Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG AZUMATH: WORLD OF MAGIC

Status
Please reply by conversation.
Halah prek!
Palingan panggah 🤣
Oaaalah neng...opo yo kudu tak wenehno bijiku loro karone nggo dirimu,,ben percoyo nek wes tobat;)
Definisi dari pepatah muka koyok setan....tapi rasa punel koyok ketan nggih Suhu Besar @PaijoKenthir1976 😂😂😂😂😂😂
Seng nganyelke karo ngguyokne ki pas nyopot stagen...anane neng sol* jogj*
Nek jat*m ngertiku biyen neng villa tret*s,,nganggo istilah gedhang gebl*k...kui ae nek ra ono seng kenal/nglantarke,,stw berjarit.e ra gelem
Saiki wes tobat tenan cah,,ngakoni nek wes tuwek...
Azka kopine wes buka urung yooo
 
Oaaalah neng...opo yo kudu tak wenehno bijiku loro karone nggo dirimu,,ben percoyo nek wes tobat;)

Seng nganyelke karo ngguyokne ki pas nyopot stagen...anane neng sol* jogj*
Nek jat*m ngertiku biyen neng villa tret*s,,nganggo istilah gedhang gebl*k...kui ae nek ra ono seng kenal/nglantarke,,stw berjarit.e ra gelem
Saiki wes tobat tenan cah,,ngakoni nek wes tuwek...
Azka kopine wes buka urung yooo
Ijin nyimak obrolan para mantan senior sangek tk dungakna semoga bahagia selalu :tepuktangan: :tepuktangan: :beer: :Peace::Peace:
 
Definisi dari pepatah muka koyok setan....tapi rasa punel koyok ketan nggih Suhu Besar @PaijoKenthir1976 😂😂😂😂😂😂
Ternyata Om ☝️maha guru jugak
Sungkem suhu :ampun:
Oaaalah neng...opo yo kudu tak wenehno bijiku loro karone nggo dirimu,,ben percoyo nek wes tobat;)

Seng nganyelke karo ngguyokne ki pas nyopot stagen...anane neng sol* jogj*
Nek jat*m ngertiku biyen neng villa tret*s,,nganggo istilah gedhang gebl*k...kui ae nek ra ono seng kenal/nglantarke,,stw berjarit.e ra gelem
Saiki wes tobat tenan cah,,ngakoni nek wes tuwek...
Azka kopine wes buka urung yooo
Nggih paduka..
Becik mantan arek nakal tinimbang mantan arek alim 😍
Ijin nyimak obrolan para mantan senior sangek tk dungakna semoga bahagia selalu :tepuktangan: :tepuktangan: :beer: :Peace::Peace:
Njenengan brarti saiki sing senior maha guru ungkak-ungkik 😜
 
Cah edan...senengane kok saba rri banjars*ri,,nggon lokan*nta kunu yo penak...kemukus malah gratis pas aku dolan biyen
Azka opo @Aswasada ojo kakehan kopi...ngempeng mik sek ae :nenen:

Wah hebat betul ini Ndoro sepuh, jelajah negri kenikmatan wis Khatam iki🤣🤣🤣
Om @Chunam mbah @Kakekeot sungkem sik kalian ndoro sepuh🤣🤣🤣
 
Wah hebat betul ini Ndoro sepuh, jelajah negri kenikmatan wis Khatam iki🤣🤣🤣
Om @Chunam mbah @Kakekeot sungkem sik kalian ndoro sepuh🤣🤣🤣
Ngapunten Den Mas....kulo namung nganter Simbah @Kakekeot sakmantune ngambil pensiun mawon.....saestu dalem mboten ngertos isine menopo....wong Mbak2e niku ramah2 lho Den Mas @bendhi dereng kenal mawon sampun nawani mampir.....😂😂😂😂😂😂😂
 
CHAPTER 10


Suara derap kuda menyentak membuat debu berterbangan. Di bawah sinar matahari, kuda-kuda berpacu dengan cepat, dan dengan acuh tak acuh ke kanan dan ke kiri melewati berbagai hutan, ladang, desa baru. Sesungguhnya aku kurang memetingkan menangkap Bajradaka dan Nindita, aku lebih concern untuk menangkap atau membunuh Akseli karena sudah melakukan pelanggaran berat di Azumath, yaitu membuat kerusuhan di dunia manusia. Menurut informasi, jika seseorang dari ras lain ingin berkunjung ke ras lainnya, maka dirinya diwajibkan mendapat izin terlebih dahulu dari yang akan dikunjunginya. Sebagaimana berlaku di bumi, apabila ada seorang warga negara ingin berkunjung ke negara lain, maka orang tersebut harus mendapat izin dari negara yang akan dikunjungi.

Aku dan rombongan melakukan perjalanan selama 4 hari dengan setiap malam beristirahat di kota yang terlewati. Kami tidak menemukan banyak rintangan dari berbagai perjalanan yang telah kami lewati. Wajar, kami masih berada di negeri sendiri. Dan kini, kami sudah di daerah perbatasan dengan Kerajaan Alvar. Sebagai tetangga yang baik, tentu aku tidak ingin masuk begitu saja karena takut menimbulkan konflik. Aku sengaja melewati gerbang perbatasan resmi untuk melapor dan meminta izin kepada pihak yang berwenang Kerajaan Alvar.

Aku begitu terkejut saat melihat para prajurit penjaga perbatasan kerajaanku bergelimpangan dengan kondisi tewas mengenaskan. Bukan hanya aku, para ksatria sihir yang ikut dalam rombongan pun berloncatan turun dari kuda masing-masing memeriksa rekan sesama prajurit yang sudah tidak bernyawa. Aku pun turun dari Si Black kemudian memeriksa mayat semua prajurit yang tewas. Aku perhatikan kulit mereka membusuk, mengeluarkan aroma nanah dan kering seperti mayat hidup. Mereka mati dengan mata terbuka lebar. Mata mereka hitam pekat, tidak ada bola mata apalagi putih mata.

“Panglima Tertinggi ... Mereka ini kenapa?” Tanya salah satu ksatria sihir rombonganku.

“Mereka dimakan Demon.” Kataku sambil berdiri menatap jembatan perbatasan. Di tengah jembatan terdapat prajurit kerajaan Alvar yang sedang berjaga. Tiga orang prajurit penjaga perbatasan itu menyeringai seakan puas dengan hal yang sedang terjadi.

“Panglima Tertinggi ... Apakah tidak merasa aneh? Mereka sepertinya senang melihat prajurit kita tewas.” Ujar ksatria sihir itu lagi.

“Aku juga berpikiran begitu. Sebaiknya, aku mencari tahu, apa yang telah terjadi.” Kataku lantas berjalan mendekati jembatan perbatasan.

Aku berjalan di tengah jembatan beton yang lebarnya sekitar 10 meteran. Jembatan yang di bawahnya terdapat sungai lumayan besar. Di sampingku Daru dan di belakangku beberapa ksatria sihir anak buahku. Tampak prajurit penjaga perbatasan Kerajaan Alvar mulai waspada walau tetap air muka mereka menyatakan pelecehan. Gesture mereka, cukup dapat membuat darahku memanas, begitu angkuh, memandang rendah padaku. Kni aku sudah berhadap-hadapan dengan ketiga prajurit penjaga perbatasan Kerajaan Alvar.

“Maaf tuan-tuan ... Apakah tuan-tuan tahu? Apa yang terjadi dengan para prajurit kami?” Tanyaku sopan dan lembut.

“Kami tidak tahu! Kenapa kau tidak tanya sendiri pada mereka?” Jawabnya sangat lancang. Tidak lupa senyum meremehkan yang dia perlihatkan khusus untukku.

“Maaf tuan-tuan ... Saya hanya ingin bertanya pada tuan-tuan. Apakah tuan-tuan tahu? Apa yang terjadi dengan para prajurit kami?” Aku mengulangi pertanyaanku.

“Aku sudah bilang! Kami tidak tahu!” Dia mulai membentak dengan mata melotot.

“Hei! Yang sopan kalau bicara dengan bapak panglima!” Tiba-tiba Daru berteriak marah. Aku langsung memegang bahunya dan menyuruh Daru mundur.

“Wow! Panglima?! Panglima Kerajaan Banci. Ha ha ha ...” Ucapnya merendahkan. Namun yang aku heran mereka tidak menampakkan diri takut. Bagaimana pun, semua orang pasti tahu, seseorang yang berpangkat panglima berarti bukan orang sembarangan. Pasti orang yang berilmu tinggi. Tetapi mereka malah menganggapku remeh.

“Tuan-tuan ... Sekali lagi aku mohon ... Jawab pertanyaanku ... Apakah tuan-tuan tahu? Apa yang terjadi dengan para prajurit kami?” Aku mengulangi lagi pertanyaanku dan kini dengan sedikit mengintimidasi.

“Hei Panglima banci! Apakah kau tuli?! Aku bilang! Kami tidak tahu! Sekarang, pergilah! Kalau tidak, kau akan menyesal!” Dia benar-benar garang.

“KURANG AJAR! KALIAN TAK PANTAS HIDUP!” Teriak anak buahku dari belakang.

Tiba-tiba anak buahku melesat sambil melancarkan bola api ke arah ketiga prajurit penjaga perbatasan itu. Aku tidak sempat mencegahnya. Bola api meluncur deras, namun hanya dengan santainya prajurit itu membuat sihir pelindung. Maka terjadi ledakan cukup kuat, namun sihir pelindung sang prajurit tak goyah sedikit pun. Anak buahku sekali lagi melancarkan serangan bola apinya dan lagi-lagi terjadi ledakan lebih kuat dari sebelumnya, dan sihir pelindung sang prajurit tetap kokoh melindungi pemiliknya. Untungnya juga, jembatan tempat aku berpijak sangat kokoh sehingga tidak terasa getaran sedikit pun.

“HENTIKAN!” Perintahku. Serangan bola api terhenti. Anak buahku loncat mundur ke tempatnya semula.

“HA HA HA ... KALIAN MEMANG BANCI ...!!!” Sang prajurit tertawa terbahak-bahak.

“Tuan-tuan ... Kami datang dengan damai. Kami hanya ingin mengetahui, apa yang terjadi dengan para prajurit kami.” Kataku masih dengan nada lembut.

“HEI! PANGLIMA BANCI! KAU AKAN MENDAPAT JAWABAN KALAU KAU BISA MENGALAHKANKU!” Sang prajurit berkoar penuh percaya diri sambil menepuk-nepuk dada.

Sang prajurit penjaga perbatasan memperlihatkan kesombongannya. Aku hanya tersenyum. Kesombongan hanya akan mempersempit ruang geraknya, keangkuhan dirinya hanya mempertinggi tempat dia jatuh. Sekali dia terpeleset dan jatuh, maka aku yakin dia akan sangat susah untuk bisa bangkit lagi. Sama seperti kegelapan yang hanya dapat ditanggulangi dengan terang, maka kesombongan hanya dapat ditanggulangi dengan tenang.

“Bagaimana kalau lawanmu anakku saja.” Kataku dan sontak sang prajurit berhenti tertawa. Manik matanya mendelik lebar. Meniru matahari saat makar.

“Apa katamu?” Dia bertanya dengan nada yang tidak percaya. Ada wajah keterkejutan di sana, membuatku tersenyum puas.

“Lawanmu yang cocok adalah anakku ... Daru ...!” Kataku lantas memanggil bocah panglima kelima.

“Aku siap menghajarnya bapak panglima!” Seru Daru sangat bersemangat.

“Jangan bikin malu bapak ya, nak.” Kataku sambil mengusap-usap kepalanya.

Sesungguhnya, aku mengusap kepala Daru bukan sembarang mengusap. Sebenarnya, aku sedang membuat sihir pelindung untuk Daru dari serangan sihir hitam. Sihir pelindung yang aku buat adalah sihir pelindung dari elemen penyembuhan, karena sihir hitam bersifat menghancurkan dari dalam, dia semacam virus ganas yang menggerogoti organ tubuh bagian dalam makhluk yang terkena serangan sihir hitam. Lantas, kenapa aku melindungi Daru dari sihir hitam? Alasannya adalah pelindung sihir yang sang prajurit penjaga perbatasan itu tunjukan tadi adalah sihir hitam. Aku mempunyai prasangka bahwa prajurit itu merasa telah memiliki kekuatan sihir yang hebat, yaitu sihir hitam.

“HA HA HA HA HA ... LELUCON APA YANG KAU TUNJUKKAN PADAKU?” Sang prajurit tertawa terbahak-bahak hingga keluar air mata di pelupuk matanya. Kedua temannya pun sama, mereka tertawa terbahak-bahak seakan perkataanku tadi sangat lucu.

“Kalian itu tak ubahnya seperti bocah yang mendapat mainan baru. Jadi, lawan kalian ya harus bocah juga.” Kataku santai.

“KEPARAT!” Tiba-tiba sang prajurit teriak marah. “BAIKLAH! JANGAN SALAHKAN AKU KALAU BOCAH INI MAMPUS!” Dia berkata sambil menunjuk-nunjuk Daru.

“Kau akan malu karena aku akan mengalahkanmu.” Ujar Daru dengan gaya kekanak-kanakannya.

“BAJINGAN! MAJU BOCAH!” Teriak sang prajurit sambil menendang portal penghalang sampai hancur berantakan.

Aku pun mundur beberapa langkah, begitu pula dengan anak buahku. Kini Daru sudah berhadapan dengan sang prajurit penjaga berbatasan Kerajaan Alvar berjarak sekitar lima meter. Tiba-tiba di sekeliling sang prajurit dalam diameter sekitar dua meter sudah terlapisi sebuah sihir pelindung yang begitu gelap hingga tak seorang pun bisa melihat apa yang terjadi di dalam sihir pelindung tersebut.

"Apa itu?!" Anak buahku mulai riuh melihatnya.

Dan saat perlahan sihir pelindung itu menghilang, tampak sosok manusia kelelawar yang pernah aku lihat saat menyelamatkan Cipta bersaudara yang dikejar-kejar karena telah mencuri Perintokalu. Benar dugaanku kalau prajurit ini, mungkin prajurit-prajurit yang lain, telah bersekongkol dengan bangsa Demon. Dan aku pun mulai menyangka kalau prajurit penjaga perbatasan Kerajaan Qaarsut yang tewas adalah hasil perbuatan mereka. Sementara itu, manusia kelelawar terbang ke udara memandang Daru yang berada di bawahnya. Daru menatap kelelawar tesebut dengan santai. Aku harus mengakui kalau aku kagum pada bocah pemberani ini.

Semua mata kini tertuju pada wujud perubahan sang prajurit setelah menjadi manusia kelelawar. Di hadapan seluruh yang ada, manusia kelelawar menunjukkan energi besarnya. Daru dan manusia kelelawar saling memberi tatapan sebelum mereka bertarung saling melempar sihir. Di kedua tangan Daru, muncul api dengan energi yang cukup besar untuk ditampungnya sendirian. Manusia kelelawar memperhatikan apa yang akan diperbuat oleh Daru. Dan manusia kelelawar tampak sudah berjaga-jaga dengan membentuk lingkaran sihir juga.

"Terima ini!" Seru Daru.

Daru mengarahkan sihirnya kepada manusia kelelawar. Aku melihat si manusia kelelawar mengangkat satu tangannya ke depan dan telapak tangannya menghadap ke arah datangnya serangan. Sebuah lingkaran sihir khusus miliknya muncul sebelum serangan itu sampai. Dan sedetik kemudian muncul sebuah ledakan.

DUAAAARRRRR

Asap langsung muncul seketika serangan Daru menghantam pelindung yang dibuat si manusia kelelawar. Tiba-tiba dalam sekejap, kepulan asap itu menghilang ditiup hempasan angin besar yang berasal dari kipasan sayap milik manusia kelelawar.

"Apa?!" Suara riuh anak buahku terkejut melihat pelindung manusia kelelawar yang bahkan tak tergores sedikit pun setelah menerima sihir barusan yang merupakan sihir tingkat tinggi jika dilihat dari energi yang digunakan Daru. Semua anak buahku terkejut melihat pertahanan kuat dari pelindung milik manusia kelelawar.

Tiba-tiba sebuah bola hitam meluncur deras ke arah Daru. Untung saja anak itu bisa menghindarinya. Ya, sihir hitam tidak menimbulkan ledakan bila serangannya mengenai sesuatu. Asap hitam itu langsung pecah menyebar bagai asap dan langsung menghilang begitu saja. Bila mengenai tubuh makhluk hidup, sihir hitam akan langsung masuk ke dalam tubuh yang terkena serangan dan sudah dipastikan merusak organ dalam seperti virus yang mematikan.

Akhirnya, Daru dan si manusia kelelawar itu pun saling serang dari jarak jauh. Si manusia kelelawar berusaha menyerang Daru dengan sihir hitamnya, walau Daru dengan lincah selalu menghindari dengan kecepatannya ke tempat lain, sebenarnya anak itu beberapa kali terkena serangan sihir hitam milik manusia kelelawar. Namun, serangan itu tidak membuat Daru terluka karena pelindung sihir penyembuhan yang aku buat bisa mementahkan serangah sihir hitam tersebut. Daru pun sama, dia tampak kesusahan menargetkan serangan ke badan manusia kelelawar karena manusia kelelawar terus bergerak terbang dan melakukan manuver akrobatik di udara.

Pertarungan sangat sengit terjadi antara Daru dan manusia kelelawar. Satu hal yang mungkin tidak diperhitungkan si manusia kelelawar adalah kapasitas energi sihirnya. Sihir hitam sangat banyak menguras energi sihir dalam pertempuran, sehingga wajar bangsa Demon akan bertahan lama dalam pertempuran karena memiliki kapasitas energi sihir yang besar. Berbeda dengan kapasitas energi sihir yang dimiliki manusia, yang sangat jauh di bawah bangsa Demon. Sebenarnya aku menunggu kapasitas energi sihir si manusia kelelawar habis.

Setelah setengah jam pertempuran berlangsung, tiba-tiba Daru membuat ratusan serangan kilat bola apinya. Tak lama, tercipta ledakan besar. Aku sangat yakin energi sihir si manusia kelelawar tinggal sedikit. Benar saja, si manusia kelelawar tak mampu mempertahankan sayapnya lebih lama lagi. Tiba-tiba saja, senyum manusia kelelawar langsung pudar saat dirinya melayang indah menginjakan kakinya di tanah. Tubuh manusia kelelawar berubah kembali ke tubuh aslinya, tubuh manusia. Sihir yang digunakan manusia kelelawar mengonsumsi hampir semua energi sihir yang ia punya. Jelas sudah kalau manusia kelelawar tidak bisa lagi menggunakan sihir hitamnya.

Tanpa bisa berkutik, serangan bola api Daru menghantam telak padanya. Manusia kelelawar yang telah menjadi prajurit penjaga perbatasan itu dihantam bola api milik Daru. Tubuhnya terbakar dan melayang ke udara lalu jatuh menghantam permukaan beton jembatan dengan posisi terlentang. Sang prajurit tewas, kulit serta daging di tubuhnya hangus tak bisa dikenali. Tubuh hangus itu perlahan menjadi abu lalu menghilang terbawa angin. Daru tersenyum untuk kemanangannya.

“KEPARAT! KUBUNUH KAU!” Teriak murka prajurit penjaga perbatasan yang lain pada Daru.

Kedua prajurit itu mulai menciptakan sihir pelindung hitam mereka. Mereka tentu bermaksud bertransformasi menjadi manusia kelelawar. Sebelum sihir pelindung itu benar-benar jadi, bola petirku yang berkekuatan cukup besar keburu menghantam keduanya. Sudah dipastikan kedua prajurit penjaga perbatasan tersebut lebur menjadi debu. Daru pun berlari menghampiriku. Seperti kebiasaannya, dia memeluk pinggangku.

“Bapak ... Aku menang ...” Suaranya lirih agak bergetar. Aku tahu, Daru sedang melepas stress dengan memeluk pinggangku.

“Ya, kamu menang ... Kamu memang penyihir hebat.” Aku coba menentramkan hatinya dengan mengusap-usap kepalanya.

“Panglima Tertinggi ... Apa rencana kita selanjutnya?” Tanya salah seorang anak buahku.

“Kita interogasi pasukan mereka. Jika melawan akan aku lenyapkan!” Kataku tegas.

“Laksanakan Panglima!” Seru anak buahku hampir bersamaan.

Aku kemudian menangkapi prajurit penjaga perbatasan Kerajaan Alvar tanpa perlawanan berarti karena mereka tidak seperti ketiga prajurit yang telah aku musnahkan. Kesemua prajurit penjaga perbatasan yang aku tangkap tidak memiliki sihir hitam. Aku menginterogasi mereka sampai mengaku bahwa raja mereka telah bekerja sama dengan Akseli, makhluk dari bangsa Demon, menciptakan monster-monster berupa manusia kelelawar untuk digunakan sebagai alat tempur. Aku mendapat informasi kalau monster manusia kelelawar yang telah tercipta tidak lebih dari 200 monster karena keterbatasan Perintokalu yang dimiliki Akseli.

Setelah puas mendapatkan informasi, aku memutuskan untuk kembali ke istana. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Ratu Padmasari dan para pejabat istana. Aku dan rombongan pun akhirnya bergerak pulang. Kali ini aku memutuskan untuk melakukan perjalanan non-stop dan beristirahat hanya satu jam atau dua jam tergantung situasi, sehingga perjalanan empat hari bisa aku pangkas menjadi dua hari saja. Aku merasa lega karena semua anak buahku, termasuk Daru, tiba dengan selamat di istana.

.....
.....
.....


Hari berganti, cuaca pagi ini memang dingin karena memasuki bulan musim dingin. Tetapi cuaca masih bersahabat untuk melakukan aktivitas apapun, termasuk pertemuan para petinggi istana yang sedang aku lakukan saat ini. Aku memberitahukan kepada Ratu Padmasari dan para pejabat istana tentang penemuanku di Kerajaan Alvar. Setelahnya, aku lempar kepada mereka untuk menyikap penemuanku tersebut.

“Bagaimana menurut pendapat Panglima Tertinggi?” Ratu Padmasari malah melempar kembali permasalahan ini kepadaku setelah mengalami dead lock dari hasil pertemuan yang sedang dilakukan.

“Kita kirim surat ke raja-raja tetangga yang menyatakan kita akan menghancurkan orang-orang yang bersekutu dengan bangsa Demon, termasuk di dalamnya Raja Alvas yang nyata-nyata bersekutu dengan bangsa Demon. Kita tunggu tanggapan mereka. Baru kita mengambil sikap.” Aku mengajukan usul.

“Saya setuju. Itu langkah yang bijaksana.” Ujar Hakim Agung.

“Saya juga setuju.” Sambut Menteri Kesejahteraan Rakyat.

“Setuju.”

“Setuju.”

“Setuju.”

Semua sepakat dengan usulanku dan Ratu Padmasari pun berkata, “Baiklah! Kita secepatnya mengirim surat kepada raja-raja tetangga kita. Tugas ini aku serahkan pada Panglima Kedua dan Panglima Ketiga. Segera selesaikan sebelum keadaan semakin parah.”

“Baik Yang Mulia Ratu.” Sahut Panglima Kedua dan Panglima Ketiga hampir bersamaan.

“Pertemuan ini aku tutup.” Kata Ratu Padmasari.

Semua peserta pertemuan pun menjura hormat pada Sang Ratu lalu membubarkan diri. Sementara itu, aku menuju ruangan panglima. Di sana aku bertemu dengan Panglima Pertama yang bernama Bhadrika, Panglima Keempat yang bernama Jagadita, dan Panglima Kelima Daru. Kami berempat membicarakan peningkatan kualitas prajurit kerajaan. Aku menginginkan para prajurit kerajaan mempunyai kemampuan sihir yang lebih dari kerajaan-kerajaan lainnya, baik dalam skill bertempur maupun kapasitas energi sihir mereka. Aku berpikir prajurit sebagai garda terdepan pertempuran membutuhkan tingkat kesiapan fisik dan mental yang baik agar tugas yang diemban dapat terlaksana dengan optimal. Oleh karena itulah aku dan para panglima merancang program pembinaan kekuatan dan mental. Tujuannya adalah agar para prajurit mempunyai skill yang tinggi dan kesiapan mental bertempur yang mumpuni.

“Aku akan membentuk pasukan khusus yang terdiri dari 500 orang terpilih. Aku ingin prajurit yang jujur dan loyal kepada kerajaan. Lakukanlah seleksi secepatnya.” Kataku pada Panglima Pertama.

“Baik Panglima Tertinggi. Kami akan segera melakukan seleksi kepada 500 prajurit yang Panglima Tertinggi inginkan.” Jawab Bhadrika.

Saat hari mendekati sore, pertemuan pun aku akhiri. Aku keluar dari ruangan lalu ke ruangan pribadi Ratu Padmasari. Di ruangan pribadinya, Ratu Padmasari sedang melakukan perawatan kecantikan. Dua orang pelayanan ratu dengan telaten meluluri tubuh Ratu Padmasari yang telanjang. Aku yang hendak pergi lagi langsung dilarang oleh Ratu Padmasari. Akhirnya aku bergabung dengannya.

“Mas mau dilulur juga?” Tanya Ratu Padmasari yang dalam posisi tertelengkup, sementara dua pelayannya membasuh dan sedikit memijat tubuh sang ratu.

“Tidak tuan putri.” Jawabku singkat sambil memperhatikan tubuh seksi dan mulus Ratu Padmasari. Sial! Entah darimana datangnya, birahiku mendadak tersulut. Apalagi saat menelisik bokongnya yang bulat dan kencang, nafsu birahiku timbul dengan dahsyatnya.

“Coba dulu mas ... Sambil dipijat ... Enak rasanya ...” Ujar Ratu Padmasari sedikit mendesah.

“Kalian berdua ... Keluar! Biar Yang Mulia Ratu saya yang urus.” Kataku tiba-tiba menyuruh dua pelayan keluar ruangan.

“Hamba Panglima ...” Keduanya menyahut hampir bersamaan lalu keluar ruangan pribadi Ratu Padmasari.

“Hi hi hi ...” Ratu Padmasari terkikik pelan saat melihat aku melepaskan seluruh pakaianku. Kini Ratu Padmasari tidur terlentang sambil membuka kedua pahanya. Dia sengaja mempertontonkan organ yang selalu diidam-idamkan kaum Adam.

Aku pun naik ke atas ranjang. Kuposisikan tubuhku di atasnya dan bertumpu dengan tanganku. Kukecup bibirnya yang sedikit terbuka. Setelah beberapa saat ciuman kulepas dan berkata, “Aku akan membuahi rahimmu, Ratu. Aku ingin Ratu mengandung anakku.”

“Lakukan mas ... Aku siap mengandung anakmu ...” Desah Ratu Padmasari sambil membelai-belai wajahku.

Kepala kejantananku mencari-cari lubang senggama Ratu Padmasari, setelah ketemu kudorong kejantananku hingga perlahan-lahan tenggelam ke dalam liang hangat dan basahnya. Penisku nyaman di dalam sana, dan mulai menemukan mometum terbaiknya hingga kurasakan gelombang tenaga aneh yang menyebar dari antara kedua kemaluan kami ke dalam tubuhku.

“Apakah mas merasakannya?” Tanya Ratu Padmasari setengah berbisik. Aku hanya menganggukkan kepala sambil memejamkan mataku, berusaha untuk tidak melewati sensasi nikmat ini.

Terasa kembali titik-titik pasir tadi di dalam tubuhku, hangat tertebar. Kudiamkan kejantananku tanpa bergerak hingga sensasi itu mereda. Ketika suasana tubuh kami agak santai, kukedutkan kejantananku di dalam kewanitaannya, seperti sedang menghentikan pipis. Ratu Padmasari membelalak sambil tersenyum, dan aku membalasnya segera. Kembali kukedutkan dua kali, dan ia membalasnya dua kali pula. Kami langsung terbahak-bahak menyadari lucunya kelakuan kami itu.

Kugelitik pinggangnya dan Ratu Padmasari semakin tergelak dan mendekapkan wajahku ke dadanya. Setelah tenang, kutatap matanya dalam, ia membalasnya dengan senyum terindahnya, senyum seorang wanita cantik yang merasa bahagia. Kukecup dahinya, turun ke hidungnya, kami adukan hidung kami berdua, dan kudaratkan bibirku di atas bibirnya. Bibir kami tidak terbuka dan hanya saling bersentuhan, kugesekkan permukaan bibirku pada bibirnya, ia membalasnya, sementara kedutan demi kedutan semakin gencar di bawah sana. Dan akhirnya perlahan, kutarik kejantananku keluar sedikit dengan gerakan yang sangat perlahan, responnya luar biasa! Wajahnya mendongak ke atas, mulutnya setengah terbuka, matanya setengah menutup. Ketika itu pula kukulum bibir bawahnya dengan sangat lembut, ia membalas dengan mengulum bibir atasku.

Nada suaranya bergetar menahan sensasi, “Aaahh...!”

Kembali kudorong dengan sangat perlahan kejantananku ke dalam kewanitaannya. Terasa sangat licin, lembab, halus, hangat, dan sangat lembut menggesek permukaan kulit kejantananku. Ketika kutarik kembali, terasa bibir-bibir kemaluannya agak terbetot keluar, karena ia sedang berusaha untuk mencengkeram kejantananku. Pegangan tangannya pada punggungku terasa sangat keras, telapak tangannya tidak menempel pada punggungku, melainkan punggung tangannya yang menekan keras.

Seperti piston begitu penisku keluar masuk vaginanya sambil mengeluarkan suara berdecak-decak. Lubang vagina miliknya ini benar-benar berlendir seperti butiran pasir. Dan butiran pasir itu demikian nikmatnya mengesek seluruh permukaan kulit penisku sehingga membuat setiap ujung syarat penisku mendapat sentuhan kenikmatan yang sangat luar biasa. Ditambah lagi dengan dinding vagina Ratu Padmasari yang terus menerus berkedut seolah meremas-remas seluruh batang dan kepala penisku. Betul-betul sangat luar biasa nikmat.

Benda pusaka warisan nenek moyangku terus bergerak maju-mundur di dalam liang kewanitaan Ratu Padmasari. Kecepatan genjotanku bertambah setiap menitnya. Vagina Ratu Padmasari semakin banyak mengeluarkan cairan pelumas yang hangat. Suara becek yang diakibatkan oleh sodokan kejantananku dan beceknya lubang vagina Ratu Padmasari semakin keras.

"Aaahh... Ssshh... Aaahh... Ooohh..." Desahnya.

Sementara penisku ‘bermain’ di dalam lubang vagina Ratu Padmasari, lidahku juga mulai memainkan putingnya. Itu membuat tubuh Ratu Padmasari semakin bergerak tak karuan, goyangan pinggulnya semakin ganas dan sesekali dia menggigit leherku untuk menahan kenikmatan yang dia rasakan. Semakin lama semakin kupercepat sodokan penisku dan gelitikan lidahku di putingnya semakin kupercepat pula, semakin ganas juga Ratu Padmasari bergoyang.

"Aaaaahh... Ooooohhh...... Ssssshhhhhhh.....!" Ratu Padmasari melenguh panjang sambil memelukku sangat erat, tubuhnya menegang hebat, matanya terpejam dan kurasakan ada cairan hangat kental mengguyur penisku. Ratu Padmasari mengalami orgasme. Aku semakin mempercepat sodokanku. Tubuh Ratu Padmasari mulai melemas tetapi aku terus mempercepat sodokanku.

"Aaaaaahh....." Ada sesuatu di dalam penisku yang mulai bergerak dan geli bercampur enak yang kurasakan mulai meningkat. Tak lama, spermaku keluar dengan derasnya dan langsung masuk ke dalam rahim Ratu Padmasari. Aku klimaks dengan tubuh mengentak.


Beberapa saat kami terdiam tanpa sepatah kata, menikmati sisa-sisa orgasme kami yang begitu sangat nikmat. Aku mulai terkulai di samping Ratu Padmasari dengan mengatur napas yang masih sedikit memburu. Aku menoleh ke samping, Ratu Padmasari pun masih terpejam, dadanya naik turun. Napasnya berkejaran, dadanya kembang-kempis, keringat mengalir dari dahinya. Aku memiringkan tubuh memeluk Putri Padmasari dari samping. Aku suka melihat senyum indah yang terus terukir dari bibirnya.

“Mau lagi?” Candaku dengan berbisik di telinganya.

“Mau ...” Balasnya mendesah masih dengan senyumannya.

“Ratuku ini sangat cantik ...” Godaku dengan suara pelan.

“Jangan menggoda ratumu, panglima! Ayo! Bekerjalah kembali.” Ujar Ratu Padmasari sembari menarikku hingga aku sudah berada di atas tubuhnya lagi.

“Sekarang?” Tanyaku.

“Ya! Lakukanlah sekarang!” Jawab Ratu Padmasari dengan suara tegas.

“Baiklah!” Jawbaku.

Aku pun mulai menggesek-gesek batang kejantananku di lipatan bibir vagina Ratu Padmasari yang basah dan hangat. Penisku yang awalnya masih setengah bangun, tak lama mengeras dan siap bekerja lagi. Tanpa ampun, kepala penisku kembali membelah vagina Ratu Padmasari. Menyeruak masuk ke dalam liang senggamanya. Bibirnya membalas pagutanku dan secara perlahan aku mulai memompakan kejantananku. Kembali desahannya terdengar memacu gairahku. Tubuh kami bergerak berlomba mengejar kenikmatan.

“Aaahh... Aaahh... Aaahh...” Ratu Padmasari terus mendesah-desah. Setiap kutatap mukanya yang mengairahkan, maka aku pun terpacu untuk membagi kenikmatan yang lebih kepadanya.

Bunyi desah napas dan erangan kami semakin sering dan kuat, memenuhi seluruh sudut ruangan pribadi Ratu Padmasari. Vaginanya kugenjot semakin cepat dan kuangkat kaki kirinya dan kulipat sehingga lututnya menempel di perutnya. Dengan satu kaki terangkat dan satu lagi dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau.

"Ouahh... Uuhh... Ouahh... Uuhh...!"

Aku tidak sanggup mengungkapkan bagaimana lubang kenikmatan itu sangat lihai memanjakan penisku, begitu ketat, panas, dan penuh dengan pijatan heboh. Dinding vaginanya mulai berdenyut dan aku pun sudah mencapai sebuah titik dimana aku tidak bisa kembali lagi dan harus kuraih puncak itu. Kakinya yang tadi kulipat kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit pinggangku.
"Sekarang Ratuku... Naahh... Aku mau kell.. Lluu.. Aaarr.. Ghh...." Aku menggeram keras. Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di vaginanya.

"Ouuuhh..... Aku juga samm.. Paaiihh...!" Ratu Padmasari pun memekik kecil.

Giginya dibenamkan di bahuku sampai membekas. Jepitan kakinya semakin ketat dan denyutan di vaginanya terasa meremas penisku. Ditekan-tekannya pantatku ke bawah dengan betisnya. Letupan-letupan dahsyat yang melanda perasaan kami akhirnya meletus juga. Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai lemas.

Udara sejuk yang bertiup dari luar kamar pribadi ini sangat membantuku untuk mengembalikan tenaga. Ratu Padmasari masih mengusap dan mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring miring di sebelahku dengan kaki kananya membelit kakiku. Kupeluk bahunya dan kuusap-usap dengan lembut.

"Aku tidak ingin hari ini berlalu dengan cepat. Aku masih ingin bersamamu berbagi kenikmatan." Kata Ratu Padmasari sambil mengecup lenganku.

“Sampai besok pagi.” Candaku sambil tersenyum.

“Hi hi hi ... Emangnya Mas Azka kuat?” Tanyanya membalas candaanku.

“Kalau bermain dengan Ratuku yang cantik, aku pasti kuat.” Kataku lalu mencium keningnya.

“Mas ...” Tiba-tiba nada suara Ratu Padmasari berubah serius. “Apabila aku tidak hamil dalam waktu sebulan ini. Aku sudah menyiapkan wanita spesial untuk mas hamili. Nanti, saat bayi itu sudah lahir, aku akan mengambilnya dan menjadikan anak itu anakku.” Lanjutnya yang kutanggapi santai.

“Aku tidak berani membantah perintah tuan putri. Tapi, jangan berputus asa dulu. Mulai sekarang, kita harus melakukannya setiap hari agar semakin banyak kesempatan tuan putri hamil.” Jawabku.

“Baiklah ...” Ucapnya mendesah.

Hari yang panjang ini belum berakhir dan kami akan terus memadu kasih. Aku dan Ratu Padmasari semakin tenggelam dalam gairah yang semakin membara. Sudah bebebrapa jam kami terus melakukan kegiatan panas kami, dan sudah beberapa gaya kami pakai untuk saling memberi kenikmatan tetapi tak ada satu pun dari kami yang ingin kegiatan ini berhenti. Sepanjang malam ini seperti malam pertama bagiku dan bagi Ratu Padmasari. Kami bercinta seperti perkelahian macan yang lapar akan kasih sayang. Kami pun berhenti setelah merasa ‘kenyang’ dan tidur pulas dengan membawa gambaran kenikmatan yang baru saja kami selesaikan.

.....
.....
.....

Sinar matahari pagi menerangi bumi memberi tanda kehidupan di dunia. Aku menatap langit biru berhias mega-mega. Pagi ini masih dingin membeku, angin pun enggan untuk sekedar meniup daun-daun. Setelah menarik napas, menemukan kedamaian untuk bernapas kembali, aku segera melesat menggunakan teknik bergerak cepat elemen sihir cahaya. Tak akan ada orang yang bisa melihat pergerakanku, karena tubuhku seolah berganti menjadi cahaya, berbaur dengan biasnya cahaya matahari pagi.

Memang sungguh luar biasa sihir elemen cahaya. Aku bisa pergi kemana saja dengan waktu yang sangat singkat. Aku melesat ke bagian barat atas perintah Petteri tadi malam. Entah apa yang menjadi alasan Petteri agar aku pergi ke Kerajaan Tinberg untuk menemui Ratu Treysca. Petteri tidak memberitahukannya. Dengan teknik elemen sihir cahaya, perjalanan tujuh hari tujuh malam dengan berkuda ke istana Ratu Treysca hanya aku tempuh dalam tujuh menit saja. Namun tentu saja, energi sihirku pun terkuras sangat banyak, hampir setengah dari kapasitas energi sihirku digunakan untuk perjalanan singkat ini.

Istana Ratu Treysca terasa dingin. Aku yang berdiri di gerbang istana merasakan aura kegelapan yang amat pekat hingga membuat rongga napasku seakan tercekat. Aura kegelapan yang tidak pernah aku rasakan di manapun sebelumnya. Mungkin ini mengapa Petteri menyuruhku ke tempat ini. Aku berfirasat telah terjadi sesuatu yang hebat di istana ini.

Aku melewati gerbang istana tanpa penjagaan. Suatu keganjilan yang mengherankan. Suasana istana begitu sepi dan senyap. Tiba-tiba aku mencium bau bangkai yang menyengat, mendekat dan melekat di rongga hidung. Dan akhirnya aku melihat mayat tergeletak berserakan di depan pintu utama istana, beberapa dengan kepala yang terpisah dari badannya. Jelas sudah bagiku kalau di istana ini ada sesuatu yang menghebohkan.

Aku langsung melesat masuk ke dalam istana, semakin ke dalam semakin banyak mayat kutemukan. Kesemuanya adalah mayat-mayat prajurit kerajaan. Akhirnya aku sampai di ruangan sianggasana ratu. Alangkah terkejutnya saat aku melihat Bisma sedang duduk di singgasana raja. Di ruangan ini ada belasan orang yang semuanya serempak menoleh ke arahku yang baru saja datang.

“Ah ... Akhirnya tabib sakti datang ... Selamat datang di istanaku, Tabib Azka ...” Suara lantang Bisma benar-benar menyakitkan telinga. Kini aku sadar kalau Bisma telah mengambil tahta Ratu Treysca.

“Terima kasih atas sambutannya. Tapi sayang, aku datang ke sini karena akan memenggal kepalamu manusia pengkhianat!” Kataku langsung kasar.

“HA HA HA ... WALAU PUN KAU ADALAH PENYIHIR ELEMEN PETIR. TAPI KAU TIDAK AKAN BISA MENGALAHKANKU. AKU PERINGATKAN! MENYERAH DAN BERGABUNGLAH DENGAN KAMI!” Lantang Bisma penuh dengan kesombongannya.

“Kau salah besar pengkhianat! Aku bukan penyihir elemen petir! Bersiaplah untuk mati!” Aku menggeram marah. Suaraku parau penuh dengan kemurkaan.

“BUNUH DIA!” Tiba-tiba Bisma memerintahkan anak buahnya.

Belasan orang langsung berkelebat menyerangku. Sungguh aku sangat terkejut karena tanpa kusadari tiba-tiba aku terpelanting keras ke belakang dan membentur dinding ruangan hingga dinding tersebut retak-retak. Belum juga sempat berpikir untuk bertindak, sebuah tendangan menerpa tubuhku hingga aku terbang melayang karena begitu kuat tendangan yang makhluk itu lancarkan. Ya, belasan orang yang menyerangku ternyata bukan manusia tetapi mereka makhluk ciptaan.

Sebelum terkena lagi serangan makhluk-makhluk tersebut, aku langsung mengeluarkan pedang cahayaku. Pedangku pun berkelebatan ke sana kemari, membendung serangan makhluk-makhluk yang kini terlihat ragu mendekatiku lagi. Bahkan, makhluk-makhluk itu satu persatu mundur dan berhenti menyerangku.

“KAU TELAH TERKENA PUKULAN DAN TENDANGAN ANAK BUAHKU, AZKA. SEBENTAR LAGI KAU AKAN MATI MENGENASKAN. HA HA HA ...” Ucap Bisma yang diakhiri dengan tertawanya yang terbahak-bahak.

Aku berkelebat ke arah Bisma, namun pria itu langsung membuat sihir pelindung, sihir hitam yang dia andalkan. Pedang cahayaku untuk sementara berhasil dia tahan, tetapi sabetan kedua, ketiga dan selanjutnya membuat sihir pelindungnya semakin menipis dan goyah.

“KENAPA KALIAN DIAM SAJA! BUNUH DIA!” Teriak Bisma sangat panik pada anak buahnya.

Sial! Aku harus menghadapi makhluk-makhluk itu dulu. Mereka pun menyerang. Aku berkelebat balik menyerang belasan makhluk tersebut dengan gerakan yang tak terduga cepatnya. Terdengarlah suara jeritan memilukan yang disusul oleh hancurnya tubuh mereka menjadi asap hitam. Saatnya aku menghabisi Bisma sang pengkhianat, namun dia sudah tidak di tempat. Bisma kabur melalui jendela besar di sisi kanannya. Tak akan kubiarkan dia lolos, segera saja aku mengejar Bisma. Saat aku berhasil menyusulnya, pedang cahayaku dengan sukses menebas leher manusia pengkhianat itu. Leher Bisma terpenggal, kepalanya terpisah dengan badannya. Darah mengucur seperti air mancur dan diikuti dengan jatuhnya dua tubuh yang terpisah dari sang pengkhianat.

Tiba-tiba aku melihat sinar-sinar hitam berhamburan ke angkasa. Banyaknya tidak kurang dari dua puluh sinar hitam. Setelah lenyap dari pandangan, aku berkelebat mencari Ratu Treysca. Istana sebesar ini benar-benar kosong, tidak ada penghuninya. Aku terus berkelebat mencari orang-orang dan ternyata orang-orang penghuni istana berada di penjara bawah tanah. Aku bebaskan mereka semua, anehnya mereka semua perempuan dan tidak memiliki sihir yang kuat.

“Bapak ...!!!” Teriak bocah perempuan yang sangat familiar. Bocah itu berlari mengarah padaku.

“Puspa ...!” Aku langsung menggendongnya. Puspa memelukku erat sekali seakan tak ingin dilepaskan lagi. Entahlah, aku juga sangat merindukan bocah ini. Mau bagaimana lagi, aku sudah terlanjur sayang padanya. “Kamu tidak apa-apa, nak?” Tanyaku.

“Puspa takut ...” Jawabnya lirih sambil terisak.

“Mas ...” Suara itu lagi. Aku memandang wajah Ana yang sembab.

“Aku harus mencari Ratu Treysca. Di mana dia?” Tanyaku dengan harapan Ana mengetahuinya. Ana menggelengkan kepala.

“Ratu Treysca ada di penjara khusus dengan para pejabat istana.” Terdengar suara seorang wanita paruh baya dari belakangku.

Aku menoleh padanya dan berkata, “Di mana tempatnya?” Tanyaku sangat serius.

“Mari! Saya tunjukkan!” Katanya sembari tergesa-gesa berjalan keluar dari penjara bawah tanah ini.

Aku memberikan Puspa pada Ana, lalu berlari mengikuti wanita paruh baya yang mengetahui Ratu Treysca disekap. Kami menyeberangi ruang demi ruang dan memasuki koridor panjang dan sempit yang mengarah jauh ke belakang. Kami terus berjalan cepat hingga sampai di sebuah gerbang dengan pintu besi nan kokoh. Gerbang tersebut digembok menggunakan rantai berukuran besar. Tetapi itu bukan masalah, bola petirku bisa membongkar gembok hingga hancur tak bersisa. Aku tentu terkesiap saat melihat di kiri kananku terlihat tawanan-tawanan yang kondisinya sangat mengkhawatirkan. Mereka dalam keadaan tergeletak dengan tangan terliputi oleh sebuah sinar sihir.

“Ini tuan ...!” Teriak wanita paruh baya di ujung ruangan.

Aku melesat ke tempat si wanita paruh baya. Benar saja, Ratu Treysca tergeletak tak berdaya dengan kedua tangan terikat dan terselubungi sinar sihir. Tak berpikir lama-lama, aku hancurkan pintu penjara dengan pukulan petirku, lalu memburu Ratu Treysca. Setelah menghancurkan selubung sihir dengan kekuatan elemen cahaya, aku segera mengubah lagi warna sinar energi sihirku menjadi hijau. Aku pun langsung memeriksa keadaan Ratu Treysca. Keadaannya cukup parah, terdapat luka dalam akibat serangan sihir hitam dan energi sihir miliknya habis tak bersisa.

Di bawah sinar obor, aku berusaha menyembuhkan terlebih dahulu luka dalamnya. Beberapa kali Ratu Treysca memuntahkan cairan berwarna hitam sebelum akhirnya keluar asap hitam dari sekujur tubuhnya yang kemudian membentuk bola asap hitam. Aku hancurkan bola asap hitam tersebut dengan bola petirku. Setelahnya, aku memberikan energi sihir murni ke dalam tubuh Ratu Treysca. Sinar energi sihir murni merupakan pusaran energi baru yang berfungsi membentuk energi sihir, dan aku menyuntikkannya ke dalam tubuh Ratu Treysca agar dia bisa membangkitkan lagi energi sihirnya sendiri. Sekitar sepuluh menit berselang, Ratu Treysca membuka matanya. Aku sangat lega karena Ratu Treysca dapat aku selamatkan. Jika saja aku telat satu atau dua jam, kemungkinan besar nyawa Ratu Treysca tidak bisa diselamatkan.

“Ratu Treysca ...” Sapaku sambil tersenyum.

“Tuan Azka.” Lirih Ratu Treysca.

“Apakah Ratu kuat berdiri dan berjalan?” Tanyaku yang dijawab dengan anggukan lemas. “Kalau begitu, Ratu keluar dari penjara ini. Pulihkan dulu kondisi Ratu di istana. Saya akan menolong yang lain.” Lanjutku.

“Baik.” Ujar Ratu Treysca sambil bangkit berdiri perlahan.

“Ibu temani Yang Mulia Ratu.” Perintahku pada wanita paruh baya yang mengantarkanku ke tempat ini.

“Baik tuan.” Ujar wanita itu sembari memapah Ratu Treysca berjalan keluar dari penjara bawah tanah.

Mulailah satu persatu aku bebaskan dan selamatkan para tahanan yang lain. Semuanya adalah para pejabat istana. Namun, aku tidak menemukan satu pun panglima di penjara ini. Hampir satu jam penuh, aku berhasil menyelamatkan para pejabat istana yang terkurung di penjara bawah tanah ini. Stelah semuanya terbebaskan, aku melesat menuju istana dan memburu Ratu Treysca di kamar pribadinya. Ratu Treysca terbaring di tempat tidur, dia sangat kepayahan, beberapa wanita sedang merawatnya.

“Tuan Azka, aku minta tolong. Bersihkan istana ini dari orang-orang yang bersekongkol dengan bangsa Demon. Kebanyakan mereka dari pasukan penyembuhan. Bunuh Jayanti dan anak buahnya, mereka itu biang keladi kekacauan di istana ini.” Ucap Ratu Treysca yang terdengar sebagai titah bagiku.

“Baik Yang Mulia Ratu.” Jawabku.

Pertama yang aku lakukan adalah ke wilayah keputrian istana. Ternyata Jayanti dan anak buahnya sudah tidak berada di sana. Keputrian istana kosong melompong, tampak telah ditinggalkan penghuninya. Kemudian aku keluar istana, memanggil masyarakat sebanyak-banyaknya untuk membersihkan bangkai-bangkai manusia. Tak ayal, seharian ini aku disibukan dengan ‘membersihkan’ dan membuat normal kembali istana Ratu Treysca. Aku sangat tertolong oleh banyaknya masyarakat yang datang. Mereka semua berjibaku bersama-sama menormalisasi istana kerajaan.

Aku merasa sedih saat mengetahui kelima panglima tewas mengenaskan di antara mayat-mayat yang berhasil aku dan masyarakat kumpulkan. Belum lagi puluhan prajurit tak bernyawa yang kesemuanya mengeluarkan aroma bangkai yang menyengat. Sihir hitam milik bangsa Demon memang sangat keji. Sihir itu membunuh manusia dengan keadaan organ dalam rusak dan mengeluarkan bau bangkai yang sangat busuk. Tentu saja, aku memutuskan untuk menguburkan mayat-mayat itu secara masal secepat-cepatnya.

Aku pun berkelebat mengitari Kerajaan Tinberg untuk memanggil sebagian prajurit untuk kembali dan mengamankan istana. Hingga tak terasa energi sihirku sudah mencapai ambang batas yang tidak bisa lagi kugunakan. Walau masih ingin mengurusi istana Ratu Treysca, namun dengan sangat terpaksa aku harus memulihkan energi sihirku dengan bermeditasi di salah satu ruangan istana. Entah berapa lama aku harus memulihkan energi sihirku, tetapi yang jelas aku tidak ingin seorang pun mengganggu usaha pemulihanku.

.....
.....
.....


Aku bangun dari meditasiku. Terasa aliran energi sihirku sudah kembali seperti sedia kala. Aku pun lantas keluar dari ruangan dan melihat kesibukan orang-orang di sekitar istana. Ternyata hari sudah mendekati pagi walau keadaan masih gelap. Aku berjalan mengitari istana yang sudah tampak bersih. Dari kejauhan aku melihat seorang bocah perempuan berlari ke arahku. Aku pun tersenyum dan menyambut si bocah dengan pelukan. Aku gendong Puspa yang tak henti-hentinya memanggilku.

“Bapak kok lama sekali datangnya?” Puspa mulai mengoceh dengan nada kecewa.

“Bapak banyak sekali urusan, nak ... Bapak baru sempat sekarang datang berkunjung ke sini.” Ucapku setelah mencium keningnya.

“Bapak jangan pergi lagi. Bapak tinggal di sini sama Puspa ya ...” Dia merajuk sambil merangkul leherku dan wajahnya dibenamkan di ceruk leherku.

“Bapak tidak bisa tinggal di sini nak ... Bagaimana kalau Puspa yang ikut bapak?” Tanyaku dan bocah itu langsung melepaskan pelukannya. Wajahnya yang imut langsung sumringah. Senyumannya mengembang seakan bebannya terbang.

“Aku mau ikut bapak.” Ujar Puspa riang.

Tak lama datang Ana dengan pria tampan yang kuyakini sekarang telah menjadi suaminya. Hal yang wajar kalau kami saling sapa. Bagaimana pun aku pernah hidup bersama dengan wanita ini. Kami saling menanyakan kabar dan bertukar informasi sekecil apa pun itu. Benar saja, pria tampan di samping Ana telah berstatus suami Ana, Uraga namanya. Dia berterima kasih padaku karena telah menyelamatkan nyawanya.

“Hal yang penting sekarang adalah mencari panglima untuk mengatur keamanan istana dan wilayah negeri. Kedua, tangkap dan adili orang-orang yang telah mengacau istana, dan hukum orang-orang yang bersekongkol dengan bangsa Demon.” Kataku pada Uraga.

“Paman Wita cocok menjadi panglima utama. Beliau berilmu tinggi dan bijaksana.” Uraga memberikan saran.

“Kalau begitu, panggil beliau suruh menghadapku.” Kataku seperti aku yang menjadi raja.

“Baik tuan ...” Uraga menjura hormat lalu pergi ke arah timur istana.

“Mas ... Maafkan aku mas ... Aku masih kepikiran, kalau aku sudah menyakiti hati Mas Azka.” Tiba-tiba Ana berkata sendu sambil menunduk.

“Aku sudah melupakan kejadian itu, Ana. Bagiku itu masa lalu yang tidak perlu lagi kita ungkit. Sekarang kita harus menatap masa depan. Dan tugas kita sekarang adalah melindungi Ratu Treysca dan negeri ini.” Kataku tegas dan lugas.

“Iya mas ...” Lirih Ana masih menundukan wajahnya.

“Ibu ... Puspa mau ikut bapak ...” Tiba-tiba Puspa bersuara yang membuat Ana mendongak dan menatap putrinya.

“Bapakmu sibuk, nak ... Puspa sama ibu saja di sini ...” Ujar Ana.

“Tidak bu ... Puspa mau iku bapak ... Ibu sudah gak sayang sama Puspa.” Ucapan Puspa sontak membuatku menatap tajam pada Ana. Aku sangat tahu jika seorang anak kecil tidak pandai berbohong, sehingga apa yang dikatakannya lebih tulus, penyampaian apa adanya.

“Puspa merasa tidak disayang lagi oleh ibunya. Apa yang kamu lakukan pada anak ini?” Tanyaku mulai dengan nada mengintimidasi.

“Bukan begitu ... Aku masih tetap menyayanginya ...” Ana coba berkilah.

“Ibu bohong ... Ibu sudah gak sayang sama Puspa.” Ucap Puspa sedikit berteriak.

“Tidak Puspa ... Ibu sayang sama kamu nak ...” Kata Ana memelas sambil menatap Puspa.

“Nggak! Puspa mau ikut sama bapak!” Kini Puspa benar-benar menjerit sembari memelukku sangat erat.

“Puspa ...” Ana mulai terisak.

“Ana ... Apa yang telah kamu lakukan membuat Puspa kecewa. Katakan dengan jujur, kenapa anak ini menjadi membencimu?” Tanyaku sangat serius.

Ana menundukkan lagi wajahnya dan terdengar isak tangisnya. Beberapa saat kemudian Ana menatap wajahku dan berkata, “Ayah barunya tidak menginginkan Puspa bersama kami. Jadi, Puspa aku titipkan ke seorang pelayan istana untuk mengurusnya.”

Sungguh, aku tidak percaya dengan ucapan Ana seperti itu. Entahlah, pikiran apa yang ada di benak wanita ini. Demi rasa cinta pada suami barunya, Ana tega melepaskan anaknya sendiri. Aku dibuat terbengong-bengong, sedih sekaligus miris. Bagiku, Ana salah satu orang yang paling konyol karena telah berperilaku yang tidak masuk akal dengan mengatas namakan cinta. Dalam kasus ini, tak salah kalau para penyair atau musisi menulis bahwa kekuatan cinta bisa mengalahkan segalanya. Tetapi bagiku itu tetap saja konyol.

“Daripada kamu titipkan ke pelayan istana. Bagaimana kalau Puspa kamu titipkan padaku saja. Biarkan aku yang mengurus dan mendidiknya. Aku sudah terlanjur sayang sama anak ini.” Kataku yang sukses membuat mata Ana membola sempurna.

“Mas ... Aku tidak ingin merepotkan mas ...” Ana berusaha menolak permintaanku.

“Aku tidak merasa direpotkan. Aku bahkan sangat berharap Puspa bersamaku. Dan aku berjanji, aku tidak akan mengajarkan anak ini untuk melupakan ibunya. Aku akan mengingatkannya kalau dia mempunyai ibu yang harus dia sayangi.” Kataku lagi penuh penekanan.

Ana menangis tersedu-sedu sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Aku menunggunya selesai menangis. Beberapa menit berselang, Ana bersuara, “Aku akan titipkan Puspa padamu, mas ... Tapi aku minta setiap bulan Puspa harus menemuiku di sini.” Akhirnya Ana memutuskan.

“Baiklah ... Aku akan membawa Puspa setiap bulan ke sini untuk menemuimu.” Kataku sambil tersenyum bahagia.

Akhirnya, aku dan Ana membicarakan tentang pengurusan Puspa dan syarat-syarat yang harus aku lakukan yang diminta Ana. Menurutku, syarat-syarat yang diminta Ana sangat ideal, Ana tidak ingin Puspa melupakannya, sehingga aku langsung menyetujui persyaratan itu. Untuk saat ini Puspa benar-benar kecewa pada Ana, namun aku akan berusaha menghapus kekecewaan anak ini dan mengembalikan kasih sayang pada ibunya seperti dulu.

Aku dan Ana menghentikan pembicaraan tatkala Uraga datang bersama seorang pria paruh baya. Ya, dialah Wita yang disebut oleh Uraga ‘Paman’. Kami pun bersama-sama menghadap Ratu Treysca. Ratu cantik itu memang sudah menungguku dan segera saja kami melakukan pembicaraan penting. Ratu Treysca langsung diminta Ratu Treysca untuk menjadi Panglima Tertinggi di kerajaannya yang tentu saja aku tolak.

“Maaf Yang Mulia Ratu ... Saya tidak bisa karena saya terikat oleh Ratu Padmasari. Saya paling bisa membantu dari belakang layar. Biarlah Tuan Wita yang menjadi Panglima Tertinggi kerajaan ini.” Jawabku atas permintaan Ratu Treysca.

“Sungguh aku kecewa mendengarnya, Tuan Azka ... Tetapi sekali lagi itu adalah keputusanmu dan aku tidak bisa memaksakan kehendakku. Ya, aku memang akan memintamu untuk membantu kami mengamankan negeri, terutama dari orang-orang yang memiliki sihir hitam. Aku berjanji akan menumpas orang-orang yang mempelajari sihir hitam di negeri ini. Aku akan ultimatumkan bahwa orang-orang yang memiliki sihir hitam adalah musuh negara.” Ungkap Ratu Treysca sangat bernafsu.

“Saya setuju ... Saya akan membantu Yang Mulia Ratu untuk membasmi orang-orang itu.” Kataku.

“Tuan Wita ...” Ratu Treysca mengalihkan pandangannya pada pria paruh baya di sampingku.

“Hamba Yang Mulia Ratu ...” Wita menjura hormat.

“Kau aku angkat menjadi Panglima Tertinggi. Kerjakan tugasmu sebaik-baiknya. Aku tidak ingin ada lagi warga istana yang memiliki sihir hitam. Singkirkan dan penggal kepala mereka!” Titah Ratu Treysca kepada Panglima barunya.

“Hamba Yang Mulia Ratu ...” Jawab Wita kembali menjura hormat.

“Pergi dan kerjakanlah!” Ujar Ratu Treysca.

Panglima Wita lantas pergi dari ruang pertemuan bersama Uraga dan Ana. Aku masih berada di ruangan ini masih dengan menggendong Puspa. Tentu saja Ratu Treysca bertanya mengapa aku terus menggendong anak ini, dan aku menjawab apa adanya.

“Dalam sepuluh tahun ke depan anak ini akan menjadi ksatria sihir tanpa tanding. Saya akan menjadikan anak ini tangan kanan Yang Mulia Ratu sebagai gantiku.” Kataku.

“Aku percaya padamu, Tuan Azka. Dan aku tunggu janjimu.” Ratu Treysca tersenyum senang.

“Oh ya, Yang Mulia Ratu ... Apa yang terjadi dengan Jayanti serta anak buahnya?” Tanyaku penasaran.

“Mereka adalah kaki tangan Bangsa Demon. Bisma dan Jayanti ingin menguasai negeri ini dan menjadikan markas para Demon untuk membuat kekacauan di dunia manusia. Aku baru sadar saat seorang prajuritku memberitahukan bahwa Bisma dan Jayanti bersekongkol dengan bangsa Demon. Sayangnya, sudah terlalu banyak bangsa Demon yang menetap di istanaku dan aku kalah bertarung dengan mereka. Untung Tuan Azka datang dan berhasil mengusir mereka.” Jelas Ratu Treysca.

“Ini belum selesai Yang Mulia Ratu ... Saya khawatir mereka akan kembali. Jadi sebaiknya kita terus waspada dengan kehadiran bangsa Demon dan antek-anteknya.” Kataku.

“Ya ... Aku bertekad akan memburu dan menghancurkan orang-orang yang memiliki sihir hitam dan tentunya aku sangat membutuhkan bantuan Tuan Azka.” Ungkap Ratu Treysca.

“Saya akan selalu siap membantu.” Jawabku penuh keyakinan.

Aku dan Ratu Treysca kemudian berdiskusi panjang lebar tentang cara memberantas penyihir penganut sihir hitam. Kami pun sepakat untuk menjalin kerjasama antar dua kerajaan. Aku akan mengirim prajurit-prajurit sihir yang bisa diandalkan untuk melakukan ‘pembersihan’ di Kerajaan Ratu Treysca dari pengkhianat-pengkhianat yang masih bergentayangan. Dan Ratu Treysca akan mengirim pasukan untuk aku latih di Kerajaan Ratu Padmasari. Sesuai dengan keinginanku, aku akan membentuk pasukan khusus yang tangguh dan berilmu tinggi.

.....
.....
.....


Aku kembali ke Kerajaan Qaarsut saat matahari sudah tergelincir hampir ke peraduannya. Dengan membawa Puspa, aku melesat dengan kecepatan cahaya. Sudah barang tentu, Puspa sudah aku lindungi dengan selubung sinar agar tubuhnya tidak hancur. Dalam tujuh menit, aku sampai di istana Ratu Padmasari. Hormat prajurit menyambutku tatkala memasuki istana. Aku dan Puspa berjalan sambil bergandengan tangan.

“Bapak ... Aku ingin bertemu dengan kakak Daru ...” Ucap Puspa sembari jalan loncat-loncat ala bocah seusianya yang menandakan kalau ia senang dan bahagia.

“Sebenar lagi kamu akan bertemu dengan kakakmu.” Kataku. Belum juga bibirku kering, tiba-tiba Daru terlihat di depanku. Wajahnya terkejut namun sekilas dan langsung berubah berseri-seri.

“Puspa ...” Teriak Daru sambil melesat menghampirinya.

“Kakak Daru ...” Puspa menyambut dengan mengambil tangannya.

Mereka seperti kakak beradik yang terpisah lama. Keceriaan mereka tampak pada binar mata mereka. Daru pun mengajak Puspa ke tempatnya. Sementara aku langsung mendatangi Ratu Padmasari di ruang pertemuan. Di sana sudah berada beberapa menteri dan Panglima Pertama, Bhadrika.

“Kami mencari Panglima Tertinggi ke mana-mana.” Ujar Panglima Bhadrika sesaat setelah aku duduk di sebelahnya.

“Aku baru saja pulang dari Kerajaan Tinberg. Ada pemberontakan yang dilakukan orang-orang yang bersekongkol dengan bangsa Demon. Untungnya bisa ditumpas.” Jelasku seadanya. Langsung terdengar suara riuh dari peserta pertemuan.

“Keadaan semakin tidak menentu Panglima Tertinggi.” Ucap Ratu Padmasari dibarengi dengan hembusan napas yang berat. “Bangsa Demon telah mengacaukan dunia manusia. Informasi yang aku terima hari ini, di Kerajaan Alvar telah terjadi pemberontakan dan sekarang Kerajaan Alvar dipimpin oleh Panglima Tertingginya, dan dia memiliki sihir hitam yang sangat kuat.” Jelas Ratu Padmasari yang sukses membuatku terhenyak.

“Selanjutnya ... Apa yang Ratu rencanakan?” Tanyaku.

“Aku telah mengundang Tuan Ragnala ke istana dan memerintahkannya untuk memeriksa penghuni istana dan semua prajurit. Aku ingat perkataan Tuan Ragnala kalau beliau mempunyai cairan yang bisa mendeteksi seseorang yang mempunyai sihir hitam.” Jelas Ratu Padmasari.

“Itu baik Yang Mulia Ratu.” Tanpa disadari aku menyebut Ratu Padmasari sama dengan penyebutan untuk Ratu Treysca. Dan aku baru sadar saat Ratu Padmasari tersenyum manis padaku. “Oh ya, saya sangat mendukung keputusan Ratu.” Kataku sambil mengulum senyum.

Tiba-tiba pintu ruangan pertemuan terbuka. Seorang prajurit tergopoh-gopoh memasuki ruangan lalu bersimpuh hormat di hadapan Ratu Padmasari. Sang prajurit langsung mengatakan bahwa istana kedatangan utusan dari Kerajaan Duvador. Seperti yang aku tahu, Kerajaan Duvador adalah salah satu dari tujuh kerajaan manusia terbesar di Azumath. Tentu saja, Ratu Padmasari sangat terkejut kedatangan utusan kerajaan besar tersebut. Ratu Padmasari dan aku beserta pejabat istana yang hadir segera menuju balairung, tempat para utusan Kerajaan Duvador ditempatkan. Tak lama, kami sampai di balairung. Benar saja, belasan prajurit berseragam kebanggaan Kerajaan Duvador serempak berdiri dan menjura hormat kepada Ratu Padmasari.

“Silahkan tuan-tuan duduk kembali.” Ujar Ratu Padmasari sangat lembut dan bersahaja. Ratu Padmasari duduk di singgasananya dan semua yang hadir duduk di kursi yang telah disediakan. Sementara aku berdiri di samping Ratu Padmasari.

“Maaf Ratu ... Kami mengganggu ketenangan Ratu ...” Salah seorang prajurit yang kuyakin berpangkat paling tinggi memulai pembicaraan. “Kami datang ke sini ingin mengabarkan bahwa raja kami meminta bantuan pasukan atau apa saja yang bisa Ratu berikan, karena kami akan berperang lagi dengan bangsa Elf. Mereka telah menghina kami dengan membunuh beberapa prajurit kami dan mengirim kepala mereka kepada raja kami.”

“Aku pasti akan membantu Raja Duvador. Tetapi bentuk bantuan kemungkinan besar hanya makanan dan minuman. Terus terang saja, kerajaan kami pun sangat kekurangan prajurit. Kami baru saja akan membangun angkatan perang. Jadi hanya itu yang bisa saya berikan.” Jawab Ratu Padmasari.

“Kami berterima kasih atas kesediaan Ratu untuk membantu perjuangan kami. Akan kami sampaikan kabar baik ini kepada raja kami. Maaf Ratu Padmasari, kami harus melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Tinberg.” Jawab sang prajurit sembari berdiri dan menjura hormat paad Ratu Padmasari yang diikuti oleh seluruh anak buahnya.

“Tidakkah tuan-tuan ingin beristirahat dulu di sini?” Ratu Padmasari coba menahan mereka.

“Terima kasih Ratu Padmasari. Kami harus segera melanjutkan perjalanan karena waktu kami hanya sedikit.” Jawab sang prajurit sangat sopan.

Aku pun mengantar para prajurit Kerajaan Duvador sampai gerbang istana. Aku sempat berkenalan dengan pimpinan prajurit Kerajaan Duvador. Ternyata dia adalah Panglima Kelima yang bernama Hanenda. Aku berbincang-bincang sebentar dengan Hanenda membahas peperangan yang akan dilakukan di Bukit Harsana, sebuah tempat yang dikuasai oleh Kerajaan Tinberg. Aku pun berjanji akan sesekali datang ke sana untuk membantu pasukan Kerajaan Duvador melawan pasukan kerajaan Elf. Setelah saling berjabat tangan, aku melepas kepergian Hanenda beserta pasukannya. Setelah itu, aku kembali ke dalam istana dan menemui Ratu Padmasari yang masih berada di balairung.

“Aku yakin kalau bangsa Elf sama dengan bangsa manusia. Semua ini kerjaan bangsa Demon yang ingin menghancurkan tatanan dunia.” Ujar ratu Padmasari sangat masuk akal.

“Saya sangat setuju. Melihat kejadian di Kerajaan Alvar dan kerajaan Tinberg. Saya bertambah yakin kalau bangsa Demon ingin melemahkan bangsa manusia. Terlebih dengan adanya peperangan antara Kerajaan Duvado dengan bangsa Elf. Memang mereka lah biang keladinya.” Kata Panglima Bhadrika.

“Kita harus memperkuat pertahanan dari dalam dulu. Panglima Bhadrika, siapkan prajurit yang aku minta kemarin secepatnya, dan lakukan perekrutan prajurit lagi. Turunkan standar penerimaannya, biar kita yang akan melatih mereka nanti menjadi prajurit yang siap dan tangguh.” Kataku.

“Baik, Panglima Tertinggi,” Sahut Panglima Bhadrika sangat bersemangat.

“Kalian semua boleh beristirahat.” Tiba-tiba Ratu Padmasari mengeluarkan Titah.

Semuanya serempat bangkit berdiri dan menjura hormat pada Ratu Padmasari. Aku mengantarkan Ratu Padmasari ke ruangan pribadinya dan kami memutuskan untuk beristirahat di tempat masing-masing. Aku segera saja ke kamar pribadiku. Setelah membersihkan badan, aku bermeditasi untuk mengembalikan energi sihirku yang lumayan terkuras akibat dari perjalanan kilat yang aku lakukan dari Kerajaan Tinberg. Ini adalah hari yang sangat melelahkan dengan tingkat kecemasan yang tinggi. Konflik, kesombongan, kekejian dan ketegangan yang terjadi membuatku benar-benar sangat lelah.
Bersambung

Chapter 11 di halaman 93 atau klik di sini.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd