Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Lapor, hu. Hahaha. Kayanya udah mau rampung nih ceritanya yah? Saya inget thread kita dimulainya di waktu yang cukup berdekatan. Tapi punya situ udah berapa puluh chapter dan saya masih ga keurus wkwkwk. Salah satu cerita yang mungkin agak menarik, bukan dari segi plot atau karakter tapi dari segi progress penulisan. Karena menurut saya, di season pertama cerita ini keliatan banget sih kaya suhu kalo nulis masih kaku, kaya masih ragu untuk nulis apa terutama mau nyelipin SS seperti ditahan. Tapi mulai dari chapter 2, nah ini, suka banget bacanya, kaya mengalir aja gitu. Istilahnya nih kaya suhu udah tau cerita ini mau dibawa kemana. Walaupun masih kurang ini itu tapi kemajuannya sangat mantap.
Cuman ngingetin aja sih, you start up slow, so you should end this story with a bang.
 
Makanya kan rada' Aneh pas part Dimas nyatroni kontrakan Aya, kelakuan dah kek Kolor ijo:kacau:

ternyata Aya diam-diam menusuk ya :kaget:
 
Trims suhu sudah di update :ampun:


Baca dulu :baca:
Sama-sama~

Waaa update juga akhirnya
Ehehe mbul ><
Ehehe... Mbul :((

Hore Cindy sama Dimas putus:banzai::banzai::banzai::haha::haha::kacamata::kacamata::kangen::kangen:
Bang... :sendirian:

Wah bakalan antri ini para suhu fiksi buat pakek si mbul :pandaketawa:
Wkwkkwk kayak barang aja dipake

Alias

Mbul, awas hati-hati sama orang jahat ya :sendirian:


Udahlaah si Dimas sama Jinan ajaa. Biar mbul gua yg jagain hehe :pandajahat:
Gamau. Jinan galak.

Oh iya suhu aya munculin lagi dong,masih penasaran kenapa doi yg masih polos tapi udh ga "bersegel"
Hehe, Aya ada kok. Tunggu aja ya~

Kacau lu cindy dibikin nangis
Iya bang, maaf :sendirian::sendirian::sendirian:

Tamat ya......?
Ceritanya? Belum kok. Hehe. Kalo hubungan Cindy sama Dimas? .... :sendirian::sendirian:

"It seems like there is someone who hurt his girl heart, you ready for first aid FrArn?"
Nih Mbul, hati-hati ya.

mantap update jum'at malam
Hehe, selamat menikmati suhu :ampun:
 
Lapor, hu. Hahaha. Kayanya udah mau rampung nih ceritanya yah? Saya inget thread kita dimulainya di waktu yang cukup berdekatan. Tapi punya situ udah berapa puluh chapter dan saya masih ga keurus wkwkwk. Salah satu cerita yang mungkin agak menarik, bukan dari segi plot atau karakter tapi dari segi progress penulisan. Karena menurut saya, di season pertama cerita ini keliatan banget sih kaya suhu kalo nulis masih kaku, kaya masih ragu untuk nulis apa terutama mau nyelipin SS seperti ditahan. Tapi mulai dari chapter 2, nah ini, suka banget bacanya, kaya mengalir aja gitu. Istilahnya nih kaya suhu udah tau cerita ini mau dibawa kemana. Walaupun masih kurang ini itu tapi kemajuannya sangat mantap.
Cuman ngingetin aja sih, you start up slow, so you should end this story with a bang.
Wah dikomen suhu yg comeback :(( terimakasih tanggapannya suhu. Yes, I will! :ampun:

Makanya kan rada' Aneh pas part Dimas nyatroni kontrakan Aya, kelakuan dah kek Kolor ijo:kacau:

ternyata Aya diam-diam menusuk ya :kaget:
Wkwkkwk kolor ijo

nicee huuu
mulai drama2 akan berakhir nih
Terimakasih :ampun:

kok jadi ikutan sedih...
Halah seneng kan Dimas ditampar :ngupil:

Cih lelaki bermulut manis~:fiuh:
Cih laki-laki sangean :mabuk:
Hehe. Canda :(

Mbul hehehe :pandajahat:
Uwuwuwu :pandajahat:

Saatnya mbul untuk muncul di cerita suhu" yg lain
:sendirian::sendirian::sendirian: Mbul bisa jaga diri kok...
 
Lambe manis lagi "cuman karena napsu, yang dicinta tetep mbul" :ugh:

Ini gak ada bagian Kak Dims dipukulin lakinya puci ato puci minta jatah lagi :kuat:
 
Hmm
Tok. Tok. Tok.

Aku sedikit mengangkat kepala, menunggu suara siapa yang ada diluar.

“Cindy?”

Tok. Tok. Tok

“Iya...?” Balasku dengan suara parau padanya.

“Kamu kenapa? Mau cerita?”

Aku melepas kaitan tanganku, meluruskan kaki lalu menyandarkan tubuh ke dinding. Isak tangisku berusaha aku redam. Aku menengadah, menghela nafas, berusaha menenangkan diri. Sepertinya saat ini, memang dia satu-satunya tempat untukku berbagi rasa ini.

“B-bentar Dev...”
 
Hmm
Tok. Tok. Tok.

Aku sedikit mengangkat kepala, menunggu suara siapa yang ada diluar.

“Cindy?”

Tok. Tok. Tok

“Iya...?” Balasku dengan suara parau padanya.

“Kamu kenapa? Mau cerita?”

Aku melepas kaitan tanganku, meluruskan kaki lalu menyandarkan tubuh ke dinding. Isak tangisku berusaha aku redam. Aku menengadah, menghela nafas, berusaha menenangkan diri. Sepertinya saat ini, memang dia satu-satunya tempat untukku berbagi rasa ini.

“B-bentar Dev...”

Ya ampun baper inget Devichu Ningtaraku
 
Bimabet
Part 13

“Hiks...hiks...”

Pelukan di kedua lututku ini masih belum mengendur. Air mataku kini sepertinya sudah lelah untuk turut membasahi lututku. Entah sudah berapa menit aku terisak dan menghabiskan tisu di atas kasur ini. Terkadang, kejujuran itu menyakitkan, seperti perkataan dari kak Dimas yang terus saja terngiang dan menusuk dadaku sampai saat ini. Aku tidak menyangka perkataan Aya, yang datang ke kost ku kemarin malam, perkataan menyakitkannya yang aku anggap bohong terpatahkan hari ini.

***
“Asal kamu tahu ya... aku... suka sama kak Dimas.”

“Hah? Sejak kapan...?”

“Sejak kita ngentot.”

“Ha...?”

“Waktu kita makan di warung bakso, aku sempet ciuman sama kak Dimas di toilet. Terus, malemnya... dia ke kontrakanku... dan... yaudah, kita ngentot. Jujur, enak banget dikorek-korek pake kon-”


PLAK

“BOHONG!”

Waktu terasa berhenti mendadak saat itu, aku tidak percaya kata-kata itu bisa keluar dari mulut sahabatku sendiri dan tanganku yang reflek menampar keras pipi kanannya.

“Kak Dimas enggak mungkin ngelakuin hal kayak gi-“

“Oh, serius? Aku bahkan ragu dia enggak pernah nyentuh badan si kak Jinan itu.”


Aku masih bisa merasakan betapa sesak dan panasnya dadaku saat itu. Dalam sesaat, aku merasa gadis yang ada di hadapanku ini bukanlah sahabat yang kukenal.

“Cukup, Ay... Keluar.”

“Bahkan mungkin, enggak cuma aku sama kak Jinan aja. Bisa aja ada satu atau dua orang lagi yang udah pernah dientot sama kak Di-“

“KELUAR!”


Emosi dalam diriku benar-benar tidak bisa aku kuasai. Bentakan itu cukup membuatnya melangkahkan kaki keluar dari kamar kostku. Aku tidak menyangka baru saja mengusir sahabatku itu. Pikiranku kacau, aku hanya bisa menangis malam itu. Bahkan saat membaca pesan dari kak Dimas malam itu, jari-jariku bergetar saat ingin membalasnya.

Perasaanku sudah tidak karuan. Lemasnya tubuhku mengantarku tidur hingga aku terbangun keesokan harinya dan tidak berangkat kuliah karena shock yang masih belum lepas.

***
Tok. Tok. Tok.

Aku sedikit mengangkat kepala, menunggu suara siapa yang ada diluar.

“Cindy?”

Tok. Tok. Tok

“Iya...?” Balasku dengan suara parau padanya.

“Kamu kenapa? Mau cerita?”

Aku melepas kaitan tanganku, meluruskan kaki lalu menyandarkan tubuh ke dinding. Isak tangisku berusaha aku redam. Aku menengadah, menghela nafas, berusaha menenangkan diri. Sepertinya saat ini, memang dia satu-satunya tempat untukku berbagi rasa.

“B-bentar Dev...”

Seturunnya kakiku dari kasur dan menyentuh lantai, aku berjalan gontai menuju pintu, membukanya lebar. Sosok gadis itu menatapku khawatir lalu mendekapku hangat, mengusap-usap punggungku, berusaha menghentikan isak tangis yang masih terdengar. Aku terkulai dalam dekapannya, membiarkan tubuhku ini menjadi lebih tenang karenanya. Perlahan kami melangkah ke kasur lalu duduk bersebelahan di pinggirnya.

“Minum?” Tawarnya. Aku hanya membalas dengan anggukan.

Ia kembali dengan segelas air putih yang ia ambil dari dispenserku. Tiap tegukan itu membuat tenggorokanku yang kering berangsur segar kembali. Dia menerima gelas itu setelah isinya aku habiskan. Tangan kanannya mengusap-usap pelan lagi punggungku.

“Jadi... gimana? Ceritain aja, Cin. enggak apa-apa.”

Aku mengusap-usap sendiri punggung tanganku. Selang beberapa saat, aku yang sudah merasa baikan, mulai bercerita. Semua mengalir begitu saja, aku menceritakan semua yang bisa aku bagikan padanya, begitupun Devi yang dengan sabar mendengar semua keluh kesahku. Tentang hubunganku dengan kak Dimas, bagaimana pertemananku dengan kak Jinan, pertengkaranku dengan Aya kemarin, hingga pengakuan kak Dimas yang membuatku shock sore tadi.

“Ya ampun...”

“Aku...bingung harus gimana lagi, Dev.” Aku menyisir poni dengan tanganku.

“Menurutku... sekarang kamu harus memperbaiki hubungan kamu sama mereka sih. Dimulai dari kamu ambil sikap sama pacar kamu.”

“Sikap?”

“Ya, setangkepku, kalian berdua belum putus kan? Kamu yang minta waktu buat mikir gimana kelanjutan hubungan kalian, iya kan?”

“I-iya...” Aku agak merunduk, kedua kakiku aku ayun-ayunkan kecil. “... Aku cuma... jadi mikir. Apa aku itu satu-satunya di hatinya, atau cuma salah satunya...”

“Emm... menurutku sih, kak Dimas itu... dari yang kamu ceritain ya... sebenernya dia orang baik.”

Ayunanku berhenti.

“Emm...”

“Apa yang buat kamu ragu? Aku rasa dari pengakuannya itu, dia udah bener-bener menyesal kok. Sekarang, semua tergantung gimana hati kamunya. Lanjut... atau udahan.”

Sedikit senyuman tergurat di wajahku. Aku menoleh kearahnya.

“Oke? Kamu bisa selesaiin ini kok pasti.” Katanya menyemangatiku sambil menepuk-nepuk pelan bahu kiriku.

“Makasih, Dev.” Aku memberi senyuman, membalas miliknya yang tak kalah tulus.

“Aku pamit ke kamarku ya.”

“Iya.”

Dia memberiku satu pelukan hangat sebelum berjalan keluar.

“Mungkin kamu bisa cari yang lebih baik dari dia. Tapi kayaknya... aku ragu bakal ada yang bisa gantiin dia di hati kamu sih. Kamu udah terlanjur sayang sama nyaman banget sama dia, ya enggak?” Dia kembali tersenyum. “Walau mungkin... semua bakal beda habis ini, Cin.”

Aku tersenyum lebih lebar padanya, sebelum akhirnya gadis asal Bali itu menutup pintu kamarku.

***
Aku gantungkan handuk warna merah mudaku. Celana pendek putih dan celana dalam dengan warna senada aku lepas. Kaus bergambar Hello Kittyku menyusul mereka. Payudara besarku yang sempat berguncang setelah kaus itu aku lepas kini sudah telanjang setelah bra warna hitamku menjadi yang terakhir meninggalkan tubuhku. Aku atur suhu shower itu dalam posisi hangat yang pas. Perlahan, aku mendekatkan tubuh ke cucuran air itu. Aku terdiam sejenak, membiarkan aliran air itu merilekskan tubuhku.

Tak lama, aku mengusap-usap wajah baru kemudian tubuhku, meratakan air itu untuk membasahinya. Gerakan tanganku terhenti pada kedua payudara besarku. Entah kenapa tiba-tiba gairahku datang. Perlahan, kedua tanganku bergerak meremas pelan dua bongkahan itu, sesuatu yang katanya merupakan idaman para lelaki untuk disentuh. Setelah beberapa saat, kedua tangan itu kemudian beralih memainkan putingku yang sudah mengeras. Jari-jariku secara bergantian menjepit, memutar-mutar dan menekan kedua titik itu. Rangsangan yang aku berikan pada mereka sukses membuatku terpejam nikmat sendiri. Aku yang sudah tidak tahan lagi perlahan menggerakkan tangan kananku meninggalkan puting itu menuju selangkangan.

Dengan dua jariku, aku usap-usap lipatan vagina itu sambil tangan kiri ini masih bermain-main dengan putingku. Kerjasama yang aku buat dengan kedua tanganku ini semakin membuatku terbuai dalam gairah. Perlahan, sambil tanganku terus bermain-main dengan titik sensitifku, aku merendahkan tubuh sampai akhirnya aku dalam posisi duduk dengan punggung bersandar ke dinding.

Aku membuka selangkangan, melipat kedua kaki itu agar dua jariku bisa lebih leluasa bermain-main di liang kewanitaanku itu. Klitorisku mulai bertemu dengan jariku, usapku pelan pada organ seksual itu. Aku menengadah sambil terpejam, rangsangan pada bagian yang sangat peka itu pun sukses membuatku mendesis.

ELMqEkfW_t.jpg


9mcZtQ2c_t.jpg


Cucuran air dari shower itu turut memberi sensasi tambahan pada tubuhku. Dua jariku itu bergerak semakin liar. Gerakan maju-mundur, memutar, semua aku lakukan bergantian disana, sementara puting ini aku pilin-pilin dengan tangan satunya.

Tak berselang lama, aku mengejan. Gerakan pada puting dan klitorisku terus aku lakukan hingga akhirnya cairan orgasme itu keluar dari lubang vaginaku dan membasahi dua jari itu. Perlahan kubuka mataku, puting itu aku bebaskan dari jari kiriku. Nafasku terengah, memanjakan diriku tidak pernah senikmat ini. Kedua kakiku masih dalam posisinya sebagaimana kedua jariku yang masih belum beranjak dari vaginaku.

Aku...

Masih belum puas...

Perlahan, dua jari itu masuk kedalam liang vaginaku. Gerakan menusuk aku lakukan disana secara perlahan. Kondisiku yang sudah lebih dulu becek dan aliran air itu mempermudahku untuk menusuk-nusukkan jariku disana.

“Mmsshh... Ahh...”

Aku kembali mendesis sambil terpejam, menikmati sensasi colokan dua jari itu didalam lubang hangatku. Tangan kiriku pun kembali bergerak meremas-remas payudaraku yang sudah mengeras. Ukuran bongkahan halus itu pun terasa membesar. Kerjasama pun kembali dilakukan oleh dua tanganku itu.

Tiba-tiba, sosok laki-laki itu muncul dalam kepalaku.

“Kak Dimas...” bisikku.

Dua jari itu kini berubah menjadi tiga, tusukan itu kembali aku lakukan pelan-pelan. Imajinasiku kembali pada saat-saat ‘nakal’ku bersamanya, disaat dia menjamah tubuhku, memberiku pengalaman kenikmatan yang membuatku melayang.

“Aaahhh.... kak Dimas...”

Tanpa sadar aku mendesis sambil menyebut namanya. Tiga jariku itu serasa memenuhi celah yang ada, remasanku pada payudara ini semakin liar, tak lupa puting itu aku pilin disela-sela remasanku, dua bongkahan itu aku mainkan begantian. Aku mempercepat tempo tusukan maju-mundur itu sebisaku. Aku kembali menengadah, bibir bawahku aku gigit. Sensasi ini semakin membuatku melayang dalam kenikmatan.

“Mmmmnghh...!”

Desahan ini aku tahan sebisaku, seiring tubuhku yang kembali mengejan.

“K-kak Dimmhhh....!”

Tak lama, aku mendapatkan orgasme keduaku. Cairan hangat itu kembali membasahi jari kanaku yang saat ini masih tercelup disana. Kedua kaki itu kembali aku luruskan setelah ketiga jariku itu meninggalkan vaginaku. Tangan kiriku pun sudah terkulai di lantai. Aku yang masih menengadah ini perlahan membuka mata.

“Hhh...” Aku tersenyum puas. Seketika aku merasa beban stress ini terlepas.

Perlahan, aku berdiri setelah nafasku perlahan menjadi teratur lagi. Setelah beberapa saat, aku ambil sabun, mengusapkannya keseluruh tubuh, membersihkan diri.

***
Aku melangkah masuk setelah pagar yang tidak terkunci ini kubuka. Pintu kontrakan ini tertutup rapat, pun sepeda motornya tidak bisa aku temukan di garasinya. Aku rasa kak Dimas sedang pergi keluar sebentar, tidak biasanya dia tidak mengunci pagarnya. Aku merogoh tas kecilku, mengambil sebuah kunci.

Krek. Krek.

Aku bergegas masuk setelah pintu itu terbuka. Awan hitam yang tiba-tiba menjadi semakin pekat itu membuatku tidak nyaman berada diluar. Tanganku meraih saklar, menyalakan lampu tengah kontrakan ini. Ingatanku kembali memutar kejadian itu, saat aku diantarnya pulang selepas wawancara...

Aku duduk di sofa, tempat pertama kali dia menciumku kala hujan deras waktu itu. Entah mengapa aku tersenyum, kejadian bodoh yang mengawali hubungan kami hingga saat ini. Aku menggeleng cepat lalu menghela nafas panjang.

Sepertinya tayangan kartun sore ini tidak buruk untuk menemaniku menunggu kak Dimas kembali. Sejak kemarin, dia benar-benar tidak menghubungiku. Sepertinya dia memang ingin memberi ruang bagiku untuk sendiri. Sebenarnya aku ingin memberi pesan padanya untuk bertemu kali ini, namun sepertinya, aku akan memilih memberikannya sedikit kejutan.

Tak lama, aku mendengar suara motor berhenti di depan kontrakan ini. Pagar pun terbuka, aku bangkit berdiri, berjalan perlahan menuju pintu bermaksud menyambutnya. Namun sebelumnya sampai di pintu, langkahku terhenti ketika aku mendengar satu suara motor lain yang juga berhenti didepan. Aku mempercepat langkah ingin mengintip dari jendela. Namun terlambat, pintu itu dibuka kasar.

Mataku membulat, sosok yang datang itu bukanlah orang yang aku tunggu, bahkan yang tidak aku harapkan sama sekali untuk bertemu lagi. Dia Andhika Dewa... mantan pacarku semasa SMA. Namun yang membuatku semakin ketakutan adalah mendapatinya membawa sebilah pisau dan langsung berlari kearahku. Aku reflek berbalik untuk lari dan berteriak.

“Aammppphh!!”

Terlambat, dia berhasil membekapku dari belakang, teriakanku terbungkam. Perlawananku terhenti ketika ia menempelkan ujung pisau itu di leherku. Jantungku semakin berdegup cepat, air mata mulai aku rasakan tertampung di pelupuk mataku.

“Ssstt... Diem, sayang...”


To be Continued...
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd