Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Suhu mau nanya Apakah sella benar2 lepas dari pak broto dan ank buah nya,apakah benar pak broto bertaubat atau kah itu hanya sebuah trik untuk mengecoh/menipu diki dan sella ??
 
Part 13a
Tag:
Flashback, VCS

"Ini hapenya, Mas.." kataku.

Sembari menyerahkan hape yang kupegang ini. Hape milik Agus yang sempat aku ambil kemarin. Sayangnya hapenya terkunci. Aku tak bisa tau sejauh apa dan sebanyak apa gambar-gambarku yang ada padanya. Entah gimana ceritanya, Agus bisa punya gambar-gambar itu.

Part 11c
Tag: Threesome, CIM, Blowjob, Handjob, Titjob


Itu hape Agus !!!!

Aku segera mengambilnya. Ketika kutekan layarnya dan kubuka layar itu, ternyata hapenya tanpa password. Aku segera meluncur menuju aplikasi gallery-nya. Dan kutemukan gambar yang Agus gunakan tadi untuk mengancamku.
ada yang ngeganjel sih hu..di part 13 dibilang hp agus terkunci..
di part 11c hapeny tanpa password..
agak dipaksa ya biar bisa ketemu mas diki..hhihihi
 
ada yang ngeganjel sih hu..di part 13 dibilang hp agus terkunci..
di part 11c hapeny tanpa password..
agak dipaksa ya biar bisa ketemu mas diki..hhihihi
Wahaha.. jeli nih Suhu.. sengaja sih.. nyambung ke ending cerita ini soalnya,,,,, xixixixi.......
 
Cerot nya tidak disangka ya hu... fani kena fuck sama bagas, ternyata sela udah ngrasaon sama diki, calonnya fani.. ya impaa dah...
 
Bimabet
Part 13c
Tag:
Flashback, Anal, KBB, Ass to Mouth, Handjob, Blowjob, Spitroast, Threesome, MMF,




Flashback continues..

6dd7be1350878273.jpg
Arsella Hasna Hilyani


Sriitt..

Aku tarik resleting gamisku ke atas. Lalu aku sedikit merapikan gamisku di sisi kanan kiri pinggangku. Akupun kemudian mengambil jilbabku beserta dalamannya. Kupakai jilbabku sambil memandangi cermin di depanku.

Yang terakhir adalah tinggal kaos kakiku yang sedari tadi tak bisa kutemukan. Aku lalu mencoba mencari lagi. Di bawah meja, di pinggir kasur, di samping lemari, tak kutemukan dua kaos kakiku. Aku memang lupa sih dimana menaruhnya kemarin.

Aku ambil handbag ku, lalu keluar dari kamar ini. Di ruang keluarga tepat di depan pintu kamar, kulihat Mas Diki sedang duduk di sofa yang nampaknya juga sudah siap dan menungguku selesai beres-beres.

Ting.. Ting..

Notifikasi pesan di hapeku berbunyi. Aku lalu mengambil hapeku dari handbag ku dan segera memeriksa hapeku. Kubuka, dan ternyata ada beberapa notifikasi pesan masuk. Selanjutnya, untuk beberapa waktu perhatianku fokus ke layar hapeku ini.

"Serius banget.." kata Mas Diki

"Eh, iya Mas.. ada wasap dari Fani.." jawabku singkat, kemudian kembali fokus ke hapeku.

"Ooh.. Fani.. temenmu yang kemarin itu ya?" tanya Mas Diki.

Memangnya Mas Diki tau yang mana Fani? Oh iya, aku baru ingat kalau kemarin Mas Diki pasti juga melihat Fani saat menyelamatkan kami di Hotel Mataram.

"Eh, Mas, liat kaos kaki ku nggak?" kataku setelah menutup hapeku.

"Mmm.. dimana ya?" tanyanya balik.

"Bantu cariin dong.." kataku.

"Harus pakai ya?" tanya Mas Diki.

"Kan aurotku itu, Mas.." balasku.

"Hehe, dari kemarin sampai tadi pagi juga kamu nggak pakai apa-apa.. nggakpapalah cuma kaos kaki ini.." jawabnya.

"Ya nggak gitu juga, Mas.. aku sadar aku ini banyak dosa.. jadi taatku dengan Tuhanku caranya ya dengan menutup aurotku ini.." kataku menjelaskan.

"Hehe, iya.. Guyon aku, Dek.. Cuma ngetest aja.." katanya lagi.

Mataku kembali menyisir sisi ruang tengah rumah ini.

"Ternyata kamu nggak berubah dari dulu, setelah semua yang terjadi padamu.. itu yang bikin aku jatuh cinta sama kamu dari dulu.." kata Mas Diki yang kulihat beranjak bangun dari duduknya di sofa.

"iih.. apa sih.. malah gombal.." kataku.

Pandanganku ke kanan dan kiri, mencari secarik kain penutup kaki hingga betisku yang semalam entah kutaruh dimana.

"Nggak liat kaos kakiku kam... Hhhmmmpp.." aku menjerit tertahan

Tiba-tiba saja bibirku dicium Mas Diki yang sudah entah sejak kapan berada di depanku.

"Hmmpphh.."

Aku berusaha berontak melepas pagutannya. Namun tangannya memeluk pinggangku dengan erat. Bibirnya makin liar mencumbui mulutku. Aku lagi-lagi tak punya daya dan upaya untuk menolaknya. Bibirku pun pada akhirnya pasrah menerima pagutannya.

Bibir hitam Mas Diki melumat bergantian bibir atas dan bibir bawahku. Lidahnya juga ia gunakan untuk bermain-main melumat habis mulutku. Sambil berciuman, kurasakan tangannya bergerak turun dari pinggulku, menuju pantatku. Dari luar gamisku, tangannya lalu meremas pantatku.

"Hhhmmmpppphh.. Smoocchh.. Cppphhhh.."

Mulutku mengeluarkan desisan pelan saat tangan berorot itu meremas-remas pantatku, makin lama makin kuat. Aku memang mengenakan celana legging, namun kencang dan kuatnya remasan itu membuatnya serasa langsung bersentuhan dengan kulitku.

"Fuahh.. Kan tadi pagi udah to, Mas?" kataku di sela-sela lepasan pagutannya.

Mas Diki tak membalas pertanyaanku. Bibirnya ia lanjutkan melumat bibirku kembali. Yang perlahan-lahan, tak bisa kubendung, mulai membangkitkan nafsuku. Tangannya ia teruskan meremas-remas pantatku.

Tak lama, tangannya makin turun. Lalu sisi bawah gamisku ditariknya ke atas sebatas pinggangku. Tangannya kemudian menyusup ke balik celana panjang yang kupakai dan kini hinggap lagi di pantatku. Remasannya kembali ia lanjutkan, bedanya kini kulit tangannya bersentuhan langsung dengan putihnya pantatku.

Dengan langsingnya perutku, pantatku yang besar membulat ini makin membusung. Membuat semua lelaki yang merasakan kekenyalannya pasti tak kuasa menolaknya, termasuk Mas Diki. Kedua tangannya itu kemudian dengan makin garangnya meremas-remas pantatku.

Remasan-remasannya itu aku yakin meninggalkan bercak merah di pantatku saking kencangnya. Mas Diki lalu menggerakkan tangannya menuju tengah ke belahan pantatku. Celana dalamku disingkapnya sedikit, dan kemudian tangannya mengusap-usap lubang anusku.

"Hmmmpphh.."

Aku mendesis pelan diantara pagutan bibirku dan bibirnya. Jari-jari tangan Mas Diki ia gunakan untuk menowel-nowel lubang pantatku. Bisa kurasakan ada cairan sperma dari dalam anusku yang meleleh turun keluar. Pagi tadi saat selesai mandi, Mas Diki mengisi lagi lubang anusku dengan spermanya untuk kesekian kalinya.

Dan setelah penisnya ia cabut dari duburku setelah mandi tadi, Mas Diki tak mengijinkanku membersihkannya. Katanya sebagai tanda mata darinya. Akupun lalu beres-beres dan memakai baju sambil merasakan hangat spermanya di lubang pembuanganku itu.

Entah sudah berapa kali lubang anusku ini diisi oleh cairan kentalnya sejak semalam suntuk. Setelah kemarin sore kami masuk dari teras luar, tubuhku tak henti-hentinya dijadikan objek pemuas nafsu Mas Diki.

Mas Diki memang menepati janjinya untuk tidak menyentuh vaginaku. Menurutnya, hanya suamiku lah yang boleh menikmatinya. Namun, konsekuensinya anusku dan bagian tubuhku yang lain lah yang menjadi sasaran nafsunya selanjutnya.

Yang aku tak habis pikir, aku ternyata menikmati semua itu. Berbagai macam gaya seks dipraktekan olehnya kepada tubuhku, yang aku sendiri belum pernah melakukannya dengan suamiku. Awalnya aku menolak permintaan-permintaannya. Namun akhwat sepertiku ini tidaklah memiliki kekuatan dibandingkan nafsu kelakiannya.

Peluh dan keringat menjadi saksi bisu kegilaan anal seks yang kualami semalaman. Tubuhku seolah kini tak lagi menolak rasa nyeri dan sakit yang kuderita saat lubang sempit itu dipompa oleh penis keras Mas Diki. Seluruh ragaku seolah menyambut sensasi baru ini.

Bercak dan noda gigitan kudapatkan di hampir sekujur tubuhku, karena Mas Diki yang gemas dengan kulit putih tubuhku. Aku sempat protes karena beberapa cupangannya terlihat jelas. Namun Mas Diki meyakinkanku kalau bekas cupangannya itu bisa hilang sebelum suamiku pulang dari luar kota.

Mas Diki menyemprotkan spermanya paling sering di anusku, kadang bergantian juga ia tumpahkan di mulutku, wajahku, tetekku, dan badanku. Tak lagi bisa kuhitung berapa kali sperma nya keluar. Tapi tak sebanyak orgasme yang kudapat yang bertubi-tubi kurasakan sejak kemarin sore, menandakan bahwa nafsu syahwat benar-benar menjarah identitasku sebagai seorang akhwat.

Tubuhku rasanya remuk saking lemasnya. Aku sempat pingsan untuk sesaat, namun terbangun lagi oleh tamparan Mas Diki di tetekku dan mendapati anusku sedang digenjot olehnya sembari kakiku berada di pundaknya. Aku baru bisa benar-benar istirahat saat hari menjelang pagi.

Aku benar-benar menyerah pada nafsuku. Aku ingat akan suamiku, namun entah mengapa aku juga tak bisa lepas dari jerat kenikmatan yang melandaku bertubi-tubi. Aku tau semua yang kulakukan bersama lelaki yang bukanlah siapa-siapaku ini adalah salah.

Namun, seiring waktu yang beranjak semakin malam yang dihiasi bintang-bintang laut dengan gemerlapnya itu, membuatku berdamai dengan syaiton, sang raja penjerumus. Seolah aku membolehkan peraduan kelamin yang tak halal sama sekali ini. Pada akhirnya aku merelakan tubuhku untuk dikerjai oleh Mas Diki semalaman hingga aku tertidur.

Namun, ketika bangun tadi pagi, tiba-tiba aku mendapati penis Mas Diki sedang ia gesek-gesekkan di bibirku. Akupun refleks kaget dan membuka mulutku. Mas Diki lalu malah sengaja mendorong penisnya masuk ke mulutku. Jadilah penis itu kuhisap-hisap, dan spermanya menjadi cairan pertama yang mengawali hariku pagi tadi.

Kemesuman itu baru berakhir saat mandi pagi. Aku meminta pagi ini aku sudah harus diantar pulang, karena aku memiliki agenda dengan teman-teman liqo' ku siang nanti, dan aku tak mau kesiangan sampai rumah untuk bersiap-siap.

Kini saat aku sudah selesai bersiap-siap, Mas Diki malah mencumbuiku di ruang tengah rumah ini. Tangannya ia gunakan merangsang anusku kembali. Birahikupun sedikit demi sedikit mulai naik akibat cumbuan bibirnya dan rangsangan tangannya itu.

Mas Diki lalu melepas dekapannya. Aku sempat lega, namun kembali kecewa saat badanku ia putar. Punggungku ia dorong hingga akupun maju dan badanku mepet ke arah dinding yang langsung kugunakan sebagai tumpuan tanganku. Gamisku yang sempat turun, ia singkap lagi sebatas pinggangku.

"Mmass.. keburu siang lho ini.." kataku.

"Sebentar thok, Dek.. Ijinkan aku memilikimu untuk terakhir kalinya.." balasnya.

Sambil berkata seperti itu, tangannya menarik turun celana panjangku beserta celana dalamnya dari belakangku. Pantatku ditarik ke belakang mendekat ke arah Mas Diki, sehingga posisiku kian menunduk.

"Halo seksi.. kita ketemu lagi.." kata Mas Diki menyeringai sambil bebicara dengan kedua bongkah pantatku.

Tangannya lalu kembali ia gunakan untuk meremas-remas pantatku. Satu tangannya yang lain bergerak turun menuju selangkanganku, dan hinggap di daerah kemaluanku. Aku baru menyadari kalau vaginaku ternyata sudah basah.

Hanya dengan berciuman beberapa saat tadi, ternyata mampu membangkitkan libidoku. Tubuhku lalu meresponnya dengan mengeluarkan pelumas kenikmatan dari celah bibir vaginaku.

"Hehe.. kamu dah becek gini, Dek.." ejek Mas Diki.

Jari-jari tangan Mas Diki kemudian mulai merangsang vaginaku dengan menggesek-geseknya. Gesekannya searah dengan garis belahan vaginaku, yang langsung membuat tubuhku menggeliat seolah seperti disengat listrik.

Jamahannya di vaginaku ia lakukan beberapa saat hingga nafsuku benar-benar mulai mengambil alih ragaku. Mas DIki lalu memindahkan tanganku menuju selangkanganku, hingga tanganku pun merasakan kulit vaginaku yang sangat becek. Mas Diki seolah menyuruhku untuk memainkan sendiri vaginaku.

Dan anehnya, itu aku lakukan. Tanganku mulai bermain-main di bibir vaginaku. Kugerakkan jariku naik turun dari garis pantat sampai vaginaku, mencoba merangsang liang surgawiku ini hingga tubuhku makin menghangat karena nafsu.

Mas Diki lalu beranjak bangun. Penisnya yang sejajar dengan pantatku itu ia arahkan mendekat ke bongkahan putih seksi milikku itu. Batang hitam itu ia gesek-gesekkan di belahan pantatku sambil ia dorong-dorongkan pinggulnya.

ME80QX_o.gif


Sambil ia tekan pantatku dari samping, seolah menjepit penis kerasnya itu di tengah belahan pantatku. Batang gelap itu nampak begitu kontras terhimpit putihnya daging pantatku. Mas Diki lalu mengarahkan jamur licin hitamnya itu di lubang pembuanganku.

Ujung kepala helm hitam nya mulai ia tekan perlahan mencoba menembus lubang anusku. Bisa kurasakan di dalam anusku masih tersisa cairan sperma Mas Diki cairan itu perlahan ikut keluar seiring usaha dorongan kepala penisnya.

"Hhhhssshhhh.."

Aku meringis kembali ketika penis itu mencoba menyeruak masuk ke dalam anusku. Meski sudah semalaman lubang itu digarap, hingga rasanya mulai sedikit kebas, namun lubang anusku masih tetaplah kecil dan sempit untuk ukuran penis Mas Diki.

Ia mulai lakukan tarik ulur di gerbang lubang duburku itu. Kurasakan kepala penisnya menyundul-nyundul lubang pantatku. Keringat dingin mulai mengucur di dahiku seiring dorongan penisnya yang mulai fokus dan intens.

Clebb..

"Hooouhh..

Aku mendesah saat penisnya berhasil masuk ke dalam anusku. Kepala penis itu kurasakan mulai bersarang di sempitnya lubang pembuanganku. Otot-otot rektumku lagi-lagi dipaksa untuk membuka lebar. Akan tetapi tubuhku malah meresponnya dengan birahi yang makin meninggi.

Rasa nyeri akibat anusku yang menjepit kuat batang gelap nan besar itu seolah malah menjadi katalis bagi nafsuku. Seluruh simpul syarafku memantikkan libido yang makin meninggi di sekujur nadiku.

Mas Diki lalu mulai menggerakkan penisnya maju mundur di dalam lubang anusku. Kedua tanganku berpegangan pada tembok di depanku, menjaga dan menopang tubuhku agar tak jatuh. Kakiku entah mengapa melemas, seolah menyambut gerakan Mas Diki dari belakang.

"Hhheeeggghhhh.. Houuuuhhh.."

Mulutku mendesah seiring semakin dalamnya penis Mas Diki yang masuk ke dalam anusku. Rongga sempit itu kembali mau tak mau harus menyesuaikan dengan ukuran penisnya. Untungnya Mas Diki tak mendorong penisnya secara kasar. Anusku pun punya waktu barang sekejap untuk menyesuaikan.

Hingga makin lama, kurasakan penis itu sudah memenuhi anusku. Lagi-lagi sensasi kenikmatan menyelimutiku. Birahiku kini entah mengapa makin meninggi saat penis keras itu berhasil memenuhi setiap senti lubang belakangku ini. Kakiku bergetar untuk sesaat.

Tanganku sendiri sesungguhnya tak cukup kuat menopang badanku. Untungnya Mas Diki memegangi pinggulku agar aku tak jatuh. Mas Diki mendiamkan beberapa saat penisnya memenuhi lubang duburku itu, sebelum beberapa saat kemudian pinggulnya mulai ia gerakkan lagi.

"Hssshhhhh.. Mmmmfffhh.. Pelaaannn, Mmmasshh.." desahku.

Ayunan penisnya di dalam lubang anusku itu seolah bisa kurasakan membelah sekujur tubuhku. Rasa nyeri yang tadi kurasakan lagi-lagi membuat birahiku makin meninggi seiring gerakan maju mundur penisnya di duburku.

Keringat makin bercucuran dari sekujur tubuhku. Selain karena nafsu yang membumbung di ubun-ubunku, aku yang masih memakai gamis dan jilbab ini juga merasa sedikit gerah ketika tubuh bawahku sedang dikerjai dari belakang seperti ini.

Anusku mulai bisa menyesuaikan dengan penis Mas Diki. Pantatku lambat laun mulai bisa mengimbangi gerakan pompaan pinggul Mas Diki itu. Paha Mas Diki dan pahaku mulai saling menumbuk saat penisnya semakin dalam menginvasi anusku. Ketika itu, kudengar suara hapeku berbunyi.

Ringg.. Ringgg..

Mas Diki tanpa melepas kaitan penisnya di anusku, lalu mengambil handbagku yang berada tak jauh dari kakinya. Dia ambil hapeku dan melihat layarnya yang menyala-nyala.

Ringg.. Ringgg..

"Dari temenmu, Fani.." kata Mas Diki menyodorkan hapeku.

"Yaudah taruh aja, Mass.. Sshhh.." kataku.

"Diangkat aja, tadi kan kamu wasapan.. Ntar dia curiga kalau nggak dijawab.." katanya.

Aku yang sedang tak bisa berfikir jernih ini lalu menuruti perkataannya itu. Kuambil hapeku dari tangannya, dan menekan tombol hijau yang berkedip-kedip itu.

"Halo, Assalamualaikum.." kataku

"Iya Fan.. Mmmhh.. Houuuhhh.. Lagi di rumah aja.." jawabku sambil tercekat.

Aku langsung menoleh ke belakang. Kulihat Mas Diki kembali mengayunkan pinggulnya maju mundur. Membuat batang penisnya merojok-rojok anusku kembali.

"Eh, Mas.. ntar dulu.." kataku lirih sambil menutup speaker hapeku.

Aku menengok ke belakang sambil mendelikkan mataku, mencoba serius meminta ke Mas Diki untuk menahan gerakannya. Namun, Mas Diki malah hanya tersenyum saja. Pinggulnya ia gerakkan, malah semakin maju. Membuatku makin terdorong ke tembok, sekaligus membuat penetrasi penisnya makin dalam di lubang anusku.

"Shhhh... Mhhhmmhh..." desahku yang seketika keluar seiring gerakan pinggul Mas Diki

"Ehh.. Iya,Fan.." jawabku menanggapi Fani di telepon.

Aku kembali memeberi kode ke Mas Diki untuk menyudahi gerakannya. Namun lagi-lagi Mas Diki masih terus menggerakkan pinggulnya.

"nggak Kok.., Lagi.. Lagi sama Mas Bagas.." balasku ke Fani berdusta dengan terbata-bata.

"Shhh.. hmmppphhh.."

Mulutku mendesis pelan. Aku tak tau apakah desisanku terdengar atau tidak di ujung sana. Aku hanya berusaha sebisa mungkin menahannya agar tak terlalu kencang.

"Iya, Fan.. Inshaallah nanti siang.. Aaahhhh.." kataku, "Di rumahku aja, Sayy.. Hhhhgghhh.. Hmmmmhhhh.."

Akupun segera mematikan hapeku, kemudian menoleh lagi ke belakang.

"Mas.. iiihh.. Nanti Fani curiga lho.." kataku.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkk

"Aaahh.. Oohh.. Mmasshh.. Kok malah nambah ken.. ceng sihh.. Aaahhh.. Ssshhh.. Houuuhhh.."

Mas Diki yang malah makin mempercepat laju pompaannya itu membuatku makin terbuai birahi. Saat aku menerima telepon Fani tadi, kurasakan otot anusku serasa makin menjepit. Gerakan pelan saja saja bisa membuat tubuhku menggelora hebat.

Splokk.. Splookkkk..

"Hougghhhh.. Ssshhhh.. Uunnggghhh.." desahku.

Mas Diki lalu memegang kuat pinggulku. Tubuhku lalu digeser olehnya, dengan tanpa melepas penisnya dari anusku. Tangan kananku yang mengatung di udara ini lalu dia raih dengan satu tangannya, sehingga badanku sedikit membusung. Setelah itu, Mas Diki melanjutkan pompaan penisnya lagi.

"Ouuuhhhhh.. Aaaahhh.. Ssshhh.. Oohhhhhh.."

Tangan kananku yang dipegang olehnya ini, membuat tubuhku seolah bergerak menyamai ayunan pinggul Mas Diki. Saat pinggulnya mundur, pantatku terhempas. Namun saat pinggulnya menyentak maju, pantatku tertekan ke belakang, membuat batang keras itu semakin menyeruak lebih dalam di anusku.

Mulutku pun makin kencang menjerit-jerit keenakan. Wajahku menoleh ke atas dengan mata terpejam, dihiasi peluh-peluh yang membasahi putihnya wajahku.

"Ohhh.. Shhh... Hhheeggghh.." desahku.

Mas Diki terus mengayunkan pinggulnya maju mundur. Penisnya semakin kuat memborbardir anusku. Tubuhku makin dibuai birahi, hingga vaginaku tak henti-hentinya mengucurkan lendir kenikmatan.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk...

Peraduan pantatku dan paha Mas Diki menghasilkan bunyi nyaring, mengisi sunyinya rumah di pinggir pantai ini di pagi harinya. Di luar sana, hari semakin terang, cahaya mentari masuk lewat jendela, menambah hangat tubuhku yang sudah hangat akibat bara syahwat.

"Ooohh..Shhhh.. Mmmfffhhhh.."

Aku merasakan gelombang orgasme mulai menghampiriku. Otot-otot anusku makin kencang menjepit penis keras Mas Diki yang sedang menggaruk-garuk dinding duburku ini.

"Hmmmhhh.. Ouuuhhhh..Shhh.." desahku.

Mas Diki tiba-tiba memelankan tempo genjotannya. Aku yang serasa tanggung ini lalu menoleh ke belakang. Mas Diki memajukan badannya hingga aku ikut terdorong maju ke arah sofa yang berada di depanku. Tanganku pun lalu jatuh berpegangan di pinggir sofa ini, badanku semakin menunduk.

Mas Diki lalu memajukan tangannya, masuk ke balik jilbabku. Dia tarik turun resleting gamisku yang berada di depan dadaku ini. Mas Diki lalu menarik turun gamisku ini, dengan sebelumnya dia mencabut penisnya dari anusku dan sedikit memundurkan badannya.

"Kok dilepas sih bajuku, Mas?" kataku bertanya dan sedikit protes.

Mas Diki tak langsung menjawab dan dengan cepat melolosi baju gamisku melewati kaki jenjangku. Hingga tubuhku kini hampir telanjang bulat, hanya menyisakan jilbab dan bra ku saja. Mas Diki kemudian memosisikan lagi dirinya di belakang pantatku.

"Heeehggghh.. Oooouhhh.."

Aku menahan nafas sembari mendesis saat penis Mas DIki kembali ia tekan menembus lubang anusku. Walaupun penetrasinya tak sesulit sebelumnya, namun tetap saja tubuhku merasa sensasi nyerinya anal seks saat batang itu kembali ia masukkan.

Dan dengan sekali dorong, Mas DIki menekan jauh pinggulnya. Membuat penisnya dia mampatkan semakin dalam menusuk dalam sekali sentakan di dalam anusku.

"Oooooooooouuhhh.." aku melolong setengah menjerit, "Pellannn, Mmmasshh.. Houuuhh.."

Tubuhku senakin terdorong ke depan dan hampir saja jatuh di sofa. Untung saja siku tanganku masih kuat menahan tubuhku di atas sofa hitam ini. Mas Diki kembali melanjutkan gerakan pinggulnya. Penisnya ia tarik perlahan sampai setengah batangnya keluar, lalu ia majukan dengan cepat seluruh batang itu.

"Sssshhhhh..Hmmpppphhh.." desahku.

Dengan posisi pantatku yang lebih tinggi dari badanku ini, membuat pompaan kuatnya itu menusukkan penisnya semakin dalam. Rasa nyeri langsung menjalar dari anusku seketika itu, yang malah dibarengi dengan otot anusku yang makin menjepit kuat penis keras Mas Diki.

Mas Diki kembali melakukan hal yang sama di pompaan-pompaan pinggulnya selanjutnya, membuatku merem melek. Birahiku meledak-ledak akan permainannya yang tiba-tiba menjadi sedikit agak kasar ini. Tapi entah mengapa, tubuhku seolah malah menyambutnya.

Nafsu syahwat yang sudah mendera jiwa ragaku seolah menginginkan tubuhku untuk dikerjari lebih dari ini, entah apa yang merasuki. Mas Diki juga makin cepat dan makin kasar menggenjot anusku.

Splookkk.. Sploookkk... Sploooookkk..

PLAKK.. PLAAAKKKK !!!!

"Hoouggghhhh.. Aaahhh.."

Mas Diki menampari pantaku dengan kencangnya sambil tetap menggenjotku dengan kasar. Tubuhku terdorong-dorong hebat di atas sofa ini. Namun aku malah membalasnya dengan desahan nikmat. Aku tak tau apa yang membuat Mas Diki merubah style nya itu, entah dia sedang melihat atau membayangkan apa.

Dari kemarin, Mas Diki selalu memperlakukanku dengan gentle. Itu yang membuatku akhirnya bisa menikmati anal seks ini, tidak seperti saat aku digarap Pak Broto tempo hari yang penuh kekasaran. Namun kali ini, Mas Diki mengubah tempo permainannya.

Vaginaku kurasakan berkedut-kedut makin kencang. Ada secuil rasa di dalam diriku yang menginginkan Mas Diki untuk menggagahi vaginaku. Tapi rasa angkuhku membuatku tak berani mengucapnya. Akupun hanya bisa menahan yang membuat vaginaku malah makin banyak mengucurkan lendirnya, membuat nyaring suara peraduan selangkanganku.

Mas DIki ternyata mampu memegang janjinya untuk tak menyentuh vaginaku, kecuali mungkin dengan tangan dan mulutnya saja. Di satu sisi, aku senang, namun kini aku harus menahan gejolak itu, saat anusku terus dipompa namun vaginaku dibiarkan menganggur seperti ini.

Splokkk.. Splooookk.. Splookkkkkk...

"Ahhh.. Ahhhhhh.. Pee.. lann.. Maassshh.. Ouuhhh.. Shhhhh.."

Sploookk.. Sploookkk.. Sploooookkkk..

Untuk sesaat aku bisa menikmatinya karena sensasi baru yang berbeda dari seharian kemarin. Namun tubuhku yang tersentak-sentak beberapa lama ini kemudian mulai merasakan ketidaknyamanannya. Tetekku berayun-ayun, terlihat dari balik jilbabku yang makin kusut. Aku merasakan nyeri di pantatku yang dirojok-rojok dengan kasar seperti ini.

Aku yang tadinya berada di ambang orgasme, kini tak lagi bisa fokus kukejar. Hampir-hampir saja aku susah mengambil nafas akibat goncangan-goncangan di tubuhku ini.

Sploookk.. Sploookkk.. Sploooookkkk..

Mas Diki lalu kembali memelankan tempo genjotannya. Akupun bisa menghela nafas panjang kembali. Permainan gentle-nya itu lalu kembali menaikkan birahiku menuju gerbang orgasmeku.

Mas Diki lalu mendekatkan tubuhnya ke tubuhku, lalu membisikkan sesuatu padaku.

"Dek kamu jangan kaget ya?" katanya.

"Shhh.. kaget kenapa, Mas?.. Heegghhh.." tanyaku.

"Dari tadi Mbah Muji ngeliatin kamu tuh dari balik pintu.." katanya yang langsung membuatku kaget.

"Eh.. Lho...Shhh.. Mhhh.." kataku.

Belum sempat aku merespon dengan rasa terkejutku, Mas Diki kembali memainkan gerakan pinggulnya. Penisnya ia ayunkan keluar masuk di dalam anusku. Yang langsung kubalas dengan rintihan-rintihan nikmat. Mataku yang sayu karena menahan sange ini, mencoba melihat dengan jelas ke arah pintu.

Kulihat memang ada sesosok bayangan di balik pintu yang sudah terbuka entah sejak kapan. Bayangan itu nampak diam saja tak bergerak. Dari posisinya, Mas Diki memang seharusnya cukup bisa melihat jelas sosok itu,

"Disuruh masuk aja ya?" katanya tiba-tiba.

"Tapi, Mas? aku telanjang gin.. Houuhhh.." desahku yang memotong kalimatku akibat Mas Diki yang tiba-tiba ikutan meremas tetekku dari luar bra yang kupakai.

"Hehe.. daritadi dia juga udah liatin badanmu.." katanya sambil makin kencang meremas kedua tetekku dari belakang.

"Ssssshhhh..Mmmfffhhhh..Hheeeghhhh.."

Meski diremas dari luar bra. Tipisnya bahan pembuat bra itu tak mampu menghalangi birahi yang menyapaku seiring remasan kuat tangan berotot Mas Diki. Seolah Mas Diki malah lebih bernafsu saat ada yang menonton persetubuhan ini.

"Nih, jilbabmu turunin aja.." katanya sambil merapikan juluran jilbab syar'i ku namun tangannya tetap meremas-remas tetekku dari balik jilbabku.
"Kalau keliatan dikit, ya hitung-hitung kamu sedekah sama Mbah Muji.. Ijinin dia liat kamu.."

"Shhh.. Heegghhh.. Terserah kamu aja, Mas.." balasku yang diterpa birahi yang hampir memuncak ini.

Mas Diki lalu memelankan sesaat gerakan pinggulnya.

"Mbah, masuk sini.." katanya.

"Eh, Maaf, Nang.." katanya saat memunculkan dirinya dari balik pintu itu, "Ini mau kasih celanannya.. Udah kering..

"Nggakapapa.. Mari masuk sini, duduk di situ dulu, Mbah.. tunggu aku bentar ya.." kata Mas Diki. Kurasakan pinggulnya mulai ia ayunkan perlahan.

"Hhhhggghhh.." aku menahan desisku.

"Jadi enggak enak nih saya.." kata Mbah Muji sambil duduk di potongan sofa sisi seberangku

"Semalam saya tungguin lho, Mbah..Urrghhh.." kata Mas Diki.

Splookk..

"Hooouuhhhh.."

Mas Diki mendorong satu sentakan kuat di pinggulnya, yang membuatku setengah melenguh merasakan penisnya tertancap dalam kembali. Ada orang asing di dekatku ini rasanya malah makin membuat sempit lubang anusku dengan makin kuat menjepit batang Mas Diki. Dengan sentakan seperti itu langsung membuat ku melenguh seketika dan syahwatku menggeliat naik.

"Semalam saya kesini, terus saya liat Nang Diki kayaknya lagi.. Emm.. Lagi sibuk, terus saya pulang lagi, takut ngganggu.." kata Mbah Muji.

"Ohh.. hehehe.." sahut Mas Diki.

Kurasakan Mas Diki kembali mengayunkan pinggulnya. Kali ini sodokannya itu lebih bertenaga daripada sebelumnya. Lambat laun ayunannya semakin kuat.

"Saya lanjutin dulu ya, Mbah.. Uurrgghh.." kata Mas Diki.

Mas Diki semakin kuat menyodok-nyodokkan penisnya kembali di dalam anusku. Aku sebenarnya terangsang hebat, namun ada setitik rasa maluku yang membuatku merasa canggung di depan orang asing seperti Mbah Muji. Aku jadi menyesali keputusanku yang mengiyakan Mbah Muji masuk.

Tadinya aku yang hampir klimaks, kini harus menahan lagi rasa puncak itu. Meski begitu, tapi Mas Diki nampak tak terpengaruh dengan adanya Mbah Muji. Dia malah dengan semangatnya kembali menggempur pantatku dari belakang.

Sama seperti beberapa waktu sebelumnya yang Mas Diki bersemangat menyodok-nyodok pantatku dengan kasarnya sampai aku kesakitan. Aku jadi berfikir kalau Mbah Muji sudah beberapa lama ada di balik pintu, dan Mas Diki menaikkan tempo genjotannya menyadari ada Mbah Muji yang memerhatikan kami.

"Heeeggghhhh.. Hmmmmmmmhhh.."

Aku berusaha menahan desahanku. Meski begitu mulutku tetap mengeluarkan gumaman kenikmatan karena mau tak mau, rasa nikmat anal seks ini tak bisa kubendung oleh tubuhku. Aku jadi panas dingin antara menahan malu dan melampiaskan syahwatku.

Mas Diki sepertinya memahami kondisiku ini. Tangannya lalu meraih tangan kananku yang bertumpu di sofa. Yang kemudian tanganku ini ditaruhnya di vaginaku sambil mulutnya membisikkan sesuatu di telingaku.

"Mainin memekmu, Dek.."

Entah apa yang merasukiku, tanganku yang sedang menyadari betapa banjirnya vaginaku ini lalu dengan pelan mulai menggesek-gesekkan dua jariku di belahan liang kemaluanku.

"Shhh.." desisku.

Perlahan, tanganku dengan sendirinya menemukan ritmenya untuk memainkan vaginaku.

Cpekk..Cpeekk.. Cpekkk..

Lendir vaginaku yang makin membuat becek bibir peranakanku itu membuat jamahn jemariku ini membunyikan suara kecipak nyaring. Lama kelamaan, birahiku makin naik. Dan aku mulai mengabaikan bahwa ada orang ketiga yang menyaksikan aksi persetubuhan terlarang ini.

ME67W7_o.gif


Mataku terpejam seiring tubuhku yang mulai menghangat akibat birahiku yang kembali meluber dari bejana syahwatku. Gelombang orgasme yang sedari tadi hilang timbul kini menguak lagi ke permukaan. Aku makin cepat menggesek-gesekkan jariku di vaginaku.

Cpekk..Cpeekkk..Cpeeekkk..

Mas Diki juga makin kuat menyodok-nyodokkan penisnya di belakangku. Pantatku bertumbukan dengan pahanya, menghasilkan dentuman mesum yang mengisi rumah ini. Belum lagi suara derit sofa yang muncul seirama dengan gerakan persetubuhan ini, menambah aura peraduan terlarang ini semakin kuat.

Splookkk.. Splookk.. Sploookkkkk..

"Ssssshhhhh.. Hoouuggggghhhh.. Mmmmaasssshh.."

Desahanku makin kuat seiring tubuhku yang juga berusaha menggapai garis finish birahiku. Pantatku berayun seirama dengan pompaan Mas Diki dari belakang di anusku. Tubuhku terdorong-dorong maju mundur, membuatku merem melek keenakan.

Saat aku membuka mataku untuk sebentar, kulihat Mbah Muji. Yang membuatku merinding, saat kulihat celana yang dipakai Mbah Muji itu menggembung ke atas menantang gravitasi. Darahku langsung mendidih menyadarinya. Pria sepuh di depanku ini ternyata terangsang melihat aksi anal seks yang kualami.

Benakku langsung membayangkan penis Mbah Muji di balik celananya yang menggembung bulat besar itu. Akal dan harga diriku yang seharusnya malu mendapati kondisiku ini, kini malah terangsang menyadari lelaki setua Mbah Muji mampu dibangkitkan hasrat seksualnya olehku.

Membayangkan fantasi penis Mbah Muji itu, membuatku mempercepat kocokan tanganku di vaginaku di ambang klimaksku ini. Pantatku kuayun makin cepat maju mundur berusaha menyatu dengan gerakan sodokan penis Mas Diki di anusku semakin dalam.

Splookk.. Sploookkk.. Sploookkk...

Cpekk.. Cpeekkk..Cpeekkk

"Hooohhhh.. Sssssshhhhhh.. Aaahhhh.. Aaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhh.. Oooooooooouuuuuuuuuuuuuhhhhhhh.."

Crrtttt.. Crttttt.. Crrrtttttt..

Aku menjerit kuat saat orgasmeku datang. Badanku menekuk ke atas, hingga dadaku membusung ke depan. Pantatku bergetar hebat selama beberapa saat sembari vaginaku menyemburkan lendir demi lendir klimaksku.

Peluh bercucuran di seluruh tubuhku yang hampir telanjang bulat ini. Menjadi saksi bisu tubuhku yang memuncaki birahi di dasar syahwat terlarang yang penuh dosa ini.

"Hosshh.. Hossshhh.."

Nafasku tersengal-sengal. Aku lemas tak bertenaga. Mas Diki memegangi pinggulku sehingga akupun tak ambruk di sofa ini. Mataku terpejam sejenak, sembari mencoba menghela nafas dalam-dalam.

Vaginaku berdenyut-denyut hebat setelah melampiaskan puncaknya. Anusku juga mengalami kedutan kuat di otot-otonya. Hingga bisa semakin kurasakan penis Mas Diki yang masih dengan kerasnya menancap memenuhi anusku. Mas Diki juga sejenak mendiamkan penisnya.

Tak ia gerakkan, memberiku kesempatan untuk mengambil nafas. Hingga beberapa waktu setelahnya kurasakan penis itu mulai ia gerakkan perlahan.

"Hhhhggghhhh.. Shhhh.."

Mulutku mendesis pelan di tengah nafasku yang masih tersengal-sengal. Penis gelap itu walaupun digerakkan perlahan menggesek-gesek rongga anusku, memberikan lecutan sensasi akibat makin sensitifnya anusku. Mas Diki kemudian sedikit memajukan badannya.

"Mbah Muji kayaknya seneng tuh pas lagi liatin kamu,Dek.. Kontholnya ngaceng.." kata Mas Diki.

Aku memang bisa melihat celana yang dipakai Mbah Muji itu menggembung. Seolah bagian itu tersesaki oleh isinya yang mulai menegang. Bahkan aku yang memandangi area selangkangan kakek-kakek itu sedikit banyak membantuku meraih orgasmeku barusan.

"Mbah, celananya lepas aja.. Kayaknya ada yang nggak betah tu di dalem.." kata Mas Diki yang sontak mengagetkanku.

"Shhh.. Ehhh.. Mass.." kataku yang seolah protes sambil sedikit menoleh. Meskipun aku masih tak sepenuhnya bertenaga untuk berargumen dengan Mas Diki.

"Eh, iya Nang.. Ayu tenan e ternyata Nduk Sella ini kalau cadarnya dilepas.." jawab Mbah Muji.

Matanya kemudian memandangi wajahku sambil memuji wajah cantikku ini. Sejak kemarin aku tiba disini, Mbah Muji memang belum pernah melihat wajahku sebelumnya yang tanpa memakai cadar. Untuk sesaat mata kami saling beradu pandang.

Kulihat muka Mbah Muji agak memerah, mungkin menahan rasa terangsangnya sedari tadi. Aku jadi lupa kalau tadi aku hendak protes ke Mas Diki. Dan di seberangku, kulihat Mbah Muji sedikit mengangkat duduknya kemudian melepas turun celananya.

Dibalik celana itu, ternyata Mbah Muji tak mengenakan dalaman lagi. Dan rasa penasaranku akan batangnya yang membuatku klimaks tadipun terbayarkan, saat kulihat penisnya yang tak kalah besar dari milik Mas Diki.

Dari belakang, kurasakan Mas Diki mulai menggerakkan penisnya maju mundur kembali di dalam anusku.

"Ssssshhhhh.. hoouuuhhh.."

Mulutkupun mulai mendesah perlahan. Anusku yang tak henti-hentinya dimasuki penisnya itu kini makin sensitif setelah orgasmeku tadi. Gesekan pelan penisnya itu kembali membuatku terbuai birahiku sendiri. Mataku masih menghadap selangkangan Mbah Muji.

Kulihat penis sang kakek yang perlahan mulai menegang menyaksikan aksi mesum di depannya ini. Samar-samar kulihat bulu-bulu lebat mengelilingi batang itu, dan sebagiannya telah nampak memutih dimakan usia meskipun batangnya sendiri masih nampak kencang.

Mbah Muji seolah sudah merasa nyaman, kemudian menggunakan tangannya sendiri untuk mengocok penisnya. Sambil melihatku di seberangnya ini yang sedang terdorong-dorong ke depan akibat sodokan penis Mas Diki yang lambat laun semakin kencang.

"Ssshhhhh.. Hhhheegghhh.. Mmmassshhh.. Houuhhhhhhh.."

Desahanku makin berbunyi seiring nafsu yang mulai membakar kembali tubuhku meskipun belum lama tadi aku sudah orgasme. Lagi-lagi syahwat perlahan mengambil alih akal sehatku.

Dari belakang, kurasakan Mas Diki memajukan tangannya sebatas pundakku. Jilbab syar'iku yang menjuntai ini kemudian ia singkap melewati pundakku. Seketika itu juga tetekku yang meskipun masih tertutup bra, namun tak bisa menyembunyikan indahnya ayunan melon kembarku ini seiring sodokan Mas Diki yang makin cepat.

Splookk..Splookkk.. Sploookkkk..

"Hsssshhhhh.. Mmmfffhhhhhh.. Hoouuuuhhh.."

Mataku merem melek menemani mulutku yang tak henti mendesah. Sesekali kulihat Mbah Muji makin semangat mengocok penisnya sendiri. Tetekku yang menggantung dan berayun indah ini tentunya menambah rangsangan baginya hingga penis itu nampak makin tegang.

Mas Diki kemudian menggunakan tangannya untuk melepas kait bra ku di punggungku. Syahwat yang sudah mendominasiku seolah membuatku rela dan mengijinkan aksinya itu.

"Sssshh.. Kok dilepas sihh, Mmasshh.. ouuhh.." desahku

Aku seharusnya tak membiarkan saat braku yang sebagai pelindung terakhir aset kewanitasnku ini dilepas, apalagi ada orang asing yang sedang melihat persetubuhan kami di depanku itu. Namun kini membiarkan saja saat lelaki di belakangku yang sedang menggenjot anusku ini kian menelanjangiku.

Seketika itu juga tetekku kurasakan seolah terbebas dari sarangnya. Bra ku yang langsung jatuh itu, dibarengi dengan sodokan penis Mas Diki yang makin kencang dari belakangku, membuat tetekku menggantung tergoncang-goncang seirama
dengan pompaan pinggul Mas Diki.

ME80QY_o.gif


Mas Diki membiarkan melon kembarku ini berayun-ayun, tak memainkannya. Seolah ia memang sengaja menelanjangi aset sempurna milikku itu untuk dipamerkan kepada Mbah Muji. Aku yang sedang dalam kondisi penuh birahi inipun membiarkannya saja.

Peluh terus mengucur, membasahi seluruh tubuhku seiring akalku yang makin hilang entah kemana, berganti nafsu syahwat saat disetubuhi di lubang duburku oleh lelaki non mahromku sembari disaksikan oleh lelaki yang juga baru aku kenal.

"Sssshhhh.. Eemmmmppphhhh.. Uunnggghhhhhhh.. Mmhaass.." desahku.

Mas Diki lalu mengendurkan tempo genjotannya dari belakang. Aku yang sedang terangsang hebat ini lalu sempat bertanya-tanya ada apa gerangan. Dan kemudian Mas Diki kembali berbisik..

"Dek, kamu mau bantuin Mbah Muji, nggak?" bisiknya di telingaku.

"Hhhggh.. Shh.. Mbantuin gimana, Mas?" tanyaku setengah sadar.

"Kamu bantuin dia keluar pakai bibirmu.." katanya yang bagai shock therapy buatku.

"Eh.. nggak mau ah, Mas.." balasku cepat, "Dia bukan siapa-siapaku.."

"Lha aku kan juga bukan siapa-siapamu.. Tapi sekarang aku ngentotin silitmu.." kata Mas Diki diiringi dengan sodokan penisnya yang sekali menyentak dengan keras menghujam anusku makin dalam.

"Hssshhh.. Hmmmffhhh.." desahku seketika.

"Lagian, Beliau udah sepuh.. Kamu cium-ciumin kontolnya aja pasti cepet keluarnya.." katanya, "Kasihan dia, Nggak pernah sama perempuan cantik dan seksi kaya kamu, Dek.." lanjut Mas Diki diikuti rayuan dan pujiannya di saat aku terangsang seperti ini.

Aku diam tak menjawab. Otakku kini dipenuhi libido yang membara. Mas Diki makin intens menggenjot kembali pantatku setelah tadi ia pelankan. Seolah ia sengaja menaikturunkan nafsuku untuk memenuhi keinginannya.

"Mbah.." kata Mas Diki berucap ke Mbah Muji, "Daripada ngocok sendiri gitu.. Sini, mau dibantuin Sella nih biar cepet keluar.."

Mas Diki yang mendapati bimbangnya diriku, lalu dengan lantangnya mengajak Mbah Muji untuk seolah menikmati tubuhku tanpa sepersetujuanku. Yang kemudian diikuti dengan Mbah Muji yang berdiri dan sedikit mendekat ke arah sofa tempat peraduan pantatku dan penis Mas Diki.

"Tenanan iki, Nang?.. Boleh ini, Nduk?" tanya Mbah Muji.

Meskipun sopan dengan pertanyaannya, namun lelaki tetaplah lelaki berapapun usianya. Mbah Muji mendekat dengan muka sangenya itu. Aku saat ini sejujurnya masih terangsang hebat oleh rojokan demi rojokan penis keras Mas Diki di rongga anusku. Sedikit kuabaikan respon Mbah Muji itu.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkk..

"Urrrgggghhh.. Kamu ditanya lho itu, Yang.." kata Mas Diki setengah mengerang yang tanpa menghentikan genjotannya dari belakang.

"Beneran boleh ini, Nduk?" Tanya Mbah Muji lagi.

Posisinya makin mendekat, dan bisa kulihat wajahnya yang tadinya polos dengan keriput-keriput di sekitarnya itu kini berubah berhias kemesuman. Aku lalu dengan reflek, hanya menganggukkan kepalaku sebagai tanda setuju. Meski mulutku tak berani berucap, namun cukup bagi Mbah Muji untuk menganggapnya sebagai tanda persetujuan dariku.

Aku yang kini adalah sepenuhnya syaiton biadab yang membakar tubuhku dengan bara birahi. Hingga aku menafikan semua materi pengajianku yang menyoal perbedaan halal dan haram, ketika kini aku mengiyakan tubuhku dijadikan objek pemuas nafsu oleh lelaki yang lain lagi.

Mbah Muji pun mendekatkan selangkangannya ke wajahku. Seketika itu juga bau keringat bercampur bau kemaluan lelaki langsung menyeruak. Tipikal bau asam selangkangan yang jarang dibersihkan. Berbeda dengan milik Mas Diki yang walaupun hitam dan kurus, namun Mas Diki merawat kebersihan organ lelakinya itu.

Ya tuhan, kenapa aku membandingkan penis di depanku ini dengan penis Mas Diki? Apakah aku sudah tergila-gila dengan penis Mas Diki yang kini makin jauh menembus anusku itu? Di tengah kecamuk pikiranku itu, Mbah Muji kini menempelkan penisnya di wajahku sambil tetap mengocok penisnya.

Splookk.. Splooookkkkk..Sploookkkkkkkk..

"Oouuhhh.. Ssshhhh..Aaaahhh..Mmmhaass.. Pee.. Laann.. oohh.." desahku.

Mas Diki kembali menggempur pantatku makin liar saat ada penis lain yang menempel di wajahku. Lagi-lagi sensasi nyeri yang bercampur nikmat melanda tubuhku, makin membakar birahiku.

Mbah Muji kemudian mengambil ujung jilbab syar'iku yang mulai sedikit menjuntai kembali. Ia gunakan satu sisi jilbabku untuk membungkus batang penis gelapnya itu. Kemudian ia kembali mengocok penisnya yang terselimuti kain jilbabku.

"Urrgghh.." erang Mbah Muji, "Nduk Sella cantik banget kudungan gitu.. Urrrgggghh.."

Saat kulirik ke atas, ekspresi nya memancarkan kenikmatan. Penis itu ia kocok makin cepat menggunakan jilbabku di depan wajahku. Kulihat dari ujung lubang kencingnya keluar lendir bening. Precum yang keluar itu entah mengapa malah membuatku semakin bergairah. Jilbabku sedikit mulai basah akibat precumnya itu.

"Shhhhh..Hmmmfffhhh.." mulutku mendesah makin kencang seiring Mas Diki yang masih menggenjotku dengan kencang pula.

Entah dorongan dari mana, penis keriput di depanku itu seolah memangil-manggilku dan akupun menempelkan bibirku saat tubuhku terdorong-dorong semakin ke depan seperti ini.

"Hhoogghh.." erang Mbah Muji seketika saat mulutku ini menempel ke penisnya.

Atau tepatnya bibirku yang seksi dan sensual ini mulai menciumi penisnya. Penis itu seketika pula nampak makin menegang meskipun dengan usia senjanya. Ditambah dorongan dari belakangku yang semakin brutal oleh Mas Diki membauat wajahku mau tak mau makin menempel juga ke penis Mbah Muji.

Splookk.. Splookkk.. Sploookkkkk..

Mas Diki semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur.

"Shhhhh.. Ahhhhh... Oooohhh.. Pee.. Lannn, Maassshh.. Daleemmm ba.. ngett.. pantatku.. Oohhhhh.."

Mulutku meracau apa saja yang bisa kuutarakan. Mas Diki memaju-mundurkan penisnya tak henti-hentinya.

"Ahhh.. Ehhhmmmpphh.. Ahhhh.. Haahhh.. Hmmmmhh.. " desahku yang kadang tertahan saat mulutku menempel selangkangan Mbah Muji di hadapanku.

"Eh, kamu masukin ke pantatnya itu, Nang?" tanya Mbah Muji ke Mas Diki.

"Iya, Mbah.. Uuurrgggghhh.. Aku dah janji ngak ngentotin memeknya.. Tapi lubang lain boleh aku nikmatin.. Hhgghh.. Iya kan,Dek?.." tanya Mas Diki.

"Ooo.. kerudungan tapi kok nakal ya Nduk Sella ini? Uurrgghhh.." tanya Mbah Muji juga.

Pertanyaan retorisnya tidak kujawab. Genjotan kencang Mas Diki yang menggempur pantatku itu menghilangkan akal sehatku dan membuat mulutku mengeluarkan desahan demi desahan.

Sesekali sentakan pinggulnya ia lakukan lebih kencang daripada sentakannya yang lain, membuatku makin terdorong ke depan dan menjerit kecil. Dan ketika menjerit itu, penis Mbah Muji di depanku ini masuk ke dalam celah bibirku.
Dan hal itu dimanfaatkan Mbah Muji untuk berani lebih dalam memasukkan penisnya ke dalam mulutku. Apalagi tubuhku yang tersentak-sentak akibat semakin cepatnya gerakan Mas Diki ini membuatku tak punya pilihan lain selain maju menempel ke selangkangan Mbah Muji.

Semakin tubuhku tergoncang maju, semakin dalam penis Mbah Muji perlahan membelah bibirku. Mas Diki sepertinya sengaja mendorong tubuhku agar bibir ******* ini juga menikmati batang Mbah Muji. Mulutku harus kubuka ekstra lebar untuk bisa memasukkan penis dengan ukuran di atas standar milik sang Kakek ini.

Splokk.. Splookkk.. Splooookkkkk..

"Hhhggghhhh.. Hmmmfffhhhh.. Hhhhhhhgghhhh.."

Mulutku mendesah tertahan. Aku lagi-lagi merasakan gelombang klimaksku mulai menghampiri. Sensasi dua lubangku yang digarap berbarengan ini entah mengapa membakar birahiku. Mas Diki dengan alur permainannya itu mampu membuatku menikmati ini semua tanpa ada paksaan seperti lelaki lain yang pernah menodai tubuhku.

Hingga akupun bisa menikmati anal seks dan satu penis keras lagi tertelan perlahan hilang di wajahku. Anusku digenjot oleh penis besar Mas Diki, sementara mulutku mulai menelan penis Mbah Muji semakin dalam. Sodokan demi sodokan di anusku dari belakang, membuat penis Mbah Muji tertelan makin masuk hilang dalam mulutku.

"Hoooohhh.. Enak banget sedotannya.." erang Mbah Muji, "Ndak nyangka perempuan cantik kaya Nduk Sella ini mau ngemut kontolnya Mbah.. Huuurggghhh.."

Aku tak tau sejak kapan aku mulai menyedot batang hitam di mulutku ini. Aku yang di ambang klimaks ini merespon dengan bibirku yang secara spontan-nya menghisap-hisap penis Mbah Muji. Saat penis itu tertarik sebatas kepala jamurnya saja, kusedot kuat batang kelelakiannya itu hingga pipiku menciut mengempot.

"Uurrggghhh.. Pakai kerudung gede, tapi jago banget ngemut kontholnya.. Urrghhh.." erang Mbah Muji lagi.

Mas Diki dari belakang semakin liar menggarap lubang anusku. Bisa kurasakan batang penisnya itu seolah makin menegang dan mengeras. Ujung kepala jamurnya membuka semakin lebar anusku hingga sodokan demi sodokannya menusuk semakin dalam. Ragaku dilanda puncak kenikmatannya.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk..

"Hhhhhggggghhh.. Eemmmmmppphhhh... Hhhhhhmmmmmmmmmmpppppppphhhhhhhh.."

Crrtttt..Crrrtttt.. Crrrttttttt..

Tubuhku tersentak-sentak saat orgasme lagi-lagi tak mampu kubendung. Aku hampir-hampir menjerit jika tak ada penis yang menyumpal mulutku.

"Urrrggghhh... Aku keluar juga, Dek.. Urrrgghhhh.. Terima pejuhku nih Ukhti Lonthee.. Urrrgghhhh.." erang Mas Diki yang langsung mencabut penisnya dari anusku.

Crott.. Croottt.. Croottttt..

Sperma kentalnya itu menyembur membasahi pinggulku sampai sebatas punggungku. Aku bisa merasakan cairan hangat itu meleleh menjadi saksi bisu tubuhku yang klimaks kesekian kalinya di pagi ini, di rumah pinggir pantai ini.

Mbah Muji lalu melepas penisnya dari mulutku, memberikanku ruang untuk bernafas setelah beberapa waktu sebelumnya kurasakan sesaknya tubuhku digarap dua penis yang kebetulan sama hitamnya dan mirip ukurannya.

"Ffuaahhh.. Hossshh.. Hossshhh.."

Nafasku tersengal-sengal sembari tubuhku yang kududukkan di sofa ini. Tubuhku kusandarkan di sofa hitam yang kental akan aroma sperma setelah semalaman juga sofa ini menjadi saksi bisu pergulatan terlarang antara tubuhku dan batang penis Mas Diki.

Entah sejak kapan, kurasakan tubuhku diapit dua sosok badan lelaki. Mas Diki dan Mbah Muji duduk mengapitku di kanan dan kiriku. Aku yang memejamkan mata sejenak beberapa saat tadi, tentunya tak lagi bisa memedulikan itu. Dan di waktu yang bersamaan juga, kedua tanganku diarahkan menuju selangkangan Mas Diki dan Muji.

Dengan mata setengah layu ini, otakku langsung bisa menerka bahwa tanganku masing-masing sedang memegang penis kedua lelaki ini. Bedanya penis Mas Diki baru saja memuntahkan isinya, sementara penis Mbah Muji yang meski keriput namun masih terasa keras dan hangat.

"Kocokin konthol kita, Dek.." kata Mas Diki setengah membisik di telinga kananku.

Aku yang lelah dihajar bertubi-tubi badai klimaks ini seolah masih di bawah kendali setan syahwatku dan kemudian menggerakkan tanganku meremas-remas dua batang di kanan dan kiriku ini bersamaan, meskipun mataku masih setengah terpejam kelelahan.

"Huuurrgggghh.. Alus tenan tanganne Nduk.." erang Mbah Muji.

Pujiannya yang kesekian kalinya atas tubuhku itu membuatku sedikit tersenyum kecil. Tanganku makin aktif meremas penis kerasnya di sisi kiriku itu. Sementara di kananku, penis Mas Diki mengeluarkan sisa-sisa spermanya dari ujung lubang kencingnya yang membasahi jemari lentikku.

Aku kini benar-benar seperti pelacur, saat kedua tanganku dengan sendirinya mengocok penis milik lelaki yang tak punya hubungan sah di depan ikatan imanku ini. Tanganku naik turun seolah gemas akan batang lelaki ini. Parahnya lagi, aku masih memakai jilbabku yang seharusnya kujadikan penutup aurotku, namun kini menjadi hiasan kemesuman dari sesosok akhwat.

Kajian dan tausyiah yang rutin aku ikuti dan tak pernah absen kuhadiri seolah hilang tak membekas seiring jiwa ragaku yang terjun makin dalam ke lubang kenistaan syahwat hingga tubuhku mau melayani dua lelaki ini sampai-sampai membawaku ke gerbang klimaksku barusan.

Mas Diki lalu membimbing tubuhku untuk turun dari sofa. Akupun mengikuti arahan tangannya itu, hingga kini aku berlutut di depan sofa menghadap kedua lelaki yang masih duduk di sofa. Wajahku berada di antara tubuh dua lelaki yang jauh selisih umurnya itu, sejajar dengan paha mereka.

Mas Diki lalu menuntun tanganku kembali ke dua penis itu. Dan sedetik kemudian, tanganku kembali mengocok dua rudal hitam itu. Menyaksikan dua penis gelap itu, entah bagaimana bisa, membuat nafsuku mulai tersulut. Seolah ada yang menggelitik birahiku.

ME80R6_o.gif


Tanganku pun semakin intens naik turun di dua batang itu.

"Bersihin pakai mulutmu dong, Dek.." pinta Mas Diki.

Kulihat spermanya masih sedikit-sedikit keluar dari ujung lubang kencingnya, yang lagi-lagi makin membuatku bernafsu. Aku yang lelah ini, seolah menemukan sisa energiku, dan mendekatkan wajah sayuku menuju selangkangan Mas Diki. Kujulurkan lidahku dan batang itu mulai merasakan basahnya lidahku ini.

"Sslllrrrpp.."

Penis itu masih sesekali berkedut mengeluarkan tetes-tetes terakhir cairan kentalnya, yang kemudian bercampur dengan liur dari sapuan lidahku. Aku basahi penis yang sebetulnya sudah basah itu. Lidahku kembali mengecap rasa anyir.

Rasa dari lubang anusku sendiri kurasakan di lidahku lagi. Sejak kemarin Mas Diki berulang kali meminta mulutku membersihkan penisnya yang baru saja masuk ke anusku. Awalnya aku selalu menolak, namun usahanya yang tak kenal henti membuatku mau saja melakukan itu.

Dan kini, batang yang baru saja menggempur anusku itu sedang aku jilat-jilat. Lidahku menyapu setiap jengkal penis gelap paling berurat yang pernah kutemui. Di tangan kananku, aku masih mengocok penis Mbah Muji.

Mbah Muji sepertinya ikut terangsang saat menyaksikan lidahku menyervis batang Mas Diki. Penis kakek-kakek itu kurasakan berkedut-kedut di halusnya telapak tanganku. Tanganku pun makin cepat naik turun menggenggam batang yang juga hitam itu.

"Gantian, Dek.. Emut punya Mbah Muji juga.." kata Mas Diki.

Dan akupun menuruti perintahnya layaknya budaknya. Kupindahkan wajahku ke selangkangan Mbah Muji di sebelah kanan. Kujulurkan lidahku untuk mulai menjilati penisnya. Berbeda dengan penis Mas Diki yang sudah klimaks, penis Mbah Muji yang masih keras itu terasa hangat di lidahku.

Sllrrpp..Slllrrpppp..

Sambil kujilati penis Mbah Muji, tangan kiriku kugunakan berganti mengocok penis Mas Diki. Mulutkupun kemudian mulai memasukkan penis Mbah Muji membelah bibir *******.

"Urrrgggghhh.." erang Mbah Muji.

Kulakukan empotan mau yang merupakan keahlianku di penisnya itu sampai membuat pantat Mbah Muji menggelinjang.

"Hehehe.. Manteb mboten seponganne, Mbah?" kata Mas Diki ke Mbah Muji.

Yang dijawab Mbah Muji dengan acungan jempol saja. Penisnya yang kuhisap kuat-kuat itu membuatnya menyandar menikmati servis bibir sensualku. Kepalaku kemudian mulai kunaikturunkan di penisnya.

Clooppp.. Cllooppp.. Clloooppp..

Hingga sekian lama kuoral, namun penis Mbah Muji masih belum menunjukkan tanda garis finishnya. Mas Diki lalu kembali meminta jatah mulutku lagi. Aku lalu melepas penis Mbah Muji dari mulutku. Kupindahkan wajahku ke selangkangan Mas Diki.

Tangan kananku bergantian menservis penis Mbah Muji, sementara lidahku mulai menjilati penis Mas Diki, sebelum mulutku mulai memasukkan penis yang setengah tegang itu.

Clopp.. Clooppp.. Clooopppp..

Kepalaku kini naik turun di selangkangan Mas Diki seiring penisnya yang hilang tumbul ditelan bibirku. Sementara tangan kananku mengocok penis Mbah Muji yang kian menggeliat terangsang akibat penisnya yang digenggam halusnya tanganku.

Dan lalu, selama beberapa waktu, mereka berdua bergantian menerima servis mulut dan tanganku. Kedua penisnya sampai basah air liurku. Kepalaku juga seolah tak merasa lelah bergantian bergeser ke kanan dan ke kiri seperti ini, ditambah tanganku yang juga non stop mengocoki bergantian penis yang sedang tidak menerima servis bibir *******.

Jilbab syar'i yang mmembalut wajah cantikku yang sesekali menjuntai turun ini juga dibetulkan oleh Mas Diki, sehingga tak mengganggu aktivitas tangan dan mulutku.

Cloopp.. Clloooppp..Cllooopppp..

Kini tanganku sedang mengocok penis Mas Diki yang sudah kembali menegang. Sementara mulutku naik turun di selangkangan Mbah Muji. Penis keras itu tak juga menyerah. Masih keras meski dengan kulit penisnya yang mulai mengeriput. Sperma nya tak kunjung keluar meski dengan empotan maut milikku.

Malah yang kurasakan di mulutku, kalau penis Mbah Muji kian menegang dan mengeras, seolah menantang mulutku untuk melayaninya dengan ekstra.

"Dek, kamu bantuin Mbah Muji pakai pantatmu aja?.." kata Mas Diki tiba-tiba.

"Eh, enggak ah.." kataku merespon saat penis Mbah Muji keluar dari mulutku.

"Hehe.. Maksudku biar ini semua cepet selesai.. Kasihan itu Mbah Muji masih ngaceng gitu.." kata Mas Diki.

Aku diam tak merespon.

"Kan memekmu nggak boleh dipakai, jadi anusmu aja.. Sekarang kan lubang anusmu dah biasa sama kontholku.. Dan konthol Mbah Muji juga nggak lebih besar dari kontholku kok.." lanjut Mas Diki

Aku yang masih berlutut di karpet ruang tengah ini masih diam tak menjawabnya.

"Sini kamunya, Dek.."

Mas Diki lalu menarik tubuhku perlahan hingga aku dibimbingnya untuk berdiri.

"Biar kamu yang di atas ya.." lanjutnya "Kalau kamu nggak kuat dan nggak mau, ya udah nggak usah dilanjutin.."

Badanku diarahkan mendekat menuju Mbah Muji.

"Kasihan kan Mbah Muji sudah sepuh.. Kamu yang masih muda yang gerak di atasnya aja.." lanjut Mas Diki sambil menyunggingkan senyum mesumnya.

"Hehe.. Kamu dah becek gini.." kata Mas Diki.

Tangannya kurasakan menyentuh vaginaku dan menggesek-gesek belahan bibir kemaluanku itu.

"Ssshhh.. Mmmhhass.." desahku.

Memang benar bahwa vaginaku telah becek. Menservis dua batang yang sudah sama-sama mengeras itu membangkitkan gairahku sedikit demi sedkit, hingga lendir kenikmatan pun mulai menyeruak keluar dari celah liang peranakanku.

Aku pasrah saat Mas Diki mengarahkan tubuhku mengikuti keinginannya, hingga kini kudapati tubuhku berada di pangkuan Mbah Muji. Selangkanganku tepat berada di atas pahanya dengan badanku menghadap badan Mbah Muji. Tangan Mbah Muji kemudian memegang pinggulku, membuat badanku semakin dekat dengan badannya.

"Uhhhmmm.. Wangi banget keringetnya Nduk Sella ini.." kata Mbah Muji.

Pujiannya itu lagi-lagi membuat pipiku tersipu malu. Belum pernah ada sepertinya yang memuji keringatku. Walaupun mungkin itu gombalannya, namun yang namanya wanita tentunya tak menolak sekecil apapun pujian itu.

"Kamu tau harus apa kan, Dek.." kata Mas Diki yang kini berada di sampingku.

Aku lalu memegang batang penis Mbah Muji dengan satu tanganku. Pantatku perlahan kuturunkan mendekat ke selangkangannya. Kuarahkan penis itu tepat di lubang anusku.

"Sssshhhh.. Mmfffhhhh.. "

Sensasi ngilu yang menggelitik sekujur tubuhku kembali kurasakan ketika lubang anusku itu mulai terdesak oleh kepala jamur licin milik Mbah Muji.

"Hssshhh.. Hoouhhhh.."

Sambil kupejamkan mataku, pantatku mulai kuturunkan perlahan-lahan. Sesekali kutarik ke atas dan kuturunkan lagi. Lambat laun batang itu mulai masuk menembus anusku sedikit demi sedikit.

"Uurrrgggghhh.." erang Mbah Muji.

ME80RC_o.gif


"Houuhh.. Shhh.." desahku.

Sensasi kerasnya kemaluan lelaki yang menembus lubang pembuanganku itu membuat mataku mendelik dan mulutku mendesah kencang. Anusku yang sempit ini bisa merasakan penis Mbah Muji perlahan bergesekkan dengan sisi dalam rongga duburku.

Sekian kali penis Mas Diki menembus anusku, membuat anusku semakin sensitif. Sehingga aku bisa merasakan tekstur penis Mbah Muji yang berbeda yang kini mulai tertanam senti demi senti di anusku.

Pantatku semakin turun, membuat penis itu hilang tenggelam dalam tubuhku.

"Hooouuuhhhh.. Shhhhh..."

Aku sejenak mendiamkan pantatku saat kurasakan lubang pantatku kini terisi penuh penis gemuk Mbah Muji. Kedua tangan Mbah Muji yang kini memegangi pantatku itu beberapa waktu kemudian mulai menaikturunkan daging sekal putih milikku itu.

"Hssshhhh.. Emmmppphhhh.. Hhhoouuggghhh.."

Mulutku mendesah saat pantatku naik turun di atas penisnya. Batang keras yang dijepit kuat oleh otot rektumku ini seolah melekat pada tubuhku. Saat pantatku naik dan penisnya sebagian keluar, rasanya sebagian tubuhku juga ikut terbawa keluar.

Birahikupun terbakar bara syahwat semakin membara.

"Hhheegghhh.. Ahhhh.. Hhssshhh.." Desahku.

Mbah Muji terus menggerakkan pantatku naik turun. Tubuhku pun lambat laun mulai terguncang-guncang hebat, dan lambat laun juga pantatku kini kugerakkan sendiri menelan penis keras Mbah Muji di anusku.

Splokk.. Splookkk.. Splookkk..

Pantatku beradu dengan paha Mbah Muji. Peluh semakin deras mengucur dari pori-pori kulit putihku. Jilbabku yang sesekali menjuntai ini menutupi tetekku yang ikut terguncang-guncang juga naik turun. Mas Diki kemudian kulihat bangkit dari sofa.

Dari belakangku, Mas Diki membetulkan jilbabku agar terpasang membalut wajahku. Mas Diki nampak begitu memperhatikan jilbabku ini seolah tak ingin jilbab yang aku pakai ini terlepas. Kini tetekku terekspos. Mbah Muji seketika melotot memandangi daging putih besar di dadaku ini naik turun seiring gerakan tubuhku.

"Ssshhh.. Hmmmfffhhhh.. Hoouuuhhhh.." desahku.

Aku sesekali melirik ke belakang, dan kulihat Mas Diki mengocok penisnya sendiri sambil memandangi tubuhku yang sedang menggilas penis Mbah Muji.

"Nggak dapet tempiknya Nduk Sella, tapi ternyata lubang pantatnya seenak ini ya.. Uurrgghhh.. Mimpi apa Mbah semalam.." racau Mbah Muji.

Mbah Muji kemudian sedikit merebahkan dirinya hingga posisinya semakin tertidur. Sementara aku masih duduk tegak di selangkangannya. Bisa kurasakan penis keras kakek-kakek itu makin dalam merojok-rojok anusku.

Splookk..Splookkk.. Splookkkk..

Mbah Muji kemudian menjulurkan tangannya menuju vaginaku, dan sekejap kemudian tangannya ia gunakan untuk bermain-main di liang peranakanku itu.

"Hhheeggghhhh.. Aahhh.. Ooohhhhh.. Ssssshhhh.."

Aku mendesah makin kencang, saat jari-jemari keriput Mbah Muji itu menggesek-gesek vaginaku. Kelentitku dia main-mainkan juga, dan bahkan sesekali ia tarik maju. Membuat pantatku makin belingsatan.

ME80RD_o.gif


Gerakan pantatku kini semakin liar. Selain naik turun, aku juga melakukan goyangan-goyangan di atas selangkangan Mbah Muji. Pantatku bergerak ke kanan dan ke kiri, maju mundur menguleg penisnya. Kurasakan penis itu semakin jauh menjelajah rongga anusku.

Cpekk.. Cpeekk. Cpeeekkkk..

Tangan kasar Mbah Muji itu seolah menemukan mainan baru saat dengan cepatnya jemarinya mengobel-ngobel vaginaku. Aku tak bisa merespon apapun selain berteriak dalam desahanku.

"Urrgghhh.. Nduk Sella Ini ternyata nakal ya walaupun sudah bersuami.." kata Mbah Muji yang mendapati pantatku sedang liar dan binal bergoyang di atas penisnya.

"Haha.. Ukhti binal ini nggak bisa puas cuma dari satu konthol aja, Mbah.. Makanya sekarang kita bantuin Sella memenuhi kebutuhannya.." ejek Mas Diki yang hanya kudengar suaranya itu.

Lagi-lagi kata-katanya yang melecehkanku itu malah menambah gelitik birahi di dalam tubuhku. Seolah satu sisi diriku mengiyakan kata-katanya itu.

Dari belakang, kemudian Mas Diki mendorong tubuhku, hingga kini akupun semakin turun menunduk menuju badan Mbah Muji. Kurasakan penis Mas Diki sudah ia tempelkan di punggungku. Penisnya lalu lama-lama turun hingga menuju pantatku.

Aku yang sedang menggerakkan pantatku ini sempat bingung akan apa yang sedang dilakukan atau akan dilakukan Mas Diki itu. Dan hal selanjutnya sangatlah membuatku terhenyak. Mas Diki mengarahkan penisnya di lubang anusku juga yang sedang tersumpal penis Mbah Muji.

"Aiiiihhh.. Mass.. Ngapaiiinnn..!!!" jeritku.

Aku mengerang kesakitan saat Mas Diki berusaha memasukkan penisnya di lubang anusku. Lubang anusku yang sedang melar akibat penis Mbah Muji ini kini harus dipaksa untuk menerima penis kedua yang ukurannya sama gemuknya.

ME80RE_o.gif


"Ouuuhhh.. Uddaahh.. Maasshh.. Jangan gilaa.. Nggak muat pantatku, Mmasshh.." kataku mengerang seketika.

Aku benar-benar merasakan kesakitan, bukan lagi kenikmatan seperti sebelumnya. Mungkin inilah batas elastisitas otot rektumku, hingga matakupun mulai mengembang berkaca-kaca menahan perih.

Beruntungnya, Mas Diki menuruti rengekanku itu. Usahanya ia hentikan dan ia kemudian memundurkan badannya. Aku lega seketika dan lalu mengambil nafas panjang. Mas Diki kemudian duduk di sofa di samping Mbah Muji. Mas Diki memilih duduk dan menikmati sisi tubuhku yang lain. Tanganku lalu ia gerakkan menuju penisnya yang keras.

Seolah meminta tanganku untuk menservis penisnya, akupun mulai mengocok penis berurat itu dengan tangan halusku. Ini setidaknya lebih normal daripada dua penis yang harus masuk ke lubang pantatku secara bersamaan. Mbah Muji kembali menggerakkan pantatku untuk melanjutkan goyangan pantatku setelah tadi sempat terhenti sejenak.

"Ssshhhhh.. Hoouhhhh..Mmfffhhh.." mulutku kembali mengeluarkan desahannya.

Splookk.. Splookkk.. Splookkk..

Mataku terpejam menikmati birahi yang menderaku kembali. Pantatku bergoyang makin liar di atas selangkangan Mbah Muji. Tiba-tiba kurasakan bibirku dikulum seketika, dan ketika kubuka mata, Mbah Muji ternyata memajukan badannya dan mencumbuku.

Aku yang sudah di batas bawah palung syahwat ini dengan refleksnya membalas ciumannya itu. Bibir hitam dengan keriput di sana-sini itu tak sungkan-sungkannya aku kulum balik. Dan ketika lidahnya masuk ke dalam mulutku, kubalas juga dengan lidahku yang bermain di dalam mulutnya yang sudah ompong dan hanya menyisakan beberapa gigi saja.

Ccppphhhh.. Smooocchh.. Slllrrppp..

Ciuman kami semakin panas saja seiring goyangan pantatku yang juga semakin liar mengulek penisnya dengan sempit dan legitnya lubang anusku. Aku larut dalam permainan birahi penuh dosa dengan lelaki yang lebih cocok sebagai ayahku ini. Aku bahkan melupakan Mas Diki yang seharusnya kukocok penisnya dengan tanganku.

Namun Mas Diki sepertinya maklum, dan membiarkan Mbah Muji memiliki tubuhku sepenuhnya untuk saat ini. Hingga beberapa waktu selanjutnya, air liur yang saling tertukar antara bibirku dan bibir Mbah Muji ini semakin banyak keluar dan menetes.

Splookk.. Splookkk.. Splookkkkk..

"Hmmmhh.. Cccppphh.. HHhgggghhhhh.."

Desahanku tertahan oleh mulut Mbah Muji yang menempel di mulutku ini. Di bawah sana, penisnya yang walaupun berusia senja, namun masih gagah mengobrak-abrik anusku. Aku sendiri dalam hati terheran-heran akan staminanya yang tak habis-habis.

Sempitnya anusku ini tak juga membuat pertahanan penisnya itu menunjukkan tanda-tanda finishnya.

Splookkk.. Splookk.. Sploookkkk..

Hingga beberapa waktu kemudian, Mbah Muji merubah posisinya. Ia ingin menyetubuhi anusku dari belakang. Aku yang sudah sepenuhnya berada dalam kendali nafsu syahwat ini lalu mengikuti permintaannya itu.

Aku memosisikan tubuhku berdiri agak menunduk di depan sofa, menungging menghadap sofa dan tanganku berpegangan di ujung sofa hitam ini. Mbah Muji yang sudah berada di belakangku tak ambil waktu lama dan segera menghunuskan kembali penis tegangnya itu membelah lagi sempitnya anusku.

"Hooouuuuhh.. Mbbaahhh.. Pe.. laann.." desahku.

Mbah Muji makin dalam memasukkan penisnya yang langsung membuatku menjerit-jerit.

"Ooooohhh.. Aaahhhhhh.. Sshhhh.."

Mas Diki lalu memosisikan dirinya duduk di sofa tepat di depanku. Wajahku yang tepat di atas selangkangannya ini lalu dia tekan turun. Dan penis gelap penuh urat itupun mulai masuk membelah bibir *******. Jadilah kini dua lubangku kembali digarap bersamaan oleh dua penis hitam dan gemuk ini.

Seorang akhwat yang tak pernah luput mengikuti taklim ini kini dengan penuh birahi melayani dua lelaki bukan mahromnya ini, dengan masih mengenakan jilbabnya sebagai identitasnya sebagai seorang akhwat, atau tepatnya sebagai hiasan karena fetish menggarap seorang akhwat adalah sesuatu yang luar biasa liar.

ME80VI_o.gif


Clopp. Clooppp..Cloppp..

Kepalaku naik turun di selangkangan Mas Diki, membuat penisnya timbul tenggelam di dalam bibirku, sementara tubuhku tergoncang-goncang maju mundur akibat sodokan penis Mbah Muji yang juga makin liar.

Mas Diki kemudian makin memajukan badannya. Ia kini memintaku menservis batang lelakinya itu menggunakan tetekku. Bagai pembantu terhadap majikannya, aku lalu mengarahkan penis itu tepat di belahan tetekku, meski tidak mudah karena tubuhku terdorong-dorong dari belakang.

Mas Diki membetulkan jilbabku untuk kesekian kalinya, agar aku leluasa menjepit penisnya dengan semangka kembarku ini. Hingga tetekku mampu menimbun penisnya dan mulai kupijat-pijat tetekku sendiri.

"Ssssshhhh.. Emmppphhh..." mulutku mendesah sendiri membersamai remasan tanganku di tetekku.

"uuurggghhh.. Mbah Muji, njenengan harus nyobaik susunya nanti.. Wuennak tenan.." kata Mas Diki.

Aku yang mendengarnya seharusnya malu menyadari aku yang bukanlah siapa-siapa bagi mereka. Namun anehnya, kata-kata Mas Diki itu seolah malah membuatku semangat memijat-mijat penisnya dengan tetek gedeku ini.

ME80U2_o.gif


"Sshhhh... Hooouuhhhhh.." desahku.

Splookkk.. Sploookkk.. Sploookkk..

Tubuhku terayun-ayun hebat akibat sodokan-sodokan pinggul Mbah Muji.

"Ooohhh.. Aaahhh.. Mbaah Mujii.. kok belum keluar-keluar sih.." tanyaku sambil sedikit menoleh ke belakang.

Tiba-tiba, Mbah Muji memelankan genjotannya sebelum akhirnya benar-benar berhenti. Aku yang merasakan hampir sampai ini seketika menjadi kentang. Aku kecewa dan menyesal kenapa aku bertanya seperti itu. Mbah Muji malah kemudian mengeluarkan penisnya dari anusku. Huft..!

Mbah Muji lalu kudengar menarik nafas panjang-panjang. Apa yang dilakukannya itu? Apa mau istirahat? Wong keluar saja belum kok sudah istirahat.

"Anu, sebenernya sebelum kesini tadi saya dah keluar, Nduk.." kata Mbah Muji membuka suara, "Saya lihat semalem Nduk Sella seksi banget pas lagi kuda-kudaan.. Terus kebayang sampai tadi pagi pas saya mandi sambil ngocok konthol saya, eh lha kok keluar.. Jadi ya ini belum pengen keluar lagi e.."

Mbah Muji kemudian beranjak maju. Penisnya ia arahkan ke wajahku. Aku yang sudah sekian kali dinodai ini cukup tau keinginannya itu. Saat aku akan mengoral penisnya, tiba-tiba Mas Diki berbicara.

"Bentar dulu Mbah.." kata Mas Diki.





[Lanjut ke post selanjutnya..]
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd