Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
nanya hu, nama fani yg mana ya?
raden ajeng fania alina suryoningrum atau
fania alina khoirunnisa?
dan ga sabar nunggu bagas perawani fani di acara ijab qobul, sementara diki genjot ibu mertua di malam pernikahannya.. eheheh..
 
Ga ada hujan, ga ada angin... Tiba² udah update aja cerita favorite.... Wkwkwk
Makasih banyak suhu
Apakah bakal dapet "boom update" lagi ampe selesai 1 chapter ?
:Peace::Peace:
Update berante keknya
Hihihi.... Part 17 ini agak selo ya suhu sekalian... Cuman ada dua bagian aja... Satu lagi setelah ini...

Wah ada karakter baru nih
Perasaan karakter lama semua dah ini...


nanya hu, nama fani yg mana ya?
raden ajeng fania alina suryoningrum atau
fania alina khoirunnisa?
dan ga sabar nunggu bagas perawani fani di acara ijab qobul, sementara diki genjot ibu mertua di malam pernikahannya.. eheheh..
Hehe... Yang nama terakhir itu yang disimpan di kontak hape Sella... Nanti sedikit diceritain....
 
nanya hu, nama fani yg mana ya?
raden ajeng fania alina suryoningrum atau
fania alina khoirunnisa?
dan ga sabar nunggu bagas perawani fani di acara ijab qobul, sementara diki genjot ibu mertua di malam pernikahannya.. eheheh..
Ini seru nih suhu, pasti seru 🙏🏻
 
Part 17b
Tag: Titjob, Blowjob, Pussyjob, MILF, Ummahat, Affair




Acara lamaran yang nampak mewah ini sudah berakhir. Tamu-tamu beberapa masih ada di sini bersilaturahim dengan keluarga Fani, tapi sebagian besar sudah pulang. Rumah sebesar ini pun kembali mulai lengang, tak seperti beberapa jam sebelumnya yang terlihat penuh. Tak kusangka rumah sebesar ini ternyata bisa juga ramai orang-orang.

Aku masih disini menemani Fani, yang barusan saja naik ke kamarnya untuk mengganti baju kebaya syar'i nya itu menjadi baju rumahan kembali. Aku membantu-bantu semua yang kubisa, meski sebagian besar pekerjaan sudah dikarjakan oleh vendor yang menangani, dipimpin oleh Anggun sebagai EO nya.

Sebenarnya aku juga lebih sering duduk saja. Aku masih sedikit susah jalan karena persetubuhanku dengan Mas Bagas semalaman. Aku masih menyisakan hati yang berbunga-bunga. Setelah sekian lama dan sekian hari kami tak berduaan, semalaman kami memadu kasih yang begitu berapi-api.

Kami masih melanjutkan spark itu sampai pagi tadi sebelum Mas Bagas mengantarku ke sini. Saat ini aku juga masih bertukar pesan dengan Mas Bagas. Membalas pesannya yang menanyakan kapan aku pulang.

"Sella.. Woii.. Main hape teruss, Deh.."

Sapaan Rif'ah itu mengalihkanku dari perhatianku di hapeku.

"Hehehe.. Lagi wasapan sama pintu surga, Say.. Kan wajib ituu.." kataku.

"Hihi.. Mesra banget sih Kak Sella ini.. Bikin irii.." timpal Anggun.

...

Kamipun larut ngobrol lagi. Saat ini tinggal Aku, Dini, Rif'ah, dan Anggun di ruang tengah ini setelah Fani tadi berlalu ke lantai dua.

"Sayang ya Ustadzah Azizah nggak bisa join hari ini.." kata Dini dengan muka yang mulai masam.

Ustadzah Azizah hari ini tak bisa mengikuti prosesi formal khitbah Fani barusan karena harus packing-packing sebelum pindahannya ke luar kota. Memang tak sama jika tak ada Ustadzah Azizah. Namun semua acara tadi bisa lancar sesuai rencana.

Rumah Fani semakin sepi, hanya beberapa orang yang masih lalu lalang dan sebagian besar adalah vendor acara lamaran Fani. Aku merasakan badanku seperti di senggol beberapa kali, terutama pantatku, karena posisiku membelakangi jalan. Pada awalnya, aku anggap wajar, karena orang katering beberapa kali lalu lalang di sini. Tapi lama-lama aku merasakan senggolannya yang sepertinya disengaja.

Saat aku sesekali berbalik, aku mulai mengenali sosok yang sering menyenggolku itu. Dia orang kurus yang kemarin memerhatikanku dengan tampang mesum. Orang katering itu! Aku coba membalikkan badanku menghadap lorong. Sambil membawa nampan berisi piring kotor, ternyata dia masih sama berusaha menyerempet badanku.

Mukanya tak berani menatapku, tapi tangannya sengaja menyenggol dadaku dengan tanpa sungkan, padahal tubuhku menghadap ke arahnya. Ketiga temanku tampaknya tak menyadari kelakuan si orang katering ini. Apa aku harus bilang ke Anggun sekarang? Anggun nampak asik ngobrol dengan kedua sahabatku yang lain.

Aku lalu memilih untuk pergi saja dari ruang tengah ini. Aku berjalan menuju arah taman di samping ruangan ini yang terpisah pintu kaca. Aku berdiam di pinggir taman ini.


cb4d221366752337.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Udara segar langsung masuk terhirup hidungku. Pandanganku tak sengaja melihat hal yang ganjil di sudut teras ini. Hingga beberapa saat kemudian aku melirik tajam ke meja di pojokan pintu taman itu. Tepatnya di kaki meja itu. Aku lalu berjalan mendekat. Aku melihat botol yang asing di mataku,tergeletak di bawah meja.

Aku memberanikan diri mengambil botol itu. Botol berwarna bening agak kotak, dengan sisa cairan berwarna kuning muda bening menyisa sedikit. Aku memberanikan lagi mencium ujung lubang botol itu.

Huffff.. Baunya menyengat sekali. Apa jangan-jangan ini alkohol? Miras? Siapa yang berani-beraninya membawa kesini, saat ada momen penting ini? Aku langsung sedikit pusing setelah menghirup aroma botol itu.

Aku lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harapanku ingin menghirup udara segar tadi malah membuatku pusing gara-gara menghirup botol asing itu. Lebih baik aku naik saja ke lantai dua, ke kamar Fani. Kulangkahkan segera kakiku menaiki tangga yang setengah berputar dengan ornamen klasik ini. Hingga aku kemudian sampai di depan kamar Fani.

Tok. Tok.. Tok...

"Faan.. Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.. Masuk kak.." sapa sahabatku dari dalam kamarnya.

Aku lalu masuk. Kulihat Fani sudah berganti baju dengan baju rumahannya dan kini sedang menggantungkan kebayanya yang ia pakai untuk acara khitbah nya tadi di depan wardrobe nya. Kebaya yang ia pakai tadi terlihat sederhana, tidak terlalu mewah, sangat kontras dengan dekorasi rumahnya. Fani memang yang ingin tampil sederhana termasuk di pakaian yang ia pakai.

Meski dengan payet-payet berlian seadanya di gamis dan jilbabnya, tapi tetap saja kebaya itu nampak elegan membalut sahabatku. Ditambah make-up Fani yang simple dan flawless makin membuat nya tampil cantik. Kalau begitu sungguh sangat tidak menampilkan satu sisi Fani yang ceria, supel, dan aktif itu.


ccb9901350878284.jpg

Fani

"Kak, aku ke bawah dulu ya, bantuin Anggun... Kak Sella tunggu di sini aja..."

"Eh enggak ah.. mosok sendirian di kamarmu aku, Say.." kataku.

"Nggakpapa, Kak.. sebentar aja kok palingan.." kata Fani yang sedang melihat hapenya, wajahnya menampakkan aura kerisauan.

"Yaudah deh.. ojo suwi-suwi.." kataku.

"Beres kak.." balas Fani sambil mengacungkan dua jempol tangannya.

Secara otomatis, Fani meletakkan hapenya di atas mejanya dan secepat kilat anak itu sudah berlalu dari kamar ini, menutup pintu kamarnya dari luar. Aku yang tadinya ke sini ingin ketemu Fani, malah dianya turun. Ingin aku juga ikut sekalian kumpul lagi di bawah dengan teman-temanku itu, sebelum pandanganku tertuju ke atas meja kamar Fani.

Itu hape Fani. Dan belum ia kunci..!!

Entah naluri yang datang dari mana, aku langsung meraih hape itu. Jari ku segera menyentuh di mana saja sisi layar itu, agar hape itu tetap menyala dan tidak keburu mati. Jariku langsung bergerak sendiri, dan tak tau mengapa aku langsung menuju aplikasi galeri Fani.

Sampai sekarang aku masih belum tabayyun soal affair Fani dengan suamiku di belakangku. Aku memang bukan tipe orang yang suka mencari konflik. Entahlah, aku berharap dua orang terdekatku itu segera mengakhiri hubungannya.

Di aplikasi gallery Fani, kulihat banyak foto-foto Fani. Aku scroll galeri itu dengan cepat-cepat sebab menyadari waktuku yang mungkin tak banyak juga sebelum Fani yang katanya hanya sebentar di luar. Scroll-an jariku itu sesaat agak memelan saat melihat gambar-gambar selfi Fani.

Beberapa gambar-gambar selfi Fani itu terlihat wajar dengan masih mengenakan gamis. Beberapa ada yang mengenakan daster atau baju rumahan juga. Ada yang diambil menggunakan kamera depan, ada juga yang diambil di depan cermin kamarnya yang besar itu. Sebagian gambar selfi yang lain yang membuatku sedikit mengernyit.

Gambar-gambar selfi itu ditampakkan dengan pose yang sangat mengoda. Ada yang menampakkan mata Fani yang terpejam dengan bibir terbuka sambil wajahnya menampakkan sorot menggoda. Ada juga yang Fani melihat ke arah kamera, dengan jari telunjuk di pipinya, sambil bibir bawahnya ia gigit.

Aku yang juga perempuan ini cukup tau kalau pose-pose itu adalah pose yang benar-benar memancing birahi. Belum lagi beberapa diantaranya Fani mengenakan baju rumahannya yang minim yang menampakkan kulitnya yang cerah itu. Seolah dengan foto itu, ia sedang memancing lelaki sambil berpose menggoda seperti itu.

Tapi di galeri itu tak ada gambar atau video vulgar seperti tempo hari saat aku stalking hape ini. Entah sudah dia hapus atau dipindahkan ke tempat lain oleh Fani.

Jemari tanganku lalu menjelajah jajaran aplikasinya dan kini aku menuju aplikasi pesan berlogo warna hijau itu. Tujuan utamaku jelas mencari tau apakah Fani masih berhubungan dengan suamiku. Hatiku langsung mendadak suram saat aku menemukan gambar PP suamiku di deretan atas kontak Fani, bukti kalau chat keduanya masih aktif baru-baru ini

Hatiku bimbang apakah aku harus membukanya. Aku tak mau sakit hati lebih jauh. Ignorance is bliss, bukan?
Ahh. Tapi kan itu suamiku juga. Hatiku makin galau untuk membuka atau tidak.
Kenapa sih harus dengan suamiku, Fan?

Di deretan atas itu juga ada PP calon suaminya, Mas Diki, yang langsung aku buka tanpa berfikir dua kali. Kulihat chat nya banyak sekali! Rupanya keduanya sudah akrab dan bisa lepas berbicara, setidaknya via text seperti ini.

Bahkan keduanya juga bertukar foto. Gambar-gambar di galeri Fani tadi sebagian besar ada di chat ini. Termasuk gambar-gambar Fani yang seksi dan menggoda tadi ternyata sebagian besar dia kirim kesini. Aku tak bisa memeriksa isi detil pesan itu, hanya scroll cepat ke atas, ke atas, sebelum ketauan Fani saat kembali ke kamarnya ini. Tanganku terus menscroll, tak tau juga apa yang kucari.

Yang mungkin bisa kubaca, Mas Diki ini banyak sekali menggombali Fani. Aku memang tau sedikit banyak karakternya. Tapi kalau dari interaksinya ini, Fani juga menyahuti rayuan dan gombalan Mas Diki itu. Dasar cewek, nggak ada yang menolak dipuji, dirayu, dan digombalin.

Ini Fani sudah dikhitbah dan sebentar lagi akad sama Mas Diki, tapi di belakangnya masih menjalin hubungan dengan Mas Bagas. Muncul perasaanku yang kasihan juga ke Mas Diki. Tapi kalau dipikir, semua kesialanku sampai saat ini juga gara-gara Mas Diki juga dulu yang pertama kali mesumin aku. Rasain tuh, Mas.

Tok.. Tok.. Tok..

Aku kaget dan langsung menaruh hape Fani dengan sebelumnya menekan tombol kunci hapenya itu, mendengar suara ketukan pintu itu. Aku kira itu Fani, tapi ngapain juga Fani mengetuk pintu kamarnya sendiri. Tidak masuk saja langsung, toh ini kamarnya.

Pintu itu lalu terbuka dari luar, dan nampaklah Tante Anisa yang melongokkan kepalanya dari sela daun pintu dan kusen kayu jati pintu kamar Fani itu.

"Eh Sella? sendirian?" tanya Tante, "Fani kemana?"

"Tadi sama Anggun katanya, tante.."

Tante Anisa lalu masuk ke kamar Fani mendekatiku dan mulai mengajakku mengobrol. Aku hanya menimpali obrolannya yang menanyakan seputar kabarku, kabar kedua orangtuaku. Tante lalu bercerita soal prosesi lamaran Fani tadi, dan aku hanya mengangguk-angguk mendengar ceritanya.

Pikiranku saat ini sedang melayang di tempat lain dan masih memikirkan chat Fani tadi dengan Mas Bagas yang tak sempat aku buka tadi. Apakah keduanya masih menjalin hubungan? Apakah hubungan itu sampai seintim hubungan badan?

Aku sendiri memang tidaklah sesuci itu, sudah banyak lelaki yang menodai tubuhku. Itu juga yang membuatku tak bisa meminta tabayyun ke Mas Bagas, karena banyaknya noda yang juga kumiliki ini. Tapi rasa cintaku hanyalah untuk suamiku.

Memangnya Mas Bagas tidak puas ya denganku? Setiap akhir berhubungan terutama belakangan ini, aku selalu bertanya apakah Mas Bagas puas denganku, yang dijawabnya dengan anggukan mantap. Apakah itu belum cukup? Kemarin juga di mobil aku sempat bertanya, dan kata Mas Bagas hanya aku satu-satunya baginya. Apakah aku masih kurang buatmu, Mas?


Lamunanku itu pecah akibat sapaan Tante Anisa.

"Sella yuk turun.. Makan dulu yukk.. Tamu-tamu udah pada pulang nih.." kata Tante Anisa.

Aku hanya mengangguk saja dengan memasang senyumku.

"Maaf ya jadi nunggu sampai sepi gini.."

"Nggakpapa kok, Tan.. Kesini kan juga niatnya bantu-bantu Anggun dan Fani.." kataku

"Rumahnya Fani ya gini kalau ada acara, satu trah dateng semua, hihihi.." kata Tante.

"Iya tante.." balasku.

Aku membalas interaksi Tante Anisa itu dengan seadanya, sambil aku mengambil hapeku dan mengirim pesan ke satu-satunya orang yang kuanggap bisa memberikan saran atas kegalauan di pikiran dan hatiku ini. Siapa lagi kalau bukan ustadzah azizah.

A: Ustadazah, brkt ke solo jm brp?
A: Meetup dong..
A: Mau curhat nih...
A: 😭😭😭😭

U: Cupp.. cupp..
U: Hehe.. udah nangisnya.. Big girls don't cry..
U: coz we have Allah..
U: Boleh yukk ketemuan.. di Maskamp ya..
U: 45mnt lg

Di sampingku, Tante Anisa masih mengajakku mengobrol sembari kami berjalan ke arah ruang makan. Rumah gedongan seperti ini, ruang makannya saja terasa jauh sekali. Bibir Tante Anisa terus bergerak seiring lantunan kata demi kata yang keluar karena kutanggapi juga.

Setelah kulihat dan perhatikan, Fani mendapatkan titisan bibir manisnya itu dari Mama nya. Bibir merah merekah Tante Anisa yang kemarin kulihat menghisap batang penis calon menantunya dengan lahap.





------====°°°°°°°====------


PoV Diki
Sehari sebelumnya


Klek..

Aku tutup pintu dari luar. Nggakpapa lah. Seenggaknya bisa lihat toketnya yang super gede itu. Hehe. Toket yang dahsyatnya sama kaya yang di hentai-hentai, wkwkwk. Emang nggak salah pilih sempurna banget Fani ini untuk kujadikan istri.

Aku berbalik setelah menutup pintu.

"Eh, sayang.. lagi ngapain di situ.. ngintip ya dari tadi..?"

"Hihihi.. iya.. kamu habis dikasih kentang sama Fani ya?"

"Hehe.. tau aja.." balasku.

Dia berjongkok di depanku dan menurunkan resleting ku yang belum lama tadi kukancingkan. Tak butuh waktu lama, Joniku yang setengah lemas itu sudah hinggap di bibirnya yang manis sensual dengan riasan lipstik merahnya.

Sllrrppp.. Slllrrpppp..

"Fani beneran menyia-nyiakan penis senikmat ini.." katanya di sela kulumannya.

"Kok penis?"

"Hihi.. iya.. kontol.. Sllrrrppp.. Cloppp.."

"Uurrgghhhh.. semua perempuan di keluargamu senikmat ini nggak ya nyepongnya? uuurrrggghhhh.." erangku. Tangangku memegangi belakang jilbabnya.

Clop.. clopp.. Cloppp..

Ugghh.. Dahsyatnya.. perempuan dewasa memang memiliki skill yang jauh lebih expert. Apalagi wanita satu ini. The real definition of MILF..!!!

"Jangan disini, bisa keliatan.. yukk.."

Dia menarikku menjauh dari sini dan ke pojokan dekat dapur di lantai 2. Tubuhku didorongnya hingga menempel di tepi tempat cuci piring.

Uhh.. agresif juga Bu dosen satu ini, hehe.

Dia lalu kembali jongkok di depanku melanjutkan oralnya yang sesaat terhenti.

"Urrgggh.. Padahal kamu kemarin malam barusan aku bikin klepek-klepek, sayang. Sebegitu kangennya ya kamu sama kontholku??"

"Hhgghhh.. Iyyaahh.. Sllrpppp.. Sllrrrppp.. Cupp.."

Aku memegang kepalanya. Aku setubuhi mulutnya itu. Arrgghhh. Aku membayangkan yang sedang kuhajar mulutnya ini adalah sosok wanita yang lain dengan perawakan mirip tapi lebih muda.

"Mainin susumu, sayang.. urrggghh.. "

"Buka dong gamisnya.."

Dan sambil masih berjongkok dan kepalanya maju mundur di selangkanganku, ia membuka gamisnya.

Clopp.. Cloppphh..

"Arrgghhh.. iya.. pakai lidahnya sayang.. oorrgghhh.."

Saat aku menunduk, bisa kulihat sisi depan gamis nya sudah terbuka dan terpampanglah susunya yang tanpa bra.

"Kamu nggak pakai Daleman ya.. pinter ya kamu.."

Kontolku makin ngaceng melihat sisi atas tubuhnya yang telanjang menggoda itu. Kulitnya yang putih dan toket super besar itu mengingatkanku pada aktris JAV yang sudah pensiun: Anri Okita. Sama-sama MILF, sama-sama hot, sama-sama memiliki toge yang super seksi. Bedanya perempuan di depanku ini sehari-harinya memakai jilbab lebar meskipun menurut pengakuannya dia belumlah lama hijrah.

"Bawahannya juga diangkat dong, aku mau lihat pantatmu.."

"Kamu masih pakai buttplug dari aku kan?"

Karena mulutnya tersumpal kontolku, dia hanya bisa mengangguk.

"Hehe.."

Dan kulihat bemper belakang Ummahat ini yang betul-betul seksi dan menggoda, tanpa dalaman sama sekali. Sungguh beruntung sekali suaminya yang tiap malam bisa ndusel-ndusel bongkahan semok itu, apalagi menusukkan batangnya dalam-dalam di dua lubang kemaluannya itu.

Clop.. Clopp.. Clooppp..

Uhhh. Kini saatnya untuk membangkitkan sisi submissive nya lebih jauh. Haha.. Deep throat time..!!!

Aku tahan kepalanya, dan aku setubuhi mulutnya makin cepat. Dan di akhir genjotanku, aku tekan kontolku ini dalam-dalam.

Glocckkkk..

Hocckkk.. Hoccckkk..

Uhh.. Manteb banget mulutnya..!!

Aku bisa melihat air liur mulai menetes. Beberapa kali aku genjot liar bibir tipis seksi itu membuatnya hampir tersedak. Dia sepertinya mulai tak nyaman, tapi tetap saja aku paksakan genjotanku.

"Jangan dilepas dulu sayang.. Urrrghhhh.. Inget..!! kemarin kamu duluan yang nggodain aku.. Buktikan kalau kamu masih mau sama kontol ini..!!"

Kapan lagi merasakan mulut MILF seperti ini ya kan. Matanya mulai nampak memerah dan makin berair. Aku mengakhiri sesi deep throat ini.

Aku lalu kembali menggenjot mulutnya dengan tempo sedang, tak lagi kupegangi kepalanya. Tapi ternyata dia tak juga melepas penisnya dari mulutku. Hisapannya makin nikmat, pipinya makin menciut seiring kurasakan kepala kontolku yang ia hisap. Memang ummahat doyan kontol nih.

"Enak nggak kontholku?"

Dia lalu mengangguk-angguk sambil terus melumat batang kebangganku itu.

"Jawab dong.."

Dia kemudian akan menarik lepas kontolku, tapi aku tahan. Mulutnya pun kembali tersumpal penisku.

"Jawab..! Enak nggak??"

Dia memasang raut bingung. Ingin aku mendengar jawabannya tapi tanpa melepas sumpalan kontolku di mulutnya.

"Jawab, sayang.." tanyaku lagi.

"Hehaack.." katanya di sela-sela sepongannya.

"Nah gitu..."




------====°°°°°°°====------

POV Sella


Aku membantu membawa beberapa piring kotor ini ke dapur. Tidak banyak sih memang, setidaknya ini yang bisa kulakukan. Daripada aku berdiam diri bengong di sini. Ketika aku akan berbalik lagi dari dapur, aku mendengar suara aneh dari ruangan di sebelah dapur ini. Ruangan yang seharusnya adalah gudang.

Aku berjalan menuju sisi depan gudang itu. Kulihat pintu gudang itu sedikit terbuka. Di depannya ada beberapa rak berisi piring. Bisa kutebak kalau gudang ini mungkin difungsikan sebagai ruang vendor katering menyimpan peralatan mereka.

Pintu yang memang sudah terbuka walaupun hanya sedikit itu aku coba buka perlahan lebih jauh. Ruangan yang lebih gelap itu membuat pupil mataku mencoba menyesuaikan diri sebelum kemudian aku mampu melihat ada apa di dalam ruangan ini. Aku melihat ada sesosok laki-laki yang sedikit menyamping membelakangiku, yang mungkin membuatnya tak bisa melihatku seketika.

Dia sedang duduk, dan yang membuatku langsung kaget adalah dia sedang Onani! Tangannya naik turun di atas selangkangannya. Aku tak bisa jelas melihat karena terhalang badannya, tapi aku yakin dia sedang onani. Tunggu dulu! itu lelaki kurus orang katering yang kemarin melihatku dengan tatapan mesum, dan tadi menyenggol-nyenggol badanku dengan sengaja.

Dia sedang mengocok kemaluannya dan tak menyadari aku yang sedang mengintip. Pandangannya fokus ke depan. Aku perhatikan ternyata dia sedang melihat layar hape yang terletak di atas meja di depannya, yang sedang memutar video. Aku rasa itu hapenya sendiri.

Pandanganku lalu ikutan melihat layar hape itu yang cukup bisa jelas terlihat dari tempatku berdiri ini. Video itu menampakkan sosok perempuan bergamis. Perempuan atau dari cara memakai gamisnya adalah seorang akhwat itu sepertinya sedang tiduran, dan sedang direkam oleh si pemegang hape. Atau mungkin sedang tidur betulan karena tak ada tanda-tanda perempuan di video itu bergerak-gerak.

Tunggu, itu gamis warna merah maroon seperti yang aku punya. Bahkan sama persis. Dan sofa tempat tidur akhwat di video itu sama seperti sofa di ruang tengah rumah Fani. Sorot kamera kemudian terus bergerak naik ke sisi atas badan sang akhwat itu. DEGG..!!

Itu.. itu..!!!

Aku kaget sekagetnya ketika kamera menampakkan wajah akhwat di video itu yang ternyata itu adalah Aku! Meskipun hanya sekilas kamera itu menyorot wajahku, kemudian sorot kamera kembali turun kembali menampakkan bagian tubuh, tapi aku yakin itu adalah aku.

Itu adalah gamis merah maroon yang kemarin aku pakai. Aku memakai itu saat aku pulang renang kemarin dan main kesini. Aku lalu kembali menyaksikan video itu. Aku punya feeling kalau yang merekam video itu adalah si lelaki kurus ini.

Aku lalu melihat video itu menampakkan tangan si lelaki kurus itu. Tangan itu lalu mendekat menuju kakiku dan makin mendekat dan akhirnya memegang kakiku. Aku yang tak memberi respon di video itu, membuat si lelaki kurus itu makin memegang kakiku lebih berani. Tangannya mulai mengusap-usap kakiku yang terbalut kaus kaki.

Aku langsung merasa jijik seketika. Meskipun itu sudah kemarin, tapi itu tetap kakiku. Rasa jijik hinggap karena tubuhku harus dielus oleh lelaki yang aku tak kenali itu. Belum lagi tatapan matanya begitu mesum. Aku merasa bodoh sendiri, kenapa aku tidak merespon saat tubuhku dijamah seperti itu kemarin.

Di video itu, tangan si kurus bergerak dari bawah kakiku kemudian mulai naik ke pahaku dan mengusapnya dari luar gamisku, kemudian naik lagi menuju selangkanganku. Untungnya kemarin aku memakai pakaian yang cukup berlapis mulai dari CD, celana panjang dalamanku, baru gamisku. Dan nampaknya si kurus bisa merasakan banyaknya lapisan bahan di bagian intimku itu.

Tangannya kemudian makin naik hingga menuju ke dadaku. Si kurus itu mulai meremas pelan dadaku dari luar gamisku. Kulihat tubuhku menggeliat di video itu. Si kurus itu menghentikan sejenak jamahannya. Tapi ternyata aku tak juga bangun, hanya menggeliat sebentar. Aku tak bangun, karena kalau kuingat juga kemarin aku memang kecapekan setelah renang.

Si kurus yang menyadari aku masih terlelap di sofa itu, lalu melanjutkan kenekatannya lagi dengan makin liar meremas tetekku. Makin lama remasannya makin kencang ia beranikan di dadaku. Aku makin merasa jijik melihat video itu.

Si kurus itu lalu menaikkan jilbabku, menyibaknya hingga sebatas leherku dan menampakkan secuil kulit putihku. Tanpa ragu jika ada yang melihat aksinya, tangannya lalu menarik turun resleting gamisku itu sampai batas perutku. Celaka benar bagiku yang memakai resleting depan seperti ini. Fix aku harus segera mengganti gamisku dengan yang menggunakan resleting belakang.

Tangan si kurus di video itu lalu membuka gamisku setelah resletingku turun, dan nampaklah bra hitam yang kupakai. Yang lebih tersorot oleh video itu adalah tetekku yang membusung indah, terbungkus bra yang tampak seolah kekecilan menahan besarnya tetekku itu. Garis belahan dadaku itu begitu nampak menggoda menghiasi bra hitam itu.

Kamera itu tak bergerak untuk sesaat dan merekam area tetekku. Gamisku yang ia sibakkan begitu lebar membuat putihnya kulit dadaku yang seksi itu terlihat kontras dengan bra hitam yang kupakai di video itu. Tulang selangka di atas dadaku yang melintang di bawah pundakku juga nampak tersorot oleh gerakan perekaman si kurus itu.

Untuk beberapa lama, kamera itu mengabadikan tetekku yang membusung indah tersangkari oleh bra ku. Nampaknya si kurus itu masih terkesima sambil memegang hapenya untuk merekam. Tapi aku malah merasa jijik. Celakanya lagi, ruangan di sekitar sofa itu pasti sepi, karena tak ada yang memergoki aksi si kurus itu, membuatnya makin bebas saja merekamku kemarin itu.

Tangan kurusnya itu tiba-tiba bergerak langsung ke arah dadaku. Tangan hitamnya langsung masuk ke dalam tetekku dari balik bra yang kupakai tanpa melepasnya. Dan dari video yang kulihat tangan itu langsung meremas-remas tetekku. Aku yang berdiri di pinggir pintu ini langsung merinding, meskipun tak sedang merasakan remasan itu secara langsung.

Aku ingat kemarin ketika aku tertidur di sofa itu, aku sempat bermimpi kalau tetekku diremas Mas Bagas. Ternyata lelaki kurus itu yang sedang menodai tetekku dan sensasi sentuhan yang kurasakan itu memang bukanlah mimpi belaka, karena lelaki jelek itu yang ternyata menjamahi sempurnanya tetekku yang seharusnya hanya untuk Mas Bagas. Pantas saja kurasakan tangannya begitu kasar dan terasa tulang jari-jari kurusnya saat aku bermimpi kemarin.

Tubuhku nampak menggeliat-geliat. Tapi mataku tak juga terbuka. Aku malah bisa mendengar dengusan nafasku yang cukup terdengar di video itu. Bukti bahwa jamahan itu membuatku terangsang di tidurku itu. Si kurus itu makin semangat meremasi tetekku dan makin brutal menyadari lingkungan yang aman, dan aku yang lelap tertidur dan nampak malah menikmati.

Tangan si kurus selama beberapa saat menjamahi tetekku itu. Setelah puas tangan itu keluar dari balik bra hitamku, lalu dengan sekali gerakan, cup bra yang kupakai itu ia tarik ke atas. Dan tuing..!!

Tetekku seketika bergoyang indah saat Cup hitam bra ku itu meninggalkan daging kembarku saat ia tarik cup itu keatas. Hingga terpampanglah tetekku yang tanpa busana itu terpamerkan di ruang tengah rumah Fani itu. Aku masih heran tak ada orang yang memergoki aksinya. Sesepi itukah rumah Fani kemarin?

Langsung terlihat areola dan putingku yang berwarna coklat cerah itu tak terhalang apapun. Putingku ternyata sudah mengeras. Dan kamera itu makin meng-closeup putingku itu. Rasa malu bercampur kaget langsung menghinggapiku.

Aku yang sedang mengintip ini lalu lupa kalau aku sedang bersembunyi dan berusaha untuk tidak berisik. Tapi aku tak bisa menahan mulutku. Saat melihat tetekku yang terbuka bebas apalagi melihat putingku yang ternyata malah mengeras akibat jamahan haram itu sempat membuatku memekik kecil.

"Kyaa.."

Dan saat itu juga tiba-tiba pintu gudang ini dibuka semakin lebar dari arah dalam. Aku kaget, dan lebih terkaget lagi menyadari si lelaki kurus itu sudah berada di depanku. Nampaknya pekikanku tadi membuatnya menyadari kehadiranku yang sedari tadi mengintip. Dia langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam gudang.

Ia tutup pintu gudang itu dan kudengar kunci pintu ia putar. Ia nyalakan lampu kamar yang berukuran tiga kali tiga meter ini, yang langsung membuat mataku silau karena cahaya lampu yang mendadak menerpa mataku.

Saat aku buka mataku, kulihat lelaki ini sudah memepet badanku. Akupun makin mundur hingga punggungku menempel di tembok.

"Weh.. Mbaknya to ternyata.. Hahahaha.."

Ucapannya itu begitu dekat dengan wajahku hingga bisa kurasakan nafasnya. Nafas yang ia hembuskan itu cukup berbau tak sedap. Bau nya aneh agak asam-asam seperti bau tape. Ditambah lagi sorot mata si kurus itu yang tampak aneh.

"Biarin saya dipecat, saya udah nggak kuat. Mbaknya jilbaban tapi seksi banget. Dari kemarin saya udah liatin mbaknya."

Kejadian ini terjadi begitu cepat hingga membuatku bingung untuk sesaat, tapi aku kemudian segera berusaha berteriak.

"TOLOO..."

Belum selesai teriakanku, Bibirku sudah ditempel ketat oleh bibirnya. Aku langsung merasa jijik seketika. Aku kembali bisa mencium bau aneh. Bau apa sih ini? Eh tunggu. Ini bau botol yang ada di taman tadi.

"HMMMMMHHHH..!!!"

Aku berusaha meronta melepaskan bekapannya. Tapi tenaganya ternyata lebih kuat dan makin mendekapku. Akupun tak bisa banyak meronta. Semakin kuat juga aroma dari mulut dan nafasnya itu. Aku lalu menebak ini bau alkohol. Belum lagi sorot mata si kurus ini yang tampak layu seperti orang mengantuk.

Kemudian lelaki itu memundurkan badannya. Aku bisa melihat seragam kateringnya, dengan nametag di dadanya. Namanya Aris. Di bawahnya lagi, aku baru sadar kalau penisnya keluar terbebas dari sela resletingnya yang membuat dadaku langsung bergidik. Aku baru menyadari kalau mulutku sudah tak terhalangi apapun.

Baru aku ingin berteriak lagi, tapi satu tangan Aris membekap mulutku lagi. Tangannya yang lain, tak kusangka, masuk ke balik jilbab syar'i yang kupakai, dan mencari resleting gamisku. Dia yang kemarin sudah membuka resleting gamisku, seolah sudah paham pola gamis yang kupakai ini yang celakanya memang semua gamisku memiliki pola jahitan yang mirip.

Hingga tangannya bisa meraih resleting gamisku dan langsung menarik turun sepenuhnya batas resletingku itu. Tangannya kemudian masuk ke balik gamisku dan langsung menuju ke dadaku, dan mulai meremas tetekku dari luar bra yang kupakai.

"Hhhhgggfhhhhhg.."

Nafasku seketika mulai memberat di tengah rontaanku. Aku rupanya masih menyisakan masa subur dari pertempuranku dengan Mas Bagas semalam. Akibatnya membuatku mudah terpancing birahi dengan hanya remasan dari si lelaki kurus ini. Tangannya yang terus meremas-remas tetekku membuat darahku berdesir, bercampur antara rontaan dan menahan birahi.

Tangannya kemudian menarik jilbabku ke belakang melewati pundakku. Kini terlihatlah belahan tetekku. Tetekku yang membusung indah ini makin seksi terbungkusi oleh bra berenda yang kupakai. Aku sengaja memakai bra ini untuk menggoda Mas Bagas tadi pagi. Tapi kini malah si kurus kurang ajar ini yang menikmatinya.

"Hahahaha.. Lihat lagi akhirnya.. Belum puas aku kemarin.."katanya.

Sorot mata Aris seperti orang marah. Matanya nampak berwarna merah. Seperti itukah orang mabuk? Aku jadi takut dia berbuat tak wajar dan melampau batas.

Tangannya lalu melanjutkan meremas tetekku. Kali ini tangan kurus itu menyusup ke dalam tetekku dari bawah bra berenda yang kupakai. Kurasakan kulitku bersentuhan dengan kulit tangan Aris yang kasar itu.

Aku makin berat menahan sengalan nafasku, meskipun mulutku masih dibekap oleh satu tangannya. Tangannya yang lain makin cepat meremas-remas tetekku. Ruangan yang cukup panas ini ditambah remasan demi remasannya itu membuatku mulai mengucurkan keringat dari pori-pori kulit putihku.

Meskipun aku menolak ini semua, tapi siklus masa suburku membuat tubuhku merespon jamahan tangan Aris itu secara natural. Aris lalu menarik bra yang kupakai ini ke atas dadaku, hingga nampaklah dua bongkah si kembar yang kumiliki ini tak terhalangi apapun di depan matanya.

Melon kembar berwarna putih sempuran itu pastinya mengundang birahi kelelakiannya. Tangannya yang tadinya menutup mulutku lalu berpindah ke selangkangannya dan mengurut penisnya sendiri. Sementara tangannya yang lain kembali meremas dengan kuat tetekku. Bergantian kiri kanan daging sekal yang berukuran besar itu ia remas-remas. Akupun berusaha menahan eranganku, menahan birahku. Hingga aku sendiri lupa untuk berteriak minta tolong.

Tubuhku lalu didorong turun, hingga mau tak mau aku mengikutinya hingga akupun berjongkok tepat di depan selangkangannya. Aris masih mengocoki sendiri penisnya yang hanya beberapa jengkal dari wajahku. Rasa jijik membuatku jengah melihat batang itu. Tapi rasa birahiku membuat darahku berdesir sambil mataku masih memerhatikan batang yang berdenyut-denyut itu.

Sama seperti orangnya, batang kemaluannya juga ternyata kurus dan tak seberapa panjang. Aris lalu memajukan badannya dan sedikit menurunkan badannya. Hingga kocokan penisnya itu kini ia lakukan tepat di depan tetekku.

Badannya semakin maju hingga penisnya menempel di antara dua tetekku yang membusung indah ini. Bra yang masih menyangkut di atas dadaku dan gamis yang masih kupakai membuat tetekku seolah menjepit batangnya. Nampaknya Aris juga bisa meraskan halus dan kenyalnya daging susuku itu di penisnya dan iapun makin mempercepat kocokan penisnya.

Dan tak butuh lama, nafasnya makin memberat. Mulutnya makin keras mengerang. Entah mengapa, aku malah jadi takut jika ada orang masuk memergoki kami, padahal harusnya aku berharap aksinya ini diketahui dan dipersekusi.

"Uurrrrgggghhhhhh.."

Erangannya yang cukup keras itu diikuti kedutan demi kedutan penisnya di jepitan tetekku ini.

Crot.. Croooottt.. Crrroooooottttt..

Semburan demi semburan cairan putih kental keluar dari lubang kencingnya. Membasahi tetekku, bra yang kupakai, dan tentunya gamisku. Tangan Aris mengurut penisnya hingga habis semua isinya ia tumpahkan di tetekku, bercampur dengan keringat yang juga membasahi tetekku.

Setelah itu, kulihat Aris lalu mundur. Matanya tiba-tiba berubah seluruhnya menjadi putih. Tubuhnya mundur terhuyung-huyung seperti orang kehilangan keseimbangan. Hingga kemudian..

GUBRRAAKK...






------====°°°°°°°====------
PoV Third Person



"Sini duduk sini, Dek.." katanya.

Ia menepuk bagian kasur di sebelahnya, tempat ia duduk di pinggir kasur itu.

"Mau ngapain sih, Mas?? katanya kita dah nggak perlu ketemu-ketemu lagi.."

Meskipun masih memasang muka jutek, namun kecantikan alaminya tetaplah utuh terpasang. Bahkan riasan make-up dari prosesi khitbahnya sebelumnya itu membuat wajahnya semakin ayu terhiasi jilbab rumahannya.

Dan walaupun seolah protes seperti itu, tapi sang gadis itu tetap saja maju dari pintu yang ia kunci dan duduk di sebelah si lelaki. Hatinya masih menyisakan tempat bagi suami sahabatnya itu, hingga semarah apapun ia, tetap tak bisa menolak permintaan sang lelaki.

"Sebentar aja ya.. Aku ditungguin Kak Sella.."

Katanya sambil pantatnya yang kenyal itu jatuh di pinggir kasur. Si lelaki hanya tersenyum saja dan mengangguk mengiyakan. Meskipun mereka berdua tau bahwa definisi 'sebentar' sangat tidaklah sesuai jika keduanya sudah berkhalwat sendiri.

Si lelaki sudah menunggu di kamar itu sejak tadi, dan memberi tahu lewat pesan singkatnya tadi bahwa ia sudah menunggu di kamar samping itu. Dia langsung bisa mencium aroma wangi tubuh si gadis. Sungguh wangi khas perawan yang tak bisa ia tolak. Jiwa kelelakiannya langsung mengambil alih semua akal sehatnya, tak ia pedulikan bahwa yang di sampingnya itu adalah sahabat dari istrinya.

Bagas lalu dengan lembut memegang dagu Fani yang nampak masih ragu itu. Fani masih menyisakan sedikit rasa kecewa nya dengan Bagas. Dia sebetulnya sedang pada fase mendiamkan Bagas. Tapi sejak beberapa saat terakhir, lelaki itu berusaha menghubunginya dengan gigih untuk meminta maaf dan akhirnya itu mulai meluluhkan hati Fani.

"Kamu masih marah Dek soal kemarin??" tanya Bagas. "maafin aku ya.. Aku janji yang kemarin nggak akan keulang.."

Fani hanya mengangguk pelan. Sebenarnya dalam hatinya juga ia sudah memaafkan lelaki yang dicintainya itu. Bagas lalu menolehkan dagu Fani. Wajah Bagas makin mendekati wajah Fani. Fani yang melihat Bagas makin mendekat sempat masih merasa ragu. Namun secuil perasaannya meluluhkan dirinya hingga Fanipun memejamkan mata, pasrah dengan apa yang akan ia hadapi.

Dan sekejap kemudian, bibir Bagas sudah menempel di bibir Fani. Bagas kembali bisa merasakan lembutnya bibir Fani yang entah kapan terakhir kali ia rasakan. Ia mendiamkan sejenak bibirnya menempel di bibir Fani, sebelum kemudian Bagas mulai melumat lembut bibir Fani.

Cpphh..

Lumatan bibir Bagas yang lembut namun intens itu membuat Fani mulai terbuai. Denyut jantung Fani mulai beranjak lebih cepat. Darahnya mulai berdesir membersamai bibirnya yang menyatu dengan bibir suami sahabatnya itu. Fani tak bisa menampik juga bahwa ia mudah terpancing, apalagi dengan lelaki yang ia sudah tambatkan hatinya itu. Sayang sekali perasaan Fani itu tak disambut sepadan oleh Bagas.

Cpphh.. Hmmmmmhhh..

Fani mulai bernafas dengan agak berat. Sengalan nafasnya mulai muncul seiring birahi yang mulai muncul juga. Tubuhnya yang masih terbalut gamis rumahan itu mulai menghangat. Sedikit rasa tak nyaman mulai menggelitik area intimnya di bawah sana. Birahinya membuat tubuhnya menyerah mengikuti permainan dewasa ini.

Bagas seperti bisa menangkap gelagat Fani yang sudah mulai bisa mengikuti alur kemesuman terlarang ini. Bagas semakin mendekatkan tubuhnya mepet ke badan Fani. Tangan Bagas mulai berani menyentuh badan Fani, mulai dari tangan Fani.

Tangan Bagas itu lalu perlahan bergerak naik dan akhirnya hinggap di dada Fani. Dari luar gamis Fani, Bagas bisa merasakan toket super milik Fani itu. Fani yang merasakan ada jamahan asing di dadanya itu merasakan lecutan birahi yang mendadak di tubuhnya. Dan secara refleks, Fani lalu menggerakkan tangannya menangkap pergelangan tangan Bagas dan menahan tangan Bagas.

Tapi tangan Fani yang menahan tangan Bagas itu tidaklah begitu kuat. Atau tepatnya, Fani bimbang sehingga Fani hanya menahan tangan Bagas, tapi tak juga menolak dan memindahkan tangan Bagas dari dadanya. Sekian hari tubuhnya tak dijamah Bagas, membuat momen ini mampu memantik cukup cepat birahi Fani.

Di sisi lain, Fani ragu karena dirinya yang sekarang sudahlah berada di ambang kehidupan barunya yang akan ia jalani dalam mahligai pernikahan. Tidak sepantasnya ia masih melakukan ini semua, terlebih dengan suami sahabatnya sendiri.

Bagas sedikit melanjutkan jamahannya di toket Fani itu, mencoba peruntungan lebih jauh, sebelum semua usahanya hari ini berakhir musnah sia-sia. Telapak tangannya langsung meremas daging kenyal itu dari luar gamis Fani. Tangan Bagas juga memang sudah kangen untuk bermain-main dengan daging kenyal Fani yang berukuran luar biasa itu.

"Hhhgggghhhhhh.. Hhmmmmmhhh.."

Sambil masih berciuman, Fani mulai mendesah di tengah dengusan nafasnya. Ia yang memegang tangan Bagas itu membiarkan tangan Bagas bergerak menjamah dadanya, dan itu malah membangkitkan gairahnya makin tinggi. Mulutnya mulai mendesah di sela lumatannya, bahkan bibirnya mulai ikut membalas ciuman bibir Bagas.

Pegangan tangannya di tangan Bagas sudah tak ada tenaga lagi, seolah memang Fani mengijinkan Bagas untuk terus menjamah dadanya. Bagas pun makin berani dan terus melanjutkan jamahan tangannya. Baru ia sadari kalau Fani tak mengenakan kutang di balik gamisnya. Tangannya bisa merasakan kekenyalan daging bulat itu tak terhalangi apapun selain gamis Fani.

"Hggghhhh.. Cppphhhh.. Mmaass.. Tangannya kok nakall.. hhhggghhh.."

Fani mendesah di sela ciumannya.

"Hhhggghhhhh.. Udaaahhh, Masss... Sssshhhh.. ini yang terakhir yaa.. Hhmmmhhh.. Emmppphh."

Bagas terus meremas toket Fani yang sebelah kanan itu, yang paling dekat dengan tubuhnya. Bagas hanya mengangguk saja sambil tersenyum mengiyakan permintaan itu. Ia tau Fani hanya mengucapkan itu sebatas di mulut saja. Seperti yang biasa Fani ucapkan di setiap momen pertemuan mesum mereka.

Bagas tau Fani hanya berpura-pura karena Fani yang datang ke kamar ini tanpa mengenakan kutang. Fani pasti tau apa yang akan terjadi jika Bagas dan Fani berduaan, tapi Fani tetap datang ke kamar ini menuruti permintaan Bagas, dan datang tanpa mengenakan bra. Bukti bahwa Fani sebenarnya juga mendambakan jamahan dari Bagas.

Bagas kini memindahkan bibirnya ke balik jilbab Fani dan mulai melumat leher Fani. Fani merasakan geli yang lagi-lagi menyulut desiran darahnya.

"Hhhgghhh.. Hoouuuugggghhhh.."

Bagas lalu menggerakkan tangannya yang lain ke belakang Fani. Ia meraih resleting gamis Fani yang terletak di punggungnya. Dan tanpa permisi dari Fani, Bagas menarik turun resleting gamis Fani itu. Sreett.

Fani sudah semakin hanyut dalam birahi, akibat jamahan tangan Bagas di toketnya, dan jilatan Bagas di lehernya. Bagas juga semakin liar melumat leher Fani dari balik jilbab simple yang ia pakai. Ia gunakan bibir dan giginya untuk melahap leher putih sahabat istrinya itu. Aroma keringat Fani yang barusan bersibuk ria di acara lamarannya itu malah membangkitkan gairah Bagas. Aroma keringat gadis perawan yang kini sedang mabuk birahi.

"Ouuhhh...Aaahhh.. Mmasshh.. jangan digigiitt.. Ssshh.. Nanti meraahh.. Aaahhhh.."

Fani masih menyisakan akal bahwa ia tak lama lagi akan menikah, dan akan repot jika suaminya kelak mendapati tanda cupangan merah di lehernya seandainya tanda itu masih tertinggal. Namun Bagas tak memedulikan protes Fani itu dan malah makin jauh melumat leher Fani. Fani pun tak juga menolak dengan tegas.

Tubuhnya menggeliat diterpa rangsangan di leher dan toketnya. Gerakan tubuhnya membuat Gamis yang ia pakai itu mulai turun meninggalkan pundaknya karena toh resletingnya sudah terlepas. Bagas makin gila merangsang toket Fani. Remasannya mulai ia naikkan menjadi lebih kuat.

"Hooohhhhh.. Emmpppppphhh.."

Fani pun mendesah makin kuat. Tubunya mulai lemas. Lama tak dijamah Bagas, membuat rangsangan demi rangsangan itu mulai mengantarnya perlahan menuju kenikmatan tertingginya. Tangannya yang berpegangan di sprei yang menyangga tubuhnya itu ia rasakan makin lemas dan tak mampu lagi menyangga duduknya di ujung kasur itu.

Bagas melihat tangan Fani yang mulai lemas itu lalu beranjak membantu Fani untuk berbaring di atas ranjang kamar tamu itu. Namun sebelum ia baringkan Fani, Bagas melepas turun gamis Fani lepas dari dua lengan Fani dan gamis itu jatuh menggantung di perut Fani.

Fani lalu berbaring dengan gamis yang hanya menutupi dari perut ke bawah. Dua toketnya yang berukuran luar biasa besar itu membusung menantang gravitasi tak berpenghalang apapun lagi. Bagas tak bisa menahan matanya hingga ia terkesima melihat aset sempurna Fani. Bagas tidaklah pertama kali melihat semangka kembar itu, tapi tetap saja ia masih selalu diliputi rasa kagum dan nafsu saat menyaksikan toket super milik Fani itu.

Bagas beranjak ke atas kasur, mendekati dada Fani itu, berusaha melihat lebih dekat dua daging kenyal yang selama ini ia rindukan itu. Ia pandangi putih langsatnya kulit toket Fani yang membusung, dan berhias areola warna merah muda, lalu disempurnakan dengan puting yang kini nampak seksi karena sedang mengeras itu, bukti bahwa Fani sedang terangsang.

Bagas lalu mulai menjamah toket Fani. Rasa kepuasan langsung muncul di dada Bagas saat akhirnya setelah menahan rindu nafsunya, tangannya bisa bersentuhan langsung kulit bertemu kulit dengan toket super jumbo itu. Ukurannya yang besar itu, membuat toket Fani tampak menggemaskan untuk segera dimain-mainkan Bagas seperti yang ia hendak lakukan saat ini.

Kedua tangan Bagas mulai meremas lembut dua toket itu. Tangannya beradu dengan buah dada sekal yang mulai mengkilap karena keringat Fani itu.

"Houuugghhhh.. Emmmppphhh.." desah Fani.

Bagas makin bernafsu mendapati Fani yang tak malu lagi melenguh dan mendesah. Ia puas sekali bisa merasakan lagi kenyalnya toket besar itu.

Padahal, di rumahnya, toket istrinya juga berukuran mirip. Sella maupun Fani memiliki ukuran payudara yang mirip. Dada Sella berukuran 34E, sementara Fani berukuran 32E. Bagi yang paham ukuran payudara, dua angka di depan itu menunjukkan lingkar dada, sementara ukuran Cup adalah alfabet di belakangnya. Ukuran Cup lah yang menujukkan tingkat 'kebesaran' toket seseorang. Dan baik Sella maupun Fani sebenarnya sama-sama memiliki E Cup, hanya saja Fani memiliki lingkar tubuh lebih kecil, sehingga bulatan di dada Fani itu terlihat lebih membulat jika diproporsikan terhadap tubuhnya secara keseluruhan.

Bagas juga tau karena pernah membelikan dalaman bagi kedua wanita itu. Dua-dua nya merupakan ukuran yang cukup sulit dicari di Indonesia. Hanya saja karena nafsu lelaki yang tak pernah berhenti apalagi saat melihat wanita lain, Bagas seolah terbutakan oleh Fani. Seorang gadis yang tak bisa dimilikinya. Sehingga Bagas sedikit melupakan kemolekan istrinya yang sebetulnya tak jauh beda.

"Ssshhhhhh... Aaahhhhh.. Emmmppphh.."

Fani mendesah makin kencang. Kakinya menggeliat-geliat bergerak kesana kemari menahan laju gatal di selangkangannya. Bagas juga makin gemas dan makin buas memainkan dua toket Fani sambil duduk di atas kasur. Dia memang ingin membuai Fani terlebih dahulu sebelum melancarkan ide liarnya nanti.

Fani makin kuat menggeliat dan akhirnya meneriakkan erangan diikuti tubuhnya yang mengejang-ngejang.

"Ouuhhh..Aaaaaahhhhh.. Hoooooooooooooooooooohhhhhhhhhhhh.."

Crrt.. Crrrttt... Crrrtttt..

Pantat Fani yang masih tertutupi gamis itu sempat terangkat beberapa kali sebelum terhempas lagi ke kasur. Sengalan nafas demi nafas panjang langsung ia keluarkan. Matanya terpejam merasakan puncaknya yang barusan datang itu.

"Hehe.. kamu sampai ya, Dek?" tanya Bagas.

Fani dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Di dirinya masih tersimpan rasa gengsi terhadap Bagas hingga ia tak mengakui kalau ia barusan sudah orgasme. Bagas hanya tersenyum menanggapi Fani. Tingkah Fani yang kadang kekanak-kanakan itu malah membuat Fani makin menggemaskan di mata Bagas.

Fani masih menghabiskan sisa-sisa momen orgasmenya. Tak ia sangka, beberapa waktu tak bertemu dengan Bagas malah membuatnya cepat meraih orgasme hanya dengan rangsangan di buah dadanya saja.

Bagas tak berlama-lama lalu turun dari kasur. Sasarannya kini tertuju ke selangkangan Fani yang berada di tepi kasur. Bagas menaikkan kedua kaki Fani yang tadinya menjuntai keluar kasur lalu dinaikkan hingga menekuk di atas kasur. Bagas menyibakkan gamis yang dipakai Fani hingga kini nampaklah kaki jenjang sang gadis tak terhalangi.

Gamis itu ia tarik terus hingga mengumpul di perut Fani. Alhasil kini Fani sudah hampir seperti telanjang bulat dengan gumpalan gamis yang memusat di perut langsingnya. Bagian atas Fani sudah tak terhalangi apapun dan bagian bawah Fani masih menyisakan celana dalamnya yang kini menjadi santapan mata Bagas.

Bagas nanar memandangi celana dalam Fani itu. Di bagian tengah selangkangan itu nampak menggembung, dengan satu garis vertikal tercetak dari balik celana dalam itu. Garis yang menampakkan belahan mahkota kegadisan Fani di tengah gundukan apem itu. Bagas makin mendekat hingga tercium bau wangi selangkangan Fani yang memang selalu dirawat dengan baik. Belahan vagina Fani itu nampak kian jelas akibat cairan orgasmenya barusan yang membuat lembab celana dalamnya.

Tak sabar, satu tangan Bagas lalu menyibakkan sisi utama celana dalam itu hingga nampaklah vagina perawan Fani yang tembem yang dihiasi bulu-bulu halus di sekitarnya. Bagas lalu mulai menjamah area selangkangan Fani itu dengan tangan satunya. Pantat Fani seketika menggeliat saat merasakan kulit jari Bagas menyentuh area intimnya itu.

"Hheegghhhh.. Emmppphh.." desah Fani.

Vagina nya yang sensitif setelah orgasme tadi langsung terasa dilecuti birahi lagi seiring tangan Bagas yang mulai menjamah area selangkangan Fani.

"hhmmmhhh.. Uddahhh, Mmass.. houugghhh.."

Bagas lalu memainkan jarinya di belahan memek Fani itu. Tangannya menguak sedikit garis rapat itu lalu mulai menggesek-gesek di bibir kemaluan Fani itu.

"hhmmfffggghh.. Huuuugghhhhhhh.. Mass.. Udaahhh.." desah Fani.

Mulutnya seolah protes, tapi kedua kakinya tak ia katupkan dan malah ia buka lebar-lebar. Seolah mempersilakan Bagas untuk terus menjamah lubang kawinnya itu. Bagas semakin cepat menggesekkan jarinya di labia Fani itu. Mili demi mili lendir kenikmatan terus keluar dari rapatnya celah memek Fani.

Bagas lalu mendekatkan wajahnya. Sekejap kemudian ia lalu menggunakan lidahnya untuk mulai merangsang area kemaluan Fani itu. Fani langsung tersentak didera kenikmatan. Lidah Bagas bermain dulu di pubis Fani membuat basah area itu, sebelum makin turun dan hinggap di gerbang senggama Fani.

"Hoouugghhh.. Aaaaahhhh.."

Memeknya yang sensitif itu kini merasakan sengatan dari sapuan lidah Bagas. Pantatnya menggeliat tak karuan. Dia yang belum lama tadi didera orgasme, kini kembali dicambuki lecutan birahi demi birahi. Sapuan lidah dan jilatan Bagas semakin intens di memek Fani.

Sllrrpp.. Sllrrppp..

Bagas memadukan antara jilatan dan lumatan untuk menjamah vagina indah itu. Bibirnya sesekali melumat bibir terluar memek itu. Lidahnya juga tak kalah liar naik turun menyapu garis belahan vagina itu, mulai dari atas lalu turun ke bawah lalu ke atas lagi dan menyentil-nyentil klitoris Fani menggunakan ujung lidah Bagas.

"Hoouuuugghhhh.. Aaaahhh.. Hoouuhhh.."

Fani mendesah dan mengerang semakin kencang. Ia yang tadinya masih jual mahal ke Bagas itu kini sudah hilang seluruh gengsinya. Ia menyerah pada nafsu birahinya. Raganya pasrah menerima terpaan birahi yang distimulan oleh suami sahabatnya sendiri itu. Ia tak malu lagi meneriakkan ekspresi kenikmatan dari bibir manis tipis itu. Dan dalam waktu tak lama, Fani mulai merasakan gelombang puncaknya lagi.

"Emmpphhh.. Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhh.. Hooooooooooooooooooogghhhhhhhhhhhhhhh.."

Pantat Fani kini terangkat dan menyentak beberapa kali di udara sebelum kembali terhempas di kasur. Sementara di depan selangkangannya, mulut Bagas masih menempel di memek Fani dan mengikuti gerakan pantat seksi Fani dan menghisap semua lendir orgasme yang mengucur dari celah memek Fani itu.

Fani langsung lemas seketika. Nafasnya makin berat ia hela membersamai momen-momen akhir klimaksnya itu. Tubuhnya masih sesekali bergetar ketika Bagas mencucupi memeknya dengan bibirnya, menghisap habis semua lendir orgasme Fani.

Slllrrppp.. Sllrrrpppppp..

Sampai semua tak bersisa cairan orgasme Fani itu, Bagas lalu beranjak naik dari lantai menuju kasur kamar tamu Fani itu. Bagas ternyata sudah tak mengenakan celana lagi. Sudah sejak tadi ia membebaskan selangkangannya. Penis Bagas tak lama kemudian sudah berada di samping kepala Fani.

Bagas tersenyum melihat Fani. Wajah ayu Fani itu nampak sayu setelah diantarkan dua kali orgasme oleh Bagas. Wajah itu semakin cantik dengan balutan jilbab mini Fani yang mulai lecek akibat keringat Fani. Bibir nya sedikit terbuka menghembuskan sengalan nafas, dadanya yang membusung sempurna juga ikutan naik turun seirama helaan nafas Fani.

Wajah kelelahan itu menunjukkan bukti bahwa Fani memang sudah orgasme dua kali. Bagas sudah mengerti dan tak menanyakan lagi ke Fani, cukup melihat wajah sayu itu. Toh Fani juga kemungkinan masih tetap di orgasm denial nya kalau Bagas tanya.

Bagas memajukan selangkangannya hingga penisnya yang mulai tegang itu makin mendekati jilbab Fani.

"Gantian dong, Dek.."

Fani perlahan-lahan membuka matanya. Di sebelahnya ia lihat Bagas hanya mengenakan baju saja. Saat Fani menolehkan wajahnya, ia lihat penis Bagas tepat di depan wajahnya. Bagas seketika memajukan penisnya hingga kepala kontolnya menyentuh bibir tipis Fani.

Bagas menggesek-gesekkan helm licinnya itu ke bibir Fani.

"Urrrggghhhhh.." erang Bagas.

Bagas mengurut pangkal kontolnya sendiri, sembari merasakan hangatnya hembusan nafas Fani di kontolnya. Bibir tipis Fani perlahan mulai terbuka sedikit karena nafsu birahi yang sudah tak mampu lagi ia bendung juga meski di tengah kelelahannya. Kontol Bagas semakin mengeras saat kepala jamurnya merasakan lembutnya bibir Fani itu.

Fani sendiri merasakan desiran birahi lagi, padahal tubuhnya sudah didera dua kali orgasme. Jantungnya berdegup cepat saat menyaksikan penis lelaki di depannya itu, penis pertama yang pernah menjamah tubuhnya secara langsung. Bibir tipisnya pun semakin tak malu lagi terbuka, dan beberapa saat kemudian ia memajukan wajahnya, dan mulai memasukkan penis itu menembus mulutnya.

"Urrrgghhhh.."

Seiring kontol Bagas yang mulai tertanam di mulut Fani, Bagas melepaskan kocokan tangannya di penisnya. Tangannya lalu berpindah menuju dada Fani, dan kemudian mulai lagi meremas-remas toket super itu. Fani kembali menggeliat merasakan payudaranya dirangsang kembali. Mulutnya mulai ikutan menghisap, merangsang kontol Bagas.

Bagas sesekali membetulkan jilbab Fani yang agak miring karena wajahnya yang maju mundur di depan selangkangan Bagas walaupun masih terbaring seperti itu. Bagas ingin wajah cantik Fani tetap terbalut jilbabnya, menambah gairah kelelakiannya menyaksikan gadis alim itu sedang mengoralnya.

Clopp.. Clooppp.. Cloooppp..

Liur Fani yang mulai menempel di kontol Bagas membuat suara peraduan antara bibir dan kelamin itu menghasilkan suara mesum yang mengisi sunyinya kamar tamu rumah Fani itu.

"Kamu di atas, Dek.." kata Bagas.

Fani yang mendengar itu, lalu melepas penis Bagas dari mulutnya. Nafsu yang membelenggunya membuatnya sudah lupa daratan Ia lupa kalau tadi ia memasang pagar gengsinya. Tapi kini, bagai kerbau dicucuk hidungnya, Fani beranjak bangun sementara Bagas gantian yang berbaring.

Fani cukup tau posisi yang dimaui Bagas karena keduanya yang sudah beberapa waktu lamanya memiliki affair tersebut. Fani berlutut dengan selangkangannya berada di atas kepala Bagas, kemudian mulai menunduk dan mengocok penis Bagas dengan tangannya. Wajah Fani kembali memerah saat kontol Bagas itu hanya berjarak beberapa senti saja.

Di bawah sana, Bagas mengangkat gamis Fani sebatas pinggangnya, kemudian tangannya mulai mengusap-usap paha Fani yang putih langsat itu. Untuk sesaat paha mulus Fani itu bergetar sambil sang akhwat yang melenguh pelan.

"Hoouuugghh.."

Tangan Fani semakin cepat naik turun di kontol Bagas. Satu tangan Fani yang lain ikutan maju dan bermain-main dengan buah zakar Bagas. Dua tangan halus Fani itu dengan telaten bermain-main memanjakan kemaluan Bagas yang semakin menegang keras diikuti erangan dari mulut Bagas juga.

Tangan Bagas lalu bergerak naik menuju pantat Fani dan mulai meremas-remas bongkahan padat itu dari balik celana dalam Fani. Dari arah Bagas, pantat Fani yang sedang menungging itu nampak bulat seksi sempurna terlihat dari bawah. Bagas meremas-remas pantat itu, semakin gemas saat kontolnya juga dikocok Fani makin cepat.

Fani mendapati penis Bagas semakin mengeras di genggamannya. Jantungnya berdegup makin cepat. Hatinya masih menyimpan rasa penasaran akan batang lelaki itu yang semakin ia sentuh dengan tangan halusnya, batang itu makin mengeras dan sesekali berkedut. Seolah-olah batang itu memiliki nyawa sendiri. Fani semakin terbawa nafsunya, hingga perlahan-lahan mulai menurunkan wajahnya.

Di saat yang bersamaan, Bagas semakin mendekatkan wajahnya menuju selangkangan Fani. Memek yang menggunung itu semakin tak berjarak dengan muka Bagas. Bagas menyibak lagi celana dalam Fani, lalu menjulurkan lidahnya dan mulai merangsang lagi memek Fani dengan permainan lidahnya.

"Hooouugghhhh.. Emmmppphhh.."

Fani mendesah seketika saat daging basah tak bertulang yang menjulur dari mulut Bagas itu mengusap selangkangannya. Tangannya tak lagi bisa fokus mengocok penis Bagas, dan nafsu yang membangkitkan sisi gelapnya membuat Fani menurunkan wajahnya dan memasukka penis Bagas membelah bibir manisnya.

Mendapati kontolnya merasakan lagi hangatnya mulut Fani, membuat Bagas makin tersentak nafsunya pula. Jilatannya lalu bermain ia geser ke garis belahan vagina Fani. Tangannya yang satu bermain-main di bongkahan pantat mulus Fani, sementara tangannya yang lain mengusap-usap sekitaran lubang dubur Fani.

"Hhhhmmmmmhhh.. Hhhhhgghhhhh.."

Fani mendesah sembari mulutnya masih tersumpal penis Bagas. Pantatnya menggeliat bergerak-gerak merasakan rangsangan di vagina dan anusnya meskipun hanya sebatas sapuan, tapi itu cukup bisa membangkitkan birahinya. Kedua insan tak berikatan halal itu saling memuaskan satu sama lain dengan posisi 69 itu.

Clop.. Cloppp.. Cloopppp..

Kontol Bagas semakin cepat keluar masuk di mulut Fani. Sang gadis semakin semangat melahap kontol itu seiring memeknya yang semakin liar dijilati oleh Bagas. Desiran nafsu Fani makin meluap-luap. Kontol yang seharusnya haram baginya, yang seharusnya dimiliki oleh sahabatnya, kini sedang merasakan hangat mulutnya.

Bibir Fani semakin kuat menghisap batang yang semakin perkasa di dalam bibir mungilnya itu. Nafsu setan yang menjerati Fani dengan birahi membuat ia lupa segalanya. Lupa akan sisi akhwat yang seharusnya bisa ia jaga marwah dan martabatnya. Lupa akan sahabatnya yang secara tak langsung ia khianati.

Birahinya yang makin meninggi membuatnya makin liar mengoral kontol Bagas. Tangan halusnya ikut memainkan buah zakar Bagas yang membuat pantat Bagas sesekali menggeliat keenakan. Jilatan demi jilatan lidah Bagas ikutan semakin liar juga di memek Fani. Lendir kenikmatan tak henti-hentinya mengucur dari bibir vagina Fani, bercampur dengan liur Bagas.

Rasa gatal bercampur nikmat menjalar hebat di tubuh Fani. Mulutnya pasti mengeluarkan desahan dan erangan seandainya tidak tersumpal penis Bagas. Tubuh Fani makin memanas membersamai keringat yang terus keluar dari kulit putihnya itu. Pikirannya diterbangkan oleh syahwatnya, makin melayang meninggalkan raganya.

Beberapa saat kemudian, Fani merasakan memeknya kembali gatal dan mulai berkedut cepat. Penis Bagas ia lepas dari mulutnya dan ia gantikan tangan lembutnya untuk mengocok dan memainkan kontol Bagas.

"Emmmphh.. Hoouuugghhhh.."

Fani melenguh semakin keras seiring vaginanya yang terus dirangsang Bagas semakin liar. Mata lentiknya terpejam menahan birahi. Tubuhnya semakin memanas. Ia merasakan gelombang uncaknya yang ketiga akan segera menghampirinya. Fani lalu seketika beranjak berbalik posisi. Pantatnya yang tadinya berada di atas wjah Bagas kemudian tubuh sintalnya ia putar dan kini pantatnya berada di atas selangkangan Bagas. Fani melepas celana dalamnya sendiri, seolah seperti perempuan murahan yang tak bisa lagi menahan birahinya.

Dan memang seperti itu yang ia rasakan saat ini. Nafsunya yang hampir memuncak membuatnya lupa akan jatidirinya sebagai seorang gadis akhwat muslimah yang seharusnya mampu menjaga kehormatannya di lelaki yang bukan mahromnya. Kini Fani menampakkan ke-agresif-an sisi liarnya yang lain.

Muka Fani amat tersorot sayu diambang birahinya. Nafsu duniawi membuatnya bertindak tak pantas di hadapan suami sahabtnya itu. Pantat bulat Fani itu lalu ia turunakn hingga memeknya menekan penis Bagas. Fani merasakan batang kontol Bagas yang menekan searah dengan garis belahan memek Fani.

"Hheeegghhhh.."

Nafas Fani tersengal berat saat merasakan bibir vaginanya yang sensitif itu beradu dengan batang Bagas yang keras. Fani kemudian mulai menggerakkan pingggulnya maju mundur. Memeknya pun mulai menggesek-gesek batang Bagas itu.

"houuhh.. Emmppphh.. Kerassshh.. Hsssshhhhh.." desah Fani.

Birahi Fani semakin meninggi. Memeknya semakin becek akibat lendir yang terus merembes dari celah memeknya dan membasahi batang penis Bagas. Ia juga bisa merasakan kontol Bagas yang urat-uratnya menggeseki bibir memeknya, membuat sulutan-sulutan syahwat bagi Fani. Gerakan maju mundur pinggulnya makin lama makin cepat.

Bagas menggerakkan tagannya menuju gamis Fani yang masih tersangkut di perutnya. Ia menarik ke atas gamis Fani itu. Fani seolah mengerti keinginan si pejantannya itu dan kemudian ia membantu Bagas dengan mengangkat sendiri gamisnya dan melepasnya melewati atas tubuhnya hingga lepas dari kedua lengannya, tanpa Fani melepas jilbabnya.

Fani kemudian melanjutkan gerakan pinggulnya. Tubuhnya kini makin seksi hanya mengenakan jilbab yang menghias wajah manisnya yang makin sayu itu, sementara badannya sudah telanjang bulat. Bagas begitu menikmati sajian di depan matanya saat badan Fani bergerak maju mundur diikuti toket besar sempurna itu yang ikut berayun menggoda.


7ec1181370599016.gif
Fani sangat seksi saat pantatnya bergerak maju mundur berlawanan arah dengan alunan perutnya yang ramping itu. Mulutnya kembai melenguh mengeskpresikan kenikmatan yang ia terima akibat memeknya bergesekan dengan batang keras suami sahabatnya itu.

"Houugghhh.. Emmpphhh.. Haaahhh.." desah Fani.

Di bawah Bagas hanya diam menikmati gerakan pantat Fani di atas selangkangannya itu. Ia meraskan lembutnya kulit pantat Fani yang sekal dan kencang itu menekan selangkangan dan sebagian pahanya. Seiring Fani yang semakin cepat menggerakkan pinggulnya itu, kontolnya semakin nikmat juga digeseki oleh memek Fani yang kian lembab.

Bagas sebenarnya sedikit risau dan khawatir jika Fani terlalu berlebihan menggerakkan pantat seksinya itu. Gerakan Fani di atas selangkangan Bagas itu sesekali membuat kepala kontol Bagas menyelip ke dalam celah vagina Fani. Bagas hanya bisa menahan dan sesekali menarik sedikit saat ia rasakan kontolnya mulai menembus memek Fani.

Fani sendiri makin liar menggerakkan pantatnya maju mundur. Jika ada orang yang melihat kedua insan itu pasti mengira mereka sedang bersetubuh menyatukan kelamin mereka. Fani yang meskipun hanya dirangsang di sisi luar vaginanya itu, tapi itu mampu membuatnya makin terangsang dan ia semakin mendesah keenakan.


ME58ZU2_o.gif

"Heemppphhhh… Houuugghhhhh.." desah Fani

Bagas di bawah Fani sembari menikmati gesekan apem perawan Fani itu, masih merasa makin was-was. Tapi berbeda 180 derajat dengan Fani yang makin liar. Fani seolah tak peduli jika penis yang haram baginya itu menembus selaput daranya. Benaknya kini hanya diliputi rasa nikmat akan gelombang puncak yang berusaha ia raih sendiri.

Dan beberapa kali gerakan maju mundur itu kemudian Fani membungkukkan badannya. Seluruh badannya kaku mengejang dan bergetar saat klimaksnya datang.

"Hooouuugghhh.. Aaaaaaaaaahhhhhhhh.. Oooooooooooooooooooooooohhhhh.."

Crrrrttt.. Crrtttt.. Crrrttttttt..

Paha Fani mengatup selangkangan Bagas serapat-rapatnya saat pantatnya mengejang-ngejang beberapa kali. Bermili-mili cairan orgasmenya mengucur deras dan tentunya mengalir membasahi sprei kasur kamar tamu rumahnya itu. Beberapa saat ia melepas kekakuan tubuhnya itu hingga ia melepas genggaman eratnya di baju Bagas saat momen klimaksnya usai.

Bagas yang mendiamkan sejenak Fani melepas puncaknya itu, kemudian paham akan Fani yang kelelahan setelah tiga kali orgasmenya kali ini. Bagas sendiri sebenarnya sudah di ubun-ubun juga. Ia lalu beranjak dari berbaringnya. Ia tidurkan badan Fani berbaring di atas kasur empuk itu. Tubuh sintal dan seksi Fani yang tak terhalangi apapun itu kini terbaring sempurna di atas ranjang.

Bagas kemudian beringsut turun dari kasur. Lalu Bagas menarik pantat Fani hingga selangkangan Fani berada di tepi kasur. Kedua kaki Fani lalu ia angkat. Pahanya ia buka lebar-lebar hingga Bagas dapat melihat keindahan memek Fani tersaji di depan matanya. Ia kini bisa menikmati memek Fani yang tak terhalangi apapun itu.

Bagas mendekatkan selangkangannya ke arah selangkangan Fani. Penisnya kemudian menempel di selangkangan Fani. Bagas kembali menggesek-gesekkan penisnya di selangkangan Fani. Kali ini Bagas yang ambil kendali. Satu tangan Bagas memegang sendiri kontolnya agar gesekan kontol kerasnya itu tepat di bibir vagina Fani.

Fani kembali merasakan rangsangan hebat saat memeknya mendapat stimulan itu. Memeknya masih berkedut-kedut hebat paska orgasmenya barusan, tapi Bagas kembali menjamah memeknya lagi dengan tongkat saktinya itu. Fani menggeliatkan pantatnya menerima rangsangan birahi itu.

"hggghhhhhh.. Hmmmmhhhh.."

Nafas Fani memberat sambil mulutnya menggumam melampiaskan nikmat yang ia rasakan ditengah kelelahannya. Di bawah sana Bagas sambil menggesek-gesekkan kepala penisnya di bibir memek Fani, tangan Bagas juga mengocok batang penisnya sendiri.

Kemudian tangan Bagas yang lain meraih vagina Fani. Dengan pelan dan lembut, Bagas sedikit menguak bibir vagina Fani, hingga sisi dalam labia Fani yang berwarna merah muda segar itu terlihat oleh mata Bagas. Bagas terkesiap melihat keindahan mahkota kegadisan sahabat istrinya itu. Tak ia sangka ia bisa bermain-main dengan gadis secantik, semolek, sesempurna bidadari itu.

Ketika Bagas menguak sebagian labia Fani itu, Penisnya kemudian ia gesekkan di daging merah muda itu. Tak pelak Fani langsung didera lecutan birahi yang begitu hebat. Baru kali ini Bagas berani bermain lebih jauh di daerah intim Fani itu. Fani sendiri sudah pasrah di tengah kelelahannya jika Bagas mengambil hartanya yang paling berharga itu.

Fani lupa akan janji suci yang seharusnya ia lakukan besok lusa dan menjaga marwah dan izzahnya terlebih dahulu. Kini ia terperangkap pada nafsu sekaligus menyeruak kembali rasa cintanya pada Bagas. Dari mulutnya, Fani hanya mengeluarkan lenguhan dan desahan mesum membiarkan Bagas bermain lebih jauh itu.

Tak pelak, pengalaman baru Fani yang digeseki sisi dalam vaginanya itu membuatnya kembali tak kuat dilambungkan birahinya sendiri. Bagas masih menguak bibir vagina Fani dan dengan hati-hati terus menggesek-gesekkan kepala penisnya. Gesekannya semakin ia naikkan hingga menyentil-nyentil itil Fani.

"Hooouuugghhhh.. aaaaahhhh.. Mmhhassss.." desah Fani.

Pantatnya kini mulai ia gerakkan ke atas ke bawah berusaha mengimbangi gesekan kontol Bagas di memeknya itu.

"Ouuuhhhhh.. Hhaaaaahhh.. Pipiiissshhh lagiiiiihhhh.. Oooooooooooooooooooohhhhhhhh.."

Crrtt.. Crrrtttttt.. Crrrrtttttttt..

Sisi bawah tubuh sang gadis yang molek itu kemudian mengejang-ngejang kembali saat mendapatkan multi orgasme nya akibat rangsangan Bagas. Kontol Bagas yang meraskan hangatnya daging vagina Fani tambah merasa hangat akibat siraman cairan orgasme Fani yang mengucur itu.

Bagas tersenyum menyaksikan gadis cantik di depannya itu kelojotan didera klimaksnya yang kesekian kali. Bagas sendiri masih bisa menahan puncaknya karena toh semalaman ia habis bermain dengan istrinya, sehingga kini waktu tempuhnya bisa cukup lama. Tapi sebetulnya Bagas juga sudah hampir di ujungnya.

Bagas kini menempatkan kepala penisnya lagi di celah vagina Fani. Ia sedikit menekan masuk kepala kontolnya itu hingga jamur licin itu perlahan mulai menyusupi celah vagina perawan Fani. Slepp.

Fani merasakan gerbang kemaluannya seperti terasa sesak sekali. Seluruh tubuhnya seolah ikut merasa kesempitan akibat dorongan di bawah sana. Meski masih lelah, Fani menundukkan kepalanya, berusaha melihat apa yang sedang Bagas lakukan. Apakah Bagas akan bertindak sejauh itu. Fani menyorotkan raut bingung di wajahnya yang penuh peluh itu. Bingung yang dipenuhi juga rasa penasaran bercampur nafsu.

Bagas bisa sedikit tau paham akan kebimbangan Fani itu. Bagas juga sebenarnya tak ingin kelewatan bermain-main dengan sang gadis. Bagas menarik kembali penisnya lepas dari vagina Fani.

"Kamu percaya aku kan, Sayang?" kata Bagas.

Fani hanya membalas dengan anggukan. Sudah terlambat baginya untuk mempertahankan gengsinya, jaimnya, sekaligus kehormatannya.

"Aku mau kasih kamu hadiah.." kata Bagas lagi.

Bagas lalu meraih tangan Fani dan menarinya menuju selangkangan Fani. Bagas rupanya ingin Fani yang memegang bibir memeknya dan membuka bibir memeknya sendiri untuk Bagas. Seolah mempersilakan Bagas untuk memasuki area paling sakralnya itu.

Dengan sisa tenaganya, Fani membuka sendiri bibir liang kawinnya itu. Bagas kini bisa leluasa mengarahkan kontolnya. Ia tempelkan lagi kepala penisnya di bibir merah merekah itu. Satu tangannya yang lain mengurut sendiri kontolnya yang makin keras itu. Bagas sedikit mendorong kembali kepala penis itu memasuki sempitnya gerbang senggama Fani.

Bagas menarik ulur dengan perlahan, tak ingin merusak sisi dalam mahkota kewanitaan Fani itu. Butuh beberapa kali percobaan hingga Bagas bisa merasakan kepala penisnya hinggap di sempitnya memek Fani, meskipun hanya ujung memeknya saja.

Slepp.

"Hooouuuuggghhhhhhhhh.."

Fani melenguh panjang saat merasakan kenikmatan yang tak terkira saat bibir vaginanya meregang karena mulai terselip kepala penis Bagas itu. Bagas sendiri juga merasakan kenikmatan tak terkira. Ia makin cepat mengurut batang penisnya yang makin menegang itu dengan tangannya sendiri.

Bagas bisa merasakan denyutan ujung dinding memek Fani itu. Vagina Fani yang barusan orgasme tadi membuat memeknya makin sensitif. Kepala penis Bagas serasa dipijit nikmat oleh bagian dalam bibir vagina Fani itu.

Untuk sesaat Bagas mendiamkan kepala penisnya hinggap di bibir vagina Fani itu. Hingga Bagas kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur dengan perlahan. Ia gerakkan batang itu mulai masuk ke vagina Fani. Agak dalam, tapi tak sampai merobek selaput dara Fani.

"Huuuuggghhhhh.. Emmmppppphhhh.." desah Fani.

Untungnya kini Bagas yang mengendalikan permainan mesum ini. Ia bisa mengontrol untuk tidak kelewatan menembus kegadisan Fani. Bagas masih memikirkan masa depan Fani. Di samping itu ia juga masih memikirkan masa depan rumah tangganya dengan Arsella.

Gerakan pinggul Bagas itu tidaklah begitu cepat, tapi kocokan tangannya di penisnya semakin cepat. Batang kontolnya semakin menegang. Himpitan bibir vagina Fani di kepala penisnya mampu membuat sensasi hebat di dalam tubuh Bagas hingga beberapa saat kemudian ia tak kuat lagi menahan puncaknya.

"Urrgghhh.. Terima pejuhku nih, Dek.. hadiah dariku.. Urrgghhhh.."

Crott.. Croootttt.. Croootttt..

Bagas menyemburkan spermanya di dalam bibir vagina gadis itu. Tak disangka Fani juga ikutan menggeliat dan sedikit mengatupkan pahanya. Fani merasakan sensasi hebat saat ia merasakan dinding sisi dalam bibir kemaluannya itu disiram sperma Bagas. Baru kali ini Fani merasakan sensasi lendir kental membasahi memeknya seperti ini.

Bagas mengeluarkan semua lahar kentalnya di selipan memek Fani itu. Ia mendiamkan kontolnya hingga penisnya mulai terkuras isinya. Hingga kemudian benih lendir Bagas itu meleleh keluar dari vagina Fani. Sempitnya memek perawan Fani itu terlalu kuat ditembus oleh semburan sperma Bagas, hingga kemudian lendir kental itu keluar menetes di lubang anus Fani dan membasahi sprei ranjang itu.

Baik Fani dan Bagas kemudian saling terdiam hingga ruangan yang tadinya penuh nafsu membara itupun kemudian menjadi hening. Hanya dengusan nafas kelelahan yang keluar dari keduanya. Bagas lalu sedikit menunduk hingga kedua wajah insan tak berikatan halal itu semakin dekat.

"Dek.. Aku mau minta sesuatu boleh?"

"Apa, Mas?" tanya Fani.

"Aku mau jadi yang pertama ngerasain memekmu, Dek."

Fani mengernyit untuk sesaat. Sedikit akalnya kini sudah kembali otaknya.

"Mas Bagas mau perawanku?" tanya Fani.

Bagas kemudian hanya tersenyum

....

Klekk..

Terdengar suara pintu yang terbuka dari arah luar kamar tamu itu.






------====°°°°°°°====------
PoV Sella

GUBRRAAKK.

Tubuh Aris yang sebelumnya terhuyung-huyung itu kemudian jatuh. Aku yang tadinya kesal dengan lelaki mesum itu kini jadi bingung dan sedikit risau. Hanya keluar akibat tetekku kok bisa pingsan dia.

Kulihat penisnya yang mengecil seperti cacing itu masih keluar dari selipan resleting celana panjang seragam katering yang ia pakai.

Aku ingin berteriak minta tolong, atau sekalian melapor ke Anggun. Tapi setelah kupikir, kalau Anggun atau orang lain datang kesini dan melihat ada lelaki setengah telanjang ini pastinya malah memunculkan pertanyaan lain dan bisa membuatku malu.

Di sisi lain, aku masih jijik kalau aku harus membetulkan celana si Aris itu. Tak sudi aku disentuh atau menyentuh lagi kemaluan haramnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk kutinggalkan Aris. Biar saja dia terbaring semaput di gudang ini. Dan sekarang aku harus cari alasan lain untuk kuberikan ke Anggun agar Aris ini tidak dipakai lagi oleh vendor kateringnya, apalagi di acara Fani selanjutnya.

Sebelum pergi, kulihat layar hapenya masih memutar video tadi dari awal lagi. Aku segera ambil hape itu dan kuhapus file video itu dari hapenya. Butuh beberapa saat hingga aku memastikan tak ada lagi jejak rekam gambarku di hape Aris itu. Aku taruh lagi hape itu di atas meja begitu selesai aku hapus video tadi.

Akupun lalu beranjak menuju pintu dan lalu secepat kilat pergi dari gudang ini. Untungnya di depan gudang ini, dapur lantai satu ini sudah sepi. Tak ada yang memergoki aku keluar dari sini. Aku kemudian berjalan ke ruang tengah rumah ini. Hingga aku berpapasan dengan Fani.

"Eh, Kak Sella.. darimana, Kak?" tanya Fani.

Aku mencium bau sperma yang menyengat saat bersapa dengan Fani ini. Sperma siapa yang menempel di badan Fani itu? Darimana saja Fani sedari tadi?

Eh, atau ini aku yang bau ya? Aku kan juga barusan disemprot sperma oleh si kurang ajar Aris itu. Kenapa aku harus suudzon dengan sahabatku ini.

"Ini Fan, aku harus pulang.."

"Ooh.. kok buru-buru?"

"Iya, tiba-tiba inget ada cucian yang masih di luar nih.. hehe.." kataku, "Besok kesini lagi deh ya.. siap-siap buat akad nikahmu.."

Aku lalu melihat jam di dinding ruang tengah itu yang langsung membuatku sedikit risau. Duh, Ustadzah Azizah pasti menungguku.




------====°°°°°°°====------



Aku hanya bisa terkagum-kagum akan semua ceritanya itu. Tak kusangka di tengah semua kepelikan hidupnya itu, ia masih bisa tersenyum lebar. Dia masih sering datang mencari ilmu dan ikut kajian di sana-sini. Aku sendiri tak tau apakah aku bisa setegar itu jika semua itu menimpaku.

"... Udah ah.. sekarang gantian Anti dong yang cerita.. Jangan ana teruss.." katanya.

"Hihihi.. ya nggakpapa to.. Kan emang Ana pengen denger ceritanya Ditta kok ini.."

Wajahnya yang khas ras campuran itu makin cantik sempurna terbalut jilbab Syar'i. Semoga ini jalan yang terbaik untuk kami.


f876041350878271.jpg

Ditta






End of Part 17 "Changeover"..
Next on Part 18 19 20
 
Terakhir diubah:
Hehe... Makasih banyak suhu...
Akhirnya udah update lagi
Semoga selalu dilancarkan urusan dan ide² nya suhu...

Sumpah makin menarik aja drama nya semenjak kabar fanny nikah mulai berembus...

Mudah²an Diki dan Bagas tetap perkasa dengan peran masing², Serta semoga Sella dan Fanny tetap (yaa gitu deh, bingung deskripsi in nya gimana)
:Peace::Peace:
 
Part 17b
Tag: Titjob, Blowjob, Pussyjob, MILF, Ummahat, Affair




Acara lamaran yang nampak mewah ini sudah berakhir. Tamu-tamu beberapa masih ada di sini bersilaturahim dengan keluarga Fani, tapi sebagian besar sudah pulang. Rumah sebesar ini pun kembali mulai lengang, tak seperti beberapa jam sebelumnya yang terlihat penuh. Tak kusangka rumah sebesar ini ternyata bisa juga ramai orang-orang.

Aku masih disini menemani Fani, yang barusan saja naik ke kamarnya untuk mengganti baju kebaya syar'i nya itu menjadi baju rumahan kembali. Aku membantu-bantu semua yang kubisa, meski sebagian besar pekerjaan sudah dikarjakan oleh vendor yang menangani, dipimpin oleh Anggun sebagai EO nya.

Sebenarnya aku juga lebih sering duduk saja. Aku masih sedikit susah jalan karena persetubuhanku dengan Mas Bagas semalaman. Aku masih menyisakan hati yang berbunga-bunga. Setelah sekian lama dan sekian hari kami tak berduaan, semalaman kami memadu kasih yang begitu berapi-api.

Kami masih melanjutkan spark itu sampai pagi tadi sebelum Mas Bagas mengantarku ke sini. Saat ini aku juga masih bertukar pesan dengan Mas Bagas. Membalas pesannya yang menanyakan kapan aku pulang.

"Sella.. Woii.. Main hape teruss, Deh.."

Sapaan Rif'ah itu mengalihkanku dari perhatianku di hapeku.

"Hehehe.. Lagi wasapan sama pintu surga, Say.. Kan wajib ituu.." kataku.

"Hihi.. Mesra banget sih Kak Sella ini.. Bikin irii.." timpal Anggun.

...

Kamipun larut ngobrol lagi. Saat ini tinggal Aku, Dini, Rif'ah, dan Anggun di ruang tengah ini setelah Fani tadi berlalu ke lantai dua.

"Sayang ya Ustadzah Azizah nggak bisa join hari ini.." kata Dini dengan muka yang mulai masam.

Ustadzah Azizah hari ini tak bisa mengikuti prosesi formal khitbah Fani barusan karena harus packing-packing sebelum pindahannya ke luar kota. Memang tak sama jika tak ada Ustadzah Azizah. Namun semua acara tadi bisa lancar sesuai rencana.

Rumah Fani semakin sepi, hanya beberapa orang yang masih lalu lalang dan sebagian besar adalah vendor acara lamaran Fani. Aku merasakan badanku seperti di senggol beberapa kali, terutama pantatku, karena posisiku membelakangi jalan. Pada awalnya, aku anggap wajar, karena orang katering beberapa kali lalu lalang di sini. Tapi lama-lama aku merasakan senggolannya yang sepertinya disengaja.

Saat aku sesekali berbalik, aku mulai mengenali sosok yang sering menyenggolku itu. Dia orang kurus yang kemarin memerhatikanku dengan tampang mesum. Orang katering itu! Aku coba membalikkan badanku menghadap lorong. Sambil membawa nampan berisi piring kotor, ternyata dia masih sama berusaha menyerempet badanku.

Mukanya tak berani menatapku, tapi tangannya sengaja menyenggol dadaku dengan tanpa sungkan, padahal tubuhku menghadap ke arahnya. Ketiga temanku tampaknya tak menyadari kelakuan si orang katering ini. Apa aku harus bilang ke Anggun sekarang? Anggun nampak asik ngobrol dengan kedua sahabatku yang lain.

Aku lalu memilih untuk pergi saja dari ruang tengah ini. Aku berjalan menuju arah taman di samping ruangan ini yang terpisah pintu kaca. Aku berdiam di pinggir taman ini.


cb4d221366752337.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Udara segar langsung masuk terhirup hidungku. Pandanganku tak sengaja melihat hal yang ganjil di sudut teras ini. Hingga beberapa saat kemudian aku melirik tajam ke meja di pojokan pintu taman itu. Tepatnya di kaki meja itu. Aku lalu berjalan mendekat. Aku melihat botol yang asing di mataku,tergeletak di bawah meja.

Aku memberanikan diri mengambil botol itu. Botol berwarna bening agak kotak, dengan sisa cairan berwarna kuning muda bening menyisa sedikit. Aku memberanikan lagi mencium ujung lubang botol itu.

Huffff.. Baunya menyengat sekali. Apa jangan-jangan ini alkohol? Miras? Siapa yang berani-beraninya membawa kesini, saat ada momen penting ini? Aku langsung sedikit pusing setelah menghirup aroma botol itu.

Aku lalu kembali masuk ke dalam rumah. Harapanku ingin menghirup udara segar tadi malah membuatku pusing gara-gara menghirup botol asing itu. Lebih baik aku naik saja ke lantai dua, ke kamar Fani. Kulangkahkan segera kakiku menaiki tangga yang setengah berputar dengan ornamen klasik ini. Hingga aku kemudian sampai di depan kamar Fani.

Tok. Tok.. Tok...

"Faan.. Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.. Masuk kak.." sapa sahabatku dari dalam kamarnya.

Aku lalu masuk. Kulihat Fani sudah berganti baju dengan baju rumahannya dan kini sedang menggantungkan kebayanya yang ia pakai untuk acara khitbah nya tadi di depan wardrobe nya. Kebaya yang ia pakai tadi terlihat sederhana, tidak terlalu mewah, sangat kontras dengan dekorasi rumahnya. Fani memang yang ingin tampil sederhana termasuk di pakaian yang ia pakai.

Meski dengan payet-payet berlian seadanya di gamis dan jilbabnya, tapi tetap saja kebaya itu nampak elegan membalut sahabatku. Ditambah make-up Fani yang simple dan flawless makin membuat nya tampil cantik. Kalau begitu sungguh sangat tidak menampilkan satu sisi Fani yang ceria, supel, dan aktif itu.


ccb9901350878284.jpg

Fani

"Kak, aku ke bawah dulu ya, bantuin Anggun... Kak Sella tunggu di sini aja..."

"Eh enggak ah.. mosok sendirian di kamarmu aku, Say.." kataku.

"Nggakpapa, Kak.. sebentar aja kok palingan.." kata Fani yang sedang melihat hapenya, wajahnya menampakkan aura kerisauan.

"Yaudah deh.. ojo suwi-suwi.." kataku.

"Beres kak.." balas Fani sambil mengacungkan dua jempol tangannya.

Secara otomatis, Fani meletakkan hapenya di atas mejanya dan secepat kilat anak itu sudah berlalu dari kamar ini, menutup pintu kamarnya dari luar. Aku yang tadinya ke sini ingin ketemu Fani, malah dianya turun. Ingin aku juga ikut sekalian kumpul lagi di bawah dengan teman-temanku itu, sebelum pandanganku tertuju ke atas meja kamar Fani.

Itu hape Fani. Dan belum ia kunci..!!

Entah naluri yang datang dari mana, aku langsung meraih hape itu. Jari ku segera menyentuh di mana saja sisi layar itu, agar hape itu tetap menyala dan tidak keburu mati. Jariku langsung bergerak sendiri, dan tak tau mengapa aku langsung menuju aplikasi galeri Fani.

Sampai sekarang aku masih belum tabayyun soal affair Fani dengan suamiku di belakangku. Aku memang bukan tipe orang yang suka mencari konflik. Entahlah, aku berharap dua orang terdekatku itu segera mengakhiri hubungannya.

Di aplikasi gallery Fani, kulihat banyak foto-foto Fani. Aku scroll galeri itu dengan cepat-cepat sebab menyadari waktuku yang mungkin tak banyak juga sebelum Fani yang katanya hanya sebentar di luar. Scroll-an jariku itu sesaat agak memelan saat melihat gambar-gambar selfi Fani.

Beberapa gambar-gambar selfi Fani itu terlihat wajar dengan masih mengenakan gamis. Beberapa ada yang mengenakan daster atau baju rumahan juga. Ada yang diambil menggunakan kamera depan, ada juga yang diambil di depan cermin kamarnya yang besar itu. Sebagian gambar selfi yang lain yang membuatku sedikit mengernyit.

Gambar-gambar selfi itu ditampakkan dengan pose yang sangat mengoda. Ada yang menampakkan mata Fani yang terpejam dengan bibir terbuka sambil wajahnya menampakkan sorot menggoda. Ada juga yang Fani melihat ke arah kamera, dengan jari telunjuk di pipinya, sambil bibir bawahnya ia gigit.

Aku yang juga perempuan ini cukup tau kalau pose-pose itu adalah pose yang benar-benar memancing birahi. Belum lagi beberapa diantaranya Fani mengenakan baju rumahannya yang minim yang menampakkan kulitnya yang cerah itu. Seolah dengan foto itu, ia sedang memancing lelaki sambil berpose menggoda seperti itu.

Tapi di galeri itu tak ada gambar atau video vulgar seperti tempo hari saat aku stalking hape ini. Entah sudah dia hapus atau dipindahkan ke tempat lain oleh Fani.

Jemari tanganku lalu menjelajah jajaran aplikasinya dan kini aku menuju aplikasi pesan berlogo warna hijau itu. Tujuan utamaku jelas mencari tau apakah Fani masih berhubungan dengan suamiku. Hatiku langsung mendadak suram saat aku menemukan gambar PP suamiku di deretan atas kontak Fani, bukti kalau chat keduanya masih aktif baru-baru ini

Hatiku bimbang apakah aku harus membukanya. Aku tak mau sakit hati lebih jauh. Ignorance is bliss, bukan?
Ahh. Tapi kan itu suamiku juga. Hatiku makin galau untuk membuka atau tidak.
Kenapa sih harus dengan suamiku, Fan?

Di deretan atas itu juga ada PP calon suaminya, Mas Diki, yang langsung aku buka tanpa berfikir dua kali. Kulihat chat nya banyak sekali! Rupanya keduanya sudah akrab dan bisa lepas berbicara, setidaknya via text seperti ini.

Bahkan keduanya juga bertukar foto. Gambar-gambar di galeri Fani tadi sebagian besar ada di chat ini. Termasuk gambar-gambar Fani yang seksi dan menggoda tadi ternyata sebagian besar dia kirim kesini. Aku tak bisa memeriksa isi detil pesan itu, hanya scroll cepat ke atas, ke atas, sebelum ketauan Fani saat kembali ke kamarnya ini. Tanganku terus menscroll, tak tau juga apa yang kucari.

Yang mungkin bisa kubaca, Mas Diki ini banyak sekali menggombali Fani. Aku memang tau sedikit banyak karakternya. Tapi kalau dari interaksinya ini, Fani juga menyahuti rayuan dan gombalan Mas Diki itu. Dasar cewek, nggak ada yang menolak dipuji, dirayu, dan digombalin.

Ini Fani sudah dikhitbah dan sebentar lagi akad sama Mas Diki, tapi di belakangnya masih menjalin hubungan dengan Mas Bagas. Muncul perasaanku yang kasihan juga ke Mas Diki. Tapi kalau dipikir, semua kesialanku sampai saat ini juga gara-gara Mas Diki juga dulu yang pertama kali mesumin aku. Rasain tuh, Mas.

Tok.. Tok.. Tok..

Aku kaget dan langsung menaruh hape Fani dengan sebelumnya menekan tombol kunci hapenya itu, mendengar suara ketukan pintu itu. Aku kira itu Fani, tapi ngapain juga Fani mengetuk pintu kamarnya sendiri. Tidak masuk saja langsung, toh ini kamarnya.

Pintu itu lalu terbuka dari luar, dan nampaklah Tante Anisa yang melongokkan kepalanya dari sela daun pintu dan kusen kayu jati pintu kamar Fani itu.

"Eh Sella? sendirian?" tanya Tante, "Fani kemana?"

"Tadi sama Anggun katanya, tante.."

Tante Anisa lalu masuk ke kamar Fani mendekatiku dan mulai mengajakku mengobrol. Aku hanya menimpali obrolannya yang menanyakan seputar kabarku, kabar kedua orangtuaku. Tante lalu bercerita soal prosesi lamaran Fani tadi, dan aku hanya mengangguk-angguk mendengar ceritanya.

Pikiranku saat ini sedang melayang di tempat lain dan masih memikirkan chat Fani tadi dengan Mas Bagas yang tak sempat aku buka tadi. Apakah keduanya masih menjalin hubungan? Apakah hubungan itu sampai seintim hubungan badan?

Aku sendiri memang tidaklah sesuci itu, sudah banyak lelaki yang menodai tubuhku. Itu juga yang membuatku tak bisa meminta tabayyun ke Mas Bagas, karena banyaknya noda yang juga kumiliki ini. Tapi rasa cintaku hanyalah untuk suamiku.

Memangnya Mas Bagas tidak puas ya denganku? Setiap akhir berhubungan terutama belakangan ini, aku selalu bertanya apakah Mas Bagas puas denganku, yang dijawabnya dengan anggukan mantap. Apakah itu belum cukup? Kemarin juga di mobil aku sempat bertanya, dan kata Mas Bagas hanya aku satu-satunya baginya. Apakah aku masih kurang buatmu, Mas?


Lamunanku itu pecah akibat sapaan Tante Anisa.

"Sella yuk turun.. Makan dulu yukk.. Tamu-tamu udah pada pulang nih.." kata Tante Anisa.

Aku hanya mengangguk saja dengan memasang senyumku.

"Maaf ya jadi nunggu sampai sepi gini.."

"Nggakpapa kok, Tan.. Kesini kan juga niatnya bantu-bantu Anggun dan Fani.." kataku

"Rumahnya Fani ya gini kalau ada acara, satu trah dateng semua, hihihi.." kata Tante.

"Iya tante.." balasku.

Aku membalas interaksi Tante Anisa itu dengan seadanya, sambil aku mengambil hapeku dan mengirim pesan ke satu-satunya orang yang kuanggap bisa memberikan saran atas kegalauan di pikiran dan hatiku ini. Siapa lagi kalau bukan ustadzah azizah.

A: Ustadazah, brkt ke solo jm brp?
A: Meetup dong..
A: Mau curhat nih...
A: 😭😭😭😭

U: Cupp.. cupp..
U: Hehe.. udah nangisnya.. Big girls don't cry..
U: coz we have Allah..
U: Boleh yukk ketemuan.. di Maskamp ya..
U: 45mnt lg

Di sampingku, Tante Anisa masih mengajakku mengobrol sembari kami berjalan ke arah ruang makan. Rumah gedongan seperti ini, ruang makannya saja terasa jauh sekali. Bibir Tante Anisa terus bergerak seiring lantunan kata demi kata yang keluar karena kutanggapi juga.

Setelah kulihat dan perhatikan, Fani mendapatkan titisan bibir manisnya itu dari Mama nya. Bibir merah merekah Tante Anisa yang kemarin kulihat menghisap batang penis calon menantunya dengan lahap.





------====°°°°°°°====------


PoV Diki
Sehari sebelumnya


Klek..

Aku tutup pintu dari luar. Nggakpapa lah. Seenggaknya bisa lihat toketnya yang super gede itu. Hehe. Toket yang dahsyatnya sama kaya yang di hentai-hentai, wkwkwk. Emang nggak salah pilih sempurna banget Fani ini untuk kujadikan istri.

Aku berbalik setelah menutup pintu.

"Eh, sayang.. lagi ngapain di situ.. ngintip ya dari tadi..?"

"Hihihi.. iya.. kamu habis dikasih kentang sama Fani ya?"

"Hehe.. tau aja.." balasku.

Dia berjongkok di depanku dan menurunkan resleting ku yang belum lama tadi kukancingkan. Tak butuh waktu lama, Joniku yang setengah lemas itu sudah hinggap di bibirnya yang manis sensual dengan riasan lipstik merahnya.

Sllrrppp.. Slllrrpppp..

"Fani beneran menyia-nyiakan penis senikmat ini.." katanya di sela kulumannya.

"Kok penis?"

"Hihi.. iya.. kontol.. Sllrrrppp.. Cloppp.."

"Uurrgghhhh.. semua perempuan di keluargamu senikmat ini nggak ya nyepongnya? uuurrrggghhhh.." erangku. Tangangku memegangi belakang jilbabnya.

Clop.. clopp.. Cloppp..

Ugghh.. Dahsyatnya.. perempuan dewasa memang memiliki skill yang jauh lebih expert. Apalagi wanita satu ini. The real definition of MILF..!!!

"Jangan disini, bisa keliatan.. yukk.."

Dia menarikku menjauh dari sini dan ke pojokan dekat dapur di lantai 2. Tubuhku didorongnya hingga menempel di tepi tempat cuci piring.

Uhh.. agresif juga Bu dosen satu ini, hehe.

Dia lalu kembali jongkok di depanku melanjutkan oralnya yang sesaat terhenti.

"Urrgggh.. Padahal kamu kemarin malam barusan aku bikin klepek-klepek, sayang. Sebegitu kangennya ya kamu sama kontholku??"

"Hhgghhh.. Iyyaahh.. Sllrpppp.. Sllrrrppp.. Cupp.."

Aku memegang kepalanya. Aku setubuhi mulutnya itu. Arrgghhh. Aku membayangkan yang sedang kuhajar mulutnya ini adalah sosok wanita yang lain dengan perawakan mirip tapi lebih muda.

"Mainin susumu, sayang.. urrggghh.. "

"Buka dong gamisnya.."

Dan sambil masih berjongkok dan kepalanya maju mundur di selangkanganku, ia membuka gamisnya.

Clopp.. Cloppphh..

"Arrgghhh.. iya.. pakai lidahnya sayang.. oorrgghhh.."

Saat aku menunduk, bisa kulihat sisi depan gamis nya sudah terbuka dan terpampanglah susunya yang tanpa bra.

"Kamu nggak pakai Daleman ya.. pinter ya kamu.."

Kontolku makin ngaceng melihat sisi atas tubuhnya yang telanjang menggoda itu. Kulitnya yang putih dan toket super besar itu mengingatkanku pada aktris JAV yang sudah pensiun: Anri Okita. Sama-sama MILF, sama-sama hot, sama-sama memiliki toge yang super seksi. Bedanya perempuan di depanku ini sehari-harinya memakai jilbab lebar meskipun menurut pengakuannya dia belumlah lama hijrah.

"Bawahannya juga diangkat dong, aku mau lihat pantatmu.."

"Kamu masih pakai buttplug dari aku kan?"

Karena mulutnya tersumpal kontolku, dia hanya bisa mengangguk.

"Hehe.."

Dan kulihat bemper belakang Ummahat ini yang betul-betul seksi dan menggoda, tanpa dalaman sama sekali. Sungguh beruntung sekali suaminya yang tiap malam bisa ndusel-ndusel bongkahan semok itu, apalagi menusukkan batangnya dalam-dalam di dua lubang kemaluannya itu.

Clop.. Clopp.. Clooppp..

Uhhh. Kini saatnya untuk membangkitkan sisi submissive nya lebih jauh. Haha.. Deep throat time..!!!

Aku tahan kepalanya, dan aku setubuhi mulutnya makin cepat. Dan di akhir genjotanku, aku tekan kontolku ini dalam-dalam.

Glocckkkk..

Hocckkk.. Hoccckkk..

Uhh.. Manteb banget mulutnya..!!

Aku bisa melihat air liur mulai menetes. Beberapa kali aku genjot liar bibir tipis seksi itu membuatnya hampir tersedak. Dia sepertinya mulai tak nyaman, tapi tetap saja aku paksakan genjotanku.

"Jangan dilepas dulu sayang.. Urrrghhhh.. Inget..!! kemarin kamu duluan yang nggodain aku.. Buktikan kalau kamu masih mau sama kontol ini..!!"

Kapan lagi merasakan mulut MILF seperti ini ya kan. Matanya mulai nampak memerah dan makin berair. Aku mengakhiri sesi deep throat ini.

Aku lalu kembali menggenjot mulutnya dengan tempo sedang, tak lagi kupegangi kepalanya. Tapi ternyata dia tak juga melepas penisnya dari mulutku. Hisapannya makin nikmat, pipinya makin menciut seiring kurasakan kepala kontolku yang ia hisap. Memang ummahat doyan kontol nih.

"Enak nggak kontholku?"

Dia lalu mengangguk-angguk sambil terus melumat batang kebangganku itu.

"Jawab dong.."

Dia kemudian akan menarik lepas kontolku, tapi aku tahan. Mulutnya pun kembali tersumpal penisku.

"Jawab..! Enak nggak??"

Dia memasang raut bingung. Ingin aku mendengar jawabannya tapi tanpa melepas sumpalan kontolku di mulutnya.

"Jawab, sayang.." tanyaku lagi.

"Hehaack.." katanya di sela-sela sepongannya.

"Nah gitu..."




------====°°°°°°°====------

POV Sella


Aku membantu membawa beberapa piring kotor ini ke dapur. Tidak banyak sih memang, setidaknya ini yang bisa kulakukan. Daripada aku berdiam diri bengong di sini. Ketika aku akan berbalik lagi dari dapur, aku mendengar suara aneh dari ruangan di sebelah dapur ini. Ruangan yang seharusnya adalah gudang.

Aku berjalan menuju sisi depan gudang itu. Kulihat pintu gudang itu sedikit terbuka. Di depannya ada beberapa rak berisi piring. Bisa kutebak kalau gudang ini mungkin difungsikan sebagai ruang vendor katering menyimpan peralatan mereka.

Pintu yang memang sudah terbuka walaupun hanya sedikit itu aku coba buka perlahan lebih jauh. Ruangan yang lebih gelap itu membuat pupil mataku mencoba menyesuaikan diri sebelum kemudian aku mampu melihat ada apa di dalam ruangan ini. Aku melihat ada sesosok laki-laki yang sedikit menyamping membelakangiku, yang mungkin membuatnya tak bisa melihatku seketika.

Dia sedang duduk, dan yang membuatku langsung kaget adalah dia sedang Onani! Tangannya naik turun di atas selangkangannya. Aku tak bisa jelas melihat karena terhalang badannya, tapi aku yakin dia sedang onani. Tunggu dulu! itu lelaki kurus orang katering yang kemarin melihatku dengan tatapan mesum, dan tadi menyenggol-nyenggol badanku dengan sengaja.

Dia sedang mengocok kemaluannya dan tak menyadari aku yang sedang mengintip. Pandangannya fokus ke depan. Aku perhatikan ternyata dia sedang melihat layar hape yang terletak di atas meja di depannya, yang sedang memutar video. Aku rasa itu hapenya sendiri.

Pandanganku lalu ikutan melihat layar hape itu yang cukup bisa jelas terlihat dari tempatku berdiri ini. Video itu menampakkan sosok perempuan bergamis. Perempuan atau dari cara memakai gamisnya adalah seorang akhwat itu sepertinya sedang tiduran, dan sedang direkam oleh si pemegang hape. Atau mungkin sedang tidur betulan karena tak ada tanda-tanda perempuan di video itu bergerak-gerak.

Tunggu, itu gamis warna merah maroon seperti yang aku punya. Bahkan sama persis. Dan sofa tempat tidur akhwat di video itu sama seperti sofa di ruang tengah rumah Fani. Sorot kamera kemudian terus bergerak naik ke sisi atas badan sang akhwat itu. DEGG..!!

Itu.. itu..!!!

Aku kaget sekagetnya ketika kamera menampakkan wajah akhwat di video itu yang ternyata itu adalah Aku! Meskipun hanya sekilas kamera itu menyorot wajahku, kemudian sorot kamera kembali turun kembali menampakkan bagian tubuh, tapi aku yakin itu adalah aku.

Itu adalah gamis merah maroon yang kemarin aku pakai. Aku memakai itu saat aku pulang renang kemarin dan main kesini. Aku lalu kembali menyaksikan video itu. Aku punya feeling kalau yang merekam video itu adalah si lelaki kurus ini.

Aku lalu melihat video itu menampakkan tangan si lelaki kurus itu. Tangan itu lalu mendekat menuju kakiku dan makin mendekat dan akhirnya memegang kakiku. Aku yang tak memberi respon di video itu, membuat si lelaki kurus itu makin memegang kakiku lebih berani. Tangannya mulai mengusap-usap kakiku yang terbalut kaus kaki.

Aku langsung merasa jijik seketika. Meskipun itu sudah kemarin, tapi itu tetap kakiku. Rasa jijik hinggap karena tubuhku harus dielus oleh lelaki yang aku tak kenali itu. Belum lagi tatapan matanya begitu mesum. Aku merasa bodoh sendiri, kenapa aku tidak merespon saat tubuhku dijamah seperti itu kemarin.

Di video itu, tangan si kurus bergerak dari bawah kakiku kemudian mulai naik ke pahaku dan mengusapnya dari luar gamisku, kemudian naik lagi menuju selangkanganku. Untungnya kemarin aku memakai pakaian yang cukup berlapis mulai dari CD, celana panjang dalamanku, baru gamisku. Dan nampaknya si kurus bisa merasakan banyaknya lapisan bahan di bagian intimku itu.

Tangannya kemudian makin naik hingga menuju ke dadaku. Si kurus itu mulai meremas pelan dadaku dari luar gamisku. Kulihat tubuhku menggeliat di video itu. Si kurus itu menghentikan sejenak jamahannya. Tapi ternyata aku tak juga bangun, hanya menggeliat sebentar. Aku tak bangun, karena kalau kuingat juga kemarin aku memang kecapekan setelah renang.

Si kurus yang menyadari aku masih terlelap di sofa itu, lalu melanjutkan kenekatannya lagi dengan makin liar meremas tetekku. Makin lama remasannya makin kencang ia beranikan di dadaku. Aku makin merasa jijik melihat video itu.

Si kurus itu lalu menaikkan jilbabku, menyibaknya hingga sebatas leherku dan menampakkan secuil kulit putihku. Tanpa ragu jika ada yang melihat aksinya, tangannya lalu menarik turun resleting gamisku itu sampai batas perutku. Celaka benar bagiku yang memakai resleting depan seperti ini. Fix aku harus segera mengganti gamisku dengan yang menggunakan resleting belakang.

Tangan si kurus di video itu lalu membuka gamisku setelah resletingku turun, dan nampaklah bra hitam yang kupakai. Yang lebih tersorot oleh video itu adalah tetekku yang membusung indah, terbungkus bra yang tampak seolah kekecilan menahan besarnya tetekku itu. Garis belahan dadaku itu begitu nampak menggoda menghiasi bra hitam itu.

Kamera itu tak bergerak untuk sesaat dan merekam area tetekku. Gamisku yang ia sibakkan begitu lebar membuat putihnya kulit dadaku yang seksi itu terlihat kontras dengan bra hitam yang kupakai di video itu. Tulang selangka di atas dadaku yang melintang di bawah pundakku juga nampak tersorot oleh gerakan perekaman si kurus itu.

Untuk beberapa lama, kamera itu mengabadikan tetekku yang membusung indah tersangkari oleh bra ku. Nampaknya si kurus itu masih terkesima sambil memegang hapenya untuk merekam. Tapi aku malah merasa jijik. Celakanya lagi, ruangan di sekitar sofa itu pasti sepi, karena tak ada yang memergoki aksi si kurus itu, membuatnya makin bebas saja merekamku kemarin itu.

Tangan kurusnya itu tiba-tiba bergerak langsung ke arah dadaku. Tangan hitamnya langsung masuk ke dalam tetekku dari balik bra yang kupakai tanpa melepasnya. Dan dari video yang kulihat tangan itu langsung meremas-remas tetekku. Aku yang berdiri di pinggir pintu ini langsung merinding, meskipun tak sedang merasakan remasan itu secara langsung.

Aku ingat kemarin ketika aku tertidur di sofa itu, aku sempat bermimpi kalau tetekku diremas Mas Bagas. Ternyata lelaki kurus itu yang sedang menodai tetekku dan sensasi sentuhan yang kurasakan itu memang bukanlah mimpi belaka, karena lelaki jelek itu yang ternyata menjamahi sempurnanya tetekku yang seharusnya hanya untuk Mas Bagas. Pantas saja kurasakan tangannya begitu kasar dan terasa tulang jari-jari kurusnya saat aku bermimpi kemarin.

Tubuhku nampak menggeliat-geliat. Tapi mataku tak juga terbuka. Aku malah bisa mendengar dengusan nafasku yang cukup terdengar di video itu. Bukti bahwa jamahan itu membuatku terangsang di tidurku itu. Si kurus itu makin semangat meremasi tetekku dan makin brutal menyadari lingkungan yang aman, dan aku yang lelap tertidur dan nampak malah menikmati.

Tangan si kurus selama beberapa saat menjamahi tetekku itu. Setelah puas tangan itu keluar dari balik bra hitamku, lalu dengan sekali gerakan, cup bra yang kupakai itu ia tarik ke atas. Dan tuing..!!

Tetekku seketika bergoyang indah saat Cup hitam bra ku itu meninggalkan daging kembarku saat ia tarik cup itu keatas. Hingga terpampanglah tetekku yang tanpa busana itu terpamerkan di ruang tengah rumah Fani itu. Aku masih heran tak ada orang yang memergoki aksinya. Sesepi itukah rumah Fani kemarin?

Langsung terlihat areola dan putingku yang berwarna coklat cerah itu tak terhalang apapun. Putingku ternyata sudah mengeras. Dan kamera itu makin meng-closeup putingku itu. Rasa malu bercampur kaget langsung menghinggapiku.

Aku yang sedang mengintip ini lalu lupa kalau aku sedang bersembunyi dan berusaha untuk tidak berisik. Tapi aku tak bisa menahan mulutku. Saat melihat tetekku yang terbuka bebas apalagi melihat putingku yang ternyata malah mengeras akibat jamahan haram itu sempat membuatku memekik kecil.

"Kyaa.."

Dan saat itu juga tiba-tiba pintu gudang ini dibuka semakin lebar dari arah dalam. Aku kaget, dan lebih terkaget lagi menyadari si lelaki kurus itu sudah berada di depanku. Nampaknya pekikanku tadi membuatnya menyadari kehadiranku yang sedari tadi mengintip. Dia langsung menarik tanganku untuk masuk ke dalam gudang.

Ia tutup pintu gudang itu dan kudengar kunci pintu ia putar. Ia nyalakan lampu kamar yang berukuran tiga kali tiga meter ini, yang langsung membuat mataku silau karena cahaya lampu yang mendadak menerpa mataku.

Saat aku buka mataku, kulihat lelaki ini sudah memepet badanku. Akupun makin mundur hingga punggungku menempel di tembok.

"Weh.. Mbaknya to ternyata.. Hahahaha.."

Ucapannya itu begitu dekat dengan wajahku hingga bisa kurasakan nafasnya. Nafas yang ia hembuskan itu cukup berbau tak sedap. Bau nya aneh agak asam-asam seperti bau tape. Ditambah lagi sorot mata si kurus itu yang tampak aneh.

"Biarin saya dipecat, saya udah nggak kuat. Mbaknya jilbaban tapi seksi banget. Dari kemarin saya udah liatin mbaknya."

Kejadian ini terjadi begitu cepat hingga membuatku bingung untuk sesaat, tapi aku kemudian segera berusaha berteriak.

"TOLOO..."

Belum selesai teriakanku, Bibirku sudah ditempel ketat oleh bibirnya. Aku langsung merasa jijik seketika. Aku kembali bisa mencium bau aneh. Bau apa sih ini? Eh tunggu. Ini bau botol yang ada di taman tadi.

"HMMMMMHHHH..!!!"

Aku berusaha meronta melepaskan bekapannya. Tapi tenaganya ternyata lebih kuat dan makin mendekapku. Akupun tak bisa banyak meronta. Semakin kuat juga aroma dari mulut dan nafasnya itu. Aku lalu menebak ini bau alkohol. Belum lagi sorot mata si kurus ini yang tampak layu seperti orang mengantuk.

Kemudian lelaki itu memundurkan badannya. Aku bisa melihat seragam kateringnya, dengan nametag di dadanya. Namanya Aris. Di bawahnya lagi, aku baru sadar kalau penisnya keluar terbebas dari sela resletingnya yang membuat dadaku langsung bergidik. Aku baru menyadari kalau mulutku sudah tak terhalangi apapun.

Baru aku ingin berteriak lagi, tapi satu tangan Aris membekap mulutku lagi. Tangannya yang lain, tak kusangka, masuk ke balik jilbab syar'i yang kupakai, dan mencari resleting gamisku. Dia yang kemarin sudah membuka resleting gamisku, seolah sudah paham pola gamis yang kupakai ini yang celakanya memang semua gamisku memiliki pola jahitan yang mirip.

Hingga tangannya bisa meraih resleting gamisku dan langsung menarik turun sepenuhnya batas resletingku itu. Tangannya kemudian masuk ke balik gamisku dan langsung menuju ke dadaku, dan mulai meremas tetekku dari luar bra yang kupakai.

"Hhhhgggfhhhhhg.."

Nafasku seketika mulai memberat di tengah rontaanku. Aku rupanya masih menyisakan masa subur dari pertempuranku dengan Mas Bagas semalam. Akibatnya membuatku mudah terpancing birahi dengan hanya remasan dari si lelaki kurus ini. Tangannya yang terus meremas-remas tetekku membuat darahku berdesir, bercampur antara rontaan dan menahan birahi.

Tangannya kemudian menarik jilbabku ke belakang melewati pundakku. Kini terlihatlah belahan tetekku. Tetekku yang membusung indah ini makin seksi terbungkusi oleh bra berenda yang kupakai. Aku sengaja memakai bra ini untuk menggoda Mas Bagas tadi pagi. Tapi kini malah si kurus kurang ajar ini yang menikmatinya.

"Hahahaha.. Lihat lagi akhirnya.. Belum puas aku kemarin.."katanya.

Sorot mata Aris seperti orang marah. Matanya nampak berwarna merah. Seperti itukah orang mabuk? Aku jadi takut dia berbuat tak wajar dan melampau batas.

Tangannya lalu melanjutkan meremas tetekku. Kali ini tangan kurus itu menyusup ke dalam tetekku dari bawah bra berenda yang kupakai. Kurasakan kulitku bersentuhan dengan kulit tangan Aris yang kasar itu.

Aku makin berat menahan sengalan nafasku, meskipun mulutku masih dibekap oleh satu tangannya. Tangannya yang lain makin cepat meremas-remas tetekku. Ruangan yang cukup panas ini ditambah remasan demi remasannya itu membuatku mulai mengucurkan keringat dari pori-pori kulit putihku.

Meskipun aku menolak ini semua, tapi siklus masa suburku membuat tubuhku merespon jamahan tangan Aris itu secara natural. Aris lalu menarik bra yang kupakai ini ke atas dadaku, hingga nampaklah dua bongkah si kembar yang kumiliki ini tak terhalangi apapun di depan matanya.

Melon kembar berwarna putih sempuran itu pastinya mengundang birahi kelelakiannya. Tangannya yang tadinya menutup mulutku lalu berpindah ke selangkangannya dan mengurut penisnya sendiri. Sementara tangannya yang lain kembali meremas dengan kuat tetekku. Bergantian kiri kanan daging sekal yang berukuran besar itu ia remas-remas. Akupun berusaha menahan eranganku, menahan birahku. Hingga aku sendiri lupa untuk berteriak minta tolong.

Tubuhku lalu didorong turun, hingga mau tak mau aku mengikutinya hingga akupun berjongkok tepat di depan selangkangannya. Aris masih mengocoki sendiri penisnya yang hanya beberapa jengkal dari wajahku. Rasa jijik membuatku jengah melihat batang itu. Tapi rasa birahiku membuat darahku berdesir sambil mataku masih memerhatikan batang yang berdenyut-denyut itu.

Sama seperti orangnya, batang kemaluannya juga ternyata kurus dan tak seberapa panjang. Aris lalu memajukan badannya dan sedikit menurunkan badannya. Hingga kocokan penisnya itu kini ia lakukan tepat di depan tetekku.

Badannya semakin maju hingga penisnya menempel di antara dua tetekku yang membusung indah ini. Bra yang masih menyangkut di atas dadaku dan gamis yang masih kupakai membuat tetekku seolah menjepit batangnya. Nampaknya Aris juga bisa meraskan halus dan kenyalnya daging susuku itu di penisnya dan iapun makin mempercepat kocokan penisnya.

Dan tak butuh lama, nafasnya makin memberat. Mulutnya makin keras mengerang. Entah mengapa, aku malah jadi takut jika ada orang masuk memergoki kami, padahal harusnya aku berharap aksinya ini diketahui dan dipersekusi.

"Uurrrrgggghhhhhh.."

Erangannya yang cukup keras itu diikuti kedutan demi kedutan penisnya di jepitan tetekku ini.

Crot.. Croooottt.. Crrroooooottttt..

Semburan demi semburan cairan putih kental keluar dari lubang kencingnya. Membasahi tetekku, bra yang kupakai, dan tentunya gamisku. Tangan Aris mengurut penisnya hingga habis semua isinya ia tumpahkan di tetekku, bercampur dengan keringat yang juga membasahi tetekku.

Setelah itu, kulihat Aris lalu mundur. Matanya tiba-tiba berubah seluruhnya menjadi putih. Tubuhnya mundur terhuyung-huyung seperti orang kehilangan keseimbangan. Hingga kemudian..

GUBRRAAKK...






------====°°°°°°°====------
PoV Third Person



"Sini duduk sini, Dek.." katanya.

Ia menepuk bagian kasur di sebelahnya, tempat ia duduk di pinggir kasur itu.

"Mau ngapain sih, Mas?? katanya kita dah nggak perlu ketemu-ketemu lagi.."

Meskipun masih memasang muka jutek, namun kecantikan alaminya tetaplah utuh terpasang. Bahkan riasan make-up dari prosesi khitbahnya sebelumnya itu membuat wajahnya semakin ayu terhiasi jilbab rumahannya.

Dan walaupun seolah protes seperti itu, tapi sang gadis itu tetap saja maju dari pintu yang ia kunci dan duduk di sebelah si lelaki. Hatinya masih menyisakan tempat bagi suami sahabatnya itu, hingga semarah apapun ia, tetap tak bisa menolak permintaan sang lelaki.

"Sebentar aja ya.. Aku ditungguin Kak Sella.."

Katanya sambil pantatnya yang kenyal itu jatuh di pinggir kasur. Si lelaki hanya tersenyum saja dan mengangguk mengiyakan. Meskipun mereka berdua tau bahwa definisi 'sebentar' sangat tidaklah sesuai jika keduanya sudah berkhalwat sendiri.

Si lelaki sudah menunggu di kamar itu sejak tadi, dan memberi tahu lewat pesan singkatnya tadi bahwa ia sudah menunggu di kamar samping itu. Dia langsung bisa mencium aroma wangi tubuh si gadis. Sungguh wangi khas perawan yang tak bisa ia tolak. Jiwa kelelakiannya langsung mengambil alih semua akal sehatnya, tak ia pedulikan bahwa yang di sampingnya itu adalah sahabat dari istrinya.

Bagas lalu dengan lembut memegang dagu Fani yang nampak masih ragu itu. Fani masih menyisakan sedikit rasa kecewa nya dengan Bagas. Dia sebetulnya sedang pada fase mendiamkan Bagas. Tapi sejak beberapa saat terakhir, lelaki itu berusaha menghubunginya dengan gigih untuk meminta maaf dan akhirnya itu mulai meluluhkan hati Fani.

"Kamu masih marah Dek soal kemarin??" tanya Bagas. "maafin aku ya.. Aku janji yang kemarin nggak akan keulang.."

Fani hanya mengangguk pelan. Sebenarnya dalam hatinya juga ia sudah memaafkan lelaki yang dicintainya itu. Bagas lalu menolehkan dagu Fani. Wajah Bagas makin mendekati wajah Fani. Fani yang melihat Bagas makin mendekat sempat masih merasa ragu. Namun secuil perasaannya meluluhkan dirinya hingga Fanipun memejamkan mata, pasrah dengan apa yang akan ia hadapi.

Dan sekejap kemudian, bibir Bagas sudah menempel di bibir Fani. Bagas kembali bisa merasakan lembutnya bibir Fani yang entah kapan terakhir kali ia rasakan. Ia mendiamkan sejenak bibirnya menempel di bibir Fani, sebelum kemudian Bagas mulai melumat lembut bibir Fani.

Cpphh..

Lumatan bibir Bagas yang lembut namun intens itu membuat Fani mulai terbuai. Denyut jantung Fani mulai beranjak lebih cepat. Darahnya mulai berdesir membersamai bibirnya yang menyatu dengan bibir suami sahabatnya itu. Fani tak bisa menampik juga bahwa ia mudah terpancing, apalagi dengan lelaki yang ia sudah tambatkan hatinya itu. Sayang sekali perasaan Fani itu tak disambut sepadan oleh Bagas.

Cpphh.. Hmmmmmhhh..

Fani mulai bernafas dengan agak berat. Sengalan nafasnya mulai muncul seiring birahi yang mulai muncul juga. Tubuhnya yang masih terbalut gamis rumahan itu mulai menghangat. Sedikit rasa tak nyaman mulai menggelitik area intimnya di bawah sana. Birahinya membuat tubuhnya menyerah mengikuti permainan dewasa ini.

Bagas seperti bisa menangkap gelagat Fani yang sudah mulai bisa mengikuti alur kemesuman terlarang ini. Bagas semakin mendekatkan tubuhnya mepet ke badan Fani. Tangan Bagas mulai berani menyentuh badan Fani, mulai dari tangan Fani.

Tangan Bagas itu lalu perlahan bergerak naik dan akhirnya hinggap di dada Fani. Dari luar gamis Fani, Bagas bisa merasakan toket super milik Fani itu. Fani yang merasakan ada jamahan asing di dadanya itu merasakan lecutan birahi yang mendadak di tubuhnya. Dan secara refleks, Fani lalu menggerakkan tangannya menangkap pergelangan tangan Bagas dan menahan tangan Bagas.

Tapi tangan Fani yang menahan tangan Bagas itu tidaklah begitu kuat. Atau tepatnya, Fani bimbang sehingga Fani hanya menahan tangan Bagas, tapi tak juga menolak dan memindahkan tangan Bagas dari dadanya. Sekian hari tubuhnya tak dijamah Bagas, membuat momen ini mampu memantik cukup cepat birahi Fani.

Di sisi lain, Fani ragu karena dirinya yang sekarang sudahlah berada di ambang kehidupan barunya yang akan ia jalani dalam mahligai pernikahan. Tidak sepantasnya ia masih melakukan ini semua, terlebih dengan suami sahabatnya sendiri.

Bagas sedikit melanjutkan jamahannya di toket Fani itu, mencoba peruntungan lebih jauh, sebelum semua usahanya hari ini berakhir musnah sia-sia. Telapak tangannya langsung meremas daging kenyal itu dari luar gamis Fani. Tangan Bagas juga memang sudah kangen untuk bermain-main dengan daging kenyal Fani yang berukuran luar biasa itu.

"Hhhgggghhhhhh.. Hhmmmmmhhh.."

Sambil masih berciuman, Fani mulai mendesah di tengah dengusan nafasnya. Ia yang memegang tangan Bagas itu membiarkan tangan Bagas bergerak menjamah dadanya, dan itu malah membangkitkan gairahnya makin tinggi. Mulutnya mulai mendesah di sela lumatannya, bahkan bibirnya mulai ikut membalas ciuman bibir Bagas.

Pegangan tangannya di tangan Bagas sudah tak ada tenaga lagi, seolah memang Fani mengijinkan Bagas untuk terus menjamah dadanya. Bagas pun makin berani dan terus melanjutkan jamahan tangannya. Baru ia sadari kalau Fani tak mengenakan kutang di balik gamisnya. Tangannya bisa merasakan kekenyalan daging bulat itu tak terhalangi apapun selain gamis Fani.

"Hggghhhh.. Cppphhhh.. Mmaass.. Tangannya kok nakall.. hhhggghhh.."

Fani mendesah di sela ciumannya.

"Hhhggghhhhh.. Udaaahhh, Masss... Sssshhhh.. ini yang terakhir yaa.. Hhmmmhhh.. Emmppphh."

Bagas terus meremas toket Fani yang sebelah kanan itu, yang paling dekat dengan tubuhnya. Bagas hanya mengangguk saja sambil tersenyum mengiyakan permintaan itu. Ia tau Fani hanya mengucapkan itu sebatas di mulut saja. Seperti yang biasa Fani ucapkan di setiap momen pertemuan mesum mereka.

Bagas tau Fani hanya berpura-pura karena Fani yang datang ke kamar ini tanpa mengenakan kutang. Fani pasti tau apa yang akan terjadi jika Bagas dan Fani berduaan, tapi Fani tetap datang ke kamar ini menuruti permintaan Bagas, dan datang tanpa mengenakan bra. Bukti bahwa Fani sebenarnya juga mendambakan jamahan dari Bagas.

Bagas kini memindahkan bibirnya ke balik jilbab Fani dan mulai melumat leher Fani. Fani merasakan geli yang lagi-lagi menyulut desiran darahnya.

"Hhhgghhh.. Hoouuuugggghhhh.."

Bagas lalu menggerakkan tangannya yang lain ke belakang Fani. Ia meraih resleting gamis Fani yang terletak di punggungnya. Dan tanpa permisi dari Fani, Bagas menarik turun resleting gamis Fani itu. Sreett.

Fani sudah semakin hanyut dalam birahi, akibat jamahan tangan Bagas di toketnya, dan jilatan Bagas di lehernya. Bagas juga semakin liar melumat leher Fani dari balik jilbab simple yang ia pakai. Ia gunakan bibir dan giginya untuk melahap leher putih sahabat istrinya itu. Aroma keringat Fani yang barusan bersibuk ria di acara lamarannya itu malah membangkitkan gairah Bagas. Aroma keringat gadis perawan yang kini sedang mabuk birahi.

"Ouuhhh...Aaahhh.. Mmasshh.. jangan digigiitt.. Ssshh.. Nanti meraahh.. Aaahhhh.."

Fani masih menyisakan akal bahwa ia tak lama lagi akan menikah, dan akan repot jika suaminya kelak mendapati tanda cupangan merah di lehernya seandainya tanda itu masih tertinggal. Namun Bagas tak memedulikan protes Fani itu dan malah makin jauh melumat leher Fani. Fani pun tak juga menolak dengan tegas.

Tubuhnya menggeliat diterpa rangsangan di leher dan toketnya. Gerakan tubuhnya membuat Gamis yang ia pakai itu mulai turun meninggalkan pundaknya karena toh resletingnya sudah terlepas. Bagas makin gila merangsang toket Fani. Remasannya mulai ia naikkan menjadi lebih kuat.

"Hooohhhhh.. Emmpppppphhh.."

Fani pun mendesah makin kuat. Tubunya mulai lemas. Lama tak dijamah Bagas, membuat rangsangan demi rangsangan itu mulai mengantarnya perlahan menuju kenikmatan tertingginya. Tangannya yang berpegangan di sprei yang menyangga tubuhnya itu ia rasakan makin lemas dan tak mampu lagi menyangga duduknya di ujung kasur itu.

Bagas melihat tangan Fani yang mulai lemas itu lalu beranjak membantu Fani untuk berbaring di atas ranjang kamar tamu itu. Namun sebelum ia baringkan Fani, Bagas melepas turun gamis Fani lepas dari dua lengan Fani dan gamis itu jatuh menggantung di perut Fani.

Fani lalu berbaring dengan gamis yang hanya menutupi dari perut ke bawah. Dua toketnya yang berukuran luar biasa besar itu membusung menantang gravitasi tak berpenghalang apapun lagi. Bagas tak bisa menahan matanya hingga ia terkesima melihat aset sempurna Fani. Bagas tidaklah pertama kali melihat semangka kembar itu, tapi tetap saja ia masih selalu diliputi rasa kagum dan nafsu saat menyaksikan toket super milik Fani itu.

Bagas beranjak ke atas kasur, mendekati dada Fani itu, berusaha melihat lebih dekat dua daging kenyal yang selama ini ia rindukan itu. Ia pandangi putih langsatnya kulit toket Fani yang membusung, dan berhias areola warna merah muda, lalu disempurnakan dengan puting yang kini nampak seksi karena sedang mengeras itu, bukti bahwa Fani sedang terangsang.

Bagas lalu mulai menjamah toket Fani. Rasa kepuasan langsung muncul di dada Bagas saat akhirnya setelah menahan rindu nafsunya, tangannya bisa bersentuhan langsung kulit bertemu kulit dengan toket super jumbo itu. Ukurannya yang besar itu, membuat toket Fani tampak menggemaskan untuk segera dimain-mainkan Bagas seperti yang ia hendak lakukan saat ini.

Kedua tangan Bagas mulai meremas lembut dua toket itu. Tangannya beradu dengan buah dada sekal yang mulai mengkilap karena keringat Fani itu.

"Houuugghhhh.. Emmmppphhh.." desah Fani.

Bagas makin bernafsu mendapati Fani yang tak malu lagi melenguh dan mendesah. Ia puas sekali bisa merasakan lagi kenyalnya toket besar itu.

Padahal, di rumahnya, toket istrinya juga berukuran mirip. Sella maupun Fani memiliki ukuran payudara yang mirip. Dada Sella berukuran 34E, sementara Fani berukuran 32E. Bagi yang paham ukuran payudara, dua angka di depan itu menunjukkan lingkar dada, sementara ukuran Cup adalah alfabet di belakangnya. Ukuran Cup lah yang menujukkan tingkat 'kebesaran' toket seseorang. Dan baik Sella maupun Fani sebenarnya sama-sama memiliki E Cup, hanya saja Fani memiliki lingkar tubuh lebih kecil, sehingga bulatan di dada Fani itu terlihat lebih membulat jika diproporsikan terhadap tubuhnya secara keseluruhan.

Bagas juga tau karena pernah membelikan dalaman bagi kedua wanita itu. Dua-dua nya merupakan ukuran yang cukup sulit dicari di Indonesia. Hanya saja karena nafsu lelaki yang tak pernah berhenti apalagi saat melihat wanita lain, Bagas seolah terbutakan oleh Fani. Seorang gadis yang tak bisa dimilikinya. Sehingga Bagas sedikit melupakan kemolekan istrinya yang sebetulnya tak jauh beda.

"Ssshhhhhh... Aaahhhhh.. Emmmppphh.."

Fani mendesah makin kencang. Kakinya menggeliat-geliat bergerak kesana kemari menahan laju gatal di selangkangannya. Bagas juga makin gemas dan makin buas memainkan dua toket Fani sambil duduk di atas kasur. Dia memang ingin membuai Fani terlebih dahulu sebelum melancarkan ide liarnya nanti.

Fani makin kuat menggeliat dan akhirnya meneriakkan erangan diikuti tubuhnya yang mengejang-ngejang.

"Ouuhhh..Aaaaaahhhhh.. Hoooooooooooooooooooohhhhhhhhhhhh.."

Crrt.. Crrrttt... Crrrtttt..

Pantat Fani yang masih tertutupi gamis itu sempat terangkat beberapa kali sebelum terhempas lagi ke kasur. Sengalan nafas demi nafas panjang langsung ia keluarkan. Matanya terpejam merasakan puncaknya yang barusan datang itu.

"Hehe.. kamu sampai ya, Dek?" tanya Bagas.

Fani dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. Di dirinya masih tersimpan rasa gengsi terhadap Bagas hingga ia tak mengakui kalau ia barusan sudah orgasme. Bagas hanya tersenyum menanggapi Fani. Tingkah Fani yang kadang kekanak-kanakan itu malah membuat Fani makin menggemaskan di mata Bagas.

Fani masih menghabiskan sisa-sisa momen orgasmenya. Tak ia sangka, beberapa waktu tak bertemu dengan Bagas malah membuatnya cepat meraih orgasme hanya dengan rangsangan di buah dadanya saja.

Bagas tak berlama-lama lalu turun dari kasur. Sasarannya kini tertuju ke selangkangan Fani yang berada di tepi kasur. Bagas menaikkan kedua kaki Fani yang tadinya menjuntai keluar kasur lalu dinaikkan hingga menekuk di atas kasur. Bagas menyibakkan gamis yang dipakai Fani hingga kini nampaklah kaki jenjang sang gadis tak terhalangi.

Gamis itu ia tarik terus hingga mengumpul di perut Fani. Alhasil kini Fani sudah hampir seperti telanjang bulat dengan gumpalan gamis yang memusat di perut langsingnya. Bagian atas Fani sudah tak terhalangi apapun dan bagian bawah Fani masih menyisakan celana dalamnya yang kini menjadi santapan mata Bagas.

Bagas nanar memandangi celana dalam Fani itu. Di bagian tengah selangkangan itu nampak menggembung, dengan satu garis vertikal tercetak dari balik celana dalam itu. Garis yang menampakkan belahan mahkota kegadisan Fani di tengah gundukan apem itu. Bagas makin mendekat hingga tercium bau wangi selangkangan Fani yang memang selalu dirawat dengan baik. Belahan vagina Fani itu nampak kian jelas akibat cairan orgasmenya barusan yang membuat lembab celana dalamnya.

Tak sabar, satu tangan Bagas lalu menyibakkan sisi utama celana dalam itu hingga nampaklah vagina perawan Fani yang tembem yang dihiasi bulu-bulu halus di sekitarnya. Bagas lalu mulai menjamah area selangkangan Fani itu dengan tangan satunya. Pantat Fani seketika menggeliat saat merasakan kulit jari Bagas menyentuh area intimnya itu.

"Hheegghhhh.. Emmppphh.." desah Fani.

Vagina nya yang sensitif setelah orgasme tadi langsung terasa dilecuti birahi lagi seiring tangan Bagas yang mulai menjamah area selangkangan Fani.

"hhmmmhhh.. Uddahhh, Mmass.. houugghhh.."

Bagas lalu memainkan jarinya di belahan memek Fani itu. Tangannya menguak sedikit garis rapat itu lalu mulai menggesek-gesek di bibir kemaluan Fani itu.

"hhmmfffggghh.. Huuuugghhhhhhh.. Mass.. Udaahhh.." desah Fani.

Mulutnya seolah protes, tapi kedua kakinya tak ia katupkan dan malah ia buka lebar-lebar. Seolah mempersilakan Bagas untuk terus menjamah lubang kawinnya itu. Bagas semakin cepat menggesekkan jarinya di labia Fani itu. Mili demi mili lendir kenikmatan terus keluar dari rapatnya celah memek Fani.

Bagas lalu mendekatkan wajahnya. Sekejap kemudian ia lalu menggunakan lidahnya untuk mulai merangsang area kemaluan Fani itu. Fani langsung tersentak didera kenikmatan. Lidah Bagas bermain dulu di pubis Fani membuat basah area itu, sebelum makin turun dan hinggap di gerbang senggama Fani.

"Hoouugghhh.. Aaaaahhhh.."

Memeknya yang sensitif itu kini merasakan sengatan dari sapuan lidah Bagas. Pantatnya menggeliat tak karuan. Dia yang belum lama tadi didera orgasme, kini kembali dicambuki lecutan birahi demi birahi. Sapuan lidah dan jilatan Bagas semakin intens di memek Fani.

Sllrrpp.. Sllrrppp..

Bagas memadukan antara jilatan dan lumatan untuk menjamah vagina indah itu. Bibirnya sesekali melumat bibir terluar memek itu. Lidahnya juga tak kalah liar naik turun menyapu garis belahan vagina itu, mulai dari atas lalu turun ke bawah lalu ke atas lagi dan menyentil-nyentil klitoris Fani menggunakan ujung lidah Bagas.

"Hoouuuugghhhh.. Aaaahhh.. Hoouuhhh.."

Fani mendesah dan mengerang semakin kencang. Ia yang tadinya masih jual mahal ke Bagas itu kini sudah hilang seluruh gengsinya. Ia menyerah pada nafsu birahinya. Raganya pasrah menerima terpaan birahi yang distimulan oleh suami sahabatnya sendiri itu. Ia tak malu lagi meneriakkan ekspresi kenikmatan dari bibir manis tipis itu. Dan dalam waktu tak lama, Fani mulai merasakan gelombang puncaknya lagi.

"Emmpphhh.. Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhh.. Hooooooooooooooooooogghhhhhhhhhhhhhhh.."

Pantat Fani kini terangkat dan menyentak beberapa kali di udara sebelum kembali terhempas di kasur. Sementara di depan selangkangannya, mulut Bagas masih menempel di memek Fani dan mengikuti gerakan pantat seksi Fani dan menghisap semua lendir orgasme yang mengucur dari celah memek Fani itu.

Fani langsung lemas seketika. Nafasnya makin berat ia hela membersamai momen-momen akhir klimaksnya itu. Tubuhnya masih sesekali bergetar ketika Bagas mencucupi memeknya dengan bibirnya, menghisap habis semua lendir orgasme Fani.

Slllrrppp.. Sllrrrpppppp..

Sampai semua tak bersisa cairan orgasme Fani itu, Bagas lalu beranjak naik dari lantai menuju kasur kamar tamu Fani itu. Bagas ternyata sudah tak mengenakan celana lagi. Sudah sejak tadi ia membebaskan selangkangannya. Penis Bagas tak lama kemudian sudah berada di samping kepala Fani.

Bagas tersenyum melihat Fani. Wajah ayu Fani itu nampak sayu setelah diantarkan dua kali orgasme oleh Bagas. Wajah itu semakin cantik dengan balutan jilbab mini Fani yang mulai lecek akibat keringat Fani. Bibir nya sedikit terbuka menghembuskan sengalan nafas, dadanya yang membusung sempurna juga ikutan naik turun seirama helaan nafas Fani.

Wajah kelelahan itu menunjukkan bukti bahwa Fani memang sudah orgasme dua kali. Bagas sudah mengerti dan tak menanyakan lagi ke Fani, cukup melihat wajah sayu itu. Toh Fani juga kemungkinan masih tetap di orgasm denial nya kalau Bagas tanya.

Bagas memajukan selangkangannya hingga penisnya yang mulai tegang itu makin mendekati jilbab Fani.

"Gantian dong, Dek.."

Fani perlahan-lahan membuka matanya. Di sebelahnya ia lihat Bagas hanya mengenakan baju saja. Saat Fani menolehkan wajahnya, ia lihat penis Bagas tepat di depan wajahnya. Bagas seketika memajukan penisnya hingga kepala kontolnya menyentuh bibir tipis Fani.

Bagas menggesek-gesekkan helm licinnya itu ke bibir Fani.

"Urrrggghhhhh.." erang Bagas.

Bagas mengurut pangkal kontolnya sendiri, sembari merasakan hangatnya hembusan nafas Fani di kontolnya. Bibir tipis Fani perlahan mulai terbuka sedikit karena nafsu birahi yang sudah tak mampu lagi ia bendung juga meski di tengah kelelahannya. Kontol Bagas semakin mengeras saat kepala jamurnya merasakan lembutnya bibir Fani itu.

Fani sendiri merasakan desiran birahi lagi, padahal tubuhnya sudah didera dua kali orgasme. Jantungnya berdegup cepat saat menyaksikan penis lelaki di depannya itu, penis pertama yang pernah menjamah tubuhnya secara langsung. Bibir tipisnya pun semakin tak malu lagi terbuka, dan beberapa saat kemudian ia memajukan wajahnya, dan mulai memasukkan penis itu menembus mulutnya.

"Urrrgghhhh.."

Seiring kontol Bagas yang mulai tertanam di mulut Fani, Bagas melepaskan kocokan tangannya di penisnya. Tangannya lalu berpindah menuju dada Fani, dan kemudian mulai lagi meremas-remas toket super itu. Fani kembali menggeliat merasakan payudaranya dirangsang kembali. Mulutnya mulai ikutan menghisap, merangsang kontol Bagas.

Bagas sesekali membetulkan jilbab Fani yang agak miring karena wajahnya yang maju mundur di depan selangkangan Bagas walaupun masih terbaring seperti itu. Bagas ingin wajah cantik Fani tetap terbalut jilbabnya, menambah gairah kelelakiannya menyaksikan gadis alim itu sedang mengoralnya.

Clopp.. Clooppp.. Cloooppp..

Liur Fani yang mulai menempel di kontol Bagas membuat suara peraduan antara bibir dan kelamin itu menghasilkan suara mesum yang mengisi sunyinya kamar tamu rumah Fani itu.

"Kamu di atas, Dek.." kata Bagas.

Fani yang mendengar itu, lalu melepas penis Bagas dari mulutnya. Nafsu yang membelenggunya membuatnya sudah lupa daratan Ia lupa kalau tadi ia memasang pagar gengsinya. Tapi kini, bagai kerbau dicucuk hidungnya, Fani beranjak bangun sementara Bagas gantian yang berbaring.

Fani cukup tau posisi yang dimaui Bagas karena keduanya yang sudah beberapa waktu lamanya memiliki affair tersebut. Fani berlutut dengan selangkangannya berada di atas kepala Bagas, kemudian mulai menunduk dan mengocok penis Bagas dengan tangannya. Wajah Fani kembali memerah saat kontol Bagas itu hanya berjarak beberapa senti saja.

Di bawah sana, Bagas mengangkat gamis Fani sebatas pinggangnya, kemudian tangannya mulai mengusap-usap paha Fani yang putih langsat itu. Untuk sesaat paha mulus Fani itu bergetar sambil sang akhwat yang melenguh pelan.

"Hoouuugghh.."

Tangan Fani semakin cepat naik turun di kontol Bagas. Satu tangan Fani yang lain ikutan maju dan bermain-main dengan buah zakar Bagas. Dua tangan halus Fani itu dengan telaten bermain-main memanjakan kemaluan Bagas yang semakin menegang keras diikuti erangan dari mulut Bagas juga.

Tangan Bagas lalu bergerak naik menuju pantat Fani dan mulai meremas-remas bongkahan padat itu dari balik celana dalam Fani. Dari arah Bagas, pantat Fani yang sedang menungging itu nampak bulat seksi sempurna terlihat dari bawah. Bagas meremas-remas pantat itu, semakin gemas saat kontolnya juga dikocok Fani makin cepat.

Fani mendapati penis Bagas semakin mengeras di genggamannya. Jantungnya berdegup makin cepat. Hatinya masih menyimpan rasa penasaran akan batang lelaki itu yang semakin ia sentuh dengan tangan halusnya, batang itu makin mengeras dan sesekali berkedut. Seolah-olah batang itu memiliki nyawa sendiri. Fani semakin terbawa nafsunya, hingga perlahan-lahan mulai menurunkan wajahnya.

Di saat yang bersamaan, Bagas semakin mendekatkan wajahnya menuju selangkangan Fani. Memek yang menggunung itu semakin tak berjarak dengan muka Bagas. Bagas menyibak lagi celana dalam Fani, lalu menjulurkan lidahnya dan mulai merangsang lagi memek Fani dengan permainan lidahnya.

"Hooouugghhhh.. Emmmppphhh.."

Fani mendesah seketika saat daging basah tak bertulang yang menjulur dari mulut Bagas itu mengusap selangkangannya. Tangannya tak lagi bisa fokus mengocok penis Bagas, dan nafsu yang membangkitkan sisi gelapnya membuat Fani menurunkan wajahnya dan memasukka penis Bagas membelah bibir manisnya.

Mendapati kontolnya merasakan lagi hangatnya mulut Fani, membuat Bagas makin tersentak nafsunya pula. Jilatannya lalu bermain ia geser ke garis belahan vagina Fani. Tangannya yang satu bermain-main di bongkahan pantat mulus Fani, sementara tangannya yang lain mengusap-usap sekitaran lubang dubur Fani.

"Hhhhmmmmmhhh.. Hhhhhgghhhhh.."

Fani mendesah sembari mulutnya masih tersumpal penis Bagas. Pantatnya menggeliat bergerak-gerak merasakan rangsangan di vagina dan anusnya meskipun hanya sebatas sapuan, tapi itu cukup bisa membangkitkan birahinya. Kedua insan tak berikatan halal itu saling memuaskan satu sama lain dengan posisi 69 itu.

Clop.. Cloppp.. Cloopppp..

Kontol Bagas semakin cepat keluar masuk di mulut Fani. Sang gadis semakin semangat melahap kontol itu seiring memeknya yang semakin liar dijilati oleh Bagas. Desiran nafsu Fani makin meluap-luap. Kontol yang seharusnya haram baginya, yang seharusnya dimiliki oleh sahabatnya, kini sedang merasakan hangat mulutnya.

Bibir Fani semakin kuat menghisap batang yang semakin perkasa di dalam bibir mungilnya itu. Nafsu setan yang menjerati Fani dengan birahi membuat ia lupa segalanya. Lupa akan sisi akhwat yang seharusnya bisa ia jaga marwah dan martabatnya. Lupa akan sahabatnya yang secara tak langsung ia khianati.

Birahinya yang makin meninggi membuatnya makin liar mengoral kontol Bagas. Tangan halusnya ikut memainkan buah zakar Bagas yang membuat pantat Bagas sesekali menggeliat keenakan. Jilatan demi jilatan lidah Bagas ikutan semakin liar juga di memek Fani. Lendir kenikmatan tak henti-hentinya mengucur dari bibir vagina Fani, bercampur dengan liur Bagas.

Rasa gatal bercampur nikmat menjalar hebat di tubuh Fani. Mulutnya pasti mengeluarkan desahan dan erangan seandainya tidak tersumpal penis Bagas. Tubuh Fani makin memanas membersamai keringat yang terus keluar dari kulit putihnya itu. Pikirannya diterbangkan oleh syahwatnya, makin melayang meninggalkan raganya.

Beberapa saat kemudian, Fani merasakan memeknya kembali gatal dan mulai berkedut cepat. Penis Bagas ia lepas dari mulutnya dan ia gantikan tangan lembutnya untuk mengocok dan memainkan kontol Bagas.

"Emmmphh.. Hoouuugghhhh.."

Fani melenguh semakin keras seiring vaginanya yang terus dirangsang Bagas semakin liar. Mata lentiknya terpejam menahan birahi. Tubuhnya semakin memanas. Ia merasakan gelombang uncaknya yang ketiga akan segera menghampirinya. Fani lalu seketika beranjak berbalik posisi. Pantatnya yang tadinya berada di atas wjah Bagas kemudian tubuh sintalnya ia putar dan kini pantatnya berada di atas selangkangan Bagas. Fani melepas celana dalamnya sendiri, seolah seperti perempuan murahan yang tak bisa lagi menahan birahinya.

Dan memang seperti itu yang ia rasakan saat ini. Nafsunya yang hampir memuncak membuatnya lupa akan jatidirinya sebagai seorang gadis akhwat muslimah yang seharusnya mampu menjaga kehormatannya di lelaki yang bukan mahromnya. Kini Fani menampakkan ke-agresif-an sisi liarnya yang lain.

Muka Fani amat tersorot sayu diambang birahinya. Nafsu duniawi membuatnya bertindak tak pantas di hadapan suami sahabtnya itu. Pantat bulat Fani itu lalu ia turunakn hingga memeknya menekan penis Bagas. Fani merasakan batang kontol Bagas yang menekan searah dengan garis belahan memek Fani.

"Hheeegghhhh.."

Nafas Fani tersengal berat saat merasakan bibir vaginanya yang sensitif itu beradu dengan batang Bagas yang keras. Fani kemudian mulai menggerakkan pingggulnya maju mundur. Memeknya pun mulai menggesek-gesek batang Bagas itu.

"houuhh.. Emmppphh.. Kerassshh.. Hsssshhhhh.." desah Fani.

Birahi Fani semakin meninggi. Memeknya semakin becek akibat lendir yang terus merembes dari celah memeknya dan membasahi batang penis Bagas. Ia juga bisa merasakan kontol Bagas yang urat-uratnya menggeseki bibir memeknya, membuat sulutan-sulutan syahwat bagi Fani. Gerakan maju mundur pinggulnya makin lama makin cepat.

Bagas menggerakkan tagannya menuju gamis Fani yang masih tersangkut di perutnya. Ia menarik ke atas gamis Fani itu. Fani seolah mengerti keinginan si pejantannya itu dan kemudian ia membantu Bagas dengan mengangkat sendiri gamisnya dan melepasnya melewati atas tubuhnya hingga lepas dari kedua lengannya, tanpa Fani melepas jilbabnya.

Fani kemudian melanjutkan gerakan pinggulnya. Tubuhnya kini makin seksi hanya mengenakan jilbab yang menghias wajah manisnya yang makin sayu itu, sementara badannya sudah telanjang bulat. Bagas begitu menikmati sajian di depan matanya saat badan Fani bergerak maju mundur diikuti toket besar sempurna itu yang ikut berayun menggoda.


7ec1181370599016.gif
Fani sangat seksi saat pantatnya bergerak maju mundur berlawanan arah dengan alunan perutnya yang ramping itu. Mulutnya kembai melenguh mengeskpresikan kenikmatan yang ia terima akibat memeknya bergesekan dengan batang keras suami sahabatnya itu.

"Houugghhh.. Emmpphhh.. Haaahhh.." desah Fani.

Di bawah Bagas hanya diam menikmati gerakan pantat Fani di atas selangkangannya itu. Ia meraskan lembutnya kulit pantat Fani yang sekal dan kencang itu menekan selangkangan dan sebagian pahanya. Seiring Fani yang semakin cepat menggerakkan pinggulnya itu, kontolnya semakin nikmat juga digeseki oleh memek Fani yang kian lembab.

Bagas sebenarnya sedikit risau dan khawatir jika Fani terlalu berlebihan menggerakkan pantat seksinya itu. Gerakan Fani di atas selangkangan Bagas itu sesekali membuat kepala kontol Bagas menyelip ke dalam celah vagina Fani. Bagas hanya bisa menahan dan sesekali menarik sedikit saat ia rasakan kontolnya mulai menembus memek Fani.

Fani sendiri makin liar menggerakkan pantatnya maju mundur. Jika ada orang yang melihat kedua insan itu pasti mengira mereka sedang bersetubuh menyatukan kelamin mereka. Fani yang meskipun hanya dirangsang di sisi luar vaginanya itu, tapi itu mampu membuatnya makin terangsang dan ia semakin mendesah keenakan.


ME58ZU2_o.gif

"Heemppphhhh… Houuugghhhhh.." desah Fani

Bagas di bawah Fani sembari menikmati gesekan apem perawan Fani itu, masih merasa makin was-was. Tapi berbeda 180 derajat dengan Fani yang makin liar. Fani seolah tak peduli jika penis yang haram baginya itu menembus selaput daranya. Benaknya kini hanya diliputi rasa nikmat akan gelombang puncak yang berusaha ia raih sendiri.

Dan beberapa kali gerakan maju mundur itu kemudian Fani membungkukkan badannya. Seluruh badannya kaku mengejang dan bergetar saat klimaksnya datang.

"Hooouuugghhh.. Aaaaaaaaaahhhhhhhh.. Oooooooooooooooooooooooohhhhh.."

Crrrrttt.. Crrtttt.. Crrrttttttt..

Paha Fani mengatup selangkangan Bagas serapat-rapatnya saat pantatnya mengejang-ngejang beberapa kali. Bermili-mili cairan orgasmenya mengucur deras dan tentunya mengalir membasahi sprei kasur kamar tamu rumahnya itu. Beberapa saat ia melepas kekakuan tubuhnya itu hingga ia melepas genggaman eratnya di baju Bagas saat momen klimaksnya usai.

Bagas yang mendiamkan sejenak Fani melepas puncaknya itu, kemudian paham akan Fani yang kelelahan setelah tiga kali orgasmenya kali ini. Bagas sendiri sebenarnya sudah di ubun-ubun juga. Ia lalu beranjak dari berbaringnya. Ia tidurkan badan Fani berbaring di atas kasur empuk itu. Tubuh sintal dan seksi Fani yang tak terhalangi apapun itu kini terbaring sempurna di atas ranjang.

Bagas kemudian beringsut turun dari kasur. Lalu Bagas menarik pantat Fani hingga selangkangan Fani berada di tepi kasur. Kedua kaki Fani lalu ia angkat. Pahanya ia buka lebar-lebar hingga Bagas dapat melihat keindahan memek Fani tersaji di depan matanya. Ia kini bisa menikmati memek Fani yang tak terhalangi apapun itu.

Bagas mendekatkan selangkangannya ke arah selangkangan Fani. Penisnya kemudian menempel di selangkangan Fani. Bagas kembali menggesek-gesekkan penisnya di selangkangan Fani. Kali ini Bagas yang ambil kendali. Satu tangan Bagas memegang sendiri kontolnya agar gesekan kontol kerasnya itu tepat di bibir vagina Fani.

Fani kembali merasakan rangsangan hebat saat memeknya mendapat stimulan itu. Memeknya masih berkedut-kedut hebat paska orgasmenya barusan, tapi Bagas kembali menjamah memeknya lagi dengan tongkat saktinya itu. Fani menggeliatkan pantatnya menerima rangsangan birahi itu.

"hggghhhhhh.. Hmmmmhhhh.."

Nafas Fani memberat sambil mulutnya menggumam melampiaskan nikmat yang ia rasakan ditengah kelelahannya. Di bawah sana Bagas sambil menggesek-gesekkan kepala penisnya di bibir memek Fani, tangan Bagas juga mengocok batang penisnya sendiri.

Kemudian tangan Bagas yang lain meraih vagina Fani. Dengan pelan dan lembut, Bagas sedikit menguak bibir vagina Fani, hingga sisi dalam labia Fani yang berwarna merah muda segar itu terlihat oleh mata Bagas. Bagas terkesiap melihat keindahan mahkota kegadisan sahabat istrinya itu. Tak ia sangka ia bisa bermain-main dengan gadis secantik, semolek, sesempurna bidadari itu.

Ketika Bagas menguak sebagian labia Fani itu, Penisnya kemudian ia gesekkan di daging merah muda itu. Tak pelak Fani langsung didera lecutan birahi yang begitu hebat. Baru kali ini Bagas berani bermain lebih jauh di daerah intim Fani itu. Fani sendiri sudah pasrah di tengah kelelahannya jika Bagas mengambil hartanya yang paling berharga itu.

Fani lupa akan janji suci yang seharusnya ia lakukan besok lusa dan menjaga marwah dan izzahnya terlebih dahulu. Kini ia terperangkap pada nafsu sekaligus menyeruak kembali rasa cintanya pada Bagas. Dari mulutnya, Fani hanya mengeluarkan lenguhan dan desahan mesum membiarkan Bagas bermain lebih jauh itu.

Tak pelak, pengalaman baru Fani yang digeseki sisi dalam vaginanya itu membuatnya kembali tak kuat dilambungkan birahinya sendiri. Bagas masih menguak bibir vagina Fani dan dengan hati-hati terus menggesek-gesekkan kepala penisnya. Gesekannya semakin ia naikkan hingga menyentil-nyentil itil Fani.

"Hooouuugghhhh.. aaaaahhhh.. Mmhhassss.." desah Fani.

Pantatnya kini mulai ia gerakkan ke atas ke bawah berusaha mengimbangi gesekan kontol Bagas di memeknya itu.

"Ouuuhhhhh.. Hhaaaaahhh.. Pipiiissshhh lagiiiiihhhh.. Oooooooooooooooooooohhhhhhhh.."

Crrtt.. Crrrtttttt.. Crrrrtttttttt..

Sisi bawah tubuh sang gadis yang molek itu kemudian mengejang-ngejang kembali saat mendapatkan multi orgasme nya akibat rangsangan Bagas. Kontol Bagas yang meraskan hangatnya daging vagina Fani tambah merasa hangat akibat siraman cairan orgasme Fani yang mengucur itu.

Bagas tersenyum menyaksikan gadis cantik di depannya itu kelojotan didera klimaksnya yang kesekian kali. Bagas sendiri masih bisa menahan puncaknya karena toh semalaman ia habis bermain dengan istrinya, sehingga kini waktu tempuhnya bisa cukup lama. Tapi sebetulnya Bagas juga sudah hampir di ujungnya.

Bagas kini menempatkan kepala penisnya lagi di celah vagina Fani. Ia sedikit menekan masuk kepala kontolnya itu hingga jamur licin itu perlahan mulai menyusupi celah vagina perawan Fani. Slepp.

Fani merasakan gerbang kemaluannya seperti terasa sesak sekali. Seluruh tubuhnya seolah ikut merasa kesempitan akibat dorongan di bawah sana. Meski masih lelah, Fani menundukkan kepalanya, berusaha melihat apa yang sedang Bagas lakukan. Apakah Bagas akan bertindak sejauh itu. Fani menyorotkan raut bingung di wajahnya yang penuh peluh itu. Bingung yang dipenuhi juga rasa penasaran bercampur nafsu.

Bagas bisa sedikit tau paham akan kebimbangan Fani itu. Bagas juga sebenarnya tak ingin kelewatan bermain-main dengan sang gadis. Bagas menarik kembali penisnya lepas dari vagina Fani.

"Kamu percaya aku kan, Sayang?" kata Bagas.

Fani hanya membalas dengan anggukan. Sudah terlambat baginya untuk mempertahankan gengsinya, jaimnya, sekaligus kehormatannya.

"Aku mau kasih kamu hadiah.." kata Bagas lagi.

Bagas lalu meraih tangan Fani dan menarinya menuju selangkangan Fani. Bagas rupanya ingin Fani yang memegang bibir memeknya dan membuka bibir memeknya sendiri untuk Bagas. Seolah mempersilakan Bagas untuk memasuki area paling sakralnya itu.

Dengan sisa tenaganya, Fani membuka sendiri bibir liang kawinnya itu. Bagas kini bisa leluasa mengarahkan kontolnya. Ia tempelkan lagi kepala penisnya di bibir merah merekah itu. Satu tangannya yang lain mengurut sendiri kontolnya yang makin keras itu. Bagas sedikit mendorong kembali kepala penis itu memasuki sempitnya gerbang senggama Fani.

Bagas menarik ulur dengan perlahan, tak ingin merusak sisi dalam mahkota kewanitaan Fani itu. Butuh beberapa kali percobaan hingga Bagas bisa merasakan kepala penisnya hinggap di sempitnya memek Fani, meskipun hanya ujung memeknya saja.

Slepp.

"Hooouuuuggghhhhhhhhh.."

Fani melenguh panjang saat merasakan kenikmatan yang tak terkira saat bibir vaginanya meregang karena mulai terselip kepala penis Bagas itu. Bagas sendiri juga merasakan kenikmatan tak terkira. Ia makin cepat mengurut batang penisnya yang makin menegang itu dengan tangannya sendiri.

Bagas bisa merasakan denyutan ujung dinding memek Fani itu. Vagina Fani yang barusan orgasme tadi membuat memeknya makin sensitif. Kepala penis Bagas serasa dipijit nikmat oleh bagian dalam bibir vagina Fani itu.

Untuk sesaat Bagas mendiamkan kepala penisnya hinggap di bibir vagina Fani itu. Hingga Bagas kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur dengan perlahan. Ia gerakkan batang itu mulai masuk ke vagina Fani. Agak dalam, tapi tak sampai merobek selaput dara Fani.

"Huuuuggghhhhh.. Emmmppppphhhh.." desah Fani.

Untungnya kini Bagas yang mengendalikan permainan mesum ini. Ia bisa mengontrol untuk tidak kelewatan menembus kegadisan Fani. Bagas masih memikirkan masa depan Fani. Di samping itu ia juga masih memikirkan masa depan rumah tangganya dengan Arsella.

Gerakan pinggul Bagas itu tidaklah begitu cepat, tapi kocokan tangannya di penisnya semakin cepat. Batang kontolnya semakin menegang. Himpitan bibir vagina Fani di kepala penisnya mampu membuat sensasi hebat di dalam tubuh Bagas hingga beberapa saat kemudian ia tak kuat lagi menahan puncaknya.

"Urrgghhh.. Terima pejuhku nih, Dek.. hadiah dariku.. Urrgghhhh.."

Crott.. Croootttt.. Croootttt..

Bagas menyemburkan spermanya di dalam bibir vagina gadis itu. Tak disangka Fani juga ikutan menggeliat dan sedikit mengatupkan pahanya. Fani merasakan sensasi hebat saat ia merasakan dinding sisi dalam bibir kemaluannya itu disiram sperma Bagas. Baru kali ini Fani merasakan sensasi lendir kental membasahi memeknya seperti ini.

Bagas mengeluarkan semua lahar kentalnya di selipan memek Fani itu. Ia mendiamkan kontolnya hingga penisnya mulai terkuras isinya. Hingga kemudian benih lendir Bagas itu meleleh keluar dari vagina Fani. Sempitnya memek perawan Fani itu terlalu kuat ditembus oleh semburan sperma Bagas, hingga kemudian lendir kental itu keluar menetes di lubang anus Fani dan membasahi sprei ranjang itu.

Baik Fani dan Bagas kemudian saling terdiam hingga ruangan yang tadinya penuh nafsu membara itupun kemudian menjadi hening. Hanya dengusan nafas kelelahan yang keluar dari keduanya. Bagas lalu sedikit menunduk hingga kedua wajah insan tak berikatan halal itu semakin dekat.

"Dek.. Aku mau minta sesuatu boleh?"

"Apa, Mas?" tanya Fani.

"Aku mau jadi yang pertama ngerasain memekmu, Dek."

Fani mengernyit untuk sesaat. Sedikit akalnya kini sudah kembali otaknya.

"Mas Bagas mau perawanku?" tanya Fani.

Bagas kemudian hanya tersenyum

....

Klekk..

Terdengar suara pintu yang terbuka dari arah luar kamar tamu itu.






------====°°°°°°°====------
PoV Sella

GUBRRAAKK.

Tubuh Aris yang sebelumnya terhuyung-huyung itu kemudian jatuh. Aku yang tadinya kesal dengan lelaki mesum itu kini jadi bingung dan sedikit risau. Hanya keluar akibat tetekku kok bisa pingsan dia.

Kulihat penisnya yang mengecil seperti cacing itu masih keluar dari selipan resleting celana panjang seragam katering yang ia pakai.

Aku ingin berteriak minta tolong, atau sekalian melapor ke Anggun. Tapi setelah kupikir, kalau Anggun atau orang lain datang kesini dan melihat ada lelaki setengah telanjang ini pastinya malah memunculkan pertanyaan lain dan bisa membuatku malu.

Di sisi lain, aku masih jijik kalau aku harus membetulkan celana si Aris itu. Tak sudi aku disentuh atau menyentuh lagi kemaluan haramnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk kutinggalkan Aris. Biar saja dia terbaring semaput di gudang ini. Dan sekarang aku harus cari alasan lain untuk kuberikan ke Anggun agar Aris ini tidak dipakai lagi oleh vendor kateringnya, apalagi di acara Fani selanjutnya.

Sebelum pergi, kulihat layar hapenya masih memutar video tadi dari awal lagi. Aku segera ambil hape itu dan kuhapus file video itu dari hapenya. Butuh beberapa saat hingga aku memastikan tak ada lagi jejak rekam gambarku di hape Aris itu. Aku taruh lagi hape itu di atas meja begitu selesai aku hapus video tadi.

Akupun lalu beranjak menuju pintu dan lalu secepat kilat pergi dari gudang ini. Untungnya di depan gudang ini, dapur lantai satu ini sudah sepi. Tak ada yang memergoki aku keluar dari sini. Aku kemudian berjalan ke ruang tengah rumah ini. Hingga aku berpapasan dengan Fani.

"Eh, Kak Sella.. darimana, Kak?" tanya Fani.

Aku mencium bau sperma yang menyengat saat bersapa dengan Fani ini. Sperma siapa yang menempel di badan Fani itu? Darimana saja Fani sedari tadi?

Eh, atau ini aku yang bau ya? Aku kan juga barusan disemprot sperma oleh si kurang ajar Aris itu. Kenapa aku harus suudzon dengan sahabatku ini.

"Ini Fan, aku harus pulang.."

"Ooh.. kok buru-buru?"

"Iya, tiba-tiba inget ada cucian yang masih di luar nih.. hehe.." kataku, "Besok kesini lagi deh ya.. siap-siap buat akad nikahmu.."

Aku lalu melihat jam di dinding ruang tengah itu yang langsung membuatku sedikit risau. Duh, Ustadzah Azizah pasti menungguku.




------====°°°°°°°====------



Aku hanya bisa terkagum-kagum akan semua ceritanya itu. Tak kusangka di tengah semua kepelikan hidupnya itu, ia masih bisa tersenyum lebar. Dia masih sering datang mencari ilmu dan ikut kajian di sana-sini. Aku sendiri tak tau apakah aku bisa setegar itu jika semua itu menimpaku.

"... Udah ah.. sekarang gantian Anti dong yang cerita.. Jangan ana teruss.." katanya.

"Hihihi.. ya nggakpapa to.. Kan emang Ana pengen denger ceritanya Ditta kok ini.."

Wajahnya yang khas ras campuran itu makin cantik sempurna terbalut jilbab Syar'i. Semoga ini jalan yang terbaik untuk kami.


f876041350878271.jpg

Ditta






End of Part 17 "Changeover"..
Next on Part 18 19 20
Crita a bgus tpi mkin bosan bca krn adegan a itu2 sja. Gk da variasi a sprti: msukin pnis ke dlm jilbab kening a tmpahi sperma dirambut dlm jlbab a. Kencingi kpla pke jlbab dan gk pke jlbab. Mnggunting pksa rambut a mncukur jmbut a dll.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd