Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT As Elegant As Aurora [TAMAT]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Sebentar ya gaes, pala saia mo pecah nih semester akhir wkwkwkkw

“Dim,”

“Hmm?”

“Emm... enggak deh, enggak jadi.”

“Apa?” Aku kembali menoleh kearahnya, dan wajahnya itu menunjukkan sebuah keraguan.

“Enggak.”

“Dih, apaan,” Aku merubah posisi duduk menjadi menyamping kearahnya.

“Enggak, enggak. Serius. Enggak jadi, hehe.”

“Yaelah ngomong lah... ada masalah apa lo?” Aku mengambil piringku dan kembali menyantap nasi goreng yang sudah hampir habis.

Jinan tak menoleh kearahku, hanya cuek sambil menyuapkan sesendok makanannya ke mulutnya. Namun tak lama, setelah ia selesai menelan, dia perlahan menoleh kearahku....

.
.
.
.

Jinan menatap mataku lekat, aku terpaku dengan itu. Ia membuka bibirnya sedikit, kemudian perlahan, mendekatkan wajahnya padaku.

Udah jadi sih, cuma lagi engga mood buat edit edit, ehehe, luv u ol <3
 
Part 4



5 hari sebelum KKN usai.



“Eeaaakkk!” Kami bertiga bersorak, kecuali Bayu yang kalah bermain permainan kartu ini.

Truth or Dare? Buru,” ucap Tio.

Truth.”

“Halah! Dare aja lah bangsat!”

Sepertinya Tio sudah punya rencana balas dendam padanya karena sebelumnya dia harus duduk jongkok selama permainan tadi.

“Idih, suka-suka gue lah!” Protes Bayu.

“Hahaha, yaudah buru. Tanyain,” Iwan menenggak seloki anggur merahnya.

“Apa ya...?” Tio terlihat memikirkan sebuah pertanyaan yang menjebak.

“Lama ih bangsat,” aku menampar lengan kanan Tio.

“Sakit cok! Iya iya! Ini nih... Diantara temen-temen cewek kita, siapa yang paling pengen lo ewe?”

“Bangsaattt!” Bayu menggeleng cepat dan cengegesan.

“Anjinglah pertanyaanya. Ekekekek!” Iwan terkekeh, begitupun aku yang agak geli juga dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Tio yang terlihat sudah agak mabuk itu.

“Jawab-eh enggak nih, minum dulu lah minum! Hahaha!” Tio menuangkan anggur itu ke gelas seloki dan memberikannya pada Bayu, dan langsung ditenggak olehnya.

“Hhh... iya nih gue jawab...”

Selagi menunggu, aku merapikan kartu-kartu yang masih tercecer dan mengocoknya.

“Apa tadi? yang pengen gue ewe ya...?”

“Hooh,” giliran Tio yang menenggak seloki anggur itu.

Bayu menghela nafasnya pelan, lalu matanya menatap kami bergantian. Mulutnya menahan sedikit jawabannya, sampai satu nama terucap olehnya.

“J-Jinan.”

“JJIIIAAHHHH!!!” Aku, Tio, dan Iwan kembali tertawa lepas. Terlihat Iwan mengacungkan jempolnya berkali-kali pada Bayu, sedangkan Tio bertepuk tangan sambil menggeleng.

“Ngeri juga selera lo! Hahaha!” Puji Iwan.

“Eh tapi emang mantep ya dia. Gue kalo ditanyain kek gitu juga sama sih jawabannya. Hahaha! Cantik banget dia bangsat.” Tio mengaku.

“Gue juga pernah coli bayangin dia sih.”

“GOBLOOKKKK!”

“Iya, serius. Gue bayangin lagi disep-”

“Weh weh udah. Jujur banget sih lo anjing.”

“Sumpah Bay, lu ****** banget anjing, hahaha!”

“Tapi emang ya, dia enak banget kayaknya digoyang.”

“Bodinya bagus cok. Sering olahraga kali ya dia.”

Selagi mereka bertiga bercengkrama aku hanya menggeleng dan tersenyum geli, sembari membagikan kartu-kartu yang sudah aku kocok tadi.

“Nah, gimana kalo kita...”

“Enak kali ya rape Jinan bareng-bareng,” celetuk Bayu. Seakan tersambung dengan ucapan Iwan barusan.

“Ish, tapi dia galak cok, takut gue.”

“Yaelah, iket aja paling gabisa apa-apa kan.”

“Hahaha, iya iya. Pas juga kan tuh ada 3 lobang.”

“******! Gak usah aneh-aneh ya lo pada!”

Aku akhirnya jadi agak emosi dengan percakapan mereka. Dan itu sontak membuat mereka bertiga terdiam dan menoleh kearahku.

“Weitss, oh iya, maap maap, Dim. Hahaha. Canda doang,” Iwan sigap menepuk-nepuk bahuku. Sepertinya dia baru ingat ada aku yang satu jurusan dengan gadis yang mereka bicarakan.

“Ahaha, iye Dim, canda doang. Yaudah lanjooott,” potong Tio menghentikan topik nakal tentang Jinan.

“Ini Dimas doang nih yang belom kena.”

“Sori ya. Gue gak pernah kalah ya main UNO selama ini,” ucapku sombong. Padahal ini baru kedua kalinya aku bermain permainan kartu ini setelah dulu pertama kali bermain dengan Jinan dan Cindy.

“Yeee bacot, hahaha. Nih giliran lo,” Tio menyodorkan gelas kecil itu padaku.

“Enggak enggak. Udah gue.”

“Ah anjing lemah banget tiga kali doang. Hahaha!” Ledek Iwan, yang memulai mengeluarkan kartunya, dan mengambil gelas yang semula ditawarkan padaku tadi.

Dan permainan pun berlanjut. Tio menjadi yang pertama menghabiskan kartu di tangannya. Iwan menyusulnya hingga menyisakan aku dan Bayu.

“UNO!” Ucap Bayu yang kini hanya memegang satu lembar kartu, dan sementara ini masih ada tiga di tanganku.

“Ganti warna!” aku keluarkan kartu perubah warna.

“Apanih?”

“Biru.”

“Yhaa! Mampooosss!” Dengan semangat, Bayu melemparkan kartu terakhirnya yang ternyata adalah kartu angka 2 biru.

“Njing!” aku melempar asal sisa kartuku dan disambut tawa lepas dari mereka bertiga.

Truth or Dare, Dim?”

“Hadeehh... Truth dah truth.

“AH! Gue aja gue yang tanya!” Iwan menyambar, dan aku mencium bau-bau kelicikan darinya.

“Apaan? Buru.”

“Inih... Lo udah pernah ngewe sama pacar lo si Cindy itu belom?”

“Anjing bangsatt, kenapa ngewa ngewe mulu sih pertanyaanya?!”

“Udeehh jawab aja cok,” Bayu menenggak seloki anggur dari botol ketiga ini.

“Hiyaa panik. Muka lo biasa aja, Dim. Hahaha.”

“Yah, udah keliatan sih ini jawabannya,” ucap si pemberi pertanyaan sambil terkekeh.

“Ah anjing laahh,” aku menggaruk-garuk ujung kepalaku.

“Udah deh jawab. Udah pernah belom?”

Aku menghela nafas kasar.

“Belom.“

“Ah anjeeeng boong banget hahaha!”

“Gak seru ah Dim. Muke lo itu lho. Keliatan banget anjing hahaha!”

Tio dan Bayu kompak tertawa. Seperti menemukan sesuatu yang sama. Baiklah, sepertinya menutupi sebuah kebohongan bukanlah bakatku.

“Dih bangsat. Kek lo lo semua suci banget sama pacar. Nih gue tanya, lo pada pasti juga udah pernah ngewe kan?”

“Idih, ya enggak boleh dijawab lah. Hahaha,” Bayu membela diri.

“Kalahin dulu sini, aturan kan gitu, haha,” Tio menguatkan.

“Hahaha, Gapapa, Dim. Cakep kok pacar lo. Kalau gue jadi lo ya, sayang aja kalo pacar lo itu kagak dicelupin, hahaha! Boleh kali Dim gue ngicip-”

“Heh jaga omongan lo bangsat!” Aku reflek menarik kerah kaos Iwan dan siap melemparkan kepalan tanganku ini ke wajahnya.

“Weeii weeii tenang cok! Udah udah! Hahaha!” Bayu yang ada didepan langsung melerai kami.

“Ati-ati lo kalau ngomong.”

“Iye iyee, maap, Dim.”

Aku melepaskan tanganku dari kerah bajunya.

“Eh eh, nih Vanka tanya,” tiba-tiba Tio memotong.

Seketika, pandanganku, Bayu dan Iwan tertuju padanya yang masih sibuk dengan gawai itu.

“Ini... katanya... lo cowok-cowok pada mau titip apa? Ini lagi pada mau bungkus nasi goreng.”

“Ah, enggak dah gue. Tidur aja habis ini.”

“Gue juga enggak dah.”

“Lo, Dim?”

“Hhh, boleh deh, kaga pedes ya.”

“Oh ya... Ini... Dimas... aja... gak pedes...” Ucap Tio sembari mengetik pesan balasan untuk Vanka.

“Dah pada balik ya mereka berarti?” Tanya Iwan.

“Iya deh, ini katanya nasgor deket posko.”

“Hhh, yaudah nih beresin. Bay nih tinggal seperempat lo habisin gak?” Tawar Iwan dengan menyodorkan botol yang nyaris kosong itu pada Bayu.

Namun dia menggeleng dan langsung rebahan di kasurnya. Lantas botol itu disambar oleh Tio dan langsung ia tenggak, dibantu dengan Iwan untuk menghabiskannya. Sementara aku keluar kamar setelah merapikan kartu UNO itu.

Aku duduk di kursi teras, lalu membuka gawaiku. Fotonya yang tersenyum sambil membawa eskrim menyambutku. Ah, tak terasa sebentar lagi aku akan bertemu dengannya. Sekitar 1 setengah bulan tak melihat langsung wajah manis dan pipi gembul itu, membulatkan tekadku untuk langsung mencubit pipinya itu begitu bertemu selepas KKN ini.

Aku membuka Whatsapp, lalu mengirimkan pesan padanya.



21.25 [Hei, Mbul]

[Kenapa kak?] 21.26

21.26 [Hehe... kgn]

[Dih, KKN dulu sana] 21.26

21.27 [Lagi apa?]

[Lagi sama Devi kak] 21.27

[Lagi nugas. Di

kontrakan tiba-tiba wifi eror tadi] 21.27


21.27 [Oohh, yaudah deh. Mau

aku telponin orang servis besok?]

[Enggak kak.] 21.28

21.28 [Serius? Ntar susah lho gaada wifi]

[Serius kak] 21.29

21.29 [Yaudah... aku 5 hari lagi nih. Kalau

ada apa-apa bilang lho ya]

[Oke kak...] 21.29

21. 29 [Okede, kamu nugas aja dulu]

[Iyaaa] 21.30

21.30 [Sayang gembul ♥]



Setelah itu, tak ada balasan darinya. Hanya dua centang biru yang ia tinggalkan. Mungkin tugas itu cukup membuatnya stress. Kadang dia yang sendirian di kontrakan itu membuatku khawatir.

Memang sesuai jadwal akademik, perkuliahan semester baru ini sudah dimulai sejak tiga hari yang lalu, kami yang sedang KKN mendapat surat ijin khusus dari universitas. Jadi tak perlu khawatir dengan jatah absen kami.

Tak lama setelahnya, Desy dan Lisa datang.

“Lah? Yang lain?” Tanyaku pada Lisa yang lebih dulu masuk.

“Itu masih pada pesen nasi goreng. Kita capek banget makanya duluan,” Jelas Lisa.

“Oohh,”

Selang beberapa menit setelah Desy menyusul masuk setelah tadi masih membereskan barangnya di motor, Anin, Okta, Vanka dan Jinan tiba.

“Nih,” Jinan menyodorkan sebungkus nasi goreng di kresek putih.

Thank youu! Ke siapa nih gue ganti?”

“Gue, Dim. 12 rebu ya,” Ucap Vanka yang mengeluarkan kepalanya lagi setelah masuk kedalam.

“Oh okee. Ntar ya.”

“Yaaa,” ucapnya samar-samar karena Vanka sudah masuk kedalam.

Aku lantas mengeluarkan sebungkus nasi goreng itu dan membuka karetnya di meja teras ini. Dengan sendok plastik yang juga disediakan, aku meratakan nasi goreng dengan asap yang masih mengepul itu.

Ditengah aku menikmati nasi goreng ini, tiba-tiba saja aku dikejutkan dengan kehadiran seseorang yang langsung duduk di sebelahku.

“Dim.”

“Eh, Nan.”

Dia masih mengenakan jaket KKNnya, juga celana jeans itu masih belum ia ganti. Dia datang dengan membawa dua piring, ternyata dia membawakan satu untukku. Alhasil kami menyantap nasi goreng ini sama-sama.

“Gimana tadi?”

“PRnya banyak banget. Materinya juga susah. Gak ngerti lagi gue anjir sama kurikulum sekarang. Mana tadi bocil-bocil pada minta ditemenin main lagi kelar ngerjain PR. Hadeehh...” Dia mendengus sambil menggelengkan kepala.

“Hahaha, ya gitu sih. Ntar kalau mereka yang kesini kayak kemarin-kemarin juga kasian sempit.”

“Huft, untung dah besok terakhir ngajar mereka.”

“Ah, iya. Tinggal 5 hari juga sih kita ya.”

“Eciee. Udah mau selesai nih KKN. Seneng dong lu.”

“Hahaha, iya pengen cepet-cepet Selasa.”

“Bucin bat lu.”

“Dih, biarin lah. Punya. Makanya lo cari lah.”

“Idih, belom mau dah. Ntar ditinggal sama cewek lain lagi.”

Aku reflek menoleh kearahnya.

“Eh eehh, lo masih baper sama gue?? Hahaha,” aku menjepit ujung hidungnya dengan jempol dan telunjukku lalu menariknya pelan. Dia yang terkejut itu memejamkan mata.

“Sakit njing!” Jinan menampar kuat lenganku berkali-kali. Sesaat setelah aku melepaskan jepitanku, dia langsung mengelus-elus hidungnya.

“Pede banget dah. Bukan elu bangsat.”

“Hahaha. Iye iye maap.”

Aku paham orang yang ia maksud adalah si mantan brengsek itu.

“Ckh..” Jinan berdecak, lalu menyantap lagi sesendok. “Inget masih ada expo,” lanjutnya.

“Ah iya. Capek banget pasti ntar.”

“Besok deh ya kita rapat lagi. Persiapan akhir.”

“Iye.”

Kemudian hening, kami hanya diam dan menikmati makanan kami masing-masing tanpa ada obrolan.

“Dim,”

“Hmm?”

“Emm... enggak deh, enggak jadi.”

“Apa?” Aku kembali menoleh kearahnya, dan wajahnya itu menunjukkan sebuah keraguan.

“Enggak.”

“Dih, apaan,” Aku merubah posisi duduk menjadi menyamping kearahnya.

“Enggak, enggak. Serius. Enggak jadi, hehe.”

“Yaelah ngomong lah... ada masalah apa lo?” Aku mengambil piringku dan kembali menyantap nasi goreng yang sudah hampir habis.

Jinan tak menoleh kearahku, hanya cuek sambil menyuapkan sesendok makanannya ke mulutnya. Namun tak lama, setelah ia selesai menelan, dia perlahan menoleh kearahku.

Tampak sebuah keraguan dari wajahnya yang lesu itu, hasil dari kerjanya yang lebih berat dari kami. Memang selama KKN ini dia belum pernah mengeluh padaku yang merupakan teman dekatnya. Mungkin ia lebih nyaman dengan Lisa, Desy, atau yang lain. Tapi sekarang, sepertinya dia mau bercerita. Namun selang beberapa saat, aku merasa, dia tidak mengajakku bertukar pikiran.

Jinan menatap mataku lekat, aku terpaku dengan itu. Ia membuka bibirnya sedikit, kemudian perlahan, mendekatkan wajahnya padaku. Mataku membulat, jantungku berdegup cepat, dan perlahan, aku ikut menutup mata, namun tidak bergerak dari posisiku ini.

Nafas hangatnya semakin kurasa, beriringan dengan degub jantungku yang semakin cepat. Namun begitu nafas itu tepat berada didepan wajahku, dia tiba-tiba menjauh. Aku langsung membuka mata, dan terlihat Jinan sedang mengusap-usap lengannya sambil membuang pandangnya dariku.

“Nan...”

“S-sori, Dim. Gue gak maksud.” Jinan langsung membawa piringnya masuk kedalam posko. Meninggalkanku dengan beribu tanya, dan juga umpatan untuk diriku sendiri. Bisa-bisanya aku diam pasrah menantinya mencumbu bibirku. Tidak biasanya juga dia seperti ini. Aku yang terdiam beberapa saat ini langsung menghabiskan sisa nasi goreng itu dan menuju ke dapur setelah mengunci pintu.

Sebelum aku sampai disana untuk mencuci piring dan sendok, aku berpapasan dengan Jinan yang akan masuk ke kamarnya.

“Lo enggak apa-apa, kan?”

Namun dia tidak menghiraukanku, gadis itu langsung nyelonong masuk lalu menutup pintunya, bahkan mata kami tidak bertemu sedikitpun tadi.

***​

2 hari sebelum KKN usai.



Tok tok tok...

Aku mengetuk pintu kamar yang ada diseberang milikku. Kemari karena Vanka meminta tolong untuk mengedit resume berbahasa inggrisnya yang kena revisi. Entah resume macam apa, katanya sih tugas salah satu mata kuliahnya. Besok pagi adalah batas pengumpulannya.

Padahal aku sudah sangat lelah dan lebih memilih istirahat seperti Bayu dan Tio. Aku rasa mereka sudah terlelap sekarang. Jinan yang tadinya juga ingin aku temui sudah memejamkan matanya saat aku datang ke kamarnya dan Desy satu-satunya yang masih terjaga. Kegiatan expo dan acara tahunan desa tadi benar-benar menguras tenaga kami.

Tok tok tok...

Kembali aku mengetuk pintu karena tidak ada respon dari dalam.

“Ka...?”

“Masuk aja, Dim.”

Aku yang buru-buru ingin istirahat langsung membuka pintunya dan masuk kedalam. Terlihatlah dirinya yang sedang duduk di kasurnya menatap laptop. Dan aku baru menyadari keberadaan Iwan disini, dia bersama Anin yang sedang tiduran di pahanya diatas kasur pojok kiri. Aku dengar memang mereka resmi berpacaran kemarin. Tadinya Iwan keluar untuk membeli rokok, ternyata dia langsung kemari.

Okta, dia sudah berbungkus selimut di kasurnya yang terletak di pojok kanan.

Segera aku menghampiri Vanka setelah menutup pintu. Dia menyerahkan laptopnya yang kini layarnya menampilkan halaman resumenya yang sudah berbahasa Inggris.

“Ini sih, ada beberapa kata yang gue enggak paham bahasa Inggrisnya, hehe. Sama tolong teliti grammar gue ya. Gue kurang yakin,” Pintanya selepas aku menerima laptop itu dan duduk disebelahnya.

“Okedeh,” aku langsung membaca cepat hasil kerjanya ini.

Sorry ya ngerepotin, Dim. Hehe, mau minta tolong ke Jinan sekalian, tapi keknya dia capek banget tadi.”

“Iya, tadi gue kesana juga udah tidur dia,” aku menghapus beberapa kata dengan kata yang lain yang lebih pas di resumenya ini.

Beberapa menit berselang, beberapa revisi aku berikan disana. Vanka menyimak sambil sesekali bertanya alasan kenapa aku merubah kata atau pola kalimat disana. Beruntung aku pernah mengerjakan paper dari mahasiswa-mahasiswa fakultas ekonomi macam Vanka ini saat masih tergabung jadi tim penerjemah.

“Lo semester ini nanti ambil berapa SKS?”

“FEB tinggal dikit sih, Cuma 6. Tapi gue ambil 8 SKS soalnya gue ada perbaikan.”

“Ooohh..” Aku mengangguk sambil terus menatap layar. “Terus-“

“Mmpph...”

Aku yang terkejut dengan suara desahan itu lantas menoleh ke kanan.

Aku menelan ludah, Anin dan Iwan sedang bercumbu disana tanpa rasa canggung.

Aku berusaha cuek dan tetap fokus pada layar laptop Vanka ini. Namun selang beberapa saat, ciuman itu terlihat semakin ganas dan membuatku tidak nyaman.

“Ka, keluar aja yu-“

Tiba-tiba saja, nafas hangat dari Vanka langsung aku rasakan dari sebelah wajahku.




To be Continued...
 
Iwan sama Anin kok jadi ga punya rasa malu ya

Ini Mbul trauma lagi g sih, kok g bilang apa-apa ke Dimas
 
Ayo update ayo~
Udah gak sabar gan hehe
huehuehue sudah update~~

Semangat skripsinya suhu.

Mending di update aja dulu biar lega skripsiannya hehe
Terimakasihhh :banzai:

Akhirnya akhirnya akhirnya...

Cindy = Mbul
Anin = Mbem
Kalo Vanka?
Mmm... Mboing-boing (?) :(

Hmmm.. Dimas kayanya buru2 bet pengen ngampus Lagi yak :D :mabuk:
Soalnya kgn Cnhp, hehe. Ehtapikan....

Wah ada yang suka sama dimas ternyata hihihi
ehehehehehehe

Wah akhirnya update hehehe drama lagi nihh
Selamat membaca :banzai:


Iwan sama Anin kok jadi ga punya rasa malu ya

Ini Mbul trauma lagi g sih, kok g bilang apa-apa ke Dimas
memang dahgaketolong mereka. Hehe

emm... tidak tahu juga. Tapi bisa jadi, sih. Kenapa enggak bilang apa-apa ke Dimas? karena....

Ada cerita disaat kkn
pasti balik kkn ada aja yang pacaran
Banyak teman saya seperti itu :(
 
Embul ih kasian...udh diapa2in sm mantannya eh skrg sm yg dijodohin emak bapaknya...pokoknya klo embul endingnya g happy ending autor kau saya unyeng2😣
 
Wah wah, gini dim, kalo di taksir banyak cewek itu babat aja sampe hamil semua. Abis itu ngilang2 deh, kan enak tuh~
Oh iya juga ya. EHEHEHEHE

Eh tapi ntar dikira titisan si Yopyop :(

vankaaaaa bule :((
Wah vanka hehehe
Eh eh kan belum diapa-apain.... Eh gimana gimana?

:kk::kk::kk:

Embul ih kasian...udh diapa2in sm mantannya eh skrg sm yg dijodohin emak bapaknya...pokoknya klo embul endingnya g happy ending autor kau saya unyeng2😣
Eh eh takuuutt :(

*NgerubahEnding*
 
Oh iya btw, The Night Sky ini enggak akan panjang ya, hehe...

"Kak, aku... Cuma mau bilang... Makasih ya, buat semuanya."

Lututku semakin lemas, aku tidak bisa berucap apa-apa saat ini. Senyuman itu, yang biasa membuatku ceria, kini berubah sebaliknya. Sesak, sulit untuk bernafas. Dadaku panas sekali saat ini.

Jari manisnya itu, tertaut sebuah cincin pertunangan. Dia tidak mengada-ada.
 
Bimabet
Oh iya btw, The Night Sky ini enggak akan panjang ya, hehe...

"Kak, aku... Cuma mau bilang... Makasih ya, buat semuanya."

Lututku semakin lemas, aku tidak bisa berucap apa-apa saat ini. Senyuman itu, yang biasa membuatku ceria, kini berubah sebaliknya. Sesak, sulit untuk bernafas. Dadaku panas sekali saat ini.

Jari manisnya itu, tertaut sebuah cincin pertunangan. Dia tidak mengada-ada.

Waduh kok beneran bad ending sih...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd