Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
CHAPTER 8


Tiga ekor kuda berlari bagai terbang, menantang hembusan angin, terasa berderap menuju ke kota Lochalsh. Si Black tentunya paling depan karena kuda kesayanganku ini paling gagah di antara kedua kuda lainnya. Tadi pagi, aku membeli kuda untuk tunggangan Putri Padmasari yang sebenarnya juga seekor kuda berkelas. Kali ini aku mengikuti petunjuk Putri Padmasari untuk melalui jalan pedesaan walau agak melingkar daripada melewati jalan kota yang beresiko bertemu dengan pasukan kerajaan.

Sejak pagi, kami terus memacu kuda dan hanya berhenti istirahat sekali saja saat siang hari. Perjalananku ternyata lancar tak ada hambatan sama sekali. Pada akhirnya, kami sampai di sebuah bangunan tua yang terletak agak berjauhan dengan bangunan-bangunan lainnya. Aku sangat yakin kalau aku tidak salah alamat karena di atas pintu utama bangunan ini terdapat relief seekor burung yang mirip dengan gambaran Petteri. Aku langsung turun dari kuda dan menghampiri pintu yang terbuat dari kaca. Belum juga sempat mengetuk, tiba-tiba pintu kaca terbuka dan menampakkan sosok orang tua renta berambut putih bahkan alis dan jenggotnya sudah memutih.

“Tuan Azka ...” Sapanya tiba-tiba padaku seakan orang tua ini sudah mengenalku lama.

“Tuan Ragnala ...” Aku ingin meyakinkan diri sendiri dengan menyebut namanya. Ragnala adalah orang yang harus kutemui menurut perintah Petteri dalam suratnya sebelum perburuan magical beast yang kedua. Ragnala adalah orang kepercayaan Petteri di Azumath.

“Oh ... Ternyata utusan Guru Besar Petteri sudah tiba ... Silahkan tuan ... Tuan Azka sudah saya tunggu-tunggu sejak lama.” Ragnala begitu sumringah menyambutku.

“Daru ... Tuan putri ... Tambatkan kudanya. Kita sudah sampai ...” Kataku pada Daru dan Putri Padmasari.

“Apakah itu Tuan Putri Padmasari?” Tanya Ragnala dengan nada terkejut.

“Benar tuan. Dia bersama kita sekarang.” Jawabku sembari memperhatikan Daru dan Putri Padmasari menambatkan kuda-kuda, kemudian keduanya berjalan menghampiriku.

“Oh Semesta ... Yang Mulia Tuan Putri Padmasari. Saya haturkan embah hormat saya kepada Yang Mulia Tuan Putri Padmasari.” Ujar Ragnala sembari menjura dan membungkuk-bungkukan tubuhnya yang sudah bungkuk itu.

Putri Padmasari melepas sapu tangan yang menutup sebagian wajahnya lalu berkata, “Tidak usah seperti itu pak. Sekarang saya malah menjadi buronan. Status bapak lebih terhormat dari saya.” Kata Putri Padmasari lalu membalas juraan Ragnala.

“Silahkan masuk ... Silahkan ...” Kata Ragnala sembari membuka pintu lebar-lebar memberikan ruang pada kami untuk memasuki tempat tinggalnya.

Aku memasuki sebuah ruangan luas berinterior klasik, berhias perabotan-perabotan langka ala jaman jadul. Aku terpesona akan lampu hias besar di atas ruang tamu ini. Hiasan lampu itu beditu besar nan indah, terbuat dari lapisan kaca dengan sedikit pernak-pernik terpantul dari kaca dan membiaskan cahaya kuning yang menyinari ruangan, tidak begitu terang dan tidak juga begitu gelap.

Sofa yang berjejeran dalam ruangan itu berbentuk huruf 'U' terbalik dengan dua panjang sofa dari ruangan itu berseberangan dengan satu sofa kecil di tengah atas sofa panjang. Di tengahnya berdiri kokoh sebuah meja kayu jati berwarna hitam yang di dalam meja itu terlapiskan sebuah kaca tebal berisi banyak ikan emas kecil yang bergoyang mengikuti aliran air yang berdesir di sana. Bisa dibilang meja itu adalah meja multifungsi di mana bisa dijadikan tempat bersantai minum kopi dan bisa juga menjadi aquarium untuk menghibur diri.

“Bapak ikannya bagus-bagus!” Pekik Daru yang langsung saja tertarik oleh ikan hias di dalam meja tamu.

“Hhhmm ... Petteri memang suka sekali ikan hias.” Kataku teringat saat Petteri beberapa hari tinggal di rumahku di bumi yang selalu melihat aquarium ikan hiasku tanpa bosan.

“Ya ... Guru Besar Petteri yang membuat meja dan kursi ini.” Kata Ragnala lalu bertepuk tangan hingga suaranya sedikit menggaung. Tak lama datang seorang pemuda berusia sekitar 19 tahunan menghampiri kami. “Yatno, bautkan kopi untuk tamu kita.” Ucap Ragnala dan segera pemuda itu membungkuk hormat pada Ragnala, kemudian kembali lagi ke belakang. “Dia pelayan di sini.” Ucap Ragnala sambil mempersilahkan kami duduk.

“Maafkan saya Tuan Ragnala. Saya merepotkan tuan ...” Kataku sebagai pembukaan perbincangan serius kami.

“Tidak usah merasa tidak enak, Tuan Azka ... Karena saya memang ditugaskan Guru Besar Petteri untuk menyambut kedatangan tuan. Guru Besar Petteri memerintahkan saya untuk mengantar Tuan Azka ke Pulau Diomede.” Sambut Ragnala sangat ramah.

“Bapak ... Guru Besar Petteri itu siapa?” Daru berceloteh lagi.

“Guru Besar Petteri itu adalah guru bapak.” Jawabku sambil mengusap kepala anak angkatku.

“Oh ... Berarti ... Mas Azka adalah murid Petteri?” Kini Putri Padmasari menatapku dengan mata membulat.

“Benar tuan putri ... Petteri adalah guruku, guru semua ilmu, termasuk ilmu sihir.” Jawabku sambil tersenyum padanya.

“Ah ... Aku ingin berguru sama Guru Besar Petteri saja kalau begitu.” Ucap Daru bersemangat.

“Guru Besar Petteri hanya mau menerima murid yang pandai dan baik.” Sambut Ragnala yang juga sedang tersenyum melihat tingkah Daru yang lucu.

“Aku anak baik kek ... Tapi aku kurang pintar ...” Celoteh Daru lagi yang membuat kami tertawa.

Sang pelayan bernama Yanto pun datang membawa kopi dan cemilan. Sambil menikmati yang disajikan tuan rumah, aku banyak bicara dengan Ragnala atas misiku kali ini. Menurut keterangan Ragnala, Pulau Diomede dihuni oleh sepasang magical beast berbentuk ular berkepala tiga. Sepasang magical beast itu beranak pinak di sana dan dikhawatirkan anak-anak magical beast tersebut menyebrang ke daratan utama. Sesungguhnya Pulau Diomede sangat dekat dengan daratan utama, hanya memakan waktu sekitar lima jam berlayar. Namun, pulau yang penuh dengan magical beast tersebut luput dari pantauan orang karena oleh Petteri telah diselubungi cahaya dan disamarkan sehingga orang-orang tidak bisa menemukannya.

“Sebenarnya Guru Besar Petteri sudah lama menginginkan pulau itu dibersihkan dari Magical beast, dan baru kali ini Guru Besar Petteri mendapatkan orang yang cocok melakukannya.” Pungkas cerita dari Ragnala.

“Sebenarnya saya bingung dengan Petteri. Kenapa tidak dia sendiri saja menumpasnya. Dengan sekali jentik saja, saya yakin semua magical beast itu akan musnah di tangannya.” Kataku merasa heran dengan Petteri yang menurutku kurang simpel berpikir.

“Makhluk dari ras cahaya, seperti Guru Besar Petteri, mempunyai tugas utama menjaga keseimbangan jagat raya. Mereka memang mempunyai kekuatan jagat raya tetapi mereka juga sangat patuh untuk tidak menggunakan kekuatannya untuk merusak alam raya apalagi membunuh makhluk. Merusak alam raya apalagi membunuh adalah pelanggaran terbesar bagi mereka dan hukumannya adalah dilenyapkan.” Jelas Ragnala.

“Hhhmm ... Berarti Petteri mempunyai pimpinan atau raja. Selama saya mengenal Petteri, dia hanya menyebut pimpinannya tanpa ingin memberitahuku siapa pimpinannya.” Kataku.

“Itu akan tetap menjadi misteri kita, tapi yang jelas, siapa pun pimpinannya dia pasti memiliki kekuatan yang maha dahsyat.” Jawab Ragnala.

“Bapak ... Kapan aku bisa bertemu Guru Besar Petteri?” Tiba-tiba Daru menyambar perbincanganku sambil menggoyang-goyangkan tanganku.

“Nanti, kalau kamu sudah besar, kalau kamu menjadi manusia yang baik dan pintar.” Kataku mengikuti ucapan Ragnala.

“Pak ... Aku ingin pintar ...” Ucap Daru dengan nada merajuk.

“Makanya, jangan malas belajar ... Belajar dan berlatih dengan giat. Mudah-mudahan Guru Besar Petteri mau menemui kamu.” Kataku lagi.

“Iya ... Aku berjanji akan belajar dan berlatih dengan giat supaya bisa bertemu dengan Guru Besar Petteri.” Ucap anak itu lagi bersungguh-sungguh.

Kami memang selalu dibuat tertawa oleh celotehan Daru dengan gaya kekanak-kanakannya. Kami pun mengakhiri perbincangan pembuka ini saat Yanto mengatakan kalau makan malam sudah siap. Ragnala mengajakku dan Putri Padmasari juga Daru untuk menyantap makanan yang disediakan. Suasana makan malam begitu cair dan penuh tawa. Setelah selesai acara makan malam, kami ternyata telah dipersiapkan kamar untuk beristirahat, aku dan Daru satu kamar, Putri Padmasari di kamar yang lain. Begitu pula dengan kuda-kuda yang oleh Yatno ditempatkan di kandang kuda yang letaknya di bagian belakang gedung.

Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku memutuskan untuk keluar kamar. Aku menemukan Ragnala di ruang tengah sedang membaca buku di sofa. Aku mendekati Ragnala yang berada di tengah-tengah ruangan yang luasnya luar biasa ini. Sesampainya di sofa, aku segera duduk di sofa tunggal bersebelahan dengan orang tua yang masih gemar membaca buku.

“Tuan Ragnala ... Apakah tuan mempunyai buku teknik sihir elemen api dan elemen air?” Tanyaku.

“Buat apa Tuan Azka membutuhkan buku-buku itu? Bukankan Guru Besar Petteri telah memberikan ilmu sihir elemen petir dan elemen cahaya?” Tanya Ragnala keheranan.

“Aku butuhkan untuk mengajari Daru dan Putri Padmasari.” Jawabku sambil tersenyum.

“Oh ... Saya mengerti ... Ada di perpustakaan ... Ayo kita cari di perpustakaan!” Akhirnya Ragnala mengajakku ke perpustakaannya.

Aku dibawa Ragnala ke bagian samping rumah di sebelah Barat gedung. Aku pun memasuki sebuah perpustakaan yang luas dengan tatanan buku-buku yang sangat rapi dalam rak kayu. Ternyata tidak sulit menemukan buku-buku sihir yang aku perlukan. Dua buku sihir elemen api dan tiga buku sihir elemen air. Buku-buku yang kubawa lumayan tebal karena teknik sihir yang dijabarkan sangat detail dan terinci. Mungkin bagi Putri Padmasari tidak akan menemukan kesulitan untuk membacanya, tetapi bagi Daru sudah pasti akan sulit. Biarlah, Daru akan aku ajari mempelajari teknik sihir ini sambil mengajarinya membaca agar lancar.

“Tuan Azka ... Sebaiknya tuan menguasai dulu sihir cahaya sebelum pergi ke Pulau Diomede. Saya yakin Tuan Azka sudah bisa memulainya.” Ujar Ragnala setelah kami keluar dari ruang perpustakaan.

“Rencananya saya akan mengumpulkan energi sihir dulu, baru kemudian mempelajari sihir cahaya.” Kataku sembari berjalan ke sofa di ruang tengah.

“Saya rasa tidak perlu tuan mengumpulkan energi sihir terlebih dahulu. Dengan energi sihir yang tuan miliki sekarang, saya yakin sihir cahaya sudah dapat digunakan.” Sahut Ragnala sangat yakin.

“Saya sendiri tidak tahu berapa kapasitas energi sihir saya sekarang.” Kataku sambil meletakkan lima buku sihir di atas meja.

“Kalau begitu ikut saya.” Tiba-tiba Ragnala mengajakku.

Aku tidak banyak bertanya dan segera saja mengikuti langkah orang tua renta ini. Ternyata aku memasuki ruangan yang bisa aku sebut laboratorium. Aku melihat banyak botol-botol yang sama sekali tidak aku mengerti. Aku mengira itu adalah botol-botol kimia yang biasanya digunakan sebagai alat percobaan. Kabel-kabel asing yang terhubung satu sama lain, dan terdapat sebuah ruang kecil yang dilapisi kaca, yang di dalamnya terdapat sebuah bola kristal tergeletak manis di atas sebuah penyangga dari besi.

“Tuan Azka masuk ke dalam ruangan itu.” Pinta Ragnala padaku untuk masuk ke ruangan kecil yang baru saja aku bayangkan.

“Tempat apa ini?” Tanyaku penasaran.

“Tempat mengukur energi sihir di level [Diamond Glory].” Jawab Ragnala dan aku pun tersenyum.

Aku langsung saja memasuki ruangan yang ditunjuk Ragnala. Lalu aku diperintahkannya untuk memegang bola kristal dengan kedua telapak tanganku. Kemudian aku alirkan energi sihirku ke dalam bola kristal tersebut. Tiba-tiba tepat di depanku muncul sebuah cahaya berwarna kuning keemasan dan di dalam sinar itu muncul angka-angka yang bergerak cepat hungga mataku yang normal tidak mampu mengikuti angka-angka yang muncul. Tak lama, gerakan angka terhenti dan menunjukkan angka nominal sebesar 157798.

“Itulah poin kapasitas energi sihir Tuan Azka.” Kata Ragnala dari luar ruanganku.

“Hhhmm ... Besar sekali ...” Kataku setengah bergumam kemudian keluar dari ruangan pengukuran kapasitas energi sihir tersebut.

“Masih belum cukup untuk mengalahkan Raja Demon dan anak buahnya. Tetapi sudah sangat cukup untuk memulai mempelajari sihir cahaya.” Kata Ragnala sambil tersenyum.

“Baiklah ... Mulai sekarang saya akan menciptakan dulu warna energi sihir cahaya.” Kataku sembari memindai setiap sudut laboratorium ini.

“Ini adalah tempat eksperimen saya berdasarkan ilmu yang Guru Besar Petteri berikan pada saya.” Ucap Ragnala.

“Apa yang telah tuan hasilkan dari eksperimen tuan?” Tanyaku ingin tahu.

Lantas Ragnala pun menjelaskan beberapa hasil eksperimennya. Salah satunya adalah cairan yang bisa menciptakan monster sihir dari binatang. Aku langsung teringat dengan ‘Perintokalu’ yang katanya cairan yang bisa menciptakan monster sihir. Segera aku mengambil ‘Perintokalu’ dari lemari sihirku dan memberikannya pada Ragnala.

“Ini adalah cairan yang katanya bisa menciptakan monster sihir, dan saya yakin sekali kalau cairan ini berasal dari bangsa Demon.” Kataku sambil menyerahkan ‘Perintokalu’ pada Ragnala.

“Hhhmm ... Coba saya periksa.” Ucap Ragnala lalu menghampiri sebuah botol penelitiannya yang kosong.

Ragnala menuangkan cairan dari botol pemberianku ke dalam botol penelitiannya, kemudian orang tua itu menambahkan cairan ‘Perintokalu’ dengan cairan lain yang aku tidak mengerti jenis cairan tersebut. Setelahnya, Ragnala menutup botol penelitiannya dan menatap dengan seksama. Ajaib! Cairan ‘Perintokalu’ berubah menjadi asap hitam yang berbentuk menyerupai kelelawar.

“Asap itu adalah spirit jahat dari bangsa Demon. Memang benar, spirit jahat ini bisa menciptakan monster sihir tetapi sifatnya merusak dan hanya patuh pada bangsa Demon. Sebaiknya dimusnahkan saja.” Kata Ragnala sambil menatapku.

“Kalau memang begitu, musnahkan saja.” Kataku tanpa ragu dan dibalas dengan senyuman Ragnala.

Ragnala pun membawa botol tersebut ke sebuah tempat berbentuk kotak mirip seperti microwave oven di bumi, dan memasukan ke dalamnya. Setelah menutup kotak microwave oven, entah apa yang ditekan oleh Ragnala dan terlihat cahaya sangat terang sampai menyilaukan mata. Itu berlangsung sampai dua menitan. Ragnala menekan tombol lain lagi dan sinar menghilang. Ragna lantas mengeluarkan botol penelitiannya yang tampak kosong kembali.

“Spirit bangsa Demon hanya kalah oleh cahaya dengan kekuatan tinggi.” Kata Ragnala sambil meletakkan botolnya di atas meja.

“Aku menyangka kalau bangsa Demon telah menyebar cairan semacam itu di dunia manusia untuk menebar teror dan kerusakan.” Kataku.

“Ya ... Itulah kenapa Tuan Azka diutus Guru Besar Petteri datang ke Azumath.” Kata Ragnala cukup membuatku terbelalak. Ragnala pun tersenyum dan berkata, “Saya mengetahui semua tentang Tuan Azka dari Guru Besar Petteri.”

“Oh ...” Hanya itu yang bisa kuucapkan.

“Oh ya tuan ... Saya punya sesuatu yang istimewa buat tuan. Ini hasil penelitian saya.” Tiba-tiba Ragnala berkata yang membuatku jadi penasaran.

“Apa itu?” Tanyaku.

Ragnala mengambil sebuah botol kecil dari sebuah lemari lalu memberikannya padaku, “Itu adalah cairan dari sari buah-buahan yang tidak terdapat di dunia ini. Menurut Guru Besar Petteri, buah-buahan itu hanya ada di Planet Tourux yang khasiatnya membuat stamina sangat kuat dan produksi air mani tidak akan berhenti. Intinya, cairan itu sangat bermanfaat untuk membuat anak.” Jelas Ragnala sambil tersenyum penuh arti.

“Maksudnya ... Semacam obat kuat?” Tanyaku agak terkejut juga.

“Semacam itu ... Tuan Azka akan tahan lama dan kuat beberapa kali mengauli wanita.” Senyum Ragnala semakin melebar.

“Kenapa Petteri memberikan ini padaku?” Tanyaku yang semakin penasaran.

“Guru besar Petteri menginginkan Tuan Azka membuat anak sebanyak mungkin di Azumath, karena sihir cahaya akan menurun kepada keturunan-keturunan Tuan Azka walau kadarnya tidak akan sama dengan yang dimiliki Tuan Azka dan pastinya satu keturunan dengan keturunan yang lain juga akan berbeda-beda kemampuan sihir cahayanya. Tapi paling tidak mereka telah mewarisi energi sihir elemen cahaya di dalam tubuh mereka.” Jawab Ragnala.

“Jadi Petteri menginginkan banyak ras manusia yang memiliki energi sihir elemen cahaya.” Aku coba menyimpulkan.

“Benar ... Mereka-merekalah yang nantinya akan melindungi ras manusia dari ancaman ras Demon.” Jawab Ragnala masuk akal.

“Hhhmm ... Begitu ya ... Terus, harus diapakan cairan ini?” Tanyaku kemudian.

“Minum saja dan Tuan Azka tidak boleh berhubungan badan selama 40 hari supaya khasiat cairan itu tidak berkurang atau hilang.” Jawab Ragnala kembali dengan senyum penuh artinya.

Aku langsung menenggak cairan dalam botol kecil di tanganku. Tenggorokanku terasa hangat saat cairan manis itu melewatinya. Begitu juga dada dan perutku mulai menghangat. Selain badan tiba-tiba menjadi segar, perasaanku serasa menjadi senang, terdapat gelora semangat yang dapat meleburkan batu. Aku benar-benar merasa seperti orang dengan semangat yang menggebu-gebu.

“Sekarang saatnya tuan mulai menciptakan energi sihir elemen cahaya.” Ujar Ragnala.

“Tapi ... Bagaimana dengan anak saya dan Putri Padmasari. Mereka juga harus dilatih.” Kataku.

“Serahkan saja itu pada saya tuan ... Bukan hal yang sulit mengajari mereka sihir.” Jawabnya.

Kami akhirnya keluar dari laboratorium dan kembali ke ruang tengah yang di sana telah ada Putri Padmasari yang sedang mengajari Daru membaca. Aku dan Ragnala bergabung dengan mereka. Putri Padmasari saling lempar kalimat yang selalu saja membuat kami tertawa. Putri Padmasari seperti punya teman satu frekuensi. Ya, Daru orangnya. Setelah Daru selesai dengan belajarnya, aku kemudian mengemukakan kalau Putri Padmasari dan Daru akan dilatih oleh Ragnala. Untungnya mereka tidak keberatan malah sangat bersemangat. Tak terasa, malam pun kian larut, kami pun masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat.

.....
.....
.....


Perputaran waktu tidak pernah berubah, tapi perubahan terjadi begitu cepat, dan itu harus dikejar dan diikuti. Yang tidak boleh berubah itu semangat untuk menjadi lebih baik, keadaan yang belum baik harus diubah, dan mengubah keadaan, tidak bisa cuma dengan menunggu waktu berubah dengan sendirinya. Perubahan bergerak begitu cepat, dan itu tidak bisa dikejar dengan hanya menunggu, karena hidup bukan untuk menunggu, apa lagi menunggu tanpa ada kepastian. Hidup harus terus bergerak dan berpacu dengan waktu.

Tak terasa, aku sudah empat bulan terus berusaha menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya. Aku merasakan sangat sulit menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang hanya membutuhkan waktu tidak lebih sebulan. Menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya, memang tidaklah mudah. Tak ubahnya melamar pekerjaan, perlu dicoba lagi dan lagi. Susahnya minta ampun, tetapi harus terus dicoba dan ditaklukkan. Takdir menuntunku, pada jalan panjang dan berliku untuk menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya. Jalan yang mengantar, pada kilatan-kilatan keinginan berputus asa. Tetapi ketika rasa itu tidak dituruti, justru hikmah luar biasa aku dapati.

Dalam waktu empat bulan aku berhasil menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya. Kini aku mempunyai tiga warna energi sihir. Hijau untuk elemen sihir penyembuhan, perak untuk elemen sihir petir, dan putih untuk elemen sihir cahaya. Dan di situ aku sangat bahagia karena usaha yang sungguh-sungguh tidak menghianati hasil. Keberhasilanku menciptakan sinar energi sihir elemen cahaya merupakan sebuah pencapaian yang dilalui dengan proses panjang dan melelahkan. Ya, aku jadi teringat kata-kata kakek bahwa pekerjaan apa pun jika dilakukan secara benar dan konsisten akan membawa keberhasilan dan kesuksesan bagi pelakunya. Untuk mencapai cita-cita yang diinginkan memang tidak instan. Sukses berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain, tanpa kehilangan semangat.

Saat matahari hampir tenggelam ke balik cakrawala, aku keluar dari tempat ‘pertapaan’. Selama ini memang aku diisolasi oleh Ragnala untuk menempati rumah kecil di belakang gedung utama. Tak ada yang boleh mengganggu selain Yanto yang selalu mengirimkan makanan dan minuman. Saat aku berjalan di taman belakang rumah, tiba-tiba Daru berlari dengan kecepatan kilat dan langsung memeluk pinggangku. Tatapan kami bertemu, terpancar kerinduan yang sama-sama kami pendam. Tanpa berpikir dua kali, aku raih tubuh Daru dalam gendonganku.

“Kamu tambah berat saja.” Candaku sambil tersenyum.

“Bapak semakin kurus saja.” Balas Daru.

“Masa? Bapak makannya banyak kok.” Kataku.

“Iya ... Bapak kurusan.” Celotehnya lucu.

“Benar ... Mas sedikit kurusan.” Tiba-tiba Putri Padmasari sudah berada di sampingku tanpa aku ketahui datang dari mana.

“He he he ... Tuan putri semakin cantik saja.” Godaku.

“Yey ... Bapak genit ... Ha ha ha ...” Kicau Daru lalu tertawa.

“Iya Daru ... Bapakmu semakin genit saja ...” Sambung Putri Padmasari dengan senyumnya yang manis.

“Oh ... Itu kakek Ragnala sudah menunggu.” Kataku saat melihat Ragnala berdiri di teras belakang.

Aku menurunkan Daru tetapi kini tanganku meraih tangan Putri Padmasari. Aku pun tersenyum karena wanita cantik itu tidak menolak tangannya aku genggam. Kami berjalan bagai keluarga bahagia menghampiri Ragnala. Terasa genggaman Putri Padmasari mengerat seakan memberikan isyarat tertentu padaku. Tentu saja aku balas dengan eratan gengamanku.

“Selamat ... Tuan telah berhasil ...” Kalimat yang pertama kali Ragnala ucapkan.

“Atas dukungan tuanlah saya bisa mencapai ini.” Sambutku bahagia.

Kami masuk ke dalam gedung dan aku langsung disuguhi hidangan yang sangat menggugah selera. Daging kambing panggang dengan minuman sirup yang sangat nikmat. Kami melahap hidangan itu dengan suka cita. Ini adalah perayaan keberhasilanku menyelesaikan ‘tapa brataku’ selama empat bulan. Saat bersantap ria, Daru menceritakan perkembangannya dalam menguasai sihir apinya. Dia sudah mencapai tahap akhir teknik sihirnya di level menengah. Anak itu sudah bisa menggunakan pedang api dan menciptakan puluhan bola api. Sementara Putri Padmasari sudah mencapai pertengahan level menengah teknik sihir elemen airnya. Tombak-tombak es dan tornado air menjadi andalannya kini. Hanya saja kapasitas energi sihir Putri Padmasari masih terlalu rendah yaitu 2176 poin.

“Nanti di Pulau Diomede kita tingkatkan kapasitas energi sihir tuan putri.” Kataku coba menghibur Putri Padmasari yang merasa kapasitas energi sihirnya masih rendah.

“Benar ... Di sana banyak bayi-bayi magical beast. Di sana putri bisa berburu sepuas hati bayi-bayi itu. Pasti kapasitas energi sihir tuan putri akan meningkat sangat tajam. Sekarang selesaikan saja dulu teknik-teknik sihirnya sampai selesai.” Ungkap Ragnala.

“Baik guruku Tuan Ragnala.” Sahut Putri Padmasari sambil tersenyum.

“Aku juga mau berburu ... Supaya energi sihirku bertambah kuat ...” Sambar Daru.

“Iya ... Iya ... Berburulah sepuasnya. Tapi ingat! Kalau bertemu makhluk yang lebih kuat, lebih baik menyingkir. Pokoknya kalian harus hati-hati.” Kataku memperingati Daru.

“Iya pak ...” Jawab Daru menunduk malu. Mungkin dia teringat kejadian di Pulau Kobba Klintar saat ia dikerubuti oleh kalajengking sebesar kerbau.

Kami semua melanjutkan acara perayaan ini hingga benar-benar kenyang. Setelah itu, aku memilih untuk mandi di kamar mandi kamarku. Aku menggigil saat air yang dingin mengguyur tubuhku. Aku mempercepat mandiku karena tidak ingin kedinginan lebih lama. Aku segera mengelap tubuhku dengan handuk lalu melilitkannya di pinggang. Saat aku keluar dari kamar mandi, jantungku hampir copot. Pandanganku tertuju pada Putri Padmasari yang sedang duduk di sisi ranjang sambil menatapku. Aku tak tahu arti tatapannya yang seakan penuh makna itu. Aku hanya bisa menatapnya polos tanpa tahu apapun.

“Mas ...” Lirih Putri Padmasari sambil bangkit berdiri dan menghampiriku yang masih berdiri kaku di tempatku. Tubuhku bertambah kaku saja saat tiba-tiba Putri Padmasari memeluk tubuhku dengan erat, seakan tak ingin melepasku.

“A..ada apa i..ini, tuan putri?” Tanyaku tergagap. Aku tidak tahu apa yang sedang Putri Padmasari lakukan.

“Mas ... Izinkan aku mengandung anakmu ...” Katanya sambil mengurai pelukannya lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku.

“A..apaaa???” Mendengar itu aku seperti mati rasa.

“Aku ingin mengandung anakmu mas ...” Ucapan Putri Padmasari seperti itu membuatku sangat terkejut namun Putri Padmasari langsung menyambar mulutku dan tidak memberiku waktu untukku mencerna kata-katanya.

Entah bisikan setan dari mana aku menuruti bujukan bibir Putri Padmasari untuk membuka bibir. Aku hanya memberinya akses, tidak membalas ciumannya. Aku tidak tahu harus berbuat apa sementara Putri Padmasari terus menginvasi seluruh rongga mulutku. Mencecap lidahku seakan ini makanan paling nikmat sedunia. Setiap kecupan dan lumatan yang Putri Padmasari berikan semakin membuatku melayang. Bahkan entah sejak kapan aku mulai mengikuti caranya merasakan bibirku. Ternyata tidak sulit, bahkan aku mulai menikmatinya juga. Putri Padmasari melepaskan ciumannya, kami sama-sama terengah. Berebut oksigen setelah ciuman panas kami beberapa saat lalu.

“Mas ... Guru Ragnala menceritakan kalau Mas Azka harus mempunyai anak yang banyak untuk meneruskan perjuangan bangsa manusia dari keganasan bangsa Demon. Mas, aku rela menjadi salah satu ibu dari anak-anakmu mas.” Ungkap Putri Padmasari sangat serius.

Aku menatapnya sejenak lalu berkata, “Tuan putri ... Aku hanya manusia biasa, aku rakyat jelata. Rasanya sangat tidak pantas aku menggauli tuan putri.”

“Tidak! Jangan berkata begitu! Mas sangat layak mendapatkan aku. Lagi pula, aku sudah sangat ingin mengandung dan melahirkan anak karena dari suamiku yang jahat, aku tidak mendapatkannya.” Katanya penuh kesungguhan.

Aku menatap matanya dengan posisi sedekat ini, dan aku masih mencoba mengorek informasi atas tatapannya yang cukup membingungkan ini. Seseorang yang di hadapanku ini bukan lagi seorang putri kerajaan tetapi wanita cantik yang membutuhkan belaian, tatapan matanya lembut dan mendamba kasih sayang. Dengan pantas aku melekatkan bibirku ke bibirnya. Aku menciumnya dengan cinta. Bukan nafsu semata. Ciuman ini panas tetapi begitu lembut secara bersamaan. Aku menciumnya dengan segala apa yang aku miliki. Ah, aku merindukan ini selama berbulan-bulan, akhirnya aku mendapatkannya juga. Entah berapa lama kami berciuman dengan panas, hal selanjutnya yang kutahu adalah Putri Padmasari melepaskan ciumannya.

“Pindah ke kamarku.” Tiba-tiba Putri Padmasari menarik tanganku.

Kami keluar kamar yang sebelumnya mengamati ruang tengah terlebih dahulu. Setelah mengetahui tidak ada siapa-siapa, kami berlari-lari kecil menuju kamar Putri Padmasari. Pintu kamar pun tetutup dan terkunci. Wanita itu menarikku lagi hingga di sisi ranjangnya. Tanpa sungkan lagi, Putri Padmasari melepaskan seluruh pakaiannya lalu melepaskan handukku, hingga kami sama-sama tak terlapisi sehelai benang pun. Tiba-tiba Putri Padmasari menarik lenganku kemudian mendorongku hingga kami sama-sama jatuh ke atas ranjang.

Kami bergumul di atas ranjang yang luas. Ada kegembiraan tersendiri. Kenyamanan tersendiri yang tak bisa diungkapkan di malam ini. Kami berpelukan erat sekali seakan-akan tak ingin lepas. Dan bibirku menelusuri pundaknya. Kuhisap sari-sari tubuhnya, keringatnya pun menjadi seakan pemuas dahagaku, kutelusuri bahunya, dan dengan gerakan mendadak, aku melahap puting susunya, mengunyah, mempermainkan, serta memilinnya dengan lidahku yang cukup mahir. Putri Padmasari mengerang-erang kesenangan. Kebahagian melandanya hingga ia maju dan merengkuh badanku.

Aku menyusu lagi dan lagi. Buah dada Putri Padmasari membiusku, lidahku seakan tak habis-habisnya memutar-mutar di puting susunya. Putri Padmasari pun tak pernah menyuruhku untuk berhenti. Tanganku meremas kedua bukit kembarnya. Putri Padmasari cukup sabar membiarkanku dalam kepuasan. Ia terus memanggil-manggilku. Aku puas sekali menjelajah dua gunungnya. Kini aku bisa lihat dua bekas cupanganku di atas dua buah dadanya.

Birahi dan berbagai gejolak perasaan mendesak sangat dahsyat. Sangat intensif menggedor-gedor seluruh syaraf kami untuk saling merangsang dan memuaskan sang lawan. Kejantananku minta perhatian dan mendesak-desak hingga permukaannya penuh dengan guratan urat yang sangat sensitif. Tanpa disuruh lagi Putri Padmasari meregangkan kedua pahanya dan menyambut kesediaanku dengan segenap hati. Punggungnya membusur dan bersiap.

Sementara aku menyiapkan batang kemaluanku dan membimbingnya menuju ke pasangannya yang telah lumer licin oleh cairan kewanitaannya. Oh, sensasi yang saat ini kurasakan sangat mendebarkan. Gigitan bibir bawah Putri Padmasari menunjukkan ketidaksabarannya dan dengan kedua betisnya mendesak-desak pinggulku untuk bergerak maju ke depan. Akhirnya keduanya menempel. Kubelai-belaikan permukaan kepala kejantananku ke klitorisnya dan Putri Padmasari meraung pelan. Kudesak ke depan perlahan. Kusibakkan dengan kedua jemariku sambil pinggulku mendesak lagi dengan lembut namun mantap. Mata Putri Padmasari terbelalak ketika batang kemaluanku telah menyeruak di antara celah kewanitaannya.

“Oooohhh mmaaasss ... Aaaaahhh ....”

Mili demi mili batang kemaluanku menghujam deras ke dalam diri Putri Padmasari dan semakin dalam serta setiap kali aku menggerakkan pinggulku ke kiri dan ke kanan sekujur tubuh Putri Padmasari bergetar, bergidik menggelinjang keras, lalu kudesak ke dalam sambil sesekali kutarik dan ulur. Putri Padmasari mendesah dan mengerang menikmati rasa yang aku berikan. Aku tak menyangka sedemikian ketatnya kewanitaan Putri Padmasari, hingga kemaluanku serasa digenggam oleh sebuah mesin pemijat yang meski rapat namun memberikan rasa nyaman dan nikmat yang tak terkira. Pelumasan yang kulakukan telah cukup sehingga kulit permukaannya kuyakin tidak lecet sementara perjalanan batang kemaluanku menuju ke akhirnya semakin dekat. Hangat luar biasa, hangat dan basah menggairahkan, tulang-tulangku seakan hendak copot oleh rasa ngilu yang sangat bombastis. Perasaan ini rupanya yang sangat diimpikan berjuta pria.

“Eh … Tuan putri … Ketat sekali ... Aaahh ...”

Wajahnya bergantian mengerenyit dan membelalak hingga akhirnya telah cukup dalam, kusibakkan liang kemaluan Putri Padmasari dengan batang kemaluanku hingga bersisa sedikit sekali di luarnya. Putri Padmasari merintih dan membisikkan kata-kata sayang yang terdengar bagai musik di telingaku. Aku mendenyutkan kemaluanku dan menggerakkannya ke kiri dan ke kanan bersentuhan dengan hampir seluruh permukaan dalam rahimnya. Berbagai tonjolan yang ada di dalam lubang kemaluannya kutekan dengan kemaluanku, hingga Putri Padmasari akan mengerang lagi, namun segera kubungkam lagi dengan ciuman yang ganas pada bibirnya.

Kutindih dia, kutekan badannya hingga melesak ke dalam kasur yang empuk dan kusetubuhi dirinya dengan nafsu yang menggelegak. Dengan mantap dan terkendali aku menaikkan pinggulku hingga kepala kemaluanku nyaris tersembul keluar dan segera kutekan lagi. Pergesekan itu luar biasa indah dan nikmat. Wanita cantik yang ranum itu merem melek keenakan dan ritual ini kami lakukan dengan tenang dan santai, berirama namun dinamis. Pinggulnya yang montok itu kuraih dan kukendalikan jalannya pertempuran hingga segalanya makin intens ketika sesuatu yang hangat mengikuti kontraksi hebat pada otot-otot kewanitaannya meremas-remas batang kemaluanku, serta ditingkahi bulu mata Putri Padmasari yang bergetar cepat mendahului aroma orgasme yang sedang menjelangnya.

“Sssshh ... Tuan putri … Jangan dulu ya sayang …”

“Aaaahh… Maass… Nggak tahan aku… Maasss… Sssshhhh…”

“Cup... cup…” Kukecup lembut matanya, bibirnya, hidungnya, dan keningnya. Putri Padmasari mereda, aku berhenti.

“Mas… kamu tega ikh…!” Putri Padmasari cemberut sambil memukul-mukul pelan bahuku.

“Ssshhh sayangku… Minum dulu yuk sayang…”

Aku menarik keluar batang kemaluanku, aku tidak mau Putri Padmasari orgasm dulu. Saat aku menarik kemaluanku, ia memelukku dengan kencang seakan tidak ingin melepas penyatuan tubuh kami. Aku memberinya kecupan, baru ia mau melepaskanku. Sembari minum aku menarik nafas panjang dan meredakan pula gejolak nafsuku. Aku mau yang pertama ini mejadi indah untuk kami berdua. Setelah merasa cukup, dengan perlahan aku merambat naik lagi ke tubuh Putri Padmasari yang sedang tersenyum nakal.

“Mas… Jangan jahat dong…”

Aku pun tersenyum dan dengan satu gerakan cepat aku menyelipkan diri di antara kedua kakinya seraya membelainya cepat dan meletakkan kemaluanku ke perbukitan yang ranum itu. Cairan putih yang kental terlihat meleleh keluar. Kusibakkan kewanitaannya, dan dengan cepat kutelusupkan batang kemaluanku ke dalamnya. Dan untuk yang keduanya kalinya masuklah kejantananku. Dengan mantap kudorong pinggulku mengayuh ke depan. Putri Padmasari pun menyambutnya dengan suka cita. Walhasil dengan segera kejantananku telah masuk melewati liang yang licin basah dan hangat itu ke dalam diri Putri Padmasari dan bersarang dengan nyamannya. Maka dimulailah tarian erotis itu.

Menyusuri kelembutan beledu dan bagai mendaki puncak perbukitan yang luar biasa indah, kami berdua bergerak secara erotis dan ritmis, bersama-sama menggapai-gapai kenikmatan tiada tara. Gerakan batang kejantananku dan pergesekannya dengan kewanitaan Putri Padmasari sungguh sulit digambarkan dengan kata-kata. Kontraksi yang tadi telah reda mulai lagi mendera dan menambah nikmatnya pijatan yang dihasilkan pada batang kemaluanku. Aku pun bergoyang. Naik turun. Gaya misionari ini sudah cukup memberikan kenikmatan yang tak terhingga bagiku. Testisku membentur-bentur kulit kemaluannya karena batangku kumasukkan sampai mentok. Putri Padmasari memejamkan matanya, menikmati setiap sodokan yang aku berikan. Aku pun juga menikmati setiap gesekang-gesekan yang membuat kepala penisku serasa gatal, geli dan nikmat.

“Aaahh... Aaahh... Aaahh... Maaass... Teerrusssin maasss...” Erang kenikmatan Putri Padmasari terdengar sangat merdu.

Ah, nikmat sekali, keringat kami yang berbaur seiring dengan pertautan tubuh kami yang seolah tak mau terpisahkan, gerakan pinggulnya yang aduhai, aroma persetubuhan yang kental di udara, rintihan-rintihan lirih tanpa arti yang hanya dapat dipahami oleh dua makhluk yang sedang memadu cinta, perjalanan yang panjang dan tak berujung. Kami saling memberi kenikmatan yang luar biasa. Pertemuan kemaluan kami terasa sangat rapat dan seolah melekat, sehingga terasa gemetar seluruh tubuh kami. Alat kelamin kami saling beradu, mengejar kenikmatan. Terpacu oleh birahi yang menggebu. Kejantananku bagai piston sebuah mesin, keluar masuk menerjang kelembaban kewanitaan Putri Padmasari. Dengan terus keluarnya cairan dari liang senggama Putri Padmasari, membuat batang ereksiku semakin licin dan gerakanku semakin cepat.

Hingga desakan itu tak tertahankan lagi seperti bendungan yang bobol, kami berdua mendesah-desah dan mendelik dalam nikmat yang berusaha kami batasi dalam suatu luapan ekspresi jiwa. Putri Padmasari jebol, berulang-ulang, berantai, mengerang-erang, deras keluar memancarkan cairan yang membasahi dan menambah kehangatan bagi batang kemaluanku yang juga tengah meregang-regang dan bergetar hendak menumpahkan setampuk benih. Kontraksi otot-otot panggulnya dan perubahan cepat pada denyutan liang kemaluannya yang hangat dan ketat menjepit batang kemaluanku. Ah, aku tak tahan lagi.

Di detik-detik yang dahsyat itu aku mengingat Tuhan dan dosa, tetapi hanya sesaat ketika pancaran itu mulai menjebol tak ada yang dibenakku kecuali kenikmatan, lega yang mengawang dan kebahagiaan yang meluap. Aku melenguh keras dan meremas bahu dan pantat sekal Putri Padmasari yang juga tengah mendelik dan meneriakkan luapan perasaannya dengan rintihan birahi. Berulang-ulang muncrat dan menyembur keluar tumpah ke dalam liang senggama sang wanita cantik dan seksi itu. Sungguh, nikmat luar biasa. Lemas yang menyusul secara tiba-tiba mendera sekujur tubuhku hingga aku jatuh dan menimpa Putri Padmasari yang segera merangkulku dan membisikkan kata-kata sayang.

“Enak sekali mas ... Duh Gusti …” Katanya dan aku menjilati lehernya dan membiarkan batang kemaluanku tetap berbaring dan melemas di dalam kehangatan liang kewanitaannya.

Denyut-denyut itu masih terasa, membelai kemaluanku dan menidurkannya dalam kelemasan dan ketentraman yang damai. Kugigit dan kupagut puting payudara Putri Padmasari dengan gemas. Putri Padmasari membalas dengan menjewer kupingku, meski masih dalam tindihan tubuhku.

“Mas… kamu bandel banget deh…” Katanya manja.

“Bandel yang membawa nikmat.” Candaku sambil menaikan lagi wajahku hingga kini berhadapan dengan wajahnya.

“Mas ... Rencananya, mas mau bikin berapa anak?” Tanya Putri Padmasari.

“Kalau bisa sebanyak-banyaknya.” Kataku sekenanya.

“Berarti mas harus punya banyak wanita.” Katanya sambil tersenyum.

“Entahlah. Tapi, kalau memang itu terwujud, wanitaku harus seperti tuan putri.” Gombalku sambil tersenyum.

“Emangnya aku gimana?” Putri Padmasari mengulum senyumnya.

“Sangat spesial. Sudah cantik, ratu pula ...” Kataku.

“Aku bukan ratu.” Wajahnya mendadak sendu.

“Tuan putri adalah ratu. Suatu saat tuan putri akan menduduki tahta kerajaan, mengambilnya kembali dari suami tuan putri.” Kataku sungguh-sungguh.

“Apakah itu mungkin?” Tanyanya.

“Sangat mungkin, karena di luar sana banyak yang mendukung tuan putri. Sekarang tunjukkan pada pendukung tuan putri, kalau tuan putri layak menjadi ratu. Caranya kalahkan suami tuan putri dengan antek-anteknya dengan tangan tuan putri sendiri.” Kataku sangat memotivasi.

“Oh mas ... Terima kasih mas ...” Katanya sambil memeluk tubuhku erat.

Aku lantas mencium bibirnya lagi. Ciuman kami langsung panas dan menuntut yang membuat tubuh kami merespon lagi dengan hasrat yang menggebu-gebu. Kami benar-benar bergairah malam ini. Seluruh rasa kami tercurahkan pada malam ini. Kami bercinta hingga benar-benar puas. Malam itu entah berapa banyak kami orgasme. Sebab setiap kali bercinta pasti kalau tidak sekali atau dua kali kami orgasme. Dan itu berulang-ulang. Istirahat sebentar bercinta lagi, istirahat sebentar bercinta lagi. Hingga tenaga kami benar-benar terkuras, dan kami pun tertidur kelelahan.

.....
.....
.....

Mempelajari dan berlatih teknik sihir sebenarnya tidaklah terlalu sulit, asal mengetahui konsepnya lalu menghapal mantera dan kemudian mempersatukan mantera dengan energi sihir, maka jadilah sihir. Begitu pula denganku, untuk mempelajari teknik sihir cahaya tidak bersusah payah seperti menciptakan sinar energi sihirnya. Dalam waktu dua bulan saja aku, sudah menguasai lima teknik sihir elemen cahaya.

Atribut sihir langka ini memungkinkan pengguna untuk menghasilkan dan memanipulasi cahaya sesuka hati. Untuk menggunakannya secara maksimal, mantra khusus diperlukan, yang langsung tersimpan di dalam aliran darah sehingga pengguna tidak perlu merapal lagi hanya dengan berkehendak tekhnik sihir cahaya yang dimaksudkan pengguna keluar dengan sendirinya. Sihir Cahaya telah digambarkan sebagai kebalikan dari sihir hitam milik bangsa Demon, dan salah satu karakteristik dasar sihir cahaya adalah serangan berkecepatan tinggi, yang memberikan para penggunanya kemampuan untuk bergerak dan menyerang dengan kecepatan yang menyilaukan.

Teknik pertama adalah gerakan secepat cahaya. Teknik sihir ini adalah teknik dasar yang akan tertanam dengan sendirinya dalam tubuh. Apapun mantera sihir elemen cahaya yang diucapkan maka otomastis gerakanku akan seperti cahaya. Dengan teknik ini, aku bisa berpindah tempat dengan sangat cepat dan tidak bisa dilihat oleh mata biasa. Perbandingannya adalah dalam satu kedipan mata, aku bisa seratus kali berpindah tempat.

Teknik kedua adalah sihir pertahanan. Teknik sihir ini merupakan benteng pertahanan dari serangan lawan. Walaupun aku sebenarnya sangat tidak memerlukan tetapi tahap ini harus dilalui sebagai kelengkapan teknik sihir elemen cahaya. Dibandingkan dengan sihir pertahanan elemen lain, sihir pertahanan elemen cahaya adalah benteng pertahanan paling kuat yang susah ditembus oleh serangan sihir.

Teknik ketiga adalah Unitatea Alba. Unitatea alba adalah kekuatan sihir yang digunakan untuk meningkatkan daya tempur dan kecepatan saat bertarung. Kekuatannya bertumpu pada tangan yang sebelumnya mengumpulkan energi sihir elemen cahaya lalu menghantam lawan dengan dengan tinju. Teknik ini istimewa sehingga bisa merusak apapun yang di depannya. Daya penghancurnya juga luar biasa. Unitatea alba bisa menghancurkan sihir pelindung elemen apa saja.

Teknik keempat adalah Raza Sfanta. Raza sfanta ini digunakan untuk serangan jarak jauh saat lawan menjauh atau melakukan serangan balik menggunakan teknik ini dengan tembakan cahaya yang betubi-tubi sehingga lawan kesulitan untuk menahan serangan ini.

Teknik kelima adalah Pedang Cahaya. Pedang cahaya adalah pedang yang dihasilkan dan diciptakan dari energi sihir si pengguna. Pedang ini akan muncul sendirinya di tangan pengguna berupa sinar emas yang membentuk great sword. Daya rusaknya luar biasa dahsyat, benda paling kuat sejagat raya pun akan hancur bila terkena serangan pedang cahaya. Pedang cahaya adalah satu-satunya senjata yang bisa melukai dan membunuh Raja Demon.

.....
.....
.....


Kami senang dan mulai berlayar menuju Pulau Diomede pada tengah malam, menikmati angin malam yang lumayan menusuk kulit. Kami menggunakan perahu layar milik Ragnala yang tidak terlalu besar tetapi tidak terlalu kecil. Aku berdiri di tepi buritan kapal, berdiri menantang angin yang membawa percikan air laut menerpa wajah dan rambutku. Aku begitu menikmati waktuku bersama hembusan angin dan arus air laut.

“Mas ...” Tiba-tiba terdengar suara Putri Padmasari dari arah belakang.

“Ya ...” Jawabku sambil menoleh sedikit sebatas bahu.

“Mas gak merasa kedinginan?” Tanya Putri Padmasari lalu tak lama ia sudah berada di sampingku.

“Aku malah sangat menikmati.” Kataku sambil menatapnya. Tubuh Putri Padmasari diselimuti oleh kain beludru tebal. Rambut panjangnya berkibar-kibar karena angin laut yang kencang.

“Mas ... Kenapa aku belum hamil juga?” Tanyanya yang tentu tak bisa kujawab secara ilmiah. Sebenarnya aku dan Putri Padmasari termasuk sangat intens bercinta selama dua bulan terakhir ini.

“Sabar saja. Tuan putri harus bersabar. Nanti juga ada waktunya.” Kataku coba menghiburnya.

“Apakah aku tidak pernah bisa hamil?” Suaranya mendadak sendu.

“Ada banyak faktor yang diluar kekuasaan kita tapi bukan berarti kita harus pasrah menerima hasil apa yang telah kita perjuangkan. Intinya jangan menyerah dan putus asa.” Kataku sembari merangkul bahunya dan kepala Putri Padmasari bersandar di bahuku.

Suasana untuk beberapa saat hening sebelum akhirnya Putri Padmasari bersuara lagi, “Mas ... Setelah pulang dari Pulau Diomede, apa rencana Mas Azka selanjutnya?”

“Aku akan membantu tuan putri mengambil tahta kerajaan mili tuan putri.” Kataku tegas dan lugas.

“Setelah itu?” Tanyanya lagi.

“Berkelana memberantas antek-antek bangsa Demon di tanah ras manusia.” Jawabku.

“Berarti Mas Azka akan meninggalkan aku.” Ucap Putri Padmasari seolah enggan ditinggalkan.

“Itu karena tugasku di sini. Aku akan terus berkeliling memastikan bangsa manusia aman.” Aku mempererat rangkulanku padanya.

“Mas ... Boleh aku minta sesuatu pada mas?” Kini tangan Putri Padmasari melingkari pinggangku.

“Apa itu?” Tanyaku.

“Setelah pulang dari Pulau Diomede dan membantu mengambil lagi tahta kerajaan, aku mohon Mas Azka tinggal bersamaku setahun.” Katanya.

“Kenapa tuan putri meminta itu?” Tanyaku lagi agak terkejut.

“Aku akan tetap berusaha ingin memiliki anak dari Mas Azka. Kalau dalam waktu setahun aku tidak juga hamil, Mas Azka boleh pergi.” Pintanya.

“Ya, tapi dengan syarat.” Jawabku.

“Apa syaratnya?” Tanya Putri Padmasari.

“Jika aku diperlukan bangsa manusia di mana pun, tuan putri tidak boleh melarangku.” Aku utarakan persyaratanku.

“Baik ... Aku terima ...” Ucap Putri Padmasari.

Tak lama berselang, tiba-tiba kabut semakin tebal sehingga mengganggu pengelihatan kami untuk berlayar membuat kami seolah tersesat. Namun sesuatu yang aneh terlihat oleh mata kepalaku, aku melihat begitu banyak perahu dengan mayat-mayat di atasnya. Aku berteriak menyuruh Yatno menghentikan kapal layar dan layar pun turun dengan cepat. Segera saja aku melesat ke salah satu perahu terdekat. Terlihat dua orang mayat yang sepertinya nelayan di atas perahu yang sedang aku singgahi. Sial! Ternyata terdapat ular kobra sebesar lengan orang dewasa di perahu ini. Kepala ular kobra itu terangkat, ia siap menyerang. Segera saja aku menjentikkan jari telunjuk, sebuah petir kecil berhasil membuat ular kobra itu mejadi debu. Ternyata tidak hanya satu, masih ada beberapa ular kobra di atas perahu ini. Kubunuh satu persatu hingga tidak ada lagi yang tersisa. Setelah itu, aku melesat kembali ke kapal layarku.

“Ada apa mas?” Tanya Putri Padmasari.

“Di perahu-perahu itu, banyak ular kobra.” Jawabku.

“Itu ular sepertinya magical beast.” Yanto ikut dalam perbincangan.

“Ya ... Mereka itu magical beast.” Jawabku dan memang sangat terasa oleh energi sihirku saat membunuhnya.

“Biar aku saja yang membersihkannya.” Kata Putri Padmasari.

Tanpa menunggu ijinku, Putri Padmasari meloncat ke laut. Tentu saja Putri Padmasari bisa berjalan santai di atas permukaan air laut, karena dia penyihir elemen air. Aku tak mengerti teknik apa yang Putri Padmasari gunakan, namun yang jelas kini di kakinya terdapat air yang menyerupai papan selancar dan membawa dirinya mendekati salah satu perahu yang lain. Serangan-serangan sihir elemen air pun mulai Putri Padmasari lakukan dan membunuh ular-ular di sana.

“Ada apa pak?” Tiba-tiba Daru sudah berada di sampingku sambil menyaksikan Putri Padmasari beraksi.

“Ibumu sedang membersihkan ular-ular jelmaan makhluk sihir.” Jawabku. Memang sejak sebulan yang lalu, aku menyuruh Daru memanggil Putri Padmasari dengan sebutan ‘ibu’ agar Daru benar-benar menganggap Putri Padmasari sebagai ibunya.

“Ibu sudah menguasai semua teknik sihir elemen air. Ibu cepat sekali belajar dan berlatihnya.” Puji Daru.

“Nah ... Kalau kamu gimana?” Tanyaku ingin tahu.

“Aku juga sudah selesai.” Ucap Daru tak mau kalah.

“Bagus.” Kataku sambil menyimpan acungan jempolku di depan mukanya, Daru pun terkekeh ringan.

Ada puluhan perahu yang berisi mayat dan ular kobra jadi-jadian. Putri Padmasari terus bergerak membunuh magical beast kelas terendah itu. Maksud kelas terendah di sini berarti energi sihir magical beast hanya berkisar antara 100 sampai 150 poin yang artinya tidak terlalu membahayakan bagi seorang penyihir. Putri Padmasari terus menyusuri perahu-perahu nelayan dan membunuh semua magical beast yang ada. Hampir selama satu jam, akhirnya Putri Padmasari selesai mengerjakan tugasnya dan kembali ke perahu layar kami.

“Sambil terus melanjutkan perjalanan, tuan putri pulihkan dulu energi sihirnya. Nanti kita periksa berapa penambahan kapasitasnya.” Kataku.

“Ya ...” Jawab Putri Padmasari sambil tersenyum.

Layar pun kembali terkembang dan perjalanan dilanjutkan. Sekitar satu jam lagi kami sampai di Pulau Diomede. Sekitar setengah jam berselang, Putri Padmasari selesai memulihkan energi sihirnya. Aku pun memerika peningkatan kapasitas energi sihir wanita cantik itu dan ternyata menjadi 3176, jadi ada peningkatan sekitar 1000 poin. Putri Padmasari tentu terkejut dengan peningkatan energi sihirnya yang sangat signifikan. Lantas Putri Padmasari pun memelukku sebagai ungkapan kegembiraannya.
Bersambung

Chapter 9 di halaman 74 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd