Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Bb M — Baby Maker (Ribak Sude Story)

Kembali di pabrik, sepanjang siang Lisa mengajakku bersetubuh di tempat-tempat ajaib di seputaran lokasi pabrik. Sudut-sudut terpencil yang jarang didatangi orang. Tempat-tempat tersembunyi yang perlu pengetahuan khusus untuk dimasuki. Ia sama sekali tak takut ato setidaknya khawatir melakukannya di sana. Padahal aku sesekali memberitahu dirinya kalo di sebelah sini yang menghuni si anu, sebelah sana si fulan, yang menguasai daerah ini si X, yang sedang memperhatikan kami bersenang-senang si Y.

Lisa tenang-tenang aja melakukan itu semua bahkan hepi karena yakin dengan kemampuanku. Pastinya ia sudah diceritakan papanya, sang pemilik perusahaan ini kalo aku yang memprakarsai prosesi 'Makan Besar' waktu itu untuk menjinakkan semua penghuni ghaib tempat ini. Benar sih... Mereka seperti menutup mata dan membiarkan diriku berbuat semena-mena seperti ngentot sesukanya di pabrik ini walo ini bukan sepenuhnya ideku. Tapi karena aku pelaku utamanya, Lisa juga terikut aman.

"Ahh... Sedap kali, Lis..." erangku saat ia membersihkan penisku dengan mulutnya. Ia sedang berjongkok memegang Aseng junior dengan satu tangan sementara tangan yang lain menyumpal liang kawinnya agar spermaku bertahan dulu sementara waktu di dalamnya. Lidahnya bermain-main lincah mempermainkan kepala penisku yang menjadi sangat sensitif abis ejakulasi begini. Sisa spermaku dipermainkannya di lidahnya yang dipamerkan lalu kemudian diteguk habis.

"Lisa paling suka spot yang ada exhaust fan-nya kemarin itu, bang... Enggak pengap dan lumayan sejuk..." katanya masih berjongkok. Aku sedang menikmati pemandangan tetek jumbo-nya yang menggantung keluar dari bukaan kemejanya.

"Kalo awak dimana aja yang penting aman..." jawabku masih merinding-merinding merasakan gesekan tangan halusnya pada Aseng junior yang lunglai.

"Dah, yuk... Jalan lagi..." tanpa beban ia membereskan pakaiannya kembali dan memakai helm kuningnya. Aku hanya perlu memasukkan si Aseng junior dengan hati-hati karena masih lumayan tegang. Kujajari langkah Lisa yang berjalan riang menyusuri Walk Area yang ditandai dengan garis cat kuning. Binor panlok anak bos ini hepi-hepi aja memakai celana dalam yang berselemak spermaku.

"Mbakmu gak mau nerima mobil itu, Lis..." kataku mengajaknya membicarakan ini.

"Ya udah biarin aja di situ... Kalo gak mau dipake, jual aja..." jawabnya cuek selagi memperhatikan jalannya produksi.

"Loh? Kok gitu?"

"Lisa udah ngasih ke mbak... abis itu terserah mau diapain, kan?" lanjutnya saat mendongak ke atas. "Itu ruang kontrol apa, bang?" tunjuknya pada sebuah bilik kecil dengan dinding kaca di atas mesin besar yang didirikan di atas platform khusus. Harus menaiki tangga yang cukup tinggi untuk mencapai tempat itu. "Naik ke situ, yuk?" ajaknya.

"Jangan main disitu, ya? Dari mana-mana bisa keliatan semua, tau..." kuperingatkan dia karena binor panlok ini nekatnya gak kira-kira. Sange minta ngentot disitu pulak dia. Ia hanya tersenyum lebar dengan mata menyipit, menggemaskan.


--------------------------------------------------------------------
"Waktunya udah mepet kali ini, boss... Tau sendiri bentar lagi bulan puasa... Semuanya pasti pada tutup... Jadi ini ada promo besar-besaran, boss... Gak akan rugi, deh..." si Dito borjong itu kembali mepet-mepet menawarkan klub mesumnya itu.

"Tapi semalam kau bilang promo gratis? Cemana-nya?" kuingatkan dia kata-katanya semalam.

"Nah itu dia, boss... Striptease-nya gratis untuk boss... Itu cuma show pembuka... Kita adakan di room yang sangat private... Hanya muat buat sepuluh slot saja... Cewenya ada dua... Abis striptease cewenya bisa dipake berame-rame, boss... Keren, kan?" ia menggebu-gebu mempromosikan klub mesum ini. Kami masih belum beranjak dari parkiran mobil ini. Kami ngobrol di antara mobilku dan mobilnya.

"Rame-rame? Di-gangbang gitu?" desisku mencoba perlahan mengucapkan istilah keren untuk kegiatan beramai-ramai begitu. Aku mengernyit jijik. Kebayang pria-pria gak dikenal dengan berbagai tingkah polahnya membuang hasratnya dengan semena-mena pada perempuan dari antah berantah. Tentunya dia bisa melihat ekspresi gak senangku.

"Cewenya cantik banget ini, boss... Ini bintang utama kami dan yang satunya masih sangat baru... Liat ini..." ia menunjukkan foto dua bintang andalan yang dimaksudnya. Cantik memang dan masih muda. Tapi dipake berame-rame? Ahh... Aku gak selera-la kalo harus berebutan dengan pria-pria lain. Cam gak ada aja lobang yang bisa kugarap dengan gratis? Ini disuruh bayar pulak... Makenya rame-rame lagi.

"Enggak-la kalo gitu, Dit... Gak sukak pulak awak yang kek-kek gitu... Malu awak nanti keliatan kalo 'barang'-ku kecil..." kataku beralasan.

"Pake topeng semua orangnya, boss... Jadi privasi terjaga... Gak ada yang saling mengenal di dalam sana... Ini sesi yang benar-benar tertutup..." desaknya terus.

"Kalo awak cuma nonton aja boleh, kan?" tawarku sebenarnya gak bisa ngelak. Apalagi aku gak ada kerjaan malam ini sehabis Mayu-chan dan Amei hamil, jadwalku jadi kosong. Hanya tinggal Lisa dalam daftar binorku yang harus rutin kusetorkan sperma bakal hamil. Nonton orang ngentot rame-rame keknya seru juga.

"Boleh aja... Tapi biayanya tetap sama, boss... Saya daftarkan, ya? Hanya tinggal dua slot lagi yang kurang... Saya tinggal nyari satu slot lagi..." katanya semangat pencet sana pencet sini menghubungi rekannya.

"Berapa biayanya?" tanyaku sebenarnya ogah-ogahan dan ia menyebutkan sejumlah nominal yang ternyata lumayan juga. Tapi karena aku masih dalam masa promosi, aku diperbolehkannya membayar setelah acara selesai aja. Dari sana ia bisa tau seberapa tertarik aku dengan prospek bisnisnya. Ia lalu menjanjikan akan mengirimkan lokasi TKP acara mesum itu satu jam sebelum dimulai hingga aku bisa bersiap-siap dahulu.

Jadi setelah selesai kuliah, aku enggak langsung pulang melainkan singgah ke SPBU-ku dulu. Sekedar liat-liat kondisi aja. Tidak ada hal-hal yang luar biasa karena usaha milikku yang merupakan hibah dari saudara sepupuku itu berjalan lancar dibawah pengawasan si Hendra yang tunduk sangat patuh padaku. Kutanyakan bagaimana kabar Miranda dan kehamilannya. Istrinya dalam keadaan sehat dan bahagia selalu sekarang berkat kondisi hamilnya ini.

Aku meluncur ke TKP menjelang tengah malam karena aku sudah mendapatkan lokasi acara mesum itu dari Dito. Kusempatkan singgah sebentar ke supermarket yang ada di kompleks SPBU untuk membeli air mineral dan sekotak kondom. Hanya jaga-jaga aja kalo-kalo aku pengen gabung dalam acara gila-gilaan yang diprakarsai club-nya si Dito borjong.

Sebuah gedung di tengah kota yang ditunjukkan alamat yang diberikan Dito. Tempat ini sangat terkenal akan keamanannya melakukan berbagai kegiatan ilegal karena di-backing dengan baik oleh aparat. Di sekeliling gedung ini masih banyak bangunan lama arsitek kolonial. Menurut petunjuk Dito, aku hanya perlu menunjukkan pesan yang kudapatkan pada para security di depan agar mendapat instruksi berikutnya. Aku diarahkan untuk menaiki lift menuju lantai 5 gedung ini. Keluar dari lift, suara musik EDM langsung membahana menggedor-gedor dinding dada. Aku bukan mau dugem ini, kan?

Banyak orang sliweran di lantai ini dan kebanyakan menuju ke arah suara EDM itu. Tapi dua orang lelaki tinggi besar berkaca mata hitam memperhatikanku terus dan kutunjukkan layar HP-ku akan pesan yang kuterima dari Dito. Salah satunya membuka pintu di belakang mereka yang disamarkan dengan tulisan 'Maintenance'. "Ikuti lorong ini... Nanti ada yang jaga lagi di depan pintunya... Silahkan..." ujar salah satu pria sangar itu. Aku mengangguk paham dan berterima kasih. Pengamanannya cukup ketat. Karena itu ini layanan VIP dengan harga mahal.

Kususuri lorong panjang ini. Dindingnya cukup bergetar oleh dentuman bass kuat dari club-house di baliknya. Pastinya banyak yang sedang nge-dance di dalam sana dengan alunan musik bising itu. Tempat yang seharusnya sejuk itu tentunya panas sekali dengan banyaknya orang yang bergerak bersamaan, berjamaah dengan musik menghentak, berdentum-dentum.

Seorang lelaki lain yang juga tinggi besar dengan potongan rambut aparat ada di depan pintu. Kutunjukkan kembali tiket masuk berupa pesan dari Dito kepadanya. Pria dengan rambut cepak itu meminta HP-ku untuk disimpan selama acara yang ditukarkan dengan sebuah topeng penutup mata berwarna hitam glitter. Ini maksud si Dito untuk menjaga privasi para peserta acara mesum ini, menggunakan topeng untuk mengaburkan identitas yang hanya menampakkan bagian mulut saja juga tak akan ada dokumentasi selama acara mesum ini dari pihak peserta. Pintu dibukakan untukku begitu kupakai benda itu.

Ternyata di dalamnya berbentuk ruangan berukuran kira-kira 6 x 8 meter dengan beberapa buah sofa yang dideretkan rapat ke dinding. Ada sebuah panggung kecil di tengah ruangan untuk sang bintang menari nantinya. Beberapa pria bertopeng sepertiku sudah duduk-duduk sendirian dengan minuman pilihan masing-masing. Jumlahnya termasuk aku masih tujuh orang dan mustahil mengenali seseorang bila ada yang mungkin saling kenal. Ada bar yang boleh dipakai sendiri oleh peserta. Tapi dua pria di sudut sana saling berbincang dengan akrabnya, mungkin memang datang berdua dan selebihnya menyendiri.

Mungkin acara akan dimulai begitu semua sepuluh peserta seperti yang disyaratkan Dito tercapai. Menunggu akan lebih baik dilakukan dengan ditemani minuman. Kuambil sebuah bir kaleng di lemari pendingin dan duduk manis di salah satu sudut ruangan. Menikmati bir dingin kalengan dan menikmati atmosfer cozy yang sengaja diciptakan di ruangan laknat ini. Kenapa laknat? Bagi peserta mungkin nikmat. Apalagi bagi yang punya kecenderungan untuk menikmati seks beramai-ramai. Sensasinya pasti beda. Tapi laknat bagi dua perempuan muda itu. Berapa banyak laki-laki yang akan menyentuh tubuh mereka? Asumsinya kalo dibagi dua, masing-masing perempuan itu harus melayani 5 lelaki sekaligus.

Sebuah pintu di sebelah sana terbuka dan Dito muncul tanpa topeng. Di belakangnya mengekor kedua perempuan muda itu yang tentunya masih berpakaian lengkap. Sang bintang memakai pakaian ala pegawai kantoran sedang yang satunya malah memakai seragam SMA. Oke... Cosplay.

"Okay, ladies and gentlemen sekalian... Semuanya sudah kumpul... Sebenarnya ada satu peserta lagi yang belum datang... Tapi dia mengatakan mulai saja tanpa dia yang terlambat..." buka si Dito borjong itu dengan skill komunikasinya yang luwes. Kedua perempuan itu naik ke atas panggung kecil dan bersiap-siap. Ternyata selama aku duduk santai, dua orang peserta lain sudah masuk.

"Perkenalkan dua ladies kita bersama malam ini... Katanya baru pulang lembur dari pekerjaannya yang sangat membosankan... Distya..." Dito mempersembahkan dan memperkenalkan perempuan muda pertama yang bernama Distya. Cantik, sesuailah dengan pekerjaannya sebagai bintang pertunjukan ini. Ato lebih tepatnya disebut binatang. Ah... Sinis sekali kau, Seng.

Distya


"Dan yang kedua... Sepertinya tersasar sepulang sekolah dan malah masuk ke sarang penyamun... Dinda..." bentuknya masih sangat imut seperti anak sekolahan tetapi tubuhnya tidak sesuai dengan wajahnya, besar-besar gimana gitu. Bukannya pulang dan belajar malah bakalan di-gangbang 10 oom-oom senang. Tapi pastinya, keduanya bukan nama asli. Hanya nama panggung saja tentunya.

Dinda


"Mari kita mulai saja... Selamat menikmati... Muuusikk!!" serunya dan musik mulai mengalun dan permainan lampu sinkron menyemarakkan suasana. Si Dito borjong itu langsung menghilang di balik pintu tadi. Pasti ia mengawasi dari sebelah sana dengan kamera pengawas yang tersembunyi untuk tetap bisa mengontrol jalannya pertunjukan agar tetap lancar.

Kedua perempuan muda itu mulai bergerak sesuai irama musik yang upbeat untuk menaikkan semangat. Gerakan yang luwes menggoda. Tarian yang ditata khusus buat menaikkan birahi para penontonnya. Gerakan-gerakan menari yang enerjik ditingkahi dengan suara jeritan-jeritan manja yang melengking. Pengalaman yang dimiliki Distya tidak bohong, ia bisa menarik lebih banyak perhatian dari pada Dinda yang lebih junior. Ia memanfaatkan cosplay pegawai kantorannya dengan sangat baik. Sensualitas yang dimainkannya pasti lebih mengena bagi para pria yang mayoritas penghuni kantor. Pasti kami akan mengasosiasikan kondisi dirinya dengan kolega-kolega yang kerap dijumpai di lingkungan perkantoran.

Padahal, sensualitas yang diusung Dinda juga tak kalah yahud. Binal-binal anak sekolah adalah tema yang dibawakannya. Rok abu-abu pendek miliknya sering dimanfaatkannya untuk menggoda mata. Tak lupa kemeja putih ketat dengan logo OSIS di kantung dada kirinya yang membusung. Ia juga rajin menyibak rambut panjang lurusnya saat ia berputar memamerkan bagian belakang tubuhnya.

Para penonton mulai bersemangat atas harga uang yang telah mereka setorkan pada club private ini, tak sia-sia akan kualitas pertunjukan ini. Tak dipungkiri, kami para pria sesekali butuh hiburan seperti ini. Hiburan yang memanjakan fantasy kami yang kadang terlalu liar tanpa bisa dipuaskan setiap waktu. Hanya saat-saat beginilah semua bisa tersalurkan. Teriakan semangat kedua penari disambut teriakan sejenis dari para penonton. Aku yang duduk paling sudut hanya bisa manggut-manggut menikmati tarian keduanya. Tak terasa Aseng junior mulai menggeliat.

Enggak, Seng! Gak maen kita malam ini. Gak ko tengok itu semua pria bar-bar itu udah pengen menyerbu menaiki panggung dan nyawer kedua penari cantik dengan kontol-kontol keriput mereka. Beberapa dari pria itu udah merogoh ke dalam celana dan mengelus kontolnya sendiri, gak tahan. Cuma nonton aja kita malam ini. Sabar ya kau... Kan udah puas tadi siang kau dengan si panlok Lisa?

Kancing blazer Distya sudah mulai terlepas satu-satu. Begitu juga dengan kemeja putih lengan pendek Dinda. Mereka bergerak menguasai panggung dengan apiknya, bergerak dari satu sudut ke sudut lainnya. Bergerak bergantian agar tiap peserta dapat memuaskan mata mereka akan tampilan tubuh mereka. Gemulai pinggul dan gerakan pinggang luwes menjadi titik fokus mata penonton berkali-kali. Ada lobang nikmat di balik kedua rok itu. Hanya menunggu waktu sampe semuanya terbuka lebar.

Tempo musik terus dipermainkan tiap track selesai diputar. Terkadang musik yang lebih slow diputar untuk menurunkan tensi dan kedua penari menari dengan lebih kalem, lebih banyak mempermainkan rambut panjang mereka. Wajah sensual Distya dan wajah lugu Dinda sanggup membius para penonton. Satu orang yang duduk di sudut sana malah sudah terang-terangan ngocok sangking terangsangnya. Sabar, oom. Pertunjukan masih panjang. Abis pelurumu nanti.

Semua kancing sudah terlepas tetapi pakaian itu tidak kunjung ditanggalkan. Hanya dibiarkan menggantung tak berdaya di bahu dan punggung keduanya. Di sebaliknya masih ada pakaian lain yang masih menutup bagian torso kedua perempuan muda itu. Masing-masing tanktop dan kaos singlet bertali tipis. Keduanya menggoda para penonton seolah-olah akan melepaskan pakaian yang sudah longgar padahal hanya menyibakkannya, membuat suasana semakin panas karena rasa penasaran.

Lepas tetapi masih menggantung di lengan. Setidaknya kami sudah melihat bahu dan lengan mulus keduanya. Imajinasi semakin melayang tinggi dengan semakin banyak kulit terlihat. Musik sekarang makin menghentak dan jantung semakin berpacu karenanya. Penonton yang tak sabar menenggak minuman mereka hingga tandas. Kalo yang cuma bir mungkin gak akan terlalu ngefek. Yang minuman kelas berat baru akan kelimpungan sendiri, seperti menenggak wiski atopun cognac. Pasti ada yang kepala atas dan bawah mulai menggelegak—penasaran.

Distya melempar blazer itu sembarangan ke belakang panggung hingga kini ia hanya mengenakan tanktop, rok beserta dalamannya bila ada. Tetapi dari lekukan tubuhnya, sepertinya ada lengkap bra dan CD. Begitu juga dengan Dinda yang tinggal mengenakan singlet tali tipis dan rok abu-abu itu. Keduanya lalu menari-nari dengan koreografi kompak untuk beberapa saat mengikuti irama lagu. Guncangan-guncangan yang terjadi di bagian dada dan bokong semakin memanaskan suasana. Wajah menawan mereka semakin memperparah dampak rangsangan yang terjadi. Semakin penasaran para penonton semakin baik prestasi mereka memancing gairah para peserta.

Layaknya sebuah pertunjukan striptease, para penonton boleh melotot selebar-lebarnya menikmati penampilan penari apapun yang mereka suguhkan, tetapi dilarang menyentuh. Peraturan ini tetap sama di pertunjukan ini. Kalo mau menyentuh nanti ada sesi untuk itu dan bahkan boleh megang sepuasnya malah. Makin panas karena tarian erotis kedunya sudah mulai menunjukkan bagian perut. Pusar sudah terlihat berkali-kali dan mereka penari profesional hingga gerakan pertunjukan itu dilakukan seluwes mungkin seperti tidak sengaja. Distya andalan utamanya adalah gerakan pinggul lebarnya yang aduhai. Dari depan ato belakang sama yahudnya. Meliuk-liuk mengikuti irama musik. Sedang Dinda lebih mengandalkan gerakan yang dibuat seimut mungkin seperti mengerling dan kibasan rok SMA-nya.

Bagiku sendiri, ini cukup menghibur. Dada cukup deg-degan juga menanti waktunya keduanya bugil sama sekali pada akhirnya. Pertunjukan satu jam ini memang ditujukan untuk memuaskan dahaga para penontonnya dari awal hingga akhir dan akhirnya nanti boleh membalas dengan memperkosa kedua penari ini beramai-ramai. Liar sekali. Aku berulang-ulang meyakinkan diriku sendiri untuk tidak bergabung dalam kegilaan yang pasti akan tiba itu. Aku kemari hanya untuk menonton. Tidak lebih dan tidak kurang. Camkan itu, Seng!

Jadi setelah drama panjang dan teriakan bersemangat para penonton yang kurang dari sepuluh orang ini, sepasang perempuan muda dengan nama panggung Distya dan Dinda itu sekarang menari-nari dengan pakaian dalam saja. Siulan dan suitan para pria ini semakin kencang terdengar. Tawa melecehkan dan erangan puas beberapa pria ini terdengar berulang-ulang. Pasti sudah ada yang ngecrot ditandai dengan duduk bersandar dengan lemas.

Untuk menambah efek realitas, keduanya memakai pakaian dalam yang biasa dipakai sehari-hari. Padahal kalo mau lebih dramatis, bisa saja mereka memakai lingerie seksi yang minim bahan ato malah transparan. Pembungkus dan penopang bagian dada memakai cup besar untuk mengakomodasi daging kenyal yang ternyata cukup besar ukurannya. Berguncang-guncang indah saat keduanya terus menari dengan lincahnya. Beberapa fokus ke dada, dan lainnya fokus ke selangkangan. Mungkin juga memperhatikan mulusnya kulit ato jenjangnya kaki. Masing-masing punya preferensi tersendiri. Aku malah fokus akan reaksi para penonton.

Kenapa fokus ke penonton? Sepasang perempuan muda ini bekerja secara profesional. Baik sebagai penari ato sebagai lonte nantinya. Mereka hanya mementingkan kepuasan klien dari pada mencari kesenangan mutual. Jadi mereka mengenyampingkan semua rasa malu, rasa canggung untuk membuka busana didepan banyak orang seperti ini. Reaksi berbagai macam pria ini yang lebih menarik perhatianku. Aku cukup terhibur dengan tarian sepasang penari itu tetapi lebih asik melihat mata melotot satu pria itu, ngelap mulut berkali-kali, duduk dengan gelisah dan memperbaiki ganjalan di antara selangkangannya, tertawa terbahak-bahak satunya dan duduk manis malu-malu tapi mau.

Distya dan Dinda menyebar untuk melakukan lap dance pada beberapa incarannya untuk sekedar mendapatkan tips sebelum acara utama berlangsung. Masih dengan pakaian dalam, Distya meliuk-liukkan bokongnya di pangkuan seorang pria paruh baya yang berteriak-teriak senang tetapi tak boleh banyak bergerak. Distya menggesek-gesekkan bokongnya pada tonjolan mencuat lelaki itu dengan berbagai variasi gerakan erotis dan wajah yang binal nakal. Sang pria menyelipkan beberapa lembar uang berwarna biru dan merah di karet pinggang celana dalamnya hingga gerakannya semakin liar.

Tanpa canggung, Distya menyentuh-nyentuhkan gundukan tebal kemaluannya yang masih berbungkus bahan kain celanan dalamnya pada gundukan mencuat sang pria uzur yang ternyata masih bisa bangun itu. Membuatnya mengerang keenakan walo hanya sekedar sentuhan sederhana yang mungkin sama sekali tak dinikmati Distya. Hanya sekedar rutin dan kewajiban untuk menambah pundi-pundi lewat tips. Sang pria tua menyelipkan beberapa lembar kertas berwarna merah pertanda puas.

Dinda tak kalah binal. Ia naik kepangkuan seorang pria yang kira-kira seumuran denganku. Ia menyodor-nyodorkan belahan dada montok miliknya pada pria itu. Gerakan meliuk-liuk pinggulnya juga tak ketinggalan bergerak di selangkangan mengacung pria itu. Tangannya lebar tak berani menyentuh, hanya penari yang boleh menyentuh. Gerakannya sangat erotis dan binal. Gerakan seperti mengulek yang pasti bakalan membuat junior meledak ampun-ampunan.

Keduanya melakukan lap dance lagi pada beberapa pria setelah itu dan banyak uang tips yang terselip di beberapa sisi bra dan celana dalam keduanya. Warna-warni biru dan merah. Jutaan rupiah didapat dengan mudah, pikir mereka. Belum lagi honor dari acara ini. Keduanya lalu menari-nari lagi diatas panggung, menyamarkan gerakan untuk menyimpan lembaran-lembaran rupiah di tempat yang aman.

Aku tersenyum sendiri mengingat anekdot lucu. Untung gak ada bankir diantara penonton ini. Kalo enggak bisa rugi bandar sepasang penari muda ini. Tiga pria datang ke club striptease. Satu pengusaha, pengacara dan bankir. Pengusaha menjilat belahan tetek penari dan menyelipkan uang seratus ribu di tali bra. Pengacara penepuk pinggul penari dan menyelipkan uang dua ratus ribu di sempaknya. Bankir mengeluarkan kartu ATM, menggesekkannya di belahan pantat penari, mengambil uang tiga ratus ribu dan pulang.

Distya dan Dinda mengambil sebuah bangku sebagai properti menari mereka selanjutnya. Dengan properti itu keduanya melakukan koreografi rumit nan mengagumkan sekaligus seksi. Bangku berputar, berpindah, bolak-balik, diduduki dan lain macamnya. Mereka berdua melakukan pekerjaannya dengan serius ternyata.

Tepuk tangan semakin membahana dengan suitan cat-call ketika keduanya mulai menyentuh bagian bra. Bagian pertama pakaian dalam yang akan terbuka untuk menampilkan payudara. Mau telanjang aja harus banyak prosesnya, ya?

Dengan godaan bermacam modus, akhirnya pakaian dalam bagian atas itu lepas sudah. Awalnya masih ditutup dengan tangan keduanya. Mereka berputar-putar di sekitar panggung lalu tangan lepas sama sekali seolah tak perduli dengan bagian tubuh rahasia mereka terekspos oleh mata rakus lelaki hidung belang di ruangan ini. Aku termasuk salah satunya. Aku termasuk hidung belang. Aku mesum...

Koreografi baru dilancarkan sepasang penari muda ini. Satu bintang dan satu masih baru yang tak kalah lincah dari seniornya. Suasana makin panas dengan terlihatnya payudara dengan puncak indahnya. Bagian tubuh pribadi itu dipelototi sembilan pria dengan rakusnya dengan ekpektasi masing-masing. Pastinya pada membayangkan nanti akan meremas-remas dan mengenyot-ngenyot payudara kenyal yang berguncang-guncang pejal tiap gerakan lincah tarian.

Tensi semakin meninggi tetapi aku masih sadar bahwa penonton, peserta terakhir memasuki ruangan ini. Seorang pria perlente yang berdiri menatap tarian dengan menggeleng-gelengkan kepala. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana. Ia mencari-cari tempat duduk yang kiranya nyaman. Tetapi ia malah berbelok ke bar dan mengambil sebuah air mineral lalu langsung menenggaknya sampe habis. Ia duduk paling depan agar dapat menyaksikan bagian paling inti tarian striptease ini menurutku. Dibukanya kancut sang penari... sampe kelihatan semua tubuh polosnya tanpa pakaian selembarpun!

Dengan membelakangi sepuluh pria ngaceng di tempatnya masing-masing. Keduanya mulai menurunkan celana dalam itu pelan-pelan dalam gerakan kompak seirama hentakan musik. Bergulung nakal di batas gundukan bongkah bokong montok nan putih mulus, keduanya bergoyang-goyang erotis lebih lanjut. Dan berbalik. Tepuk tangan makin keras karena kami bersepuluh bisa melihat guratan-guratan rambut halus di permukaan gemuk yang masih tertutup pucuknya. Kaki menyilang.

Celana dalam makin dipelorotkan hingga mencapai pertengahan paha. Dua pasang payudara montok bergelantungan dengan indahnya. Aku tidak tau harus memperhatikan Distya ato Dinda karena dua-duanya sama-sama seksi tak bisa dibandingkan. Sama-sama punya kelebihannya masing-masing. Para penonton pada menunduk untuk dapat mengintip lebih jelas penampakan kemaluan kedua penari incarannya. Aku cukup puas dengan gelayutan payudara kenyal keduanya. Pertunjukannya lumayan bagus dan berkelas. Aku acungkan jempol untuk si Dito borjong untuk menyiapkan pertunjukan semacam ini. Tapi kau tetaplah borjong!

Di sini fungsi kaki bersilang bermain, saat Distya dan Dinda berputar dalam keadaan menunduk, mereka berbalik dengan kaki yang sempurna bersisian. Tapi bonusnya luar biasa sekali, euy! Lipatan ketupat belah nan ranum dan segar terpampang jelas di hadapan kami semua. Tanpa malu-malu sepasang penari muda ini mempertontonkan bokong, lubang anus dan tentu saja sajian utamanya belahan vagina. Celana dalam sudah sampe ke mata kaki.

Luar biasa pertunjukannya. Aku jadi bertepuk tangan jadinya—abis ngebetulin posisi si junior yang ngulet-ngulet mengganjal. Beberapa penonton sampe berdiri melakukan standing applause untuk mengekspresikan betapa sukanya mereka akan pertunjukan tadi—juga sambil mengkoreksi posisi junior masing-masing di dalam sempak. Kedua penari striptease muda yang sudah bugil sama sekali itu lalu membungkuk pada semua penonton, ikut bertepuk tangan kecil, malu-malu sedikit yang dibuat-buat. Lalu keduanya undur diri dengan masuk kembali ke balik pintu dengan membawa semua pakaian dan uang tips saweran yang sudah berhasil dikumpulkan.

Kok balik?

Beres-beres dulu mungkin sebelum dipake rame-rame oleh semua orang di sini. Saat pintu dibuka lagi, yang muncul ternyata si Dito borjong. Dito, Distya, Dinda. Kenapa semua nama orang-orang ini hurufnya D semua, ya? Jangan-jangan nama si Dito itupun palsu juga.

Sebagai seorang EO acara ini, Dito seperti kedua penari tidak memakai topeng yang menutupi mukanya karena ini bagian dari marketing dirinya agar ia mudah dikenali oleh klien dan calon kliennya kelak. Hingga ia bisa menjaring klien baru yang mungkin akan direkomendasikan oleh peserta seperti kami. Bagus juga ternyata. Mungkin karena itu ia berusaha mendalami ilmu baru hingga bela-belain kuliah manajemen bisnis juga. Apalagi target usahanya ini adalah pria mapan yang berusia dewasa seperti diriku hingga mengambil kelas malam yang dihuni para pekerja kantoran.

"Bapak-bapak dan saudara-saudara sekalian... Kita sudah melewati session pertama... yaitu tarian Striptease dari dua penari kita yang cantik dan seksi... Distya dan Dinda... Ya... Terima kasih, pak..." sapanya pada lambaian seorang penonton yang berteriak sangat bersemangat. "Pada bapak yang baru datang juga..." sapanya juga pada peserta kesepuluh yang duduk paling depan. "Ada harga ada rupa... Tentu anda-anda semua setuju perkataan saya ini... Semua sesuai dengan yang sudah dibayar, kan?" tanya si Dito borjong.

Mereka semua menjawab serentak dengan berbagai intonasi. Tetapi kompak setuju membenarkan.

"Bagus... Anda senang... saya senang... Anda bakalan kembali lagi memakai layanan servis kami yang paripurna ini... Kita akan memasuki session kedua... Tentunya yang kita semua tunggu-tunggu... Gangbang..." ia berbisik pada kalimat terakhir itu. Si Dito borjong lalu melepas semua pakaiannya tanpa malu-malu hingga hanya menyisakan satu celana dalam ketat berwarna hitam. Penis yang menonjol miliknya terlihat jelas dari tempatku duduk.

"Girls... Distya... Dinda... Silahkan masuk kembali..." serunya memanggil sepasang penari tadi untuk kembali memasuki ruangan ini. Dan mengejutkan karena kedua perempuan muda itu memakai bikini seksi di tubuh masing-masing. Bikini two pieces itu modelnya sama, bermaksud seragam, hanya berbeda warna. Distya berwarna merah sedang Dinda berwarna biru. Keduanya lalu berdiri di samping Dito sambil melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan dan senyum semanis mungkin pada kami semua.

Dengan santuy-nya Dito merangkul pinggang kedua perempuan muda itu rapat pada dirinya. "Session kedua dimulai..." ujarnya lalu mulai menciumi pipi Distya dengan rakusnya. Tangannya gerayangan dan meremas-remas pinggul lebar Dinda. Ia mengejar bibir Distya dan keduanya berciuman. Melihat teman sekelas kuliahku ini mulai bercumbu di depan keramaian begini agak aneh juga tapi kemudian aku memakluminya karena ini memang pekerjaannya. Apalagi para pria di sekitarku juga mulai membuka pakaiannya. Kedua perempuan itu sudah bisa 'dipakai' sekarang.

Dito hanya sebagai trigger, pemicu, pencetus dimulainya session kedua yang panas ini. Karena pria-pria itu dengan buas menarik sepasang perempuan muda itu menurut preferensi masing-masing. Pro Distya akan berkerumun di sekitar cosplay pegawai kantoran itu. Pro Dinda akan berkelompok di pelaku cosplay anak SMA itu. Seperti yang kuduga, jumlahnya seimbang. Lima pria mengerumuni Distya dan empat pria berkelompok di Dinda. Aku sebagai peserta ketujuh belum mengambil sikap akan memilih siapa diantara keduanya. Harusnya, untuk berimbang—aku seyogyanya ada di kubu Dinda.

Tapi tidak, man-teman. Awak hanya penonton yang budiman. Awak udah berketetapan hati... Walo maju mundur. Gabung-enggak-gabung. Setan menari-nari di dalam kepalaku untuk memberiku semangat dan bergabung dalam kegilaan itu. Aku yang sudah di dalam ruangan ini sebenarnya sudah kepalang tanggung. Kenapa gak sekalian nyemplung aja?

Ikut menyodor-nyodorkan Aseng junior-ku untuk disentuh, menyentuh tubuh Dinda? Bila beruntung akan mendapat giliran servis mulut perempuan muda yang sedang sibuk melayani empat penis tegang yang mengelilinginya seolah sebuah urinoir. Tangan-tangannya lincah mengocok dua buah penis sementara mulutnya sedang mengulum dan memompa sebatang penis. Kedua payudara montoknya diremas dan ditowel tangan gemas. Pentilnya ditarik-tarik dan dipilin dengan sembarangan. Sebatang penis lain digesek-gesekkan ke pipinya.

Situasi yang sama juga dialami Distya bahkan seorang pria sudah mulai men-doggie perempuan itu. Mulutnya juga penuh oleh sebatang penis dan dua tangannya menggenggam sebatang kemaluan lelaki masing-masing. Pria-pria haus seks itu melecehkan tubuhnya dengan sesuka hati. Diremas-remas, dibelai-belai. Berguncang-guncang tubuh perempuan muda yang tak bisa mengerang dengan leluasa karena mulutnyapun tetap harus disibukkan oleh hasrat pria lain.

Tidak. Aku gak mungkin bergabung di sana.

Jangan-la kau pegang-pegang pulak. Makin meradang 'dia' nantik.

Dito sudah tidak ada di disana. Ia ternyata benar-benar sebagai trigger. Begitu para klien-nya bergerak, ia segera menyingkir dari kerumunan itu. Terdengar erangan puas pria-pria itu yang melepaskan birahinya pada tubuh kedua perempuan muda itu. Yang kemudian digantikan oleh giliran selanjutnya yang setia menunggu. Genjotan, kuluman, remasan, dan gesekan menjadi hal jamak yang lumrah.

"Gak ikut gabung, boss?" sapa si Dito borjong yang duduk di sampingku. Ia masih hanya memakai sempak ketat itu juga dan menenggak sloki kecil cairan bening sedikit kental kemudian mengernyit karena rasa pahit minuman itu. Tequila keknya.

"Kan awak dah bilang cuma nonton..." jawabku ikut menenggak bir kalengku yang tinggal sedikit.

"Sayang-loh... Cantik-cantik dan seksi gitu..." tunjuknya dengan sloki kecil kosong itu di tangan. "Beberapa hari lagi kami akan off dulu menjelang Ramadhan... Kelar lebaran baru lanjut lagi... Makanya ada promo begini... Bapak yang itu selalu ikut tiap aku mengadakan event begini..." tunjuknya pada lelaki gendut botak yang sedang sibuk memancing miliknya agar tegang lagi untuk kesempatan kedua. Tadi ia ngecrot di dalam mulut Distya dan ditelannya dengan profesionalnya.

"Nah yang itu sama seperti si boss... Baru pertama kali... Langsung nge-blend dia..." tunjuknya pada lelaki paruh baya lainnya yang sedang menggenjot Dinda dengan penuh vitalitas. Sodokannya bertenaga tetapi ceroboh dan tak lama ia mengerang menyemprotkan bibit-bibit birahinya di dalam liang kawin perempuan muda cosplay anak SMA itu. Ia segera menyingkir dan digantikan pria lain.

"Trus awak ngerasain sisa-sisa mereka semua itu... Jijik-lah..." kataku tetap keukeuh nolak. Kenal enggak, masak disuruh berbagi perempuan. Ngerasain lengket-lengket sperma mereka.

"Ha ha haha... Kalo udah on... gak kepikir lagi itu, boss..." kata si Dito borjong. "Liat... Ada aja yang nerusin permainannya, kan? Ngantri itu... Bapak yang itu bolak-balik dari Distya ke Dinda ke Distya lagi... Distya gitu-gitu memeknya masih nge-grip kali, boss... Dinda agak lebih becek memang tapi teteknya lebih padat..." ujarnya terus mempromosikan pemain binaannya.

"Lebih enak nonton aja, Dit..."

"OK deh... Pilihan boss aja... Saya ke sana dulu, yah... Menyapa yang lain..." ujar si borjong bangkit dan menuju pada konglomerasi tumpukan daging mentah yang berpacu birahi. Aku tidak asing dengan semua birahi yang tertumpah di ruangan ini karena dengan perempuan serta waktu yang tepat, aku juga tidak segan-segan terhanyut di dalamnya. Tapi kali ini aku secara sadar dan aku boleh berbangga masih bisa menahan diri tidak terlibat langsung di dalamnya.

Beberapa pria peserta event ini cukup impresif permainannya. Mungkin memang dari sananya perkasa ato ada campur tangan obat kuat di dalamnya. Beberapa kali menggilir Distya dan Dinda sampe berulang-ulang. Sepasang perempuan muda yang menjadi lubang buangan pejuh itu sudah sangat kepayahan sebenarnya. Lagi dan lagi berbatang-batang penis mencolok liang vagina dan mulutnya. Aku tak tau apakah ada peraturan khusus yang melarang untuk melakukan anal karena dari tadi gak ada yang mencoba bagian pembuangan itu.

Di lantai panggung, sudah berceceran banyak sperma, cairan vagina dan ludah. Hanya keberuntungan saja yang menyebabkan tak ada yang terpeleset karena campuran tiga cairan itu. Distya dan Dinda harus pasrah-pasrah aja direbahkan di lantai becek itu dan digilir beberapa pria berganti-gantian. Besar, kecil, panjang, pendek, tipis dan tebal banyak ukuran penis singgah di tubuh mereka memuaskan nafsu iblis.

Tetiba aku merasakan aura yang sangat dingin saat mengingat definisi iblis. Iblis mewakili setiap denotasi negatif akan sesuatu hal. Nafsu birahi yang tak pada tempatnya, ditunggangi iblis. Usaha yang penuh tipu daya, diselubungi iblis. Keinginan akan yang bukan hak milik, dikangkangi iblis. Bahkan keinginan untuk sedekah tetapi riya, menjadi mainan iblis.

Hawa dingin yang tiba-tiba menyergap ini sangat aku mahfumi sebagai pengaruh keberadaan iblis di sekitarku. Apalagi ini iblis golongan lanjut yang mempunyai level yang cukup tinggi. Mataku liar mencari keberadaannya di antara belasan orang yang sedang memacu nafsu di tengah ruangan ini. Teriakan dan erangan binal kelelahan masih terdengar sahut menyahut. Distya dan Dinda entah udah kesekian kalinya orgasme apalagi sembilan pria plus Dito. Si borjong itu tanpa sungkan menjilati kemaluan Distya yang berlepotan sperma. Ia sangat menikmati melakukan oral itu dengan menusukkan lidahnya ke dalam liang kawin cosplay pegawai kantoran yang sudah kepayahan untuk bergerak.

Dito lalu menusukkan penisnya sambil menciumi mulut perempuan muda binaannya dengan rakus. Muka perempuan itu dijilatinya. Aku belum pernah melihat orang secuek itu padahal ada banyak bekas lelehan sperma pria lain di sekujur tubuh Distya. Hanya Dito dan Distya yang bergumul di atas panggung kecil ini. Dinda hanya berbaring miring kelelahan di kubangan genangan sperma setelah pria terakhir ngecrot di vaginanya lalu ambruk merangkak ke arah sofa. Menggunakan lantai panggung yang licin, ia menarik kaki Dinda dan menyeretnya mendekat selagi terus memompakan kejantanannya pada cosplay pegawai kantoran itu.

Selagi sibuk menggenjot Distya, ia juga berusaha memagut mulut Dinda, menjilati wajahnya, mengais aroma rambutnya lalu menjalar ke leher yang berlepotan sperma kering dan berakhir di kemaluannya yang banjir sperma. Dengan rakus ia menjilati sisa-sisa apapun yang ada disana sekaligus mengorek-ngorek apapun yang tersimpan di dalam, bak mencari harta karun yang paling berharga.

Aku belum pernah melihat kegilaan semacam ini sebelumnya. Ternyata orang bisa sedemikian gilanya hingga menjadi hal semacam ini menjadi lahan bisnisnya. Dan gilanya lagi, banyak peminat untuk kegilaan hakiki semacam ini.

"Uhh..." erangnya yang menuntaskan birahinya di liang kawin Distya yang mungkin sudah terkapar pingsan. Segera dicabutnya penisnya dan segera juga menyeruduk ke arah kemaluan yang baru saja diencrotinnya. Tanpa ragu-ragu ia mencucup dan mengorek semua apapun yang masih tersisa di sana dengan rakus. Apakah dia?

Tak ada yang bisa kulakukan saat Dito berdiri dan mengelap mulutnya. Lidahnya berdecap-decap merasakan sperma miliknya sendiri yang dipanennya dari liang kawin Distya. Para pria peserta event ini berbaring lemas kebanyakan ejakulasi dan mabuk kenikmatan duniawi. Bertebaran sembarangan di sekitar ruangan acara mesum mahal bertajuk gangbang ini. Berbaring di empuknya sofa adalah mayoritas yang dilakukan. Tapi semuanya masih membiarkan tubuh mereka telanjang dengan menjijikkannya. Kalo boleh milih, aku lebih suka liat perempuan aja—dua perempuan muda yang tertinggal di atas panggung.

"Ontang-anting..." bisik lirih Dito saat tanpa ragu berjongkok di depan salah satu peserta event ini. Mulutnya langsung menggelomoh penis lunglai pria itu yang direaksikan merintih keenakan. Seperti seorang pelacur kelas wahid ia menyedot kemaluan pria itu yang tak lama kemudian berejakulasi dengan bodohnya atas perlakuan Dito borjong yang membuatku tak habis pikir.

Apakah ini bagian dari servis maksimal dari event ini? Apakah si borjong ini gay? Kenapa ia sangat menikmati ini semua? Bagaimana dengan aura iblis yang sangat kuat ini? Kenapa aku gak bisa protes? Apa yang sudah terjadi pada diriku? Kenapa aku hanya bisa terdiam.

Banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalaku tetapi tak satupun yang mendapat jawabanku. Logikaku seakan tumpul. Daya analisaku melempem. Rasa apapun tak kupunyai saat ini. Hanya bisa melihat saja saat Dito melakukan semua perbuatan itu ke pria-pria selanjutnya.

"Kedana-kedini..." lirih kembali suaranya. Aku seperti pernah mendengar istilah-istilah yang baru diucapkannya. Aku hanya tau itu bahasa Jawa tapi aku tak bisa mengingat arti dan maksudnya. Dito kembali berhasil menyedot sperma lelaki itu dan ditelannya dengan suka cita bak makanan paling lezat di dunia. "Uger-uger..." dua pria yang terlihat sangat akrab di awal menjadi incarannya kemudian.

Berturut-turut ia mengoral para pria itu dengan seksama. Bila perlu, ia akan mengocok batang penis mereka hingga muncrat dan disedotnya. Kembali frasa-frasa itu didengungkannya seperti: Lumunting, Sendang Kapit Pancuran, dan Sendang Kapit Sendang. Satu kata yang paling kuingat karena sangat terkenalnya, Pandawa. Tapi apa maksudnya? Pandawa adalah lima anak lelaki berurutan dari yang sulung sampe bungsu. Apa ini artinya? Apa yang sedang dilakukannya?

"Mmmphh... Sangat memuaskan dahaga... Aku sangat kenyang malam ini... Mmpphh..." desah Dito yang masih dengan kegiatan gilanya itu. Ia bermaksud menguras semua sperma dari kesembilan pria itu. Kalo aku ikut dalam acara gangbang tadi, pastinya aku juga akan di-oralnya. Ia menjilat-jilat tepian mulutnya untuk mendapatkan ceceran sperma yang mungkin luput masuk ke mulutnya.

"Boooss... Anda juga termasuk Pancuran Kapit Sendang... Sayangnya boss sudah diruwat... Pastinya punya boss juga akan sangat nikmaaaat... Ahhh... Mpphh..." ia menggeliat-geliat. Melihatnya seperti itu, aku seakan mau muntah akan tekanan aura iblis yang sangat besar dan luar biasa. Gerakannya jauh lebih menjijikkan dari apa yang pernah dileluconkan si Benget.

"Tau artinya?" tanya seorang pria yang tiba-tiba ada di beberapa meter dariku di salah satu single sofa. Ini orang baru. Aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Dia tidak termasuk sembilan peserta event ini. Sejak kapan dia duduk disitu? Kenapa aku tidak menyadarinya? Apa dia kru ato anak buah Dito di belakang layar? Tapi auranya berwibawa dan terlihat penting. Apalagi penampilannya necis dan mahal. Tidak mungkin orang seperti ini menjadi anak buah Dito.

"... arti Pancuran Kapit Sendang?"

Aku hanya bisa menggeleng tak mengerti arti Pancuran Kapit Sendang yang dari tadi digumamkan si Dito borjong.

"Itu artinya anda adalah anak lelaki yang diapit oleh kakak dan adik perempuan... Benar, kan begitu?" jelasnya. "... Batara Kala?" ia beralih ke Dito.

"Benar sekali... Lord Purgatory... Tepat sekali..." wajahku menegang mendengar nama itu disebut. Dito menyebut pria ini sebagai Lord Purgatory? Dia sama sekali sekali bukan Bobi Putranto, teman lama kami yang telah kusangkakan sebagai pembisik misterius yang telah memberiku masalah berbulan-bulan ini. Ditambah lagi kalo Lord Purgatory menyebut Dito sebagai Batara Kala. Itu adalah entitas serius di kalangan mahluk ghaib.

Aku buru-buru mencari tau posisi tangannya, tangan kanannya untuk menemukan cincin itu. Cincin akik hijau besar lonjong dengan 18 akik kecil yang mengitarinya. Pria itu menggerakkan tangannya tak bermaksud menyembunyikannya sama sekali. Bahkan menyodorkan tangan bercincin itu ke arahku.

"Mencari ini?"

Benar! Itu cincin milik Bobi! Wajah ketatku semakin tegang saja. Rahangku mengeras. Orang ini yang selama ini telah mempermainkanku. Mengirimkan gelombang demi gelombang binor untuk kuhamili. Perempuan demi perempuan untuk selalu kupuaskan. Lubang kenikmatan demi lubang kenikmatan untuk memanaskan siang-malamku. Apa maunya? Apa maksudnya?

Orang ini pria dewasa sepantaran denganku dan juga Bobi Putranto. Kalo Bobi mencapai umur segini, dia akan seperti pria ini. Mereka tidak mirip sama sekali tetapi aku yakin kalo keduanya terhubung. Wajah Bobi tampan tetapi berkesan keras dengan rahang yang lebar dan kokoh. Apalagi matanya tajam dan alis yang hitam tebal. Pria ini mungkin versi kalem dari Bobi karena wajahnya lembut, rahangnya tirus lancip dengan mata teduh dan alis segaris. Wajahnya benar-benar klimis dengan sisiran rambut rapi jali. Entah terhubung oleh apa keduanya aku tidak paham. Hanya saja aku seperti tau aja kalo orang berjuluk Lord Purgatory dan Bobi terhubung oleh satu ikatan yang sangat erat. Ia duduk dengan santainya seolah tak terganggu dengan gesture tegang yang sedang kupolahkan.

"Ini memang milik Bobi seperti yang anda tau, bapak Aseng... Ini asli... Anda boleh memeriksanya nanti... Saya tau kalian akan memeriksanya..." ia memandangi cincin besar yang tersemat di jari tengah tangan kanannya. "Green Lantern kalian katakan waktu itu... Ha ha haha... Itu sangat mirip kalau bisa saya katakan... Sama-sama cincin hijau..."

Bahkan dia tau anekdot itu. Tak ada orang luar di lingkar pertemanan kami yang tau lelucon itu.

Kenapa dia berani muncul begini dengan tiba-tibanya setelah sekian lama bersembunyi di balik layar? Sepanjang berbicara ia hanya sesekali melirikku. Pandangannya selalunya menghadap ke arah panggung kecil dimana dua perempuan itu berbaring lemas. Dito masih dengan kegiatan gila menyedot penis para pria peserta event gangbang ini.

"Tebakan anda benar... sayalah yang sudah mengumpankan para perempuan cantik dan seksi itu untuk anda nikmati... Yang kemudian berhasil anda hamili... Benar itu semua... Aida... Yuli, Pipit... Iva, Sandra, Dani, ketiga istri perawan sepupu anda itu... Andini, Miranda, Karina, Vony, Mayu-chan, Amei... Farah juga Dea... Keempat inong cantik itu... dan Lisa yang paling terbaru... Bahkan Vivi, Tiara... Agnès juga... Sayangnya nama-nama terakhir itu belum anda sentuh sama sekali... Kurang lebihnya anda pasti sudah sangat bersenang-senang selama ini, bukan?" ia membeberkan semua nama-nama perempuan yang ia punya andil untuk diceburkan di dalam hidupku. Aku menghitung-hitung semuanya. "Saya bahkan merencanakan Cherni, Neneng dan Aisa juga... Hidup anda sangat sibuk dan berwarna sekali tentunya... Penuh kehangatan dan kenikmatan..."

"Kenapa?"

"Pertanyaan yang bernilai jutaan dollar... Anda pasti mau membayar berapapun 'tuk mendapatkan jawaban 'Kenapa?' itu..." ia mengalihkan arah tubuhnya padaku hingga kami saling berhadapan walo ada jarak sekian meter.

Aku mengangguk.

"Nah... Anda sama sekali tidak akan kenal saya... Tidak ada yang mengenal saya... Karena saya ini tidak ada seperti juga tidak adanya Bobi Putranto lagi di dunia ini... Bobi atau Putra atau siapapun kalian memanggilnya... masih ada di dalam peti mati itu. Menciut, mengering, layu dan meranggas seiring dengan waktu setelah meninggal dunia yang kalian kenang dalam obituarinya sebagai... sakit dan meninggalkan dunia fana ini... dengan damai..." ia tersenyum selama mengucapkan semua kalimat itu.

"Bullshit..." imbuhnya dengan mata menyipit. Aku tak terkejut dengan ekspresinya. Tapi lebih pada pengetahuannya. Seolah ia tau sesuatu yang tak diketahui oleh orang lain. Seolah ia mendapat bocoran langsung dari Bobi yang sudah meninggal puluhan tahun lalu.

"Dia mati karena patah hati..."

Kalimat itu yang paling kutakutkan saat ini.

"Patah hati karena ditolak Fatima sang pujaan hatinya..." aku makin menggigil mendengar ujarannya barusan. Karena itu, semua ini menjadi sangat personal dan khusus mengincar aku dan keluargaku. Fatima yang sangat diidolakan Bobi menolaknya mentah-mentah dan kemudian malah jatuh ke pelukanku. Aku tau betapa hancur hati Bobi saat itu tapi ia tak pernah menampakkannya di permukaan. Ia menyibukkan diri dalam mencari ke-18 batu akik pelengkap cincin Green Lantern-nya. Beralasan ingin mengejar ketertinggalannya di bidang Menggala dibandingkan kami bertiga. Waktu itu belum terbentuk Ribak Sude seperti sekarang. Hanya cikal bakalnya. Pulang dari petualangan solonya, melengkapi semua batu cincinnya dalam keadaan sakit. Sakitnya bertambah parah dari waktu ke waktu, bulan ke bulan dan berujung pada kematiannya dari penyakit yang tak tersembuhkan.

"Kenapa..."

"Anda masih bertanya kenapa?" potongnya cepat. "Apakah anda pernah merasakan kesedihan sedalam itu? Kekecewaan sedalam itu? Patah hati setragis itu?"

"Ditolak cinta oleh satu perempuan tidak berarti dunia berakhir, kan?" jawabku berusaha menyederhanakan masalah.

"Fatima adalah dunianya... Dunianya berakhir... Yaah... Dia sepicik itu ternyata... Tetapi itulah dia Bobi Putranto yang kalian kenal, bukan? Anda sendiri sangat mengenal kepribadiannya..." katanya lagi. Benar... Bobi orangnya memang begitu. Ia mengambil serius hal-hal yang gak penting sebagai jalan hidupnya. Menjadikan satu perempuan belum jelas diterima ato tidak sebagai tujuan hidupnya. Terobsesi pada hal-hal yang berhubungan dengan pemujaan yang sia-sia. Mengidolakan sesuatu yang tak pada tempatnya.

"Jadi membuatku berpisah dengan istriku adalah kesimpulannya? Walopun begitu... Bobi dan dia tak akan bisa menyatu apapun usahamu!" aku tak sabar lagi. Hanya itu terlintas di otakku saat ini. Ia membuatku bersama dengan wanita sebanyak itu untuk membuat istriku marah besar saat ia akan mengungkapnya nanti. Pastinya dengan skandal sebanyak itu membuat kesalahanku tak termaafkan. Tak termaafkan. Aku mengakuinya.

"Anda menyepelekan saya kalo hanya seperti itu..."

"Lalu apa?! Kau yang akan menggantikan Bobi untuk itu??" tebakku lagi.

Ia menggeleng.

"Itu terlalu dangkal..." katanya tak terpancing oleh desakanku. Ia mundur dari condongnya ke arahku sebelumnya. "Batara Kala sudah selesai... Temanku itu akan bermain-main denganmu sebentar..." ia menggerakkan kepalanya bermaksud menunjuk dengan dagunya. Batara Kala? Aku lupa dengan keberadaan sosok itu! Sial!

Ada mahluk buntal gemuk jelek seperti raksasa setinggi dua meter lebih. Mungkin itu bukan ukuran aslinya. Dito terkulai di dekat kakinya sementara raksasa berjuluk Batara Kala itu masih sibuk menjilati mukanya dengan lidahnya yang panjang. Mahluk ini yang sebenarnya menikmati semua sperma para lelaki itu!

"WRAAH WRAAH WRAAHH... RAH RAHH... NIKMAT SEKALI DUNIA INI!! RAHH RAH RAHH WRAAH..." teriak mahluk berbentuk raksasa itu berkulit agak kemerahan itu. Wajahnya yang jelek dengan lidah panjang masih menikmati sperma yang dikecap-kecapnya. Itu adalah bagian energi murni. Batara Kala juga mengincar energi ini dari manusia. "MAKASIH! MAKASIH UNTUKMU, TEMANKU! WRAAH WRAAHH RAHH RAHH..." Ia menganggap Lord Purgatory sebagai teman. Ini gawat!

"Ada yang ingin berkenalan denganmu, Batara Kala... Dia orangnya..." dengan gerakan kepala, ia mengalamatkan arahnya padaku. Sang Batara Kala melirik padaku dengan mata bulat melototnya yang pasti akan membuat siapapun jiper terkencing-kencing. Bagi yang kurang mental, dilirik Batara Kala sudah setara dipelototi malaikat pencabut nyawa. Lidahnya yang menjulur panjang, menyapu-nyapu pipi dan pelipisnya.

"SI PANCURAN KAPIT SENDANG TERNYATA... SAYANG SEKALI KAU SUDAH DIRUWAT SEJAK DULU... KALAU TIDAK... KAU JUGA PASTI SUDAH KUMAKAN BERSAMA MEREKA INI-HUM... WRAAH WRAAH RAH RAAH RAAHH!!" Karena statusku sebagai anak lelaki yang diapit kakak dan adik perempuan membuatku menjadi target dimakan Batara Kala? Aku baru tau ini! Dan untungnya aku sudah diruwat? Siapa yang sudah meruwat-ku? Apakah selama aku menuntut ilmu kanuragan dan ilmu kesaktian yang bermacam ragam, ada guru ato yang mengajariku telah meruwat diriku? Ruwat adalah semacam selamatan untuk mencari keselamatan dari berbagai tulah yang mungkin akan terjadi pada anak manusia. Terdiri dari berbagai macam prosesi yang melibatkan lelaku dan sesajen tertentu.

Tapi Batara Kala itu menyebutkan, sejak dulu. Sejak aku kecil? Aku ingat cerita ibuku kalo aku sempat dirawat oleh seorang ibu tua dari daerah Semarang yang tengah merantau ke Medan. Aku dirawatnya karena ibuku juga sedang repot mengurusi Selvi yang baru lahir sebab kami hanya terpaut setahun jarak umurnya. Apakah ibu tua dari Semarang itu yang telah meruwatku? Apakah dia melakukan itu atas sepengetahuan dan seizin orang tuaku? Tapi mengingat kejadian sekarang ini, aku jadi bersyukur kalo aku sudah diruwat sejak dulu karena status Pancuran Kapit Sendang ini.

'WALAUPUN BEGITU... KAU MASIH KUROBEK-ROBEK SEPERTI KAIN ROMBENG-HUM... WRAAH WRAAH RAAH RAAHH!" perut buncitnya berguncang-guncang saat ia memperagakan akan merobekku dengan sepasang tangan gemuk besar yang sepertinya sangat kuat. Mendengar perkataannya barusan, aku langsung siap siaga. Tentu saja dengan mandau Panglima Burung andalanku yang kuhunus di tangan kananku. Aku berdiri mengitarinya. Tapi pandanganku terganggu oleh gelimpangan kesepuluh pria, termasuk Dito yang tergolek tak berdaya. Apakah Batara Kala 'memakan' mereka itu artinya memakan sperma mereka? Tidak sampe mengancam nyawa, kan? Jangan bercanda!

"Kau... Kau mengizinkannya memakan orang-orang ini?" sergahku pada si Lord Purgatory itu. Lelaki klimis itu duduk santai menyilangkan kaki dengan tangan bersandar lebar di sandaran sofa. Ia berteman dengan Batara Kala dan membiarkan mahluk kuat ini memangsa orang-orang tanpa ampun.

"Kenapa tidak? Saya tidak kenal siapa orang-orang ini... Saya tidak ada urusan apapun dengan mereka..." jawabnya enteng. "Lagipula untuk apa saya perduli pada manusia-manusia tak berguna begini... Apalagi kemanusiaan tak ada artinya untuk saya..." senyumnya tiba-tiba sangat memuakkan.

"... karena saya bukanlah manusia..."


RyuzakiKen said:
Mungkin pada bingung apa yang dibicarakan si Batara Kala ini. Batara Kala di cerita pewayangan adalah anak tak sah dari sperma Batara Guru yang terjatuh di laut Selatan dekat pulau Nusakambangan. Sang Batara Guru saat itu sedang jalan-jalan dengan istrinya Batari Uma menaiki lembu Andini dan tetiba sange. Istrinya menolak melakukannya di tempat terbuka seperti itu, tapi sang suami sudah keburu sange dan ngecrotlah dia. Laut menggelegak dan membara saat kelahirannya yang instan. Seketika Batara Kala yang baru lahir membuat keributan karena ia berbentuk raksasa yang sangat sakti. Dewa-dewa yang dikirim kahyangan tak ada yang mampu meredam amarahnya karena tak tau siapa dirinya dan asal-usulnya. Dikejarnya para penyerangnya hingga kahyangan dan bertemu Batara Guru, ayah biologisnya. Ada tiga permintaan yang ia inginkan dari ayahnya, yaitu: nama, istri dan makan.

Ia diberi nama Batara Kala. Istri bernama Betari Durga (Batari Uma yang dikutuk karena menolak permintaan suaminya untuk kimpoi di atas lembu) dan makanan berupa anak-anak Sukerta sebagai berikut.
1. Ontang-anting, anak tungal, baik lelaki maupun perempuan.
2. Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki yang satu perempuan.
3. Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4. Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5. Sendang kapit pancuran, tiga anak yang sulung laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6. Pancuran kapit sendang, kebalikan dari nomor 5.
7. Kembang sepasang, dua perempuan semua.
8. Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9. Pandawa, lima orang lelaki semua.
10. Pandawi, lima orang perempuan semua.
11. Pandawa ipil-ipil, lima anak, empat perempuan, yang bungsu lelaki
... dan masih banyak lagi. Makanya setiap anak di kebudayaan Jawa yang masuk kriteria Sukerta berpotensi dimakan Batara Kala kecuali telah diruwat oleh orang tuanya. Ruwatannya biasanya adalah pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala.

Tentu saja Batara Kala yang dihadapi Aseng saat ini bukanlah Batara Kala yang asli. Hanya jin kuat yang mengaku-ngaku saja karena kekuatannya yang luar biasa kuat dan mirip dengan Batara Kala yang asli.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd