Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
PART 14a
Tag: Peeping, NTR,





0e156f1370470342.jpg

Arsella Hasna Hilyani



b114831361800940.jpg

Fani


Langit kelabu menyelimuti kota ini, menambah redup jalanan yang kami lewati yang sudah tertutupi pepohonan besar di kanan dan kirinya ini. Meski pagi sudah mulai beranjak, namun langit yang barusaja menyudahi hujannya ini membuat mentari enggan berseri.

Aku duduk di kursi penumpang, di samping Fani yang sedang mengendarai mobilnya. Fani fokus mengemudikan mobilnya berlalu dari Masjid Kota tempat baru saja aku dan sahabatku ini mendengarkan kajian Ahad pagi yang diisi oleh Ustadzah Azizah.

Hari-hari ini adalah hari-hari terakhir Ustadzah di kota ini sebelum berpisah dengan kami untuk hijrah ke Solo, ikut suaminya. Aku, Fani, dan sahabatku yang lain pun serasa makin emosional saja menyadari Ustadzah kami yang sudah selama ini membimbingku dan teman-temanku harus pergi untuk entah berapa lama. Kamipun kini semakin sering memanfaatkan waktu bersama-sama, entah itu menghadiri kajian bareng, makan siang bareng, atau sekedar berkumpul bersama Ustadzah Azizah.

Meskipun nampak ceria, namun aku tau sahabat-sahabatku ini pasti sedih di dalam hati mereka, karena itu juga yang kini aku rasakan. Ustadzah Azizah merupakan sosok yang bisa kuajak bercerita dan berdiskusi segala hal tanpa ada yang kututup-tutupi. Entah dengan siapa nanti aku harus bercerita saat Ustadzah sudah tak lagi disini.

"Kak, besok pagi anterin ke Kotagede ya, mau ketemu penjahit langganannya Mama.." kata Fani tiba-tiba. Ucapannya itu memecah kesunyian di dalam mobilnya.

"Iyes, tuan Putri.." balasku.

"Hihi.. Kan aku yang nyetirin, Kak Sella lah yang tuan Putri.." kata Fani sambil menggembungkan pipinya.

Sudah beberapa hari ini aku menemani Fani lebih sering dari biasanya. Fani sudah mulai sibuk setelah kemarin ia menerima lamaran Mas Diki, dan kini ia sedang mempersiapkan semuanya. Dan sebagai Maid of Honor, tugasku kini menemani dan membantu Fani sebisaku mempersiapkan hari bahagianya.

"Kamu siap nanti Fan, kalau harus pisah sama mama papa mu?" tanyaku.

"Hehe.. Ya mau gimana lagi, Kak.. Harus siap dong.. Sekalian belajar mandiri kalau aku dah nggak di Jogja lagi nanti. Lagian, kan istri solehah harus taat sama suami.. kaya Kak Sella kan?.."

"Hehe.. iya.." balasku dengan senyum sedikit dipaksakan.

Di depan Fani, aku mungkin terlihat seperti yang ia katakan. Tapi aku sendiri tau kalau aku ini penuh dosa. Sudah berapa kali tubuhku dijamah oleh lelaki selain suamiku. Tapi parahnya, ternyata Mas Bagas juga memiliki hubungan lebih dengan Fani ini yang meskipun aku tak tau sejauh mana.

Aku sendiri belum tabayyun dengan Fani terkait video-video yang aku temukan di laptop Mas Bagas dan hape Fani beberapa waktu lalu itu. Aku tak ingin mengganggu masa bahagia Fani yang saat ini sedang kasmaran dengan semua persiapan pernikahannya. Aku berharap hubungan Mas Bagas dan Fani akan mereka akhiri sendiri tanpa aku harus memintanya, karena toh Fani sebentar lagi akan menikah dan pindah dari kota ini.

Disamping itu, aku yakin hubunganku dengan Fani pasti menjadi canggung jika aku menceritakan semuanya yang sudah kuketahui. Bisa-bisa, aku tak lagi sahabatan atau berteman dengan Fani lagi. Aku rasa aku belum siap jika harus kehilangan Fani sementara kini Ustadzah Azizah sudah mau pergi juga.

Aku butuh teman agar bisa membuatku waras di tengah semua kegaduhan batinku, dan Fani adalah sosok itu. Dialah yang terus memberiku semangat untuk ngaji, yang selalu menemaniku mengikuti talaqqi dan taklim. Dan aku butuh itu semua.

"Eh, rumahnya di sebelah mana, Kak?" tanya Fani.

Kami sudah hampir sampai di tempat yang hendak kami tuju. Setelah kajian dhuha tadi, aku dan Fani memang berencana mampir sebentar memberikan buah tangan ke sahabat lamaku yang kini kembali lagi tinggal di kota ini.

"Kayaknya di depan situ deh.." kataku.

Fani lalu memelankan laju mobil merahnya. Mata kami melihat ke kanan dan ke kiri mencari nomor rumah yang tertera di depan pagar-pagar ini.

"Pagar hijau, nomor 77.. Nah iya bener.." kataku saat menemukan ancer-ancer yang kami cari.

Fani lalu menepikan mobilnya. Aku dan Fani kemudian bergegas keluar dari mobil. Hari yang masih pagi, membuat lingkungan ini masih sepi, belum banyak orang lalu lalang. Kuucapkan salam, dan ketika mengetuk pintu pagar hijau yang terbuat dari besi ini, ternyata pagar ini tak terkunci dan daun pintunya terdorong ke arah dalam.

Aku ucap salam beberapa kali, namun tak ada jawaban dari dalam. Kalau pintunya terbuka seperti ini, harusnya ada orang di dalam kan. Namun kenapa tak ada jawaban juga? Saat aku akan mengambil hapeku untuk mencoba menelepon, kulihat Fani berlalu masuk ke dalam rumah ini.

"Eh, Fan.." sahutku,

Namun Fani terus berlalu masuk. Akupun akhirnya ikut juga masuk ke dalam halaman rumah ini, melewati pagar. Tak kusangka ternyata halaman rumah ini begitu rimbun. Mataku terkesima dengan banyaknya bunga yang bermekaran di pekarangan yang meski tak begitu luas, namun tertata banyak sekali macam-macam tanaman di sini. Sahabatku yang satu ini memang suka dengan tanaman sedari dulu.

Aku sempat mengagumi dan mendekat ke beberapa bunga anggrek yang tergantung indah di depanku, sebelum aku sadar kalau aku belumlah bertemu dengan tuan rumahnya langsung. Segera berlalu dari pekarangan ini, akupun naik menuju teras depan rumah ini.

'Fani kemana ya?' gumamku dalam hati menyadari Fani yang entah kemana.

Aku kembali mengucap salam saat aku telah menghampiri pintu depan rumah ini. Dan lagi-lagi tak ada jawaban dari dalam. Pintunya pun juga terkunci. Saat aku menoleh ke kanan, aku melihat jalan kecil di samping rumah ini. Aku menebak pasti Fani berlalu terlebih dahulu melewati jalan itu.

Dibatasi oleh tembok rumah, dan tembok pagar, aku berjalan melewati samping rumah ini. Ternyata cukup panjang juga ukuran rumahnya. Hingga aku bisa melihat Fani nampak sedang berjongkok di sisi belakang rumah ini. Langkahku kupercepat.

"Eh, Fan.. Ngapain kamu, kok ndodok?" kataku.

Aku bisa mendengar suara semacam desahan-desahan. Kutau itu bukan suara Fani, karena dari asal suaranya sepertinya dari dalam rumah namun bocor sampai halaman samping rumah ini.

"Sssst, Kak.. Liat tuhh.." kata Fani memberiku kode untuk berbisik-bisik saja. Sambil tangan Fani menunjuk jendela yang berada di depannya.

"Ngapain e, kok ngindik-ngindik gini.." tanyaku.

Fani tak menjawab dan kembali mengintip dari luar jendela ini. Aku yang lambat laun ikut penasaran pun mengikuti Fani, dan berjongkok di sebelah Fani. Ada gorden yang menutupi sebagian jendela ini dari dalam, tapi gorden ini sedang terangkat sebagian membuat kami bisa melihat jelas ke arah dalam rumah. Dan mataku langsung terbelalak kaget menyaksikan adegan yang berada di depanku.

Itu Nurul..!! Orang yang memang berencana kusambangi. Yang membuatku terhenyak adalah kini dia sedang bersetubuh dengan sesosok lelaki. Tubuh Nurul hampir telanjang dengan mengenakan selembar kain semacam lingerie serta berhias jilbab dan cadarnya. Posisi melihatku ada di sisi samping Nurul, sehingga aku bisa melihat jelas Nurul yang sedang wot di atas selangkangan si pria.


bdd3981370770240.jpg

Nurul

Yang membuatku makin kaget, lelaki yang sedang berada di bawah Nurul itu bukanlah suaminya, melainkan sosok lelaki gempal berbadan gelap yang pernah aku lihat di mall menggandeng Nurul saat beberapa waktu lalu aku ketemuan dengan Nurul.

Lelaki itu nampak keenakan berbaring di atas kasur di dalam kamar yang kutebak adalah kamar utama ruang ini, sementara di atas perutnya yang buncit itu sesosok akhwat sedang menaikturunkan pantatnya. Sekilas bisa kulihat penis gelap milik si lelaki keluar masuk di dalam vagina Nurul.

Nurul juga nampak keenakan dengan mata terpejamnya sambil mendongakkan kepalanya. Mulutnya yang meski tertutup cadar itu mengeluarkan desahan-desahan nyaring dan binal sampai-sampai terdengar sampai dinding luar rumahnya.

Aku sangatlah yakin bahwa itu bukan suami Nurul. Namun dari ekspresi dan gestur persenggamaannya, tak kulihat ada tanda-tanda penolakan atau paksaan. Bahkan gerakan pantat Nurul sangatlah liar naik turun di selangkangan lelaki itu, seolah tanpa dosa melakukan perzinahan terlarang itu.

Aku yang melihat adegan di depanku ini entah mengapa merasakan tubuhku ikutan menghangat. Kalau kuingat, sudah beberapa hari ini tubuhku tidak disetubuhi oleh Mas Bagas, sehingga melihat adegan live di depanku ini mau tak mau menyulut birahiku sedikit demi sedikit.

Baru kali ini aku mengintip adegan seks secara langsung dengan sembunyi-sembunyi seperti ini. Melihat sahabat lamaku di depan sana yang semakin liar meliuk-liukkan badan rampingnya di atas lelaki gempal itu. Teteknya yang terpantul-pantul indah itu ia remas-remas sendiri dengan kedua tangannya. Sambil sesekali menyibakkan jilbabnya yang kadang turun.

Tak kusadari vaginaku ikutan lembab di bawah sana. Hasil dari alam bawah sadarku yang seolah iri dengan kenikmatan yang dialami Nurul. Mas Bagas yang akhir-akhir ini sangat sibuk dan belum menjamahku, membuat nafsuku mudah terpantik menyaksikan persenggamaan tepat di depanku ini.

Selama beberapa lama aku menyaksikan adegan itu. Nurul dan lawan mainnya pun masih larut dengan peraduannya, tanpa memedulikan kalau ada yang mengintip mereka. Hingga kudengar si lelaki itu membuka suara.

"Balik, Dik.. Aku mau lihat pantatmu.." samar-samar kudengar perintahnya dari balik jendela ini.

Nurul langsung memutar tubuhnya tanpa melepas batang penis si lelaki gempal itu seolah patuh menuruti perintahnya. Hingga tubuhnya berbalik, lalu kulihat Nurul kembali menggoyang-goyangkan pantatnya naik turun dan maju mundur. Ekspresi kedua insan yang kutebak tak bermahrom itu semakin memancarkan air muka keenakan.

"Ssshh.. Abi seneng ya liat Umi kaya gini..??" kata Nurul membuka suara.

"Iya Umi, Abi suka.."

Degg.. aku kaget mendengar ternyata ada orang lain di kamar itu. Setelah kutengok agak teliti, kulihat ada lelaki lain yang duduk di kursi di sisi kasur itu yang sedari tadi ikut menyaksikan adegan persetubuhan Nurul. Dan yang membuatku mengernyit heran sekaligus kaget, itu adalah Mas Haris suami Nurul.

"Abi boleh ikutan, Umi..??" tanya Mas Haris kemudian.

"Ssshhh.. Emmppphh.. Abi bercanda iih.." jawab Nurul di sela goyangan pantatnya, "Abi kan cuma boleh lihat aja.."

"Tapi makasih ya, Abi.. Uuhhh.. Ahhh.. udah beliin baju seksi yang Umi pakai ini.." lanjut Nurul, "Mas Sukani suka banget liat Umi pakai baju seksi gini.. Uuuhhh.. Aaahhh.. kontolnya kerass, mentok sampai rahim Umi.. Ssshh.. Oooohhh.."


ME3RJZJ_o.gif

Nurul semakin liar menggerakkan pantatnya sambil mulutnya makin keras menyuarakan desahan demi desahannya.

"Buat kali ini, Umi ijinin Abi buat mainin kontol Abi sendiri sambil lihatin Umi deh, karena Abi udah beliin lingerie yang seksi buat Umi.. Hoouuhh.. Ssshhh.. Aaahhh.." kata Nurul

Mas Haris pun kemudian tanpa berlama-lama kulihat menarik turun resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang nampaknya sudah sesak sedari tadi. Sambil memandangi istrinya di hadapannya yang sedang menggilas penis lelaki lain, Mas Haris lalu beronani sendiri.

Permainan gila macam apa ini? Nurul bersetubuh dengan lelaki lain, sementara suaminya hanya melihatnya dari depannya sambil bermain sendiri dengan batangnya. Aku benar-benar tak habis pikir.

"Huuurrgghh.. makin hari makin manteb banget goyanganmu, Dik Nurul. Urrgghh.." kata si lelaki di bawah Nurul.

"Ooohhh.. Aaahhh.. Iyaaah.. kontol Mas juga makin enak.. Nurul sukaa.. Oooh.."

"Uurrgghhh.. Mau keluar nih, Dik.. keluarin dimana??" tanya si lelaki.

"Di dalem ajahh.. Ooohhh.."

Hingga kemudian, si lelaki itu memegang pinggang Nurul sambil menekan tubuhnya ke atas hingga kutebak penisnya masuk makin dalam. Tubuh si lelaki beberapa kali mengejang, tanda dia sedang berada di klimaksnya. Kulihat Nurul pasrah menerima siraman lendir kental dari bawahnya itu.

Setelah beberapa lama hingga mungkin si lelaki sudah menumpahkan semua lahar kentalnya di vagina Nurul, kulihat sahabat lamaku itu kemudian beranjak bangkit. Nurul kemudian turun dari kasur dan berjalan menghampiri Mas Haris. Kulihat Nurul kemudian melebarkan pahanya di atas selangkangan Mas Haris.

Aku menebak Nurul akan memberikan giliran vaginanya untuk suaminya itu. Namun ternyata aku salah. Nurul memosisikan vaginanya tepat di atas penis Mas Haris, kemudian dengan kedua jarinya sendiri, Nurul mengorek-ngorek isi vaginanya. Hingga kulihat lendir kental putih pekat mulai turun menetes membasahi penis Mas Haris.

Sperma si lelaki yang mengisi vagina Nurul tadi ditumpahkan semua di penis Mas Haris. Beberapa lama memuntahkan isi vaginanya itu, kemudian Nurul sedikit mundur dan berjongkok di depan Mas Haris. Nurul kemudian memajukan kepalanya. Cadar nya lalu ia singkap sedikit dan sedetik kemudian lidahnya mulai menjilati penis Mas Haris.

Bukan. Lebih tepatnya, Nurul menjilati sperma yang menumpahi penis Mas Haris. Kulihat Nurul seperti menyeruput lendir-lendir itu selama beberapa saat. Kepalanya yang terbalut jilbab lebar itu naik turun ke kanan ke kiri menelan habis sperma yang belum lama tadi mengisi vaginanya.

Gila. Sungguh gila adegan di depanku ini. Aku tak habis pikir sahabatku yang dulu kukenal sangat alim yang selalu menjaga kehormatan dirinya, bisa berlaku serendah itu depan suaminya sendirinya.

Akal sehatku seketika itu kembali. Aku menyadari kalau aku saat ini sedang mengintip. Parahnya, aku lupa kalau di sebelahku ada Fani. Dan saat kutengok, Fani sepertinya juga ikut terangsang menyaksikan adegan yang berada di depan kami ini. Bahkan aku melihat satu tangan Fani sudah menyusup masuk ke bawah gamisnya.

Ini anak malah sempat-sempatnya masturbasi sambil mengintip seperti ini. Seolah menghayati sekali adegan tabu di depannya yang menurut aneh di luar nalar. Di depan sana, kulihat si gempal yang tadinya berbaring di kasur itu lalu bangkit dan menghampiri Nurul yang masih berjongkok di depan suaminya. Ini kesempatan bagiku untuk pergi dari sini.

"Fan.. Ayo udah.. kita balik aja.. nanti kita kepergok lho.." kataku berbisik.

"Eh Iya, Kak.." jawab Fani sambil tergopoh-gopoh menarik tangannya dari balik gamisnya. Nampaknya dia juga baru sadar akan kondisinya.

Aku dan Fani kemudian berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah ini. Melihat adegan persetubuhan yang aneh tadi tetap saja memantik birahiku hingga membuat lendir vaginaku mengucur. Kurasakan vaginaku amat lembab saat aku sedang berjalan pelan seperti ini, membuatku merasa sangat tak nyaman.



------====@@@@@====------


"Assalamualaikum.." kataku sambil menutup pintu dari dalam.

"Waalaikumsalam.."

"Lho, Abi katanya ada meeting.. Nggak jadi to?" tanyaku.

"Jadi, Umi.. Ini masih ada yang harus disiapin dulu dokumennya.." kata suamiku yang sedang duduk di sofa sekaligus ruang kerjanya itu. "Umi kok nggak ngabarin Abi tadi, tau gitu kan bisa Abi jemput.."

"Iya, Umi kira Abi udah jalan ke kantor. Dan tadi sekalian nemenin Fani siap-siap besok mau Nadzor sama calonnya.." balasku.

Mas Bagas lalu kembali fokus di depan laptopnya. Suamiku belakangan kebanjiran proyek di kantornya. Hingga dia sampai-sampai harus ikutan kerja di akhir pekan seperti hari ini.

"Oiya, Umi.. kantor Abi mau ngadain Family Gathering, sekalian syukuran milad.." kata suamiku, "nanti Umi ikut dateng sama Abi ya.."

"Ooh.. Iya, Abi.." balasku.

Aku lalu melanjutkan langkahku menuju kamarku, untuk ganti baju setelah tadi aku selesai mengikuti kajian Ahad pagi. Di luar langit belumlah terlalu terik, akibat hujan lebat tadi pagi.

'Masih bisa senam nih. Mumpung belum terlalu siang..' gumamku.

Aku lalu melepas bajuku satu per satu bersiap menggantinya dengan outfit yang biasa kupakai untuk senam. Aku memang rutin senam, apalagi akhir pekan seperti ini. Meskipun hanya di dalam rumah saja, namun exercise yang kulakukan sendiri ini kurasakan berefek bagi tubuhku.

Kulihat tubuhku yang kini hampir telanjang di depan cermin yang hanya menyisakan bra dan celana dalam saja. Lekukan pantat menuju perutku yang ramping terpantul dari kaca itu, hasil dari rutinnya aku menjaga tubuhku. Terlebih lagi kegel yang rutin kulakukan saat senam membuat organ intimku tetap terjaga.


ME3RJZF_o.gif

Aku kemudian berjalan menuju kamarku untuk berganti pakaian. Aku memakai celana leggingku yang biasa kupakai untuk senam. Ketika aku akan mengenakan kaos panjangku, terbesit ide untuk menggoda suamiku. Akupun lalu melepas bra ku terlebih dahulu, lalu baru mengenakan kaos lengan panjangku. Kini terlihat di cermin, dadaku yang membusung di balik kausku.

Dan ternyata putingku tercetak lumayan jelas dibalik kaos yang kupakai. Sejak setelah aksi mengintip persetubuhan tadi, entah mengapa gairahku masih menyala, padahal ini masih pagi. Ditambah lagi, sudah beberapa hari ini, tubuhku tak dijamah suamiku membuat nafsuku mudah sekali naik. Celana dalam yang kukenakan pun model G-string, kupikir agar mudah saat siapa tau nanti Mas Bagas menghendaki quickie sejenak, hihihi.


ME3RJZQ_o.gif

Akupun lalu keluar dari kamarku setelah mengenakan jilbab mini-ku. Meskipun di dalam lingkungan rumahku, aku berusaha menutupi aurotku seluruhnya walaupun tak dengan jilbab lebarku. Kulihat Mas Bagas masih fokus di depan laptopnya.




Part 14 "Hurdle" to be continued…
 
Pak Broto comeback donk.. Fani blm dicobain kan?
Hehehe. kita lihat nanti, Suhu. :ampun:


sella bikin main sama perjaka dong suhu/keponakannya
Wkwkwk. takut UA ah. ntar kena sempritt.


Ditunggu label tamatnya hu
Asyiappp. tamat kok ini, hehehehehehe.

Apakah sekuel nurul dan pria gempal (sukani) itu adalah bagian yg hilang dari kelanjutan kisah "akhwat yang ternoda?"
Iyessshhhh.

Kapan sela hamil anak orang suhu?
Wkwkwk. Ngeri bener fantasinya, Hu. :Peace:
 
Welcome back hu... makasih hu atas apdetnya... ternyata temen temenya hasna binal juga ya hu.. mantep ceritanya, bikin ngaceng berat
 
Bimabet
PART 14a
Tag: Peeping, NTR,





0e156f1370470342.jpg

Arsella Hasna Hilyani



b114831361800940.jpg

Fani


Langit kelabu menyelimuti kota ini, menambah redup jalanan yang kami lewati yang sudah tertutupi pepohonan besar di kanan dan kirinya ini. Meski pagi sudah mulai beranjak, namun langit yang barusaja menyudahi hujannya ini membuat mentari enggan berseri.

Aku duduk di kursi penumpang, di samping Fani yang sedang mengendarai mobilnya. Fani fokus mengemudikan mobilnya berlalu dari Masjid Kota tempat baru saja aku dan sahabatku ini mendengarkan kajian Ahad pagi yang diisi oleh Ustadzah Azizah.

Hari-hari ini adalah hari-hari terakhir Ustadzah di kota ini sebelum berpisah dengan kami untuk hijrah ke Solo, ikut suaminya. Aku, Fani, dan sahabatku yang lain pun serasa makin emosional saja menyadari Ustadzah kami yang sudah selama ini membimbingku dan teman-temanku harus pergi untuk entah berapa lama. Kamipun kini semakin sering memanfaatkan waktu bersama-sama, entah itu menghadiri kajian bareng, makan siang bareng, atau sekedar berkumpul bersama Ustadzah Azizah.

Meskipun nampak ceria, namun aku tau sahabat-sahabatku ini pasti sedih di dalam hati mereka, karena itu juga yang kini aku rasakan. Ustadzah Azizah merupakan sosok yang bisa kuajak bercerita dan berdiskusi segala hal tanpa ada yang kututup-tutupi. Entah dengan siapa nanti aku harus bercerita saat Ustadzah sudah tak lagi disini.

"Kak, besok pagi anterin ke Kotagede ya, mau ketemu penjahit langganannya Mama.." kata Fani tiba-tiba. Ucapannya itu memecah kesunyian di dalam mobilnya.

"Iyes, tuan Putri.." balasku.

"Hihi.. Kan aku yang nyetirin, Kak Sella lah yang tuan Putri.." kata Fani sambil menggembungkan pipinya.

Sudah beberapa hari ini aku menemani Fani lebih sering dari biasanya. Fani sudah mulai sibuk setelah kemarin ia menerima lamaran Mas Diki, dan kini ia sedang mempersiapkan semuanya. Dan sebagai Maid of Honor, tugasku kini menemani dan membantu Fani sebisaku mempersiapkan hari bahagianya.

"Kamu siap nanti Fan, kalau harus pisah sama mama papa mu?" tanyaku.

"Hehe.. Ya mau gimana lagi, Kak.. Harus siap dong.. Sekalian belajar mandiri kalau aku dah nggak di Jogja lagi nanti. Lagian, kan istri solehah harus taat sama suami.. kaya Kak Sella kan?.."

"Hehe.. iya.." balasku dengan senyum sedikit dipaksakan.

Di depan Fani, aku mungkin terlihat seperti yang ia katakan. Tapi aku sendiri tau kalau aku ini penuh dosa. Sudah berapa kali tubuhku dijamah oleh lelaki selain suamiku. Tapi parahnya, ternyata Mas Bagas juga memiliki hubungan lebih dengan Fani ini yang meskipun aku tak tau sejauh mana.

Aku sendiri belum tabayyun dengan Fani terkait video-video yang aku temukan di laptop Mas Bagas dan hape Fani beberapa waktu lalu itu. Aku tak ingin mengganggu masa bahagia Fani yang saat ini sedang kasmaran dengan semua persiapan pernikahannya. Aku berharap hubungan Mas Bagas dan Fani akan mereka akhiri sendiri tanpa aku harus memintanya, karena toh Fani sebentar lagi akan menikah dan pindah dari kota ini.

Disamping itu, aku yakin hubunganku dengan Fani pasti menjadi canggung jika aku menceritakan semuanya yang sudah kuketahui. Bisa-bisa, aku tak lagi sahabatan atau berteman dengan Fani lagi. Aku rasa aku belum siap jika harus kehilangan Fani sementara kini Ustadzah Azizah sudah mau pergi juga.

Aku butuh teman agar bisa membuatku waras di tengah semua kegaduhan batinku, dan Fani adalah sosok itu. Dialah yang terus memberiku semangat untuk ngaji, yang selalu menemaniku mengikuti talaqqi dan taklim. Dan aku butuh itu semua.

"Eh, rumahnya di sebelah mana, Kak?" tanya Fani.

Kami sudah hampir sampai di tempat yang hendak kami tuju. Setelah kajian dhuha tadi, aku dan Fani memang berencana mampir sebentar memberikan buah tangan ke sahabat lamaku yang kini kembali lagi tinggal di kota ini.

"Kayaknya di depan situ deh.." kataku.

Fani lalu memelankan laju mobil merahnya. Mata kami melihat ke kanan dan ke kiri mencari nomor rumah yang tertera di depan pagar-pagar ini.

"Pagar hijau, nomor 77.. Nah iya bener.." kataku saat menemukan ancer-ancer yang kami cari.

Fani lalu menepikan mobilnya. Aku dan Fani kemudian bergegas keluar dari mobil. Hari yang masih pagi, membuat lingkungan ini masih sepi, belum banyak orang lalu lalang. Kuucapkan salam, dan ketika mengetuk pintu pagar hijau yang terbuat dari besi ini, ternyata pagar ini tak terkunci dan daun pintunya terdorong ke arah dalam.

Aku ucap salam beberapa kali, namun tak ada jawaban dari dalam. Kalau pintunya terbuka seperti ini, harusnya ada orang di dalam kan. Namun kenapa tak ada jawaban juga? Saat aku akan mengambil hapeku untuk mencoba menelepon, kulihat Fani berlalu masuk ke dalam rumah ini.

"Eh, Fan.." sahutku,

Namun Fani terus berlalu masuk. Akupun akhirnya ikut juga masuk ke dalam halaman rumah ini, melewati pagar. Tak kusangka ternyata halaman rumah ini begitu rimbun. Mataku terkesima dengan banyaknya bunga yang bermekaran di pekarangan yang meski tak begitu luas, namun tertata banyak sekali macam-macam tanaman di sini. Sahabatku yang satu ini memang suka dengan tanaman sedari dulu.

Aku sempat mengagumi dan mendekat ke beberapa bunga anggrek yang tergantung indah di depanku, sebelum aku sadar kalau aku belumlah bertemu dengan tuan rumahnya langsung. Segera berlalu dari pekarangan ini, akupun naik menuju teras depan rumah ini.

'Fani kemana ya?' gumamku dalam hati menyadari Fani yang entah kemana.

Aku kembali mengucap salam saat aku telah menghampiri pintu depan rumah ini. Dan lagi-lagi tak ada jawaban dari dalam. Pintunya pun juga terkunci. Saat aku menoleh ke kanan, aku melihat jalan kecil di samping rumah ini. Aku menebak pasti Fani berlalu terlebih dahulu melewati jalan itu.

Dibatasi oleh tembok rumah, dan tembok pagar, aku berjalan melewati samping rumah ini. Ternyata cukup panjang juga ukuran rumahnya. Hingga aku bisa melihat Fani nampak sedang berjongkok di sisi belakang rumah ini. Langkahku kupercepat.

"Eh, Fan.. Ngapain kamu, kok ndodok?" kataku.

Aku bisa mendengar suara semacam desahan-desahan. Kutau itu bukan suara Fani, karena dari asal suaranya sepertinya dari dalam rumah namun bocor sampai halaman samping rumah ini.

"Sssst, Kak.. Liat tuhh.." kata Fani memberiku kode untuk berbisik-bisik saja. Sambil tangan Fani menunjuk jendela yang berada di depannya.

"Ngapain e, kok ngindik-ngindik gini.." tanyaku.

Fani tak menjawab dan kembali mengintip dari luar jendela ini. Aku yang lambat laun ikut penasaran pun mengikuti Fani, dan berjongkok di sebelah Fani. Ada gorden yang menutupi sebagian jendela ini dari dalam, tapi gorden ini sedang terangkat sebagian membuat kami bisa melihat jelas ke arah dalam rumah. Dan mataku langsung terbelalak kaget menyaksikan adegan yang berada di depanku.

Itu Nurul..!! Orang yang memang berencana kusambangi. Yang membuatku terhenyak adalah kini dia sedang bersetubuh dengan sesosok lelaki. Tubuh Nurul hampir telanjang dengan mengenakan selembar kain semacam lingerie serta berhias jilbab dan cadarnya. Posisi melihatku ada di sisi samping Nurul, sehingga aku bisa melihat jelas Nurul yang sedang wot di atas selangkangan si pria.


bdd3981370770240.jpg

Nurul

Yang membuatku makin kaget, lelaki yang sedang berada di bawah Nurul itu bukanlah suaminya, melainkan sosok lelaki gempal berbadan gelap yang pernah aku lihat di mall menggandeng Nurul saat beberapa waktu lalu aku ketemuan dengan Nurul.

Lelaki itu nampak keenakan berbaring di atas kasur di dalam kamar yang kutebak adalah kamar utama ruang ini, sementara di atas perutnya yang buncit itu sesosok akhwat sedang menaikturunkan pantatnya. Sekilas bisa kulihat penis gelap milik si lelaki keluar masuk di dalam vagina Nurul.

Nurul juga nampak keenakan dengan mata terpejamnya sambil mendongakkan kepalanya. Mulutnya yang meski tertutup cadar itu mengeluarkan desahan-desahan nyaring dan binal sampai-sampai terdengar sampai dinding luar rumahnya.

Aku sangatlah yakin bahwa itu bukan suami Nurul. Namun dari ekspresi dan gestur persenggamaannya, tak kulihat ada tanda-tanda penolakan atau paksaan. Bahkan gerakan pantat Nurul sangatlah liar naik turun di selangkangan lelaki itu, seolah tanpa dosa melakukan perzinahan terlarang itu.

Aku yang melihat adegan di depanku ini entah mengapa merasakan tubuhku ikutan menghangat. Kalau kuingat, sudah beberapa hari ini tubuhku tidak disetubuhi oleh Mas Bagas, sehingga melihat adegan live di depanku ini mau tak mau menyulut birahiku sedikit demi sedikit.

Baru kali ini aku mengintip adegan seks secara langsung dengan sembunyi-sembunyi seperti ini. Melihat sahabat lamaku di depan sana yang semakin liar meliuk-liukkan badan rampingnya di atas lelaki gempal itu. Teteknya yang terpantul-pantul indah itu ia remas-remas sendiri dengan kedua tangannya. Sambil sesekali menyibakkan jilbabnya yang kadang turun.

Tak kusadari vaginaku ikutan lembab di bawah sana. Hasil dari alam bawah sadarku yang seolah iri dengan kenikmatan yang dialami Nurul. Mas Bagas yang akhir-akhir ini sangat sibuk dan belum menjamahku, membuat nafsuku mudah terpantik menyaksikan persenggamaan tepat di depanku ini.

Selama beberapa lama aku menyaksikan adegan itu. Nurul dan lawan mainnya pun masih larut dengan peraduannya, tanpa memedulikan kalau ada yang mengintip mereka. Hingga kudengar si lelaki itu membuka suara.

"Balik, Dik.. Aku mau lihat pantatmu.." samar-samar kudengar perintahnya dari balik jendela ini.

Nurul langsung memutar tubuhnya tanpa melepas batang penis si lelaki gempal itu seolah patuh menuruti perintahnya. Hingga tubuhnya berbalik, lalu kulihat Nurul kembali menggoyang-goyangkan pantatnya naik turun dan maju mundur. Ekspresi kedua insan yang kutebak tak bermahrom itu semakin memancarkan air muka keenakan.

"Ssshh.. Abi seneng ya liat Umi kaya gini..??" kata Nurul membuka suara.

"Iya Umi, Abi suka.."

Degg.. aku kaget mendengar ternyata ada orang lain di kamar itu. Setelah kutengok agak teliti, kulihat ada lelaki lain yang duduk di kursi di sisi kasur itu yang sedari tadi ikut menyaksikan adegan persetubuhan Nurul. Dan yang membuatku mengernyit heran sekaligus kaget, itu adalah Mas Haris suami Nurul.

"Abi boleh ikutan, Umi..??" tanya Mas Haris kemudian.

"Ssshhh.. Emmppphh.. Abi bercanda iih.." jawab Nurul di sela goyangan pantatnya, "Abi kan cuma boleh lihat aja.."

"Tapi makasih ya, Abi.. Uuhhh.. Ahhh.. udah beliin baju seksi yang Umi pakai ini.." lanjut Nurul, "Mas Sukani suka banget liat Umi pakai baju seksi gini.. Uuuhhh.. Aaahhh.. kontolnya kerass, mentok sampai rahim Umi.. Ssshh.. Oooohhh.."



ME3RJZJ_o.gif

Nurul semakin liar menggerakkan pantatnya sambil mulutnya makin keras menyuarakan desahan demi desahannya.

"Buat kali ini, Umi ijinin Abi buat mainin kontol Abi sendiri sambil lihatin Umi deh, karena Abi udah beliin lingerie yang seksi buat Umi.. Hoouuhh.. Ssshhh.. Aaahhh.." kata Nurul

Mas Haris pun kemudian tanpa berlama-lama kulihat menarik turun resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang nampaknya sudah sesak sedari tadi. Sambil memandangi istrinya di hadapannya yang sedang menggilas penis lelaki lain, Mas Haris lalu beronani sendiri.

Permainan gila macam apa ini? Nurul bersetubuh dengan lelaki lain, sementara suaminya hanya melihatnya dari depannya sambil bermain sendiri dengan batangnya. Aku benar-benar tak habis pikir.

"Huuurrgghh.. makin hari makin manteb banget goyanganmu, Dik Nurul. Urrgghh.." kata si lelaki di bawah Nurul.

"Ooohhh.. Aaahhh.. Iyaaah.. kontol Mas juga makin enak.. Nurul sukaa.. Oooh.."

"Uurrgghhh.. Mau keluar nih, Dik.. keluarin dimana??" tanya si lelaki.

"Di dalem ajahh.. Ooohhh.."

Hingga kemudian, si lelaki itu memegang pinggang Nurul sambil menekan tubuhnya ke atas hingga kutebak penisnya masuk makin dalam. Tubuh si lelaki beberapa kali mengejang, tanda dia sedang berada di klimaksnya. Kulihat Nurul pasrah menerima siraman lendir kental dari bawahnya itu.

Setelah beberapa lama hingga mungkin si lelaki sudah menumpahkan semua lahar kentalnya di vagina Nurul, kulihat sahabat lamaku itu kemudian beranjak bangkit. Nurul kemudian turun dari kasur dan berjalan menghampiri Mas Haris. Kulihat Nurul kemudian melebarkan pahanya di atas selangkangan Mas Haris.

Aku menebak Nurul akan memberikan giliran vaginanya untuk suaminya itu. Namun ternyata aku salah. Nurul memosisikan vaginanya tepat di atas penis Mas Haris, kemudian dengan kedua jarinya sendiri, Nurul mengorek-ngorek isi vaginanya. Hingga kulihat lendir kental putih pekat mulai turun menetes membasahi penis Mas Haris.

Sperma si lelaki yang mengisi vagina Nurul tadi ditumpahkan semua di penis Mas Haris. Beberapa lama memuntahkan isi vaginanya itu, kemudian Nurul sedikit mundur dan berjongkok di depan Mas Haris. Nurul kemudian memajukan kepalanya. Cadar nya lalu ia singkap sedikit dan sedetik kemudian lidahnya mulai menjilati penis Mas Haris.

Bukan. Lebih tepatnya, Nurul menjilati sperma yang menumpahi penis Mas Haris. Kulihat Nurul seperti menyeruput lendir-lendir itu selama beberapa saat. Kepalanya yang terbalut jilbab lebar itu naik turun ke kanan ke kiri menelan habis sperma yang belum lama tadi mengisi vaginanya.

Gila. Sungguh gila adegan di depanku ini. Aku tak habis pikir sahabatku yang dulu kukenal sangat alim yang selalu menjaga kehormatan dirinya, bisa berlaku serendah itu depan suaminya sendirinya.

Akal sehatku seketika itu kembali. Aku menyadari kalau aku saat ini sedang mengintip. Parahnya, aku lupa kalau di sebelahku ada Fani. Dan saat kutengok, Fani sepertinya juga ikut terangsang menyaksikan adegan yang berada di depan kami ini. Bahkan aku melihat satu tangan Fani sudah menyusup masuk ke bawah gamisnya.

Ini anak malah sempat-sempatnya masturbasi sambil mengintip seperti ini. Seolah menghayati sekali adegan tabu di depannya yang menurut aneh di luar nalar. Di depan sana, kulihat si gempal yang tadinya berbaring di kasur itu lalu bangkit dan menghampiri Nurul yang masih berjongkok di depan suaminya. Ini kesempatan bagiku untuk pergi dari sini.

"Fan.. Ayo udah.. kita balik aja.. nanti kita kepergok lho.." kataku berbisik.

"Eh Iya, Kak.." jawab Fani sambil tergopoh-gopoh menarik tangannya dari balik gamisnya. Nampaknya dia juga baru sadar akan kondisinya.

Aku dan Fani kemudian berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah ini. Melihat adegan persetubuhan yang aneh tadi tetap saja memantik birahiku hingga membuat lendir vaginaku mengucur. Kurasakan vaginaku amat lembab saat aku sedang berjalan pelan seperti ini, membuatku merasa sangat tak nyaman.




------====@@@@@====------


"Assalamualaikum.." kataku sambil menutup pintu dari dalam.

"Waalaikumsalam.."

"Lho, Abi katanya ada meeting.. Nggak jadi to?" tanyaku.

"Jadi, Umi.. Ini masih ada yang harus disiapin dulu dokumennya.." kata suamiku yang sedang duduk di sofa sekaligus ruang kerjanya itu. "Umi kok nggak ngabarin Abi tadi, tau gitu kan bisa Abi jemput.."

"Iya, Umi kira Abi udah jalan ke kantor. Dan tadi sekalian nemenin Fani siap-siap besok mau Nadzor sama calonnya.." balasku.

Mas Bagas lalu kembali fokus di depan laptopnya. Suamiku belakangan kebanjiran proyek di kantornya. Hingga dia sampai-sampai harus ikutan kerja di akhir pekan seperti hari ini.

"Oiya, Umi.. kantor Abi mau ngadain Family Gathering, sekalian syukuran milad.." kata suamiku, "nanti Umi ikut dateng sama Abi ya.."

"Ooh.. Iya, Abi.." balasku.

Aku lalu melanjutkan langkahku menuju kamarku, untuk ganti baju setelah tadi aku selesai mengikuti kajian Ahad pagi. Di luar langit belumlah terlalu terik, akibat hujan lebat tadi pagi.

'Masih bisa senam nih. Mumpung belum terlalu siang..' gumamku.

Aku lalu melepas bajuku satu per satu bersiap menggantinya dengan outfit yang biasa kupakai untuk senam. Aku memang rutin senam, apalagi akhir pekan seperti ini. Meskipun hanya di dalam rumah saja, namun exercise yang kulakukan sendiri ini kurasakan berefek bagi tubuhku.

Kulihat tubuhku yang kini hampir telanjang di depan cermin yang hanya menyisakan bra dan celana dalam saja. Lekukan pantat menuju perutku yang ramping terpantul dari kaca itu, hasil dari rutinnya aku menjaga tubuhku. Terlebih lagi kegel yang rutin kulakukan saat senam membuat organ intimku tetap terjaga.


ME3RJZF_o.gif

Aku kemudian berjalan menuju kamarku untuk berganti pakaian. Aku memakai celana leggingku yang biasa kupakai untuk senam. Ketika aku akan mengenakan kaos panjangku, terbesit ide untuk menggoda suamiku. Akupun lalu melepas bra ku terlebih dahulu, lalu baru mengenakan kaos lengan panjangku. Kini terlihat di cermin, dadaku yang membusung di balik kausku.

Dan ternyata putingku tercetak lumayan jelas dibalik kaos yang kupakai. Sejak setelah aksi mengintip persetubuhan tadi, entah mengapa gairahku masih menyala, padahal ini masih pagi. Ditambah lagi, sudah beberapa hari ini, tubuhku tak dijamah suamiku membuat nafsuku mudah sekali naik. Celana dalam yang kukenakan pun model G-string, kupikir agar mudah saat siapa tau nanti Mas Bagas menghendaki quickie sejenak, hihihi.


ME3RJZQ_o.gif

Akupun lalu keluar dari kamarku setelah mengenakan jilbab mini-ku. Meskipun di dalam lingkungan rumahku, aku berusaha menutupi aurotku seluruhnya walaupun tak dengan jilbab lebarku. Kulihat Mas Bagas masih fokus di depan laptopnya.




Part 14 "Hurdle" to be continued…
enjoyyy amAn Suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd