Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Akhirnya yang ditunggu2 update juga dan ceritanya juga makin menarik aja ni, semoga next bisa lebih cepat updatenya hu hhee.
 
Bimabet
Part 4


Kriinngg

Kriinngg

Aku terbangun karena alarm yang sengaja aku pasang pukul lima pagi ini. Aku mengucek mataku sejenak sebelum akhirnya alarm di smartphoneku itu aku matikan. Hari ini adalah turnamen futsal jurusan, dimana tim futsal dari ketiga angkatan bertemu dan saling bertanding. Acara tahunan ini juga sebagai ajang silaturahmi antar angkatan agar lebih akrab satu sama lain. Selain mendukung tim angkatanku, tentu saja, siapa lagi? Cindy.

Dua hari yang lalu, aku sudah janji akan mengantarnya ke tempat diselenggarakannya acara itu sekaligus mendukungnya disana. Kau tahu alasanku memasang alarm pagi ini.

Aku mengucek-ucek mataku lagi, posisiku terduduk di pinggir kasur saat ini. Setelah kedua mata itu terasa ringan untuk dibuka dan nyawaku terasa sudah cukup terkumpul, kaki ini aku langkahkan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu, sepertinya tidak ada salahnya jika menikmati secangkir teh panas terlebih dahulu sebelum mandi dan menjemput Cindy.

Ikon aplikasi Instagram aku tekan, layarku menampilkan satu postingan kemarin dan deretan stories teman-temanku. Sesaat setelah aku menarik layar kebawah, laman itu me-refresh dan menampilkan pos terupdate.

Hmm?

Sebuah postingan dari seorang gadis yang aku kenal langsung muncul di urutan paling atas setelah laman itu ter-refresh. Sebuah video dance cover, aku tidak menyangka ternyata dia sekarang jadi seorang dancer. Aku menelan ludah. Badannya juga jauh berbeda sekarang. Dia jauh lebih sexy. Badanya meliuk-liuk lincah seiring irama lagu upbeat yang ada disana. Kulit putih mulusnya terlihat dari balik kaos dan celana pendek yang ia kenakan di video itu. Payudaranya yang pas digenggaman itu berguncang seiring gerakan lincahnya yang terkadang melompat-lompat kecil.

Eeerrggghhh...

Penisku tegang...

Segera aku scroll kebawah layar itu sehingga video itu menghilang dari pandanganku. Aku memilih menekan tombol power sehingga layar itu padam dan terkunci. Aku meletakkan kasar smartphone itu di meja. Aku menghela nafas panjang, mengusap wajahku dengan dua telapak tangan.

Sial.

Sial.

Sial.

Aku menggeleng cepat.

Tidak...

Lupakan dia...

Aku bangkit dari sofa itu dan bersiap untuk mandi.

***​

Kami telah sampai di stadion universitas, tempat diselenggarakannya turnamen ini. Cindy sudah lebih dulu masuk ke dalam untuk berkumpul dengan timnya. Sementara aku masih ada di parkiran, menunggu Hary dan yang lainnya datang. Oh iya, ngomong-ngomong, hari ini Cindy kembali menguncir rambutnya, tanpa poni. Dia sempat memintaku untuk mengambil gambarnya saat aku menjemputnya tadi.

l1MkqCmF_t.jpg

Aku jadi gemas sendiri padanya dengan gaya rambut itu.

10 menit berlalu, aku melihat sebuah mobil yang sudah tidak asing lagi bagiku sedang parkir tak jauh dari tempatku saat ini. Benar, itu mobil milik Jinan. Tak lama setelah mobil itu terparkir rapi, perempuan itu keluar dari balik kursi pengemudi. Dia mengenakan seragam futsal berwarna krem dan celana pendek warna hitam. Jinan mengibaskan rambut panjangnya itu sekali sebelum merapikan poninya.

Dia berbalik setelah menutup pintu mobil itu. Dari jarak sekitar 10 meter ini, sepertinya dia menemukanku yang sedang menatap kearahnya. Jinan tersenyum padaku, senyuman balik dan acungan jempol menjadi balasanku padanya. Seperti terburu-buru, Jinan langsung masuk kedalam stadion tanpa menghampiriku.

“Aduh aduh, yang kesengsem sama senyumnya Jinan padahal udah punya pacar.”

Aku tersentak. Nyaris saja aku terjatuh dari motorku. SEJAK KAPAN HARY DISINI?!

“Dih! Bacot! Apaan sih Har?!”

“Elah, galak amat. Kok dek Cindy bisa betah ya sama lu?”

“Dak dek dak dek. Lu kok enggak bilang kalo udah nyampe? LINE gue bales njir!” Jantungku masih berdebar cepat gara-gara terkaget tadi.

“Udah gue bales ya. Lu gue panggil juga kagak nengok nengok, ler. Ternyata ngeliatin Jinan. Gue laporin dek Cindy tau rasa lu.”

“Eh, eh! Gua senyum doang ye, dia kan mau main ngewakilin angkatan kita juga. Masak enggak gue kasih semangat?”

“Ye ye terserah. Yaudah ayo masuk. Temen-temen udah di depan pintu tuh.”

“Lu gak usah bilang aneh-aneh ke Cindy.”

“Yee takut amat lu, hahaha!”

***​

Pertandingan pertama futsal laki-laki dimenangkan oleh angkatan 14 yang berhasil mengalahkan angkatanku dengan skor 5-3. Setelah ini adalah pertandingan tim futsal putri angkatan 16 melawan 15, dimana Cindy dan Jinan akan bertemu. Kedua tim itu pun memasuki lapangan setelah jeda 5 menit. Cindy langsung berada di jajaran pemain utama, sementara Jinan duduk di kursi cadangan. Sorakan semangat kembali bergema saat peluit kick-off babak pertama berbunyi.

Cindy yang menerima bola langsung berlari kedepan. Aku terkejut dia bisa begitu lincah bergerak menggiring bola sendirian sampai ke depan gawang. Rini, Fira dan Ika bisa dilewatinya dengan mudah. Tersisa Tyas, sang penjaga gawang. Cindy bebas, dia langsung menendang bola itu ke sudut kanan gawang.

Hap!

Tyas berhasil menangkap tendangan keras itu. Gawang selamat. Aku menelan ludah. Cindy ternyata punya energi yang lumayan juga. Tim angkatanku melancarkan serangan balik. Pertandingan babak pertama berlangsung sengit, bahkan skor kacamata bertahan hingga babak pertama berakhir. Sorakan dukungan untuk masing-masing tim terus digaungkan oleh para suporter.

Babak kedua pun dimulai. Jinan masuk menggantikan Martha sebagai penyerang. Ini yang aku nantikan, semoga ada duel diantara Cindy dan Jinan nantinya.

Entahlah, sepertinya akan seru.

Jinan menerima bola operan, dia langsung menuju garis pertahanan tim 2016. Cindy yang semula ada di depan ikut mundur membantu pertahanan. Jinan yang masih menguasai bola berhasil melewati dua pemain yang menghalanginya. Bola itu langsung ia tembak dari sisi kiri lapangan itu, namun kiper berhasil menepisnya. Bola itu diterima Cindy dan langsung dibawanya menuju gawang. Jinan berhasil mengejar Cindy.

Cindy berhenti, berusaha melewati Jinan yang sekarang ada didepannya. Teman satu timnya pun sedang dijaga ketat. Saat pandangannya lengah, Jinan berhasil merebut bola dan kembali menyerang. Dari luar kotak penalty, Jinan menendang kencang bola itu. Dan...

GOL!

Tendangan keras yang mengarah ke sisi kiri gawang itu tak dapat dibendung kiper dari angkatan 2016. Sorakan dari suporter 2015 langsung menggema. Skor sementara 1-0 untuk keunggulan 2015. Pertandingan pun dilanjutkan. Jinan langsung merebut bola dari Cindy yang menggiring bola kedepan. Dengan cepat, Jinan menggiring bola itu sendirian, namun tiba-tiba, salah satu pemain belakang 2016 melancarkan sliding tackle yang cukup keras padanya.

Bruk!

Jinan kehilangan bola itu dan jatuh ke lantai. Bahkan dia sempat terguling. Wasit langsung meniup peluit dan menghentikan sementara pertandingan. Jinan terlihat merintih kesakitan sambil memegangi pergelangan kakinya. Beberapa temanku yang ada di kursi penonton langsung berdiri, begitupun diriku. Jinan langsung dikerumuni beberapa pemain. Mereka tampak kebingungan memanggil panitia.

“Hah? Enggak ada P3K?! Gimana sih?!”

Aku mendengar Fira membentak salah satu panitia. Jika itu benar, bisa bahaya jika cedera Jinan tidak segera diobati. Setelah beberapa saat, Jinan dibopong ke pinggir lapangan oleh wasit. Aku langsung berlari menghampirinya dari luar jaring lapangan. Pertandingan dilanjutkan, Martha kembali masuk menggantikan Jinan.

Jinan yang basah keringat itu masih merintih kesakitan. Bekas air mata di pipinya masih belum kering.

“Lu bisa jalan Nan?” kataku dibalik jaring lapangan.

Dia hanya menggeleng, tidak mampu menjawab dengan kata-kata. Isak tangisnya masih terdengar. Pergelangan kakinya terlihat bengkak.

Angkle kayaknya, Dim.” Jelas Anton, salah satu teman seangkatanku yang tadi bermain di petandingan pertama. Dia juga adalah ketua tim futsal kami. Beberapa anggota tim futsal lain yang ada disekelilingnya hanya diam.

“Kunci mobil mana? Gue anter aja ke puskesmas. Kelamaan kalau nunggu dari panitia.”

Jinan menunjuk tas kecil warna abu-abunya yang tergeletak dibawah bangku. Putri, salah satu teman angkatanku, mengambilkannya.

“Enggak apa-apa Dim?” Tanya Anton lagi.

“Iya, biar gue aja.”

Aku memasuki lapangan. Menjinjing tas kecil itu. Lalu bersiap membopong Jinan.

“Tahan, Nan. Sama gue ya.” Kataku berusaha menenangkannya. Jinan hanya mengganguk cepat dengan masih terlihat menahan rasa sakit di pergelangan kakinya itu.

Aku membopongnya keluar, Anton ikut bersamaku sampai ke mobil Jinan. Setelah memastikan Jinan sudah berbaring dengan posisi yang nyaman, aku segera membawanya ke puskesmas yang terletak tak jauh dari stadion ini.

***​

“Dim...”

“Iya?”

“M-makasih ya...”

“Santai Nan.”

Aku melihatnya tersenyum manis dari sudut mataku. Kami sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Jinan selepas dia mendapat penanganan di puskesmas tadi. Beruntung cedera di pergelangan kakinya bisa cepat ditangani.

“Dim...”

“Iya?”

“Lo udah... berapa lama pacaran sama Cindy?”

Aku menelan ludah. Terjadi jeda keheningan diantara kami berdua selama beberapa saat.

“Emm... belum ada sebulan sih.”

“Oohh...”

Lagi. Hening.

Aku menyalakan audio player. Satu lagu Korea terputar, entah apa judulnya yang penting suasana di mobil ini jadi tidak hening lagi.

“Sebenernya... gue... suka sama lo Dim...”

Aku menahan nafas, menelan ludah. Aku tidak salah dengar?

“Hah?”

“Iya, gue s-suka sama lo Dim.”

Apa dia baru saja mengungkapkan perasaannya padaku?

“Kepala lo kebentur tadi ya?”

“Serius anjing.”

Kasar...

“Eh, m-maaf...”

“O-oke... dari kapan?”

“Dari... bahkan sebelum gue putus sama pacar gue Dim...”

“Hah?! Lo punya pacar?”

Sebenarnya aku tidak heran. Mustahil bagi perempuan secantik Jinan ini untuk tidak menarik perhatian laki-laki. Hanya saja, dia tidak pernah sekalipun terlihat dekat dengan laki-laki manapun di fakultas maupun universitas. Bahkan di media sosialnya pun tidak pernah ada postingan yang berisi dia dan pacarnya itu.

“Tapi jujur... gue mulai enggak nyaman sama dia sejak semingguan setelah jadian...”

Jinan mulai bercerita mengenai mantan pacarnya itu. Dia sering mendapatkan perlakuan kasar darinya. Bentakan, tamparan, dan pukulan, semua itu sering ia terima darinya.

“Lu mau tau kenapa gue udah enggak perawan? Ya... karena dia itu...”

Aku masih mendengarkannya sambil fokus menyetir. Aku menelan ludah.

“Enggak lama setelah itu... dia mutusin gue... semester 2 kemarin.”

“Terus? Lu enggak ngelaporin dia apa gimana gitu?”

“Eng... enggak...”

“L-lu kenapa enggak pernah cerita sih? Pantes dulu lo sempet ngilang juga kan, enggak ikutan aktivitas organisasi...”

Cerita berlanjut mengenai alibinya belajar gitar padaku agar dia bisa lebih dekat denganku setelah lama memendam rasa itu.

“Pas lo nemenin gue beli gitar, lo pegang-pegang tangan gue... kita ketawa bareng... lo ngajarin gue main gitar... itu bikin hati gue tambah luluh...” Jinan menghela nafas “...tapi gue paham... lo pasti udah ngejalin hubungan sama Cindy... gue sering mergokin lu berdua jalan, makan bareng, boncengan...”

“...Gue jadi ragu buat ngejar lu...”

Aku mendengar dia terisak. Ia terlihat menyeka air matanya yang jatuh dengan punggung tangannya saat aku menoleh.

Aku menghela nafas. Menepuk dan mengelus-elus bahu kanannya pelan.

“Y-yaudah... kalau udah gini...”

“Yaudah lah ya Dim, hehe... semua udah kejadian juga...”

“Iya...”

“Huft...Tapi... lo... masih mau jadi temen gue kan?”

“Hah? Ya masih lah. Ngapain juga gue ngejauhin lu.”

“Ehehe... m-makasih.”

“Sa-mph?!” Aku terkejut saat tiba-tiba dia melumat bibirku. Beruntung kami sudah sampai di jalanan yang sepi dekat rumah Jinan.

“Kalo gitu, gue boleh minta satu permintaan terakhir...?” Katanya pelan setelah menjauhkan bibirnya.

“A-apaan?” Jantungku berdebar cepat.

“Kentotin gue sekali lagi, Dim... sekali lagi aja...”

Ya ampun...

Pandangan mata itu lagi...

Sial!

Aku diam. Membalasnya dengan gelengan cepat.

“Oh... oke...”

Ah, syukur kalau dia menger-

Hei!

Hei!

Hei!

Tangan kanannya perlahan menarik ritsleting celana jeansku hingga terbuka. Aku mulai panik saat tangannya itu meremas-remas penisku yang masih tertidur dibalik celana dalam itu walau sudah aku tahan dengan tangan kananku. Tatapan menggoda itu dia pakai lagi untuk menatapku. Dia tersenyum nakal, mengedipkan sekali mata kanannya.

“Kaki lo lagi c-cedera Nan.. eerrgghh...”

“Bukan memek gue kan?”

Arrgghhh... Jinan dengan seragam futsal itu terlihat semakin menggoda.

Damn it!


To be Continued...
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd