Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
PART 14b
Tag: Teasing, Titjob, Handjob



79ae6a1354932289.jpg

Arsella Hasna Hilyani


"Lagi kerja ya Abi..?" tanyaku, sambil makin mendekatkan tubuhku ke Mas Bagas. Jilbabku kusampirkan, hingga kaosku yang mencetak jelas tetekku ini pasti bisa terlihat olehnya.

"Eh.. Iya, Umi.." jawab Mas Bagas

Kudapati pandangannya langsung tertuju ke dadaku ini. Hihihi, ternyata masih semudah itu aku bisa menggoda suamiku. Mata Mas Bagas nanar menatap dadaku, tak lagi fokus ke layar laptopnya.

"Mmmhh.. Mau senam ya Umi..?" tanya Mas Bagas tapi matanya tetap tertuju ke dadaku.

"Iya Abi.." aku menjawab sambil tersenyum, menyadari suamiku yang terpancing godaan outfit yang kupakai ini.

Mendapati tatapan nakal suamiku itu, membuat darahku ikutan berdesir. Aku juga masih menyisakan horny akibat aksi ngintipku tadi pagi. Mas Bagas yang pekerjaannya semakin banyak, dan aku yang juga sibuk menemani Fani membuat beberapa hari ini tubuhku tak dijamah oleh suamiku.

Sehingga saat sedang berduaan di rumah seperti ini seolah membangkitkan sisi romantisme kami berdua. Di samping sisa birahiku akibat live show Nurul di rumahnya tadi. Akupun bergerak mendekat ke Mas Bagas, seolah berpura-pura penasaran akan pekerjaannya.

"Kok matanya ngeliatin tetek Umi terus sih, Abi.. Katanya lagi kerja.." kataku segenit mungkin menggoda Mas Bagas.

Mas Bagas tak menjawab apa-apa dan matanya masih melotot tertuju ke arah dadaku. Gunung kembar di dadaku ini memang mencuat seksi karena terbungkus kaos yang cukup ketat. Aku yang memang dilanda birahi juga ini, membuat puting tetekku mengacung makin jelas tercetak di bahan kaos tipis yang aku pakai.

Tiba-tiba tubuhku langsung ditarik Mas Bagas hingga kemudian tubuhku sudah dipeluknya. Tangan Mas Bagas seketika itu juga langsung bermain-main di tetekku. Diremas-remasnya gunung kembarku ini dengan satu tangannya. Tangannya yang lain melingkar di pinggangku, memelukku.

"Ssshhh.. Abbiihhh.."

Mulutku seketika mendesah merasakan remasan tangan suamiku itu. Meskipun jamahannya berada dari luar kaos senam yang kupakai, namun tipisnya bahan kaos ini membuat sentuhan tangannya begitu terasa di tubuhku. Apalagi aku yang juga sedang terangsang ini membuat tubuhku semakin sensitif.

Mas Bagas dengan gemas nya bermain-main di tetekku. Tangan kanannya bergantian memainkan tetekku yang kanan dan kiri. Mukanya juga ikut mendusel-dusel tetekku dari luar kaosku. Lidahnya sesekali ia julurkan seolah menjilati dadaku meskipun terhalan kaosku.

"Houuhhh.. Ssshhhhh.." desahku.

Tangankupun kini tak tinggal diam. Sembari dijamah Mas Bagas, aku berusaha meraih celana Mas Bagas dan menggesek-gesekkan tanganku di selangkangannya. Bisa kurasakan dibalik celana itu penisnya sudah ikut mengeras. Dengan perlahan, aku elus-elus celananya, seolah menggoda penis suamiku dari luar.

Mas Bagas kemudian menarik kaosku ke depan, dan yang tak kusangka kemudian kepalanya ia masukkan di balik kaos yang kupakai. Wajahnya pun seketika kurasakan langsung menyentuh dadaku. Nampaknya suamiku sudah tak tahan untuk langsung bermain-main di melon kembarku ini.


ME3UILF_o.gif

"Mmmfffhhhh.. Abbiiihh.. houuugghhhh.." desahku saat Mas Bagas menjilat-jilat tetekku. Tangan kanannya yang ikut masuk ke dalam kausku juga ikut meremas-remas tetekku yang sebelahnya, membuat birahku kian meninggi. Mulutnya kemudian beranjak menuju puncak gunungku itu, menuju puting tetekku.

"Abbiihh.. Iyyaahh.. pentill Ummii.. oouuuhhhhh.. Shhhh.." desahku.

Mas Bagas menjepit puting buah dadaku dengan bibirnya kemudian memain-mainkan putingku itu, membuat tubuhku blingsatan. Untungnya tangan kirinya masih sigap memeluk pinggangku. Tanganku yang sedari tadi bermain-main di celana Mas Bagas ternyata dengan sendirinya sudah melepas celana Mas Bagas.

Tangankupun kini menggenggam penis Mas Bagas dan mulai kukocok perlahan sembari tetekku yang kini dijadikan bulan-bulanan oleh mulut dan tangan Mas Bagas.

"Ouuhh.. Sedot terus pentil Umii, Abbiiihh.. Iyyaahh.. Hoouuhhgghhh.. Ssshhhhhh.." desahku saat Mas Bagas dengan kuatnya mengenyot tetekku.

Tanganku semakin kuat juga mengocok penis Mas Bagas naik turun. Kurasakan penisnya kian mengeras di genggamanku. Darahku semakin berdesir hebat saat aku melirik ke bawah menyaksikan batang penis halal milik suamiku itu. Sudah beberapa hari tak bertemu, membuatku kangen dengan batang kelelakian yang kini sudah siap tempur itu.

Aku lalu beranjak mendudukkan kembali Mas Bagas di sofa. Mas Bagas sepertinya masih belum puas bermain dengan tetekku saat kulepaskan tubuhku dari pelukannya. Aku lalu beringsut duduk bersimpuh di bawah di depan selangkangannya.

Kuangkat kaosku sebatas leherku. Tuingg.. Kini terpampanglah dua melon kembar yang sedari tadi terhimpit oleh kaos yang menutupinya.

"Hihi.. Abi kangen nggak sama ini.." kataku sambil meremas dua tetekku, menggoda Mas Bagas.

Mas Bagas mengangguk-angguk. "Iya dong, Umii.." katanya.

"Abi sibuk banget sih sekarang, Umi dianggurin terus deh.. hihihi.." kataku.

Akupun lalu sedikit memajukan tubuhku. Penisnya yang tegak mengacung itu lalu mulai kujepit dengan tetekku.

"Urrgghh.. Seksi banget tetek Umii.." katanya sedikit mengerang saat penisnya mulai kupijat-pijat dengan tetekku.

Kutekan daging kenyal di dadaku ini hingga penis Mas Bagas terhimpit tetekku. Lalu kugerak-gerakkan buah dadaku naik turun, mengurut-urut batang kelelakian suamiku itu.

"Cuiihh.."

Sesekali kuludahi penis Mas Bagas yang sedang terpijat oleh tetekku ini agar tak terlalu kering. Mas Bagas pun merem melek keenakan seperti biasanya saat batang kerasnya ini kuservis dengan tetekku yang memang berukuran sangat besar ini.

Aku lalu menjulurkan lidahku. Sambil tetekku masih memijat-mijat penisnya, lidahku kugunakan untuk menjilati area perut Mas Bagas. Saat lidahku menempel di pusarnya yang berbulu itu, seketika tubuh Mas Bagas menggeliat, tanda geli-geli nikmat yang ia rasakan. Mulutkupun terus bermain-main di perut suamiku yang membuncit itu.


ME3RJZH_o.gif

Kurasakan penis Mas Bagas semakin mengeras di tengah himpitan melon kembarku ini. Aku lalu menggunakan tanganku untuk menggenggam batang penis keras itu. Sambil masih menempel di empuknya daging kenyal kembarku, penis itu lalu kukocok naik turun.

"Uuurrgghhhh.. Ummiii.." erang Mas Bagas.

Tangan halusku ini mengocok penis suamiku yang kurasakan batang itu semakin mengeras dan berdenyut-denyut hebat di genggamanku. Pandangan mataku kutujukan ke arah Mas Bagas, sambil mengerling dengan sorot senakal mungkin, menggoda suamiku.

Kugigit bibir bawahku seolah-olah aku sedang mengekspresikan birahiku ke Mas Bagas. Walaupun sebenarnya aku memang sedang dilanda birahi. Tadi pagi mengintip Nurul dan kini di hadapanku tersaji penis hangat dan berdenyut-denyut di genggamanku ini membuat nafsuku meluap-luap. Tak kusadari di bawah sana ternyata vaginaku mengeluarkan lendir kenikmatan merembes ke celana dalamku.

"Urrghh.. Abi mau keluar nih, Umii.. Enak banget kocokan tangan Umii.. Urrghhh.." erang suamiku.

Aku pun semakin cepat menggerakkan tanganku naik turun. Satu tanganku yang lain ikut bermain-main di biji zakar Mas Bagas, menstimulasi area kelelakiannya itu. Aku ingin membuktikan kepada suamiku bahwa aku mampu memuaskan suamiku.

Aku tau di belakangku suamiku memiliki affair dengan sahabatku Fani. Namun rasa cintaku kepada Mas Bagas masih lebih besar. Apalagi, aku juga bukanlah sosok istri yang sepenuhnya suci. Sudah banyak lelaki yang menjamah tubuh istrinya ini. Rasa penyesalanku jauh lebih besar daripada rasa marahku, hingga seolah aku ingin membuktikan padanya bahwa aku adalah wanita yang paling mengerti keinginannya dan yang bisa memuaskannya.

"Uuurrrgggghhhhh.." Mas Bagas mengerang hebat.

Croott.. Crrooottt.. Crrooootttttt..

Cairan putih kental itupun keluar menyembur hebat hingga semburan pertamanya mampu membasahi wajahku yang terbalut jilbab miniku ini. Semburan-semburannya yang lain membasahi tetekku dan juga tanganku. Aku lalu menurunkan wajahku.


ME3RJZL_o.gif

Kujilati batang penis yang menyisakan lelehan spermanya itu. Rasa anyir khas cairan lelaki otu langsung bisa kurasakan dengan lidahku. Bibir sensualku inipun lalu hinggap di batang penisnya. Kukecup sambil kujilati batang yang mulai layu itu.

Bibirku kemudian naik menuju kepala penisnya. Kumasukkan kepala penis itu ke dalam mulutku, dan mulai kuhisap-hisapi helm itu. Tetesan terakhir sperma Mas Bagas pun masuk tertelan melewati kerongkonganku. Bibirku makin kuat mengempot, menghisapi penis Mas Bagas.

"Urrgggghhhh.. Ummii.. udaahh, ngiluuu Umii.." erang Mas Bagas.

Lidahku sesekali kugunakan untuk menggelitik kepala penisnya yang bersarang di dalam mulutku.

"Uugghh.. Udahh, Umii.." kata Mas Bagas.

"Beneran mau udahan, Abi? Umi belum sedot-sedot pakai empotan maut Umi lho ini." kataku.

"Iya, Umi.. udah yaa.." jawab Mas Bagas.

"Hihi.. Iya deh.. Tapi jawab dulu, Abi puas nggak sih sama Umi?" tanyaku sambil mengerling nakal.

"Puas dong Umi.. Nanti lanjutin lagi ya.. Abi masih banyak kerjaan ini, belum selesai.." kata Mas Bagas.

Akupun lalu beranjak bangkit dari lantai. Kuturunkan kaos panjangku hingga dada dan perutku tertutup kembali. Sejujurnya aku masih ingin lebih bermanja-manja dengan Mas Bagas. Vaginaku kini terasa gatal, becek, dan berdenyut hebat meminta dipuaskan.

Namun, apa mau dikata, Mas Bagas memang masih harus menyelesaikan amanah pekerjaannya. Mas Bagas pun sudah kembali fokus ke depan laptopnya setelah barusan tadi kupuaskan. Aku pun kemudian berlalu menuju halaman belakang, tempat biasa aku senam dan mencari keringat.

Saat berjalan, aku merasakan sensasi aneh di tubuhku. Sperma Mas Bagas yang menempel di tetekku terasa lengket saat bergesekan dengan kaosku. Sementara di bawah sana vaginaku yang lembab ikut terasa geli saat kugunakan untuk berjalan akibat birahiku yang meninggi.

'Semoga dengan senamku ini tubuhku bisa dingin, tak lagi terbakar panasnya birahi.' batinku.




------====°°°°°°°°====------



Sudah hampir satu jam aku meregangkan otot-otot tubuhku. Kini aku sedang melatih otot-otot vaginaku dengan senam kegel. Aktivitas ini yang membuat vaginaku tetap terjaga meskipun aku telah menikah. Ustadzah Azizah lah orang yang kuucap terimakasih karena dia yang mengajariku senam kegel.

"Meskipun sudah menikah, kita harus bisa merawat organ intim kita. Jangan mau kalah sama gadis-gadis di luar sana. Walaupun sudah menikah atau punya anak sekalipun, harus tetep dijaga biar sempit dan menjepit, biar suami makin lengket sama kita." begitu dulu ucapan Ustadzah saat memotivasi ku untuk selalu rajin senam dan menjaga tubuh.

"Umiii.."

Aku mendengar suara Mas Bagas yang memanggilku.

"Umii.. Abi mau ke fotokopian dulu ya.. mau print kontrak kerja sama cari materai.. Abi bawa motor aja.." kata suamiku.

"Iya, Abi.. hati-hati di jalan Abi.." jawabku.

Kudengar langkah kaki Mas Bagas menuju pintu luar. Dan sesaat kemudian, kudengar suara laju motor meninggalkan rumahku. Aku yang kemudian sudah selesai dengan gerakan pendinginan lalu beranjak dari halaman belakang ini.

Begitu masuk ke dalam rumah, kuambil handuk dan kuseka keringat yang menempel di wajah putihku ini. Bisa kurasakan keringat membasahi tubuhku hingga ikut membuat lecek outfit senamku ini. Aku memang biasanya untuk sejenak membiarkan badanku dingin dengan sendirinya, sebelum kemudian mandi.

Kulihat plastik di keranjang sampah di samping kulkas yang sudah diikat tapi masih berada di balik pintu. Sudah penuh plastik itu oleh sampah sejak kemarin. Pantas saja ada bau tidak enak di sekitar sini.

'Mas Bagas pasti tadi pagi lupa membawanya ke luar pagar.' batinku.

Aku lalu mengambil plastik sampah itu lalu berjalan ke arah luar pintu rumahku. Kubuka pintu rumahku yang terkunci, kemudian aku berjalan melewati teras rumahku ini yang dihiasi oleh tiga kursi untuk menerima tamu.

Kutaruh plastik sampah ini di sisi luar teras rumahku. Aku yang tak memakai pakaian syar'i ini tak mau keluar pagar rumahku. Mas Bagas biasanya sudah paham kalau nanti plastik ini harus dia taruh di luar pagar. Akupun lalu beranjak masuk rumah lagi.

Pandanganku langsung tertuju ke laptop Mas Bagas di atas meja yang masih menyala. Entah dorongan dari mana, aku lalu mendudukkan pantatku di sofa di depan laptop Mas Bagas. Aku langsung mencari folder video biru yang tempo hari sempat kulihat.

Karena sudah beberapa kali aku menuju folder itu sebelumnya, tak butuh waktu lama bagiku untuk menemukan folder yang kutuju. Ketika kubuka folder itu, kini tak lagi kutemukan video yang menampilkan adegan antara Fani dan Mas Bagas. Apakah ini berarti mereka sudah tak lagi memiliki affair di belakangku?

Meski begitu, video-video 'panas' yang lain masih tersimpan di dalamnya. Aku lalu membuka salah satu video. Penamaan video-video ini menggunakan tanggal, entahlah apakah itu tanggal pengambilan video ini atau ada maksud lain. Aku lalu memilih dan membuka nama file yang tertanggal tak jauh dari hari ini.

Video player seketika langsung terbuka di laptop berlayar Retina Display milik Mas Bagas ini. Dan adegan di layar ini langsung menampakkan sosok akhwat bercadar yang sedang mengocok penis lelaki yang sedang berbaring di ranjang.

Darahku seketika langsung berdesir menyaksikan adegan ini. Rasa horny yang sempat menguap saat aku sedang senam tadi tiba-tiba kini menyergapku lagi saat kulihat penis besar di layar laptop. Penis itu berwarna hitam legam dengan ukuran yang besarnya tak lazim. Dua tangan sang Akhwat yang mungil itu tak muat menggenggam seluruh batang itu.

Mungkin itu bukanlah batang penis dalam negeri. Warnanya hitam legam seperti bukan tipikal kulit orang Indonesia. Entahlah. Yang jelas saat ini fokusku pada layar yang memperlihatkan sang Akhwat yang mulai menunduk dan memasukkan batang penis Hitam itu dibalik cadarnya yang juga hitam.

Aku sepertinya familiar dengan sosok bercadar itu. Namun karena sorot perekaman itu diambil dari samping, aku tak bisa melihat jelas wajah sang Akhwat. Dari caranya mengenakan gamis dan jilbab syar'i nya menunjukan kalau dia memang akhwat betulan, bukan cuma perempuan biasa yang dipakaikan kerudung belaka.

Tapi yang bisa kulihat jelas adalah sang Akhwat yang dengan semangatnya menarik turunkan kepalanya di atas selangkangan si lelaki. Seperti layaknya ia sedang bernafsu menghabiskan batang keras itu sendirian.

Aku yang dulu yang menjaga diri dari melihat aurat lawan jenis pastilah jijik melihat ini semua. Namun aku yang sekarang yang sudah dinodai batang penis haram lain entah berapa banyaknya, malah penasaran akan scene di depanku ini. Menyaksikan adegan di depanku ini malah membuat nafsuku makin naik.

Dorongan nafsu syaiton lalu mendorongku menggerakkan tanganku menuju selangkanganku. Dan tanpa kusadari, ternyata vaginaku sudah lembab entah sejak kapan dan kini malah merembes keluar membasahi celana dalamku bahkan leggingku. Tak berhenti, tanganku lalu mulai mengelus-elus selangkanganku dari luar celanaku.

Adegan di depanku kini sudah berubah. Si lelaki masih berbaring di atas ranjang, namun sang Akhwat sudah beranjak ke atas tubuh si lelaki. Sang Akhwat kemudian melepaskan celana panjang dibalik gamis syarinya, kemudian diikuti celana dalamnya. Sorot kamera kini agak lebih mundur, menampakkan tubuh besar si lelaki. Ruangan yang sepertinya kamar hotel itu menjadi latar belakangnya.

Tak menunggu lama, sang Akhwat lalu perlahan menurunkan selangkangannya beradu dengan selangkangan si lelaki. Sesaat sempat kulihat kulit sang akhwat yang putih bersih kontras dengan kulit badan si lelaki yang hitam legam, sebelum tertutupi lagi dengan gamis lebar yang ia pakai.

Sambil menyaksikan adegan yang penuh mesum itu, tanganku makin intens bermain di selangkanganku, menggesek-gesek bibir vaginaku dari luar vaginaku.

"Hmmmppphhh.." desisku pelan.

Layar 16 inch di depanku menampilkan sang Akhwat yang sedang bergoyang maju mundur di atas selangkangan si lelaki. Penis sebesar itu ternyata mampu masuk ke tubuh mungilnya. Bahkan sang Akhwat nampak semakin bersemangat menggerakkan pinggulnya seolah meminta lebih.

Aku sendiri merasa tak nyaman saat menggesek-gesek vaginaku dari luar celanaku. Akupun lalu menurunkan celanaku sebatas lututku, lalu kusibakkan celana dalamku hingga tanganku kini bersentuhan langsung dengan kulit vaginaku.

"Houuhhhh.. Ssshhhhh.. Mmmfffhhhhh.." desahku saat tanganku kembali bermain-main di vaginaku.

Ya Tuhan, maafkan aku yang sedang bermasturbasi sendiri seperti ini. Aku tak tahan akan nafsu birahi yang sejak pagi tadi membelengguku. Sempat hinggap di benakku rasa sesal dan bersalahku kepada Mas Bagas. Aku seharusnya tak boleh melakukan ini semua karena aku memiliki cara yang halal yaitu dengan suamiku.

Namun nafsuku membuatku terbakar akibat adegan demi adegan panas yang terpampang di layar laptop di depanku ini.

"Hmmmffffhhh.. Houuuhhh.." desahku.

Cpek.. cpekkk.. cpekkkk..

Basahnya vaginaku membuat gesekan tangan dan selangkanganku menghasilkan bunyi kecipak nyaring. Aku merasakan gelombang puncakku mendekat. Gelombang surgawi yang sudah kunantikan sejak pagi tadi saat aku mengintip Nurul.

Layar di depanku kini menampakkan sorot kamera mendekat menuju sang Akhwat yang sedang ber-rodeo di atas batang hitam sang lelaki. Kamera meng-close up vagina sang Akhwat yang terlihat menelan penis itu. Nampak sebagian vagina itu ikut keluar masuk saat sang akhwat bergerak maju mundur menggilas penis itu.

"Hmmmppfffhhh.. Ssshhhh.." desahku sambil sesekali memejamkan mata.

Tak lagi kuhiraukan bahwa perbuatan yang kulakukan ini adalah perbuatan nista yang seharusnya haram untuk kulakukan. Namun itu semua luntur seiring gerakan tanganku di bibir surrgawiku yang mengejar puncak birahiku.

Cpek.. Cpekkk.. Cpekkkk..

Suara desahan sang akhwat dari video mesum di depanku inipun terdengar makin jelas. Lagi-lagi aku merasa familiar dengan suara itu. Kamera yang merekam semua adegan itu sesekali bergoyang-goyang saat berusaha merekam dari angle yang lain. Dan ketika kamera itu menangkap sekilas wajah sang akhwat yang tertutup cadar, aku terkesiap.

Degg..

'Itu tadi..'

'Akhwat bercadar itu.. bukankah itu sosok Ust..'

Saat sedang terkejut ini, aku lebih terkejut lagi menyadari ada sosok lelaki sudah berada di depanku, di dalam rumahku di ruang tengah ini. Lelaki ini sedang menyorotkan hapenya ke arahku dan mendapatiku sedang bermasturbasi.




Part 14 "Hurdle" to be continued..
Waaaahhh bakal seru nih...
Makasih suhuu
 
PART 14a
Tag: Peeping, NTR,





0e156f1370470342.jpg

Arsella Hasna Hilyani



b114831361800940.jpg

Fani


Langit kelabu menyelimuti kota ini, menambah redup jalanan yang kami lewati yang sudah tertutupi pepohonan besar di kanan dan kirinya ini. Meski pagi sudah mulai beranjak, namun langit yang barusaja menyudahi hujannya ini membuat mentari enggan berseri.

Aku duduk di kursi penumpang, di samping Fani yang sedang mengendarai mobilnya. Fani fokus mengemudikan mobilnya berlalu dari Masjid Kota tempat baru saja aku dan sahabatku ini mendengarkan kajian Ahad pagi yang diisi oleh Ustadzah Azizah.

Hari-hari ini adalah hari-hari terakhir Ustadzah di kota ini sebelum berpisah dengan kami untuk hijrah ke Solo, ikut suaminya. Aku, Fani, dan sahabatku yang lain pun serasa makin emosional saja menyadari Ustadzah kami yang sudah selama ini membimbingku dan teman-temanku harus pergi untuk entah berapa lama. Kamipun kini semakin sering memanfaatkan waktu bersama-sama, entah itu menghadiri kajian bareng, makan siang bareng, atau sekedar berkumpul bersama Ustadzah Azizah.

Meskipun nampak ceria, namun aku tau sahabat-sahabatku ini pasti sedih di dalam hati mereka, karena itu juga yang kini aku rasakan. Ustadzah Azizah merupakan sosok yang bisa kuajak bercerita dan berdiskusi segala hal tanpa ada yang kututup-tutupi. Entah dengan siapa nanti aku harus bercerita saat Ustadzah sudah tak lagi disini.

"Kak, besok pagi anterin ke Kotagede ya, mau ketemu penjahit langganannya Mama.." kata Fani tiba-tiba. Ucapannya itu memecah kesunyian di dalam mobilnya.

"Iyes, tuan Putri.." balasku.

"Hihi.. Kan aku yang nyetirin, Kak Sella lah yang tuan Putri.." kata Fani sambil menggembungkan pipinya.

Sudah beberapa hari ini aku menemani Fani lebih sering dari biasanya. Fani sudah mulai sibuk setelah kemarin ia menerima lamaran Mas Diki, dan kini ia sedang mempersiapkan semuanya. Dan sebagai Maid of Honor, tugasku kini menemani dan membantu Fani sebisaku mempersiapkan hari bahagianya.

"Kamu siap nanti Fan, kalau harus pisah sama mama papa mu?" tanyaku.

"Hehe.. Ya mau gimana lagi, Kak.. Harus siap dong.. Sekalian belajar mandiri kalau aku dah nggak di Jogja lagi nanti. Lagian, kan istri solehah harus taat sama suami.. kaya Kak Sella kan?.."

"Hehe.. iya.." balasku dengan senyum sedikit dipaksakan.

Di depan Fani, aku mungkin terlihat seperti yang ia katakan. Tapi aku sendiri tau kalau aku ini penuh dosa. Sudah berapa kali tubuhku dijamah oleh lelaki selain suamiku. Tapi parahnya, ternyata Mas Bagas juga memiliki hubungan lebih dengan Fani ini yang meskipun aku tak tau sejauh mana.

Aku sendiri belum tabayyun dengan Fani terkait video-video yang aku temukan di laptop Mas Bagas dan hape Fani beberapa waktu lalu itu. Aku tak ingin mengganggu masa bahagia Fani yang saat ini sedang kasmaran dengan semua persiapan pernikahannya. Aku berharap hubungan Mas Bagas dan Fani akan mereka akhiri sendiri tanpa aku harus memintanya, karena toh Fani sebentar lagi akan menikah dan pindah dari kota ini.

Disamping itu, aku yakin hubunganku dengan Fani pasti menjadi canggung jika aku menceritakan semuanya yang sudah kuketahui. Bisa-bisa, aku tak lagi sahabatan atau berteman dengan Fani lagi. Aku rasa aku belum siap jika harus kehilangan Fani sementara kini Ustadzah Azizah sudah mau pergi juga.

Aku butuh teman agar bisa membuatku waras di tengah semua kegaduhan batinku, dan Fani adalah sosok itu. Dialah yang terus memberiku semangat untuk ngaji, yang selalu menemaniku mengikuti talaqqi dan taklim. Dan aku butuh itu semua.

"Eh, rumahnya di sebelah mana, Kak?" tanya Fani.

Kami sudah hampir sampai di tempat yang hendak kami tuju. Setelah kajian dhuha tadi, aku dan Fani memang berencana mampir sebentar memberikan buah tangan ke sahabat lamaku yang kini kembali lagi tinggal di kota ini.

"Kayaknya di depan situ deh.." kataku.

Fani lalu memelankan laju mobil merahnya. Mata kami melihat ke kanan dan ke kiri mencari nomor rumah yang tertera di depan pagar-pagar ini.

"Pagar hijau, nomor 77.. Nah iya bener.." kataku saat menemukan ancer-ancer yang kami cari.

Fani lalu menepikan mobilnya. Aku dan Fani kemudian bergegas keluar dari mobil. Hari yang masih pagi, membuat lingkungan ini masih sepi, belum banyak orang lalu lalang. Kuucapkan salam, dan ketika mengetuk pintu pagar hijau yang terbuat dari besi ini, ternyata pagar ini tak terkunci dan daun pintunya terdorong ke arah dalam.

Aku ucap salam beberapa kali, namun tak ada jawaban dari dalam. Kalau pintunya terbuka seperti ini, harusnya ada orang di dalam kan. Namun kenapa tak ada jawaban juga? Saat aku akan mengambil hapeku untuk mencoba menelepon, kulihat Fani berlalu masuk ke dalam rumah ini.

"Eh, Fan.." sahutku,

Namun Fani terus berlalu masuk. Akupun akhirnya ikut juga masuk ke dalam halaman rumah ini, melewati pagar. Tak kusangka ternyata halaman rumah ini begitu rimbun. Mataku terkesima dengan banyaknya bunga yang bermekaran di pekarangan yang meski tak begitu luas, namun tertata banyak sekali macam-macam tanaman di sini. Sahabatku yang satu ini memang suka dengan tanaman sedari dulu.

Aku sempat mengagumi dan mendekat ke beberapa bunga anggrek yang tergantung indah di depanku, sebelum aku sadar kalau aku belumlah bertemu dengan tuan rumahnya langsung. Segera berlalu dari pekarangan ini, akupun naik menuju teras depan rumah ini.

'Fani kemana ya?' gumamku dalam hati menyadari Fani yang entah kemana.

Aku kembali mengucap salam saat aku telah menghampiri pintu depan rumah ini. Dan lagi-lagi tak ada jawaban dari dalam. Pintunya pun juga terkunci. Saat aku menoleh ke kanan, aku melihat jalan kecil di samping rumah ini. Aku menebak pasti Fani berlalu terlebih dahulu melewati jalan itu.

Dibatasi oleh tembok rumah, dan tembok pagar, aku berjalan melewati samping rumah ini. Ternyata cukup panjang juga ukuran rumahnya. Hingga aku bisa melihat Fani nampak sedang berjongkok di sisi belakang rumah ini. Langkahku kupercepat.

"Eh, Fan.. Ngapain kamu, kok ndodok?" kataku.

Aku bisa mendengar suara semacam desahan-desahan. Kutau itu bukan suara Fani, karena dari asal suaranya sepertinya dari dalam rumah namun bocor sampai halaman samping rumah ini.

"Sssst, Kak.. Liat tuhh.." kata Fani memberiku kode untuk berbisik-bisik saja. Sambil tangan Fani menunjuk jendela yang berada di depannya.

"Ngapain e, kok ngindik-ngindik gini.." tanyaku.

Fani tak menjawab dan kembali mengintip dari luar jendela ini. Aku yang lambat laun ikut penasaran pun mengikuti Fani, dan berjongkok di sebelah Fani. Ada gorden yang menutupi sebagian jendela ini dari dalam, tapi gorden ini sedang terangkat sebagian membuat kami bisa melihat jelas ke arah dalam rumah. Dan mataku langsung terbelalak kaget menyaksikan adegan yang berada di depanku.

Itu Nurul..!! Orang yang memang berencana kusambangi. Yang membuatku terhenyak adalah kini dia sedang bersetubuh dengan sesosok lelaki. Tubuh Nurul hampir telanjang dengan mengenakan selembar kain semacam lingerie serta berhias jilbab dan cadarnya. Posisi melihatku ada di sisi samping Nurul, sehingga aku bisa melihat jelas Nurul yang sedang wot di atas selangkangan si pria.


bdd3981370770240.jpg

Nurul

Yang membuatku makin kaget, lelaki yang sedang berada di bawah Nurul itu bukanlah suaminya, melainkan sosok lelaki gempal berbadan gelap yang pernah aku lihat di mall menggandeng Nurul saat beberapa waktu lalu aku ketemuan dengan Nurul.

Lelaki itu nampak keenakan berbaring di atas kasur di dalam kamar yang kutebak adalah kamar utama ruang ini, sementara di atas perutnya yang buncit itu sesosok akhwat sedang menaikturunkan pantatnya. Sekilas bisa kulihat penis gelap milik si lelaki keluar masuk di dalam vagina Nurul.

Nurul juga nampak keenakan dengan mata terpejamnya sambil mendongakkan kepalanya. Mulutnya yang meski tertutup cadar itu mengeluarkan desahan-desahan nyaring dan binal sampai-sampai terdengar sampai dinding luar rumahnya.

Aku sangatlah yakin bahwa itu bukan suami Nurul. Namun dari ekspresi dan gestur persenggamaannya, tak kulihat ada tanda-tanda penolakan atau paksaan. Bahkan gerakan pantat Nurul sangatlah liar naik turun di selangkangan lelaki itu, seolah tanpa dosa melakukan perzinahan terlarang itu.

Aku yang melihat adegan di depanku ini entah mengapa merasakan tubuhku ikutan menghangat. Kalau kuingat, sudah beberapa hari ini tubuhku tidak disetubuhi oleh Mas Bagas, sehingga melihat adegan live di depanku ini mau tak mau menyulut birahiku sedikit demi sedikit.

Baru kali ini aku mengintip adegan seks secara langsung dengan sembunyi-sembunyi seperti ini. Melihat sahabat lamaku di depan sana yang semakin liar meliuk-liukkan badan rampingnya di atas lelaki gempal itu. Teteknya yang terpantul-pantul indah itu ia remas-remas sendiri dengan kedua tangannya. Sambil sesekali menyibakkan jilbabnya yang kadang turun.

Tak kusadari vaginaku ikutan lembab di bawah sana. Hasil dari alam bawah sadarku yang seolah iri dengan kenikmatan yang dialami Nurul. Mas Bagas yang akhir-akhir ini sangat sibuk dan belum menjamahku, membuat nafsuku mudah terpantik menyaksikan persenggamaan tepat di depanku ini.

Selama beberapa lama aku menyaksikan adegan itu. Nurul dan lawan mainnya pun masih larut dengan peraduannya, tanpa memedulikan kalau ada yang mengintip mereka. Hingga kudengar si lelaki itu membuka suara.

"Balik, Dik.. Aku mau lihat pantatmu.." samar-samar kudengar perintahnya dari balik jendela ini.

Nurul langsung memutar tubuhnya tanpa melepas batang penis si lelaki gempal itu seolah patuh menuruti perintahnya. Hingga tubuhnya berbalik, lalu kulihat Nurul kembali menggoyang-goyangkan pantatnya naik turun dan maju mundur. Ekspresi kedua insan yang kutebak tak bermahrom itu semakin memancarkan air muka keenakan.

"Ssshh.. Abi seneng ya liat Umi kaya gini..??" kata Nurul membuka suara.

"Iya Umi, Abi suka.."

Degg.. aku kaget mendengar ternyata ada orang lain di kamar itu. Setelah kutengok agak teliti, kulihat ada lelaki lain yang duduk di kursi di sisi kasur itu yang sedari tadi ikut menyaksikan adegan persetubuhan Nurul. Dan yang membuatku mengernyit heran sekaligus kaget, itu adalah Mas Haris suami Nurul.

"Abi boleh ikutan, Umi..??" tanya Mas Haris kemudian.

"Ssshhh.. Emmppphh.. Abi bercanda iih.." jawab Nurul di sela goyangan pantatnya, "Abi kan cuma boleh lihat aja.."

"Tapi makasih ya, Abi.. Uuhhh.. Ahhh.. udah beliin baju seksi yang Umi pakai ini.." lanjut Nurul, "Mas Sukani suka banget liat Umi pakai baju seksi gini.. Uuuhhh.. Aaahhh.. kontolnya kerass, mentok sampai rahim Umi.. Ssshh.. Oooohhh.."



ME3RJZJ_o.gif

Nurul semakin liar menggerakkan pantatnya sambil mulutnya makin keras menyuarakan desahan demi desahannya.

"Buat kali ini, Umi ijinin Abi buat mainin kontol Abi sendiri sambil lihatin Umi deh, karena Abi udah beliin lingerie yang seksi buat Umi.. Hoouuhh.. Ssshhh.. Aaahhh.." kata Nurul

Mas Haris pun kemudian tanpa berlama-lama kulihat menarik turun resleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang nampaknya sudah sesak sedari tadi. Sambil memandangi istrinya di hadapannya yang sedang menggilas penis lelaki lain, Mas Haris lalu beronani sendiri.

Permainan gila macam apa ini? Nurul bersetubuh dengan lelaki lain, sementara suaminya hanya melihatnya dari depannya sambil bermain sendiri dengan batangnya. Aku benar-benar tak habis pikir.

"Huuurrgghh.. makin hari makin manteb banget goyanganmu, Dik Nurul. Urrgghh.." kata si lelaki di bawah Nurul.

"Ooohhh.. Aaahhh.. Iyaaah.. kontol Mas juga makin enak.. Nurul sukaa.. Oooh.."

"Uurrgghhh.. Mau keluar nih, Dik.. keluarin dimana??" tanya si lelaki.

"Di dalem ajahh.. Ooohhh.."

Hingga kemudian, si lelaki itu memegang pinggang Nurul sambil menekan tubuhnya ke atas hingga kutebak penisnya masuk makin dalam. Tubuh si lelaki beberapa kali mengejang, tanda dia sedang berada di klimaksnya. Kulihat Nurul pasrah menerima siraman lendir kental dari bawahnya itu.

Setelah beberapa lama hingga mungkin si lelaki sudah menumpahkan semua lahar kentalnya di vagina Nurul, kulihat sahabat lamaku itu kemudian beranjak bangkit. Nurul kemudian turun dari kasur dan berjalan menghampiri Mas Haris. Kulihat Nurul kemudian melebarkan pahanya di atas selangkangan Mas Haris.

Aku menebak Nurul akan memberikan giliran vaginanya untuk suaminya itu. Namun ternyata aku salah. Nurul memosisikan vaginanya tepat di atas penis Mas Haris, kemudian dengan kedua jarinya sendiri, Nurul mengorek-ngorek isi vaginanya. Hingga kulihat lendir kental putih pekat mulai turun menetes membasahi penis Mas Haris.

Sperma si lelaki yang mengisi vagina Nurul tadi ditumpahkan semua di penis Mas Haris. Beberapa lama memuntahkan isi vaginanya itu, kemudian Nurul sedikit mundur dan berjongkok di depan Mas Haris. Nurul kemudian memajukan kepalanya. Cadar nya lalu ia singkap sedikit dan sedetik kemudian lidahnya mulai menjilati penis Mas Haris.

Bukan. Lebih tepatnya, Nurul menjilati sperma yang menumpahi penis Mas Haris. Kulihat Nurul seperti menyeruput lendir-lendir itu selama beberapa saat. Kepalanya yang terbalut jilbab lebar itu naik turun ke kanan ke kiri menelan habis sperma yang belum lama tadi mengisi vaginanya.

Gila. Sungguh gila adegan di depanku ini. Aku tak habis pikir sahabatku yang dulu kukenal sangat alim yang selalu menjaga kehormatan dirinya, bisa berlaku serendah itu depan suaminya sendirinya.

Akal sehatku seketika itu kembali. Aku menyadari kalau aku saat ini sedang mengintip. Parahnya, aku lupa kalau di sebelahku ada Fani. Dan saat kutengok, Fani sepertinya juga ikut terangsang menyaksikan adegan yang berada di depan kami ini. Bahkan aku melihat satu tangan Fani sudah menyusup masuk ke bawah gamisnya.

Ini anak malah sempat-sempatnya masturbasi sambil mengintip seperti ini. Seolah menghayati sekali adegan tabu di depannya yang menurut aneh di luar nalar. Di depan sana, kulihat si gempal yang tadinya berbaring di kasur itu lalu bangkit dan menghampiri Nurul yang masih berjongkok di depan suaminya. Ini kesempatan bagiku untuk pergi dari sini.

"Fan.. Ayo udah.. kita balik aja.. nanti kita kepergok lho.." kataku berbisik.

"Eh Iya, Kak.." jawab Fani sambil tergopoh-gopoh menarik tangannya dari balik gamisnya. Nampaknya dia juga baru sadar akan kondisinya.

Aku dan Fani kemudian berjalan mengendap-endap keluar dari halaman rumah ini. Melihat adegan persetubuhan yang aneh tadi tetap saja memantik birahiku hingga membuat lendir vaginaku mengucur. Kurasakan vaginaku amat lembab saat aku sedang berjalan pelan seperti ini, membuatku merasa sangat tak nyaman.




------====@@@@@====------


"Assalamualaikum.." kataku sambil menutup pintu dari dalam.

"Waalaikumsalam.."

"Lho, Abi katanya ada meeting.. Nggak jadi to?" tanyaku.

"Jadi, Umi.. Ini masih ada yang harus disiapin dulu dokumennya.." kata suamiku yang sedang duduk di sofa sekaligus ruang kerjanya itu. "Umi kok nggak ngabarin Abi tadi, tau gitu kan bisa Abi jemput.."

"Iya, Umi kira Abi udah jalan ke kantor. Dan tadi sekalian nemenin Fani siap-siap besok mau Nadzor sama calonnya.." balasku.

Mas Bagas lalu kembali fokus di depan laptopnya. Suamiku belakangan kebanjiran proyek di kantornya. Hingga dia sampai-sampai harus ikutan kerja di akhir pekan seperti hari ini.

"Oiya, Umi.. kantor Abi mau ngadain Family Gathering, sekalian syukuran milad.." kata suamiku, "nanti Umi ikut dateng sama Abi ya.."

"Ooh.. Iya, Abi.." balasku.

Aku lalu melanjutkan langkahku menuju kamarku, untuk ganti baju setelah tadi aku selesai mengikuti kajian Ahad pagi. Di luar langit belumlah terlalu terik, akibat hujan lebat tadi pagi.

'Masih bisa senam nih. Mumpung belum terlalu siang..' gumamku.

Aku lalu melepas bajuku satu per satu bersiap menggantinya dengan outfit yang biasa kupakai untuk senam. Aku memang rutin senam, apalagi akhir pekan seperti ini. Meskipun hanya di dalam rumah saja, namun exercise yang kulakukan sendiri ini kurasakan berefek bagi tubuhku.

Kulihat tubuhku yang kini hampir telanjang di depan cermin yang hanya menyisakan bra dan celana dalam saja. Lekukan pantat menuju perutku yang ramping terpantul dari kaca itu, hasil dari rutinnya aku menjaga tubuhku. Terlebih lagi kegel yang rutin kulakukan saat senam membuat organ intimku tetap terjaga.


ME3RJZF_o.gif

Aku kemudian berjalan menuju kamarku untuk berganti pakaian. Aku memakai celana leggingku yang biasa kupakai untuk senam. Ketika aku akan mengenakan kaos panjangku, terbesit ide untuk menggoda suamiku. Akupun lalu melepas bra ku terlebih dahulu, lalu baru mengenakan kaos lengan panjangku. Kini terlihat di cermin, dadaku yang membusung di balik kausku.

Dan ternyata putingku tercetak lumayan jelas dibalik kaos yang kupakai. Sejak setelah aksi mengintip persetubuhan tadi, entah mengapa gairahku masih menyala, padahal ini masih pagi. Ditambah lagi, sudah beberapa hari ini, tubuhku tak dijamah suamiku membuat nafsuku mudah sekali naik. Celana dalam yang kukenakan pun model G-string, kupikir agar mudah saat siapa tau nanti Mas Bagas menghendaki quickie sejenak, hihihi.


ME3RJZQ_o.gif

Akupun lalu keluar dari kamarku setelah mengenakan jilbab mini-ku. Meskipun di dalam lingkungan rumahku, aku berusaha menutupi aurotku seluruhnya walaupun tak dengan jilbab lebarku. Kulihat Mas Bagas masih fokus di depan laptopnya.




Part 14 "Hurdle" to be continued…
Cross over dong, keren huuuuu
 
thank you hu update nya, hhe

berharap ada scene khusus detail adegan ustadzah azizah haha
 
Bimabet
PART 14c
Tag:
Threesome, MMF, Interracial


cde84f1354932288.jpg

Arsella Hasna Hilyani

"Kyaaa.." jeritku

"Mas..!! Apa-apaan ini!! Keluar...!!" teriakku kalut seketika sambil melepas headset yang terpasang di telingaku.

"Hehe.. ternyata Ukhti alim seneng colmek sambil nyepep ya??" Katanya menyeringai.

Dia Ustadz Erwin. Bukan, bukanlah sosok Ustadz saat dia dengan seenaknya masuk ke dalam rumahku. Entah bagaimana caranya dia bisa menembus pagar rumahku. Dan malah merekamku dengan hapenya saat mendapatiku sedang bermesum sendiri tadi.

Rasa kagetku berlapis-lapis saat aku mendapatinya sedang merekamku dengan hapenya. Aksi masturbasi ku tadipun seketika terhenti. Rasa birahi seketika berubah menjadi rasa takut.

"Mas.. cepat keluar..!! Atau saya panggil suami saya..!!" bentakku.

Tapi dia malah melangkah maju mendekat ke arah sofa. Hapenya sudah ia matikan tak lagi merekamku. Tapi kini aku malah dilanda ketakutan yang lain saat langkahnya ia arahkan menuju tempatku duduk.

"Hehe.. Ana tau Bagas lagi keluar kok, Ukh.." katanya,"Silakan kalau mau teriak juga. Ana yakin tetangga nggak pada dengar, wong lingkungan sini kan sepi banget." senyumnya menghiasi wajahnya yang seketika menyorotkan kemesuman.

Aku tau sorot itu. Sorot lelaki yang siap menggagahi mangsa betinanya. Langkah kakinya makin dekat. Aku harus segera ambil langkah terlebih dahulu. Jika aku masih disini maka aku ibarat kambing yang siap diterkam singa lapar.

Tanpa pikir panjang lagi, akupun lalu bangkit dan segera berusaha mengambil kaki seribu menuju kamarku untuk kemudian menutupnya rapat-rapat. Namun, baru sekali aku melangkah, kusadari ternyata celana panjangku menyangkut di sebatas lututku.

Ingin aku menyadari kalau paha putihku terbuka dan terpampang oleh Mas Erwin. Namun aku tetap berusaha melangkahkan kakiku sembari menarik celanaku naik. Beberapa langkah bisa kuambil hingga aku makin dekat ke pintu kamarku.

Tapi dengan kondisi ini, lariku tak bisa jauh. Celana panjangku pun baru kunaikkan sebatas pahaku saat tiba-tiba kurasakan lenganku sudah dipegang dari belakang. Dadaku langsung berdegup ketakutan.

"Lepasin, Mas..!!" Jeritku.

Namun pegangan tangan Mas Erwin malah semakin kencang seiring tubuhnya yang semakin mendekatiku. Mataku seketika langsung melembab menyadari aku yang tak punya daya upaya apapun. Dan sekejap kemudian tubuhku didorong ke samping. Sisi depan badanku menempel di dinding tembok.

Tangan Mas Erwin tiba-tiba tak lagi memegang tanganku untuk beberapa lama. Hingga kemudian kurasakan tangan itu memegang pantatku yang hanya menyisakan celana dalam tipis. Pantatku ia tarik ke belakang yang pastilah mendekat ke tubuhnya. Yang terjadi kemudian kembali membuatku ketakutan.

"Mas.. Istigfar.. Udah lepasiin.. pliis..!!" rengekku.

Ternyata Mas Erwin sudah tak mengenakan apapun saat kurasakan kulit pantatku bertumbukan dengan batang keras dan hangat yang pastilah itu apa lagi kalau bukan batang kemaluannya.

"Mas, inget Kak Azizah, Mas..!! Lepasin saya..!!" jeritku yang kini mulai serak.

"Hehe.. Ana lepasin Ukhti pas udah selesai nanti.."

Sambil berucap itu, satu tangan Mas Erwin menyingkap sisi tengah celana dalam G-string Ku ke samping. Dan kemudian batang penisnya kurasakan mulai ia arahkan tepat di bibir vaginaku.

"Mas.. Jangan dimasukin, plisss.. aku istri temenmu, Mas..!!"

Tak dihiraukannya jeritanku, batang penis itu ia gesek-gesekan di gerbang liang vaginaku.

"Hehe.. Ukhti Sella dah becek banget.." ejeknya.

"Mas.. Jangg... Hooouuuhhhhh.."

Aku mendesis saat penisnya ia dorong perlahan mencoba menembus vaginaku. Meski lembab, namun batang kemaluannya tak serta merta semudah itu memasuki sempitnya vaginaku. Hingga penis itu ia dorong-dorong di belahan liang surgawiku yang membuatku meringis-ringis.

"Urrggghhhh.." erang Mas Erwin saat kepala penisnya sudah berhasil bersarang di dalam vaginaku.

"Hgghh.. Udah, Mas.. lepasin saya, Mas.. Hiks hikss.." rengekku yang diikuti dengan isak tangis.

"Ya allah, sempit banget memekmu, Ukh.. anget tenan.. Urrrggggghh.." Mas Erwin semakin dalam mendorong penisnya. Pinggulnya mulai ia gerakan memompa penisnya dari belakangku.

Aku sungguh tak menyangka hal ini terjadi padaku. Aku seolah setengah sadar dan berharap ini semua hanyalah mimpi buruk sebelum aku bangun tidur. Batang haram itu kini bersarang di vaginaku yang sempit, yang kebetulan akhir-akhir ini jarang dipake oleh suamiku karena kesibukannya.

Terakhir kali vaginaku ditembus oleh batang lelaki adalah milik Agus di kolam renang saat aku dan teman-teman liqo' ku olahraga bareng. Dan kini aku merasakan batang penis Mas Erwin mulai menyesaki vagina sempitku yang belum lagi terisi penis selama beberapa hari terakhir.

"Gimana rasanya dientotin sama kontol lain selain punya suamimu, Ukh? Enak to? Anti pasti juga udah sering nyobain kontol lain, kan? Uurrgghhh.." erang Mas Erwin.

"Bajingan kamu Mas, tegaaa kamu Mas! Hhggghhhh.. Hhssshhh..." aku meringis menahan ngilu merasakan penis Mas Erwin yang masih ia usahakan masuk ke dalam vaginaku.

"Uurrgghhh.. sempitnya kok kaya memek perawan ini, Ukh.. Hhgghhh.." erang Mas Erwin. "jarang dipake sama Bagas ya ini tempiknya, Ukh?"

Tangannya memegangi pinggulku. Pinggulnya ia gerakan semakin aktif maju mundur, hingga pantatku bertumbukan dengan pahanya. Kurasakan batang penis keras itu menggesek-gesek dinding rongga vaginaku.

Splok.. Splokk.. Splookk..

Lambat laun, irama sodokan penis Mas Erwin di vaginaku membuat sisi-sisi sensitif di organ intimku ini merespon dengan sendirinya. Lendir kenikmatan merembes keluar membersamai pompaan penis Mas Erwin.

"Hhgghhh.. Sshh.." mulutku mulai mendesis saat batang kelelakian Mas Erwin terus merojok-rojok vaginaku. Pinggangku yang dipegang oleh kedua tangannya membuatku hanya bisa pasrah menerima pompaan demi pompaan pinggulnya dari belakang.

Mas Erwin kemudian menarik lepas penisnya. Untuk sesaat aku sempat berfikir ini semua telah usai sebelum aku tau dan menyadari bahwa ini barulah awal dari semua entah apa yang direncanakannya. Mas Erwin lalu menarikku mendekat lagi ke sofa. Tubuhku lalu didorongnya hingga aku berbaring terlentang di sofa.

Mas Erwin lalu berjalan mendekatiku. Kulihat penisnya yang tak terlalu besar itu sudah basah akibat lumuran lendir kemaluanku.

"Mas.. Udahh.. inget Kak Azizah..Hmmmmmppfff..." belum selesai ucapanku, mulutku sudah dijejali oleh penis Mas Erwin.

Kepalaku yang terbalut jilbab miniku ini ia tolehkan menghadap selangkangannya. Penisnya ia dorong-dorong menembus bibirku.

"Hmmm.. Mmmhhfff.." aku berusaha menjerit untuk menolak sumpalan batang haram ini di mulutku. Namun tangan Mas Erwin yang memegangi kepalaku membuatku tak punya banyak ruang gerak.

Penis Mas Erwin itupun akhirnya mampu menembus bibirku yang makin melemah memberi perlawanannya. Pinggulnya ia dorong perlahan hingga kurasakan batang kemaluannya mulai mengisi rongga mulutku. Lidahku langsung bisa merasakan cairan vaginaku yang menyelimuti penis itu.

"Uurrggghhh.. enak banget mulutnya, Ukhtii.." erang Mas Erwin.

Dengan memegangi kepalaku, pinggulnya ia gerakkan maju mundur. Penis itupun keluar masuk membelah bibir ******* ini.

"Urrgghh.. udah lama Ana pengen ngentotin bibir seksi istrinya Bagas ini.. Akhirnya kesampaian juga.. Hhgghhh.." racau Mas Erwin.

Slop... Slopp.. Slooppp..

"Urrghh.. Sering ngemut kontol pasti nih mulut.. Enak banget sepongan bibirnya.. Udah berapa kontol yang masuk mulut lonthenya, Ukh?" erang Mas Erwin melecehkanku.

Gerakan pinggulnya semakin cepat saat sedang menyetubuhi mulutku. Kurasakan batang penisnya semakin keras dan mulai berdenyut-denyut. Leherku lama kelamaan pegal ketika aku berbaring miring dan kepalaku harus menoleh di sofa seperti ini.

Kriekk..

Aku mendengar suara pintu dibuka. Aku langsung menduga itu adalah Mas Bagas yang membuatku senang. Akhirnya aku bisa mengadukan pemerkosaan ini padanya.

"What the hell, Man! I was waiting on you..!" aku mendengar suara berat khas lelaki yang pasti bukanlah Mas Bagas. Hatiku luruh seketika.

"Hehehe.. Sorry, Bro.. Just found this bitch in heat.." kata Mas Erwin.

Mas Erwin yang menyapa suara itu membuatku bisa untuk melepaskan penisnya dari mulutku. Saat kepalaku melihat ke arah pintu, betapa terkejutnya aku melihat sosok laki-laki lain kembali memasuki rumahku tanpa ijin. Lelaki Negro ini bertubuh tinggi besar.

Sambil berjalan mendekati sofa, tiba-tiba dia melepaskan kaos yang ia pakai. Nampaklah dadanya yang hitam legam ditumbuhi bulu-bulu yang lebat. Untuk sesaat aku masih diam terkaget-kaget. Saat si lelaki ini sudah berada di tepi sofa, dia melepas celana dan dalamannya hingga terlihat penisnya yang ukurannya sungguh amat besar.

Penis milik Mas Erwin tak ada apa-apanya dibandingkan penis si kroni nya ini. Aku reflek langsung menggeleng-gelengkan kepalaku. Tanganku menutupi wajahku sambil mulutku meneriakkan kata-kata pemberontakan.

Namun tangan si lelaki tadi langsung memegang tanganku dan menyibakkannya hingga terlihatlah lagi wajahku. Tanganku yang kecil ini seolah tak ada apa-apanya dibanding tangannya yang hampir seukuran pahaku. Mukanya yang juga hitam legam berhias jenggot lebat itu menyorotkan seringai mesumnya saat memerhatikan wajahku. Air mataku kembali berlinang menyadari aku yang seolah perawan di sarang penyamun padahal di rumahku sendiri ini.

Si lelaki yang berpostur tinggi ini lalu sedikit berlutut di lantai, wajahku lalu ditariknya hingga selangkangannya tepat kuhadapi. Penisnya yang mulai mengembang itu hanya berjarak beberapa senti dari wajah putihku. Aku merinding sekali melihat penisnya, belum pernah kulihat penis sebesar ini, padahal belum ereksi sempurna.

Tanpa menunggu lagi, penis itu ia jejalkan di bibirku. Aku menutup bibirku, refleks dari rasa berontakku. Namun lagi-lagi kepalaku yang terbalut jilbab yang makin kusut ini ia pegang dengan dua tangannya yang kekar berotot hingga aku tak lagi mampu menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Hehe.. Kenalin ini teman Ana, Ukh.. Namanya Jamal.. temannya Bagas juga kok.. Dia lahir di Senegal tapi besar di Amerika.." kata Mas Erwin.

Aku tak menanggapi itu, karena sibuk menghindarkan mulutku dari penis hitam di depanku. Namun apalah daya upayaku, hingga tak lama penis hitam ini mulai masuk menyumpal mulutku.

"Tapi kayaknya nggak perlu kenalan ya.. cukup kenalan sama kontol itemnya Jamal aja si Ukhti nakal ini.. hahaha.." timpal Mas Erwin lagi.

Aku langsung teringat penis yang tadi kulihat di laptop. Apakah itu penis Jamal? Lalu siapa gadis bercadar itu? Kok seperti familiar.

Tak sempat menerka-nerka, mulutku kini disibukkan oleh penis besar ini. Bibir mungilku ini dipaksa untuk terbuka selebar-lebarnya, seluruh otot pipi dan wajahku meregang, saat batang raksasa ini menyeruak masuk melawan keinginanku.

Saat benakku sedang kalut mendapati mulutku yang sedang dinodai seperti ini, tiba-tiba kurasakan pahaku dibuka lebar. Entah sejak kapan Mas Erwin sudah berpindah menuju selangkanganku. Sisi bawahku yang sudah telanjang ini tak menyisakan apapun sebagai tabir peindung auratku lagi.

Kurasakan badan Mas Erwin semakin ia rapatkan di selangkanganku. Bibir vaginaku seperti tersengat saat disentuh oleh batang hangat dan keras. Aku berusaha untuk menggeliatkan badanku, menghindari aksi penetrasi penis Mas Erwin. Namun usahaku itu tak memiliki efek apapun karena tangan Mas Erwin yang memegangi pahaku.

Mulutku berusaha untuk berteriak namun penis yang menjejali mulutku membuat usahaku ini sia-sia.

"HHHMMPPHHH..!!!!!" jeritku tertahan ketika kurasakan penis Mas Erwin mulai ia jejalkan masuk ke dalam vaginaku.

Mulutku dan vaginaku kini dimasuki oleh dua penis haram secara bersamaan. Usahaku untuk memberontakpun lama kelamaan mulai melemah karena juga tak menghasilkan pengaruh apapun.

Air mataku kian berlinang menyadari diri ini yang lagi-lagi tak kuasa membentengi dari lelaki haram yang menjamah tubuhku. Makin bertambah lelaki yang menikmati tubuhku, makin besar pula rasa bersalahku kepada Mas Bagas.

Vaginaku lagi-lagi meregang mendapati penis Mas Erwin yang ia dorong semakin dalam. Ayunan pinggulnya membuat rojokan penisnya terasa semakin masuk menggesek rongga vaginaku. Sisa cairan vaginaku yang digarap menempel di tembok tadi membuat penetrasi penisnya tak begitu kesulitan, disamping ukuran penisnya yang tak besar.

Di depan wajahku, selangkangan hitam Jamal masih maju mundur. Mulut mungilku ini tak bisa menelan semua penis besarnya itu. Hanya sekitar sepertiga batangnya saja yang bersarang di mulutku, sehingga aku bisa melihat sisa penisnya yang hitam legam maju mundur kupandangi. Meski begitu, Jamal seolah semangat sekali memompa ujung penisnya di dalam mulutku ini.

"Dayum, Man. This bitch's mouth is great! I'll bet her slut pussy is even better!" kata Jamal.

"Oh yeah, Bro! Her pussy is tight! And she is hot and wet! We'll have to switch in a bit and let you get some of this."

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Clep.. Cleppp.. Clepepppphh..

Suara yang muncul dari selangkanganku dan mulutku ini bersautan seiring dua lubangku yang kini sedang dilecehkan oleh dua lelaki ini. Tubuh akhwat ku dihimpit oleh dua orang lelaki yang meski berperawakan alim dengan jenggot lebatnya namun tega menabrak garis batas dosa seiring penis-penisnya yang sedang menikmati vagina dan mulutku.

Aku pun semakin tak berdaya ditengah dua lelaki penuh nafsu ini. Tubuhku yang pasif mulai ikut menghangat akibat sodokan penis Mas Erwin yang menggaruk-garuk dinding vaginaku. Tak pelak, liang surgawiku semakin banyak mengeluarkan lendir kenikmatannya.

Mas Erwin semakin kuat mengayunkan pinggulnya. Akupun bisa merasakan penisnya semakin keras di dalam liang senggamaku. Mulutkupun dengan sendirinya mulai menghisap penis Jamal yang keluar masuk di dalam bibirku. Hingga aku mendengar dering hape berbunyi namun bukanlah ringtone hapeku.

Jamal lalu menarik penisnya lepas dari mulutku.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

"Sshh.. Houuhhhh.. Ooohhh.." mulutku seketika mendesah ketika terbebas dari sumpalan penis raksasa Jamal, merasakan penis Mas Erwin yang semakin keras dan berdenyut-denyut di dalam vaginaku.

Jamal lalu meraih celananya dan mengambil hapenya yang sedari tadi bunyi. Jamal kemudian memberi kode kepada Mas Erwin terkait siapa yang meneleponnya, sebelum kemudian Jamal memperlihatkan ku layar hapenya. Aku langsung shock ketika melihat ternyata Mas Bagas yang menelepon Jamal.

Jamal menempelkan jarinya di tombol hijau yang membuatku menggeleng-gelengkan kepala, berharap tak diangkatnya telepon itu karena aku yang sedang tersentak disetubuhi oleh Mas Erwin.

Aku langsung menutup mulutku dengan kedua tanganku saat Jamal serius menerima telepon dari Mas Bagas. Aku hanya bisa berharap Mas Bagas tak mendengar suara-suara aneh, terutama dari mulutku yang sesekali mendesah.



"Yeah we're on our way to your house.. It's just that we got such tight pussy here.. As usual, from Erwin, Hahahaha.." kata Jamal.
...

"No, really... Why would I lie.." lanjut Jamal.




Seketika itu, tanganku ditarik Mas Erwin seolah menarik tubuhku makin menempel di selangkangannya. Mulutkupun tak lagi bisa kututupi. Dan Mas Erwin langsung menaikkan tempo genjotannya.

Splokk.. Splokk.. Splookkk..

"Ahhh.. Ouuuhhh.. Sshhh.." desahku seketika.





"Listen to this.." kata Jamal kepada Mas Bagas di telepon. Dan tiba-tiba hape itu ia dekatkan di samping mulutku.
...




Oh tidak.! Mas Bagas, maafkan aku Mas. Aku sekuat mungkin menahan mulutku agar tak mengeluarkan suara. Namun Mas Erwin semakin kuat mengayunkan pinggulnya.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Penis itu pun masuk semakin dalam di liang vaginaku. Mulutku mendesis kecil sesekali, tak tau apakah Mas Bagas bisa mendengar dan mengenali suaraku. Yang jelas suara peraduan selangkanganku pasti terdengar jelas, suara khas dua kelamin yang sedang beradu nafsu syaitan lewat hape Jamal yang dipegangnya cukup dekat dengan wajahku. Mas Erwin dan Jamal seolah satu frekuensi untuk mengerjaiku dan suamiku.




...

"Hahaha.. Told you.." kata Jamal ke Mas Bagas di hapenya sebelum mengakhiri panggilan teleponnya.





Jamal kemudian kembali menjejalkan penisnya ke mulutku. Aku sempat menggeleng-gelengkan wajahku, mencoba menolak batang legam itu menodai mulutku. Namun tangan kekar berbulunya itu memegangi kepalaku dengan kuat hingga batang itu kembali membelah bibir ******* ini.

"Hoekk.. Hockk.. Hocckk.." aku setengah tersedak saat Jamal memaksa penisnya mauk ke mulutku. Mataku memebelalak sembari nafasku tertahan karena sulitnya kuhela. Jilbab mini yang kupakai makin kusut saat Jamal dengan kasarnya memegangi kepalaku.

Tak lama, kudengar suara dering telepon, kali ini ringtone hapeku yang kudengar. Dari hape yang kutaruh di atas meja di samping laptop Mas Bagas yang layarnya sudah mati. Mas Erwin memelankan genjotannya di vaginaku, meskipun penisnya itu sudah berdenyut-denyut keras. Jamal lalu mengambil hapeku sambil penisnya masih ia pompa membelah bibirku.

Jamal lalu melihat sesaat layar hapeku dan kemudian melepas penisnya dari mulutku saat membaca siapa yang meneleponku.

"That must be Bagas.." kata Mas Erwin yang tak lagi menggerakkan penisnya di vaginaku untuk sesaat.

"No shit Sherlock.." balas Jamal.

"Let her pick up.." kata Mas Erwin.

"Noo.." jeritku, "Jangan Mas.."

"Hehe.. Nanti suamimu curiga, Ukh.. diangkat aja.." kata Mas Erwin

Jamal menekan tombol hijau di hapeku sebelum kemudian memberikan hape itu kepadaku. Akupun tak punya pilihan lain selain menerima panggilan suamiku itu.




"Assalamu'alaykum.. Abii.." jawabku. "Heeegghhhh.."
...



Aku melenguh pelan saat tanpa diduga, Mas Erwin mulai menggerakkan pinggulnya lagi sehingga penisnya mulai menggesek rongga dalam vaginaku lagi.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku ke Mas Erwin. Namun pinggulnya malah semakin cepat ia gerakkan, sambil wajahnya juga membalas dengan seringai mesum. Tak bisa kupungkiri lecutan rangsangan dari dinding vaginaku yang membuat tubuhku makin menghangat.





"Iya,, masih senam aja kok ini Abi,, Hhhggghhh... Aaahhh.." kataku menjawab suamiku yang menyapa di ujung telepon sana.
...




Splok.. Splokk.. Splookkk,,

"Hggghhhhh.. Hmmmppphhh.." dengan tanganku yang lain, aku menutupi mulutku agar Mas Bagas tak curiga akan kemesuman yang kualami.



...

"Mendesahh? Enggak kok.. Houhh.. Umi lagi peregangan aja.. Aaahhhh.." balasku.




Splok.. Splookk.. Splookkk..

Anehnya, tubuhku malah merespon ini semua dengan sensasi lain. Berbicara dengan suamiku ditelepon sementara vaginaku sedang digenjot oleh batang haram lain membuatku merasakan sensasi cemas bercampur nafsu. Vaginaku malah menjepit makin kuat batang penis Mas Erwin.





"Hmmpphh.. Iya Abii.. Hhggghhhh.. Kalau temen Abi udah nyampe nanti Umi kasih tau kalau Abi lagi.. Huuuhhhh.. lagi diluar.." balasku.




Jujur aku susah berkonsentrasi mendengarkan pembicaraan suamiku, karena nafsu birahi yang menyelimutiku. Aku baru tau kalau Mas Bagas sengaja tidak mengunci pagar, agar mobil Mas Erwin bisa masuk. Dan aku sepertinya tadi lupa mengunci pintu depan setelah mengeluarkan tas sampah tadi. Dari situ awalnya mengapa aku tak tau dan tak mendengar Mas Erwin yang memasuki rumahku dan tiba-tiba berada di dekatku tadi.

Splok.. Splookk.. Splookkk.. Mas Erwin makin kuat mengayun pinggulnya memompa liang surgawiku.




"Auuuuhhhh.." desahku yang pasti terdengar di teleponku.

...

"Anu Abii.. Hhhggghhh.. Ada coro tadi.." jawabku berbohong




Keringat dingin mengucur dari tubuhku, campuran hasil dari rasa was-was, rasa penyesalan kepada suamiku, sekaligus nafsu birahi yang makin memanas.

Aku langsung mematikan hapeku, agar Mas Bagas tak lebih jauh mencurigaiku.

"Urrrgghh.. Makin sempit memeknya, Ukh.. Makin becek juga lho.." erangnya.

Akibat sensasi tadi, sekejap kemudian aku merasakan gelombang orgasme melanda tubuhku.

"Hhggghhhhhhhh.. Hoooooooooooooooouugghhh… Emmmppphhhhhhhhhhh.." aku mendesis panjang membersamai seluruh otot tubuhku yang mengejang-ejang.

Mas Erwin kemudian melepas penisnya dan naik ke atas badanku yang terlentang di atas sofa. Jepitan vaginaku saat orgasmeku tadi membuatnya tak bisa tahan lama berada di dalam sempitnya liang kawinkh. Mas Erwin mengocok sebentar penisnya di atas wajahku sebelum saat kemudian penisnya memuntahkan isinya.

Crot.. Crott.. Croottt..

"Terima pejuh ana, Ukhtii.. Arrgghhhh.."

Lendir puncak kelelakiannya itu membasahi mukaku dan jilbabku dibarengi erangan keras dari mulutnya. Aku hanya pasrah karena tubuhku yang juga lemas akibat orgasme sambil nafasku yang tersengal-sengal. Hampir seluruh wajahku kurasakan hangat tertutupi sperma kental Mas Erwin. Aroma sperma yang beberapa hari belakangan tak kudapati itu langsung seketika menyeruak masuk ke hidungku akibat cairan kental yang juga sedikit menutupi lubang hidungku ini.

Beberapa detik kemudian, air mata kembali berlinang dari pelupuk mataku. Aku tak menyangka aku bisa dibawa orgasme saat disetubuhi lelaki lain sambil berbohong kepada suamiku di telepon. Rasa penyesalan membayang di benakku. Rasanya aku sudah benar-benar tak pantas sebagai istri Mas Bagas saat dengan mudahnya aku takluk pada nafsu birahiku sendiri.

Kurasakan sebagian wajahku diseka hingga aku bisa membuka mataku. Kulihat Mas Erwin kini yang berada di samping kepalaku, sementara Jamal gantian berada di selangkanganku entah sejak kapan. Kepala Jamal ia turunkan menuju vaginaku. Senyumnya menyeringai sesaat sebelum lidahnya ia julurkan.

"Nooo.. Enoughh.. Hoouuhhhhgghhh.. Shhhhh.." aku melenguh saat daging tak bertulang itu mulai menjilati area vaginaku. Lemasnya tubuhku membuaku tak bisa bahkan sekedar mengatupkan pahaku.

Tak berdayanya aku untuk menjaga mahkotaku itu hingga dinikmati oleh lelaki lain untuk kesekian kalinya. Bule negro itu dengan rakus mulai melahap selangkanganku yang bersih dan senantiasa kurawat untuk suamiku ini.

Lidahnya kurasakan menggelitik vaginaku yang makin sensitif setelah orgasme tadi. Pinggulku menggelinjang hebat seiring sapuan liarnya. Jenggot lebatnya beradu dengan selangkanganku memberi rasa geli. Tanganku berusaha menjauhkan kepalanya dari selangkanganku tapi tak berefek apapun.


ME3UICC_o.gif

Kepalaku menggeleng ke kanan ke kiri mencoba menolak perlakuannya meskipun nafsu birahiku di arah yang berlawanan malah semakin menggebu. Vaginakupun makin basah akibat lendir kenikmatan yang tak kunjung berhenti keluar, beradu dengan liur Jamal.

"Shh.. Mfffhhh.." desahku.

Jamal kemudian bangkit sambil membuka makin lebar pahaku. Tubuh besarnya yang hitam legam langsung seolah menutupi cahaya yang datang dari arah depanku. Selangkangannya kemudian mulai ia dekatkan menuju selangkanganku.

Aku yang masih lemas akibat orgasme tadi membuat usaha berontakku tak ada artinya saat pahaku dengan kuatnya ia pegangi. Penis besarnya itu langsung ia gesek-gesekkan di permukaan vaginaku. Pantatku seketika menggelinjang merasakan batang penis berbulu lebat itu beradu dengan bibir luar vaginaku yang kian sensitif paska orgasme ini.

Jantungku langsung bergidik menyaksikan penis yang berukuran tak lazim itu. Itu adalah penis terbesar yang pernah kulihat secara langsung dan aku terkesiap tak bisa membayangkan jika penis itu harus masuk merobek vaginaku. Penis gelap yang sangat kontras dengan putihnya kulitku itu ia gesek-gesekkan, membuat vaginaku tak henti-hentinya mengeluarkan cairan pelumas. Hingga kemudian Jamal menempelkan kepala penisnya tepat di bibir vaginaku dan mulai mendorongnya yang membuat matau seketika membeliak.

"Noo.. Stooppp.. Pleasee..!!!" jeritku. "It won't fit.. Pleasee.."

Tak dihiraukan Jamal, ia mulai menekan masuk batang hitamnya itu. Nafasku tertahan seolah terhenti saat batang itu memaksa merenggangkan otot-otot vaginaku. Jamal menarik ulur penisnya menyadari sempitnya vaginaku. Aku merasakan ngilu yang teramat sangat merasakan penis terbesar yang pernah kutahu ini masuk ke dalam vaginaku.


ME3UIC6_o.gif

Penis Mas Erwin tadi seolah tak ada apa-apanya dibandingkan penis Jamal yang begitu kesusahan ia paksakan masuk ke dalam vaginaku. Pantas saja sedari tadi ia merangsang vaginaku hingga liang suciku itu ekstra becek. Namun, meski begitu tetap saja penis afrika-nya itu tak mampu dengan mudah menembus sempitnya bibir vaginaku.

"Hhhhgghhh.. Houuuhhhh.." aku melenguh bercampur dengan menahan rasa ngilu saat kepala penis itu mulai masuk ke dalam vaginaku.

Seluruh tubuhku seolah risau menyadari penis yang akan membelah tubuhku ini. Tak lagi kuhiraukan sekitarku termasuk Mas Erwin yang kudapati berada di sisi wajahku yang kuabaikan. Nafasku tertahan seiring penis Jamal yang perlahan tarik ulurnya itu membuahkan hasil.

"Haagghhh..Stop it.. It's too much.. Pleeasee..!!" jeritku.

Jamal untuk sesaat sempat menghentikan usahanya. Memberi jeda pada penisnya sekaligus kepada selangkanganku untuk beradaptasi sejenak terhadap ukuran penis supernya. Sebelum beberapa waktu kemudian, ia melanjutkan lagi usahanya memaju-mundurkan pinggulnya.

Sebagian vagina rasanya ikut tertarik keluar saat penis besarnya itu ia tarik kemudian ia masukkan lagi lebih dalam.

"Fuckk..! This pussy is so wet and tight.. The best pussy I've ever tasted.." kata Jamal kepada Mas Erwin, "Married pussy is the best..!"

"Especially when the husband is your friend.. Hahaha.." timpal Mas Erwin.

"Hahaha.. I know right.." balas Jamal.

Ayunan pinggul jamal kembali ia gerakkan seiring penisnya yang senti demi senti mulai bersarang di dalam vaginaku. Tubuhku lemas ketika vaginaku yang sempit ini dipaksa meregang menerima penis Jamal. Keringat mengucur deras membasahi kaus senam yang aku pakai sekaligus jilbab miniku yang makin kusut.

Mas Erwin yang berada di sebelah wajahku lalu mendekat dan menempelkan penisnya di pipiku. Penisnya masih loyo setelah tadi orgasme seperti layaknya permen jeli ia gesek-gesekkan di pipiku hingga bibirku. Wajahku lalu ia miringkan sambil penisnya ia paksa masuk ke mulutku.

Di selangkanganku, Jamal semakin intens menggerakkan pinggulnya, membuat tubuhku tersentak-sentak di atas sofa. Penis besarnya menggaruk-garuk dinding vaginaku yang entah mengapa lagi-lagi mampu membius birahiku hingga nafsuku mulai bangkit meskipun kurasakan ngilu yang teramat sangat.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk..

[G]

Liang kemaluanku itu mengeluarkan pelumasnya mili demi mili membersamai rojokan penis Jamal. Tubuhku yang tadinya merasakan rasa sakit perlahan mulai bisa mentolerirnya dan bercampur dengan birahi yang kian membara. Pinggulku pun sesekali ikut menggelinjang di tengah goncangan yang kuterima akibat pompaan penis Jamal.

Di mulutku, penis Mas Erwin masih loyo sehingga tak bisa kuemut dan kuhisap-hisap juga. Mas Erwin kemudian mengeluarkan penisnya hingga terlihat penis yang tertutupi kulup layu yang berlumuran air liurku.

"You should've brought your potion.." kata Jamal, "Or get help, hahahaha.."

"I know, I know.. Don't patronize me.." balas Mas Erwin.

Mereka berdua sepertinya sudah sering menggarap wanita bersamaan sampai-sampai Jamal paham kalau Mas Erwin tak memiliki daya tahan itu dan butuh suatu ramuan lain. Mas Erwin pun sepertinya akan berlalu meninggalkan temannya yang kini sedang menggarap tubuhku yang kian terguncang-guncang di atas sofa ini.

Namun sebelum pergi, Mas Erwin berbisik padaku. "Sampai ketemu lagi ya, Ukhtii.. Ana janji bakalan garap Anti lebih lama, bikin Anti lebih mabuk kepayang.. Lagian lubang belakangnya belum Ana cobain, hehehe.. Lubang pantat Anti nggak usah dipakai buat Jamal, nanti melar. Biar buat Ana aja.." setelah berucap itu, Mas Erwin lalu keluar dari pintu depan karena penisnya tak kunjung bangun dan kutebak menunggu di teras.

Jamal yang mendapati dirinya hanya seorang diri dan bebas untuk menikmatiku ini lalu tak membuang waktu dan memompa penisnya semakin kencang.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkk..

ME3UIC9_o.gif

"Hhhssshhhh.. Ouuuuuhhhh.. Enougghhhh.. Pleaseee.. Ssshhhhhh.."

Mulutku menolak ini semua namun tak bisa untuk tak mendesah. Fakta bahwa meskipun batang itu memberi rasa ngilu dan nyeri, namun lambat laun penis yang merojok-rojok sisi dalam vaginaku itu membuat gairahku makin meninggi. Ukuran penisnya yang besar membuatnya menggaruk dinding liang surgawiku yang tak pernah terjangkau sebelumnya.

Detik demi detik berlalu, entah bagaimana ceritanya, tubuhku seolah tak lagi menolak batang hitam besar yang seolah sedang membelah diriku ini. Jamal lalu merubah posisinya hingga dia berbaring telentang di sofa, sementara aku berada di atas selangkangannya membelakangi dirinya.

Tangan hitam berbulunya itu memegangi pinggangku dan mengarahkan pantatku untuk turun. Penis besarnya itu kurasakan menempel tepat di bibir liang senngamaku. Aku tak punya daya upaya untuk mengelak saat cengkeraman tangannya itu memaksa pantatku untuk semakin turun.

"Heegghhhh.."

Nafasku tertahan sesaat ketika kepala penis itu menyeruak kembali gerbang kemaluanku, memaksa bibir sempitku itu untuk meregang ekstra lebar meskipun baru sebatas kepala penisnya. Aku tak berani menggerakkan pinggulku lebih jauh, karena rasa ngilu yang kembali kurasakan.

Namun dari bawah Jamal menggerakkan sendiri pinggulnya naik membuat usaha penisnya untuk masuk lebih jauh. Lalu ia turunkan lagi sebelum ia naikkan lagi batang penis itu membelah lebih dalam vaginaku.

"Hssshhhh.. Hmmmmfffhhhh.. It's too big.. Stop it pleasee.. hhgghhh.." rintihku.

Tak digubrisnya, tempo ayunan penisnya dari bawah malah semakin ia tingkatkan. Nafsukupun mulai bangkit kembali ditengah rasa ngilu yang kurasakan namun perlahan tertutupi. Alunan penetrasi penisnya dari bawah itu makin terbiasa kurasakan di vaginaku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Sodokan penis Jamal dari bawah semakin aktif. Bahkan sesekali sodokannya sengaja ia dorong maksimal hingga ujung rahimku, membuatku menggelinjang. Posisiku yang diatas membuat gerakan penetrasinya itu mampu menjelajahi setiap sisi ruang kemaluanku yang sebelumnya tak pernah terjamah.

Lama kelamaan akupun malah ikutan menggerakkan tubuhku naik turun. Peluh yang mengucur di tubuhku yang masih tertutupi kaos dan jilbab ini menjadi saksi aku yang perlahan mulai menyerah pada nafsu. Penis yang seharusnya memberi rasa sakit itu kini malah kutunggangi bak pemain rodeo seiring gelombak puncak yang kurasakan makin mendekat.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Yess.. Ride my big black cock.. Shake that ass, bitch!!" ejek Jamal.

ME3UIC7_o.gif

Dan entah mengapa aku malah makin liar menggerakkan pantatku naik turun. Tanganku berpegangan pada lutut jamal sebagai tumpuan ketika pantatku yang seksi ini menggilas penis Jamal. Jamal pun kini hanya mendiamkan pinggulnya, membiarkan aku yang bekerja sambil tangannya meremas-remas pantatku.

Aku benar-benar sudah melupakan jatidiriku sebagai seorang akhwat. Yang terbayang di benakku kini adalah bagaimana caranya aku untuk menuntaskan puncak yang sebentar lagi kudapat ini. Pantatku bergoyang semakin liar diwarnai oleh tangan hitam jamal yang meremas-remas kontrasnya putih pualam kulit tubuhku. Hingga tibalah aku pada puncakku.

"Houugggghhhhhhh.. Emmmmppppppphhhhhhhh.. Oooooooooooooooohhhh.."

Aku mendesis hebat membersamai pinggangku yang tertekuk melejit-lejit akibat deraan orgasmeku. Tubuhku langsung ambruk lemas ke depan. Helaan nafasku seketika langsung menjadi tersengal-sengal.

Jamal sendiri sepertinya masih jauh dari usainya. Penisnya masih keras kurasakan tertancap di vaginaku, terlumuri oleh cairan orgasmeku. Jamal lalu mendorong tubuhku hingga aku tengkurap di atas sofa ini. Dengan penisnya masih di dalam vaginaku, Jamal lalu menindihku dan memulai kembali pompaannya.

"Ouuuhhhh.. Ahhhhh.. Enough, Jamal.. No moree..!" erangku.

Disetubuhi dari belakang seperti ini membuat penisnya masuk semakin dalam di vaginaku. Pinggulnya ia ayunkan hingga menumbuk-numbuk pantatku yang membusung ke atas. Di samping lemasnya aku setelah dua kali orgasme, posisiku yang ditindih ini membuatku tak berkutik selain pasrah menerima kembali gempuran penis si negro ini.

Splokk.. Splookk.. Sploookkk..

Jamal semakin cepat menggempur pantatku yang besar bulat menggoda ini dari belakang. Pantatku yang putih mulus layaknya pualam ini begitu kontras dengan kulit paha dan selangkangan Jamal yang hitam legam yang sedang menggenjotku, di atas sofa yang berderit yang menjadi saksi bisu persetubuhan interracial haram ini.

ME3UIC0_o.gif

Beberapa saat kemudian, tangan Jamal memegangi pinggulku dan mendorongku hingga akupun turun dari sofa dengan penisnya tak juga ia lepas dari vaginaku. Aku yang masih lemas ini tak berfikir untuk melawan keinginan lelaki bejat berkulit hitam yang sedang dipenuhi nafsu itu. Hingga akupun kini merangkak di atas karpet ruang tengah rumahku.

Dari belakang, Jamal mulai lagi mengayunkan pinggulnya. Penisnya langsung kurasakan menyodok-nyodok relung vagina sempitku ini. Tanganku bertumpu di lantai menggunakan sisa-sisa tenaga yang kumiliki.

"Sshhhh.. Mffhhhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkkk..

Gerakan pinggul Jamal semakin cepat menghasilkan suara nyaring beradunya pantatku dan selangkangannya. Peluh demi peluh kian banyak menetes dari tubuhku. Tangan Jamal dari belakang lalu meraih kaos yang kupakai dan menariknya ke atas.

ME3UIBV_o.gif

Terpampanglah kini kedua tetekku yang menggantung indah. Goncangan dari belakangku membuat tetekku terayun-ayun dengan seksinya. Gerakan jamal semakin lama semakin cepat. Penisnya kurasakan seolah makin keras dan berdenyut-denyut di dalam vaginaku.

Tiba-tiba Jamal melepas penisnya dan membaringkanku lagi di atas sofa. Bagai boneka, aku hanya mengikuti kemauannya saja. Dengan cepatnya, Jamal membuka pahaku dan kembali mulai menggenjotku dari depan.

"Ouuuuuhhhhhh.." lolongku saat penis besar itu membuat renggang vaginaku kembali.

Jamal langsung memompa penisnya dengan tempo tinggi. Kaosku ia singkap ke atas hingga kini nampaklah lagi dua bongkah melon kembar di dadaku yang tergoncang-goncang indah seirama dengan goncangan tubuhku.

Siapapun yang melihat tetek besarku tergoncang indah ini pastilah menambah nafsu kelelakiannya. Tak terkecuali Jamal. Matanya nanar menatap tetekku yang baru ia buka setelah sedari tadi tersembunyi di balik kaos senamku meskipun aku tak mengenakan bra.

ME3UIBQ_o.gif

Splokk.. Spllookkk.. Splooookkkk..

Satu tangannya lalu meremas-remas tetekku yang sebelah kiri sambil pinggulnya mengayun semakin cepat dan brutal. Hingga beberapa menit kemudian Jamal mengerang keras sambil menekan pinggulnya semakin mepet ke selangkanganku. Pantatku seketika menggelinjang mendapati penis itu menusuk semakin dalam di vaginaku.

"Fucckk! I'm coming.." erang Jamal.

Penisnya ia tekan semakin dalam hingga kurasakan rahimku disirami cairan kentalnya.

"Noo.. Not inside.. Ouuuuuuuuugghhhhhhhh.." jeritku. Namun yang tak kukira ternyata tubuhku mengejang dilanda orgasme juga ketika penis besar Jamal menusuk sedalam-dalamnya ke titik dimana tak pernah ada sebelumnya yang menjamah sisi dalam vaginaku itu.

Crrtt.. Crrrtt.. Crrttttt..

Kakiku bahkan tak kusadari kutekuk melipat di belakang pantat Jamal, seolah mengakui dan menyetujui perbuatan dosa ini semua. Tubuhku mengejang-ngejang beberapa kali melampiaskan klimaksku. Tak kusangka aku dibawa dua kali orgasme di waktu yang bersamaan oleh penis afrika ini.

Rasa penyesalan seketika menyeruak ketika akalku mulai pulih. Mataku yang lelah terpejam lalu meneteskan bulir-bulir penyesalannya. Tak kusangka nafsuku yang tak terlampiaskan tadi pagi kini malah menggiringku mendapatkan tiga kali orgasme karena perlakuan dua lelaki yang bukanlah mahromku ini.

Jamal kemudian menarik lepas penisnya dari vaginaku. Meski sudah menuntaskan puncaknya, namun penisnya masih besar terasa di vaginaku.

"Houuggghhhh.." aku melenguh saat penis itu ia tarik. Serasa sebagian vaginaku juga ikut tertarik keluar, apalagi vaginaku yang makin sensitif setelah orgasme.

Jamal lalu naik ke atas tubuhku. Penis itu ia tempelkan di bibirku yang bisa kulihat saat aku membuka mataku. Bau sperma bercampur cairan vaginaku langsung menyeruak masuk ke hidungku. Jamal menggesek-gesekkan penisnya di sekitar mulut dan hidungku, sebelum kemudian memintaku untuk menghisap penisnya.

Aku sempat menggeleng-geleng menolak, namun tak berarti apapun saat seluruh tubuhku rasanya lemas setelah tiga kali orgasme ini.

"Uurrrgggghhh.." erang Jamal ketika penis itu membelah bibirku dan merasakan lagi hangatnya rongga mulutku.

"Don't worry, my cock is not easily satistied with just one cum.. Hahaha.." katanya.

Memang kurasakan penisnya tak menunjukkan tanda-tanda layu. Meski sudah menyemburkan isinya, namun penis itu masih terasa menyesaki mulutku.

Jamal lalu memundurkan badannya. Penisnya lalu ia taruh di dadaku.

"Look at those big sexy boobs.." katanya sembari menjepit penisnya di antara dua tetekku.

Saking besarnya, penisnya tak mampu tertutupi oleh tetekku yang berukuran besar ini, tak seperti penis lain yang pernah menikmati tetekku yang pasti tenggelam di tengah himpitan melon kembarku ini. Jamal lalu mulai menyetubuhi tetekku. Penis hitamnya begitu kontras berlawanan dengan putihnya daging kenyal di dadaku ini.

Slep.. Slepp.. Sleeppp..

Cairan vaginaku dan air liurku bercampur melumuri batang penis itu membuatnya tak kesusahan menggenjot tetekku. Ditambah keringat yang membasahi tubuhku membuat gesekan penis di tetekku itu menghasilkan suara nyaring yang mesum. Selama beberapa saat tetekku menjadi bulan-bulanan Jamal.

ME3UIBT_o.gif

Kurasakan penisnya kembali mengeras sempurna di antara himpitan tetekku ini.

Jamal lalu berpindah mundur menuju selangkanganku lagi. Pahaku kembali ia buka dan penisnya ia tempelkan di bibir vaginaku. Aku yang lemas ini kini sudah hampir tak peduli lagi. Martabatku sebagai seorang akhwat sirna sudah seiring orgasmeku yang ketiga kalinya tadi.

Tanpa perlawanan yang berarti dariku, Jamal mulai lagi usaha tarik ulur penisnya menerobos vaginaku yang tetap saja masih sempit. Beruntungnya ada cairan vaginaku, cairan orgasmeku, sekaligus sisa sperma Jamal di vaginaku yang seolah menjadi penyemangat dan pemulus agar penis besar itu bisa bersarang kembali di vaginaku.

"Houuuuggghhhhh.." aku melenguh dengan sisa tenagaku saat kepala jamur hitam itu berhasil menyeruak masuk membelah gerbang liang senggamaku.

Dan tanpa membuang waktu, Jamal memulai lagi ayunan pinggulnya.

Splokk.. Splokk.. Splookkk..

Tubuhku kembali terguncang-guncang di atas sofa yang kini makin penuh peluh ini. Rasa ngilu yang kurasakan perlahan mulai tersamarkan oleh nafsu birahi yang mulai merambat naik.

Jamal kemudian menarik kaki kiriku dan sedikit memutar tubuhku hingga kini aku menghadap samping.

"Houuugghhh.. Noo.. It's to deep.. Emmmppphhhh.." erangku.

Di posisiku menyamping seperti ini membuat penetrasi penisnya terasa makin dalam. Seluruh tubuhku lagi-lagi terbakar birahi saat penis besarnya itu menggaruk-garuk dinding-dinding liang surgawiku. Aku pasrah saja diperlakukan sebagaimana keinginannya. Sudah terlalu lemas dan terlanjur penuh dosa membuatku melupakan akal sehatku.

ME3UIBP_o.gif

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Hingga beberapa saat kemudian kudengar suara pagar dibuka, dan suara motor memasuki halaman garasiku. Jantungku langsung terkesiap.

"Jamall, stop this.. My husband is here.. please stop.. Hhggghhhh.." pintaku di sela genjotan Jamal.

"Urgghhhh.. No way.. Your pussy is even tighter now.." katanya. "Argghhh.. imma fuck you until you pass out, Bitch.."

Rasa khawatir dan cemas memang membuat otot vaginaku kian merapat dan menjepit penis Jamal yang malah ia ayunkan semakin kuat.

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Aku bisa mendengar suara obrolan di luar teras sana antara dua lelaki. Mas Bagas dan Mas Erwin mungkin saling menyapa satu sama lain.

Jamal yang menyadari kehadiran suamiku kemudian secara mengejutkan menggendongku dengan tanpa melepas penisnya. Tubuh hitam besarnya membawaku dengan mudah seperti bayi saja menuju area dapur di samping kulkas. Sambil berjalan, sesekali ia goyangkan penisnya di vaginaku.

ME3UIBW_o.gif

Akupun hanya merem melek merasakan sensasi bersetubuh seperti ini. Meskipun jarak ke dapur tak begitu jauh, namun rasanya lama sekali Jamal menggendongku sambil memompa penisnya seperti ini. Ketika dia menurunkan tubuhku di dapur barulah penisnya ia lepas. Plopp..

Namun ini semua belumlah akhir dari deritaku saat tubuhku dibaliknya hingga aku memunggunginya. Badanku ditundukkan sedikit dengan pantatku yang ia tarik ke belakang mendekat ke tubuhnya. Dan dari belakang Jamal kembali melakukan penetrasi penisnya menghujam liang kawinku.

"Houuugghhh.. Shhhh.. Mppphhhh.."

Mulutku mendesah saat Jamal memborbardir vaginaku dari belakang. Pinggangku ia pegang dan ia arahkan seirama dengan genjotan penis besarnya itu. Mulutku meracau mendesah hebat, untuk sesaat lupa bahwa ada suamiku di depan sana. Dan kemudian kudengar pintu depan dibuka.

Jamal lalu membuka pintu kulkas, hingga kini hanya sebagian saja dari tubuhku yang bisa terlihat dari ruang tengah.

"Ooohhh.. Umi.. Udah selesai senamnya?" tanya Mas Bagas saat melihatku dibalik kulkas.

"Hgghhh.. Belum,Abii.. Ini mau ngambil,, hhgghhhh.. minum di kulkas., Sshhh.." balasku terengah-engah. Satu tanganku ke belakang meraih badan Jamal, mendorongnya sebagai kode buatnya untuk menyudahi ini karena Mas Bagas melihat ke arah sini. Namun Jamal malah memasukkan penisnya semakin dalam.

"Oh, kok kaya ngos-ngosan gitu, Umii?" tanya Mas Bagas.

"Iyahh.. Kan lagi senam, Bi.. Hoouuuggghhh.." kataku yang diakhiri lenguhan akibat ayunan pinggul Jamal dari belakangku.

Ketika kubuka mataku, Mas Bagas yang nampak terburu-buru itu lalu berlalu masuk ke dalam kamarku. Beruntungnya tadi ia tak terlalu memerhatikanku.

"Jamal.. Ahh.. Stop this.. Ahhh.. Hssshhhhh.. Houugghhhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkk..

Jamal makin cepat mengayun penisnya. Vaginaku menjepit makin erat penisnya, apalagi ketika tadi Mas Bagas mendapatiku dan menyapaku. Jamal sepertinya juga merasakan liang sempitku ini makin menjepit. Penis kerasnya itu seolah makin terasa mengoyak-oyak vaginaku.

Peluh makin banyak mengalir keluar dari sela pori-pori kulit putihku, membersamai lendir vaginaku yang juga menghianati akal sehatku dengan tak henti-hentinya keluar, melumasi penis hitam besar Jamal yang sedang bersarang di vaginaku.

"Houuuhhh.. Shhhhh.. Emmpphhhh.." desahku.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkk..

Tak lama, kulihat Mas Bagas keluar lagi dari kamar tidur kami dengan membawa setumpuk berkas kerjanya. Dan kembali mendapatiku masih berada di samping kulkas. Jamal sesaat memelankan genjotannya hingga suara tumbukan pantatku tak terlalu terdengar keras, meskipun masih ia ayunkan penisnya di dalam vaginaku.

"Belum selesai minumnya, Umi?" tanya Mas Bagas yang hanya kujawab dengan gelengan kepalaku. "Itu, mani Abi jangan lupa dibersihin lho Umii.." Lanjutnya sambil menunjuk wajahku sebelum berlalu kembali menuju teras.

Aku sempat terkesiap saat suamiku itu mengira bahwa sperma yang menempel di wajah dan jilbabku ini adalah miliknya, padahal cairan kental yang mulai mengering ini adalah milik sahabat sekaligus mentornya yang sedang ia ajak ketemuan di teras. Rasa bersalahku makin menyeruak di tengah birahiku ini.

Lelaki yang kucintai itu tak tau kalau murobbinya tadi sudah memakai vagina dan mengeluarkan spermanya di wajah cantik istrinya ini. Sementara kini, koleganya yang lain sedang menikmati vagina istrinya dari belakang yang makin menjepit penis berukuran luar biasa itu.

Parahnya lagi, birahiku malah semakin meninggi akibat sodokan demi sodokan penis Jamal itu. Mulutku mendesah makin kencang seiring menyadari suamiku yang sudah berada di luar teras dan tak bisa mendengar lenguhan dan desahan dari persetubuhan haram ini.

"Hoouuuhhhhh.. Aaaahhh.. Sssshhhh.. Jamall.. Enouughhhh.. Let me goo.. Houuuggghhh.. Aaahhhhh.." desahku.

"Hahaha.. Not yet, Bitch.. Things are about to get interesting.. Urrrgghhh.." balas Jamal.

Aku tak mengerti maksud yang ia katakan, atau lebih tepatnya, benakku terlalu dipenuhi birahi untuk mencerna maksudnya. Sebelum kemudian, aku dibuat terkejut saat ia menggendong badanku dari belakang. Ia menggendongku, lagi, dan berjalan dari area dapur.

Saat aku menebak tubuhku yang sedang melayang dengan penis masih menancap di vaginaku dari belakang ini akan dibawa kembali ke sofa, ternyata Jamal dengan tubuh besarnya itu berjalan menuju arah pintu depan, dengan menggendong tubuhku yang tak terlalu berat ini dengan entengnya.

"Jamal, where are you going.. Oouuhhh.. Emmhhh.. My husband is there.." kataku panik.

"Don't worry, he won't see you, Bitch.." lagi-lagi ia melecehkanku.

Dan kembali melecehkanku saat tubuhku diturunkan di dekat jendela ruang tamuku di samping pintu depan rumahku. Jendela riben ini berkaca gelap yang tembus pandang pada sisi dalam, dan aku bisa melihat suamiku sedang duduk di luar berdiskusi dengan Mas Erwin, sementara dari luar suamiku tak bisa melihat ke dalam rumah.

Jamal lalu menurunkan tubuhku hingga aku kembali membelakangi Jamal. Tanganku menempel dijendela, menghadap ke arah luar sana yang kudapati suamiku sedang berbincang-bincang yang bisa kudengar samar-samar. Jamal segera mengayunkan kembali penisnya di dalam vaginaku.

"Hoouuuuhhhh.. Sshhhh.. Jamall.. What are you doing? My husband could hear this.. Hougghhhhh.." desahku. Kulihat suamiku celingak-celinguk sepertinya mendengar suara tumbukan dua selangkangan, sebelum kemudian Mas Erwin mengajaknya mengobrol kembali.

Splokk.. Splookkkk..

"Then you better be quiet.. Hahaha.." balas Jamal. "Here, take this.."

"What's this… Hmmmppphhh.." jeritku tertahan saat Jamal tiba-tiba menyumpal mulutku dengan celana dalamku yang entah kapan ia ambil.

Genjotannya ia lanjutkan semakin intens, membuatku menjerit-jerit akibat besarnya penis itu yang masih membuat vagina sempitku merenggang ekstra lebar ini. Beruntungnya, jeritanku cukup tertahan sumpalan di mulutku.

Splookk.. Splookkkk..

"Hmmmppphh.. Hhhmmppphhh.."

Dan saat perlahan pantatku bisa mengimbangi ritme sodokan penis keras Jamal itu, aku bisa mendengar cukup jelas pembicaraan Mas Erwin dan Mas Bagas.

"Lha mana Jamal.." tanya Mas Bagas.

"Ohh.. Anu lagi sama akhwat yang nemenin kita tadi.." balas Mas Erwin.

Mas Bagas lalu membalasnya dengan tertawa, seolah hal ini adalah hal yang lumrah. Apakah Mas Bagas tau kebiasaan bejat yang dilakukan teman-temannya ini? Aku tak habis pikir.

"Lho.. Kok ketawa gitu.." kata Mas Erwin.

"Antum ini emang jago kalau nyari yang begituan.." balas Mas Bagas.

"Dari semuanya, cuma antum nih yang jarang ikut kumpul-kumpul.." kata Mas Erwin.
"Yang terakhir kemarin pas selesai Liqo', Ana dapat akhwat masih mahasiswa, manteb banget lho Akh.. Antum sih harus pulang duluan kemarin.." lanjutnya.

"Hahaha.." balas Mas Bagas.

Aku cukup kaget ternyata Mas Bagas tau kalau Mas Erwin orangnya mesum seperti ini. Anehnya Mas Bagas tak pernah cerita. Pantas saja banyak video mesum di laptop Mas Bagas yang bersumber dari Mas Erwin.

ME3UIBU_o.gif

Benakku tak mampu berfikir jernih karena sodokan Jamal di belakangku. Penis kerasnya membuat birahiku mendominasi seiring rongga vaginaku yang dirojok-rojok oleh urat-urat di batang kelelakian hitam itu. Tangan Jamal lalu menuju dadaku. Kaosku ia tarik ke atas hingga tetekku kembali tak bertabir dan berayun indah seiring goncangan tubuhku.

Apalagi vaginaku makin menjepit karena aku yang deg-degan akibat disodok sambil menghadap suamiku dari balik jendela seperti ini. Aku takut suamiku mendengarkan suara dari persetubuhan penuh dosa, tapi itu malah memberi sensasi birahi buatku.

Tanganku menempel di jendela meskipun tak begitu erat karena telapakku yang berkeringat dingin. Meskipun tak terlihat karena gelapnya kaca dari sisi luar, namun jika dari teras itu Mas Bagas sedikit saja menengok ke dalam, maka akan bisa terlihat tubuh setengah telanjangku yang terdorong-dorong ke depan.

Rasa cemas bercampur khawatir malah membuat vaginaku semakin becek. Tangan Jamal lalu meraih tetekku dari belakang. Daging kenyal putih di dadaku ini lalu mulai ia remas-remas

Splokk.. Splookkk..

"Houuuhhhh.. Ssshhhh.. Mmffhhhhh.." desahku ketika sumpalan celana dalam di mulutku sudah jatuh tak tau kemana.

Jamal lalu mengangkat satu kaki kiri ku naik menggantung. Makin ia naikkan tempo genjotannya dari belakangku sementara tangannya yang lain memainkan tetekku yang sebelah.

ME3UIBZ_o.gif

Mulutku mendesah semakin keras saat seharusnya aku tak boleh bersuara. Di luar Mas Bagas sesekali menoleh ke arah dalam seperti ia mendengar sesuatu. Namun Mas Erwin selalu mengalihkannya dengan terus mengobrol. Mas Erwin sendiri senyum-senyum ke arah dalam, menyadari Jamal yang sedang menyetubuhiku ini dan membuat keadaan agar Mas Bagas tak memergokiku.

Mas Erwin dan Jamal seperinya kompak mengerjai suamiku dan memanfaatkan kondisi suamiku, sehingga istrinya ini bisa mereka setubuhi bergantian sementara suaminya berada di dekatnya. Sungguh biadab mereka berdua.

Yang kusayangkan adalah aku yang lagi-lagi menyerah pada nafsu birahiku dengan mudahnya. Rasa penyesalanku pada suamiku yang berada di dekatku yang sudah kesekain kalinya kuhianati dengan membiarkan mahkota kawinku harus dirojoki oleh batang-batang haram lain, makin tertutupi gelora syahwatku.

Akibat aku yang belum dijamah beberapa hari terakhir ini, ditambah tadi pagi aku mengintip Nurul, membuat tubuhku makin sesnsitif akan rangsangan lelaki. Tubuhkupun makin pasrah berada di genggaman dua lelaki berpenampilan ustad namun bejat ini.

Aku yang tak bisa dan tak berdaya apa-apa ini lalu hanya mengikuti alur dan kini hampir seluruh syarafku tetutupi oleh sambungan-sambungan birahi. Penis Jamal kurasakan makin mengeras dan mulai berdenyut-denyut di dalam vaginaku. Aku masih sesekali bisa mendengar obrolan Mas Bagas.

"Ana nggak tega aja sama istri ana, Akh.. Kalau Ana ikut acara antum itu, ibaratnya ana harus khianat sama istri kan kalau ikut-ikutan.." kata Mas Bagas. "Tafadhol, antum aja sama temen-temen liqo' yang lain.. Ana janji nggak akan cerita kemana-mana.."

"Hehe.." kekeh Mas Erwin, "Makanya antum ajak istri antum juga.. Itung-itung tukar pengalaman sama temen-temen kita yang lain.. Hehehe.."

"Wah istri ana susah diajak begituan.."

"Hehe.. Banyak lho temen-temen yang penasaran sama istri antum, termasuk Ana.." kata Mas Erwin blak-blakan. "Afwan, jangan tersinggung ya, Akhi.."

"Hehe, iya nggakpapa, Tadz.." balas Mas Erwin.

Aku kaget mendengarnya, Mas Erwin dengan terang-terangan meminta Mas Bagas untuk mengajakku ke jurang dosa seperti itu. Ustadz yang seharusnya mengajak amar maruf, malah menyuruh muridnya kepada jalan sesat.

Ternyata Mas Bagas memang yang bisa menahan diri dari adab biadab teman-temannya itu. Aku bersyukur suamiku berucap seperti itu. Namun aku yang malah diliputi rasa penyesalan. Aku tak pantas mendapatkan suami Mas Bagas dengan aku yang kini berlumur maksiat seperti ini.

Splokk.. Splookkk.. Splookkkk..

"Your bitchy pussy is so tight, too bad your husband wastes it.." kata Jamal di telingaku makin kuat menyodokkan penisnya. "Even tighter when I fuck you near your husband.. I'm gonna cum inside your tight pussy again.."

"Nooo.. Aahh.. Hoouuugggghhh.. Enough.. pleasseee.. oohhggghhhh.." desahku.

Penis kerasnya itu makin kurasakan berdenyut keras di sisi-sisi rongga liang senggamaku. Vaginaku yang disodoki batang pusakanya ini juga malah makin banyak mengeluarkan lendir kenikmatan.

Splokk.. Splookkk.. Sploookkkkk..

Di belakangku Jamal makin brutal menggenjot selangkanganku. Kakiku ia turunkan dan kini ia memegangi pinggulku yang ia genggam dan tarik ke belakang membuat penetrasi penisnya semakin dalam.


ME3UIBL_o.gif

"Oooouuhh.. Ssshhhh.. Aaaaahhhhh.." desahku makin keras.

"I'm cumming, Bitch.. Aaarrrrrgghhhh…."

Aku bisa merasakan semburan sperma haram lelaki negro itu membasahi rahimku. Beberapa detik lamanya ia tahan penis yang berdenyut-denyut kuat itu di dalam vaginaku, sebelum ia tarik keluar penisnya hingga membuatku terduduk bersimpuh.

Croott.. Crooottt.. Crooottt..

Spermanya ternyata belum habis, dan kemudian ia arahkan penis legam besar itu tepat di wajah dan dadaku, menyemburkan sisa-sisa lahar kentalnya hingga makin basahlah tubuhku oleh cairan yang bau anyir itu.

Telingaku masih mendengar obrolan Mas Erwin di luar.

"Coba diajak aja dulu Akh.. Ajak aja double date dulu, sama pasangan yang antum anggap cocok.. Jangan langsung rame-rame.." kata Mas Erwin, "Furqon tuh dulu juga istrinya bilang nggak mau begituan, tapi terus dibujuk, dan sekarang malah ketagihan.. Sampe memek istrjnya udah makin melar tuh.. Malah Akh Furqon yang sekarang kesusahan cari lawan main buat istrinya yang ketagihan gangbang.."

"Hmmmm.. Istri Ana tipikal istri yang setia sih, Akh.. Dan lagi Ana kayaknya nggak bisa kalau istri Ana Ana bagi sama lelaki lain.. Ana terlalu sayang dan cinta sama istri.." kata Mas Bagas yang seketika membuatku menitikkan air mata mendengarnya.

"Buat fantasi sih oke aja, tapi kalau sampai kejadian kayaknya ane belum kuat, Akhi.. Afwan nih kalau kesannya Ana sok posesif.." lanjut Mas Bagas lagi.

Air mataku makin menetes sambil terduduk bersimpuh, menyadari Mas Bagas yang mencintaiku seperti itu. Di tengah godaan dari temannya yang tanpa malu berbicara vulgar itu, Mas Bagas berusaha melindungiku, dan tetap tak mau terjerumus ke dosa yang lebih dalam.

Sementara aku?? Lubang vaginaku terasa bengkak akibat hujaman dua penis haram sejak tadi. Tubuhku penuh air mani dari batang-batang haram itu. Bulir air mata penyesalan mengalir di pipiku, sementara di pahaku mengalir sperma lelaki lain membasahi lantai rumah kami. Maafkan aku, suamiku.




The End of Part 14 "Hurdle"...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd