya itu makin membuat wajah ayu Fani nampak menggairahkan. Membuat Agus makin kuat mengocok penisnya sendiri.

Fani pun sudah tak malu lagi mendapati dirinya dipelototi Agus seperti itu. Sambil membersihkan sperma Bagas dengan meratakan cairan kental itu di gunung kembarnya hingga membuat toketnya makin mengkilap.

Fani yang memandang Agus itu seolah sedang memamerkan tubuhnya saat buah dada indah nya ia goyangkan untuk membersihkan pejuh Bagas. Seolah ia kini adalah pelacur betulan yang sedang mempromosikan kemampuannya. Dan kali ini Agus lah yang menjadi penonton beruntung itu.

Bagas yang kembali lemas paska klimaksnya itu ternyata masih tetap memerhatikan Fani dan Agus. Dia benar-benar tak menyangka ternyata Fani memiliki sisi liar tersendiri yang tak butuh waktu lama untuk menampilkan hasil transformasi seksualnya itu. Bagas lalu mendekat lagi ke telinga Fani.

Dia membisikkan suatu perintah di telinga Fani secara pelan namun tegas.

Fani yang sedang membersihkan sisa-sisa klimaks Bagas itu lalu mendengar bisikan Bagas. Dan seketika itu pula mukanya langsung merona merah malu. Dia menggeleng pelan sambil menatap Bagas dengan iba, seolah protes akan perintah Bagas. Namun Bagas hanya menatap Fani.

Entah syahwat dari mana, Fani lalu tak berani melawan perintah Bagas barusan. Dengan malu-malu, Fani lalu memutar tubuhnya ke samping, hingga kini tubuh telanjangnya tepat terlihat oleh mata Agus. Yang lagi-lagi langsung membuat pemuda kampung itu melongo tak percaya.

Ada bidadari cantik yang sedang memamerkan tubuh telanjangnya di depan matanya. Dirinya memang bukan tidak pernah melihat wanita telanjang. Namun pengalamannya selama ini hanya dengan gadis desa di kampungnya, paling mentok dengan pelacur yang ia sewa bersama teman-temannya.

Tapi kini di hadapannya terpampang tubuh sintal sempurna milik gadis yang selalu merawat kulit tubuhnya. Gadis perawan keturunan darah biru yang tak hanya jelita, tapi badannya juga seksi tak terkira. Ditambah jilbab syar'i yang membungkus wajah ayunya.

Fani menoleh ke Bagas, seolah sebagai bentuk konfirmasi atas perintah Bagas yang hanya dibalas pandang serius oleh Bagas. Hingga mulut mungil sang akhwat itupun melaksanakan perintah Bagas,

"Mas.. Mas, saya bantu ya colinya?" Kata Fani.

Mukanya merah terbakar saat dirinya berkata seperti itu. Mata nya sesekali melirik ke Bagas, sang pemberi perintah.

"Weh.. beneran ini Bos?" tanya Agus kepada Bagas seolah tak percaya.

Perjanjian awalnya tadi Agus hanya diijinkan untuk melihat saja. Dirinya yang mengeluarkan pusaka hitamnya lalu mengocok sendiri itu saja membuatnya merasa dia sudah melanggar perjanjian tadi. Namun kini dia disuguhi sajian yang tak mampu ia tolak.

Bagas pun tak menjawab, dan hanya mengangguk. Memberikan isyarat bagi Agus untuk melanjutkan onaninya sambil memeloti bacolan hidupnya itu seolah atas seijin pemiliknya.

Fanipun kini hanya diam mematung. Membiarkan tubuh sintalnya dijadikan bahan coli Agus, sesuai instruksi Bagas. Agus makin nanar menatap tubuh telanjang Fani, terutama dua semangka bulat yang membusung di dada putih Fani itu. Erangan pelan keluar dari bibir hitam Agus yang makin cepat mengocok penisnya sendiri.

Di posisi ini, mau tak mau Fani juga harus menatap Agus yang sedang coli nikmat itu. Dia bisa melihat lebih jelas penis Agus yang gelap menjulang itu. Penis yang penuh urat-urat pembuluh darah yang menghiasi batang kontolnya. Darah Fani makin berdesir saat makin lama memandangi kontol itu.

Setelah beberapa saat, Bagas kembali mendekat ke telinga Fani yang tertutup jilbab yang terlihat kusut itu. Bagas kembali membisikkan perintah selanjutnya ke telinga Fani.

Fani terkaget begitu selesai mendengar perintah Bagas itu dan langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia tak kuasa melakukan apa yang dikehendaki Bagas.

Lalu Bagas memegang dagu Fani dan menolehkan kepala Fani hingga mata Bagas kini menatap tajam bola mata Fani yang masih sayu bercampur iba dan khawatir itu. Lagi-lagi tatapan sang pejantan itu membuat sang akhwat luluh, disamping karena darah panas yang juga membakar gairah tubuh Fani.

Fani kembali lagi menghadap Agus. Dengan segenap hati, dia lalu menuruti perintah Bagas dengan membuka mulutnya untuk berucap kata yang tak bisa ia habis pikir.

"Mas.. Mas Agus colinya mau sambil liat...... Liat toket apa memek saya?" Kata Fani sedikit terbata-bata.

Gadis ningrat itu tak pernah menyangka akan mampu berucap serendah seperti itu kepada penjaga kolam di depannya ini. Namun dirinya kini memang sudah tak mampu lagi menolak apapun perintah Bagas. Bahkan ada setitik api sensasi yang terpantik di lembah syahwat Fani saat dia menawarkan tubuhnya untuk dijadikan bahan coli Agus.

Seringai mesum penuh kepuasan tersungging menghiasi muka gelap Agus begitu Agus mendengar tawaran Fani itu.

"Susunya aja, Mbak.. Gedhe seksi gitu, bikin gemes.. uurgghh.."

Agus mengerang sambil makin kuat mengocok penisnya. Fani sedikit memajukan badannya, seperti instruksi Bagas, sehingga tubuh telanjangnya tepat berada di pintu mobil, membuat Agus makin jelas memandang tubuh sempurna tanpa cela si gadis. Fanipun semakin jelas melihat penis gelap si pemuda cabul itu.

"Urrgghhh.. Gede banget susune, Mbak Jilbab.." erang Agus.

Selama beberapa saat Agus beronani sambil menikmati pemandangan di depannya, seorang gadis cantik yang mematung memamerkan tubuh telanjangnya. Meski sempitnya ruang di depan jok mobil itu, tapi toket bulat jumbo itu tetap terlihat menantang bagi Agus.

Fani pun sebetulnya semakin panas terbakar birahi saat harus melihat lelaki yang bukan siapa-siapa yang belum pernah ia kenali sebelumnya itu sedang mengocok sendiri pusaka gelapnya. Urat-urat yang mengelilingi penis keras itu nampak kokoh menggoda syahwatnya, vaginanya berkedut-kedut kuat tanda dirinya yang semakin terangsang.

Bagas yang masih menyisakan penghabisan klimaksnya lalu kembali mendekatkan mulutnya ke telinga Fani. Meski lemas setelah muncrat tadi, tak dapat dipungkiri bahwa ia masih ikut menikmati adegan di depannya ini.

Bagas lalu membisik perintah selanjutnya ke telinga Fani. Fani langsung bersemu merah setelah usai mendengar perintah itu, namun tak ada tanda penolakan seperti sebelumnya. Gairah yang menyulut setiap simpul syarafnya membuatnya memilih untuk akhirnya ikut permesuman haram ini.

Kedua tangannya lalu dia pindahkan tepat ke dua bongkah toket super besarnya itu. Bagas meminta Fani untuk memainkan sendiri toketnya. Dengan jemari halusnya, Fani mulai meremas lembut daging kenyalnya itu sendiri.

Perintah Bagas tadi tentunya bertujuan agar Fani memainkan sendiri teteknya untuk menggoda Agus. Sperma Bagas yang melumuri toket Fani itu makin menambah seksi buah dadanya ketika dengan tangannya sendiri Fani meremas-remas.

Fani yang sudah di fase terangsangnya itu makin menambah gairahnya saja saat buah dada itu diremas-remas meski dengan tangannya sendiri. Matanya makin sayu menikmati syahwat yang melandanya. Keringat tak henti-hentinya bercucuran turun membersamai libidonya yang semakin naik.

"Shhh.. Hmmpphh.." desah Fani.

Tanpa ia sadari, tangan kirinya ia pindahkan sendiri menuju selangkangannya. Perlahan, ia mulai mengelus-elus selangkangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Tubuhnya serasa dikejut oleh lecutan hebat saat secara bersamaan kemaluan dan buah dadanya mendapatkan jamahannya.

Dirinya telanjang dan dilihat oleh lelaki asing di depannya itu memberi sensasi yang menggetarkan nafsunya. Apalagi kini ditambah dirinya yang sedang masturbasi sendiri di depan pemuda cabul itu, ternyata malah membuat dirinya makin terangsang saja.

Tak pernah terpikirkan oleh Fani sebelumnya bahwa ia bisa menikmati saat dia harus memainkan tubuhnya sendiri sambil dilihatin oleh orang lain. Memang benar bahwa awalnya ini adalah perintah Bagas. Namun kini seolah Fani sendiri makin menikmati momen eksibisionisnya ini.

Dua tangannya seolah berlomba antara bermain di toket dan memeknya yang makin becek itu. Sensasi memamerkan tubuhnya sekaligus memamerkan onaninya sendiri di depan Agus itu entah mengapa malah membuat gairah Fani perlahan membuatnya merasakan dekatnya gelombang orgasme.

Toketnya diremasnya makin kuat, sementara liang kemaluannya makin banjir akibat gesekan dan elusan tangan kirinya. Sungguh tak ia kira kalau dia bisa hampir orgasme saat telanjang dan masturbasi di depan pemuda gelap nan cabul itu.

Cpekk.. Cpekkk..

Tangan kiri Fani makin cepat menggesek-gesek belahan memeknya sendiri yang sudah sangat becek itu. Memeknya berkedut-kedut makin cepat. Di benaknya kini hanya ada satu tujuan yaitu klimaksnya. Matanya terpejam dengan bibir yang sedikit terbuka mengeluarkan desahan nikmatnya.

Hingga saat tubuhnya sedang di puncak panasnya, saat sengatan klimaks itu hampir ia dapat, tiba-tiba tangan kanan Fani ditarik ke depan yang langsung membuat Fani membuka matanya. Agus dari depan menarik Fani dengan kuat, hingga tak ada pilihan lain buat Fani untuk maju dan turun dari mobil Bagas.

Begitu cepatnya, Fani pun kini sudah berada di pelataran halaman parkir kolam renang itu. Dirinya yang terangsang hebat tadi tak sempat untuk berfikir apalagi menolak. Hingga beberapa detik kemudian Fani menyadari bahwa dirinya tak lagi berada di mobil Bagas. Sandalnya pun tak sempat ia pakai dan kini ia hanya beralas kaus kaki yang sedari tadi ia gunakan membalut betisnya.

Dirinya yang telanjang dan menyisakan sehelai jilbab itu berdiri di pelataran lapang itu dan mulai panik. Agus lalu mendorong turun tubuh Fani hingga Fani mau tak mau kemudian berjongkok. Naluri normalnya mulai kembali, lalu tangannya berusaha mengatup buah dada dan selangkangannya, meskipun tak bisa menutupi tubuh sintal telanjangnya itu.

"Disini aja, Mbak.. lebih leluasa, jadi keliatan kan.." kata Agus.

Tangannya kembali lagi mengocok pusaka gelapnya. Matanya makin nanar memelototi Fani. Kini makin jelas dapat dilihat tubuh Fani yang telanjang akibat cahaya siang meski tertutupi awan kelabu tapi cukup menyinari tubuh molek sang akhwat cantik itu. Penis Agus semakin keras seiring makin cepatnya kocokan tangannya.

Sementara Fani clingak-clinguk saat dirinya mendapati kondisinya dengan penuh rasa sadarnya. Ketika dia menoleh ke dalam mobil, alangkah kagetnya saat melihat Bagas malah tersenyum saja, tak berusaha menariknya kembali ke dalam mobil. Fani bingung akan apa yang harus ia lakukan.

Diamnya Bagas menunjukkan seolah Fani tak perlu takut dan khawatir. Hingga tak lama kemudian, Bagas ikut turun dari mobil. Kondisi Bagas juga hanya memakai baju tanpa celana dan langsung mendekati Agus dan Fani di pojok halaman parkir yang lengang itu.

"Parkiran sepi, Bosku.. saya jamin nggak ada yang ngganggu.." kata Agus.

Seolah dia bisa menebak kalau Bagas khawatir saat aksi mesumnya berpindah ke ruang publik itu, dan segera meminta untuk tak perlu was-was. Bagas pun hanya mengangguk.

Fani yang masih berjongkok itu mengira Bagas turun untuk menyelamatkan dirinya dari aksi pelecehan Agus. Namun harapannya pupus begitu menyadari, saat Bagas sudah mendekatinya, Bagas malah menempelkan kontolnya di bibir tipis Fani. Posisi Bagas berdiri ada di sebelah kanan Fani.

"Bersihin dong, Dek.. masih ada sisa pejuhku tuh.." kata Bagas, sambil tangannya mulai memegangi kepala Fani.

"Tapi Mas, ini di lu... Hmmmpphh.."

Belum selesai Fani berucap, Bagas sudah menjejalkan penisnya yang setengah layu itu masuk di bibir mungil yang tak tertutup rapat itu. Kepalanya terbalut jilbab syar'i itu tak bisa bergerak karena dipegang erat oleh tangan Bagas. Kontol Bagas yang terlumuri sisa spermanya tadi lalu mulai merasakan hangatnya mulut Fani.

Menggarap Fani di tempat terbuka seperti ini memberi kepuasan tersendiri bagi Bagas. Bagas perlahan sudah melupakan amalan moral yang dia dapatkan dari kajian-kajiannya yang rutin ia ikuti dan malah mengikuti alur nafsunya. Batasan etika sudah tak lagi ia pedulikan.

Fani yang masih merasa aneh karena berada di halaman lapang itu lalu pasrah saja saat mulutnya kembali menelan penis tuannya itu. Harus melayani Bagas di tempat terbuka seperti ini tentu saja tak normal menurut akal Fani. Namun lagi-lagi dia merasa seolah tak memiliki kuasa atas dirinya. Tubuhnya sudah dia relakan untuk Bagas.

Sambil kontolnya tersumpal di mulut Fani, Bagas menggerakkan tangannya yang lain turun. Ia ambil tangan Fani yang menutupi aset di dadanya itu dan memindahkan tangan itu ke selangkangan Bagas. Fani yang paham, tak melawan dan memainkan biji zakar Bagas, sembari mulutnya masih menghisap-hisap batang kontol Bagas.

Bagas lalu meraih jilbab Fani yang agak menjuntai kembali, satu-satunya kain yang menjadi penghalang sebagian buah dada Fani. Tangannya menyingkap jilbab sang akhwat hingga kini buah dada jumbo itu tak terhalang apapun lagi. Toketnya makin seksi saat berlumuran sisa sperma hingga mengkilap terpantul cahaya siang.

Fani masih menolehkan kepalanya dan mulutnya mengoral Bagas ketika daging sekal di dadanya itu terlihat jelas oleh Agus di depannya. Mata Agus makin kembali disuguhi sajian indah di depannya, membersamai dirinya yang sedang mengocok sendiri kontolnya itu.

"Ffuaahh.."

Bagas lalu mendorong kepala Fani hingga mulut mungil itu melepas rudalnya. Fani kini hanya memainkan kontol Bagas dengan tangan kanannya. Dia dapati dengan matanya itu kontol Bagas yang mulai menegang padahal belum lama tadi klimaks.

Fani kini dilanda perasaan aneh. Dia terangsang saat melihat kontol Bagas. Tapi ada perasaan asing saat dia menyadari dirinya sedang telanjang di parkiran ini sambil berjongkok dan diapit dua laki-laki sange, Bagas dan Agus yang masih memelototi tubuh telanjangnya sambil terus mengocok kontolnya sendiri. Ada sensasi berbeda yang menggerogoti relung tubuhnya, yang malah menyuruhnya untuk terus mengikuti alur nafsunya.

Tangannya meremas-remas kontol Bagas sambil melirik Agus di depannya yang sedang mengocok kontolnya sendiri, yang membuat Fani malah semakin terangsang. Di benaknya malah kini terbayang imajinasi jika tangannya menggenggam kontol itu. Terbayang sensasinya jika tangan halusnya memegang dan mengocok batang gelap di depannya itu, membuat darah Fani makin berdesir.

Apalagi jika ada lelaki-lelaki lain yang memergoki mereka di parkiran ini, dan ikut bergabung dan membuat Fani ikut melayani mereka. Di benaknya tergambar fantasi-fantasi liar yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dan anehnya, hal itu malah membuat memek Fani makin becek. Dan tanpa disadari, tangan kirinya yang tadinya menutupi selangkangannya, sudah ia gunakan untuk menggesek-gesek memeknya sendiri.

Cpek.. Cpeekkk..

Gesekan tangannya di belahan liang surgawinya itu menimbulkan suara kecipak makin nyaring. Tangannya kanannya meremas-remas kontol Bagas makin intens. Mata Fani sesekali memandangi kontol Agus dengan sorot sayunya seiring gairahnya yang makin memanas.

Matanya seharusnya bisa ia jaga dari pandangan tak layak seperti pelajaran yang ia dapatkan selama ini dari taklimnya. Namun denyutan syahwatnya tak lagi mampu ia bendung. Benaknya membayangkan fantasi akan nikmatnya kontol gelap nan panjang milik pemuda keling itu.

Sesekali matanya terpejam. Keringat makin banyak menetes dari tubuh telanjanganya, akibat nafsu dan juga matahari siang yang cukup hangat meskipun sedang tertutup awan, sehingga mengurangi sengatan teriknya, seolah memberi semangat pada ketiga insan yang sedang bermesum ria itu.

"Houuhh.." desah Fani pelan.

Crrttt,, Crrttt..

Tiba-tiba Fani mengalami orgasme ringan di tengah parkiran itu. Sambil masih meremas-remas kontol Bagas. Nampaknya Bagas maupun Agus tak menyadarinya karena asik dengan rangsangannya masing-masing. Fani juga tak menunjukkan tubuhnya yang menggeliat hebat, karena sisi bawah sadarnya paham dia sedang di luar ruangan seperti itu hingga tak menghasilkan orgasme yang dahsyat seperti biasanya.

Tangan kirinya juga menutupi vaginanya, sehingga lendir orgasme Fani tak memuncrat begitu jelas. Sungguh tak ia kira ia bisa klimaks di tempat umum dan diapit dua kontol seperti ini, meski itu hanya orgasme kecil.

Di depan Fani, Agus makin mupeng saja melihat tubuh sintal dan ranum gadis belia yang seksi sempurna itu. Ditambah lagi tangan sang Akhwat yang menservis kontol Bagas itu makin membuat Agus iri.

"Dikocokin gitu enak banget ya, Bos.. Urrghhh.." ceracau Agus.

"Pinjem tangan Mbaknya dong, Bosku... Udah hampir nyampe nih.. Urrgghhh.." tiba-tiba Agus meminta ijin ke Bagas sambil menaikkann alis matanya.

Fani yang mendengar request Agus itu begitu kaget meski masih lemas dari orgasme ringan yag barusan ia dapat. Ia menaikkan kepalanya melihat Bagas, ia berharap Bagas tak mengijinkannya. Secuil akalnya masih tak bisa menerima kalau ada lelaki lain yang turut menikmatinya, terlebih lagi di tempat terbuka seperti ini, walaupun fantasinya berkata lain.

Namun Bagas tenyata malah menganggukkan kepalanya memupuskan asa Fani. Tangan halusnya yang sedang menutupi selangkangannya tiba-tiba sudah dipegang oleh Agus, dan ditarik ke atas. Dan seperti yang ia tebak dengan insting wanitanya, tangan halusnya itu langsung meraskan kerasnya kontol Agus di genggamannya.

Agus memegang tangan Fani dan menggerakkan tangan Fani maju mundur, seolah Fani sedang mengocok kontolnya dengan tangan halusnya.

"Urrgghh.. Alus tenan tanganne Mbak Jilbab.." erang Agus.
"Akhirnya bisa ngerasain tangannya, Mbak.. Penasaran aku dari tadi.. Urrggghhh.." racau Agus lagi.

Fanipun tak punya pilihan lain selain mengikuti gerakan tangan Agus yang sedang memegang tangannya, toh ternyata Bagas juga sudah memeberi isyarat mengiyakan. Di samping itu, entah mengapa jantung Fani berdesir saat memegang batang yang baru ia lihat itu.

Tak lama, tangan Fani lambat laun terbiasa dengan batang kontol Agus itu. Genggamannya makin gigih memegang batang itu. Kini dapat ia rasakan urat-urat keras menonjol menyelimuti batang kontol Agus yang bersentuhan langsung dengan kulit halus tangannya. Berbeda dengan nuraninya yang beberapa saat lalu masih menolak, entah mengapa mengocok kontol Agus itu malah membuat Fani terangsang.

Fantasinya yang tadi terbayang di benaknya kini ia dapati saat tangan putih halusnya itu menggenggam kerasnya kontol Agus. Panjang dan gelap, berbeda dengan kontol Bagas yang selama ini ia mainkan menambah rangsangan dan gairah buat Fani. Tangannya tak ia sadari mulai mengocok sendiri penis Agus.

Agus pun melepas pegangannya di tangan Fani, dan membiarkan akhwat seksi itu mengocok kontolnya dengan kerelaannya sendiri. Sungguh terlihat kontras antara kulit putih terawat Fani dibandingkan kontol Agus yang legam dan kotor berhiaskan bulu-bulu tak terawatnya itu yang entah kapan terakhir kali ia bersihkan.

Akhwat yang sehari-harinya berpakaian tertutup dan rajin mengikuti taklim itu kini berjongkok dengan sekujur tubuhnya yang telanjang, hanya berjilbab. Ia sedang mengocok dua kontol dengan tangannya di parkiran terbuka dengan kesadarannya dan rasa terangsangnya.


eacb8c1370713513.gif

Tak bisa ia bayangkan jika ada kerabat atau keluarganya harus tau kelakuan dia saat ini di parkiran ini. Tapi entah mengapa, Fani malah kini bisa menikmati atau mungkin menyukai saat dia harus 'dimainkan' di tempat publik seperti itu. Tubuhnya ikutan memanas terselimuti nafsu.

Tangannya semakin semangat bermain-main dengan dua kontol yang mengapit tubuhnya yang sedang berjongkok itu. Sungguh kontras antara tangan kanannya yang memegang kontol Bagas yang masih setengah tegang dan tangan kirinya yang memegang kontol hitam berurat Agus yang semakin keras dan makin kuat berdenyut-denyut.

"Urrgghhh.. Mbake pakai jilbab, tapi enak banget kocokan tangannya.. Udah sering ngocok kontol ya, Mbak.." racau Agus "Mbaknya emang cocok buat kontol gede kaya punya saya.. Urrggghh.."

Agus tak menyangka ternyata perempuan berjilbab lebar bisa senikmat ini, meskipun itu baru tangannya. Dia jadi membayangkan jika yang mengocok kontolnya adalah perempuan yang selama ia incar, yang ia sudah dapatkan umpannya dari Bagas. Pasti nikmat sekali kocokan tangannya, apalagi hisapan mulutnya, pasti sangat nikmat sekali. Ditambah perempuan itu mengenakan jilbab lebar, menambah fantasi buat Agus karena dia sendiri belum pernah menggarap perempuan berjilbab lebar seperti Sella, perempuan yang ia incar.

Dia bertekad, mulut dan memeknya bakalan ia entot sambil Sella memakai jilbab gedenya. Bodo amat kalau ia harus melanggar janjinya ke Bagas tadi untuk tidak macam-macam. Biarkan saja kalau ia sampai harus dilaporkan ke pihak berwenang, ini adalah satu-satunya kesempatan yang bakal ia dapatkan untuk dapat menikmati perempuan secantik Sella.

Cukup sudah selama ini ia hanya dapat menikmati perek kampung dan perek jalanan. Sudah cukup hidupnya apes terus menerus, dan saat ini ia punya kesempatan menyetubuhi Sella, tak akan ia lepas apapun resikonya. Meski sudah tak gadis lagi, Agus yakin mulut dan memek Sella pastilah nikmat sekali.

Membayangkan nikmatnya persenggamaannya nanti dengan Sella membuatnya semakin sange, ditambah kontolnya memang kini sedang dikocok oleh tangan halus Fani yang juga semakin semangatnya si akhwat yang sedang berjongok di depannya itu menaikturunkan tangannya menggenggam kontol berurat Agus.

Hingga tak lama kemudian, nafsu yang mengumpul di otak Agus itu terkulminasi di ujung lubang kencingnya.

"Urrghhh.. Nggak kuat aku, Mbakkk.. Metuuu.."

Croott.. Crooott.. Crroooottt...

Agus memuncratkan lahar kentalnya itu hingga tepat mengenai tetek Fani yang terpampang indah di depannya. Fani dengan tanpa disuruh lalu memijat-mijat batang kontol Agus, mengeluarkan semua isi kontol itu. Semburannya sebagian mengenai jilbab Fani yang lecek karena keringat itu.

Fani melepas kontol Agus itu dari tangan halusnya. Aguspun lalu mundur perlahan-lahan, lalu akhirnya duduk di lantai paving parkiran itu dengan lemasnya.

Sebagian sperma pemuda kampung itu meleleh membasahi tangan halus Fani. Kini didapati oleh Fani di toket besarnya itu berlumuran sperma Agus yang masih hangat terasa, bercampur dengan sperma Bagas yang sudah agak mengering. Pantulan cahaya siang membuat toket itu tersaji indah di tengah parkiran yang terbuka itu.


f4e8a51370713520.gif

Tiba-tiba tangan Fani ditarik oleh Bagas hingga berdiri dan dengan cepatnya, digiringnya kembali Fani untuk masuk ke mobil Bagas.

"Kita pergi dari sini ya, Dek.. Biar nggak digangguin.."

Begitu kata Bagas saat Fani sudah di dalam mobilnya yang hanya diikuti anggukan Fani. Nampaknya Bagas tak ingin juga berlama-lama di sini. Meski dia menikmati apa yang mereka lakukan barusan, itu tadi hanyalah kejadian tak terduga. Agenda selanjutnya lebih penting baginya dan sudah ia rencanakan sebelumnya hingga kini ia nampak terburu-buru hingga secepat angin ia sudah memindahkan akhwat didikannya itu ke dalam mobil. Bagas lalu menutup pintu tengah mobil itu dari luar, dan lalu ia berputar melewati belakang mobilnya lalu masuk ke kursi kemudinya.

Tak lama menjelang, SUV pabrikan asal Eropa itu lalu perlahan pergi berlalu meninggalkan kolam renang itu. Meninggalkan sosok lelaki remaja yang masih lemas terduduk di parkiran. Meski ngos-ngosan setelah klimaks, namun bibirnya menyunggingkan senyum mesum. Tak sabar rasanya bagi Agus untuk segera menikmati perempuan cantik yang tak lama lagi nanti menyelesaikan slot waktu renangnya.




------
------

"Cupp.. Sllrpp.."

Dua bibir itu beradu, dengan lidah yang saling membelit saat sang wanita menindih pejantannya. Kamar hotel di lantai 5 itu menjadi saksi bisu peraduan mesum atas dua insan yang selayaknya tak boleh terjadi.

"Fuah.. nikmat banget bibirmu, Dek.. Slurrpp.." kata Bagas di sela-sela cumbuannya.

Bibir Fani memang tak se-sensual bibir istrinya, namun bibir mungil itu mampu memberi kenikmatan tersendiri bagi Bagas hingga membuatnya semakin gemas saja dan tak puas menghisap liur yang keluar dari celah-celahnya.

Tangan Bagas lalu berpindah turun hingga berada di pantat Fani. Daging sekal itu lalu ia remas-remas dengan kuat dengan dua tangannya. Makin merah saja kulit pantat Fani yang tak jemu-jemunya ia remas. Tangannya lalu makin turun hingga melewati celah diantara dua paha Fani hingga sampailah di selangkangan si gadis.

Jemari Bagas langsung bisa merasakan area vagina Fani yang sudah banjir akibat lendir kenikmatan yang terus menerus keluar dari celah sempit itu. Jemarinya kembali bermain-main tepat di garis liang kemaluan Fani.

"Houhh.. Fffhhhh.. Ssshhh.." desah Fani di sela-sela lumatan bibirnya dengan bibir Bagas.

Matanya makin sayu. Peluh keluar semakin banyak dari tubuhnya yang kini telanjang bulat di atas Bagas. Kepalanya ikut sesekali menggeleng-geleng, hingga rambutnya yang sebahu turut acak-acakan. Tubuhnya semakin dideru nafsu akibat rangsangan Bagas itu.

Tubuhnya tak kuat menolak deraan birahi. Sejak sampai di hotel tadi keduanya langsung beranjak mandi bersama membersihkan sisa sperma di tubuh Fani hasil dari mobil dan di parkiran. Dan kemudian melanjutkan aksi mereka kini di kasur hotel berbintang ini. Sudah dua kali Fani dilanda orgasme namun tubuhnya seolah makin peka saja oleh rangsangan Bagas.

Di bawahnya, Bagas bisa melihat ekpresi muka Fani yang makin terangsang seolah semakin binal saja. Rambut-rambut halusnya menempel sebagian tak beraturan di dahi dan pipinya akibat keringat, membuat wajah cantiknya semakin seksi. Bagas lalu sedikit menggeser tubuhnya sedikit turun.

Hingga kepala Bagas tepat di dada Fani. Mulut Bagas langsung mencaplok bongkahan sekal yang berada di depannya.

"Ouuhhh.. Shhh.."

Fani mendesah makin kuat saat toket jumbo sempurnanya itu dijadikan bulan-bulanan oleh mulut Bagas. Tubuhnya semakin panas didera nafsu. Memeknya semakin banjir lendir kenikmatan bercampur sisa orgasmenya. Fani bisa merasakan kontol Bagas menyundul-nyundul.

Di posisi Bagas yang agak bergeser itu membuat kontolnya tepat berada di lipatan selangkangan Fani, diantara kedua paha Fani. Kontol itu lalu mulai bergesekan dengan memek Fani seiring gerakan keduanya yang saling menggeliat.

f74bd51370713524.gif

"Hssshhh.. Emmpphh.." desah Fani.

Birahinya semakin meninggi saat memek tembemnya itu bergesekan dengan batang kelelakian Bagas. Liang surgawinya yang sensitif itu semakin becek dan banjir.

Clepp.. Cleeppp..

Gesek-menggesek dua kelamin milik dua insan tak bermahrom itu menghasilkan bunyi nyaring, memenuhi dinginnya ruang ber-AC kamar hotel yang belum lama dibangun itu. Di sampingnya terpasang kamera beserta tripod yang merekam adegan mereka sejak awal tadi.

"Housshhh.. Emmmpphhh.." desah Fani.

Memeknya semakin basah beradu dengan kontol Bagas yang menggesek-gesek bibir vaginanya. Pantat Fani ikut menyambut kontol Bagas yang semakin keras itu dengan bergerak naik turun makin liar dan binal.

Tangannya ikut memegang kontol Bagas dan menggesekkan batang itu di memeknya sendiri.

"Huuhh.. Nggak kuat, Mmhaass.. Nggak tahaannn hhhgghh.." erang Fani.

"Apanya, Dek?" tanya Bagas

"Ituuuhh.. Memekkuu.. Shhh.. Gatell, Mmhaass.." desah Fani

"Emang mau diapain?" tanya Bagas setengah menggoda.

"Mau dimasukkiiin.. Emmphh.."

"Dimasukin apa?" tanya Bagas.

"Ssshhh.. Ini Mmass.. Punyamu ini.." desah Fani.

Sambil kemudian ia mulai membelai, meremas dan mengurut batang penis itu dengan pelan. Fani mengikuti instingnya sendiri dengan tidak mau kalah untuk memberikan rangsangan kepada pejantannya itu.

695c5a1370713529.gif

"hehe.. Udah nakal ya Ukhti satu ini.." celoteh Bagas.

"Shhh.. Kan kamu yang bikin aku jadi nakal gini, Akhi.." desah Fani.

Pantat Fani bergerak makin lincah maju mundur di atas selangkangan Bagas. Gadis alim yang dulu lugu itu kini sudah menjadi binal. Bagas sesungguhnya cukup surprised mengetahui sisi balik Fani yang seperti itu. Butuh waktu yang tidak cukup lama ternyata untuk memunculkan sisi itu. Awalnya dulu ia mengira affairnya itu hanya one-night-stand dengan si gadis, namun ternyata Fani memiliki sisi submissive yang terpendam.

"Yakin mau dimasukin?" tanya Bagas, "Sakit lho, Dek.."

"Hsshhh.. Yakin, mmhas.. Aku mau.. Aku relaa.."

Bagas tak menjawab afirmasi konsensual dari Fani itu. Dia menarik turun dada Fani dan malah kembali netek di toket Fani bergantian kanan dan kiri. Bibirnya menghisap-hisap areola Fani sekaligus puting pink itu seolah seperti bayi yang sedang menyusu. Tangannya ikut membantu dengan meremas-remas daging putih kembar itu.

Tak ayal, itu malah membuat Fani makin terangsang. Dia tak mendapatkan jawaban dari Bagas untuk segera memerawaninya tapi toketnya malah dikenyot-kenyot kuat oleh suami sahabatnya itu, membuat tubuhnya makin blingsatan. Memeknya berkedut-kedut makin kuat. Ditambah janggut tipis Bagas itu juga memberi rasa geli tersendiri yang ikut menggelitik nikmat.

"Sshhhh... Ayo Mmhhass.. Emmphhh.." desah Fani.

Fani sudah merelakan tubuhnya seutuhnya meskipun lelaki di depannya itu tidaklah halal baginya. Dia siap memberikan mahkota terindahnya untuk lelaki yang sedang ia tindih yang sudah memberinya kepuasan duniawi berkali-kali itu. Ia lalu mengambil inisiatif sendiri. Pantat sekalnya itu lalu ia arahkan tepat di atas selangkangan Bagas.

Berada di atas, membuat Fani memiliki kendali permainan mesum itu. Memeknya ia arahkan hingga belahan bibir vagina gadisnya itu tepat menyentuh kontol Bagas. Tangan halusnya ia gunakan membimbing kontol Bagas hingga ujung penis Bagas tepat berada di gerbang kemaluan perawan sang gadis cantik. Fani lalu mulai menggerakkan pantatnya.

"Hhhmmmpphh.. Houhhh.." desah Fani.

Beceknya pintu senggama Fani membuat gerakan peraduan dua kelamin itu terlumasi lendir vagina Fani. Ia gerakkan turun pantatnya, hingga bisa ia rasakan ujung kepala jamur Bagas itu perlahan mulai membelah bibir memeknya. Ini merupakan pengalaman pertama Fani saat ada sesuatu yang membelah masuk liang kemaluannya.

Bahkan jemari Bagas-pun belum pernah menembus masuk lubang itu. Selama ini hanya sisi luar memek Fani yang ia main-mainkan. Bagas-pun bisa merasakan kini kepala kontolnya yang mengeras licin itu perlahan masuk merasakan hangat dan liatnya vagina Fani, khas memek perawan.

Sensasi itu pernah ia rasakan saat ia menembus selaput dara Sella saat malam pertamanya dulu, bedanya dulu baik ia dan istrinya masih lugu soal seks. Kini sensasi itu hadir lagi bersama gadis cantik dan seksi di atasnya itu. Dan sekejap kemudian, Bagas tersadar. Dia tak bisa membiarkan ini berlarut-larut.

Bagas masih belum mau memerawani memek Fani terlebih dahulu, setidaknya untuk saat ini. Bagas memiliki rencana lain di benaknya yang sudah jauh-jauh waktu ia siapkan sebelumnya.

Kedua tangan Bagas kemudian memeluk tubuh sintal Fani. Bagas lalu membalik tubuh Fani berguling ke samping di atas kasur hotel di pinggiran kota Gudeg ini. Hingga kini Bagas sudah berada di atas Fani, menindih tubuh telanjang sang akhwat.

Untuk sesaat itu kontol Bagas terlepas dari jepitan memek Fani. Fanipun merasa kentang saat memeknya kehilangan kontol itu meski hanya sebatas kepala kontolnya. Bagas nampak mengerti dan segera kembali memosisikan selangkangannya beradu di antara paha Fani.

Ia arahkan ujung kontolnya tepat di memek Fani. Perlahan kontolnya ia gesek-gesekkan tepat di belahan bibir senggama sang gadis, membuat pantat Fani ikut menggeliat nikmat. Bagas menekan kontolnya melawan bibir vagina Fani sedikit demi sedikit.

Banjir lendir kenikmatan membuat usaha Bagas itu tidak membutuhkan usaha ekstra. Beberapa kali dorongan, kepala penis Bagas itu kini sudah berhasil masuk ke dalam bibir vagina Fani.

"Hougggghhhhhhh.. Ssshhhh.." Fani mendesah.

Ia kembali bisa merasakan sisi luar labia perawannya yang melar saat kepala penis Bagas hinggap di dalam lubang senggamanya. Bagas menghentikan sesaat dorongan pinggulnya.

Bagas menikmati sejenak jepitan memek Fani di kepala jamurnya. Ia bisa merasakan dorongannya tadi tertahan oleh selaput dara Fani. Untungnya, dia juga bisa merasakannya dan menahan untuk tidak merobeknya. Selama beberapa detik Bagas mendiamkan kontolnya, hingga ia mulai lagi menarik pelan kontolnya.

Lalu ia tekan lagi tepat sebatas kepala penisnya. Ia tarik lagi dan tekan lagi tetap tak menembus cincin perawan Fani.

"Hggghhhh.. Houuhhhhh.. Hssshhhh.. Emmmpppphhh.." desah Fani.

Fani merasakan kenikmatan tak terkira saat Bagas melakukan tarik ulur kepala penisnya. Tak ia kira persetubuhan dengan suami sahabatnya bisa menghasilkan kenikmatan sedahsyat ini. Ia raih punggung Bagas lalu ia peluk erat lelaki di atasnya.

Pantatnya ia gerakkan seirama dengan pompaan pelan pinggul Bagas di pintu lubang kawinnya itu. Keringat mengucur deras dari kulit putihnya dan membasahi sprei kasur hotel yang ikut berderit-derit itu.

Birahinya makin meninggi. Gelombang klimaksnya perlahan kembali menghampiri lagi. Pantatnya ia gerakkan maju mundur makin kuat mengayun menyambut tumbukan sang pejantan. Bagas yang berada di atasnya nampak mengerti bahwa gadis didikannya itu juga mulai panas, namun Bagas bisa mengontrol dan menahan tempo sodokannya hingga kontolnya tak ia biarkan menembus memek Fani terlalu dalam.

"Houhhhh... Sshhhh.. Mmassshh.. Emmmpppphhh.." desah Fani.

Pelukannya di punggung Bagas makin erat. Nafsunya membumbung tinggi memenuhi ujung kepalanya. Hanya desahan kenikmatan yang keluar dari mulutnya merasakan sensasi yang baru ia dapatkan pertama kali ini.

"Mass.. Houuggghhh.. Ooooooooooohhhhhhhhhhhh.." lolong Fani.

Crrtt.. crrttt.. crrtttt..

Klimaksnya akhirnya datang menghampiri sang gadis. Memeknya berkedut-kedut hebat. Bagas pun bisa merasakan kepala kontolnya dijepit dan diremas kuat oleh sisi luar labia sang gadis. Dia juga merasakan kepala kontolnya itu disiram oleh cairan orgasme Fani.

Bagas mendapatkan sensasi berbeda saat merasakan orgasme dari memek yang begitu hangat, panas dan berdenyut kuat milik sang perawan. Bagas sendiri tak menyangka meski nikmat seperti itu, ternyata dia bisa menahan sendiri untuk tidak mencoblos kegadisan Fani.

Fani menghela nafas sambil masih tersengal-sengal di tengah deraan klimaksnya itu. Jarinya kuat menancap di punggung Bagas memberi bekas goresan kukunya. Dia merasakan kenikmatan puncak meski ia sadari bahwa penetrasi kontol Bagas belumlah masuk seutuhnya menembus mahkotanya.

"Sabar ya wahai budak berjilbabku.. Belum saatnya.." kata Bagas dalam hatinya.

Bagas hanya memberi jeda sebentar bagi Fani saat tak lama kemudian mulut Bagas kembali bermain di buah dada Fani. Dia kembali melumat habis daging kenyal yang membulat besar alami itu dari bawah. Kali ini Bagas menggunakan giginya hingga menginggalkan bekas-bekas cupangan merah di atas putihnya kulit payudara Fani.

Sambil tangannya ikut mengelus-elus pinggang hingga pantat Fani, lumatan mulutnya terus ia lakukan. Banyaknya cupangan itu seolah Bagas memberi tanda akan daerah kekuasannya di toket gede Fani itu.

"Ssshhh.. Gelliii Mass.."

Fani mendesah pelan sambil terbaring pasrah. Belum berakhir betul sisa orgasmenya tadi, dia kini merasakan geli sekaligus nikmat saat aset utamanya yang membusung melawan gravitasi itu dilumat dan dijamah lagi oleh mulut Bagas.

Bagas lalu menurunkan lumatan mulutnya menuju perut rata dan ramping Fani. Lidahnya dia usapkan di pusar Fani, membuat si gadis menggelinjang nikmat. Area perut itupun semakin basah akibat liur Bagas yang juga tercampur dengan peluh Fani.

Bagas lalu menurunkan lagi mulutnya menuju pinggul Fani. Kemudian terus turun hingga kini sejajar dengan selangkangan Fani. Bisa terlihat oleh Bagas bulu-bulu tipis yang menghiasi kemaluan Fani. Daging di tengah itu masih tembem dan menggemaskan meski beberapa waktu sebelumnya kepala kontol Bagas sudah merasakan jepitan surgawi Fani.

Bagas mendekatkan mulutnya menuju selangkangan Fani. Ia mulai menjilat-jilat bulu-bulu jembut Fani.

"Slllrrrppp.."

"Aiiihhh.."

Bagas sesekali mencium dan menyedot-nyedot bulu-bulu halus itu, membuat sang akhwat menggelinjang keenakan meski masih terpejam kelelahan. Meski begitu, gairah di tubuhnya tak dapat ia tolak. Liang kemaluannya itu terus membecek seiring rangsangan Bagas yang makin intens.

Bagas juga bisa melihat memek Fani yang setelah orgasme itu bukan mengering tapi malah makin banjir. Di sisi-sisinya dia melihat paha Fani yang juga mengkilap akibat peluhnya yang tak henti keluar jua.

"Dah basah lagi memekmu, Dek.." kata Bagas.

"Iyaaahh.. Dah becek aku Mas.." balas Fani.

Bagas hanya tersenyum mendengar balasan Fani itu. Lalu satu paha Fani dia angkat ke atas sampai lulutnya menekuk. Kini selangkangan Fani makin terlihat jelas.

Bagas langsung mendaratkan mulutnya ke memek Fani yang menantang itu. Mulutnya menciumi belahan liang kemaluan Fani. Lidahnya menyusuri setiap jengkal bibir merah merkah itu. Hingga Bagas menemukan kelentit Fani.

Bagas pun kemudian memainkan biji klitoris itu dengan lidahnya dengan gerakan memutar dan memijat, Fani mengelinjang hebat disertai jeritan-jeritan manja ketika bibir Bagas mengigit pelan klitorisnya. Paha Fani malah menjepit keras kepala Bagas.

Mata Fani terpejam menikmati semua perlakuan Bagas di vaginanya itu dengan mulut sedikit terbuka dan terus mendesah. Fani semakin menggelinjang liar tak menentu. Lidah Bagas menjelajah dan sedikit masuk ke sisi dalam vagina Fani.

โ€œMmas... geeelliihhh.." desah Fani.

"tapi enak nggak ?" tanya Bagas.

"Ahhh.. Ennakk mass.. Teruusshhh.." desah Fani.

Pantatnya meliuk-liuk bak penari dangdut, mencoba meraih kenikmatan lebih jauh seiring Bagas yang makin rakus mengulum dan menjilat-jilat liang peranakan Fani itu.

"Suka nggak kamu diginiin?" tanya Bagas lagi di sela-sela kulumannya.

"Suka banget.. Shhh.. houhhh.." desah Fani.

"Mau aku berhenti nggak?"

"Enggak, Mmhass.. Shh.." desah Fani, "Iyaahh.. Teruushhh.. Emmpphhh.. Miliki akuu, Mmhaass.."

Fani begitu menyukai sekaligus menikmati permainan mesum yang diberikan oleh mulut Bagas itu. Segenap jiwanya sesungguhnya sudah rela dan ikhlas dia berikan bagi Bagas. Bahkan dijadikan madu mendampingi Sella pun Fani rela. Namun Bagas sama sekali tak sampai berfikir sejauh itu.

Cinta Fani bertepuk sebelah tangan terhadap Bagas. Dalam hati Bagas, separuh nafasnya hanyalah untuk Sella. Dengan Fani ia hanya main-main dan semua itu hanya ia tampakkan sebatas topeng agar Fani bertekuk lutut di hadapannya. Di lubuk nurani Bagas masih terbersit rasa sesal telah menghianati istrinya. Namun ia belum tau bagaimana harus berterus terang kepada istrinya itu.

Saat ini dia hanya fokus menggapai kenikmatan bersama dengan gadis seksi dan sintal di depannya ini yang sedang menggeliat-geliat bak cacing kepanasan di tengah dinginnya kamar hotel ini. Lidah Bagas masih membombardir selangkangan Fani. Mulutnya kini semakin ia turunkan.

Kedua tangan Bagas memegang pantat Fani dari bawah dan sedikit mengangkatnya, membuat pinggul Fani semakin meninggi. Bagas kembali melanjutkan aktifitas mulutnya tadi. Kini mulutnya sejajar dengan belahan pantat Fani. Lidahnya mulai mengitari area lubang dubur Fani.

"Hooouuuuhhh.." jerit Fani melengking, "Ngapain, mmassh?"

Bagas tak menjawab apapun dan terus fokus menjilati lubang dubur Fani. Jilatannya semakin intens di titik pusaran anus Fani berwarna merah gelap itu. Semakin dijilatin, Fani semakin terangsang hebat. Bagi Fani anusnya merupakan salah satu titik paling sensitifnya.

Bagas terus bermain-main dengan lidahnya yang bergerak liar dengan ganas di bagian lubang kecil nan perawan itu tanpa merasa jijik sama sekali.

Semenjak beberapa hari lalu saat Bagas mulai mengeksplorasi lubang itu, Fani sudah berkali-kali dibuat orgasme akibat rangsangan di saluran pengeluarannya itu. Fani sendiri tak habis pikir kenapa tubuhnya malah menikmati saat lubang anusnya dimain-mainkan.

Hingga terjeda setelah beberapa menit berikutnya, Fani mulai menampakkan tanda-tanda akan mencapai orgasmenya, tangannya tak karuan mencengkeram sprei di kanan kirinya dan pinggulnya ikutan dia angkat, seolah menyambut dan merasakan lidah Bagas untuk bisa lebih dalam masuk ke liang anusnya.

"Shhhh.. Houuugghhhh.. Mmaassshh.. Teruuuusshshhhhh.." erang Fani.

Bagas bisa merasakan jepitan paha Fani di kepalanya semakin kuat. Dia mampu menerka bahwa Fani sebentar lagi akan mencapai klimaksnya entah yang kesekian kali. Saat itulah Bagas lalu melaksanakan rencananya. Secara tiba-tiba ia melepas rangsangannya.

Kepalanya ia tarik dari selangkangan Fani. Fani langsung memasang muka bingung dengan sorot wajahnya yang masih sayu. Dia yang hampir klimaks tapi harus digantung tiba-tiba. Bagas sesaat tersenyum, lalu segera menyuruh Fani untuk balik Badan.

Fani yang klimaksnya menanti di ubun-ubun itu tak berfikir ulang dan segera menuruti permintaan Bagas. Dia balik badan sintalnya itu hingga posisinya kini menungging di atas kasur yang semakin kusut itu. Bagas tak berlama-lama segera memosisikan dirinya di belakang Fani.

Bagas mengangkat pantat Fani hingga posisi pinggul sang gadis itu makin menungging. Dia mengarahkan kontolnya dari belakang hingga tepat sejajar dengan memek Fani. Bagas mulai menempelkan kepala penisnya di belahan bibir vagina Fani. Ia mulai menggesek-gesekkan kepala jamur itu segaris dengan belahan liang senggama Fani.

"Ouuhhhhh..Shhh..Mmaassss.." desah Fani.

Perasaan Fani kini campur aduk. Untuk sesaat dia mengira Bagas akan menembus dinding kegadisannya. Ada secuil rasa tak rela mengingat Bagas bukanlah suami sahnya. Namun itu terkalahkan oleh birahinya yang menyelimutinya kini dengan nafsu syahwat.

Akan tetapi Bagas belumlah mau mengambil mahkota itu, biarlah itu buat suaminya kelak. Masih ada yang lain yang lebih menarik baginya yang tak bisa ia lampiaskan kepada istrinya.


2566971370713530.gif

Bagas terus menggesek-gesekkan kepala penisnya di pintu peranakan Fani itu. Kadang kepala penisnya mulai terselip membelah bibir vagina Fani, namun Bagas segera menariknya lagi. Beberapa kali seperti itu membuat Fani semakin blingsatan. Di yang di ujung penggapaian klimaks itu menjadi panas dingin.

Bagas lalu merapatkan kedua paha Fani. Kontolnya ia jepit diantara paha Fani, lalu ia maju mundurkan kontolnya hingga kini batang lelakinya yang semakin keras itu bergesekan dengan memek Fani lebih rapat.

"Hhssshh.. Emmppphhh.."

Fani semakin menggelinjang hebat. Gesekan kontol Bagas di posisi seperti itu membuat klitoris Fani juga ikut ditoel-toel, memberikan kejutan nikmat di setiap simpul syarafnya. Gelombang klimaksnya yang tadi sempat hilang kini mendadak menderanya kembali. Tangannya mencengkram sprei makin kuat di posisi menungging seperti itu.

"Hisshhh.. Oooouuuuuhhhhhhh.."

Crrtt.. crrttt.. crrrtttt..

Pinggul Fani tersentak-sentak hebat seiring semburan lendir orgasme yang keluar dari celah memeknya. Pinggulnya menekuk ke bawah dan pundaknya makin meninggi. Matanya terpejam menikmati sensasi klimaksnya untuk kesekian kalinya.

Beberapa lama helaan demi helaan orgasme yang dia lepaskan hingga kini Fani kembali terengah-engah. Kepalanya langsung jatuh lemas di kasur dengan pantat yang masih menungging. Seluruh tulangnya serasa dilolosi saat sejak pagi tadi berkali-kali orgasme telah ia dapatkan.

Ia pasrah kini akan apapun yang ingin diperbuat Bagas mengingat lawan main pejantannya itu belum menuju tuntasnya. Bagas pun tak juga ingin berlama-lama dan iapun kembali melanjutkan jamahannya di bemper belakang Fani itu.

Dengan menggunakan tangannya, Bagas kembali memainkan memek Fani. Liang surgawi yang banjir lendir orgasme itu dia usap-usap dengan tangannya, lalu lendir itu ia usap-usapkan ke atas hingga menuju belahan pantatnya. Beberapa kali ia lakukan hal itu.

Fani lalu menoleh ke belakang menyadari Bagas asik bermain-main di pantatnya. Alisnya mengernyit sambil memandangi Bagas dengan sisa-sisa tenaganya setelah terkuras klimaks tadi.

Bagas tak menunggu lama, lalu ia memasukkan telunjuk kanannya menembus lubang anus Fani yang basah bercampur keringat dan lendir orgasmenya sendiri akibat usapan Bagas tadi.

"Aiiiiiihhhhhh.." jerit Fani.

Di tengah rasa lemasnya, jeritannya cukup keras. Ada sensasi aneh saat lubang duburnya dimasuki jari Bagas. Satu sisi Fani muncul rasa penasaran akan apa yang akan dilakukan Bagas, ia membiarkan saja suami sahabatnya itu untuk melanjutkan perlakuannya di pantatnya.


65f0041370713538.gif

"Pelaann, maass.." desis Fani.

Ucapan Fani itu seolah sebagai tanda setuju dari Fani, meskipun baginya bermain-main di lubang itu adalah sesuatu yang asing. Hampir semua kajian yang pernah ia ikuti tak membolehkannya untuk bermain di lubang itu. Satu sisinya merasa ada sesuatu yang canggung tak nyaman saat Bagas mencolokkan jarinya itu.

"Shhhh..Hmmmppphhhh.."

Bagas lalu memainkan jari telunjuknya itu. Ia goyang-goyangkan telunjuknya dan sesekali ia tarik pelan lalu ia masukkan lagi sebatas dua ruas jarinya.

"Huuuggghhhh.. Shhhhh.. Mmmpphh.." desis Fani.

Tubuhnya merasakan sensasi berbeda, setelah tiga hari kemarin anusnya menerima buttplug yang memasuki lubang sempit miliknya itu meskipun ukurannya mirip. Perasaan aneh masih mengganjal di dirinya mengingat lubang kecil itu adalah lubang pengeluaran kotorannya, entah mengapa Bagas bisa tertarik dengan anusnya.

Meski begitu, lubang kecil itu tetaplah Fani rawat dengan baik, layaknya perawatan putri Kraton pada umumnya. Bersih dan tetap indah sehingga membuat Bagas gemas dengan lubang itu.

Bahkan Bagas malah justru semakin bernafsu. Lubang kecil berwarna merah gelap itu tak membuatnya jijik sama sekali, karena dia yakin Fani yang seorang akhwat muslimah itu pasti selalu menjaga kebersihan tubuhnya dengan ekstra. Dan itu semua pun terbukti dengan apa yang dilihatnya sekarang

Fani perlahan mulai menikmati permainan jari itu di lubang anusnya, hingga tiba-tiba ia rasakan Bagas mencabut jarinya. Fani kembali menoleh ke belakang. Didapatinya ternyata Bagas sudah tak lagi duduk dan kini sudah bangkit berlutut di belakang pantatnya, dengan kontolnya sejajar dengan belahan pantat Fani.

"Kamu tadi rela aku masukin to? Aku mau masukin kesini aja.." kata Bagas sambil satu tangannya memegangi pantat Fani, dan tangannya yang lain mengarahkan kontolnya, dan..

Sleeppp..
Kontolnya ia dorong memasuki sempitnya lubang dubur Fani dengan dibantu sisa lendir orgasme dari memeknya tadi.

"Aiiiiiiiihhhhh.." jerit Fani

"Sakit, Dek?" tanya Bagas,

Fani mengangguk, tak menjawap apapun sambil giginya kini menggigit bantal yang ada di depannya.

"Tahan bentar ya.. Dari kemarin kan udah latihan pake jari.. sekarang menu utamanya.." kata Bagas.

Dari belakang Fani semakin seksi saja apalagi dengan posisinya yang menunggingkan pantatnya seperti itu. Bagas seperti mendapat energi tambahan dan melanjutkan lagi usaha dorongan kontolnya di anus Fani.

"Hgggghhhhh.."

Fani mendengus menahan rasa sakit yang menderanya. Ia memang telah memasrahkan dirinya untuk rela diapakan saja oleh Bagas. Tiba-tiba memorinya terputar di benaknya saat dirinya disekap Pak Broto dulu. Dia ingat sahabatnya yang tak lain adalah istri Bagas, Sella, begitu keenakan saat anusnya digenjot Pak Broto dulu. Di dalam hatinya, Fani lalu mencari setitik celah untuk bisa ikut menikmati anal seks yang sedang dia dapati juga kali ini.

"Nggak usah dilawan, sayang.." kata Bagas dari belakang.

Jantung Fani berdegup cepat. Hal ini merupakan sensasi baru yang ia dapatkan. Rasa sakit yang ia rasakan coba ia tahan sekuat mungkin. Bagas dari belakang masih terus mencoba melakukan penetrasi kontol kerasnya itu.

Sleppp.. Ujung penis Bagas akhirnya berhasil masuk bersarang di sempitnya lubang anus Fani.

"Ooouuuuuuuhhhhhhh.." Fani mendesah panjang.

Bagas menghentikan dorongannya untuk sesaat. Membiarkan Fani untuk bisa rileks meski sejenak.

"Kamu yakin aja sama aku,Dek.. Nanti kamu bakal enak kok.. " kata Bagas.

Bagas sebenarnya agak sok tau juga saat berucap seperti itu. Dia sadar bahwa dia juga belum pernah melakukan anal seks. Sella tak pernah mengijinkannya dengan alasan traumanya saat bersama Broto dulu. Bagas hanya melihat dari filem-filem sepep yang ia tonton, yang sebagian ia dapatkan dari Erwin, teman sekaligus mentornya.

"Houuggghhhh..Shhhh.."

Fani kembali mendesah, dia mencoba serileks mungkin. Setelah mendiamkan sejenak, Bagas kembali mendorong pinggulnya. Tangannya mencengkeram pinggang Fani agar penetrasinya terarah.

Bagas kini mendorong makin kuat pinggulnya. Terus ia tekan kontolnya. Bisa ia lihat lubang kecil itu nampak kembang kempis, mulai memekar akibat otot rectum Fani yang semakin bisa beradaptasi dengan kepala penis Bagas

Bagi Fani satu-satunya pilihan hanyalah pasrah saja. Biar rasa sakit ini cepat segera selesai dan berganti dengan kenikmatan, sesuai apa yang dijanjikan Bagas. Dia percaya kalau Bagas pasti akan memberinya kenikmatan sama seperti dengan yang sudah-sudah sebelumnya.

Bagas melanjutkan proses penetrasinya. Pompaan pingulnya maju mundur di belakang pantat Fani, membuat kontol kerasnya semakin mendesak masuk ke lubang sempit itu.

"Shhh.. Houuuhhh.. Pelaannn, Mas.." desah Fani.

Peluh kembali keluar dari pori-pori kulit halus terawat Fani seiring usaha Bagas membobol pintu belakang Fani. Detik demi detik berlalu, Fani mulai bisa mengikuti persetubuhan anal itu. Ada rasa birahi yang menyeruak walaupun masih bercampur dengan sedikit rasa sakit yang ia rasakan. Nafsu kembali menyelimutinya, membuatnya tak mau juga jika ini semua berhenti.

Bagas lalu menghentikan sejenak pompaannya. Batang penisnya kini sudah setengahnya tertancap di lubang dubur sang gadis. Ia memberi jeda agar otot-otot anal Fani terbiasa. Meskipun dia mengejar kenikmatan, tapi ia tak ingin membuat Fani kesakitan hingga malah tak bisa menikmati ini semua

Bagas juga kini diuji kesabarannya. Dia tak boleh grusah-grusuh demi mengurangi rasa sakit di anus Fani akibat disumbat oleh benda asing yang berukuran terlalu besar untuk lubang pantatnya yang kecil nan perawan.

Terpikir oleh Bagas cara untuk dapat mengurangi rasa sakit yang diderita Fani adalah dengan terus membangkitkan gairah sang akhwat. Pria itu tahu bahwa Fani pasti butuh waktu untuk menyesuaikan dirinya. Tapi begitu Fani sudah terbiasa, Bagas amat sangat yakin kalau sahabat istrinya itu akan merintih-rintih nikmat oleh sodokannya nanti.

Maka dari itu, Bagas pun mulai beraksi merabai punggung Fani dengan lembut, mengelus-elus kepalanya, serta mencium pundaknya dengan ciuman lembut dan kecupan-kecupan mesra. Ia mendekatkan wajahnya kebagian tengkuk Fani hinga nafas hangat itu terasa menyapu halus bagian-bagian belakang leher Fani.

"Empphhh" lenguhan Fani ketika rasa geli menghampiri dirinya.

Dalam dekapan dan himpitan suami sahabatnya itu, Fani mulai pelan-pelan menemukan kenyamanan berada dalam posisi seperti itu. Walau dirinya tengah disodomi dengan sebuah rasa sakit, akan tetapi rangsangan Bagas membuat mau tak mau Fani pun mulai melupakan rasa sakit di bagian pantatnya.

Bagas tersenyum melihat reaksi perubahan Fani. Kedua tangannya bergerak melingkari tubuh ranum sang gadis secara perlahan memberikan pelukan dari belakang untuk menyiratkan perasaan senangnya.

Fani menoleh ke samping, hingga mata kedua insan tak halal itu saling beradu pandang. Seketika itu juga Bagas mengalihkan ciumannya pada rahang Fani yang melengkung indah dan menjalarinya dengan kecupan-kecupan ringan . Tak lupa pula tangan Bagas yang satunya lagi mengelus perlahan punggung gadis cantik itu sambil merasakan kehangatan tubuhnya mulai meningkat.

Ciuman Bagas terus bergerak hingga ke permukaan bibir mungil milik Fani yang perlahan mulai membuka dengan sendirinya. Bagas langsung saja melumat bibir sahabat istrinya itu dengan cepat dan buas, merasakan kalau sang wanita juga menyambutnya dengan hangat. Bibir mereka saling berkait perlahan makin erat. Memperkuat simpul-simpul birahi yang menggiring pasangan selingkuh tersebut menuju dunia yang semakin diliputi oleh dosa nikmat tiada tara.

"Emmppphhh.. Massshhh..." Terhanyut sudah Fani dalam birahinya. Desahan-desahan nikmat mulai keluar dari dalam bibir Fani menggantikan rintihan kesakitan yang sedari tadi digaungkannya.

Nafsu birahi yang bercampur rasa sakit dalam diri Fani membuatnya mulai kelihatan bergairah kembali. Ada perasaan aneh yang menyapu tubuh Fani saat kenikmatan yang dirasakannya malah tercampur oleh sensasi pedih-pedih nikmat yang menyelimuti badannya dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Dan Fani pun tampaknya mulai terbiasa dengan kemaluan Bagas dalam lubang pantatnya.

Simpul syaraf Fani seolah melejitkan birahinya semakin tinggi. Sungguh diluar akal, ketika kontol Bagas masuk ke lubang yang haram itu, Fani malah makin terangsang . Bahkan dinding pantatnya tersebut terasa mulai merenggang dan menyesuaikan dengan ukuran penis yang tengah menginvasinya.

Bagas tersenyum menyadari itu. Kepasrahan Fani serta kesabarannya dalam bertindak nyatanya memang telah membuahkan keberhasilan bagi Bagas yang ikut senang karena bagian tersulit dalam penetrasinya kini sudah berakhir.

"Aku goyang ya, Dek?" seringai Bagas memberi aba-aba.

Mata Fani terbelalak melebar saat Bagas mulai bergerak menyodominya. Bagas mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan sehingga penisnya tertarik keluar hingga tersisa kepala jamurnya berada dalam pantat Fani. Dibiarkannya Fani menarik nafasnya sebentar sebelum Bagas kembali menggerakkan maju penisnya dengan pelan kedalam pantat sang akhwat. Gerakan tersebut begitu pelan namun sudah mampu untuk memberi rasa nyaman bagi Fani yang mulai kehilangan rasa sakit di daerah tersebut.

Bagas memindahkan tangannya ke belakang pantat Fani, dan turun menuju selangkangannya. Dengan dua jarinya, Bagas lalu memainkan bibir kemaluan Fani dari belakang. Dia gesek-gesekkan dua jarinya itu di klitoris Fani.

"Shhhhh.. Emmppphhhh.." desah Fani.

Permainan jari Bagas di memek Fani itu membuatnya dibuai kenikmatan seketika. Lendir vaginanya perlahan mulai membasahi selangkangannya lagi. Fani mulai makin merasa rileks meskipun batang keras Bagas masih menancap di anusnya.

Bagas yang memerhatikan Fani itu paham bahwa usahanya merangsang memek Fani itu juga membuahkan hasil positif. Dia merasakan jepitan anus Fani kini menjadi sedikit lebih elastis. Tanpa membuang waktu Bagas kembali memompa kontolnya maju mundur di lubang anus Fani, dengan tetap menjamah memek Fani dengan tangannya.

"Sssssshhhhh.. Mmffhhhhh.." desah Fani.

Sensasi berlawanan di tubuhnya yang malah membuatnya dilanda birahi yang semakin meninggi. Lambat laun rasa sakit tadi menjadi biasa saja dan makin kalah oleh kenikmatan yang mendera syahwatnya. Dia kini bisa menikmati anal seks bersama dengan suami sahabatnya itu.

d79c961370713543.gif

Splokk.. Splokkk..

Selangkangan Bagas beradu dengan pantat Fani, saat Bagas mulai menaikkan tempo genjotannya di dalam anus Fani. Toket indah Fani semakin terlihat seksi saat dua daging putih bulat itu berayun seiring dengan genjotan Bagas dari belakang.

"Emmpppphh... ja--jangan keras-keras Masshh..." tahan Fani dengan tangannya pada perut Bagas yang sedikit membuncit itu.

"Tahan ya sayang!! lama-lama juga bakalan enak kok." bujuk Bagas sambil terus menggerakkan penisnya maju mundur menikmati nikmatnya jepitan erat dari otot pantat Fani.

Walau dirinya tampak megap-megap merasakan sensasi pedih dan nikmat yang melanda anusnya, Namun Fani sudah mulai membalas sodokan Bagas itu dengan sedikit meninggikan pinggulnya. Fani tampak ikhlas menunggingkan pantat moleknya tinggi-tinggi menyambut hujaman dan sumbatan kontol Bagas pada liang pembuangannya tersebut.

โ€œAaachhh... Massshhhh... Hahhhh..โ€ erang Fani.

Desahannya kini menunjukkan bahwa Fani sudah menikmati persetubuhan anal ini. Gerakan Bagas pun makin mantap dan bertenaga memompa pinggulnya menyesaki lubang anus Fani dengan hunjaman-hujaman tak kenal lelah. Memacu hasrat mereka berdua demi penuntasan puncak yang diinginkan. Bagas seolah menemukan tambahan energi dalam menggenjot pantat Fani itu

"Enak nggak, Dek??" tanya Bagas di sela-sela sodokannya.

Fani yang tengah meresepi kenikmatan yang baru tersebut pun mengangguk lemah, "Enaakk.. Masshh.. Enaakk... ouuhhh"

"Suka gak kalau aku sodokin pantat kamu gini??"

โ€œAh! Ah! sukaaa.. masshh.. Sukaahhh!!โ€

Fani terengah-engah menjawab tiap kali kontol Bagas menerobos ke dalam liang anusnya yang hangat dan sedikit basah tersebut. Gerakan tubuh mereka seirama dan kompak serta merta menjadi cepat meningkatkan ritmenya. Fani nampak makin dilanda birahi saat sedang disodomi seperti itu. Keringat mengucur deras hingga membasahi sprei di bawah tubuh Fani.

692d4e1370713558.gif

Seiring makin cepat genjotannya pada lubang sempit Fani itu, Bagas merasakan batang penisnya seolahโ€“olah di pilin oleh kelembutan yang mencekal hangat dan liat mencengkram disetiap batang kemaluannya tersebut. Kadang otot-otot anus sahabat istrinya itu mengatup kuat berdenyut serta mengurut serasa menghisap dirinya semakin dalam.

Bagas kembali memainkan jemarinya di memek Fani. Tanpa kekuatan untuk menguasai diri sendiri dan hanya dapat mengikuti instingnya, Fani pun pasrah dan menyerah pada gairah seksual yang semakin menguasai tubuh dan perasaannya. Kontol Bagas itupun juga semakin memenuhi liang dubur Fani dengan penuh.

Hanya dengan menggerakkan pinggulnya sedikit, penis itu terasa sudah sampai di ujung terdalam dinding anus Fani, sehingga membuat sang akhwat itupun belingsatan dan merem melek keenakan. Bagas sebenarnya menggenjot Fani dengan tempo biasa saja.

Gerakannya tidak terburu-buru. Bagas tidak ingin Fani trauma dengan pengalaman anal seks pertamanya ini. Dan nampaknya Fani kini malah menikmati perlakuan suami sahabatnya itu. Anusnya seolah kini beradapatasi dengan batang keras yang menyumbatnya. Betul-betul mimpi Bagas yang menjadi nyata, pucuk dicinta, ulampun tiba.

"Maasshhh... ohhhh.. Maashhh... Masshhh" kata Fani terengah-engah.

"Hmmmm.." gumam Bagas yang sudah semakin fokus dengan genjotannya.

โ€œEennaakkk... aaakkuuu gakk kuatttt...โ€ sahut Fani memaparkan apa yang tengah dirasakannya.

Desahan dan kebinalan Fani membuat Bagas makin tak kuat menahan nafsunya. Dengan penuh tenaga Bagas mencoba mempercepat gerakan menumbuknya sehingga Fani makin blingsatan, sedikit perih dan panas sekaligus enak sekali rasa yang tengah menghinggapinya.

"Ouugghhh... Maasss... aakkuuu.. Piiipiiishhhhh.." teriak Fani melengking.

Pekikan Fani itu dibarengi dengan sentakkan pinggulnya menyambut hunjaman batang kejantanan Bagas yeng memenuhi liang anusnya semakin dalam. Fani melepas puncak orgasmenya yang begitu hebat, semburan cairan orgasmenya membasahi jari Bagas yang sejak tadi mengobel-ngobel liang perawan itu.

Kepala Fani langsung ambruk di bantal, menahan rasa nikmat gelombang demi gelombang surgawi yang mengalir disekujur tubuhnya. Untuk kesekian kalinya hari ini Fani merasakan dirinya terlontar terbang ke awan nikmat sambil mengambang melayang di sepanjang langit-langit yang begitu indah.

Fani tak menyangka dia bisa mendapatkna orgasme sedahsyat ini dari anal seks yang diberikan oleh suami sahabatnya itu. Awalnya tadi dia kesakitan, namun sesuai janji Bagas, dirinya kini mendapatkan klimaks yang nikmat luar biasa.

"Dek, kamu mbrangkang turun ya.. Kontolku nggak usah dilepas.." kata Bagas tiba-tiba memberi perintah pada Fani.

"Eh, gimana maksudnya Mas? Hoshh.. Hosshh.." tanya Fani yang tak begitu mengerti di sela-sela sengalan nafasnya paska klimaks barusan.

Rupanya Bagas ingin Fani merangkak turun dari kasur, dan menuju kursi di ujung kamar itu. Namun Bagas tak ingin kontolnya terlepas dari cengkeraman lubang anus Fani.

Fani dengan sisa tenaga yang dimilikinya lalu patuh menuruti perintah Bagas itu ia gerakan perlahan tubuhnya. Sebetulnya Bagaslah yang mengontrol gerakan Fani dengan perlahan memajukan pinggulnya menyodok pantat Fani. Ketika Bagas maju, maka Fani akan ikut maju merangkak.

"ouuhhhh.. Ssshhh.."

Fani mendesah-desah nikmat saat anusnya dihujam perlahan oleh kontol keras Bagas ketika dia merangkak maju. Sedikit demi sedikit, langkah demi langkah mereka lakukan hingga entah bagaimana caranya, tubuh keduanya sudah tak lagi di kasur, dan berada di lantai yang terselimuti karpet hotel, dengan kontol Bagas masih menyatu dengan anus Fani.

Keduanya berlanjut maju hingga sampai lah mereka di kursi ujung kamar di samping tirai. Di kursi itu tergeletak pakaian Fani saat tadi dia melepas semua pakaiannya begitu masuk kamar hotel. Bagas lalu mengambil jilbab dan dalaman jilbab Fani, dan meminta Fani segera memakainya.

"Cuma khimar tok ini, Mas?" tanya Fani sambil menoleh ke belakang ke arah Bagas.

Bagas hanya mengangguk sembari tersenyum. Bagas membantu Fani dengan memeluk perut dan pinggang Fani dengan posisi lebih tegak, sehingga Fani bisa memakai jilbab menggunakan dua tangannya tanpa takut terjatuh. Tak butuh waktu lama bagi Fani untuk mengenakan jilbab syar'inya itu.

Begitu jilbab Fani terpasang, Bagas kembali memompa kontolnya di dalam anus Fani.



719cec1370713553.gif

Splok.. Splookkk..

"ouhh.. Accchhhh.. Mmhaas.. Ouhhh.." erang Fani.

Matanya membeliak. Meski sudah dihujami penis keras Bagas, anus Fani tetaplah masih sempit dan membuat sang gadis mengerang-ngerang. Sodokan Bagas semakin kencang menumbuk-numbuk Fani dari belakang.

"Maju lagi, Dek.. Urgghhh.." perintah Bagas sambil menggenjot pantat Fani dengan buas.

"Uhhhh.. Ohhhhh.. Tapi itu udah korden, Mas.. Nggak bisa maju lagi.. Ohhhh.. Shhhh.." jelas Fani terengah-engah.

Memang di depan Fani ada tirai yang menutupi satu sisi kamar ini. Tapi Fani tak punya pilihan selain maju mengikuti instruksi, ditambah Bagas dari belakang menumbuk pantat Fani makin maju. Hingga kini tubuhnya mulai menempel di tirai warna krem yang menghiasi kamar hotel baru itu. Bagas sejenak menghentikan genjotan kontolnya.

Dari belakang, tanpa diduga oleh Fani, Bagas meraih ujung tirai itu dan menyibakkannya hingga terbuka lebar. Kini nampaklah jendela kamar hotel di depan Fani. Cahaya langit sore langsung masuk menerangi kamar yang tadinya cukup temaram itu

Fani tentu saja kaget atas aksi Bagas barusan. Jendela yang hanya berjarak beberapa senti di depannya itu menggunakan kaca yang tembus pandang dan kini tak terhalangi apapun.

"Mas kalau kelihatan dari luar gimana, Mas??" tanya Fani, menyiratkan sedikit kepanikan.

"Hehehe.."

Bagas tak menjawab apa-apa dan hanya terkekeh.

Dia melanjutkan ayunan pinggulnya dan kontolnya pun mulai lagi keluar masuk di dalam anus Fani.

Splokk.. Splokk..

"Acchhhhhh.. Huuuhhhgghhh.. Mmaassshh.." desah Fani.




[ nyambung ke bawah ]
 
Tubuhnya makin tersentak-sentak ke depan hingga wajah ayunya itu menempel di kaca jendela. Terlihat oleh keduanya di seberang hotel itu ada bangunan yang masih dalam tahap pembangunan. Gedung apartment yang sama menjulangnya dengan hotel yang mereka tempati.

3aaf9a1370713549.gif

Bedanya, bangunan di seberang itu baru terbangun mungkin hanya 4 lantai, selisih satu lantai dengan hotel ini. Selama beberapa tahun terakhir, Daerah Istimewa ini memang pesat akan pembangunan Mall dan hotel-hotel baru yang menjulang menantang langit.

Splokk.. Splokk..

Bagas makin buas menggempur anus Fani. Tangannya mencengkeram pinggul Fani, membuat si gadis itu tak bisa banyak bergerak. Wajah fani yang kini semakin cantik karena terbalut jilbab syar'inya itu sesekali terpentok ke kaca jendela. Sorot sayu matanya menandakan bahwa Fani juga menikmati dirinya yang sedang disodomi.

Kepalanya ia geleng-gelengkan, ekspresi tanda kenikmatan ia lampiaskan saat kenikmatan menghampiri dirinya. Ketika wajahnya menunduk, alangkah kagetnya Fani saat mendapati apa yang ada di ujung pandangannya sana. Dia melihat ada beberapa tukang bangunan di lantai 4 gedung yang masih dibangun di seberang hotel ini.

"Hhgghh.. Maass, ituu.. Ada orang disana, Mas.." kata Fani memberi tau Bagas.

Fani langsung kikuk. Dia bingung akan apa yang harus ia lakukan. Apalagi Bagas yang baru saja dia beri tahu itu, tak menghentikan ayunan pinggulnya dan malah intens memompa kontolnya menggenjotnya lubang anus Fani.

Splokk.. Splookkk..

"Kamu nggak usah khawatir, Dek.. mereka lagi nukang dan jauh gitu, nggak bisa lihat kamu dengan jelas kok.. apalagi kamu pakai jilbab gini.. Urrgggghh.." kata Bagas sambil terus mengayun pinggulnya.

Entah setan mana yang merasuki Bagas hingga dia bisa bilang seperti itu. Nampaknya ini semua memang keinginan Bagas. Fani-pun tak bisa berkata-kata lagi. Mengikuti keinginan Bagas adalah pilihannya dan tak ada yang lain.

Splokk.. Splookkk..

Bagas makin intens menggenjot pantat Fani. Kontolnya semakin mantap tertancap di lubang sempit itu. Mata Fani terpejam, ia mulai menemukan kembali gairah yang ia dapat dan kembali mencoba larut menikmati anal seks itu.

"Shhhh.. Empphhhhh.." desah Fani.

Saat membuka matanya, pandangan Fani tertuju pada bangunan di seberang hotel itu. Kali ini Fani terkejut saat melihat beberapa tukang disitu melihat Fani. Beberapa tukang itu sudah selesai dan sedang merokok sambil melihat Fani dari seberang. Bahkan satu dari tukang yang berada di balkon itu nampak memanggil rekan-rekannya yang lain yang ada di dalam untuk ikut menonton live show dari kamar hotel di seberang bangunan tempat mereka bekerja.

โ€œWehhh, hey Dab.. liat tuh ada cewek kerudungan bugil ngentot di kamar hotelโ€ mungkin begitu teriak si tukang tadi ke teman-temannya yang berada di dalam bangunan lantai 4 itu. Berbondong-bondong para pekerja kasar yang di dalam langsung keluar menuju balkon menyaksikan Fani yang sedang disetubuhi dari belakang.

Muka Fani langsung memerah melihat banyaknya tukang yang lalu melihati dirinya, meski itu dari seberang sana. Masih ada rasa malu yang tertinggal dari sisi keakhwatannya itu. Berhamburan banyak hingga balkon itu penuh oleh pekerja proyek yang notabene sore seperti ini adalah waktu santai selepas jam kerja mereka.

"Mass, ituu.. Ahhh..Shh.. Ada yang ngeliatin.. Gimana ini, Masshh.. Houughhh.." ujar Fani tersengal-sengal.

Bagas tak menjawab apapun, dan terus menggenjot Fani dari belakang. Dipompanya lubang kecil itu tak kenal henti. Nampak jelas kalau Bagas memang ingin membagi si gadis itu. Sejak di parkiran tadi, Bagas sepertinya rela dan bahkan bernafsu untuk memamerkan Fani.

Bagas lalu menarik ujung jilbab syar'i Fani yang menjuntai menutupi tubuh dan lengannya itu. Ia sampirkan melewati belakang hingga nampaklah pundak Fani yang seksi sebagai tumpuan tubuhnya. Bagas terus menarik jilbab lebar itu, sampai akhirnya nampaklah buah dada super milik Fani

"Ahh.. Shh.. Kok dibuka khimarku, Mass? SShhh.." ujar Fani seolah protes dan malu.

"Biarin aja toketmu kebuka gini, Dek.. tunjukin ke tukang-tukang itu.." kata Bagas terus terang, "Aset sempurnamu ini harus kamu bagi-bagi buat para lelaki.."

Toket bulat sempurna itu kini menggantung indah dan mulai berayun seirama dengan rojokan penis Bagas dari belakang. Peluh yang membasahi semangka kembar itu semakin membuatnya terlihat seksi apalagi terkena pantulan cahaya sore.

Fani tak menjawab apa-apa. Dia tak menyangka ternyata Bagas memang berniat membagi tubuhnya untuk dilihat lelaki lain. Dia kira hanya di parkiran tadi dia harus memperlihatkan tubuh telanjang, tapi ternyata itu belumlah selesai. Dia belum habis pikir apa maksud semua skenario Bagas ini.

Tukang-tukang bangunan di seberang sana makin banyak berkumpul dan mulai mengambil posisi menonton. Mereka pun makin melotot melihat toket segar yang menggantung berayun-ayun indah itu, meskipun belum tentu jelas karena jarak yang memisahkan dua gedung tinggi itu.

Bagas terus menggerakkan penisnya maju mundur dengan konsisten meresapi nikmatnya jepitan erat dari otot pantat Fani. Ia lalu meraih pundak Fani dari belakang dam membenamkan batang penisnya untuk menusuk semakin dalam.

โ€œOuuugghhhhh... โ€ erang Fani saat dirinya merasakan kembali dorongan batang Bagas makin dalam.

Splokk.. Splookkk..

"Ouhhh.. Ahhhh.. Ssshhhh.. Mmmhhaasss.. Ouuuuhhh.. Pe..Lan.. Pelan, Mhasss.." desah Fani

Rasa malu dan canggung Fani itu nampaknya hanya sebentar saja, saat dirinya kembali mendesah menikmati hujaman kontol Bagas di liatnya lubang anus Fani. Dirinya mulai tak menghiraukan banyaknya mata yang melihatnya dan perlahan mulai membiarkan saja.

Entah bagaimana, ada sensasi lain saat dirinya dijadikan objek banyak mata lelaki itu. Saat ia perhatikan lagi, beberapa pekerja kasar itu tak mengenakan kaos ataupun atasan karena ini jam istirahat selesai bekerja, sehingga menampakkan badan-badan mereka yang hitam dan kekar, yang itu malah membuat darah Fani semakin berdesir.

Splokk.. Splookkk..

Bagas makin buas menggenjot Fani dari belakang. Tubuh Fani pun dibuatnya tersentak-sentak ke depan, padahal tak ada ruang lagi di depannya. Tangan Fani yang tadinya menempel di lantai lalu ia pindahkan menempel ke kaca jendela. Bagas masih terus menyodok-nyodok pantat Fani itu makin kencang dan liar.


4f8ae21370713579.gif

Jadilah Fani kini memepet kaca itu, toket gede itupun ikutan menempel di kaca dan tertekan melawan kaca yang tembus pandang itu. Tubuhnya yang telanjang bulat hanya terbalut jilbab syar'i itu semakin terlihat jelas dari luar, sambil payudara besar sempurnanya itu terpampang jelas akibat tergencet kaca jendela bening, seolah-olah sengaja mengundang tukang-tukang di seberang sana untuk ikut menikmati tubuh Fani.

Fani pun sepertinya paham kondisinya kini. Tubuhnya yang setengah tegak itu pastilah menjadi santapan lezat bagi tukang-tukang bangunan itu. Saat Fani melihat ke seberang sana, ternyata beberapa tukang itu sudah membuka celananya dan mengocok kemaluannya sendiri. Memang karena jarak dua gedung itu membuat Fani tak terlalu jelas melihat kontol-kontol para tukang itu, tapi yang terlihat jelas adalah mereka sedang coli dan menjadikan tubuh sintalnya ini sebagai objek bahan coli mereka.

"Tuh, Dek.. Kamu bikin mereka sange, sampe mereka coli.." kata Bagas yang juga bisa melihat kondisi di seberang sana.

"Houuhhh..ahhh.. Shhh.." Fani hanya menjawab dengan desahan demi desahan.

Splokk.. Sploookkk..

"Kamu suka nggak dijadiin bacolan tukang-tukang itu Dek?" tanya Bagas.

"Sshhh.. Heehhgggg.. Mmhaass.." lagi-lagi hanya desahan yang keluar dari mulut Fani.

Fani kini sedang benar-benar menikmati rajaman kontol Bagas di lubang anusnya hingga tak begitu memperhatikan pertanyaan Bagas sebelumnya. Dengan posisi sedikit tegak terhimpit kaca jendela itu membuat penetrasi kontol Bagas kian dalam.

Sisi-sisi anus Fani dipaksa untuk memelar, membuat sang akhwat kian kelojotan. Bahkan tanpa disadarinya, pantatnya ikut ia gerakkan maju mundur, menyambut irama sodokan kontol Bagas dari belakangnya.

Plaaaak.. Bagas tiba-tiba menampar ringan pantat Fani..


1416be1370713586.gif

"Jawab Dek.." kata Bagas, "Kamu seneng nggak badan telanjangmu ini jadi objek coli mereka.."

Plaaakkk..

"Aiiihh.." jerit kecil dari mulut Fani, "Iyaahh suka Mmhaas.. Aku sukaa.. Houhhh.. Shhh.."

Splokk.. Splookkk..

Bagas semakin kencang mengayun-ayunkan pinggulnya. Meski ingin berlama-lama merasakan sempitnya jepitan lubang dubur Fani, namun energinya memang sudah habis setelah sejak pagi tadi dia berasik-asik dimulai dengan istrinya lalu dengan Fani.

Kini fani juga ikutan menggoyangkan pantatnya maju mundur seirama dengan genjotan Bagas, membuat Bagas semakin kelojotan dan makin dekat dengan puncaknya.

"Ugghhh.. Kamu dianal dan ditonton sama banyak tukang malah makin enak goyanganmu Dek.." celoteh Bagas, "Doyan eksib kamu, Dek.. Dasar akhwat binal.. Urrgghhh.."

Splookk.. Splookkk..

"Ahh.. Iyyaa mmasss.. Aku akhwat binall.. Huughhhh.. Emmmpphhh.." balas Fani dengan erangannya.

Toket besarnya itu semakin indah saja terhimpit di kaca jendela, hingga kaca itu mulai berembun akibat keringat di buah dada jumbo itu yang menempel di kaca. Tukang-tukang bangunan yang memelototi Fani pun makin semangat bersorak sorai melihat toket ranum itu terpantul-pantul melawan kaca seolah sedang disajikan untuk mereka, setidaknya itu yang ditebak Fani karena ruangan kamar Hotel yang kedap.

Bagas tak lagi bisa menahan ujungnya. Sensasi esibisionisme dari Fani yang baru saja ia temukan itu membuat jantungnya berdegup makin cepat.

"Urrghhh.. Keluar aku, dek.." kata Bagas.

"Ehh.. Uhh.. Bentar dulu Mmhass.. Ba...rengg hhgg.." pinta Fani tersengal-sengal.

"Nggak kuat aku.. Urrrgggghhhhh.."

Croott.. Crootttt.. Crooottt...

Beberapa kali ujung penis keras Bagas itu menyemburkan bermili-mili lahar kentalnya di dalam himpitan otot anus Fani. Fani bisa meraskan ada cairan hangat mengalir membasahi sisi dalam rectum nya.

"Hosshh.. Hosshh.." Bagas menyela nafas sambil tersengal-sengal.


9e1dc31370713589.gif

Tak lama menjelang ia merasa spermanya sudah habis terkuras saat penisnya diurut-urut oleh lubang dubur Fani yang super sempit itu. Dengan perlahan, dia tarik keluar penis itu lepas dari sempitnya lubang dubur yang kini sudah tak perawan lagi milik sang akhwat.

Plopp..

Fani sebetulnya sudah dekat dengan momen puncaknya, namun Bagas harus mendahuluinya karena memang tenaga Bagas yang sudah seharian dikuras membuatnya tak tahan untuk berlama-lama menggarap lubang dubur Fani.

Bagas begitu puas saat ini, saat dia berhasil merenggut keperawanan Fani meskipun itu hanyalah lubang anusnya, untuk saat ini. Bagas duduk di kursi tak jauh dari jendela, menikmati kepuasan batinnya sambil melepas rasa lemasnya.

Mimpinya untuk bisa menjebol pantat seorang akhwat akhirnya bisa ia wujudkan. Telah lama ia memimpikan nikmatnya anal seks, namun tak pernah terwujud karena istrinya selalu saja tak mau behubungan melalui pintu belakang bahkan sekedar bermain dengan lubang kecil itupun Sella selalu menolak. Tak disangkanya impian itu malah ia wujudkan dengan gadis dengan anus yang masih perawan seseksi Fani itu.

Di depannya, didapati Fani yang kini duduk bersimpuh menghadap jendela juga dengan nafas yang memburu. Toket jumbonya masih terpampang, malah makin seksi terlumuri peluh dan terkena pantulan cahaya sore. Bagas tau, atau lebih tepatnya bisa nebak jika sebenarnya Fani juga sudah hampir mencapai klimaksnya tasi. Namun, apa mau dikata jika energinya sudah tak bisa ia paksakan lagi.

Di gedung seberang, tukang-tukang bangunan masih pada melihat ke arah hotel, sambil mengocok penisnya masing-masing seraya melihat Fani beserta toket indahnya itu yang masih duduk tepat menempel di jendela, dengan wajahnya masih terhiasi jilbabnya yang mulai lecek. Beberapa tukang itu malah sudah mengeluarkan ponsel nya dan mengarahkannya ke arah kamar hotel itu. Entah sudah berapa lama mereka merekam atau mengambil gambar dan sebanyak apa yang sudah mereka abadikan.

"Kamu seneng ya diliatin banyak tukang-tukang itu, Dek..??" tanya Bagas memecah suasana hening.

Fani terkesiap, tak menjawab pertanyaan Bagas itu. Nafas nya juga berat karena rasa capek dipadu dengan nafsunya yang belum tuntas. Namun pertanyaan Bagas itu berputar di otaknya. Apa iya dia senang saat tubuh seksinya itu dilihat oleh banyak lelaki. Pandangan Fani langsung tertuju ke gedung yang baru dibangun di sana, memerhatikan banyak lelaki yang sedang balik memandanginya. Untuk sesaat pipi Fani yang berlesung itu langsung memerah.

"Hehe.. kamu seneng kan, Dek.. buktinya kamu masih tetep di situ dan nggak balik badan atau sekedar nutupin toketmu.." kata Bagas.

"Kamu nggak balik malah tetap nempel di kaca gitu hehehe.. sengaja pengen pamer ya hahaha.." ujar Bagas lanjut mensugesti Fani. โ€œKalau malu kan harusnya kamu langsung balik sambil berlari. Ini kamu kok tetep diem dan nantangin toketmu itu.. berarti kamu beneran suka yaa bodi seksimu itu ditonton banyak orang??" goda Bagas lagi.

Celotehan Bagas itu langsung berputar-putar di benak Fani. Hatinya mengiyakan, betul juga kenapa dia diam saja bahkan terpaku melihat mereka di seberang sana. Melihat para pekerja bangunan itu berteriak-teriak sambil bertepuk tangan seolah menyemangati Fani yang baru saja mengakhiri persetubuhannya dengan Bagas, namun agar tetap memberikan tontonan gratis kepada kuli-kuli bangunan itu. Makin banyak juga yang sudah mengeluarkan ponselnya entah itu merekam atau mengambil foto.

Tapi justru yang dirasakan oleh Fani kini adalah perasaan tegang yang menyenangkan dan merasa ada kebanggaan ketika banyak pasang mata menyaksikan dirinya dan tubuhnya itu telanjang, bahkan mulai saat tadi disetubuhi di lubang duburnya dari belakang.

Memikirkan hal itu malah membuat birahi Fani semakin meninggi. Memeknya berdenyut-denyut kuat, dan kembali mengeluarkan lendir-lendir cintanya.

โ€œHehehe.. itu namanya kamu suka eksibisionis, Dek.." lanjut Bagas mensugesti.

Fani semakin larut dalam fantasi dan pemikirannya sendiri. Meski dari jauh, ia bisa melihat para tukang bangunan itu saling berteriak ke arah Fani. Mereka memperlihatkan kontol mereka dan menyodorkannya ke arah Fani sambil memuaskan diri sendiri mengocok kontol masing-masing. Menjadikan toket besar Fani sebagai alat fantasi mereka. Kondisi itu semakin membuat Fani terangsang berat akibat live show ini. Putingnya bahkan sampai mengeras mengacung tegang.

"Sekarang coba kamu godain mereka, Dek.." lanjut Bagas memerintah.

Fani kurang paham apa maksud Bagas itu, hingga dia menolehkan wajah ayunya ke Bagas, dengan alisnya yang mengernyit.

"Hehe.. kamu remes-remes toketmu di depan mereka sekarang.." lanjut Bagas.

Fani terdiam untuk sesaat, namun nafsu syahwat membujuknya untuk menuruti perintah Bagas tadi. Fanipun lalu mulai meremas-remas toketnya. Dia sedikit bangun dari posisi bersimpuhnya hingga kini Fani berlutut di depan jendela. Kedua tangannya meremas bongkahan daging kembar itu kanan dan kiri.

Sesekali Fani membetulkan jilbabnya yang terkadang tak sengaja turun sedikit menutupi area atas dadanya. Seolah Fani ingin para tukang itu agar dapat seutuhnya menikmati keindahan tubuh Fani namun dengan tetap memakai jilbabnya.

Di seberang sana makin banyak tukang yang kemudian mengeluarkan hapenya. Mereka tak ingin melewatkan untuk mengabadikan momen langka di sepanjang hidup mereka itu, entah untuk mereka jadikan bahan onani atau mungkin mereka bagikan dengan teman-teman pekerja bangunan.


f6622b1370713594.gif

Mendapati itu malah membuat Fani semakin bergairah juga. Tangannya bergerak semakin liar meremas toket jumbonya. Daging bulat dan padat itu ia urut sisi-sisinya, membuat bulatan putih itu makin seksi karena tertekan. Lalu ia juga memiijat si kenyal kembar dari sisinya lalu menuju puncak gununnya hingga putingnya.

"Hssshhhh.. Emmmpphhhhh.." desah Fani sambil makin sayu menikmati jamahan tangannya sendiri. Semua rangsangan itu Fani lakukan dengan gestur sebinal dan semenggoda mungkin untuk penontonnya.

Kuli-kuli bangunan itupun semakin riuh berteriak. Dan itu tak pelak menambah kenikmatan dan rangsangan bagi tubuh Fani. Peluh demi peluh ikut keluar seiring nafsu yang semakin naik menghangatkan tubuh telanjang Fani itu.

Rasanya Fani ingin memberi godaan lebih kepada para tukang itu. Entah ide dari mana, Fani lalu memonyongkan bibirnya. Seolah menyerahkan bibirnya untuk dinikmati oleh pekerja-pekerja kasar itu. Fani juga kemudian berinisiatif dengan gerakan tangannya yg seolah-olah sedang mengocok kontol dan menghisapnya dengan mulutnya sambil lidahnya terkadang ia julurkan, sembari tangannya yang lain tetap meremas-remasi toketnya bergantian kanan dan kiri.

"Hmmmmhhh.. Emmmppphh.. Hoouuhhhhhhh.." desah Fani

Gadis cantik itu kini telah sepenuhnya melupakan norma dan etika. Akhwat yang rajin mengikuti kajian dan tak pernah absen liqo' sekaligus menjadi pengingat bagi teman-temannya itu kini malah berbalik memancing birahi pria-pria yang tak ia kenal sesebelumnya dengan tubuh telanjangnya.

Jilbab syar'i yang seharusnya menjadi mahkota keimanan Fani itu, kini seolah malah manjadi hiasan pemanis tubuh telanjangnya yang sintal dan ranum itu yang sedang ia jamah sendiri untuk mengundang birahi lelaki. Fani sesekali merapikan jilbabnya agar tetap terpasang menyelimuti kepalanya. Bagas tersenyum menyaksikan Fani yang makin menikmati itu semua.

"Hehehe.. Pinter.. Godain mereka terus, Dek.. Jangan sampai jilbabmu lepas.. Kasih lihat ke mereka kalau akhwat kaya kamu juga bisa binal" kata Bagas.

"Hmmmhhhโ€ฆ Shhhhhh.. Hoouhhhhh.." hanya desahan yang keluar dari mulut mungil sang gadis

Ejekan dari Bagas tadi itu entah mengapa seolah menjadi bara api yang menjadi bahan bakar tungku syahwat bagi tubuh Fani. Gairahnya makin mendidih dan membuatnya semakin liar meremas-remas toket ranumnya, tangan kirinya juga sesekali ia gunakan untuk memainkan memeknya.


4b52d51370713601.gif

Pekerja-pekerja proyek di seberang sana semakin ketagihan. Mendapati wajah ayu Fani yang terbalut jilbab syar'i yang meski sudah makin kusut itu, seolah menunjukkan bahwa gadis yang tadi disetubuhi di balik jendela kamar hotel itu adalah gadis alim yang berani menampakkan sisi liarnya. Hal yang tentunya jarang disaksikan oleh kuli-kuli bangunan itu.

Menggoda tukang-tukang di ujung sana itu semakin birahi Fani. Memeknya semakin becek dan banjir akibat stimulasi syahwatnya yang kian menderu-deru. Bagas yang memerhatikan Fani itu juga sepertinya mengerti kalau Fani kini malah dengan sendirinya yang menggoda tukang-tukang kasar itu, tanpa perlu instruksi lanjutan darinya.

"Sekarang kamu balik badan, Dek.. kasih liat pantatmu ke tukang-tukang itu.." lanjut Bagas memerintah lagi.

Tanpa perlu diminta dua kali, Fani lalu membalik badannya. Pantatnya kini menghadap jendela. Karena posisi lantai hotel yang lebih tinggi, Fani tak perlu terlalu menungging agar tukang-tukang itu bisa menikmati keindahan pantat Fani.


c963041370765589.gif

Fani lalu meremas-remas pantatnya sendiri. Ia juga menggerak-gerakkan pinggulnya sehingga pantatnya ikut bergoyang-goyang. Dia sedang menggoda para pekerja itu untuk seolah-olah menyerahkan pantatnya untuk mereka setubuhi. Tak ayal itu membuat tukang-tukang itu makin riuh bersorak-sorak, meski tak terdengar di kedapnya kamar hotel yang Fani diami.

"Mainin memekmu, Dek.." kata Bagas lagi.

Fani yang mengerti maksud Bagas itu lalu menunggingkan pantatnya makin tinggi. Ia lalu menggunakan jari-jarinya untuk menggesek-gesek belahan kemaluannya dari bawah. Pantatnya ia gerakkan maju mundur hingga hampir menempel kaca jendela.

"Houuhhh.. Shhh.." desah Fani.

Kepalanya kini menempel di karpet, saat tangannya mulai memberi kenikmatan ketika bergesekan dengan kulit liang senggamanya. Sesekali pantatnya masih ia remas-remas juga untuk menggoda para pekerja proyek itu, yang kini dibelakanginya.

"Hssshhhh..mfffhhhhh.." desah Fani.

Cpekk.. Cpekkk..

Beceknya memek Fani itu membuat aksi masturbasi Fani itu menghasilkan bunyi kecipak nyaring. Sentuhan dan gesekan jemarinya makin cepat, seiring dengan nafsu birahi Fani yang juga makin terbakar hebat. Gelombang demi gelombang kenikmatan perlahan menghampirinya.

Tak cukup dengan satu tangan, kini Fani menggunakan kedua tangannya untuk bermain-main di area selangkangannya sendiri. Tangannya terampil dan lincah memainkan bibir kemaluannya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk memilin-milin klitorisnya.

Deburan syahwat langsung mendera memecah ketika kelentit Fani itu ia mainkan. Tubuhnya semakin menggelinjang dan pantatnya bergoyang liar. Keringat terus mengucur membersamai birahi yang tak henti menetes juga.

Cpekkk..Cpeekkkk..

"Houuussshhhhh..Emmmpppphhh.." desah Fani.

Tadinya yang niatnya untuk menggoda tukang-tukang bangunan di gedung seberang, kini menjadi sedikit terabaikan saat Fani mencoba meraih sendiri kepuasaannya. Gelombang orgasme perlahan mulai datang menghampiri tubuhnya. Kepuasan yang tadi tak jadi ia dapatkan saat disodomi oleh Bagas.

Cpekk.. Cpeekkkk..

Saat tangannya mengobel-ngobel memeknya, pantatnya ia angkat makin tinggi. Dari lubang anus Fani, lalu meleleh sisa cairan sperma Bagas yang turun membasahi vagina Fani. Sperma itu lalu juga membasahi jari Fani yang sedak asik bekerja memuaskan birahinya.

Bagas bisa melihat itu dari sedikit pantulan kaca jendela ketika spermanya meleleh dari anus Fani dan membasahi jemari lentik di tangan kananya. Bagas lalu turun dari kursi dan menghampiri Fani.

"Ambil tangan kananmu terus emutin pakai mulutmu, Dek.."

Fani yang merasakan dekatnya garis finishnya itu tak berfikir dua kali dan segera memasukkan jari-jari telunjuknya ke dalam mulutnya dan menghisapnya. Barulah setelah beberapa waktu dia tersadar akan yang dilakukannya dan menarik keluar jarinya dari mulutnya.

"Woek.. Ini kan sperma yang dari anusku to, Mas.." kata Fani.

Bagas kini sudah berada beberapa senti dari wajah Fani.

"Pantes kok rasanya beda, kayak agak asem gimana gi... Hmmmmpppp.."

Belum selesai Fani berkata-kata, Bagas sudah menjejalkan kontolnya ke dalam mulut Fani.

"Hehe.. coba kamu rasain anusmu sendiri ini, Dek.." kata Bagas, "harus dibiasain,Dek.. hehe.."

"MMMMM.. HHMMMMPPP.."

Fani berontak, namun tak berdaya akibat pegangan kuat tangan Bagas di kepala Fani. Nuraninya masih menolak kalau batang yang baru saja menembus duburnya itu harus dia rasakan di mulutnya. Membayangkannya saja rasanya ingin mambuatnya muntah.

Namun rontaannya itu tak membuahkan apa-apa. Fani lalu mencoba pasrah dan diam saja menerima penis loyo Bagas itu di mulutnya. Dan pada beberapa saat setelahnya, mulutnya dan hidungnya mulai bisa menerima obsesi Bagas itu.

"Hehe.. Sekarang lanjutin mainin memekmu, Dek.."

Tak ada pilihan lain bagi Fani. Sambil menungging dan mulutnya tersumbat kontol, Fani melanjutkan menggesek-gesek memeknya kembali.

Cpekk.. Cpeekkk..

Sentuhan jarinya pada kelentitnya langsung memberikan sengatan birahi ke semua simpul syarafnya. Jemarinya makin intens bermain di memeknya, membuatnya kembali diliputi gairah membara.

Perasaan jijik karena kontol Bagas yang bersarang di mulutnya perlahan bisa ia abaikan dan berganti dengan rasa nikmat seiring cambukan syahwat yang mendera tubuhnya tersebab jamahan jarinya di klitoris dan labianya.

Cpekk.. Cpeekkk..

Gairahnya makin meninggi hingga Fani juga makin menikmati sumbatan kontol Bagas itu di mulutnya. Tangannya memainkan memeknya makin intens, hingga kembali dia teringat pantatnya yang molek itu tadi sedang dia pamerkan ke tukang-tukang bangunan di seberang sana.

Syahwatnya kembali memantik simpul-simpul syarafnya saat menyadari lagi banyaknya mata lelaki kasar di luar sana yang memandanginya. Mulutnya mulai menghisap-hisap kuat batang Bagas, sambil jemari halusnya memainkan sendiri memeknya. Sesekali mulutnya mendesis namun terhalang kontol Bagas di bibirnya.

"Urrggggghhhh.." Bagas mengerang ngilu, merasakan kontolnya yang lemas setelah crot itu dihisap kuat oleh mulut mungil si betina.

"Akhwat binal kamu, Dek.. pamer memek sama pantatmu gitu.. kamu mau ya memek sama anusmu dinikmatin kuli-kuli itu?? Urrgghhhh.." celoteh Bagas di tengah erangannya.

Fani tak menjawab apapun selain desahan yang tertahan. Ejekan Bagas itu lagi-lagi seolah menambah semangat bagi Fani untuk menggoyang-goyangkan dan memaju-mundurkan pantatnya, seolah mengundang siapa saja yang menyaksikan dari balik jendela, dan saat ini para kuli-kuli proyek itu penontonnya.

Fani malah mulai ikut hanyut kedalam fantasinya
akibat sugesti Bagas tadi. Dia membayangkan jika kuli-kuli kasar itu berada tepat di belakang pantatnya, pastilah mereka tak sanggup menahan nafsu mereka. Terbayang jika tangan-tangan kasar kuli proyek itu mulai menjamah tubuhnya yang putih terawat itu. Fantasi-fantasinya itu membuatnya makin kuat menghisap penis Bagas. Tangannya juga makin intens mengusel-usel bibir kemaluannya dan klitorisnya.

Fani kini benar-benar melupakan adabnya sebagai seorang akhwat. Dia mengabaikan semua wejangan dari Ustadzah-ustadazah nya dan materi liqo'nya, saat tubuhnya semakin panas dan didera kenikmatan saat memamerkan tubuhnya ke tukang-tukang bangunan di gedung sebelah itu.

Sambil menggoda lelaki-lelaki yang bahkan tak ia kenal itu, jemari-jemari lentiknya makin lincah dan liar menggesek-gesek liang peranakannya sendiri. Seluruh raganya telah menyerah pasrah pada nafsu birahi. Suami sahabatnya itu lagi-lagi menenggelamkannya pada jurang kenikmatan duniawi yang tak bisa ia pernah tolak.

Cpekk.. Cppeekkkk.. Cpeekkkkkk..

Lendir demi lendir kenikmatan terus keluar membasahi liang peranakan Fani. Jemarinya makin liar dan makin lincah mengubek-ubek bibir vaginanya dan memilin milin klitorisnya. Gelombang klimaks ia rasakan kembali mendekat.

"Hmmmmhhh... Hmmmmmhhhh.."

Fani mendesah namun desahan itu tersumpal oleh penis Bagas yang menyumbat mulutnya. Jemari lentiknya semakin intens dan cepat mengorek-ngorek memeknya. Peluh keringat semakin banyak membasahi tubuh dan jilbab syar'inya hingga nampak makin kusut.

Dan beberapa saat kemudian, tibalah momen puncak yang ia kejar sedari tadi itu.

"Hhmmmmmmmmmmppphhhhhhhh.."

Crrrttt... Crrrtttttt...Crrrrtttt..

Meski mulutnya tersumpal kontol Bagas dan mengahalangi jeritan klimaksnya, namun liang surgawi Fani itu mengeluarkan squirt yang panjang hingga menyembur membasahi jendela. Selama beberapa kali tubuhnya menghentak-hentak berbarengan dengan semburan cairan klimaksnya. Para tukang bangunan di seberang sana pun semakin bersorak sorai saat melihat gadis berjilbab itu mengalami klimaksnya sampai terkencing-kencing.

Bagas melepas kontolnya dari mulut Fani dan melepaskan pegangannya dari kepala Fani. Wajah cantik yang masih terbalut jilbab syar'i itupun langsung ambruk lemas di lantai yang beralas karpet, dengan pantatnya masih dalam posisi menungging. Matanya sayu terpejam kelelahan tapi tak bisa menghapus kecantikan alami sang akhwat, yang dihiasi rambut-rambut halus menghiasi pipi dan dahinya yang keluar dari sela-sela jilbab syar'i-nya.

Hari yang panjang dan melelahkan itupun berakhir, namun sekaligus permulaan dari babak baru Fani sebagai budak dari tuannya. Badan Fani didera kecapekan yang teramat sangat namun memberi secuil rasa penasaran akan kenikmatan selanjutnya yang akan ia dapatkan. Entah bagaimana bisa, rasa cintanya ke Bagas justru malah makin dalam.

Permintaannya pagi tadi untuk 'jangan lama-lama' dan 'ini yang terakhir' itu kini menjadi isapan jempol belaka, ketika Fani sejujurnya masih menginginkan ini semua. Dirinya sudah mulai bertransformasi dari akhwat alim solehah menjadi alat pemuas nafsu Bagas sekaligus mainan yang rela untuk diapakan saja oleh Bagas.

Matanya perlahan terpejam. Pantatnya yang molek itu masih menungging dengan dua lubang kemaluannya yang menyisakan cairan. Sisa sperma Bagas di lubang anusnya dan sisa lendir orgasme dari vaginanya, berbarengan menetes membasahi lantai hotel berkarpet. Momen yang disaksikan oleh cahaya sore hari di kota pelajar.



Flashback End..
------====@@@@@====------



POV Sella

Aku diliputi rasa kaget saat nama suamiku sendiri yang terucap dari mulut sahabatku itu. Sudah bisa kutebak dari beberapa video yang disimpan oleh Mas Bagas, tapi tetap saja aku kaget. Entah bagaimana aku harus bersikap ke suamiku itu. Tapi saat ini, rencanaku adalah untuk sahabatku dulu, si Fani.

"Gini, Say.." lanjutku, "Itu cuma cinta semu.. karena baru satu laki-laki yang masuk ke hatimu, kan.."

Aku menghela nafas, mencoba untuk memberi jeda.

"Aku tau kamu mungkin trauma sama Pak Broto karena baiknya dia hanya pura-pura. Begitu juga dengan Rio yang udah ninggalin kamu.."kataku,
"Dan memang kalau kamu merasakan kebaikan dari Mas Bagas, aku yakin itu emang tulus, Fan.."


78aceb1350878278.jpg

Arsella Hasna Hilyani

.....
.....

"Aku tau dan mengerti itu makanya, aku mau kenalin kamu ke sosok lelaki yang sama baiknya dengan Mas Bagas. Aku mau kamu percaya dulu sama aku, Say.." lanjutku.

"Kamu mau ya..??" bujukku.

Tak berselang lama, Fanipun membalas dengan anggukan. Entah itu anggukan tulus atau enggak, setidaknya dia sudah mau percaya denganku terlebih dahulu. Aku tak tau seberapa jauh perasaan Fani kepada Mas Bagas. Tapi firasatku berkata jodoh Fani ada di luar sana dan bukan Mas Bagas. Dan semoga ini jalan terbaik buat kamu, Fan.


------
------
------


------====@@@@@====------
"Ini pertanyaan terakhir ya.. Karena waktunya juga sudah hampir habis.." kata Ustadzah sembari mengambil secarik kertas berisi pertanyaan dari para peserta kajian muslimah. Ustadzah lalu membuka dan membacakan isi pertanyaan itu.

"Ustadzah, apakah benar bahwa seorang akhwat haram hukumnya memakai pakaian yang berwarna selain coklat dan hitam saja?" ucap Ustadzah.

Ustadzah tersenyum sesaat setelah membaca isi kertas itu, lalu beliaupun memberikan jawaban atas pertanyaan salah satu muslimah ini.

"Islam tidak pernah membatasi dan melarang soal warna pakaian. Namun, yang dilarang adalah berlebih-lebihan apalagi bagi seorang muslimah. Namanya tabarruj. Pengertian singkat dari tabarruj adalah bersolek ya Ukhti-ukhti semua.."

"Kita boleh bersolek, tapi hanya untuk suami kita, bukan untuk orang lain. Tabarruj ini adalah suatu hal yang bisa membuat mata para lelaki langsung memandangi kita. Lalu apa hubungannya dengan warna pakaian?"

"Sebagai seorang muslimah, begitu pula pakaian yang kita pakai agar tidak boleh mengundang atau memancing perhatian apalagi memancing syahwat. Jadi yang dilarang bukannya warnanya, tapi jika pakaian itu mengundang perhatian." kata Ustadzah mengakhiri kajiannya.

Lagi-lagi ilmu baru yang kali ini kudapat dari menemani menjadi asisten Ustadzah. Sungguh tak menyangka jika aku harus berpisah dengan Ustadzah. Entah siapa sosok yang membimbingku nanti jika Ustadzah sudah pergi.

Aku pun langsung berkemas merapikan laptopku. Aku memang sering mendampingi Ustadzah Azizah mengisi kajian atau menjadi pembicara seminarnya. Itung-itung dapat tiket gratis sekaligus mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Terlebih lagi ini adalah saat-saat terakhir aku bersama Ustadazah, sejak aku mengetahui kalau sebentar lagi Ustadzah harus pindah kota untuk beberapa lama dan tak lagi tinggal di kota ini.

"Assalamualaikumm..." aku mendengar sayup-sayup salam di tengah kerumunan panitia. Suara yang sepertinya tak asing tapi juga jarang kudengar.

"Assalamualaikum, Sella.."

"Waalaikumsalam.." refleks ku saat Aku mendengar lagi dan kali ini namaku yang dipanggil. Aku menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri dan tak kujumpai sosok yang menghadapkan dirinya padaku. Hingga ketika aku berbalik ke belakang.

Sosok bercadar yang makin mendekat ke arahku. Kukernyitkan mataku mencoba mengulang memori akan siapa pemilik sorot wajah yang kurasa familiar itu. Ustadzah Azizah? Bukan!. Posturnya sangat tidak mirip. Hingga bohlam di samping kepalaku ini tiba-tiba menyala layaknya di komik jepang.

"Mashaallah.. Nurul..!??" kataku.

"Nuruuull.. !!!!"

Kali ini aku menjerit melampiaskan ekspresiku. Tubuhnya langsung aku tarik saat hanya berjarak beberapa jengkal dariku dan langsung kupeluk erat. Entah bagaimana aku bisa melupakan sorot mata sahabat masa kecilku itu.

"Selllaaaa...!!!!"

Katanya tiba-tiba yang seolah membalas jeritanku sebelumnya. Tawa-pun langsung pecah di antara kami. Aku dan Nurul lalu berjalan keluar dari belakang ruang kajian ini menyadari hanya tinggal kami disini.

"Nurul sama siapa disini?" tanyaku.

"Sama suamiku,Sel.. Mas Haris lagi nunggu di mobil, di parkiran.."

"Oooohh.. kok nggak ngabarin sih? Kapan balik ke Jogja? berapa lama di sini? nginep dimana disini? nanti malam kumpul-kumpul yuukk?"

Tanyaku membabi buta. Rasa rindu di dadaku rasanya mau lepas saja.

"Hihi pelan-pelan tanyanya,Sel.. Aku bakalan lama kok disini. Mas Harris kebetulan sekarang dapat penempatan disini untuk sementara waktu.. jadi kita bakalan bisa sering ketemuan deh.. Aku juga kangen kalian nih.." jelas Nurul, "Fani gimana kabarnya?"
......
......

bdd3981370770240.jpg

Nurul

Untuk beberapa menit selanjutnya, kami saling melepas kangen. Aku dan Nurul berteman sejak SMP. Waktu aku masuk SMA yang isinya muslimah semua, hanya Nurul satu-satunya orang yang kukenal. Sejak awal masuk SMA itulah kami jadi makin dekat dan sahabatan.

Aku dan Nurul bahkan kuliah di jurusan yang sama. Kami juga satu kelompok Liqo' dengan Ustadzah Azizah. Waktu semester 3, Nurul ternyata dilamar oleh suaminya sekarang, Mas Haris, dan harus pindah ke provinsi lain ikut suaminya. Kuliahnya pun dia transfer ke tempat barunya, dan sejak saat itu aku tak pernah bertemu lagi dengannya.

Kami disini mengobrol cukup lama, hingga akhirnya Ustadzah Azizah pun datang ikut bergabung melepas rindu. Namun tak lama kemudian, Nurul menerima telpon. Katanya dari suaminya yang sudah menunggunya di parkiran. Kamipun berpisah. Aku pulang bareng Ustadzah Azizah.
......
......


------​

Mobil Ustadzah Azizah melaju menembus jalanan sunyi. Langit kota masih menunjukkan kelabunya, pertanda tak lama lagi akan turun hujan. Sama seperti hatiku yang sendu dan masih tak percaya kalau aku harus berpisah dengan Ustadzah Azizah.

Alunan nasyid acapella terlantun di speaker mobil ustadzah, tapi lamunanku menuju luar jendela mobil. Kosong memandangi pohon demi pohon yang kami lalui.

"Jangan sedih gitu dong, Ukh.." kata Ustadzah.

"Ana harus pergi karena harus ikut suami. Kalau sudah menikah, kepatuhan utama seorang muslimah adalah buat suaminya."

"Iya, Ustadzah.. Ana paham kok.." balasku. "Semoga adik iparnya segera pulih ya Ukh.."

"Aaamiin.." kata Ustadzah, "Gitu dong.."

"Ana kan harus ikut menemani suami.. Mas Erwin harus pulang ke Solo karena adiknya lagi sakit, Ukh.. Sementara adiknya itu satu-satunya orang yang ngerawat orangtua Mas Erwin. Jadi kalau adiknya Mas Erwin lagi sakit gini, orang tua Mas Erwin nggak ada yang ngerawat.. kaya yang kemarin Ana cerita.." lanjut Ustadzah bercerita sambil tetap fokus menyetir mobilnya

"Jadi sementara Ana harus tinggal di Solo dulu untuk seengaknya beberapa bulan ke depan. Mas Erwin juga sudah set-up kantornya di sana. Sekaligus Mas Erwin juga ingin lebih deket sama orang tuanya biar bisa ikut merawat mereka, Ukh." jelas Ustadzah.

Memang tujuannya sungguh mulia sekali murobbiah-ku ini. Aku yang seharusnya tak boleh egois untuk tak ikhlas membiarkan Ustadzah berbakti pada suaminya seperti itu.

Tik.. tik.. tik.. rintik hujan mulai turun ke kaca mobil Ustadzah yang terpantul turun membasahi aspal jalanan kota ini.
------





End of PART 12 "Revelation"
 
Terakhir diubah:
Waahh, Fani ku akhirnya berubah... Tapi berubah kearah yg Mantab... Wkwkwk

Untuk kali ini, jujur ane kesel banget ama Bagas... Ga tau terlalu bego, atau terlalu menyepelekan orang,, sampeยฒ permintaan orang tsb di"iya"in langsung tanpa mikirin efek kedepan nya... Kan Kasian si Sella dan Fani ane, kalo jadi mainan doang...
:((:((

Btw, makasih banyak suhu atas apdate yg sangat panjang ini, apdate yg udah menceritakan Fani dengan sangat bagus...
Semangat buat seterusnya suhu... Sella dan Fani selalu di nanti
:Peace:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd