Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Semoga bisa up dalam waktu dekat ya suhu semua.. tinggal cari mulustrasinya..

:ampun:
Kan masing² udah ada mulustrasi nya hu ?

Ane udah kangen banget liat mulustrasinya Arsella,, sumpah cantik banget... Wkwkwk
 
keren sangat suhu, jadi inget piaraan budak sex ane yg domisili jogja, binor, akhwat kajian juga, tapi diapain juga mau sampai dah bertahun gak ml ama suaminya karena kularang hihi
 
Part 13a
Tag:
Flashback, VCS




------====@@@@@====------
Flashback beberapa bulan sebelumnya.


Adegan di bawah ini terjadi setelah Part 6d


Perlahan-lahan kelopak mataku terbuka. Aku merasakan capek di sekujur tubuhku. Pandanganku semakin jelas hingga kusadari diriku yang berada di mobil, di kursi penumpang di sisi kursi pengemudi.

Bukan, ini bukan mimpi. Rasa lelah ini nyata kurasakan.

"Sudah mendingan capeknya, Dek..?"

Samar-samar kudengar suara itu. Suara dari sosok yang sudah beberapa waktu ini tak lagi kudengar.

Air mataku perlahan kembali menetes, menambah sesaknya kantung mata hitam di bawah mataku ini. Terputar lagi memori dua hari sebelumnya yang begitu pedih kuingat.

"Hikkss.. Jahat kamu, Mas.." kataku sembari terisak, "Ini semua salahmu.. Hiks.."

Belum pernah sebelumnya di seumur hidupku kurasakan rasa secapek ini. Tubuhku lelah di setiap sendi dan ototku. Serasa hanya tulang saja yang tersisa, setelah semua bagian dari tubuhku telah dinodai.

Yang paling parah, kehormatanku sebagai seorang muslimah dan juga sebagai seorang istri telah direnggut. Aku telah dilecehkan hingga akupun marah kepada diriku sendiri.

Lelaki di sebelahku ini tak berbicara lagi. Tangannya lalu digerakkan menuju tanganku dan berusaha mengenggam tanganku. Namun aku tarik tanganku.

Ya Tuhan!.. Fani. Aku tiba-tiba teringat sahabatku yang beberapa saat lalu menjadi saksi perbuatan keji yang kualami. Aku lalu menoleh melihat kabin belakang mobil ini. Nampak sosok sahabatku yang sedang tertidur pulas. Syukurlah.

"Iya, Dek.." tiba-tiba Mas Diki bersuara lagi, "Iya, ini semua mungkin salahku.. Aku minta maaf…"

"Kamu tega ngilang gitu aja, Mas.. Hiks.." lanjutku, "..saat aku butuh temen buat minta tolong.. hiks.."

"Kamu sekarang lagi capek.. Aku akan jelasin semuanya pas lain waktu aja ya.." lanjutnya, "Intinya, sekarang aku dah berhasil menyelamatkanmu.. Kamu nggak perlu khawatir sama mereka.. Kamu dan temanmu yang di belakang itu sekarang aman, Aku jamin itu!. Mereka semua sudah diringkus.. Semuanya sudah berakhir."

"Sekarang aku antar kamu ke rumah temenmu itu ya.." lanjut Mas Diki, "Tadi suamimu dah dihubungi, kayaknya kamu juga perlu minta jemput suamimu di rumah temenmu itu aja.."

Mas Diki terdiam untuk sesaat

"Dan.. Kalau mau, kamu juga bisa cerita ke suamimu apa adanya.. Gimana semuanya ini berawal, mungkin soal aku juga yang jadi penyebabnya.."

"Gila apa kamu, Mas?" potongku, "Enggak lah.. Bisa dipegat jadi istrinya nanti aku.."

"Yaudah terserah kamu gimana kamu mau cerita ke suamimu.." katanya.

"Ada flashdisk yang aku masukin ke tasmu tadi. Isinya rekaman video semua yang terjadi kemarin-kemarin di hotel itu, dan itu satu-satunya kopian rekamannya.."

Aku diam saja. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku lagi sepanjang perjalanan, selain hanya sisa isak tangis yang tak kusangka masih saja bisa keluar setelah sekian banyak air mata yang keluar dari ujung mataku. Tak lama menjelang, mobil yang kunaiki ini berhenti di sisi jalan besar dengan pohon-pohon yang menaungi teduhnya jalanan sekitarnya.

"Ini harusnya alamat rumah temenmu kalau dari catatan polisi tadi.." kata Mas Diki, "Sekali lagi, aku minta maaf, Dek.. Aku tau maafku ini mungkin nggak cukup buatmu, Tapi aku tulus.. Dan kalau kamu perlu apapun, aku siap.. Aku siap menebus salahku dengan cara apapun yang kamu kehendaki.

Aku masih diam tak bersuara merespon kata-katanya. Entahlah, aku masih lelah dengan semua yang terjadi padaku tiga hari ini. Aku lalu beranjak turun dari mobil. Terlihat rumah mewah Fani di depanku. Yang tak lama kemudian, gerbang itu terbuka dari dalam.

Flashback End
------====@@@@@====------




46ff731361800968.jpg

Arsella Hasna Hilyani

"Ini hapenya, Mas.." kataku.

Sembari menyerahkan hape yang kupegang ini. Hape milik Agus yang sempat aku ambil kemarin. Sayangnya hapenya terkunci. Aku tak bisa tau sejauh apa dan sebanyak apa gambar-gambarku yang ada padanya. Entah gimana ceritanya, Agus bisa punya gambar-gambar itu.

"Kamu beneran bisa kasih solusi, Mas?"

"Iya.. Kamu nggak usah khawatir.. Besok-besok dia sudah nggak bakalan ada lagi di tempat renangmu itu.. Aku jamin.." katanya.

"Tapi nggak kenapa-kenapa kan habis kemarin ini, Dek?" tanyanya.

"Enggak kok, Mas.." jawabku.

"Hehe.. Dah biasa dikontolin ya..?"

"iiih.. Porno ngomongnya.." balasku.

Sekarang, aku dan Mas Diki sudah tak canggung. Atas semua yang dia perbuat bagiku dan Fani waktu itu, membuatku menyurutkan rasa marahku padanya.

"Beneran nanti di kolam renang nggak bakal diganggu lagi kan aku, Mas??" tanyaku.

"Enggak.. Beri aku dua hari, dan dia nggak akan gangguin kamu lagi.. Siapa namanya? Agus ya.." kata Mas Diki.

"Iya.. Semoga aku bisa renang tanpa perlu khawatir lagi deh.." kataku.

"Jadi pengen liat kamu renang nih.. Renang bareng yukk.." sahutnya.

"iihhh.. Mesum lagi deh.. Udah mau ngelamar anak orang juga.." balasku.

"Hehe.. bercanda, Dek.." lanjutnya, "tapi kalau beneran juga nggakpapa sih, ahahaha.."

Mobil yang kami tumpangi ini terus melaju, beriringan bersama banyak mobil lain yang juga mengisi jalanan kota ini. Kondisi akhir pekan di kota ini semakin waktu semakin ramai.

"Eh iya, Dek.."

"Aku mau cerita soal Broto.." kata Mas Diki, "Aku mau kasih tau kalau dia sekarang udah enggak dibui.." lanjutnya, "Ya aku sih udah nebak.. Orang dengan koneksi dan duit seperti dia pasti kalau dipenjara juga nggak akan lama.. Tapi anak buahnya sih masih ditahan semua, kecuali Tejo yang masih buron.."

"Tapi aku juga udah dapet janji dari Broto.. Dia janji nggak akan gangguin kamu lagi, Dek.." sambung Mas Diki.

"Lho, kamu ketemu sama Pak Broto, Mas?"

"Bisa dibilang gitu.. Intinya, dia sekarang dah pindah.. nggak tinggal disini lagi.. Dimanakah itu, aku nggak tau dan nggak peduli.. Yang penting dia nggak akan ganggu kamu dan teman-temanmu lagi.."

"Mau gitu dianya, Mas?"

"Iya dia mau.. Ayahnya temenmu si Fani itu, kan bukan orang sembarangan karena masih darah biru. Dan di sini, darah biru itu berarti punya pengaruh dan punya kuasa. Ayahnya itu juga punya koneksi dimana-mana. Plus, pakdhe nya Fani, kamu tau, itu ternyata Jenderal Kopassus di Klaten. Itu yang aku kasih tau ke Broto, dan aku ancam dia, kalau dia berani ganggu, aku bisa kasih lebih daripada yang kemarin." jelas Mas Diki.

Aku terdiam untuk sesaat. Membicarakan soal Fani, aku jadi teringat rekaman-rekaman Mas Bagas yang disimpan di laptopnya.

"Oiya, soal Fani, Mas.." aku berbicara, "Aku mau cerita sesuatu sebelum kamu lamar dia. Mmmm... Ada yang mungkin perlu kamu tau sebelumnya. Mungkin kamu akan jadi berubah pikiran setelah mendengarkan ini, Mas.."

"Hehe.. Udah, Dek.." potong Mas Diki, "Kalau kamu pikir aku akan berubah pikiran, mending nggak usah kamu ceritain sekalian.."

"Aku mau lamar Fani karena aku suka sama dia sejak pas aku selametin kalian dulu.. Aku nggak peduli dia udah diapain aja, aku siap terima.." ungkap Mas Diki

Aku lalu terdiam mendengarnya. Aku jadi bingung untuk mengungkapkan bahwa ada sesuatu antara Fani dan suamiku, Mas Bagas.

"Aku ngelakuin ini juga biar aku bisa move-on.. Kamu tau itu kan, Dek.. " kata Mas Diki, "Seperti yang udah aku ceritain beberapa waktu lalu di pantai itu. Kamu tetep jadi cinta pertamaku, Dek.. Nggak akan ada yang bisa nggantiin kamu di hatiku.. Tapi aku juga tau aku nggak bisa memiliki hatimu.. Aku rasa dengan kejadian ini semua, ini waktunya aku move on.."

Aku masih terdiam mendengarnya untuk sesaat.

"Fani juga inshallah mau terima kamu kok, Mas.. Aku dah tanya dia kemarin.." ujarku.

"Sekali lagi aku minta maaf kalau aku sudah menyakitimu, dan mungkin masuk ke kehidupanmu, Dek.." katanya.

Aku lumayan trenyuh mendengar kata-kata Mas Diki tadi. Nggak nyangka juga orang mesum seperti ini bisa berkata-kata seperti itu. Sejak di pantai beberapa waktu lalu itu sudah beberapa kali dia mengungkapkan maaf dan sesalnya. Memoriku kembali terputar saat kami berada di pantai saat itu.

"Mbah Muji apa kabarnya, Mas?" tanyaku.

"Sehat Dek.. Lebih semangat malah sekarang-sekarang ini, pas habis ketemu kamu waktu itu, hehehe.." balas Mas Diki, "Kamu kangen ya?"

"iiih.. Apa sih.. Keingetan aja kok.." balasku, "Eh.. Kamu deg-degan nggak ini, Mas ?"

"Deg-degan kenapa emang?" tanyanya.

"Ya kan kamu mau ngelamar Fani.." balasku

"Ooooh.. Yaa lumayan deg-degan sih.." sahutnya, "Tapi lebih deg-degan karena lagi deket sama kamu, Dek.." katanya lagi sambil tersenyum mesum.

"Iiih.. Gombal lagi.." kataku.

------
------
------

73e1ed1353751265.jpg

Fani

Tok tok tok..

Aku ketuk daun pintu bercat warna putih di depanku ini. Pintu dengan ornamen marmer di sisi-sisinya. Tak lama kudengar suara gagang pintu yang dibuka dari dalam oleh si pemilik kamar.

"Eh, udah nyampe to, Kak.. Ayo masuk, Kak.." katanya.

Sosok akhwat yang dengan cerianya menyambutku. Lesung pipit yang menghiasi pipinya itu mewarnai senyum cantik dari wajah sahabatku ini.

"Iya, Say.. Assalamualaikum.." kataku.

Sambil melangkah masuk ke dalam kamar Fani yang menyambut salamku. Kudengar ada suara lain juga yang membalas salamku dari dalam kamarnya.

"Eh ada Anggun juga.." kataku.

ME5OIR_o.jpg

Anggun

"Haii, Kak Sella.." sapanya.

Anggun ini saudara sepupunya Fani. Seumuran dengan Fani juga, sehingga mereka berdua memang sangat klop dan sering main bareng. Sosoknya seperti namanya, cantik dan anggun dengan balutan jilbab syar'i nya. Fani lah yang mengenalkan Anggun dengan lingkungan akhwatnya saat ini.

Anggun sudah menikah belum lama, hanya beberapa bulan lalu. Masih ingat saat waktu itu aku hadir ke resepsi pernikahannya. Sepertinya itu terakhir kali aku berjumpa dengannya, sampai saat ini.

"Udah lama, Nggun?" tanyaku.

"Udah dari kemarin sih disininya, Kak.. Hehe.."

"Oooh.. Sendirian aja?.." kataku.

"Iyaa.. Mas Riki ada kerjaan di rumah, jadi kesini sendiri aja.." kata Anggun.

Kami bertiga lalu larut ngobrol ngalor ngidul. Terutama dengan Anggun yang barusaja kutemui ini. Ternyata Anggun saat ini sedang hamil muda. Fani pun nampak kegirangan mendapati dirinya akan menjadi aunty bagi si Anggun kecil. Semoga keceriaannya bertambah setelah hari ini nanti berakhir.

Brrttt.. Brrttt.. Hapeku bergetar.

Aku buka hapeku. Ada beberapa pesan yang masuk. Salah satunya merupakan tujuan utamaku kesini. Aku matikan lagi hapeku dan kembali bercengkerama dengan Fani dan Anggun. Hingga selang beberapa lama kami bertiga saling bercanda dan bersua, aku rasa ini sudah waktunya.

"Eh, Fan.. Ikut aku yukk.." kataku sambil menggenggam pergelangan tangannya.

"Ikut kemana, Kak ?.." tanyanya, "Katanya mau di rumah aja nggak kemana-mana"

"Yee.. Bukan pergi.. Ikut aku ke ruang tamu.." balasku

"ooh.. Ada apa emang?" tanya Fani lagi.

"Udah ikut aja.. Anggun, yuk ikut juga.." kataku ke Anggun di sebelah kiriku.

Kami bertiga pun keluar kamar dan turun dari tangga menuju lantai bawah rumah Fani. Aku memberi isyarat kepada mereka untuk berjalan sesunyi mungin tanpa menimbulkan suara gaduh.

Hingga kami sudah berada di sebelah ruang tamu. Antara tempat kami berdiri dan ruang tamu ada partisi ruangan dari anyaman bambu yang membatasi. Jadi kita bisa melihat sekilas apa yang terjadi di ruang tamu namun mereka yang di ruang tamu tak bisa melihat ke arah sini. Dan yang paling jelas, suara dari ruang tamu terdengar cukup jelas dari sini.

"Itu ngapain Mama Papah kok disitu.." tanya Fani, "Eh, ada tamu ya, Kak Sella? Kak Sella mau ke depan situ?"

"Enggak.. Kita disini aja, Say.. Kedengeran kok.." balasku

Kami bertiga lalu berdiri disini, dan mulai memasang telinga untuk mendengarkan obrolan yang ada di ruang depan. Sepertinya sudah cukup lama kalau dari yang kuperhatikan.

Tak lama, kami mulai bisa menyimak pembicaraan dari ruang tamu.

...

"Jadi, sekali lagi saya nyatakan niat saya ke Bapak dan Ibu, kalau saya ingin menyunting Fani, putri bapak ibu tercinta, menjadi istri saya.." kata Mas Diki.

"Nak Diki paham apa yang terjadi dengan Fani beberapa waktu lalu kan?" tanya Ayah Fani.

"Dengan segala kerendahan hati, biarkan aib putri Bapak Ibu menjadi kisah masa lalunya. Saya menerima Fani apa adanya dan, jika Bapak Ibu ijinkan saya untuk menjadi bagian dari kisah masa depan Fani." kata Mas Diki.

"Saya tak akan membuatnya bersedih, saya tak akan membuatnya menangis, dan saya tak akan membuat putri Bapak Ibu kecewa. Saya berjanji dengan segenap jiwa raga saya untuk membuat Fani bahagia dunia akhirat.." lanjut Mas Diki.



"Oh my god.. So sweet bangetttt.." timpal Anggun tiba-tiba. Untungnya, sahutannya itu tak cukup keras terdengar sampai mengganggu mereka yang berada di ruang tamu.

"Dia dateng sendiri, bilang langsung ke orangtuamu gitu, Fan.. Mas Riki aja nggak se-gentle itu ngelamar aku.." kata Anggun lagi, "Lelaki sejati, tak perlu umbar janji, tapi berani langsung datangi wali.."

Fani kulihat terdiam, namun matanya berkaca-kaca. Tak berselang lama, langsung bisa kulihat senyum di wajah cantiknya. Bukan senyum imut atau senyum bercanda, tapi senyum dengan sorot bahagia. Mungkin karena di depan sana dia dapatkan dapat lelaki yang mau melamarnya langsung.

Anggun sepertinya menangkap ekspresi Fani itu yang kemudian langsung memeluk sepupunya itu. Fanipun juga membalas pelukan Anggun. Aku bisa melihat wajah Fani. Terhiasi senyum bahagia sambil matanya terpejam dan berkaca-kaca.






------====@@@@@====------
Flashback beberapa bulan sebelumnya, lanjutan dari flashback yang di paling atas

Adegan di bawah ini terjadi sebelum Part 9a



Ring.. Ring.. Ring..

Ring.. Ring.. Ring..

Aku buru-buru mengambil hapeku yang sedari tadi menyala itu. Sambil dengan nafas yang pelan-pelan mulai kembali, dengan peluh yang masih tersisa di sisi-sisi wajahku. Tangan kiriku sebelumnya menyambar handuk dari gantungan, sebelum akhirnya kuraih hapeku itu.

"Assalamu'alaykum.. Abii.." kataku.

"Waalaykumsalam Umii.." balas Mas Bagas.

"Lagi di dapur ya Umi?" tanya Mas Bagas lagi.

"Enggak, lagi habis senam aja kok, Abi.." balasku.

"Oh, pantes agak lama angkat telpon Abi.."

"Iya, maaf ya Abi.." kataku, sembari melap keringat di dahi dan pipi putihku.

"Nggakpapa kok Umi.. "

"Ini Abi udah sampai hotel?" tanyaku.

"Iya, udah di kamar ini.. Umi udah selesai senamnya?" tanya Mas Bagas.

"Udah, Abi.. Ini mau mandi, lagi ngambil handuk.." balasku.

"ooohh.. hehehehe.."

"Iih.. Kok ketawa gitu sih Abi.." kataku

"Hehehe.. pindah video aja yuk Umi.." pinta suamiku.

"Lho.. Umi meh mandi lho ini, Bi.." kataku

"Iya, Umi taruh aja hapenya.."

"Hmmm.. iya, Deh.. ada-ada aja Abi nih.." kataku.

Tak lama, Mas Bagas lalu mematikan panggilan teleponnya. Aku lalu berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Beberapa hari terakhir ini aktifitas ranjangku semakin intens bersama Mas Bagas. Semenjak peristiwa penyekapan dan penodaan yang kualami kemarin aku ceritakan hampir semuanya ke Mas Bagas.

Mas Bagas rela pulang dari dinas luar kotanya dan langsung menjemputku di rumah Fani kemarin. Aku bersyukur Mas Bagas ternyata mau menerimaku apa adanya setelah aku bercerita. Bahkan, suamiku itu malah seolah makin sering meminta jatah. Meski kini sepertinya agak aneh-aneh saja yang dia minta.

Beberapa fantasinya mau saja sih aku turuti selama aku bisa dan aku mau. Seperti menggunakan dildo-dildoan. Kemudian sesekali kita VCS an saat Mas Bagas sedang keluar kota.

Tapi ada juga yang belum bisa aku penuhi. Seperti saat Mas Bagas meminta adegan ranjang kita untuk direkam, aku belum bisa. Entah mengapa, seolah aku masih trauma. Pengalaman menyakitkan oleh Pak Broto yang kualami kemarin berawal dari rekaman saat aku berhubungan badan di Taman Kota. Aku tak ingin itu terjadi lagi, makanya aku menghindari semua bentuk rekam merekam.

"Udah nyala ya, Abi.. hapenya Umi taruh sini ya.." kataku saat kuangkat panggilan video dari Mas Bagas.

"Iya, Umi.. di situ aja kelihatan kok.." kata Mas Bagas.

Aku lalu meletakkan hapeku di atas washtafel. Kuatur posisinya hingga kira-kira kurasakan mampu mengambil gambar saat aku sedang mandi di bawah shower.

Kemudian aku mundur dan mulai melepas pakaian senamku satu persatu. Meskipun hanya senam di dalam rumah, pakaianku lumayan tertutup. Aku mengenakan jilbab bergo kecil, dengan kaos lengan panjang dan celana training.


ME5UYN_o.gif


Satu persatu helai demi helai pakaianku kutanggalkan semua hingga kini aku telanjang bulat. Semuanya itu nampak oleh Mas Bagas yang kulihat masih di depan hapenya menyaksikan streaming video call istrinya ini.

ME5UYO_o.gif


Aku lalu beranjak menuju bawah shower. Kuputar keran shower hingga kurasakan buliran air mentes dari atas membasahi tubuhku. Segar rasanya setelah capek berolahraga lalu terbasahi oleh aliran air ini. Kemudian Aku mulai membersihkan tubuhku dari sisa kotoran yang menempel.

ME5UYR_o.gif


Karena guyuran air shower dan letaknya yang agak berjarak, dari sini tidak terlalu terlihat dan tidak juga terdengar jelas akan panggilan video Mas Bagas. Tapi samar-samar bisa kulihat layar hapeku masih menyala, berarti tandanya Mas Bagas masih melanjutkan video call nya. Aku tak tau juga apakah hapeku mampu menangkap jelas gambarku yang berada di bawah guyuran shower ini.

Aku melanjutkan membersihkan diri. Kugosok-gosok setiap sisi di tubuhku dengan sabun dan sponge, hingga kuyakin tak ada jengkal tubuhku yang terlewat. Saat di tengah-tengah aktifitas bersih-bersihku ini kudengar samar-samar seperti ada suara yang tak jelas karena beradu dengan suara shower.

Akupun kemudian memutar keran mematikan aliran air shower ini. Setelah air shower terhenti, benarlah bahwa ada suara Mas Bagas memanggil-manggilku.

"Ada apa, Abii?" tanyaku.

"Umi.., hapenya bawa situ aja deh.." kata Mas Bagas

"Eh.. Lha kan lagi mandi Abi.. Nanti basah.. Ini juga Umi masih sabunan.." jawabku

"Bentar aja.. Pengen liat Umi dari deket.." katanya.

Aku lalu segera mendekat ke hapeku. Makin mendekat hingga bisa kulihat dari dekat layar hapeku. Dan kulihat ternyata Mas Bagas ternyata sudah mengeluarkan penisnya yang kini memenuhi layar hapeku. Aku kemudian mengambil hapeku itu hingga kini Mas Bagas juga bisa melihat tubuhku secara jelas.

"Hihihi.. Dah nggak kuat ya, Abi.." godaku, saat kulihat tangannya memegang sendiri penisnya yang nampak di layar hapeku, "salah sendiri Umi ditinggal ke luar kota, weekk.."

Mas Bagas nampak terpancing. Penisnya terlihat dia urut-urut sendiri menggunakan tangannya, sembari melihat tubuhku yang masih basah terlumuri air dan busa sabun di sisi-sisi kulitku yang kuyakin membuat nafsu kelelakian suamiku itu makin meninggi.
ME5UZ0_o.gif


"iiih.. Abi kok ngocok sendiri siih.. Kalau di rumah nggak boleh lho ya.." kataku.

Aku sebenarnya tak membolehkan suamiku beronani sendiri terutama saat kami sedang bersama. Aku berpendapat bahwa saat suamiku butuh kepuasan, akulah yang harus menunaikannya, bukannya malah onani sendiri. Namun kegiatan Mas Bagas yang sering keluar kota akhirnya membuatku mengijinkan suamiku 'memijat-mijat' batangnya dengan syarat ada aku yang melihatnya. Sesungguhnya aku ingin suamiku puas denganku, jika aku tidak berada di dekatnya, setidaknya aku ada di dalam fantasinya untuk mencapai kepuasan seperti saat Mas Bagas sedang di luar kota saat ini.

Tak lama, aku lalu menaruh lagi hapeku di tempat sebelumnya. Agak risih juga karena tubuhku yang masih licin alibat sabun, sehingga aku melanjutkan mandiku sampai selesai. Aku melanjutkan membersihkan badanku. Tak jarang sesekali sambil aku goyang-goyangkan badanku, sengaja untuk menggoda Mas Bagas.

ME5V11_o.gif

Tak ada suara yang keluar dari Mas Bagas atau dari hapeku, tapi bisa kulihat Mas Bagas mulai mengocok-ngocok penisnya sendiri. Terlihat sekilas bahwa penisnya makin mengeras di sisi sana. Aku masih melanjutkan membilas badanku dari sisa sabun yang menempel.

Hingga setelah bilasan terkahirku selesai, mandiku pun juga selesai. Aku lalu mematikan keran shower. Aku melangkahkan kakiku keluar dari bawah shower dan kemudian mengambil handuk. Aku mulai mengeringkan badanku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Kulihat Mas Bagas masih berada di depan hapenya, meski hanya penisnya yang terlihat. Sembari mengeringkan tubuhku ini, posisi tubuhku kuhadapkan ke kamera, memperlihatkan badanku ke Mas Bagas. Saat sedang melap dengan handuk, sesekali kembali kugoyang-goyangkan tubuhku, menggoda suamiku itu.

ME5V14_o.gif


Hingga kurasa badanku sudah cukup tak terlalu basah, aku lalu melilit tubuhku dengan handuk. Aku ambil hapeku untuk kemudian kubawa keluar kamar mandi. Aku bisa melihat jelas penis Mas Bagas sewaktu hapeku kupegang dari dekat ini. Penis milik kekasihku yang kulihat semakin tegang. Dan kurasakan tiba-tiba nafsuku juga ikutan naik.

Selama beberapa hari terakhir ini kami berhubungan tiada henti. Entah mengapa, sejak setelah tragedi yang menimpaku dan Fani kemarin malah membuat nafsu Mas Bagas makin menggebu-nggebu. Jika biasanya kami hanya berhubungan tiga atau empat hari sekali, kini berubah menjadi tiga sampai empat kali sehari.

Sehingga saat Mas Bagas keluar kota seperti sekarang ini serasa ada yang kosong dalam diriku. Dan melihat penis suamiku yang makin menegang itu membuat darahku perlahan makin memanas.

"Pindah ke kamar aja yuk, Umii.." kata Mas Bagas, "Abi mau lihat Umi sambil coli.."

Aku tak menjawab apa-apa dan segera berjalan keluar dari kamar mandi karena aku juga sudah mulai terangsang, hingga aku sudah berada di samping ranjang kamar kami. Aku kemudian duduk di pinggiran kasur, hapeku aku angkat sedikit, sehingga kini Mas Bagas bisa melihat belahan buah dadaku yang tertlilit handuk.

ME5V1V_o.gif


"Urrghhh.." terdengar suara erangan Mas Bagas dari speaker hapeku.

"Hihihi.. Abi kangen nggak sama ini??" kataku sambil tanganku meremas tetekku dari luar handuk.

"Kangen dong Umi.." jawabnya, "Kontol Abi dah keras banget nih.. Urghh.."

ME5V2F_o.gif


Tangannya kulihat makin intens memainkan penisnya yang main menegang itu, "Umi seksi banget basah-basah habis mandi gitu.."

"Hihihi.." balasku, lalu pelan-pelan kulepas ikatan handukku, menggoda suamiku.

"Urgghhh.." erang suamiku. Meski tak kulihat wajahnya, namun tangannya kulihat semakin cepat mengocok sendiri penisnya. Hapenya sampai-sampai tergoyang-goyang tak fokus karena mungkin saking semangatnya suamiku itu.

Akupun juga menggeser-geser dudukku karena birahi yang mulai menghangat membuat sekujur tubuhku seolah bergetar-getar. Handuk yang sudah terlepas lilitannya inipun perlahan-lahan turun meninggalkan tugasnya untuk menutupi tetek besarku.

Dan tanpa kusadari satu tanganku mulai bergerak menuju dadaku, sementara tanganku yang lain masih memegang hapeku. Aku yang mulai terangsang ini lalu meremas sendiri tetekku sebelah kiri. Seolah membersamai suamiku yang sedang melayani dirinya sendiri, aku kini juga sedang membuat nikmat diriku sendiri.

"Ssshhh.." entah sejak kapan, aku mulai mendesis pelan, menikmati remasan di tetekku.

"Ugghh.. Kontol Abi dah keras banget nih, Umi.." erang Mas Bagas.

"Mmpphh.. iya, Abi.." balasku sambil mendesah, "Sini Umi kocokin pakai tetek Umi.. Sshhhh.." kataku memancing.

Kudekatkan layar hapeku ke tetekku, sambil aku main-mainkan tetekku. Sehingga Mas Bagas dapat semakin menikmati kekenyalan dagimng putihku ini meskipun hanya dari layar hapenya.

Aku sendiri ternyata tak bisa memebendung birahiku. Remasan yang aku lakukan untuk menggoda suamiku ini malah membuat birahiku semakin memanas. Karena satu tanganku yang memegang hape ini kurasakan kurang nyaman, maka kemudian aku menaruh hapeku di atas kasur, dengan kusandarkan hapeku di depan bantal agar hapeku tetap berdiri.

Aku lalu mundur bersandar di dipan ranjangku. Meski tak sedekat tadi, kini Mas Bagas bisa melihat badanku secara utuh. Sepersekian detik kemudian, aku lalu melanjutkan memainkan tetekku. Kini kedua tanganku meremas-remas tetekku kanan dan kiri. Mas Bagas masih di depan layar, dengan masih mengocok sendiri penisnya.

Tangan kiriku lalu bergerak ke bawah ke arah selangkanganku. Hingga sampailah ke belahan vaginaku, yang entah sejak kapan ternyata sudah sangat lembab. Aku mulai menggesek-gesekkan tangan kiriku ke belahan bibir vaginaku.

"Sshhh.. Mmpphhhh.." desahku.

Tubuhku makin memanas. Sesekali bisa kulihat di layar hapeku yang masih menunjukkan penis suamiku yang masih diurut naik turun oleh tangannya sendiri. Akupun juga kini sedang bermasturbasi, meremas tetekku dan menggesek-gesek belahan liang surgawiku.

ME5V3C_o.gif


"Sssshh.. Mmmppppphh.. Hhggghhhh.."

Desahanku semakin keras saja mengisi sisi-sisi kamar pengantin kami ini, seiring tangan kanan dan kiriku yang semakin memanjakan titik-titik sensitif di tubuhku. Putingku semakin mengeras yang sesekali juga aku mainkan, membuatku menggelinjang kenikmatan.

Cpek.. Cpekk..

Gesekan di belahan vaginaku juga menghasilkan bunyi nyaring tersebab lendir kenikmatan yang keluar mili demi mili membersamai nafsuku yang semakin detik semakin memanas.

"Sssh.. Mmmhh.. Memek Umi dah becek nih, Abi.. Shh..." desahku, "Jilatin memek Umi dong, Abii.. Shhhh..."

"Urrgghh.. Binal banget sih ngomongnya.. Istri siapa sih ini.. Sini Abi jilatin.." balas suamiku, "Umi emutin kontol Abi yaa.. Urrgghhh.." erang Mas Bagas.

"Shhh.. Iya, Abi.. Sini kontolnya.. Umi kangen kontol Abi.. Mmmppphhh.." desahku

Cpek.. Cpekk..

Aku makin cepat menggesek-gesekkan jariku di vaginaku, hingga sesekali kubuka bibir labiaku dan menggesek sisi dalamnya. Kelentitku juga sesekali tersentil memunculkan getaran-getaran hebat dari selangkanganku.

"Urrggghhh.. Mhhh.. memeknya Umi enak banget.. gurihh.." kata Mas Bagas diikuti erangannya.

"Sshhh.." aku tak membalas apa-apa, dan hanya mampu mendesah menghayati permainan tanganku sambil berfantasi di momen VCS dengan suamiku ini.

Mataku sesekalli masih melihat penis Mas Bagas yang semakin tegang, semakin menyulut nafsuku. Aku membayangkan penis keras itu yang selama beberapa hari ini mengaduk-ngaduk isi vaginaku siang malam. Terakhir kalinya kemarin sore sebelum Mas Bagas berangkat ke airport, kami masih menyempatkan quickie di ruang tamu.

"Hooouuuhh.. Aaaaahhh.. Sshhhh.. Oooohhh.. Hmmppphh.."

Desahan demi desahan makin terdengar keras dari mulutku. Peluh kembali membasahi kulit putihku meskipun aku barusaja selesai mandi, seiring rangsangan yang kuberikan sendiri di tetekku. Kupandangi layar hapeku yang menampilkan penis Mas Bagas yang kubayangkan sedang keluar masuk di dalam vaginaku.

Kurasakan nafsuku lambat laun meninggi seiring nafsu yang membakar gairahku. Gelombang klimaks perlahan mulai kurasakan menghampiriku. Remasan di tetekku makin liar. Putingku kupilin-pilin sendiri dan sesekali kutarik-tarik lembut membuat makin panas saja aliran darahku.

Tangan kiriku semakin aktif bermain di selangkanganku. Dua jariku kini kugunakan untuk menggesek-gesek bibir vaginaku semakin liar hingga kurasakan menyentuh celah diantara bibir liang senggamaku. Klitorisku mau tak mau ikutan tergesek-gesek juga hingga makin membuatku melayang terbang menuju klimaksku.

"Shhhh.. Mmffhhhhhh.. hhhaaahhhh.."

Kedua tanganku beriringan merangsang titik-titik sensitifku sendiri membersamai nafsuku yang berjalan deru demi deru mencoba mencapai orgasmeku. Mataku memandangi penis suamiku di layar hapeku dan berfantasi jika saat ini aku sedang digagahi oleh penis keras itu. Hingga ketika aku berada di ujung orgasmeku, tiba-tiba..

Tuuuttt.. Tuuuttt.. Tuuutttt...

Layar hapeku berubah tak lagi menampilkan panggilan video dari Mas Bagas, sementara hapeku nampak masih menyala dengan batere yang masih lumayan banyak.

"Iiihh.. Abii.. Kok dimatiin sihh.." ujarku menggerutu entah ke siapa. Sungguh tak enak rasanya saat sedang diujung klimaks seperti ini dan aku sedang memandangi penis suamiku sebagai bahan fantasiku, namun harus terhenti tiba-tiba.

Aku segera mengambil hapeku. Kupanggil suamiku dengan panggilan video. Nampak panggilanku sampai ke penerima, namun belum diangkat. Beberapa saat menunggu, tak ada sahutan yang kuterima di hapeku sampai percobaan panggilanku ini berakhir. Kucoba lagi memanggil suamiku, masih tak ada jawaban juga.

Hingga aku mencoba percobaan panggilan yang ketiga. Kali ini malah tidak tersambung sama sekali.

"Hiiissshhhh.. Sebelll.." gerutuku dalam hati.

Aku benar-benar ada di dalam kondisi kena tanggung akibat nafsu yang berada di puncak-puncaknya namun tak terlampiaskan. Seolah ada hawa panas di dalam tubuhku, namun terhalang keluar karena tak ada ventilasi sebagai jalan keluarnya.

Hapeku lalu kumatikan. Aku lalu berinisiatif kembali merangsang lagi diriku yang masih menyisakan birahi ini. Kumainkan lagi tetek dan vaginaku. Seumur hidupku, aku memang tak pernah bermasturbasi sendiri. Yang biasa aku lakukan adalah masturbasi sambil memandangi suamiku melalui panggilan video.

Aku memberanikan tanganku untuk meremas-remas tetekku. Tangan kananku kini turun menuju selangkanganku. Kurasakan vaginaku masih sangat becek akibat lendir kenikmatan yang sedari tadi keluar. Aku lalu meneruskan rangsangan di vaginaku yang radi terhenti.

Kugesek-gesekkan jari tangan kananku di liang surgawiku searah dengan garis belahan vaginaku. Perlahan-lahan kulakukan berulang-ulang. Namun, entah mengapa seolah gairahku tak lagi mau bangkit kembali.

Tangan kananku lalu turun makin ke bawah. Jemari halusku mulai kusentuh-sentuhkan pada sekitar lubang anusku, mencoba mencari sensasi lain agar nafsuku bangkit. Perlahan aku tekan jari telunjukku di gerbang lubang pembuanganku itu.

ME5V43_o.gif


Aku colok perlahan-lahan lubang anusku sendiri. Kurasakan kini rasa perih di lubang pantatku sudah jauh berkurang daripada saat kemarin lubang anusku itu habis dikerjai oleh Pak Broto. Aku rangsang pelan-pelan lubangku itu. Tapi setelah beberapa saat, nafsuku tak juga kembali.

"Huuufff.." ujarku menggerutu dalam hati. Ternyata bermasturbasi sendiri tidaklah semudah itu juga tidak ada sesuatu yang kulihat untuk kujadikan fantasi. Apalagi sebagai seorang akhwat, aku memang tak pernah masturbasi. Susah rasanya untuk menemukan imajinasi, apalagi di satu sudut benakku masih terbayang kasarnya perlakuan yang kualami oleh Pak Broto beberapa hari yang lalu itu.

TING.. TONG..

Tiba-tiba kudengar suara bel pintu gerbang rumahku berbunyi.

Aku yang mood nya sedang kacau ini benar-benar sedang tidak mengharapkan tamu siapapun itu. Akupun lalu mendiamkan saja tak bergeming dari ranjangku. Terlebih lagi tak ada suamiku di rumah, tak sepantasnya muslimah sepertiku menerima tamu seorang diri.

Di sisi lain aku juga saat ini sedang telanjang bulat. Malas sekali kalau harus segera berpakaian lengkap terburu-buru untuk menerima tamu. Kalau biasanya sih di waktu seperti ini paling peminta-minta sumbangan pembangunan Masjid atau Panti asuhan. Dan biasanya jika didiamkan, mereka akan berlalu sendiri. Sambil membiarkan bel tadi, aku berharap siapapun itu dia segera pergi.

Ting.. Tong..

Ternyata masih berbunyi juga. Aku jadi bertanya-tanya siapa yang bertamu pagi-pagi menjelang siang seperti ini. Apa mungkin ini kerabatku atau kerabat Mas Bagas?

Aku lalu beranjak dari ranjang. Aku pakai daster model lengan panjang yang menjuntai sampai kakiku. Kukenakan jilbab oblong sebatas siku-ku yang hanya kupakai ketika di rumah saja. Setelahnya, aku masih mencoba mendiamkan diriku, tak beranjak ke depan. Siapa tau tamu itu pergi. Aku masih sungkan saat harus ke depan sementara tak ada mahrom siapapun di rumahku.

Ting.. Tong..

Kudengar bel gerbang berbunyi ketiga kalinya. Aku tak bisa lagi menganggap enteng siapapun itu. Siapa tau memang ada hal penting sehingga aku harus menemuinya. Dan siapa tau jika tak ada suamiku di rumah, tamu itu bisa segera pulang.

Aku lalu berjalan ke depan. Kubuka pintu depan rumahku, lalu berjalan melewati teras hingga aku sampai di depan pintu gerbang. Ada bayangan dari balik pintu gerbang ini, berarti memang ada orang di luar sana yang memiliki niat bertamu. Semoga dia segera pergi saat aku beritahu kalau Mas Bagas sedang tak di rumah.

Cklekk, Krieekkk.... Aku buka satu celah pintu gerbang paling ujung yang biasa digunakan sebagai jalan keluar masuk tamu.

"Eh.. Ngapain kesini, Mas?" tanyaku bernada kaget bercampur bingung.





Part 13 "Proposal" to be continued..
 
Part 13a
Tag:
Flashback, VCS




------====@@@@@====------
Flashback beberapa bulan sebelumnya.


Adegan di bawah ini terjadi setelah Part 6d


Perlahan-lahan kelopak mataku terbuka. Aku merasakan capek di sekujur tubuhku. Pandanganku semakin jelas hingga kusadari diriku yang berada di mobil, di kursi penumpang di sisi kursi pengemudi.

Bukan, ini bukan mimpi. Rasa lelah ini nyata kurasakan.

"Sudah mendingan capeknya, Dek..?"

Samar-samar kudengar suara itu. Suara dari sosok yang sudah beberapa waktu ini tak lagi kudengar.

Air mataku perlahan kembali menetes, menambah sesaknya kantung mata hitam di bawah mataku ini. Terputar lagi memori dua hari sebelumnya yang begitu pedih kuingat.

"Hikkss.. Jahat kamu, Mas.." kataku sembari terisak, "Ini semua salahmu.. Hiks.."

Belum pernah sebelumnya di seumur hidupku kurasakan rasa secapek ini. Tubuhku lelah di setiap sendi dan ototku. Serasa hanya tulang saja yang tersisa, setelah semua bagian dari tubuhku telah dinodai.

Yang paling parah, kehormatanku sebagai seorang muslimah dan juga sebagai seorang istri telah direnggut. Aku telah dilecehkan hingga akupun marah kepada diriku sendiri.

Lelaki di sebelahku ini tak berbicara lagi. Tangannya lalu digerakkan menuju tanganku dan berusaha mengenggam tanganku. Namun aku tarik tanganku.

Ya Tuhan!.. Fani. Aku tiba-tiba teringat sahabatku yang beberapa saat lalu menjadi saksi perbuatan keji yang kualami. Aku lalu menoleh melihat kabin belakang mobil ini. Nampak sosok sahabatku yang sedang tertidur pulas. Syukurlah.

"Iya, Dek.." tiba-tiba Mas Diki bersuara lagi, "Iya, ini semua mungkin salahku.. Aku minta maaf…"

"Kamu tega ngilang gitu aja, Mas.. Hiks.." lanjutku, "..saat aku butuh temen buat minta tolong.. hiks.."

"Kamu sekarang lagi capek.. Aku akan jelasin semuanya pas lain waktu aja ya.." lanjutnya, "Intinya, sekarang aku dah berhasil menyelamatkanmu.. Kamu nggak perlu khawatir sama mereka.. Kamu dan temanmu yang di belakang itu sekarang aman, Aku jamin itu!. Mereka semua sudah diringkus.. Semuanya sudah berakhir."

"Sekarang aku antar kamu ke rumah temenmu itu ya.." lanjut Mas Diki, "Tadi suamimu dah dihubungi, kayaknya kamu juga perlu minta jemput suamimu di rumah temenmu itu aja.."

Mas Diki terdiam untuk sesaat

"Dan.. Kalau mau, kamu juga bisa cerita ke suamimu apa adanya.. Gimana semuanya ini berawal, mungkin soal aku juga yang jadi penyebabnya.."

"Gila apa kamu, Mas?" potongku, "Enggak lah.. Bisa dipegat jadi istrinya nanti aku.."

"Yaudah terserah kamu gimana kamu mau cerita ke suamimu.." katanya.

"Ada flashdisk yang aku masukin ke tasmu tadi. Isinya rekaman video semua yang terjadi kemarin-kemarin di hotel itu, dan itu satu-satunya kopian rekamannya.."

Aku diam saja. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku lagi sepanjang perjalanan, selain hanya sisa isak tangis yang tak kusangka masih saja bisa keluar setelah sekian banyak air mata yang keluar dari ujung mataku. Tak lama menjelang, mobil yang kunaiki ini berhenti di sisi jalan besar dengan pohon-pohon yang menaungi teduhnya jalanan sekitarnya.

"Ini harusnya alamat rumah temenmu kalau dari catatan polisi tadi.." kata Mas Diki, "Sekali lagi, aku minta maaf, Dek.. Aku tau maafku ini mungkin nggak cukup buatmu, Tapi aku tulus.. Dan kalau kamu perlu apapun, aku siap.. Aku siap menebus salahku dengan cara apapun yang kamu kehendaki.


Aku masih diam tak bersuara merespon kata-katanya. Entahlah, aku masih lelah dengan semua yang terjadi padaku tiga hari ini. Aku lalu beranjak turun dari mobil. Terlihat rumah mewah Fani di depanku. Yang tak lama kemudian, gerbang itu terbuka dari dalam.

Flashback End
------====@@@@@====------




46ff731361800968.jpg

Arsella Hasna Hilyani

"Ini hapenya, Mas.." kataku.

Sembari menyerahkan hape yang kupegang ini. Hape milik Agus yang sempat aku ambil kemarin. Sayangnya hapenya terkunci. Aku tak bisa tau sejauh apa dan sebanyak apa gambar-gambarku yang ada padanya. Entah gimana ceritanya, Agus bisa punya gambar-gambar itu.

"Kamu beneran bisa kasih solusi, Mas?"

"Iya.. Kamu nggak usah khawatir.. Besok-besok dia sudah nggak bakalan ada lagi di tempat renangmu itu.. Aku jamin.." katanya.

"Tapi nggak kenapa-kenapa kan habis kemarin ini, Dek?" tanyanya.

"Enggak kok, Mas.." jawabku.

"Hehe.. Dah biasa dikontolin ya..?"

"iiih.. Porno ngomongnya.." balasku.

Sekarang, aku dan Mas Diki sudah tak canggung. Atas semua yang dia perbuat bagiku dan Fani waktu itu, membuatku menyurutkan rasa marahku padanya.

"Beneran nanti di kolam renang nggak bakal diganggu lagi kan aku, Mas??" tanyaku.

"Enggak.. Beri aku dua hari, dan dia nggak akan gangguin kamu lagi.. Siapa namanya? Agus ya.." kata Mas Diki.

"Iya.. Semoga aku bisa renang tanpa perlu khawatir lagi deh.." kataku.

"Jadi pengen liat kamu renang nih.. Renang bareng yukk.." sahutnya.

"iihhh.. Mesum lagi deh.. Udah mau ngelamar anak orang juga.." balasku.

"Hehe.. bercanda, Dek.." lanjutnya, "tapi kalau beneran juga nggakpapa sih, ahahaha.."

Mobil yang kami tumpangi ini terus melaju, beriringan bersama banyak mobil lain yang juga mengisi jalanan kota ini. Kondisi akhir pekan di kota ini semakin waktu semakin ramai.

"Eh iya, Dek.."

"Aku mau cerita soal Broto.." kata Mas Diki, "Aku mau kasih tau kalau dia sekarang udah enggak dibui.." lanjutnya, "Ya aku sih udah nebak.. Orang dengan koneksi dan duit seperti dia pasti kalau dipenjara juga nggak akan lama.. Tapi anak buahnya sih masih ditahan semua, kecuali Tejo yang masih buron.."

"Tapi aku juga udah dapet janji dari Broto.. Dia janji nggak akan gangguin kamu lagi, Dek.." sambung Mas Diki.

"Lho, kamu ketemu sama Pak Broto, Mas?"

"Bisa dibilang gitu.. Intinya, dia sekarang dah pindah.. nggak tinggal disini lagi.. Dimanakah itu, aku nggak tau dan nggak peduli.. Yang penting dia nggak akan ganggu kamu dan teman-temanmu lagi.."

"Mau gitu dianya, Mas?"

"Iya dia mau.. Ayahnya temenmu si Fani itu, kan bukan orang sembarangan karena masih darah biru. Dan di sini, darah biru itu berarti punya pengaruh dan punya kuasa. Ayahnya itu juga punya koneksi dimana-mana. Plus, pakdhe nya Fani, kamu tau, itu ternyata Jenderal Kopassus di Klaten. Itu yang aku kasih tau ke Broto, dan aku ancam dia, kalau dia berani ganggu, aku bisa kasih lebih daripada yang kemarin." jelas Mas Diki.

Aku terdiam untuk sesaat. Membicarakan soal Fani, aku jadi teringat rekaman-rekaman Mas Bagas yang disimpan di laptopnya.

"Oiya, soal Fani, Mas.." aku berbicara, "Aku mau cerita sesuatu sebelum kamu lamar dia. Mmmm... Ada yang mungkin perlu kamu tau sebelumnya. Mungkin kamu akan jadi berubah pikiran setelah mendengarkan ini, Mas.."

"Hehe.. Udah, Dek.." potong Mas Diki, "Kalau kamu pikir aku akan berubah pikiran, mending nggak usah kamu ceritain sekalian.."

"Aku mau lamar Fani karena aku suka sama dia sejak pas aku selametin kalian dulu.. Aku nggak peduli dia udah diapain aja, aku siap terima.." ungkap Mas Diki

Aku lalu terdiam mendengarnya. Aku jadi bingung untuk mengungkapkan bahwa ada sesuatu antara Fani dan suamiku, Mas Bagas.

"Aku ngelakuin ini juga biar aku bisa move-on.. Kamu tau itu kan, Dek.. " kata Mas Diki, "Seperti yang udah aku ceritain beberapa waktu lalu di pantai itu. Kamu tetep jadi cinta pertamaku, Dek.. Nggak akan ada yang bisa nggantiin kamu di hatiku.. Tapi aku juga tau aku nggak bisa memiliki hatimu.. Aku rasa dengan kejadian ini semua, ini waktunya aku move on.."

Aku masih terdiam mendengarnya untuk sesaat.

"Fani juga inshallah mau terima kamu kok, Mas.. Aku dah tanya dia kemarin.." ujarku.

"Sekali lagi aku minta maaf kalau aku sudah menyakitimu, dan mungkin masuk ke kehidupanmu, Dek.." katanya.

Aku lumayan trenyuh mendengar kata-kata Mas Diki tadi. Nggak nyangka juga orang mesum seperti ini bisa berkata-kata seperti itu. Sejak di pantai beberapa waktu lalu itu sudah beberapa kali dia mengungkapkan maaf dan sesalnya. Memoriku kembali terputar saat kami berada di pantai saat itu.

"Mbah Muji apa kabarnya, Mas?" tanyaku.

"Sehat Dek.. Lebih semangat malah sekarang-sekarang ini, pas habis ketemu kamu waktu itu, hehehe.." balas Mas Diki, "Kamu kangen ya?"

"iiih.. Apa sih.. Keingetan aja kok.." balasku, "Eh.. Kamu deg-degan nggak ini, Mas ?"

"Deg-degan kenapa emang?" tanyanya.

"Ya kan kamu mau ngelamar Fani.." balasku

"Ooooh.. Yaa lumayan deg-degan sih.." sahutnya, "Tapi lebih deg-degan karena lagi deket sama kamu, Dek.." katanya lagi sambil tersenyum mesum.

"Iiih.. Gombal lagi.." kataku.

------
------
------

73e1ed1353751265.jpg

Fani

Tok tok tok..

Aku ketuk daun pintu bercat warna putih di depanku ini. Pintu dengan ornamen marmer di sisi-sisinya. Tak lama kudengar suara gagang pintu yang dibuka dari dalam oleh si pemilik kamar.

"Eh, udah nyampe to, Kak.. Ayo masuk, Kak.." katanya.

Sosok akhwat yang dengan cerianya menyambutku. Lesung pipit yang menghiasi pipinya itu mewarnai senyum cantik dari wajah sahabatku ini.

"Iya, Say.. Assalamualaikum.." kataku.

Sambil melangkah masuk ke dalam kamar Fani yang menyambut salamku. Kudengar ada suara lain juga yang membalas salamku dari dalam kamarnya.

"Eh ada Anggun juga.." kataku.

ME5OIR_o.jpg

Anggun

"Haii, Kak Sella.." sapanya.

Anggun ini saudara sepupunya Fani. Seumuran dengan Fani juga, sehingga mereka berdua memang sangat klop dan sering main bareng. Sosoknya seperti namanya, cantik dan anggun dengan balutan jilbab syar'i nya. Fani lah yang mengenalkan Anggun dengan lingkungan akhwatnya saat ini.

Anggun sudah menikah belum lama, hanya beberapa bulan lalu. Masih ingat saat waktu itu aku hadir ke resepsi pernikahannya. Sepertinya itu terakhir kali aku berjumpa dengannya, sampai saat ini.

"Udah lama, Nggun?" tanyaku.

"Udah dari kemarin sih disininya, Kak.. Hehe.."

"Oooh.. Sendirian aja?.." kataku.

"Iyaa.. Mas Riki ada kerjaan di rumah, jadi kesini sendiri aja.." kata Anggun.

Kami bertiga lalu larut ngobrol ngalor ngidul. Terutama dengan Anggun yang barusaja kutemui ini. Ternyata Anggun saat ini sedang hamil muda. Fani pun nampak kegirangan mendapati dirinya akan menjadi aunty bagi si Anggun kecil. Semoga keceriaannya bertambah setelah hari ini nanti berakhir.

Brrttt.. Brrttt.. Hapeku bergetar.

Aku buka hapeku. Ada beberapa pesan yang masuk. Salah satunya merupakan tujuan utamaku kesini. Aku matikan lagi hapeku dan kembali bercengkerama dengan Fani dan Anggun. Hingga selang beberapa lama kami bertiga saling bercanda dan bersua, aku rasa ini sudah waktunya.

"Eh, Fan.. Ikut aku yukk.." kataku sambil menggenggam pergelangan tangannya.

"Ikut kemana, Kak ?.." tanyanya, "Katanya mau di rumah aja nggak kemana-mana"

"Yee.. Bukan pergi.. Ikut aku ke ruang tamu.." balasku

"ooh.. Ada apa emang?" tanya Fani lagi.

"Udah ikut aja.. Anggun, yuk ikut juga.." kataku ke Anggun di sebelah kiriku.

Kami bertiga pun keluar kamar dan turun dari tangga menuju lantai bawah rumah Fani. Aku memberi isyarat kepada mereka untuk berjalan sesunyi mungin tanpa menimbulkan suara gaduh.

Hingga kami sudah berada di sebelah ruang tamu. Antara tempat kami berdiri dan ruang tamu ada partisi ruangan dari anyaman bambu yang membatasi. Jadi kita bisa melihat sekilas apa yang terjadi di ruang tamu namun mereka yang di ruang tamu tak bisa melihat ke arah sini. Dan yang paling jelas, suara dari ruang tamu terdengar cukup jelas dari sini.

"Itu ngapain Mama Papah kok disitu.." tanya Fani, "Eh, ada tamu ya, Kak Sella? Kak Sella mau ke depan situ?"

"Enggak.. Kita disini aja, Say.. Kedengeran kok.." balasku

Kami bertiga lalu berdiri disini, dan mulai memasang telinga untuk mendengarkan obrolan yang ada di ruang depan. Sepertinya sudah cukup lama kalau dari yang kuperhatikan.

Tak lama, kami mulai bisa menyimak pembicaraan dari ruang tamu.

...

"Jadi, sekali lagi saya nyatakan niat saya ke Bapak dan Ibu, kalau saya ingin menyunting Fani, putri bapak ibu tercinta, menjadi istri saya.." kata Mas Diki.

"Nak Diki paham apa yang terjadi dengan Fani beberapa waktu lalu kan?" tanya Ayah Fani.

"Dengan segala kerendahan hati, biarkan aib putri Bapak Ibu menjadi kisah masa lalunya. Saya menerima Fani apa adanya dan, jika Bapak Ibu ijinkan saya untuk menjadi bagian dari kisah masa depan Fani." kata Mas Diki.

"Saya tak akan membuatnya bersedih, saya tak akan membuatnya menangis, dan saya tak akan membuat putri Bapak Ibu kecewa. Saya berjanji dengan segenap jiwa raga saya untuk membuat Fani bahagia dunia akhirat.." lanjut Mas Diki.



"Oh my god.. So sweet bangetttt.." timpal Anggun tiba-tiba. Untungnya, sahutannya itu tak cukup keras terdengar sampai mengganggu mereka yang berada di ruang tamu.

"Dia dateng sendiri, bilang langsung ke orangtuamu gitu, Fan.. Mas Riki aja nggak se-gentle itu ngelamar aku.." kata Anggun lagi, "Lelaki sejati, tak perlu umbar janji, tapi berani langsung datangi wali.."

Fani kulihat terdiam, namun matanya berkaca-kaca. Tak berselang lama, langsung bisa kulihat senyum di wajah cantiknya. Bukan senyum imut atau senyum bercanda, tapi senyum dengan sorot bahagia. Mungkin karena di depan sana dia dapatkan dapat lelaki yang mau melamarnya langsung.

Anggun sepertinya menangkap ekspresi Fani itu yang kemudian langsung memeluk sepupunya itu. Fanipun juga membalas pelukan Anggun. Aku bisa melihat wajah Fani. Terhiasi senyum bahagia sambil matanya terpejam dan berkaca-kaca.






------====@@@@@====------
Flashback beberapa bulan sebelumnya, lanjutan dari flashback yang di paling atas

Adegan di bawah ini terjadi sebelum Part 9a



Ring.. Ring.. Ring..

Ring.. Ring.. Ring..

Aku buru-buru mengambil hapeku yang sedari tadi menyala itu. Sambil dengan nafas yang pelan-pelan mulai kembali, dengan peluh yang masih tersisa di sisi-sisi wajahku. Tangan kiriku sebelumnya menyambar handuk dari gantungan, sebelum akhirnya kuraih hapeku itu.

"Assalamu'alaykum.. Abii.." kataku.

"Waalaykumsalam Umii.." balas Mas Bagas.

"Lagi di dapur ya Umi?" tanya Mas Bagas lagi.

"Enggak, lagi habis senam aja kok, Abi.." balasku.

"Oh, pantes agak lama angkat telpon Abi.."

"Iya, maaf ya Abi.." kataku, sembari melap keringat di dahi dan pipi putihku.

"Nggakpapa kok Umi.. "

"Ini Abi udah sampai hotel?" tanyaku.

"Iya, udah di kamar ini.. Umi udah selesai senamnya?" tanya Mas Bagas.

"Udah, Abi.. Ini mau mandi, lagi ngambil handuk.." balasku.

"ooohh.. hehehehe.."

"Iih.. Kok ketawa gitu sih Abi.." kataku

"Hehehe.. pindah video aja yuk Umi.." pinta suamiku.

"Lho.. Umi meh mandi lho ini, Bi.." kataku

"Iya, Umi taruh aja hapenya.."

"Hmmm.. iya, Deh.. ada-ada aja Abi nih.." kataku.

Tak lama, Mas Bagas lalu mematikan panggilan teleponnya. Aku lalu berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Beberapa hari terakhir ini aktifitas ranjangku semakin intens bersama Mas Bagas. Semenjak peristiwa penyekapan dan penodaan yang kualami kemarin aku ceritakan hampir semuanya ke Mas Bagas.

Mas Bagas rela pulang dari dinas luar kotanya dan langsung menjemputku di rumah Fani kemarin. Aku bersyukur Mas Bagas ternyata mau menerimaku apa adanya setelah aku bercerita. Bahkan, suamiku itu malah seolah makin sering meminta jatah. Meski kini sepertinya agak aneh-aneh saja yang dia minta.

Beberapa fantasinya mau saja sih aku turuti selama aku bisa dan aku mau. Seperti menggunakan dildo-dildoan. Kemudian sesekali kita VCS an saat Mas Bagas sedang keluar kota.

Tapi ada juga yang belum bisa aku penuhi. Seperti saat Mas Bagas meminta adegan ranjang kita untuk direkam, aku belum bisa. Entah mengapa, seolah aku masih trauma. Pengalaman menyakitkan oleh Pak Broto yang kualami kemarin berawal dari rekaman saat aku berhubungan badan di Taman Kota. Aku tak ingin itu terjadi lagi, makanya aku menghindari semua bentuk rekam merekam.

"Udah nyala ya, Abi.. hapenya Umi taruh sini ya.." kataku saat kuangkat panggilan video dari Mas Bagas.

"Iya, Umi.. di situ aja kelihatan kok.." kata Mas Bagas.

Aku lalu meletakkan hapeku di atas washtafel. Kuatur posisinya hingga kira-kira kurasakan mampu mengambil gambar saat aku sedang mandi di bawah shower.

Kemudian aku mundur dan mulai melepas pakaian senamku satu persatu. Meskipun hanya senam di dalam rumah, pakaianku lumayan tertutup. Aku mengenakan jilbab bergo kecil, dengan kaos lengan panjang dan celana training.


ME5UYN_o.gif


Satu persatu helai demi helai pakaianku kutanggalkan semua hingga kini aku telanjang bulat. Semuanya itu nampak oleh Mas Bagas yang kulihat masih di depan hapenya menyaksikan streaming video call istrinya ini.

ME5UYO_o.gif


Aku lalu beranjak menuju bawah shower. Kuputar keran shower hingga kurasakan buliran air mentes dari atas membasahi tubuhku. Segar rasanya setelah capek berolahraga lalu terbasahi oleh aliran air ini. Kemudian Aku mulai membersihkan tubuhku dari sisa kotoran yang menempel.


ME5UYR_o.gif


Karena guyuran air shower dan letaknya yang agak berjarak, dari sini tidak terlalu terlihat dan tidak juga terdengar jelas akan panggilan video Mas Bagas. Tapi samar-samar bisa kulihat layar hapeku masih menyala, berarti tandanya Mas Bagas masih melanjutkan video call nya. Aku tak tau juga apakah hapeku mampu menangkap jelas gambarku yang berada di bawah guyuran shower ini.

Aku melanjutkan membersihkan diri. Kugosok-gosok setiap sisi di tubuhku dengan sabun dan sponge, hingga kuyakin tak ada jengkal tubuhku yang terlewat. Saat di tengah-tengah aktifitas bersih-bersihku ini kudengar samar-samar seperti ada suara yang tak jelas karena beradu dengan suara shower.

Akupun kemudian memutar keran mematikan aliran air shower ini. Setelah air shower terhenti, benarlah bahwa ada suara Mas Bagas memanggil-manggilku.

"Ada apa, Abii?" tanyaku.

"Umi.., hapenya bawa situ aja deh.." kata Mas Bagas

"Eh.. Lha kan lagi mandi Abi.. Nanti basah.. Ini juga Umi masih sabunan.." jawabku

"Bentar aja.. Pengen liat Umi dari deket.." katanya.

Aku lalu segera mendekat ke hapeku. Makin mendekat hingga bisa kulihat dari dekat layar hapeku. Dan kulihat ternyata Mas Bagas ternyata sudah mengeluarkan penisnya yang kini memenuhi layar hapeku. Aku kemudian mengambil hapeku itu hingga kini Mas Bagas juga bisa melihat tubuhku secara jelas.

"Hihihi.. Dah nggak kuat ya, Abi.." godaku, saat kulihat tangannya memegang sendiri penisnya yang nampak di layar hapeku, "salah sendiri Umi ditinggal ke luar kota, weekk.."

Mas Bagas nampak terpancing. Penisnya terlihat dia urut-urut sendiri menggunakan tangannya, sembari melihat tubuhku yang masih basah terlumuri air dan busa sabun di sisi-sisi kulitku yang kuyakin membuat nafsu kelelakian suamiku itu makin meninggi.
ME5UZ0_o.gif


"iiih.. Abi kok ngocok sendiri siih.. Kalau di rumah nggak boleh lho ya.." kataku.

Aku sebenarnya tak membolehkan suamiku beronani sendiri terutama saat kami sedang bersama. Aku berpendapat bahwa saat suamiku butuh kepuasan, akulah yang harus menunaikannya, bukannya malah onani sendiri. Namun kegiatan Mas Bagas yang sering keluar kota akhirnya membuatku mengijinkan suamiku 'memijat-mijat' batangnya dengan syarat ada aku yang melihatnya. Sesungguhnya aku ingin suamiku puas denganku, jika aku tidak berada di dekatnya, setidaknya aku ada di dalam fantasinya untuk mencapai kepuasan seperti saat Mas Bagas sedang di luar kota saat ini.

Tak lama, aku lalu menaruh lagi hapeku di tempat sebelumnya. Agak risih juga karena tubuhku yang masih licin alibat sabun, sehingga aku melanjutkan mandiku sampai selesai. Aku melanjutkan membersihkan badanku. Tak jarang sesekali sambil aku goyang-goyangkan badanku, sengaja untuk menggoda Mas Bagas.

ME5V11_o.gif

Tak ada suara yang keluar dari Mas Bagas atau dari hapeku, tapi bisa kulihat Mas Bagas mulai mengocok-ngocok penisnya sendiri. Terlihat sekilas bahwa penisnya makin mengeras di sisi sana. Aku masih melanjutkan membilas badanku dari sisa sabun yang menempel.

Hingga setelah bilasan terkahirku selesai, mandiku pun juga selesai. Aku lalu mematikan keran shower. Aku melangkahkan kakiku keluar dari bawah shower dan kemudian mengambil handuk. Aku mulai mengeringkan badanku dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Kulihat Mas Bagas masih berada di depan hapenya, meski hanya penisnya yang terlihat. Sembari mengeringkan tubuhku ini, posisi tubuhku kuhadapkan ke kamera, memperlihatkan badanku ke Mas Bagas. Saat sedang melap dengan handuk, sesekali kembali kugoyang-goyangkan tubuhku, menggoda suamiku itu.

ME5V14_o.gif


Hingga kurasa badanku sudah cukup tak terlalu basah, aku lalu melilit tubuhku dengan handuk. Aku ambil hapeku untuk kemudian kubawa keluar kamar mandi. Aku bisa melihat jelas penis Mas Bagas sewaktu hapeku kupegang dari dekat ini. Penis milik kekasihku yang kulihat semakin tegang. Dan kurasakan tiba-tiba nafsuku juga ikutan naik.

Selama beberapa hari terakhir ini kami berhubungan tiada henti. Entah mengapa, sejak setelah tragedi yang menimpaku dan Fani kemarin malah membuat nafsu Mas Bagas makin menggebu-nggebu. Jika biasanya kami hanya berhubungan tiga atau empat hari sekali, kini berubah menjadi tiga sampai empat kali sehari.

Sehingga saat Mas Bagas keluar kota seperti sekarang ini serasa ada yang kosong dalam diriku. Dan melihat penis suamiku yang makin menegang itu membuat darahku perlahan makin memanas.

"Pindah ke kamar aja yuk, Umii.." kata Mas Bagas, "Abi mau lihat Umi sambil coli.."

Aku tak menjawab apa-apa dan segera berjalan keluar dari kamar mandi karena aku juga sudah mulai terangsang, hingga aku sudah berada di samping ranjang kamar kami. Aku kemudian duduk di pinggiran kasur, hapeku aku angkat sedikit, sehingga kini Mas Bagas bisa melihat belahan buah dadaku yang tertlilit handuk.

ME5V1V_o.gif


"Urrghhh.." terdengar suara erangan Mas Bagas dari speaker hapeku.

"Hihihi.. Abi kangen nggak sama ini??" kataku sambil tanganku meremas tetekku dari luar handuk.

"Kangen dong Umi.." jawabnya, "Kontol Abi dah keras banget nih.. Urghh.."

ME5V2F_o.gif


Tangannya kulihat makin intens memainkan penisnya yang main menegang itu, "Umi seksi banget basah-basah habis mandi gitu.."

"Hihihi.." balasku, lalu pelan-pelan kulepas ikatan handukku, menggoda suamiku.

"Urgghhh.." erang suamiku. Meski tak kulihat wajahnya, namun tangannya kulihat semakin cepat mengocok sendiri penisnya. Hapenya sampai-sampai tergoyang-goyang tak fokus karena mungkin saking semangatnya suamiku itu.

Akupun juga menggeser-geser dudukku karena birahi yang mulai menghangat membuat sekujur tubuhku seolah bergetar-getar. Handuk yang sudah terlepas lilitannya inipun perlahan-lahan turun meninggalkan tugasnya untuk menutupi tetek besarku.

Dan tanpa kusadari satu tanganku mulai bergerak menuju dadaku, sementara tanganku yang lain masih memegang hapeku. Aku yang mulai terangsang ini lalu meremas sendiri tetekku sebelah kiri. Seolah membersamai suamiku yang sedang melayani dirinya sendiri, aku kini juga sedang membuat nikmat diriku sendiri.

"Ssshhh.." entah sejak kapan, aku mulai mendesis pelan, menikmati remasan di tetekku.

"Ugghh.. Kontol Abi dah keras banget nih, Umi.." erang Mas Bagas.

"Mmpphh.. iya, Abi.." balasku sambil mendesah, "Sini Umi kocokin pakai tetek Umi.. Sshhhh.." kataku memancing.

Kudekatkan layar hapeku ke tetekku, sambil aku main-mainkan tetekku. Sehingga Mas Bagas dapat semakin menikmati kekenyalan dagimng putihku ini meskipun hanya dari layar hapenya.

Aku sendiri ternyata tak bisa memebendung birahiku. Remasan yang aku lakukan untuk menggoda suamiku ini malah membuat birahiku semakin memanas. Karena satu tanganku yang memegang hape ini kurasakan kurang nyaman, maka kemudian aku menaruh hapeku di atas kasur, dengan kusandarkan hapeku di depan bantal agar hapeku tetap berdiri.

Aku lalu mundur bersandar di dipan ranjangku. Meski tak sedekat tadi, kini Mas Bagas bisa melihat badanku secara utuh. Sepersekian detik kemudian, aku lalu melanjutkan memainkan tetekku. Kini kedua tanganku meremas-remas tetekku kanan dan kiri. Mas Bagas masih di depan layar, dengan masih mengocok sendiri penisnya.

Tangan kiriku lalu bergerak ke bawah ke arah selangkanganku. Hingga sampailah ke belahan vaginaku, yang entah sejak kapan ternyata sudah sangat lembab. Aku mulai menggesek-gesekkan tangan kiriku ke belahan bibir vaginaku.

"Sshhh.. Mmpphhhh.." desahku.

Tubuhku makin memanas. Sesekali bisa kulihat di layar hapeku yang masih menunjukkan penis suamiku yang masih diurut naik turun oleh tangannya sendiri. Akupun juga kini sedang bermasturbasi, meremas tetekku dan menggesek-gesek belahan liang surgawiku.


ME5V3C_o.gif


"Sssshh.. Mmmppppphh.. Hhggghhhh.."

Desahanku semakin keras saja mengisi sisi-sisi kamar pengantin kami ini, seiring tangan kanan dan kiriku yang semakin memanjakan titik-titik sensitif di tubuhku. Putingku semakin mengeras yang sesekali juga aku mainkan, membuatku menggelinjang kenikmatan.

Cpek.. Cpekk..

Gesekan di belahan vaginaku juga menghasilkan bunyi nyaring tersebab lendir kenikmatan yang keluar mili demi mili membersamai nafsuku yang semakin detik semakin memanas.

"Sssh.. Mmmhh.. Memek Umi dah becek nih, Abi.. Shh..." desahku, "Jilatin memek Umi dong, Abii.. Shhhh..."

"Urrgghh.. Binal banget sih ngomongnya.. Istri siapa sih ini.. Sini Abi jilatin.." balas suamiku, "Umi emutin kontol Abi yaa.. Urrgghhh.." erang Mas Bagas.

"Shhh.. Iya, Abi.. Sini kontolnya.. Umi kangen kontol Abi.. Mmmppphhh.." desahku

Cpek.. Cpekk..

Aku makin cepat menggesek-gesekkan jariku di vaginaku, hingga sesekali kubuka bibir labiaku dan menggesek sisi dalamnya. Kelentitku juga sesekali tersentil memunculkan getaran-getaran hebat dari selangkanganku.

"Urrggghhh.. Mhhh.. memeknya Umi enak banget.. gurihh.." kata Mas Bagas diikuti erangannya.

"Sshhh.." aku tak membalas apa-apa, dan hanya mampu mendesah menghayati permainan tanganku sambil berfantasi di momen VCS dengan suamiku ini.

Mataku sesekalli masih melihat penis Mas Bagas yang semakin tegang, semakin menyulut nafsuku. Aku membayangkan penis keras itu yang selama beberapa hari ini mengaduk-ngaduk isi vaginaku siang malam. Terakhir kalinya kemarin sore sebelum Mas Bagas berangkat ke airport, kami masih menyempatkan quickie di ruang tamu.

"Hooouuuhh.. Aaaaahhh.. Sshhhh.. Oooohhh.. Hmmppphh.."

Desahan demi desahan makin terdengar keras dari mulutku. Peluh kembali membasahi kulit putihku meskipun aku barusaja selesai mandi, seiring rangsangan yang kuberikan sendiri di tetekku. Kupandangi layar hapeku yang menampilkan penis Mas Bagas yang kubayangkan sedang keluar masuk di dalam vaginaku.

Kurasakan nafsuku lambat laun meninggi seiring nafsu yang membakar gairahku. Gelombang klimaks perlahan mulai kurasakan menghampiriku. Remasan di tetekku makin liar. Putingku kupilin-pilin sendiri dan sesekali kutarik-tarik lembut membuat makin panas saja aliran darahku.

Tangan kiriku semakin aktif bermain di selangkanganku. Dua jariku kini kugunakan untuk menggesek-gesek bibir vaginaku semakin liar hingga kurasakan menyentuh celah diantara bibir liang senggamaku. Klitorisku mau tak mau ikutan tergesek-gesek juga hingga makin membuatku melayang terbang menuju klimaksku.

"Shhhh.. Mmffhhhhhh.. hhhaaahhhh.."

Kedua tanganku beriringan merangsang titik-titik sensitifku sendiri membersamai nafsuku yang berjalan deru demi deru mencoba mencapai orgasmeku. Mataku memandangi penis suamiku di layar hapeku dan berfantasi jika saat ini aku sedang digagahi oleh penis keras itu. Hingga ketika aku berada di ujung orgasmeku, tiba-tiba..

Tuuuttt.. Tuuuttt.. Tuuutttt...

Layar hapeku berubah tak lagi menampilkan panggilan video dari Mas Bagas, sementara hapeku nampak masih menyala dengan batere yang masih lumayan banyak.

"Iiihh.. Abii.. Kok dimatiin sihh.." ujarku menggerutu entah ke siapa. Sungguh tak enak rasanya saat sedang diujung klimaks seperti ini dan aku sedang memandangi penis suamiku sebagai bahan fantasiku, namun harus terhenti tiba-tiba.

Aku segera mengambil hapeku. Kupanggil suamiku dengan panggilan video. Nampak panggilanku sampai ke penerima, namun belum diangkat. Beberapa saat menunggu, tak ada sahutan yang kuterima di hapeku sampai percobaan panggilanku ini berakhir. Kucoba lagi memanggil suamiku, masih tak ada jawaban juga.

Hingga aku mencoba percobaan panggilan yang ketiga. Kali ini malah tidak tersambung sama sekali.

"Hiiissshhhh.. Sebelll.." gerutuku dalam hati.

Aku benar-benar ada di dalam kondisi kena tanggung akibat nafsu yang berada di puncak-puncaknya namun tak terlampiaskan. Seolah ada hawa panas di dalam tubuhku, namun terhalang keluar karena tak ada ventilasi sebagai jalan keluarnya.

Hapeku lalu kumatikan. Aku lalu berinisiatif kembali merangsang lagi diriku yang masih menyisakan birahi ini. Kumainkan lagi tetek dan vaginaku. Seumur hidupku, aku memang tak pernah bermasturbasi sendiri. Yang biasa aku lakukan adalah masturbasi sambil memandangi suamiku melalui panggilan video.

Aku memberanikan tanganku untuk meremas-remas tetekku. Tangan kananku kini turun menuju selangkanganku. Kurasakan vaginaku masih sangat becek akibat lendir kenikmatan yang sedari tadi keluar. Aku lalu meneruskan rangsangan di vaginaku yang radi terhenti.

Kugesek-gesekkan jari tangan kananku di liang surgawiku searah dengan garis belahan vaginaku. Perlahan-lahan kulakukan berulang-ulang. Namun, entah mengapa seolah gairahku tak lagi mau bangkit kembali.

Tangan kananku lalu turun makin ke bawah. Jemari halusku mulai kusentuh-sentuhkan pada sekitar lubang anusku, mencoba mencari sensasi lain agar nafsuku bangkit. Perlahan aku tekan jari telunjukku di gerbang lubang pembuanganku itu.

ME5V43_o.gif


Aku colok perlahan-lahan lubang anusku sendiri. Kurasakan kini rasa perih di lubang pantatku sudah jauh berkurang daripada saat kemarin lubang anusku itu habis dikerjai oleh Pak Broto. Aku rangsang pelan-pelan lubangku itu. Tapi setelah beberapa saat, nafsuku tak juga kembali.

"Huuufff.." ujarku menggerutu dalam hati. Ternyata bermasturbasi sendiri tidaklah semudah itu juga tidak ada sesuatu yang kulihat untuk kujadikan fantasi. Apalagi sebagai seorang akhwat, aku memang tak pernah masturbasi. Susah rasanya untuk menemukan imajinasi, apalagi di satu sudut benakku masih terbayang kasarnya perlakuan yang kualami oleh Pak Broto beberapa hari yang lalu itu.

TING.. TONG..

Tiba-tiba kudengar suara bel pintu gerbang rumahku berbunyi.

Aku yang mood nya sedang kacau ini benar-benar sedang tidak mengharapkan tamu siapapun itu. Akupun lalu mendiamkan saja tak bergeming dari ranjangku. Terlebih lagi tak ada suamiku di rumah, tak sepantasnya muslimah sepertiku menerima tamu seorang diri.

Di sisi lain aku juga saat ini sedang telanjang bulat. Malas sekali kalau harus segera berpakaian lengkap terburu-buru untuk menerima tamu. Kalau biasanya sih di waktu seperti ini paling peminta-minta sumbangan pembangunan Masjid atau Panti asuhan. Dan biasanya jika didiamkan, mereka akan berlalu sendiri. Sambil membiarkan bel tadi, aku berharap siapapun itu dia segera pergi.

Ting.. Tong..

Ternyata masih berbunyi juga. Aku jadi bertanya-tanya siapa yang bertamu pagi-pagi menjelang siang seperti ini. Apa mungkin ini kerabatku atau kerabat Mas Bagas?

Aku lalu beranjak dari ranjang. Aku pakai daster model lengan panjang yang menjuntai sampai kakiku. Kukenakan jilbab oblong sebatas siku-ku yang hanya kupakai ketika di rumah saja. Setelahnya, aku masih mencoba mendiamkan diriku, tak beranjak ke depan. Siapa tau tamu itu pergi. Aku masih sungkan saat harus ke depan sementara tak ada mahrom siapapun di rumahku.

Ting.. Tong..

Kudengar bel gerbang berbunyi ketiga kalinya. Aku tak bisa lagi menganggap enteng siapapun itu. Siapa tau memang ada hal penting sehingga aku harus menemuinya. Dan siapa tau jika tak ada suamiku di rumah, tamu itu bisa segera pulang.

Aku lalu berjalan ke depan. Kubuka pintu depan rumahku, lalu berjalan melewati teras hingga aku sampai di depan pintu gerbang. Ada bayangan dari balik pintu gerbang ini, berarti memang ada orang di luar sana yang memiliki niat bertamu. Semoga dia segera pergi saat aku beritahu kalau Mas Bagas sedang tak di rumah.

Cklekk, Krieekkk.... Aku buka satu celah pintu gerbang paling ujung yang biasa digunakan sebagai jalan keluar masuk tamu.

"Eh.. Ngapain kesini, Mas?" tanyaku bernada kaget bercampur bingung.





Part 13 "Proposal" to be continued..
Amankan 1st
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd