Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Hehehe.. kalem, kalem suhu sekalian... kok kayaknya banyak yang baper ke Fani ya??? Yakin nih nggak mau ada cerita gangbang Fani??

:Peace::Peace:
Sejujurnya ga demen sama genre gb, apalagi fani yg kena. Ga tega aja hun:((

Tp kami pembaca mah ngikut sama kata penulis aja, pasti kami tunggu update dan pasti dibaca kokk 💪💪
 
Seenak2nya gangbang fani ... Lebih enak gb sella suhu ...
Perempuan yg kejebak sm perempuan yg ketagihan kan beda jeritannya ...
Hik hik hik
 
Part 16a
Tag: Doggy Style, Changing Room



"Maafin Abi ya, Umi.. Abi khilaf, nggak sengaja tadi.." kata Mas Bagas yang kubelakangi.

"Abi kan tau Umi nggak mau lewat lubang yang itu.. Lagian Abi juga tau kalau itu dosa, kan?.. Hiks.." kataku sambil masih sedikit terisak di ujung ranjang ini.

"Iya, Umi.. Abi minta maaf ya, Sayang.. Jangan nangis gitu, dong.. Nanti cantiknya Umi luntur lho.. ya.. ya.." kata Mas Bagas.

"Bodo'.. Lagi marah malah digombalin.." jawabku sedikit sewot.

"Gini aja deh, besok seharian kita jalan. Abi traktir Umi deh Umi mau apa aja.." kata Mas Bagas.

Aku hanya diam mendengarkan usahanya untuk mendinginkan hatiku itu. Sejujurnya aku juga tak bisa marah kepada suamiku itu. Entah mantra apa itu, tapi aku tak pernah mampu untuk beneran marah. Seperti saat ini aku hanya pura-pura ngambek akibat rasa kagetku atas apa yang ia lakukan.

Kami sedang panas-panasnya bercumbu, saat aku juga sedang kangen-kangennya dengan suamiku. Tubuh kami sudah sama-sama telanjang bulat. Mas Bagas lalu mengelus-elus pantatku, badanku kemudian dibalik hingga aku menungging. Tiba-tiba kurasakan penis nya yang sudah mengeras itu ia tekan di lubang anusku seakan ia paksa untuk menembusnya. Tanpa menjamah vaginaku yang sudah sangat becek, Mas Bagas malah ingin memakai lubang pantatku. Aku merasakan ini bukanlah sosok Mas Bagas yang kukenal. Refleks, akupun kaget dan bangkit menghindar dari suamiku di ujung kasurku ini.

Mas Bagas masih terus merajuk dan minta maaf yang masih aku balas dengan diamku. Aku sebetulnya hanya kaget saja, tidak sampai marah. Seandainya Mas Bagas mampu membuaiku terlebih dahulu, merangsangku dengan bersetubuh seperti biasanya, mungkin aku akan memberikan lubang pantatku ini baginya. Hanya saja tadi aku begitu terkejut hingga membuatku menghindar.

"Cupphh.." Mas Bagas mencium pundakku. Aku sengaja tak menghindar, tapi juga tak merespon apa-apa.

"Kita istirahat dulu aja ya, Umi.. Maafin Abi ya.. Ana ukhibuki, sayangku.." kata Mas Bagas.

Dari yang kudengar, Mas Bagas lalu memakai lagi kaos dan celananya lagi, sebelum berbaring tidur.

Ada rasa sesal di hatiku yang mengutarakan inginku. Aku rindu kamu, Mas. Aku rindu berbincang berdua sama kamu. Aku rindu nikmatnya bibirku saat dicumbui olehmu. Aku rindu bulir keringatmu dan aromanya saat engkau menggagahiku. Aku rindu rasanya mencapai kepuasan saat badan kita menyatu.

Ingin aku mengucapkan itu semua sambil tanganku memegangi vaginaku yang padahal sudah lembab. Tapi suasana canggung sudah terlanjur hadir, dan mungkin aku juga yang sok jaim.

Tak lama, akupun menyusul memakai gaun tidurku kembali dan merebahkan badanku. Dan malam ini kami tidur tanpa jadi bermesraan. Padahal aku sudah merindukan belaian suamiku sejak beberapa hari yang lalu.

Entahlah mungkin ini salahku juga yang tiba-tiba terkaget tadi, dan malah merusak mood yang sudah terbangun.Lubang pantatku memang sudah pernah merasakan jamahan lelaki lain selain suamiku. Itu juga yang membuatku makin merasa bersalah, saat menolak ajakan suamiku tadi.

Aku lalu berbalik hingga menghadap wajah suamiku yang kulihat sudah terpejam dengan lelapnya. Wajah tampan dengan jenggotnya yang mulai melebat itu nampak begitu tenang hingga membuatku tersenyum.

Aku makin dekati wajahnya. Aku hirup bau nafasnya yang sedikit mendengkur itu, yang sudah menjadi melodi indah yang menemaiku tidur. Ada yang kurang saat tak kudengar dengkurannya itu. Aku makin dekati lagi hingga kini bisa kuhirup aroma tubuhnya. Darahku berdesir hebat. Aku beneran kangen kamu, Mas. Batinku.

"Maafin Umi, Abi.." kataku lirih. "Nggak seharusnya Umi menolak keinginan Abi tadi. Umi cuma kaget aja tiba-tiba Abi langsung mau pakai lubang pantat Umi. Umi janji lain kali Umi ijinin Abi kok. Abi ridho sama Umi yaa.."

Aku lalu meraih tangan suamiku, dan kucium punggung tangan kanannya. Masih tak ada respon darinya yang sudah tertidur pulas itu. Aku lalu mengusap pipi Mas Bagas. Aku tak ingin membuatnya tak ridho padaku hingga bisa-bisa malaikat melaknatku sampai pagi esok. Aku berusaha untuk meminta maafnya meskipun ia sudah tertidur, semoga alam bawah sadarnya mampu mendengar permintaan maaf ku ini.






------====°°°°°°°====------



0a895e1350878269.jpg

Arsella Hasna Hilyani


Suara ciutan burung nyaring terdengar dari makhluk bersayap yang hinggap di halaman masjid ini. Meskipun gedung masjid ini megah, namun desainnya tak memiliki pintu dan sekelilingnya hanya ada pilar-pilar saja dan langsung berbatasan dengan halaman luar.

Hingga aku yang sedang duduk mendengarkan kajian Dhuha inipun ikutan juga mendengarkan kicauan burung-burung di pohon-pohon yang menaungi halaman masjid ini. Selain angin sepoi-sepoi yang menjadi sumber sirkulasi utama ruang utama masjid ini. Meski begitu perhatianku tetap fokus mendengarkan kajian dari salah satu Ustadzah di depan dengan sesekali sambil mencatat di buku tulis di pangkuanku ini.

"Eh, Kak Sella.." kata Andini yang duduk di sebelahku ini memanggilku. "Fani mana Kak? Kok belum dateng?"

"Iya.. Telat kali.." jawabku, "Lagi sibuk persiapan married kan do'i, Say.."

Drrrttttt.. ddrrrrttttt.. aku merasakan hapeku bergetar dari dalam tas yang kubawa. Saat aku cek, ternyata ada panggilan masuk dari Mas Bagas. Kami memang sudah baikan sejak semalam. Aku tak enak jika masih harus marahan dengan suamiku itu. Tadi pagi bahkan kami sudah mandi bareng, meski itu beneran mandi karena Mas Bagas yang harus berangkat ke kantor. Hari ini rencananya, Mas Bagas akan meluangkan waktu untuk jalan berdua denganku. Aku lalu beranjak dari ruang utama masjid ini menuju serambi untuk mengangkat panggilan Mas Bagas.


"Hallo.. Waalaikumsalam, Abi.. Abi jadi jemput Umi?

....
"Oiya, Abi.. Alhamdulillah kalau udah deket, hati-hati ya Abi.. nanti kalau udah selesai kajiannya Umi wasap ya.."

....
"Iya.. Dadah Abi sayang, assalamualaikum.."


Akupun kemudian kembali ke masjid dan mendengarkan kajian lagi. Sekitar lima belas menit kemudian, kajian berakhir. Aku berpamitan kepada geng liqo'ku kemudian segera menuju parkiran. Sampai kajian selesai, tak kulihat batang hidung Fani, sahabatku itu, padahal dia selalu rutin ikut kajian Dhuha ini dan tak pernah absen sebelumnya. Mungkin persiapannya menuju pelaminan memang memakan waktu dan tenaga. Sama sih seperti aku dulu saat mempersiapkan hari bahagiaku, hihi.

Ketika aku berjalan menuju area tempat menaruh alas kaki di tangga keluar, mataku menangkap sesosok akhwat yang juga sedang beranjak selesai dari kajian ini, yang bukan kawan liqo' ku. Aku seperti familiar dengan wajahnya. Otakku berpikir untuk sesaat, mencari memori di setiap slot penyimpangan. Sebelum kemudian lampu bohlam di ujung otakku itu menyala.

Wajahnya, putih kulitnya yang khas dan bukan seperti warna putih nusantara, melainkan sedikit darah kaukasian. Bentuk matanya. Dan yang paling jelas, bentuk dagunya yang tak mungkin aku lupa. Hingga aku sampai padanya.

"Assalamualaikum.. "

"Waalaikumsalam.." dahinya nampak mengernyit.

"Masih ingat sama Ana? Afwan, kita pernah ketemu waktu di taman Kota.. Sudah lama sihhh.." kataku mencoba membantunya mengingat.

"Oh iya, astaghfirullah.. Sella ya.. Hampir lupa, untung Anti ingetin.. Kaifa halukk? Sering kesini juga toh, Ukh?"

"Hihi.. Iya, sama temen-temen liqo'.. Ditta sering kesini juga?"

"Baru beberapa kali sih.. Biasanya ke Syuhada'.. Qadarullah ya bisa ketemu disini.. Apa kabarnya, Anti?"



c344eb1370470086.jpg

Ditta

Dan untuk sesaat kami saling bertukar kabar, tak lupa aku bertukar nomor hape juga dengannya. Dulu saat kutemui ia berwajah sayu dan sendu. Kini wajahnya begitu memancarkan sorot kebahagiaan. Walaupun tetap sama cantiknya, sesuai yang kuingat. Tapi kini sorot wajahnya lebih segar. Seolah ada beban berat yang lepas dari dirinya.

Aku lalu berpamitan, karena khawatir Mas Bagas yang menungguku. Sesampainya di parkiran, Kulihat mobil Mas Bagas sudah terparkir di lahan parkir samping masjid ini. Segera saja aku masuk ke mobilnya.

Pagi ini rencananya aku dan Mas Bagas berniat untuk mengunjungi dokter spesialis kandungan. Mas Bagas pun mulai melajukan mobilnya menuju ke tempat praktek yang hendak kita tuju. Aku mendapatkan referensi dokter ini dari temanku. Sejujurnya tak ada masalah di Aku maupun Mas Bagas, kami berdua sama-sama sehat secara organ reproduksi, hanya memang belum diberi rezeki untuk menimang anak.

Meski begitu, tak ada salahnya aku mencoba program hamil sebagai bentuk usaha. Aku sebenarnya termasuk orang yang pemilih soal dokter, apalagi ini dokter kandungan tempat dimana aku akan berkonsultasi untuk program hamil. Syarat utamanya adalah dia harus perempuan. Selain tentunya dia juga harus memiliki pemahaman seimanku yang baik sehingga nyambung dengan obrolanku. Lokasi prakteknya yang memang tak jauh membuat kami cepat sampai di klinik yang terlihat sederhana ini.

Setelah mendaftar di resepsionis, kamipun masuk ke ruangan dokter. Aku cukup lega mendapati penampilan si dokter ini. Jilbab yang ia kenakan panjang sampai sebatas perutnya, setidaknya cukup menenangkan buatku karena kami sesama akhwat. Kamipun berkenalan dengan Dokter Zahra ini, dan lanjut ke bincang-bincang soal kenapa kami kesini. Tak kusangka ternyata aku bisa cepat akrab dengan dokter Zahra.

"Sudah berapa lama nikahnya, Ukhti?" tanya dr Zahra.

"Sudah dua tahunan Dok.." balasku.

"Ooh.. ya belum lama-lama banget dong ya..." Katanya, "Terusin ikhtiarnya ya, itu yang terpenting.."

Kami pun melanjutkan obrolan kami. Dokter Zahra sempat memeriksa rahimku melalui USG. Dan seperti yang kami sudah cukup ketahui, tak ada masalah di rahimku. Dokter berpesan kami perlu rutin kontrol saja agar dokter Zahra juga tau siklus kesuburan rahimku.

Setelah berpamitan dengan dokter Zahra, kamipun pergi meninggalkan kliniknya. Mas Bagas mengendarai mobilnya menuju salah satu pusat perbelanjaan di Ring Road kota ini. Selain Mas Bagas berjanji mengajakku jalan-jalan sebagai permintaan maafnya semalam, Mas Bagas juga harus keluar kota esok pagi. Sehingga kami semaksimal mungkin menjadikan ini quality time sebelum harus berpisah besok.

Sesampainya di tempat tujuan kami ini, kamj berjalan masuk di pusat perbelanjaan ini sambil tanganku memegang lengan Mas Bagas. Aku sebenarnya jarang sekali ke Mall bareng Mas Bagas. Seringnya biasanya Fani yang kuajak atau dia mengajakku. Soal Fani, aku sampai sekarang masih belum tabayun dengan Fani ataupun Mas Bagas perihal hubungan mereka di belakangku.

Aku bingung juga apakah aku perlu meminta penjelasan pada Mas Bagas. Karena di sisi lain aku sendiri punya banyak noda hitam yang aku tutupi. Yang aku tau, Mas Bagas hanya memiliki hubungan dengan Fani, sementara aku? Entah sudah banyak tangan lelaki menjamahku, banyak kemaluan lelaki yang sudah menikmati tubuhku.

Khawatirku, kalau aku ceritakan semuanya, Mas Bagas mungkin akan meninggalkanku. Dan aku belum siap untuk itu, kalau aku harus berpisah dari lelaki yang kucintai sepenuh hati ini. Tapi di sisi lain aku ingin jujur ke Mas Bagas, tak enak rasanya jika aku harus menutupi cerita bernoktah yang kualami. Semakin menunda, semakin membuatku tak tenang.

Saat aku melamun memikirkan hal itu, tak sengaja aku menyenggol mas-mas yang mengenakan seragam cleaning service mall ini.

"Eh, maaf ya, Mas.." kataku mengucap maaf.

Tapi mas-mas itu hanya berlalu. Sekilas aku sempat melihat wajahnya, tapi aku lupa kapan dan dimana. Atau itu hanya perasaanku saja. Aku dan Mas Bagas kemudian lanjut berjalan menyusuri pusat perbelanjaan ini. Sebenarnya tak ada keperluan yang harus kubeli, sebatas window shopping saja. Aku hanya ingin memanfaatkan momen berdua seperti ini yang semakin langka karena kesibukan Mas Bagas.

"Mau kemana ini kita, Abi..?" tanyaku.

"Terserah Umi.. Umi mau belanja apa?" balas Mas Bagas bertanya.

"Kesitu yukk.." kataku menunjuk toko pakaian dalam wanita.

"Abi kan mau ke luar kota, beliin Umi lingerie dong, buat kita VCSan nanti, hihihi.." kataku.

Mas Bagas hanya tersenyum-senyum saja dan mengikuti langkahku yang seakan menariknya masuk ke store ini. Naluri kewanitaanku langsung berjalan untuk memilih dan memilah deretan pakaian-pakaian dalam di depanku ini. Aku bolak-balik gantungan-gantungan di depanku, bergeser ke kanan, kemudian kembali ke kiri, membandingkan kualitas bahan, dan tentunya banderol harganya.

"Ini bagus nggak Abi?" tanyaku saat menunjukkan gantungan berisi set bustier merah dengan bawahan thong.

"Bagus.." jawab Mas Bagas.

"Kalau ini..." aku menunjukkan set bikini two pieces berwarna biru kutaruh di depan gamisku.

"Bagus juga.." jawab Mas Bagas.

"Kalau yang ini, Abi?" kali ini aku menunjukkan set lingerie bra berenda warna merah dengan bawahan G-string.

"Bagus.." balas Mas Bagas.

"Yee.. kok bagus semua sih.." kataku.

"Iya, semuanya bagus, terserah Umi mau yang mana.." kata Mas Bagas.

"Lah.. terserah Abi, dong.. kan Abi yang nanti liat Umi pakai ini.." kataku sambil menggerakkan tubuhku seolah sedang memakai baju yang sedang kupilih.

"hehe iya ya.. yang mana ya..." kata Mas Bagas, "Dicoba aja dulu deh Umi.." sambil kedua alisnya ia naikkan sesaat, seolah memberi kode.

Kutebak suamiku ini mau melihatku langsung yang mencoba memakai lingerie ini. Akupun lalu mencari kamar pas untuk mencoba pakaian dalam yang kupilih. Memang sebaiknya juga perlu dicoba agar pas di badanku, dan yang bahannya nyaman di kulitku.

Aku tak menyadari, setelah menengok ke belakang ternyata Mas Bagas mengikuti berjalan menuju kamar pas.

"ihh.. Abi.. ngikut masuk aja ke kamar pas.. Udah mesum aja ih, masing siang juga.. hihihi.." kataku ke Mas Bagas sebelum masuk ke kamar pas. Raut mukanya yang tadinya sumringah langsung berubah cemberut saat aku larang. Aku sengaja mempermainkannya agar Mas Bagas lebih tergoda.

"Nanti dulu.. Umi dulu yang masuk ya, Abi.. Biar Umi ganti baju dulu.. Abi kalau berani ya masuk aja, awas diliatin orang-orang lho.. Hihihi.." kataku yang kemudian berlalu masuk ke bilik kamar pas dan menutup pintu.

Aku lalu menyampirkan jilbabku, lalu melepas gamisku, celana panjangku, dan pakaian dalamku. Hingga tubuhku kini telanjang dan hanya jilbab syar'i dan kaus kaki saja terpantul di cermin yang menampakkan rampingnya badanku, dengan tetek besarku yang membusung indah.

Aku sengaja tak mengunci pintu kamar pas ini agar Mas Bagas bisa masuk sewaktu-waktu tanpa harus mengetuknya, dan memberinya surprise saat aku memakai lingerie yang sedang kucoba ini. Bergantian aku mencoba memakai tiga set pakaian dalam yang kubawa ini. Yang terakhir kupakai ini set bra berenda warna merah dengan bawahan g-string. Ternyata ketiganya pas dan cocok di badanku.

Saat aku sedang memandangi dan menyetel bra yang kucoba ini, kudengar suara pintu yang dibuka. Ternyata Mas Bagas berani juga masuk ke bilik kamar pas ini.

"Hihi.. Akhirnya datang juga, Umi udah nungguin Ab.. Lho.. Ehh.."

Saat kuputar badanku, terkejutnya aku ketika yang masuk adalah petugas cleaning service.

"Eh kok ?.. Apa-apaan ini Siapa kamu?" tanyaku panik.

Aku tak sempat mengambil pakaian untuk menutup badanku, hingga akupun menggunakan tanganku untuk berusaha menghalangi pandangan orang ini, tapi dua tanganku ini terlalu minim untuk menutupi ketelanjangan tubuhku. Tetekku yang membusung ini mau tak mau tetap nampak meskipun terhalang bra dan tanganku.

"Wah kok lupa sama aku, Mbak.. Aku karno, temennya Agus.. Hehehe.."

Degg..
Aku baru ingat, ini orang yang pernah melecehkanku di kolam renang beberapa waktu yang lalu saat aku pulang renang. Dan orang ini juga yang aku tabrak tadi saat berjalan masuk ke mall.

"Mau apa kamu kesini? Cepet keluar atau saya teriak!! Ada suami saya di luar!!" bentakku.

"Hehe. Teriak aja, Mbak. Mbaknya siap-siap malu lho nanti kalau orang-orang kesini" balasnya, "Suami Mbak lagi pergi tuh, tadi lagi telpon-telponan pas saya jalan kesini, hehehe.."

"Nggak nyangka ternyata saya bisa ketemu Mbak disini.." katanya, yang dibarengi dengan tangannya yang menarik turun celana seragamnya hingga badan bawahnya hanya menampakkan celana dalamnya yang sedikit tertutupi seragam atasannya.

"Mas apa-apaan ini.." kataku kaget.

"TOLOO... Hmmpppphh.."

Ketika aku ingin berteriak, seketika tubuhnya maju dan tangannya membekap mulutku. Badannya yang masih mengenakan seragam itu mulai menempel di badanku membuatku tak bisa bergerak. Wajahnya hanya beberapa senti dari wajahku yang masih ia bekap dengan tangannya menutup mulutku.

"Baju tidurnya seksi banget, Mbak.. Apa namanya ginian, lingerie ya??, hehe,, maklum saya orang kampung.." katanya sambil tersenyum mesum.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku untuk memberontak. Kenapa lagi-lagi nasib sial selalu menimpaku. Karno makin mendempet badanku. Pahanya bergesekan dengan mulusnya kulit pahaku yang bisa kurasakan seketika. Lalu dengan satu tangannya, Karno menarik turun celana dalam yang ia pakai.

Aku bergidik seketika. Bulu romaku langsung berdiri karena kengerian yang menerpa diriku. Seketika kurasakan batang kemaluannya yang sudah tak terhalang apapun. Aku tak mau melirik ke bawah. Dinginnya mall ini, membuat penisnya yang panas akibat ereksi itu langsung terasa oleh pahaku.

"Seksi banget Mbak Sella pakai lingerie gini.." katanya. "Eh, namanya Sella kan ya? saya tadi lupa namanya tapi nggak lupa bodinya."

Satu tangannya lalu ia gerakkan berpindah ke bawah dadaku, hingga kurasakan telapak kasar itu mulai memegang perutku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku makin kuat, mencoba berontak sekuat tenagaku. Namun badannya yang menekanku ke dinding kamar pas ini membuatku mematung tak berkutik.

Tangannya yang mengusap-usap perutku itu lalu bergeser ke arah pinggangku. Seketika tubuhku langsung menggeliat akibat rasa geli akibat elusan tangan kasarnya itu. Mendapati aku yang makin tak berdaya ini, air mata mulai menggumpal di ujung kelopak mataku.

Tubuhku lalu dibaliknya, hingga aku menghadap dinding. Tak sempat untuk mencoba berontak, Karno memegangi pinggulku dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain masih menutup mulutku dari belakang. Karno langsung menempelkan selangkangannya di pantatku. Kurasakan batang penisnya itu menyempil di tengah belahan pantatku.

Karno menarik pinggulku ke belakang hingga aku sedikit menungging. Celakanya, set lingerie yang kupakai ini memiliki bawahan model G-string. Hanya satu garis kain tipis yang menghalangi garis kemaluanku itu. Dan tentunya itu tak membuat susah Karno saat dengan mudahnya ia menyingkap kain itu ke samping. Batang penisnya langsung kurasakan menggesek-gesek bibir vaginaku.

Aku lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepalaku, dan mencoba berontak untuk kesekian kalinya. Namun lagi-lagi tak membuahkan hasil. Bahkan aku malah merasakan penisnya kian menggesek-gesek bibir liang vaginaku. Keringat dingin langsung keluar dari pori-pori kulitku.

Kepala penisnya yang sangat licin itu mendesak garis belahan vaginaku. Bergerak naik turun lurus dengan garis liang surgawiku itu. Vaginaku mau tak mau langsung merespon akibat sentuhan kapala jamurnya yang seketika itu.

Karno masih terus menggesek-gesekkan penisnya di gerbang kemaluanku. Akalku yang berontak, berbanding terbalik dengan tubuhku yang menyambut rangsangan Karno. Karno yang seolah mengambil waktunya untuk merangsang vaginaku, membuat liang surgawiku itu mulai becek. Karno seperti sengaja untuk merangsang terlebih dahulu vaginaku agar semakin lembab.

"Hhmmmmmmhhhhh.."

Rontaaan mulutku tertahan oleh bekapan tangan Karno. Tubuhku juga ikut berontak. Aku mencoba merapatkan pahaku agar usaha gesekan penis Karno tak makin menjadi-jadi. Namun, naasnya, batang penisnya malah semakin erat menempel di bibir vaginaku. Bisa kurasakan batang hangat dan keras itu beradu dengan gerbang liang kawinku yang makin lembab.

Karno menarik lagi pantatku hingga aku makin menunduk dan menungging. Karno menurunkan sedikit tubuhnya. Sekejap kemudian kepala penisnya ia arahkan tepat di bibir vaginaku dan ia mulai menekan batang laknat itu menembus bibir vaginaku. Aku berontak sebisaku melawan ini semua.

Namun tenagaku tak ada apa-apanya dibanding tenaga lelakinya yang dibantu juga oleh nafsu setan di dirinya. Penis itu mulai menembus masuk sempitnya bibir vaginaku.

"Hhhhhrrrggggghh.." erangku tertahan tangannya saat meneriakkan rasa ngilu dari vaginaku.

Meskipun vaginaku lembab, tak mudah bagi penis yang kurasakan berukuran cukup besar itu untuk menembus sempitnya mahkota surgawiku ini. Karno terus mencoba menjejalkan kepala rudalnya itu.

"Urrgggghhh.." Karno mengerang sembari terus berusaha menembus sempitnya bibir lubang vaginaku ini. Hingga kurasakan kepala penisnya mulai berhasil bersarang di vaginaku.

"Hgggghhhhhhhhh.. Mmmmhhhpphhh.." erangku.

Seluruh tubuhku serasa memanas saat kepala jamur licin itu masuk ke dalam tubuhku. Pahaku bergetar sesaat saat tubuh lelaki kurus di belakangku itu mulai menyatu dengan tubuhku.

"Urrghhh.. Enak banget memeknya, Mbak Sella.. Terakhir di kolam renang, aku belum nyobain memekmu.. Ternyata lebih nikmat dari bayanganku.. Urgghh.." kata Karno di dekat telingaku.

Pinggulnya tak berhenti untuk maju mundur, mengusahakan batang kerasnya itu menusuk makin dalam di vaginaku.

"Hhhmmmhh.." tangan Karno masih membekapku menahan suara erangan yang keluar dari mulutku. Dinginnya kamar pas ini tak bisa menahan peluh keringatku yang keluar dari kulit tubuhku yang makin memanas akibat rangsangan penis Karno itu.

Detik demi detik berlalu, penis itu membelah vaginaku makin dalam. Tubuhku yang merespon dengan mengeluarkan lendir vaginaku makin banyak, membuat usaha penetrasi Karno terbantu makin jauh. Di sisi lain tubuhku juga makin terangsang hebat. Gesekan batang keras di dinding vaginaku itu benar-benar mulai menutupi akalku dan mengganti dengan lecutan syahwat.

Ayunan pinggul Karno semakin aktif. Sesekali pinggulku ditarik ke belakang agar usaha Karno menodaiku ini lebih lancar. Sempitnya kamar pas ini tak membuat nafsu setannya itu menyerah.

"Hggghhhh.. Houugghh.." erangku lirih.


ME4LL22_o.gif

Entah sejak kapan, mulutku sudah tak dibekap lagi oleh tangan Karno. Vaginaku yang lagi-lagi dipaksa melar oleh batang haramnya itu mulai terpancing oleh penisnya yang berukuran lumayan itu kian cepat merongrong liang kawinku. Aku yang seharusnya berteriak minta tolong kini malah mengeluarkan desis nafsu terlarang.

Mataku terpejam saat akal sehatku kian luntur. Tanganku yang menempel di dinding kamar pas ini semakin lemas menjadi tumpuan. Ayunan penis Karno di vaginaku makin meruntuhkan pertahanan imanku. Vaginaku yang makin sensitif dan makin basah ini malah ikut menikmati rojokan batang besar itu.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Karno tak menghiraukan situasi di dalam kamar pas ini dan malah mempercepat goyangannya. Pahanya bertumbukan dengan pantatku menghasilkan suara mesum yang pastinya mengundang birahi. Dan ketika itu aku mendengar pintu kamar pas ini dicoba dibuka dari luar.

Cklekk.

Pintu itu masih tertutup. Untung saja pintu ini sudah dikunci oleh Karno dari dalam, karena seingatku aku tadi tak menguncinya. Lalu kemudian kudengar suara ketukan pintu.

Tok.. Tok.. Tok..

"Umii.. Udah belum nyobanya..?"

Degg. Itu suara Mas Bagas. Aku tak bisa memroses ini semua karena Karno yang terus memompa vaginaku dari belakang.

"Hhhgghhh.. Udah.. Gede banget Abi.. Hgghhh.." kataku keceplosan.

"Lho.. Kok gede? Gede apanya?" tanya Mas Bagas dari luar.

"Anu.. Ugghh.. Kegedean lingerie nya.. Hhhggg.. Emmphh.." balasku sekenanya.

"Ooh. Abi duduk dulu ya, Umi.." kata Mas Bagas.

Splok.. Splookkk..


ME4LL21_o.gif

Tubuhku menggeliat seketika. Rasa khawatir jika Mas Bagas mendapati kondisiku ini menyelinap masuk ke tubuhku bercampur syahwat yang makin memenuhi benakku. Karno tiba-tiba menghentikan pompaannya. Nampaknya dia mulai sadar akan kondisinya dan keadaan sekitar.

Lalu ditariknya penisnya hingga tercabutlah batang haram itu dari vaginaku. Ploop.

"Ouuugghhhhh.." aku melenguh panjang saat batang yang tadinya memelarkan otot vaginaku, tiba-tiba dicabut meninggalkan rongga kosong di vaginaku. Seketika itu juga tubuhku langsung terduduk bersimpuh di lantai kamar pas ini.

Jantungku berdegup cepat. Aku tak mengira ini semua terjadi. Akalku langsung kembali, mendapati tubuhku yang cukup telanjang ini terduduk di samping cermin di kamar pas ini. Kengerian langsung meyelimutiku menggantikan syahwat yang sudah menghilang.

Tanganku kembali kugunakan untuk menutupi area dada dan perutku sambil dudukku yang makin meringkuk. Meskipun lelaki di sebelahku ini sudah merenggut kehormatanku, aku masih tak sudi merelakan tubuhku yang tak banyak tertutupi ini dinikmati oleh matanya.

Dari cermin, aku melihat Karno memakai celananya. Setelahnya, Karno mengambil handbag ku yang tergeletak di lantai. Mau apa dia? Aku tak membawa banyak berharga di dalam dompetku. Tak biasa memang aku membawa uang banyak-banyak, hanya ada kartu-kartu dan surat identitas saja di dalam dompetku itu.

"Mbak, dengerin saya" kata Karno kemudian,

"Saya bawa dompetnya dulu.." aku kaget mendengarnya di tengah ketakutanku ini.

"Mbak Sella harus ikutin kata-kata saya kalau mau dompetnya saya balikin.." aku langsung lemas mendengarnya. Ternyata ini semua belumlah usai.

"Oiya, dalamannya saya bawa ya, Mbak.. Hahahaha.." katanya diikuti dengan kekehan mesum sambil memungut bh dan celana dalamku yang menggantung di dinding.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, tak mau mengiyakan dan mengikuti perintah lelaki kurang ajar ini.

"Hehe.. Terserah, kalau Mbak nggak mau ikutin ya nggakpapa, mbak Sella akan kehilangan dompetnya.. Silakan deh cari alasan ke suaminya nanti kenapa dompet sama dalamannya ini bisa ilang.. Hahaha.."

Aku diam saja. Ancaman itu seolah mengena di satu sisi diriku.

"Oke.. sekarang dengerin saya. waktu kita nggak banyak soalnya.. Mbak harus beli dalaman yang Mbak pakai itu.. Saya masih belum puas lihatin Mbak Sella yang seksi ini.." katanya.

"Yang kedua dan paling utama, Mbak Sella harus bisa bikin suami Mbak pulang duluan, terserah Mbak Sella mau pakai alasan apa.. Oiya, sekitar setengah jam lagi, saya tunggu di toilet di pojok deket foodcourt lantai tiga ya, Mbak.." katanya lagi. Hatiku langsung hancur mendengar kata-katanya. Benar kalau kesialanku ini semua belum berakhir.

"Itu aja, Mbak.. Ikutin kata-kata saya, dan saya akan balikin dompet dan pakaian dalam Mbak Sella.." katanya.

"Eh, satu lagi nih.." katanya sambil kulihat dari cermin Karno sedang merogoh saku celananya.

Kulihat, dari saku itu tangannya memegang mainan. Aku yang bukanlah baru kemarin melihat itu langsung terkesiap.

Oh tidak.. Tidak.. Bukan.. Itu bukan seperti yang kupikirkan bukan? Karno mendekat membawa mainan yang tak lain adalah dildo yang berukuran kecil itu. Dildo itu memiliki kepala seperti kapsul yang menggelembung, dengan sisi batangnya berukuran kecil namun cukup panjang dan sedikit melengkung.





Part 16 "Dystopia" to be continued...
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd