Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Beauty and the Beast

pimp lord

Pendekar Semprot
Daftar
17 Oct 2012
Post
1.943
Like diterima
2.475
Bimabet
Sekedar berbagi cerita sederhana, coretan seorang newbie...
enjoy...


Suara dengus terdengar dari gadis yang duduk di depan meja belajar yang ada di dalam kamar kost yang cukup nyaman, yang ia tempati sejak ia duduk di tingkat pertama perkuliahan di kota itu, ia nampak menelengkan kepala nya ke kanan dan ke kiri, ke dua tangannya bertaut di atas kepalanya, teregang penuh, berusaha menghilangkan rasa pegal di pundaknya... Cukup lama matanya terpaku menatap layar laptop di hadapannya....

Ia menggeliatkan tubuhnya sejenak, bunyi derak terdengar saat ia memutar tubuhnya, dan ia baru menyadari kalau perutnya terasa perih... Ia lalu bangkit, dan rasa sakit yang sedikit menusuk di pinggangnya mengingatkan dirinya kalau sedari tadi, di tengah keseriusannya mencari informasi yang diinginkannya, dehidrasi....

Berdiri, lalu meregangkan tangannya ke atas kepala sampai kakinya berjinjit, membuat tank top biru muda itu terangkat ke atas, menyibak bentuk pinggang ramping dan perut rata sang gadis.... Ia lalu mamakai sendal, melangkahkan kaki yang berbalut pajama ke luar dari kamar.

"Eehhh... Sorry... Sorry Jen!" Seru gadis yang nampak tergesa, hapir menabrak sang gadis yang baru saja ke luar kamarnya...

Gadis itu menggeleng gelengkan kepalanya sambil mendengus antara kesal dan pasrah dengan kelakuan teman satu kost nya yang begitu tergesa, masih dengan berusaha merapikan dandanannya, berlari dengan kurang hati-hati menuruni tangga menuju lantai satu rumah kost tempat mereka tinggal sementara menimba ilmu di kota itu.

"Jen... Mau ikut ngga? Kita mau ke mall...!" Seru Mira, gadis yang hampir menabrak nya tadi, yang kini berkumpul dengan seorang temannya, yang mencoba menyembunyikan kekeksalan karena harus menunggu gadis itu cukup lama, dengan dandanan yang tak kalah rapi… Sementara ia menuruni tangga, menuju dapur untuk membuat satu mug kopi dan membuat roti untuk mengusir rasa laparnya....

Sang gadis hanya tersenyum simpul sambil menggeleng pelan kepada ajakan yang ia tau cuma sekedar basa basi itu, lalu kembali naik ke kamar, dengan segelas kopi panas di tangan kirinya, sementara mulutnya menggigit roti dengan lapisan selai kacang yang memang disukainya... Samar ia bisa mendengar temannya terus berceloteh, sambil masih sibuk membenahi diri, sambil melangkah menuju pintu....

"Iih... Sebel... Padahal udah janjian juga.... Yang lain juga ngga jadi ikut?!" Kata Mira dengan ketus, yang di amini temannya dengan wajah sebal...

Sang gadis menutup pintu kamarnya, meletakkan mug kopi panas di meja sementara roti tadi kini dengan nyaman mengisi perutnya... Ia lalu menutup laptop yang masih menyala ketika ditinggal nya tadi, lalu bergerak menuju samping lemari pakaiannya, dan tangannya meraih carrier yang telah menanti di sana....

'Itu alasannya....' batin sang gadis sambil memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam carrier nya...

Ya... Gadis itu sangat-sangat jarang, mungkin hampir tidak pernah, membuat rencana bepergian bekelompok.... Karena akhirnya selalu sama... Ketika pertama rencana terlontar, mungkin ada sekitar dua puluh orang yang setuju, ketika tanggal mulai ditetapkan, dan wacana biaya bergulir, biasanya hanya tinggal sedikit saja yang tersisa... Mungkin hanya separuh jumlah peminat awal... Dan ketika hari keberangkatan semakin dekat, biasanya jumlah itupun semakin berkurang, hingga akhirnya, seperti biasanya, hanya dirinya dan dua atau tiga orang teman yang menjadi inisiator yanga akhirnya benar benar berangkat.

Gadis itu memandang carrier besar di hadapannya dengan pandangan puas setelah ia memastikan kembali tidak ada yang tertinggal, yang bisa membuat rencana perjalannannya jadi kurang memuaskan...

Ia lalu melepas pajama pants yang dikenakanannya dan meletakkannya di laundry bag, meninggalkan pink panties menutupi bagian kewanitaannya, lalu sambil mengambil sehelai handuk kecil, masuk ke dalam kamar mandi yang menjadi bagian kamar tidurnya, salah satu fasilitas di kost nya... Ia lalu menurunkan celana dalamnya, duduk di atas closet, dan.....

Sang gadis mendesah lega setelah ia mendeposit isi perutnya dan selesai berkemih, lalu membasuh vagina dan lubang pembuangannya dengan spray hose yang ada di samping toilet, sambil membenahi celana dalamnya menekan tombol flush, lalu kemudian sekedarnya membasuh wajah, menggosok gigi nya, lalu ke luar dari kamar mandi...

Setelah handuk kecil itu mengisi laundry bag, ia lalu membuka lemari, megambil satu stel kemeja berwarna hijau army, yang biasa dipakai nya saat travelling, lalu mengenakan cargo pants senada yang kini menyembunyikan pink panties tadi...

Ia lalu membereskan laptop nya, memasukkannya ke dalam lemari dan menguncinya... Ia mematikan AC kamar, mencantel carrier di bahu kanan, lalu mematikan lampu sebelum ia mengunci kamar... Ia melangkah turun menuju lantai bawah....

"Teh Ami" Ujar sang gadis, pada sosok wanita dewasa yang memang bekerja untuk mengurus rumah kost itu...

"Eeh... Mbak Jeni...." Jawab Ami, sedikit kaget karena ia sedang sibuk membersihkan sisa makanan di atas meja makan... "Mau ke mana, mbak...? Ngga ikut sama mbak Manda?" Tanya nya demi melihat carrier yang tercantol di bahu sang gadis, yang hanya membalas dengan seringai...

"Teh... Tolong cuciin ini, ya..." Kata sang gadis, mengangsurkan laundry bag pada Ami... "Sama titip kamar ya..." Lanjutnya sambil melangkah ke dapur...

"Mbaaak...." Seru sang wanita, demi mendengar suara air mengalir di dapur, tak dapat mencegah sang gadis yang mencuci mug kopi tadi...

"Teh.... Aku jalan dulu ya...." Ujar sang gadis sambil tersenyum, meninggalkan Ami yang menggelengkan kepala, melihat gadis yang merupakan anomaly di rumah kost itu....

Seperti saat ini....

Di saat penghuni kost yang lain mengisi libur semester dengan pergi ke mall, gadis tomboy itu, dengan carrier di punggungnya, malah sedang duduk di belakang ojek online yang mengantarkannya ke terminal bus antar kota...

Di saat teman temannya menikmati dinginnya ac di dalam mall, gadis itu sedang " menikmati" semburan ac yang kadang tak di setel oleh supir bus, yang lebih mementingkan cepatnya bus itu sampai di tujuan dibanding kenyamanan penumpangnya...

Di saat teman temannya berdesakan di dalam toko, berebutan demi melihat bahkan memperbutkan barang-barang sale, gadis itu, setelah perjuangannya di dalam bus yang akhirnya tiba di terminal, masih harus berjuang, berdesakan, bersusah payah duduk berdesakkan di dalam colt L300, berdempet dengan penumpang lainnya, di mana aroma keringat, minyak wangi yang sangat tajam baunya, menyatu, semerbak di dalam kendaraan yang menuju desa tujuannya, sementara carrier nya pasrah terhimpit, berdesakan dengan beberapa barang penumpang lainnya di atas atap,

****

Hari sudah beranjak senja ketika desah lega ke luar dari mulut sang gadis saat ia akhirnya ke luar dari L300 tadi....

Suasana khas terminal desa langsung menyambutnya.... Terminal yang bersatu dengan pasar traditional yang sudah sepi... Hanya ada beberapa lapak penjual penganan yang masih buka...

Mencangklong kembali carrier nya, gadis itu melangkahkan kakinya menuju lapak sederhana di depan penjual jangung rebus, seorang kakek menjaga lapak itu...

Mendadak kuduknya meremang... Bukan... Bukan dari cuaca dingin desa yang memang terletak di ketinggian itu....

Sang gadis memandang sekelilingnya, mencari sumber yang membuat kuduknya mendadak meremang....

Hiruk pikuk pasar.... Sekelompok remaja yang nampak membawa perlengkapan sama seperti dirinya....

Tidak.... Tidak ada yang aneh... 'Perasaan aku saja'.... Batinnya mengibaskan kepalanya lalu kembali melangkakan kaki dan duduk di bangku panjang sederhana dari bahan bambu di lapak kakek tadi...

"Kopinya ngga pake gula, neng?" Tanya sang penjual jagung seakan tak percaya kalau gadis manis seperti dirinya lebih memilih meminum kopi hitam tanpa gula.... Anomaly lainnya dari sang gadis yang mengangguk sambil tersenyum pada kakek penjual jagung tadi, meyakinkan kalau itu memang pesanannya...

"Hati hati neng... Masih panas..." Kata sang kakek sambil mengangsurkan jagung yang memang masih mengepulkan asap, karena baru saja diangkat dari dandang besar yang bagian bawahnya menghitam oleh bara api yang berasal dari kayu bakar...

"Terimakasih,Ki...." Jawab sang gadis, sopan, sambil perlahan menghirup kopi pahit nya...

Kelompok remaja itu nampak riuh, tertawa tawa, sambil berjalan melalui lapak tempatnya beristirahat.....

"Neng mau ke puncak juga?" Tanya sang bapak sambil merapikan jagung yang di jajakannya...

"Iya Ki..." Kata sang gadis dengan sopan, meletakkan kulit jagung rebus ke dua yang kini sudah mengenyangkan dan menghangatkan perutnya...

"Neng sudah tau jalurnya, kan?" Tanya sang bapak meyakinkan, karena cukup jarang ada hiker solo, terlebih seorang gadis seperti dirinya....

"Sudah Ki.... Saya sudah dikasih tau jalurnya sama teman saya..." Jawab sang gadis, menunjuk garmin csx yang tercantel di pinggang celananya…

Yang tak diberitahu sang gadis, kalau “teman” yang memberi informasi padanya tentang lokasi yang akan ditujunya, hanya seorang anonymous pengguna forum trekking yang sharing dm kepadanya, itupun karena sang gadis merasa intrigued dengan lokasi yang disebutkan oleh sang anonymous di message board sebelumnya…

Dan dengan pengetahuan serta informasi yang dimilikinya, sang gadis merasa tergelitik karena ia belum mengetahui tempat itu…

"Ooh... Sukur atuh...." Sang bapak nampak lega mengetahui gadis di hadapannya sudah mempersiapkan perjalannanya dengan seksama...

"Hatur nuhun, Neng..." Kata sang bapak, menerima lembaran uang dari sang gadis yang kini berdiri, bersiap melanjutkan perjalannya...

Deg...

Kembali kuduknya meremang ....

Ia memandang sekelilingnya dan pandangannya tertumbuk pada punggung seorang lelaki yang berjalan melewatinya tanpa menoleh sama sekali, sekilas sang gadis bisa melihat brewok berantakan yang menghiasi wajah lelaki, yang mengenakan kemeja dan celana pangsi warna hitam, berjalan tanpa alas kaki mendekati sebuah land cruiser defender tua namun jelas sudah di modified itu...

"Ada apa, Neng?" Tanya sang kakek jagung, demi melihat sang gadis yang mematung itu...

"Oh... Ngga... Ngga kenapa napa, Ki... Permisi ya... Saya lanjut jalan...." Katanya sambil segera bergegas melanjutkan perjalannya, tanpa melihat pandangan tajam penuh rasa marah, bahkan benci pedagang jagung itu ke arah tiga orang lelaki yang turun dari defender itu....

****

Janice berjalan menyusuri perkampungan yang masih asri itu, yang belum terlalu terganggu oleh pengunjung ataupun pendatang dari luar daerah....

Hanya para hikers, atau trekkers yang mendatangi lokasi ini. Itupun bukan mereka yang lebih memilih gunung yang sudah punya nama...

Tempat yang sesuai bagi dirinya....

******

Melewati desa, sang gadis kemudian menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak, hingga ia tiba di bagian jalan yang menikung cukup tajam.... Ia meraih garmin yang tergantung di pinggangnya, dan melihat arah menuju lokasi yang sudah diinput sebelumnya.

Dan...

Sang gadis mantap melangkahkan kakinya ke luar jalan setapak, ia menerobos semak-semak dan terus bergerak maju hingga ia menemukan jalan setapak samar yang lebih kecil yang nampak sangat jarang dilalui, dan dengan langkah pasti terus masuk ke dalam hutan yang semakin lama semakin lebat itu...

****

Beberapa kali sang gadis, walau sudah menggunakan sepatu trekking terbaik yang dimilikinya, terpeleset karena licinnya lantai hutan yang penuh daun, ranting dan dahan kayu lapuk dan lumut... Terlebih karena ia semakin bergegas agar ia tak kehilangan sinar matahari yang semakin turun, yang akan membuatnya kehilangan panduan, karena gps nya tak dapat berbuat banyak di dalam rerimbunan hutan.

Sang gadis terus bergegeas sampai akhirnya ia melihat kalau rerimbunan di hadapannya mulai berkurang.

****

Bertolak pinggang, nafas memburu, keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, sang gadis memandang keindahan danau di hadapannya, dengan semburat matahari yang mulai terbenam, membuat segala perjuangannya seakan terbayar lunas, seiring helaan nafas penuh kelegaan yang keluar dari mulut sang gadis

Berkeringat karena jalan jalan di mall?

Berjuang demi mendapat barang discount? What a joke…


Selesai memandang keindahan alam itu, sang gadis sadar kalau ia harus bergegas.

Ia segera menurunkan ransel yang ada dipunggungnya, sedikit menjatuhkanya karena sedari tadi benda itu cukup membebani punggung dan bahunya… Dan mendirikan double person tent yang sudah dipersiapkannya. Setelah itu ia sedikit menjauh dari tenda, ada segelondong batang kayu tumbang di sana, ia lalu menggaruk dedaunan di atas tanah di depan tumbangan itu dengan sepatunya dan sebatang kayu yang cukup panjang yang ditemukannya di sana, membentuk lingkaran kecil di sana lalu mengambil alocs alcohol stove dari dalam ranselnya lalu kemudian memasak air di atasnya, bukan untuk memasak makanan… Ia tak merasa terlalu perlu bersusah payah untuk memasak karena ransom pack selalu siap diperbekalannya…. Ia hanya perlu air panas untuk menggodog kopi tumbuk kesukaannya.

Wajahnya nampak begitu damai, menghela nafas lega sambil ia duduk di kayu tumbang itu dengan kedua tangan menangkup mug kopi panas di tangannya, ke arah mentari yang menurun ke balik pepohonan, memandang ke arah danau yang memantulkan semburat mentari senja, ke arah tebing kecil yang mengailrkan air yang menambah kesejukkan dalam hatinya…

Malam pun tiba, kelelahan setelah berjuang untuk dapat terus menikjmati sekeping surga duniawi di hadapannya akhirnya menerpa dirinya…. Perlahan ia berjalan menuju tenda kecil yang telah menantinya.

Sang gadis membuka sepatunya, lalu membuka jacketnya sebelum ia memasuki tenda dan merapikan jacketnya di samping ransel yang juga dimasukkanya ke dalam tenda, karena, walaupun ia senang untuk travelling seorang diri, ia juga senang kalau ranselnya tetap kering… Besides, extra leg room wouldn’t hurt, right?

Sambil duduk di atas sleeping bag yang di hamparkannya, sang gadis membuka kemeja dan merapikannya, meninggalkan tank top biru muda yang dipakainya bahkan sebelum ia meninggalkan kostnya, nampak putingnya medikit menonjol dari balik tank top itu… Bra bukan barang yang terlalu dipusingan dirinya, terlebih dengan 32A cup yang dimilikinya, she’s not that worry about that piece of fabric….

Lalu, kini duduk di dalam sleeping bag sang gadis membuka cargo pants yang kini mulai tak nyaman untuk digunakan, mengendusnya dan berjengit karena bau keringatnya sendiri sebelum mengendikkan bahu tak peduli dan melipat cargo pants itu lalu meletakkannya di atas kemeja yang juga sudah terlipat dengan rapi di sana. Tangannya lalu menjangkau lampu electric yang menerangi tenda, dan mematikannya.

Sang gadis begitu nyaman dan damai terlelap dalam tidurnya yang nyenyak, ditemani suara hewan-hewan dan serangga malam.

Sangat-sangat damai…

*****

Cericip burung-burung pagi membangunkan sang gadis dari tidurnya yang sangat nyenyak, ia sebenarnya masih ingin tidur lebih lama lagi, namun kandung kemih nya yang semakin sakit kalau semakin lama ia tahan, membuatnya dengan dengus kesal bangun, mengambil jacket lalu keluar dan memakai sepatunya tanpa bersusah payah mengikat talinya dan kemudian melangkah menuju tepian danau, secara naluriah sang gadis melihat ke sekelilingnya, memastikan kalau tak ada siapa-siapa disekitarnya, lalu kemudian menurunkan celana dalam nya sampak ke lutut lalu jongkok dan mengososngkan kandung kemihnya…

Merasa tak mungkin lagi tidur, sang gadis memutuskan untuk mennyalakan kembali kompor dan mendidihkan air, dan tanpa merasa perlu merapikan diri, masih berbalut celana dalam, ia duduk di atas gelondong kayu, mengeratkan jaket ditubuhnya, memandang ke arah danau yang kini mulai memantulkan semburat cahaya mentari pagi yang menembus dedaunan hutan itu, namun kini selain burung, suara monyet-monyet hutan mulai terdengar dikejauhan.

Suara keresek membuatnya terjaga, namun seekor rusa muda yang pergi ke pinggir danau dan mulai minum, membuatnya tersenyum dan mengendurkan penjagaannya…

Rusa itu mendadak mendongakkan kepalanya, nampak memandang sekelilingnya, lalu dengan satu sentakkan, rusa itu melompat dan berlari ke dalam rimbunnya hutan, dan di saat itu sang gadis mendengar suara keresek lain dari arah tendanya…

“Wah, wah…. Kita dapat durian runtuh, anak-anak…”

Sang gadis memandang ke arah empat orang lelaki yang ke luar dari balik pepohonan… Ia mengenal salah seorang dari mereka…. Lelaki itu…. Lelaki yang berpapasan dengan dirinya di terminal kemarin, dengan brewok lebat, dengan alis yang tak kalah lebat, dan rambut acak-acakan, masih mengenakan baju hitam yang sama, celana pangsi, dan bertelanjang kaki… Ia tampak berperan sebagai penunjuk jalan atau pemandu bagi ketiga orang lainnya

Sang gadis melihat tiga lelaki yang lainnya berjalan mendekatinya, senjata berburu tergenggam erat di pagangan mereka dan bilah-bilah parang yang tersampir di pinggang mereka…

Seorang dari mereka nampak seperti pemimpin perburuan, seorang lelaki berumur sekitar 50 tahunan dengan rambut yang beruban, sementara dua rekannya nampak berusia di pertengahan tiga puluhan. Satu orang dari mereka membuatnya bergidik, lelaki itu terus menerus cekikikan, matanya menatap liar kearahnya, seperti seorang psikopat, dan yang seorang lagi, yang kemungkinan seumuran dengan sang psycho berpenampilan garang, walau tak seseram sosok pemuda berpakaian hitam-hitam yang berdiri dengan tangan yang terlipat di dada, bersandar dengan bahunya di pohon besar yang ada di sampingnya… Diam, memandang dengan tajam menusuk ke arah dirinya…

Sang gadis menimbang segala kemungkinan yang bisa dilakukannya sementara pemimpin perburuan itu mendudukkan dirinya di samping sang gadis yang beringsut, mengeratkan jacketnya… Ia melihat kompor yang masih mendidihkan seduhan kopi itu, berfikir berapa cepat ia bisa bergerak menyambar cairan panas itu dan menyiramkannya ke wajah lelaki di sampingnya… Setidaknya ia tak akan menyerah dengan mudah….

“Terimakasih kopinya….” Kata lelaki itu membuyarkan salah satu rencana sang gadis, dan setelah menyesap kopi itu menyerahkan mug panas tadi untuk dinikmati juga oleh dua orang rekannya yang lain, yang berdiri sedikit berjarak dengan mereka, menunjukkan bagaimana mereka sudah sering melakukan perburuan seperti ini… Naluri survival sang gadis berkata kalau ia harus berusaha mencari celah ketika para lelaki itu lengah, dan mencoba melarikan diri… Hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang…

“Kamu sendirian….?” tanya pemimpin perburuan tadi sambil kembali menyesap kopi yang dikembalikan rekannya.… “Siapa namamu….” Tanyanya lagi…

“Janice…” Jawab sang gadis datar, masih memikirkan cara untuk melalrikan diri, namun ia melihat kalau kemungkinannya sangat kecil, karena lelaki berewokan berpakaian serba hitam itu tetap bersandar di pohon yang memiliki coverage menyeluruh pada area itu.

Lelaki berwajah kejam, anggota perburuan itu mengambil beberapa kayu bakar, lalu mengganti kompor kecil tadi dengan tumpukan kayu, menuang alcohol dari dalam kompor kecil itu, lalu menyalakan api unggun.

Janice melihat kalau lelaki yang selalu cekikikan itu kini menghampiri tendanya, dan tak lama, ke luar membawa ranselnya mendekati dirinya dan sang pemimpin yang kini dibantu rekannya membesarkan api unggun, dan melemparkan ranselnya sembarangan, dan hampir jatuh ke atas api.

Sang gadis berjengit, menaikkan bahunya dan mengebaskan sikunya ke belakang… Lelaki psychopath itu berjalan ke belakangnya dan menendus lehernya….

Sambil mundur terkikik… “Oooo… Seraaaam…”katanya dengan nada mengejek sambil menggoyang-goyangkan tangannya demi melihat Janice yang memandangnya dengan tatapan jijik dan penuh kebencian, namun ia tetap harus menahan emosinya, ia harus tetap berfikir jernih…

Ia membuang muka ke arah api nampak mulai mengecil….

“Maafkan kelakuan rekan saya, Nona Janice….” Kata lelaki itu sambil mendorong potongan-potongan kecil kayu untuk memperbesar nyala api menggunakan parangnya yang berkilat, tajam…

“Ah, maafkan saya… Perkenalkan… Saya Harry…” Kata lelaki itu, dengan parang mengarah ke tanah, ia menunjuk ke arah dirinya, lalu dengan ujung parang menunjuk kepada pemuda berwajah sangar, “Itu, Edo, dan… Tommy“ katanya menunjuk ke pemuda psycho yang kini menepuk-nepukkan bilah parangnya ke telapak tangannya yang lain, seringainya nampak berubah menjadi seringai bahaya…

“Dan… Bardian…”Katanya menunjuk ke arah pemuda yang kemudian dipanggil mendekat.

“Bar…. Coba kamu check perangkap kita…” Katanya yang diikuti anggukan tanda mengerti dari sang pemuda yang kemudian dengan langkah ringan, menunjukkan kaki telanjangnya sudah kapalan karena seakan tak merasakan lantai hutan yang penuh dengan akar yang menonjol, duri tajam, dan juga bebatuan… Berjalan meninggalkan mereka, masuk kedalam kerimbunan hutan.

Jantung sang gadis berdegup kencang, penyergapnya berkurang satu… Ia harus bersabar sedikit lebih lama, karena ia harus menunggu saat yang benar-benar tepat untuk melarikan diri.

Kembali sang gadis mengibaskan tangannya dan memandang penuh kebencian pada Toni, sang psycho yang kini malah menempelkan hidungnya ke batang leher sang gadis dan menghirup keras-keras.

“Hihihi….”kikinya menyebalkan…. “Cantik-cantik bau acem….”katanya mengejek sang gadis sambil menjepit hidungnya.

Ya, penampilannya memang acak-acakan… hey what would you expect… dia baru bangun tidur, sedang duduk nyaman, dan mereka datang dan menyergapnya begitu rupa….

Harry mendengus sambil tersenyum dan memandang ke arah sang gadis yang makin mempererat pegangan di jaketnya…

“Kami mengganggu acaramu mandi, Jan?” Tanya Harry yang kini menyeringai sama menyebalkannya seperti seringai anak buahnya, Tommy….

Gadis itu menggeleng, kini goose bumps mulai terasa menjalari tubuhnya, walau dengan jacket yang membungkus rapat dirinya… Ia tak suka arah pembicaraan ini..

“Tommy benar, Jan… Anak gadis sebaiknya harus bisa merawat dirinya…” Kata Harry, sambil memandang ke arah sang gadis…

“Silahkan… Mandi…”Katanya sambil menunjuk ke arah danau. Janice memandang tajam ke arah Harry…

Janice bisa mendengar kokangan dua senapan dari arah belakang dan sampingnya…

“Kamu ngga mungkin mandi dengan jacket seperti itu, kan? Katanya lelaki itu lagi dengan nada menghina, demi melihat sang gadis yang akhirnya berdiri dan hendak melangkahkan kaki ke arah danau.

Sang gadis memandang dengan tatapan tajam, pandangan siap membunuh… Namun senjata yang dengan santai diarahkan kepadanya membuatnya menyadari, saat ini, ia tak ada pilihan kecuali dengan perlahan menanggalkan jacketnya…

“Apinya mulai padam, Jan… sebaiknya kamu taro jacket kamu di sana….” Ujar Harry dengan santai, sambil menunjuk ke arah api unggun...

Sang gadis mendengus kesal dan dengan kasar melempar jacketnya ke arah api yang langsung terbakar dan membuat api kembali memebesar.

“Sepatunya juga, Jan… Nanti sepatu kamu bau…”Kata lelaki itu lagi mempermainkan sang gadis yang memandang dengan penuh kekesalan pada sang lelaki, namun kemudian tetap melakukan apa yang diperintahkannya dan menedang sepatu yang dikenakannya sembarangan.

Menekap tangan ke dada, menahan dingin yang langsung menusuk kulitnya, Janice melangkahkan kaki yang hanya berbalut kaus kaki itu, dibawah todongan senjata Edo, mendekati air danau yang hanya berjarak sekitar lima meter dari tempatnya tadi.

Walau dengan dada yang kecil, namun pemandangan seorang gadis muda dengan tubuh padat, pinggul dan bulatan pantat yang penuh, serta tungkai kaki yang pepal, hanya berbalut tank top tipis yang tak dapat menutupi puting yang samar membayang di baliknya, dan pink panties sederhana itu, tetap membuat ketiga lelaki yang melihatnya menelan ludah mereka.

Namun seperti saat mereka berburu… Kesabaran, itulah kuncinya….

“Cukup…”Perintah Edo…. ketika air danau itu sudah menyentuh pangkal paha sang gadis. “Jongkok!” Perintahnya lagi, yang dengan sangat terpaksa dituruti sang gadis

Sang gadis langsung mengigil ketika akhirnya, ia kini berjongkok di dalam air danau yang dingn itu, merendam tubuhnya sampai ke batas sternumnya… Matanya tetap memancarkan perlawanan dan kebencian pada para lelaki, terutama pada Tommy yang terkikik seperti orang gila, sambil menggaruk-garuk kepalanya, sebelum akhirnya mendekati api unggun.

Gigi sang gadis gemeretak antara menahan dingin, dan marah demi melihat psychopath itu membongkar ranselnya dan melempar-lempar isinya menjadi bahan bakar tambahan bagi api ungggun itu.

Suara keresek membuat sang gadis sedikit berharap ada trekker lain yang datang dan bisa dimintainya batuan, namun demi melihat Bardian, pemuda pendiam itu, yang datang, harapan sang gadis menguap. Lelaki itu membawa rusa muda yang tadi minum di danau itu, namun kini rusa itu dipanggul sang pemuda dengan leher yang hampir putus…

“Good timing, Bar…. Kita sudah mulai lapar…. Ayo… bersihkan….”perintah lelaki itu pada sang lelaki yang langsung berjalan ke arah tepi danau, dan tanpa banyak bicara langsung menjatuhkan rusa itu di tepi air.

Sang gadis melihat belati yang nampak sering digunakan namun tetap tajam terurus, yang dipegang pemuda yang langsung memebelah perut pelanduk itu, dan mebuang isinya ke dalam air danau, membiarakan sisa darah dan jeroan itu mengotori air danau yang bersih, dan akhirnya menyentuh sternum sang gadis yang masih dalam posisi berjongkok menggigil kedinginan di dalam danau… Bau anyir darah menyerauk hidung sang gadis… Membuatnya mual…

***

Tak perlu waktu lama, aroma daging bakar memenuhi udara.

Dari posisinya yang terksiksa kaerena masih dipaksa berjongkok di dalam air danau, di bawah todongan senjata Edo, Janice bisa melihat daging rusa yang berkilat, tetesan lemak yang terbakar menambah siksaan yang diterima tubuhnya yang semakin lemah…

Harry memandang ke arah sang gadis yang matanya semakin layu, dengan gemeretak gigi yang semakin lambat, dan bibir yang semakin membiru…

“Ayo, Jan… Kamu lapar, kan?” katanya berbasa basi… sambil mengangguk ke arah Edo yang kemudian dengan gerakan senjata memerintahkan Janice yang terhuyung, bahkan beberapa kali terjatuh sebelum bisa menahan tubuhnya dan dengan menekap dadanya erat melawan dingin yang menusuk tubuhnya akibat dinginnya air danau dan dinginnya hembusan angin pegunungan, berjalan dengan tertatih, dengan kaus kaki yang sekarang kotor oleh tanah danau, humus, dedaunan,, gemetaran. Bahkan jarak yang hanya lima meter itu serasa perjalanan berkilometer bagi sang gadis, yang akhirnya bisa merasakan hangatnya api di hadapannya, walau tetap saja, tank top dan celana dalam basah yang menempel di tubuhnya membuat rasa dingin itu tetap menyiksanya.

“Tenang, Jan… Jangan buru-buru, nanti keselek…” kata Harry yang melihat sang gadis meneguk kopi panas, yang diangsurkan lelaki itu, dengan tergesa gesa.

Janice merasa hidup kembali seiring rasa panas dari kopi yang diteguknya sampai habis, bahkan sampai ke ampasnya…

Rasa lapar membuat sang gadis sejenak melupakan kebenciannya pada para penyergapnya yang baru saja menyiksanya dengan merendamnya di air danau yang dingin. Dengan lahap ia memakan paha pelanduk yang diangsurkan sang pemimpin perburuan.

Sang gadis hanya beringsut, sambil tetap mengunyah daging pelanduk itu, saat ini ia tak peduli kejahilan Tommy yang kembali mengedus-ngedus leher sang gadis. Bahkan menjilati batang leher sang gadis…

Namun, ketika tangan sang psycho meremas paha dalamnya...

Janice menamparkan sisa paha pelanduk itu ke wajah Tommy, dan mendorong lelaki itu sampai jatuh terjengkang. Dengan kekuatan baru yang seakan muncul di dalam dirinya, sang gadis melompat dan berlari sekuat tenaga menuju ke dalam kerimbunan hutan, tak peduli kondisi tubuhnya yang nyaris telanjang dan kaki yang hanya terbalut kaus kaki…

****

SNAAAP!

AAAGGGHHHH!!!!!

Jeritan sang gadis menggema di kerimbunan hutan….

Sementara itu di depan api unggun….

“Tommy….!” kata pemimpin perburuan dengan tegas itu demi melihat anak buahnya itu menjilat bilah parangnya, wajahnya menjadi lebih menakutkan dengan seringai buas yang kini menghias wajahnya…

“Biarkan dia sebentar…. Dia ngga bisa kemana-mana…. Kita nikmati dulu makanan kita… Kita rayakan hasil perburuan kita…” kata lelaki itu lagi, melempar sebuah paha rusa ke arah sang psycho yang kini duduk menikmati daging bakar itu, dan kembali cekikikan… Menghayalkan apa yang akan dilakukannya nanti pada tubuh sang gadis….

****

Tenggorokannya terasa perih setelah ia berteriak-teriak tanpa hasil….

“Aaarrrrggggghhh!” Teriaknya kesal setelah untuk kesekian kalinya ia kembali gagal meraih simpul tambang yang menjerat kaki kanannya, kaki kirinya yang menjuntai bebas menggapai-gapai, menendang-nendang langit. Tubuhnya kembali terjuntai, tergantung terbalik…. Tangannya hanya berjarak sekitar dua jengkal dari atas tanah, membuatnya semakin frustasi dan kembali berteriak-teriak dan meronta-ronta sebisanya….

Entah berapa lama ia tergantung seperti in… Namun yang jelas, tenaganya semakin terkuras setelah semua rontaan dan teriakan minta tolong yang sama sekali tak terdengar oleh siapapun, yang mungkin kalaupun mendengar akan menganggap teriakannya bagai suara penunggu hutan yang justru membuat yang mendengarnya ketakutan. Dan posisinya kini membuat darah mengalir ke kepalanya, membuatnya semakin merasa pusing, nafas semakin terasa berat.

Suara keresek dedaunan sayup terdengar di telinganya dan akhirnya dengan pandangan yang kabur, sang gadis melihat beberapa pasang sepatu yang mendekatinya.

“To…. tolong….” Katanya dengan suara yang parau dan lemah… Akhirnya…. Pertolongan datang…

Dan….

“Hihihi…. Halo cantik…. Kita ketemu lagi….”

****

Sang gadis, walau diam dan memberi pandangan melawan, namun tetap tak bisa menahan laju airmata yang ke luar dari matanya, demi menyadari siapa pemilik tiga pasang sepatu yang ada di hadapannya…

“Bar… turunkan dia….” Kata sang pemimpin…

“Sebentar…. “ kata sang psycho menghentikan langkah seng pemuda, sebelum ia sendiri melangkah mendekati sang gadis yang mendengar suara zipper yang diturunkan…

“Aaaaggghh…! Bangsat…! Anjing…!” maki sang gadis melawan sekuatnya ketika wajahnya dikencingi lelaki psycho itu,

Dirinya sadar kalau ia sudah kalah ketika mereka sudah mendapatinya tergantung…

Tapi… Dihina seperti ini?

“Kamu harus diajar sopan santun…” kata sang psycho sambil menendang wajah sang gadis dengan cukup keras… membuat bibir sang gadis pecah dan berdarah

“Tommy…. Cukup!” bentak sang pemimpin, yang cukup untuk membuat sang psycho mundur, mengangkat tangan ke depan dada, tanda menyerah, sambil tetap menyeringai menjijikkan dan tetap memandang dengan bengis ke arah sang gadis yang kini tak lagi menyembunyikan tangisannya

Sang gadis terjatuh berdebam ketika Bardian memotong tali yang berada di pohon tempat jerat itu terpasang, dan meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya, rasa terhina yang diterimanya…

Bilah parang sang psycho yang ditekan ke bukit payudaranya membuat sang gadis akhirnya berhenti meronta…

“Kamu ngga bisa ngatasin kucing kecil, Bar?” hina sang psycho pada Bardian yang nampak bersusah payah buat menahan tubuh sang gadis yang tak berhenti meronta, mencakar-cakar, memukul-mukul, dan berguling-guling di tanah, menendang nendang… Sang pemuda memandang sengit pada sang psycho, lalu dengan kasar membalik tubuh sang gadis hingga menelungkup di tanah lalu dengan kasar menelikung tangan sang gadis ke belakang tubuhnya, dan menahan dengan lututnya sambil ia mengambil tambang dan mengikat kedua tangannya menyatu, dan kemudian menarik tambang itu ke arah leher sang gadis sehingga tangannya menyiku di belakang tubuhnya, lalu emgikat tambang itu degan cukup erat di leher sang gadis.

Sang pemimpin perburuan menyeringai melihat sang gadis yang berusaha duduk memandang penuh perlawanan….

“Ayo… Kita ke pondok…” Kata lelaki itu sambil berbalik badan dan mulai berjalan mengikuti langkah Bardian yang mendahuluinya….

“Janice…” katanya berhenti sejenak dan memandang ke arah sang gadis… “Sebaiknya kamu nurut, atau perjalananmu nanti akan sangat tidak menyenangkan…” lanjutnya sambil kembali berjalan…

“Heergghhh…”

Suara tersedak terdengar dari sang leher sang gadis, ketika Tommy menarik tambang itu dengan kasar, membuatnya terbating ke depan, dan terseret seret di tanah seakan seonggok danging, di belakang sang psycho yang terus melangkah…

Tertatih, berjingkat menahan sakit, sang gadis, yang akhirnya bisa berdiri, berjalan mengikuti tarikan tambang sang psycho yang terkadang sengaja menyentak tambang, membuat sang gadis kembali terbanting dan terseret-seret di lantai hutan.

****

Pondok yang sebenarnya hanya berupa tiang-tiang kayu yang beratap dedaunan, dan lantai papan yang nampak berlumut dan kotor oleh daun-daun yang berguguran...

Tubuh sang gadis tersungkur lemah di atas tanah, di depan pondok kecil, pondok peristirahatan para pemburu… Kotor oleh tanah, lumpur, lumut, dan dedaunan dan banyak luka-luka lecet yang menghias sekujurnya, hadiah dari sang psycho yang menariknya bagai menarik seekor binatang…. Tank top nya sudah nyaris tak berbentuk, sobek di sana-sini, sebelah tali sudah putus, bahkan sebelah payudara mungilnya kini terpampang bebas di hadapan tiga lelaki yang memandang buas kepadanya… Hanya Bardian, pemuda pendiam itu yang tak nampak di sana…

Sang gadis mendesis, menggeliat menahan perih ketika Tommy mengguyur tubuhnya dengan salah satu ember air yang ada di sana…

“Biar bersih sedikit… Hihihi…” katanya sambil melempar ember itu sembarangan….

Sang gadis tercekik, terseret dalam posisi berlutut, mengikuti tarikan tambang di lehernya… Bukan… bukan sang psychopath…

Edo…. pemburu yang berwajah sangar itu kini menyeringai ganas…. Tangannya mencengram tambang yang melingkar di leher sang gadis, dan melempar sang gadis ke atas dipan.

“NGGA…! ANJING….! NGGA…!” teriak sang gadis, kembali meronta, menendang-nendang sekuat tenaganya yang tersisa… Lelaki tu memaksa membuka celana dalamnya dan menarik-narik kakinya agar ia tetap berada di tepi dipan…

Hanya ketika akhirnya sebuah tinju yang keras ke arah telinganya, yang membuat kupingnya berdenging, sang gadis menyerah dan menangis pasrah ketika akhirnya ia merasa ujung penis lelaki itu menempel di bibir vaginanya…

“AAAGHHHHH!!!!!!!” jeritnya ketika akhirnya penis itu dihujam dengan kasar ke dalam vaginanya…

“Tidak….. Tidak…. Tidak….” isaknya sambil terus-menerus meronta, mencoba melepas penis nista yang sedang menghujam-hujam lorong vaginanya, sementara Edo mendengus-dengus penuh kepuasan, merasakan bagaimana penisnya diremas vagina sang gadis yang kering tanpa pelumas itu…. Vagina yang juga merasakan perihnya zipper dan gesper sang lelaki yang merasa tak perlu membuka celananya, cukup dengan mengeluarkan penisnya dan menghujam sang gadis dengan hentakkan kasar dan dalam…

Sang gadis terus terisak dan menagis, ya sebagaimana tomboynya ia, ia tetap seorang wanita, memandang ke atap pondok, tak mau melihat bagaimana lelaki itu menikmati tubuhnya, bagaimana lelaki itu meremas payudara mungilnya itu, bagaimana sang lelaki menelusupkan wajahnya ke lehernya dan mencupanginya dengan kasar, menghentak-hentak tubuhnya dengan semakin cepat…

Jangan…. Jangan didalam…. JAAAANGAAAAANNNNN!!!!!” teriak sang gadis sekuat tenaga ketika ia merasa denyut penis sang l;elaki di dalam vaginanya… ia berusaha meronta sekuatnya, menyentak-nyentakkan pinggulnya, namun…

“HUAAAAAAAA!!!!!” Sang gadis menjerit frustrasi…. Lelaki itu dengan sengaja menekan penisnya dalam dalam, menekan dan menahan penis nista itu di liang peranakannya dan menyemburkan spermanya ke dalam vagina sang gadis.

Setelah lelaki itu bangkit dari tubuhnya, gadis itu meringkuk dan menangis sejadinya, tak terima kalau sperma najis lelaki itu mengotori vaginanya, rahimnya…

Dan suara kekeh yang mendekatinya membuiatnya mencoba untuk lari, namun cekalan di kakinya, dan jamahan dua pasang tangan yang merubunginya membuatnya hanya bisa menjerit-jerit histeris, meludah-ludah sebisanya, melawan sekuatnya tanpa hasil, terlebih ketika kini Harry, sang pemimpin perburuan menghujamkan penisnya dengan kasar di dalam vagina sang gadis yang kembali mencoba welawan dengan menyentak-nyentakkan tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari tekanan lelaki itu tanpa hasil…

“Tolong…. tolong… jangan di dalam lagi…. please….” Sang gadis mengiba ketika ia merasa desakan penis Edo yang semakin kencang, dan merasakan penis itu mulai berdenyut…

“Ngga mau di dalam?” tanya Harry….

“Iya… please… jangan di dalam….” hibanya lagi…

“Terus di mana, Jan… aku ngga mau buang di badan kamu, atau di muka kamu….” Kata Harry dengan suara bergetar menahan kenikmatan di penisnya yang diremas oleh vagina sang gadis yang berusaha dengan sebisanya tak menerima semburan sperma lagi dalam tubuhnya

“Aku hisap… please…” tawar sang gadis yang dijawab dengan dengusan melecehkan lelaki itu, “Aku telan…. aku telan, please…” kata sang gadis yang benar-benar tak ingin rahimnya diisi sperma untuk kedua kalinya, walau ia tau kalau sebenarnya itu hanya sebuah pertanyaan rhetoric…

Harry menyeringai penuh kemenenangan sambil dengan bergegas mencabut penisnya, lalu dengan kasar menarik tambang di leher sang gadis hingga tercekik dan menarik sang gadis hingga kepalanya terjuntai dipinggir lantai, dan dengan kasar menyodok penisnya ke dalam tenggorokan sang gadis…

Selagi sang gadis berjuang mencari udara karena lelaki itu menyetubuhi mulutnya dengan kasar, seakan akan ia sedang menyetubuhi vaginanya, dan juga karena seperti Edo, lelaki itu juga hanya menurunkan celananya sperlunya, hingga ayunan sabuk, dan zipper celananya kini ikut menambah lecet yang sudah banyak di wajahnya.

“Mmmmhhhh!!!!” ronta sang gadis karena kini ia kembali merasa sebuah penis kembali menghujam vaginanya… dan suara cekikikan itu membuatnya kembali meronta….

Ia tak rela psychopath itu menyetubuhinya….

Ia mencoba menggigit penis sang pemimpin perburuan, namun posisi kepalanya yang tergantung ke bawah membuat ia tak bisa mengatupkan mulutnya dengan baik…. Lelaki itu sepertinya tau rencananya….

Janice tersedak, bahkan sampai muntah ketika Harry dengan satu sentakan keras menghujam penisnya dalam-dalam dan menyemburkan spermanya langsung ke dalam tenggorokan sang gadis…

Kini, terbatuk-batuk, megap-megap mencari udara, sang gadis merasakan tubuhnya kembali di tarik ke tengah lantai pondok, dan dipaksa untuk menelungkup di atas tubuh Edo yang sudah menanti dengan penis yang tegak, dan kembali mendobrak vaginanya dengan paksa…

“NGGA… NGGGAAAAAAAAAARRRGGGHHHH!!!!!! ANJJJIIING KALIAN….!!!! BAJINGAAAN…..!!!! BANGSAAAAATTTT….!!!!!!! CABUUUTTT…..!!!! SAKIIITTTT!!!!!”

Lolongan kembali terdengar, ke luar dari mulut sang gadis. Rontaan dan perlawanan sang gadis kembali nampak…. Anusnya kini sedang disodomi dengan paksa oleh sang psycho yang langsung dengan kasar menghentak-hentak anus sang gadis yang jelas berdarah-darah karena dihujam dengan kasar seperti itu….

Tommy segera membekap mulut sang gadis, membuat raungannya tertahan… Raungan yang tak lama berubah menjadi tangisan yang teredam.

Air mata mengalir deras dari mata sang gadis yang kini terlonjak-lonjak di antara dua lelaki yang penis keduanya sedang mengisi vagina dan anusnya… Yang tanpa memperhatikan kondisinya asyik mengejar kenikmatan mereka sendiri…

Dan kini, ia bahkan tak lagi menghiba… Ia tau permohonannya akan percuma…

Tubuhnya tergeletak lemah di tengah pondok kecil itu, lelehan sperma mengair dari dalam vaginanya, deposit kedua kalinya dari Edo…

Ia hanya menggeleng lemah ketika tubuhnya kini ditelentangkan di tengah lantai pondok, dan seringai sang psycho tepat di atas tubuhnya, mengangkat kakinya ke atas bahunya, dan menekan tubuhnya, hingga lututunya menghimpit payudara mungilnya…

Sang gadis kembali menjerit parau… sang psycho memilih untuk menghujamkan penis nistanya ke dalam anusnya yang masih amat sangat terasa perih…

Tanpa belas kasihan lelaki itu menyentak-nyentak anus sang gadis dengan kasar sambil menekan lutut sang gadis hingga menepel di telinganya. Tubuhnya terbanting-banting di atas lantai kayu yang berderit-derit seiring hujaman penis sang psycho yang semakin cepat…

“AAAAGGGHHHH…..!! TIDAAAK…!!!” Jerit sang gadis parau…

Dengan kasar Tommy mencabut penisnya dari dalam anus sang gadis dan dengan cepat menghujamkan penis yang berlumuran darah yang dihasilkan dari dalam anusnya yang lecet, teruka… Lalu dengan kasar menghujam penis itu ke dalam vagina sang gadis, lalu bergerak cepat, menghujam kasar, dan….

Kini sang gadis meringkuk menyamping, menangis sejadinya…. Merasakan lelehan sperma najis sang psycho perlahan meleleh ke luar dari dalam vaginanya…

“Tidak… cukup… please… cukup…” iba sang gadis demi merasakan cekalan di kakinya, mekasa kakinya membuka, dan Harry nampak menyeringai kepadanya…

****

“Ah… Bardian… bagaimana persiapannya…” Tanya Harry demi melihat pemuda itu ke luar dari balik pepohonan, mengangguk ke arah ketiga lelaki yang kini sedang duduk di beberapa tunggul kayu yang di susun di sekeliling api unggun.

Mata tajam sang pemuda memandang ke arah tengah pondok, melihat sosok tubuh berantakan sang gadis yang tergeletak lemas di sana…

“Kamu mau coba? Kucing kecil itu udah jinak, hihihi….” kikik sang psycho

Bardian tak mengacuhkan kicauan Tommy, ia berkata dengan suara yang dalam pada Harry… “Matahari hampir tenggelam, waktunya hampir tiba…”

“Well… satu ronde lagi, hihihi… Aku duluan…” kata Tommy sambil bangkit, menepuk-nepuk bagian belakang celananya sambil kemudian berjalan ke arah pondok…

Janice tersedak menacari nafas… Tommy dengan kasar menarik tambang yang melingkari lehernya seperti menarik bangkai, dan membuat sang gadis terbanting di tanah sebelum menariknya ke arah sebuah ember lain yang berisi air.

“Kamu harus berisihin muka kamu, kucing kecil, hihihi… “ kata lelaki itu sambil menunggingkan sang gdis dan membenamkan wajahnya ke dalam ember…

“Edaaan… boolnya makin ngejepit!!!!!” seru sang psycho demi merasa kalau anus sang gadis berkontraksi meremas penisnya, berkontraksi seiring usaha sang gadis mencari udara, setelah beberapa kali pemuda itu mengangkat wajahnya sedikit diatas permukaan air, lalu membenamkannya kembali membuat gadis itu kembali berontak, aliran nafasnya kembali tertutup air…

Bardian memandang tajam ke arah Harry yang akhirnya berseru pada sang pemuda, yang sedang menikmati kedua lubang sang gadis, vagina dan anusnya bergantian….

“Tommy! Ingat pantangan di hutan ini…!”

Sang psycho mendengus kesal namun segera mengangkat kepala sang gadis yang sudah lemas itu… “You are lucky, Bitch!” katanya sambil memandang tajam ke arah Bardian…

“Do… Mau double team?” seru Tommy yang dijawab temannya itu dengan berdiri, menghampiri rekannya sambil membuka gespernya, senyum iblis nampak di wajahnya…

Bardian mendengus melihat kegilaan di depannya, di mana ia melihat sang gadis terombang-ambing lemas tanpa daya, dengan anus yang dibombardir sang psycho, sementara Edo memperkosa mulut sang gadis dengan brutal, membuat ujung bibirnya yang pecah tadi, kembali mengeluarkan darah….

“Aku tunggu di ujung jalan ini…” Katanya sambil berlalu dari sana

****

Tubuh telanjangnya menggigil menahan dinginya angin gunung, ditambah dinginya kabut yang mulai turun…. Dinginnya semakin menusuk karena tanah di bawahnya basah oleh sebagian air dari ember yang tumpah ketika kedua bajingan itu memperkosanya habis-habisan… Juga ketika Tommy, psychopath itu kembali mengencingi wajahnya untuk kedua kalinya, sengaja mengarahkan kucuran kencingnya ke hidungnya sehingga sang gadis terpaksa membuka mulutnya, dan menyebabkan ia harus menelan ceceran kencing nista lelaki itu demi membuat dirinya bisa sedikit bernafas.

Ia mencoba berteriak hanya untuk mendapati atau tepatnya menyadari kalau kini tambang lain memelintang, membungkam mulutnya, erat… Begitu erat sampai memperparah lecet di mulut dan kini di kedua pipinya…

Perlahan sang gadis merayap dengan dorongan kakinya, menjauhi kubangan itu, karena tangannya masih terikat tambang dengan kuat di belakang tubuhnya, tambang yang juga masih melingkari lehernya yang sudah lecet parah… Tambang yang ujungnya terikat di atap pondok…

Dengan sisa tenaganya sang gadis menyandarkan bahunya ke tiang pondok, mencoba mendorongnya tiang itu, yang sama sekali tak goyang… Ia terus menerus mencoba, sampai akhirnya tubuhnya menggelosor di tiang pondok itu, membentur-benturkan kepalanya ke tiang pondok dengan frustasi, lalu akhirnya, menyerah kalah, membungkuk dan menarik kaki ke arah dada, dan kembali menangis sejadi-jadinya….

Rasa dingin itu semakin menusuk, selain karena memang waktu yang semakin malam, serta tidak adanya nyala api yang bisa dipakainya untuk menghangatkan tubuhnya…. Para bajigan memastikan kalau kayu yang tadi mereka pakai benar-benar padam. Sang gadis melihat kalau ember yang tadi dipakai merendam kepalanya tadi nampak tergeletak begitu saja di samping tumpukan api unggun, dan kayu api itu nampak basah…

****

Ia meringkuk sebisanya… Ia bisa merasakan badannya meriang… Bagaimana tidak, telanjang bulat, basah karena kabut dan embun pagi yang mulai menerpa tubuhnya seiring cericip burung yang mulai ramai disekitarnya…

Perutnya yang mulai meronta karena belum diisi makanan sejak terakhir ia mengigit sedikit paha rusa di dekat danau.…

Kruyuuukkk…

Suara perut sang gadis terdengar jelas, sementara sang gadis menggeliat-geliat di atas lantai pondok, menahan lapar yang kini dirasakannya…

Ya, setelah adrenaline nya menghilang, rasa sakit disekujuur tubuhnya mulai terasa, kini diperparah dengan rasa lapar mulai menyerangnya…

Masalahnya bukan hanya rasa lapar, tetapi rasa dingin, tubuh yang basah karena kabut membuat perutnya memberontak, meminta pelepasan…

Perlahan, sedikit beringsut, sang gadis memaksakan dirinya untuk turun dari pondok, lalu menuju ke arah semak yang cukup jauh yang bisa dijangkaunya. Secara naluri, ia kembali memandang skeliling, memastikan tak ada yang melihatnya berjongkok, dan menuntaskan hajatnya yangsekali ini, walau cuma cairan encer yang ke luar, namun tetap terasa perih, karena dinding anusnya yang masih terluka akibat sodomi kasar oleh psychopath itu….

“MMMMNNNGGHHHHHH!!!!!!” Seru sang gadis kesal, di balik bekapan tambang yang membungkam mulutnya…. Terlepas dari kondisi tubuhnya yang kusut masai dan berantakan, namun kenyataan kalau dirinya tak dapat membersihkan lubang anusnya dengan sempurna, hanya sebisanya di gosok ke sebuah dahan tumbang yang ada didekatnya, membuat dirinya merasa semakin kotor…. Terutama dengan kenyataan kalau cairan feces dan air seninya mulai mengalir turun ke pahanya, membuatnya berjengit menahan jijik, dan rasa malu yang amat sangat…. Berjalan sedikit mengangkang dan berjinjit menuju pondok untuk kemudian kembali meringkuk di sana….

Suara gemeresek di atas kepalanya membuat sang gadis, yang sedang berusaha menghangatkan tubuhnya dengan berjemur di bawah sinar matahari yang sedikit bisa menembus lebatnya canopy hutan, mengangkat kepalanya dan melihat gerombolan kera yang sedang mencari makanan…

Perlahan sang gadis beringsut ke atas pondok, lalu berlindung di salah satu pojok pondok yang melindunginya dari pandangan para kera yang nampak sedang asyik berpindah dari satu pohon ke pohon lainya sambil memakan pucuk-pucuk dedaunan… Pengetahuannya cukup untuk membuatnya berlindung dibanding membuat keributan yang bisa membuat kera-kera itu menyerangnya… Sudah banyak kasus di mana cabikan kuku kera bisa membuat kerusakan yang permanen…

Sang gadis berusaha mengusir beberapa kera muda yang turun ke tanah dan akhirnya mengetahui kalau ada sosok unik yang berjongkok di atas pondok…

Rasa keingintahuan kera-kera muda itu membuat mereka berloncatan ke atas pondok….

Akhirnya sang gadis tak lagi tahan untuk tetap diam ketika kera-kera muda itu memanjati tubuhnya, satu ekor naik ke atas bahunya, mencari-cari kulit mati di atas kepalanya, satu ekor berloncat-locatan di pahanya, dan seekor yang membuatnya akhirnya meronta, yaitu seekor yang menyangka kalau ia adalah induknya dan dengan tanpa dosa mencengkram payudaranya dan mulai menghisap putingnya, mengharap adanya cairan pertumbuhan yang ke luar dari sana…

Sang gadis meronta, menyentak kepalanya, membuat kera di kepalanya melompat kaget, menendang kera muda yang ada di pangkuannya, dan meronta membuat kera yang sedang menyusu di payudaranya terlepas sambil melompat berteriak-teriak…

Kini, sang gadis dikepung puluhan kera yang berteriak-teriak memamerkan dertan taring yang siap mengoyak tubuhnya… Bahkan kini sebagian sudah mulai melemparinya dengan apa yang bisa mereka pungut, mulai dari tanah, ranting, bahkan batu-batu kecil….

Mata sang gadis menutup erat demi melihat seekor kera yang jelas merupakan pemimpin romboang menyerbunya….

****

Suara auman itu membuat kera-kera itu berteriak-teriak panik, dan mulai berloncatan melarikan diri….

Sang gadis menutup matanya lebih rapat lagi…. Ketakutan, sampai terkencing di atas lantai pondok… demi mendengar suara gerendeng yang begitu dekat dengan dirinya, ia tahu kalau ada sosok lain di dekat pondok itu… Ia merapatkan tubuhnya, berharap kalau tiang itu bisa menyembunyikan tubuhnya…

Ia bisa mendengar dengusan nafas mahluk itu…. Ia sudah pasrah kalau ia akan menjadi sarapan pagi predator itu…

Namun suara kemeretek dedaunan dan ranting terinjak yang semakin menjauh, membuat sang gadis akhirnya berani mengintip dan melihat kelebatan kaki belakang dan ekor hewan berwarna kuning kemerahan dengan tutul tutul hitam menghias di sana...

Sang gadis menggelosor di tiang pondok, bahkan sifat tomboy nya tak bisa menutupi jati dirinya sebagai seorang wanita, yang akhirnya kembali tersedu frustrasi… Ia tau kalau macan tutul itu bukan hadir untuk meyelamatkan dirinya… Macan itu hanya memastikan kalau tak ada hewan lain yang mengganggiu buruannya… Ia tau kalau hewan itu akan kembali begitu dirinya sangat lemah, dan siap untuk disantap…

Dan ia menyadari, hewan itu tak akan perlu menunggu lebih lama lagi…

****
 
Dalam kondisi ideal, dan dalam controlled environment, manusia dapat bertahan tanpa cairan selama tiga hari…

****

Sang gadis menggeliat-geliat lemah di atas lantai pondok, berusaha untuk berbaring menyamping agar ia bisa berbaring sedikit nyaman… Belenggu tambang yang mengikat lengannya menyiku begitu kuat untuk ia lepaskan sementara tubuhnya sendiri semakin lemah untuk meronta…

Malam ke dua di pondok itu benar-benar menyiksanya….

Maagnya terasa sangat perih…. Mulutnya yang terbungkam oleh tambang benar-benar menyiksanya, ia tak bisa menutup bibirnya yang kering dan pecah-pecah… Kondisi itu juga membuat liurnya ke luar dari mulutnya tanpa bisa ditahannya, dan kondisi itu juga membuat mulut dan tenggorokannya menjadi sangat kering… Dan bungkaman itu membuatnya tak bisa menjilati embun yang ada di dedaunan…. yang terakhir bisa di lakukannya hanya memasahi bibirnya dengan embun di deaunan yang ada disekitar pondok itu… Ketika ia masih punya tenaga untuk melakukannya

Hembusan angin dingin malam, kabut yang menebal membuat tubuhnya yang sudah terkena demam semakin meriang, ia hanya bisa meringkuk di atas kotorannya sendiri, yang keluar dari dalam lubang pembuangannya karena ia sudah tak mampu lagi untuk turun dari pondok... Ia sudah pasrah, membiarkan tubuhnya dirubung lalat, nyamuk, dan serangga lain…

Kalaupun ia mau, dirinya sudah tidak punya kekuatan bahkan untuk meyentak kakinya mengusir serangga-serangga itu dari tubuhnya, termasuk pacet-pacet yang kini berpesta, menyedot darah dari tubuhnya, terutama di area selangkangannya yang kotor oleh cairan diare dan air seninya itu…

Ia sudah pasrah….

****

Bahunya dicekal dan tubuhnya kini ditelentangkan… Matanya yang sudah mengabur hanya bisa melihat sosok samar yang membungkuk di atasnya…

Bahkan dengan kondisinya yang hampir meregang nyawa seperti ini, mereka masih ingin memperkosanya?

Hanya itu yang bisa dibayangkan sang gadis yang merasa kalau bungkaman tambang di mulutnya dilonggarkan…

Ia mengecap-ngecap dengan rakus demi merasakan cairan kental dan manis membasahi bibirnya yang kering, dan meluncur masuk ke dalam tenggorokannya….

Ia mendongakkan sebisanya, meninta agar cairan itu kembali membasahi tenggorkannya… Namun tak ada tetasan lain yang membasahi bibir dan mengurangi rasa kering di lehernya…

“Tolong….” Desahnya dengan suara lemah dan parau, pada sosok yang duduk di dekatnya…. “Tolong….. Aku….” katanya lagi… Tiap kata merupakan perjuangan….

“Hhhmmmffff” Dengus sosok itu…

“MMMPPFFF…!!!! MMMPPFFFFF…!!!! MMMPPPFFFF!!!!!!!” teriak sang gadis ketika sosok itu kembali mengeratkan tambang di mulutnya, lalu bergerak meninggalkan sang gadis yang kembali menggeliat-geliat sebelum akhirnya kembali meringkuk, dan menangis frustrasi sejadinya….

****

Matahari cukup terik untuk dapat menyinari wajah pucat sang gadis, membuat matanya yang kini dihiasi cekungan berwarna gelap, mengerjap….

Ia belum lagi mati….

Cairan yang ditelannya kemain, cukup untuk membuatnya dapat bertahan melewati malam itu…

Ampun… Jangan kera-kera itu lagi… Batinnya lagi demi mendengar suara dedaunan dan ranting yang terinjak-injak…

Sosok itu menghalangi sinar mentari yang menghangatkan wajahnya…

Dan kembali ia merasakan bungkaman di mulutnya di buka… Kembali ia merasakan cairan yang kini ia yakin sebagai madu murni mengisi tenggorokannya…

Reflex ia ingin meminta pertolongan pada sosok itu, namun demi mengingat kejadian tadi malam, ia memilih untuk diam, dan melihat apa yang akan dilakukan sosok itu padanya…

Matanya membelalak demi melihat belati yang dipegang sosok itu…

Untuk apa sosok itu membuatnya tetap hidup kalau cuma untuk menyembelihnya demi melihat belati itu yang kini mengarah ke lehernya…

****

Tanpa disangkanya, lelaki itu memotong tambang yang ada di belakang lehernya sebelum ia memanggul sang gadis di bahu kananya, walau dengan tangan dan leher yang masih terbelenggu tambang….

Dan kini, ini ia, walau masih pusing dan dengan pandangan yang kabur terlebih karena terayun ayun tanpa daya di atas bahu yang sosok jelas seorang lelaki, dapat melihat kaki telanjang yang berjalan tegap melintasi lantai hutan tanpa kesulitan, ia juga mengenali celana pangsi berwarna hitam itu…

Ia ingin sekali meronta, melarikan diri, namun ia masih begitu lemah, sangat-sangat lemah sehingga ia kini hanya pasrah kalau akhirnya memang lelaki itu akan membawanya berkumpul dengan tiga bajingan yang akan menzinahi tubuhnya lagi….

Mengingat kekejaman ketiganya, airmatanya kembali mengalir, walau begitu, sebagian keberanian dan ketegarannya kembali, dan ia bertahan untuk tak terisak….

Posisinya membuat kepalanya benar-benar pusing karena aliran darah yang mengumpul di kepalanya… Lelaki itu tak berhenti berjalan walau sepertinya sudah lama mereka melintasi hutan yang dirasa sang gadis semakin lama semakin lebat…

Namun, sebelum ia kehilangan kesadaran, ia merasa kalau lelaki itu melambatkan langkahnya, dan sang gadis dapat melihat kalau ia memasuki area yang lebih bersih, lebih terbuka dari kegelapan hutan yang tadi dilewatinya…

Ia mendengar pintu kayu dibuka, ia lalu merasakan kalau lelaki itu menurunkan dirinya dari bahunya..

Ia melihat sebuah sumur di bilik kayu tanpa atap yang disadarinya sebagai sebuah bilik mandi kecil…. Kini ia bisa memandang wajah lelaki yang dikenalkan sebagai Bardian itu, mengangkat dagunya, belati itu berada di depan wajahnya…

Kalaupun ia harus mati di sini, ia tak akan memberi kepuasan pada lelaki itu… Ia tau ia tak dapat memberontak, namun bukan berarti ia tak bisa memberi tatapan mata melawan pada lelaki itu…

****

Sang gadis mendesis menahan perih ketika lelaki itu memotong tambang yang membuat lehernya lecet parah, meninggalkan darah kering disekeliling lehernya, membuat tangannya yang terikat langsung jatuh lunglai di belakang tubuhnya, membuat blood rush yang menyakitkan lengannya yang masih terbelenggu, namun tak lama karena leleki itu kemudian juga membuka tambang yang mengikat tangannya…

Entah apa tujuan lelaki itu, namun lelaki itu kemudian bangkit dan menimba seember air, lalu meletakkannya di dekat sang gadis, sebelum kembali berlutut dengan sebelah kaki di hadapan sang gadis, dengan sebelah tangan yang mengangkat tabung bambu yang berisi cairan madu, yang dengan sedikit rakus di minumnya sampai habis…

Sang gadis nampak bingung dengan kelakuan sang lelaki yang kemudian mengambil sebuah sarung yang cukup usang dan merobeknya sedikit sebelum akhirnya merendam potongan sarung itu ke dalam air…

“GAAASSSPPP!!!!”

Lelaki itu tanpa aba-aba membasuh tubuhnya dengan air dingin, tak meminta persetujuannya…. Lelaki itu berkali-kali mencelupkan dan membasuh tubuhnya, walau dirinya, berusaha meludahi wajah lelaki berkali-kali dengan apa yang tersisa di rongga mulut keringnya, tanda tidak terimanya atas jamahan lelaki itu di tubuhnya.

Tubuhnya masih lemah untuk melawan, dan tenggorokannya masih sakit untuk mengumbar makian pada lelaki yang kini meggosok punggungnya…

****

Memang tak begitu bersih, namun jujur, sang gadis merasa sedikit lebih nyaman, namun kebenciannya pada lelaki itu masih membuatnya memberi pandangan sengit…

Ia ingin sekali melawan, namun tenaganya yang masih belum pulih membuatnya pasrah ketika pemuda itu, setelah mengeringkan tubuhnya seadanya, menggendongnya dan membawanya ke pondok yang berada beberapa meter saja dari kamar mandi itu…

Sebuah pondok panggung kayu berbentuk kotak, yang memiliki teras kecil dengan dipan sederhana di ujung tangga ketika lelaki itu tiba di sana, dan lelaki itu membawanya ke dalam pondok yang cukup berantakan, khas tempat tinggal seorang lelaki…

Ada sebuah kamar di dalam pondok itu dengan pintu yang hanya tertutup tirai yang juga nampak usang… Pintu yang menghadap sebuah dapur kecil dengan anglo tanah liat yang nampak sudah di makan usia yang ada di sana. Kamar itu sendiri berbatas dengan ruang yang jelas berfungsi sebagai ruang makan, ruang tamu… entahlah… kepalanya masih pusing…

Sang gadis bersumpah dalam dirinya kalau ia akan melawan sekuat tenaganya kalau lelaki itu akan menyetubuhinya, ia akan gigit lelaki itu, ludahi wajahnya… Itu rencananya, ketika lelaki itu membawanya masuk ke dalam kamar dan menidurkannya di atas tumpukan jerami yang di alasi selembar seprai lusuh, dan sebuah bantal usang.

Sang gadis menutup mulutnya ketika lelaki itu memaksanya meminum cairan dari tabung bambu yang lain, sampai akhrinya sang lelaki mencengkeram rahangnya dengan kasar hingga mulutnya sedikit membuka, dan kemudian mencekokkan cairan yang kini membuat tubuhnya sesudah beberapa saat menjadi terasa hangat…. Nyaman….

Dan… Bagaimanapun ia melawannya, namun rasa kantuk itu makin lama semakin membuat matanya begitu berat, tak lagi bisa dilawannya, hingga akhirnya…

Gelap….

****

Aroma makanan itu membangunkannya…

Tubuhnya terasa lebih ringan dan nyaman…

Ia terkesiap , reflex tangannya mencengram selimut yang menutup dirinya…

Selimut…?

Ia baru menyadari kalau tubuh telanjangnya ditutup sebuah kain usang, ia menyibak kain itu,

Bernafas lega… Tak ada tanda-tanda persetubuhan di sana…

Ia sedikit mendesah lega… Sedikit… Karena kemarahan kembali mengisi dirinya, mengingat di mana kini dirinya berada…

Tubuhnya memang masih lemah…

Ia masih tak bisa bergerak banyak, beringsutpun susah…

Bardian mendekatinya membawa sebuah mangkuk tanah liat, aroma harum ke luar dari dalamnya…

Sejenak lelaki itu meletakkan mangkuk itu di lantai, lalu mengangkat bahu sang gadis dan memposisikannya bersandar di dinding kamar, lalu kemudian membuka jendela kamar, membiarkan udara segar dan sinar mentari masuk ke dalam kamar.

Sang gadis memalingkan wajahnya, menolak sang pemuda yang hendak menyuapkan bubur yang ada di mangkuk itu…

Ia masih tak ingin memberi kepuasan pada lelaki itu..

Bardian mendengus lalu meletakkan bubur itu di lantai dan ke luar dari kamar…

Suara keruyuk di perutnya membuat sang gadis menyerah… Dan aroma bubur itu benar-benar menggugah seleranya…

Suara desah penuh kekesalan dari dalam kamar membuat sang pemuda yang sedang merebus ramuan di atas anglo, meninggalkan rebusannya dan masuk ke dalam kamar, mendapati sang gadis bersusah payah menjangkau bubur yang kini tumpah mengotori lantai.

***

“Pelan…” Kata sang pemuda demi melihat betapa rakusnya sang gadis menelan suapan demi suapan bubur yang diberikannya padanya, setelah ia itu membersihkan tumpahan bubur dari lantai, dan mengambil semangkuk bubur baru yang masih panas…

Janice memandang sang pemuda dengan sengit…

Pelan…?

Mereka meninggalkan dirinya terbelenggu, telanjang bulat, kelaparan, hampir mati…

Dan bajingan ini berani memintanya untuk makan lebih pelan? Sang gadis menjawab dengan menelan bubur itu dengan cepat

“Uhuuk! Uhuuuuk!” sang gadis terbatuk-batuk, tersedak…

“Pelan!” Kata pemuda itu, kini mengangsurkan ruas bambu yang menjadi gelas untuk minum…

Masih dengan pandangan tajam, sang gadis akhirnya menyesap ramuan hangat yang diberikan sang pemuda, yang melegakan tenggorokannya…

Perut sang gadis kini lebih nyaman setelah bubur itu mengisi perutnya…. Tubuhnya masih lemah, namun kini lebih terasa hangat, hasil bubur dan…

Mata sang gadis melotot pada sang pemuda setelah menyadari ramuan yang tadi diminumnya utuk melegakan tenggorokannya, dan juga mengisi perutnya setelah ia menyelesaikan makannya…

Namun kini matanya kembali memberat, hingga kini ia hanya bisa pasrah ketika pemuda itu membeahi posisinya hingga berbaring ke atas tumpukan jerami, meletakkan kepalanya di atas bantal usang itu, dan ….

Terlelap…

****

Ini pagi ke dua dirinya berada di dalam pondok itu… Ia sudah lebih kuat untuk, walau masih sedikit lemah, bangkit dari tidurnya, lalu perlahan, sambil mengerakan pegangan di kain usang yang kini membalut tubuhnya, melangkah ke luar dari dalam kamar…

Lelaki itu sedang menggodog sesuatu ramuan di atas anglo, tanpa menoleh lelaki itu menunjuk dengan wajahnya ke arah ruang tengah…

Sang gadis berjalan perlahan, dan mendapatkan makanan yang tersaji di sana…

Seandainya bisa memilih, ia lebih senang kalau ia harus memakan bubur itu lagi… Namun, demi mengisi tubuhnya yang masih perlu tenaga, kini ia mengambil lauk di piring tanah liat itu dan mencolek sedikit sambal di cobek kecil, menjumput nasi hangat dan…

Hmmm… mungkin karena lapar, atau tak ada pilihan…

Tapi…. Semur jengkol itu terasa sangat nikmat….

Dan air dingin di kendi itu terasa segar… Air pegunungan yang belum terkontaminasi oleh pollutant

Ia memalingkan wajahnya, menolak untuk melihat sang pemuda yang kini berlutut dengan sebelah kaki dan meletakkan satu gelas bambu di hadapannya, rebusan ramuan yang tadi digodognya…

Sang gadis mendelik tajam ke arah sang pemuda sebelum mencium aroma yang berbeda dari godogan itu…

Ya, salah satu kelebihan yang dimiliki sang gadis adalah ia memiliki indra penciuman yang cukup tajam untuk bisa membedakan aroma…

Kini, dengan kembali menolak untuk memandang sang pemuda, ia meminum ramuan yang menghangatkan tubuhnya, dan…

Aroma jengkol itu kini hanya samar dimulutnya…

Pemuda itu kemudian bangkit, ke luar dari pondok… Sang gadis bisa mendengar derit-derit tangga sebelum akhirnya…

Hening…

****

Gadis itu melangkah ke luar gubug… Lalu perlahan menuruni tangga… Melihat ada sebuah gentong tanah liat besar dengan sumbat kayu di salah satu bagian bawahnya di sangga sebuah tunggul kayu ada di sana, dengan tanah padat yang nampak sering diinjak itu.

Ia melangkah berjingkat jingkat ke arah bilik kayu yang menjadi kamar mandi itu, dan mendapati kalau bilik mandi itu kosong…

Seakan mendapat kekuatan baru, membenahi kain yang melilit tubuhnya, sang gadis berlari meninggalkan pondok itu…

****

Tubuhnya yang memang belum pulih, kakinya yang telanjang, juga kabut yang mendadak turun yang bukan hal yang aneh untuk daerah pegunungan seperti ini…. Membuat usahanya mencari jalan keluar semakin sukar…

Keringat dingin membasahi tubuhnya…. Ia bersandar di sebuah pohon, menarik nafas… Entah berapa lama ia sudah berjalan… Sementara, ia menyadari, walau tertutup kabut, sinar matahari mulai meredup, pertanda kalau senja sudah mulai menjelang…

Dengan tenaga yang tersisa, sang gadis mempercepat langkahnya… Ia melihat kalau pepohonan di hadapannya agak menipis…

****

Sang gadis, jatuh terduduk, kepalanya tertunduk, kedua tangannya menangkup wajahnya, menangis…..

“Bersihkan kakimu sebelum naik….” Kata sang pemuda dari atas tangga pondok, sebelum ia kemudian masuk ke dalam pondok, meninggalkan sang gadis yang masih terduduk di atas tanah, menangis…

****

Di dipan itu ia mendapati sebasin air dan sebuah handuk kecil, juga ada selembar sarung…

Kini, ia mengelap tubuhnya yang kotor dengan air dari basin itu, lalu mengenakan sarung itu, mengigit ujung sarung, dan melepas kain kotor di tubuhnya, dan merapikannya di dipan itu di samping basin tadi, sebelum akhirnya melewati pemuda yang sedang makan di ruang depan pondok, masuk ke dalam kamar, meringkuk di pojok kamar… Menangis…

****

“Jangan sampai aku cekok kamu lagi… Sesudah itu… Mandi…” Kata sang pemuda sambil membawa semangkuk bubur ke dalam kamar, mendapati sang gadis yang sedang duduk dengan tangan yang berpangku dipinggir jendela kamar yang dibukanya, jendela itu cukup rendah, hingga dirinya bisa dengan nyaman berpangku tangan di sana…

Setelah pemuda itu ke luar dari kamar, sang gadis meraih mangkuk bubur itu dan kemudian memakannya, dan meminum ramuan yang menghangatkan tubuhnya….

****

Gadis itu memastikan kalau jendela kamar itu tertutup sebelum ia meninggalkan kamar, sengaja menderapkan langkahnya, memberi tahu sang pemuda kalau ia marah padanya walau ia tetap mengambil handuk dan sarung lain yang diletakkan sang pemuda di dekat pintu… Ia juga memastikan pintu bilik mandi itu tertutup rapat sebelum kemudian ia menurunkan timba, dan ia bersukur kalau timba itu memakai katrol, hingga ia tak terlelu berat untuk menarik seember penuh air…

Guyuran air dingin itu membuatnya mengigil… Namun kesegaran yang didapatnya dari air sumur yang jernih itu membuatnya menahan rasa dingin yang menderanya dan kemudian kembali mengguyur tubuhnya, yang tetap ditutupnya dengan sarung…

Mengingat siapa yang memiliki peralatan mandi di sana, membuatnya memutuskan kalau air dari sumur, cukup untuk membuatnya bersih.

Ia kembali melihat sekelilingnya, memastikan lelaki itu tidak mengintipnya sebelum akhirnya ia meloloskan sarung yang sudah basah itu, lalu mengeringkan tubuhnya, lalu bergegas memakai sarung baru, dan kemudian menggelung rambutnya dengan handuk itu…

Entah kenapa, ia masih sempat meletakkan sarung kotor itu dengan rapi dipojok kamar mandi….

****

Melangkah ke depan pondok, ia melihat pemuda itu datang membawa beberapa potong kayu yanng dipotong rapi, dan diletakkannya di bawah pondok ditumpukan kayu lain…

Jelas untuk digunakan sebagai kayu bakar di pondok, namun kini sebagian sedang digunakan untuk membakar beberapa ikan sungai yang aromanya menggugah seleranya..

****

“Kenapa kamu tidak mau membiarkan aku pulang…?” Tanya sang gadis, sambil duduk di atas sebuah tunggul, di depan api yang sedang memanggang ikan, di tangannya ada seekor kan yang sudah matang, yang diberikan pemuda itu padanya…

Pemuda itu memberi gesture ke arah hutan… “Silahkan….” kataya, sambil memebenahi kayu, agar ikan yang sedang dipanggang itu tidak sampai gosong…

“Kamu tau maksudku….”

Sang pemuda bangkit dengan berdengus kesal… dan pergi meninggalkan sang gadis yang juga berderap kesal, membuang ikan ditangannya sembarangan, berlari, membanting pintu pondok, dan kembali mengurung diri dalam kamar…

****

Keesokan paginya, Janice yang menyerah dengan rasa lapar, akhirnya ke luar, mendapati pemuda itu tak ada dalam pondok… Ia mencium aroma minuman penambah tenaga yang biasa diminumnya, lalu mengambil satu gelas dan meminumnya… Ia melihat jagung rebus yang ada di samping anglo lalu mengupas kulitnya dan mulai memakannya…

Sambil ia mengunya jagung itu, pandangannya tertuju pada ia melihat ada rak-rak kayu yang terpasang di dinding sepenjangjkauan dari area dapur…

Satu demi satu ia membuka tabung-tabung bambu yang ada di sana, membaui aromanya….

Suara gerendeng sang pemuda mengagetkannya… Ia memegang tabung bambu terakhir yang berwarna sedikit kusam dari tabung-tabung lainnya, dan ditutup dengan sumbat kain merah…

Sang gadis segera mengembalikan tabung bambu itu dengan tergesa ke atas rak…

Gerendeng pemuda itu membuat bulu kuduknya meremang, ditambah tatapan tajam sang pemuda yang membuatnya mengalihkan pandanganya, berpura-pura tak melihatnya sambil berlalu dari hadapan sang pemuda, dan duduk di dipan di teras pondok…

Beberapa hari di pondok itu… suasananya…

Sang gadis duduk, menumpukan sebelah tangan memanjang di pagar teras pondok, dan kemudian ia menumpukan dagunya di lengannya yang terulur itu… memiringkan kepalanya… dan terlelap di sana…

Sentuhan di bahunya membuat sang gadis terbangun… Cukup lama ia terlelap di sana, aroma masakan yang harum tercium sampai ke luar pondok…

Malu, ia menyeka liurnya yang membasahi lengannya… Memandang sebal pada pemuda yang akhirnya menarik ujung bibirnya, membentuk senyum simpul yang segera hilang dari wajah yang kembali serius itu…

****

Makanan itu benar-benar nikmat… Gulai daging….

Yang mengherankan, pemuda itu tak ikut menikmati makanan itu bersama dirinya… Pemuda itu malah pergi ke luar pondok, dan menghilang ke arah kegelapan hutan

Namun saat ini, ia tak perduli ke mana pemuda itu pergi… Ia benar-benar menikmati gulai daging itu, bahkan ia sampai menciduk gulai itu unuk ketiga kalinya… Sebelum akhirnya ia mendesah lega, perutnya begitu kenyang…

Kemudian, ia teringat sesuatu… Tersadar sesuatu…

Ia kemudian membereskan peralatan makan yang sudah digunakannya, lalu membawanya turun, ke arah bilik air… Mencuci bekas makanannya, dan ia semakin malu karena melihat sarung yang dikenakannya terjemur rapi di bawah pondok, tepat di bawah kamarnya…

Kamarnya….? Fuck….!

Ia mendesah kesal, menepak air di ember itu sebelum kembali berderap ke dalam pondok, memandang penuh benci kearah pemuda yang entah kapan ada di sana dan menggodog ramuan lain…

Ia mengeletakkan piring tanah liat itu dengan kasar di samping pemuda, lalu masuk ke dalam kamar…

Tak bergeming dari samping jendela, melihat ke arah luar, ke kegelapan malam…

“Minum!” kata sang pemuda dengan sedikit keras, demi melihat keras kepalanya gadis itu… “Minum! Atau kamu akan menyesal!” Katanya lagi, mengangsurkan gelas bambu itu..

Gadis itu melihat ke arah pemuda itu, nada suaranya yang tegas membuatnya dengan setengah hati mengambil gelas itu…

Ia sedikit berkerut, ia mencium aroma yang berbeda lagi… Namun, di bawah tatapan mengancam sang pemuda, ia meneguk ramuan itu sampai habis…

Sebelum ke luar dari kamar, pemuda itu mendengus, lalu mebuka sebuah peti kecil yang ada di dalam kamar…

Pemuda itu mengeluarkan sebuah handuk kecil lainnya dan sebuah kain katun yang agak panjang dari dalam peti kecil yang ternyata berisi beberapa potong pakaian dan kain yang dimiliki sang pemuda, lalu meletakkannya di samping ranjang jerami itu, lalu pergi ke luar kamar…. Ke luar pondok…

Malam itu, sang gadis merasa kalau perutnya mengalami cramp yang kuat, dan tak lama, ia merasakan adanya lelehan yang ke luar dari vaginanya….

Kembali ia meneteskan air mata, pikirannya kacau balau antara trauma akan perbuatan ketiga bajingan itu pada tubuhnya, dan perbuatan sang pemuda yang memberinya ramuan yang kini membuatnya bisa bernafas lega…

Ia mengambil handuk kecil yang disiapkan sang pemuda, meletakkannya di vaginanya dan kemudian menggunakan kain panjang itu sebagai cawat untuk menahan handuk di selangkangannya itu….

Samar… Ia mencium aroma rempah yang dengan kasar diambil Bardian dari tangannya, waktu ia dengan rasa ingin tahu memeriksa jejeran tabung bambu di rak itu…

Memberanikan diri, gadis itu membuka peti yang ternyata tak dikunci…

****

Hari ke lima… Menjelang malam, sang gadis akhirnya yakin kalau menstruasinya sudah selesai… Ia baru saja menggali lubang dan mengubur handuk yang tak bisa dicucinya hingga bersih…

Ia juga kemudian mandi, membersihkan tubuhnya dengan dengan sabun alami yang terbuat dari dedaunan dan rempah rempah yang dibuat oleh pemuda itu beberapa hari sebelum ia menghilang entah ke mana selama menstruasinya belum selesai….

Like it would make her forgive him….

Tapi, biar bagaimanapun juga…

Aku harus tau ramuan sabun ini….

****

Baru saja ia mencapai bawah tangga, ketika ia melihat pemuda itu, muncul entah dari mana… Membawa buntalan di pundaknya…

Tatapan mata yang menusuk membuat dirinya terpaku di bawah tangga, rasa ngeri itu kembali merayap dalam dirinya…

“Ini… Buat kamu… Aku tunggu kamu disini” Katanya, memberi buntalan itu pada sang gadis, lalu berlalu ke belakang ke arah bilik mandi…

****

Pemuda itu sedikit tertegun melihat sang gadis yang kini berdiri di hadapannya…

Baju dari kulit rusa yang dibuatnya, yang lebih seperti rompi panjang, yang harus diselipkan antara satu dengan yang lainnya, dengan panjang satu jengkal di atas lutut, dan dieratkan oleh sabuk kulit, melekat pas di tubuh sang gadis…. Termasuk sepasang alas kaki dari bulu rusa yang kini membungkus kakinya

“Ini…” kata sang gadis, mengangsurkan segelas ramuan yang digodognya pada sang pemuda, yang kemudian meminumnya, masih tetap memandang kagum pada sosok sang gadis di hadapannya. Tanpa banyak tanya menerima gelas bambu yang diangsurkan sang gadis padanya…

****

Sang pemuda mencengkeram lehernya, perutnya, berguling dan meraung-raung dengan mengerikan di lantai…

Raut wajah sang gadis campur aduk antara ngeri, takut, kasihan melihat lelaki itu menumpahkan isi perutnya, bahkan sampai muntah darah…

Dengan kengerian yang sangat, sang gadis melompati tubuh sang pemuda yang masih mengejang-ngejang ke sakitan, dan berlari sekuatnya meninggalkan pondok itu.…

Kegelapan malam membuatnya tak bisa melihat dengan baik, ia tersandung di sebuah akar pohon…

Baru saja ia mencoba bangkit, ia melihat sepasang mata kuning menyala di hadapannya..

Ia tersentak mundur… Tertahan batang pohon, sementara macan tutul itu bersiap…

Sang gadis menutup matanya ketika macan tutul itu melompat…

Namun…

Raungan yang lebih keras terdengar, diriing suara tumbukan dua tubuh, diikuti suara seperti dua kucing yang sedang berkelahi, namun lebih keras, lebih kuat…

Perkelahian itu tak berlangsung lama…

Perlahan sang gadis membuka matanya, dan membelalak ketakutan, membuatnya membeku di depan batang pohon itu…

Ketakutan…

Di hadapannya, raut wajah seekor harimau yang seharusnya sudah punah di pulau itu, berada dekat dengan wajahnya…

Namun yang membuatnya makin ketakutan ialah demi melihat tangan berotot, yang terulur ke arah tanah, menahan tubuhnya agar tidak ambruk ke tanah, dengan satu tangan, yang berkuku tajam itu mencengkram perutnya

Tak lama, terdengar suara erang kesakitan dari sosok harimau itu…

Sang gadis menutup mulutnya… Terkejut…

“Tidak… Tidak….. Oh Tidak….” katanya demi melihat sosok harimau itu memandangnya kesakitan…

“Maaf… maafkan aku…” katanya dengan air mata yang mengalir, sambil kemudian berusaha sekuat tenaga memapah sosok yang kini menjadi lebih tinggi dan besar itu untuk bersandar pada tubuhnya, dan dengan tertatih, berjalan melewati pekatnya malam…

****

Beberapa kali keduanya tersungkur… Gadis itu jelas tak sanggup kalau harus menahan bobot siluman yang beberapa kali hampir hilang ke sadaran itu..

“Ayo… Tolonglah… Ayo… kita sudah sampai…” Ujar sang gadis, seakan memberi semangat siluman itu ketika mereka tiba di pondok…

Sang gadis jelas panik demi melihat siluman itu meraung, berguling-guling menahan sakit, kembali memuntahkan darah dari mulut nya…

“Maafkan aku… maafkan aku… jangan mati…. tolong… jangan mati…” katanya, terisak isak… Rasa bersalah benar-benar menghantuinya…

siluman itu menggapaikan tangannya ke arah rak ramuan…

“Yang ini…? Yang ini…? Yang ini…?” tanya sang gadis sambil memegang tabung demi tabung bambu, hingga ia akhirnya bernafas lega ketika sosok siluman itu, sambil meraung menahan sakit, mengangguk lemah..

Sang gadis membuka tutup tabung dan mengeluarkan pil besar seperti terbuat dari tanah liat, dan segera membantu sang siluman menelannya…

Air mata sang gadis mengalir deras demi melihat sosok yang akhirnya bisa sedikit tenang, dan dibantunya untuk masuk dan berbaring di dalam kamar, yang menjadi lebih sempit mengingat besarnya tubuh siluman itu…

****

Sang gadis masih menyikat darah dari lantai ruang depan pondok dengan keras, matanya sembab karena ia menangis semalaman…

Entah kenapa ia merasa sangat menyesal karena ia hampir saja membunuh pemuda itu…

Seharusnya ia lari saja… Harusnya ia tinggalkan siluman itu….

Lelaki itu diam saja waktu ketiga bajingan itu memperkosanya habis-habisan…

Lelaki malah membantu ketiga bajingan itu untuk membelenggunya….

Namun kenapa…. Melihat siluman itu menggeliat-geliat menahan sakit… Melihat siluman itu meraung kesakitan…. Muntah darah…

Ia tak bisa menjelaskannya, namun ia benar-benar sangat menyesal…

****

“Jangan bangun dulu…..” kata sang gadis, yang kini mengenakan sarung, dan rambut yang digelung ke atas, memperlihatkan lehernya yang jenjang, demi mendengar derit lantai kayu yang jelas menahan beban yang lebih berat dari biasanya, dan ia mendapati sang pemuda yang kini berdiri dengan kaki tiga sendinya, type kaki hewan, dalam hal ini kaki seekor harimau… Tubuhnya sendiri tetap seperti tubuh manusia pada umumnya, hanya sekarang memebesar, dan kulitnya, bulu tubuhnya berwarna oranye belang hitam… lehernya sendiri sedikit melengkung kedepan untuk mengakomodir kepalanya yang kini merupakan kepala seekor harimau…

Aku mau…

Sang gadis tertegun… ia mendengar siluman itu bicara… well, bukan bicara sebagaimana manusia bicara, mulut harimaunya jelas tak bisa membuat pemuda berbicara seperti manusia biasa…

Telepathy….

Namun saat ini ia tak terlalu peduli dengan hal mengagumkan itu..

Kamu….? Kata sang pemuda, memandang sang gadis yang sedang memasak ramuan….

Gadis itu hanya diam saja, dan terus merebus ramuan…

She is gifted in that way…. Kemampuannya membedakan aroma, dan mengetahui isi ramuan berdasarkan indra pengecapnya membuat ia bisa dengan mudah mereplika ramuan yang dibuat siluman yang kini kembali masuk ke dalam kamar, dan duduk bersandar di dinding kamar….

“Ini…” Kata sang gadis, mengangsurkan cangkir bambu yang sama seperti yang digunakan pemuda itu untuk memberinya ramuan…

siluman itu memandang skeptic pada ramuan itu…

“Buang saja kalau kamu tidak mau…” kata sang gadis sedikit jengkel sambil berdiri…

Suara purring halus terdengar, membuat sang gadis berbalik dan menghadap sang pemuda….

Boleh minta mangkuk…. Kata siluman itu, dengan kuping bergerak-gerak lucu…

Sang gadis tak bisa menyembunyikan senyumnya setelah ia membalikkan badan dan melangkah ke luar kamar…

Pantas dia minta mangkuk…. batin sang gadis demi melihat sang pemuda menuang ramuan itu, dan mulai meminum ramuan itu selayaknya seekor harimau yang sedang minum…

Sang gadis berlutut di samping siluman itu yang kini sedang terlelap di atas jerami yang nampak kekecilan dibandingkan tubuhnya yang membesaritu….

Seperti anak kucing… batinya, tak bisa menahan senyum, sebelum akhrinya ia ke luar, dan kembali berusaha sebisanya membersihkan noda darah yang mengotori lantai pondok itu…

Kembali air matanya mengalir

****

Permisi… Kata siluman itu beberapa hari setelah rasa sakit akibat racun ditubuhnya sudah mulai menghilang, ke luar kamar, sambil berjalan menyisi…

Tubuhnya yang membesar, kakinya yang kini bersendi tiga itu membuat tubuh sang gadis yang sedang merebus makann itu sedikit terdorong ke depan… Dan gesekan kulit kasar berbulu sang pemuda membuat sang gadis meremang…

Memalingkan wajah…

Maaf… Aku belum bisa kembali seperti biasa… Katanya sambil membereskan tabung-tabung bambu yang berantakan… Tak menyadari karena sang gadis mengalihkan pandangan bukan karena karena apa yang dipikirkan sang siluman… Tetapi karena kini siluman itu bertelanjang dada, hanya mengenakan kain sarung yang di ikat disamping

Entah apa yang merasuki jiwanya, sang gadis malah berkata lirih … “Aku suka kamu yang seperti ini…”

Siluman itu memandang ke arah sang gadis yang makin menunduk menatap rebusan dihadapannya, wajah memerah akibat uap rebusan dan rasa malu…

“Kamu ngga mau makan dulu…. ?” Tanya sang gadis, mengangkat jagung dan kentang rebus yang dimasaknya, dan merapikannya di ruang depan….

Kamu makan duluan…. Aku mau mandi dulu…. Kata pemuda itu sambil berjalan perlahan ke luar pondok…

Sang gadis sedikit kecewa karena masakannya tak disentuh sama sekali…..

****

“Masakkanku ngga enak?” Tanya sang gadis, tak tahan lagi karena malam ini, pemuda itu kembali tak menyentuh masakannya… Ketika mereka berdua duduk di ruang depan, sambil sang pemuda, duduk layaknya kucing yang duduk dengan dua kaki belakangnya, sedang menghirup ramuan yang sebenarnya juga dibuatkan oleh gadis itu…

Telinga pemuda itu bergerak-gerak seperti kucing yang merasa bersalah…

Dalam kondisi aku seperti ini, aku tidak bisa makan-makanan biasa….

Katanya yang langsung membuat sang gadis kembali diserang rasa bersalah…

“Hati-hati…Nngghhh!” Seru sang gadis sambil bergerak cepat menahan tubuh sang pemuda yang terhuyung…

“Ayo… ayo… “ kat sang gadis, sambil menahan beban sang pemuda yang tangannya dirangkulkan melewati bahunya, masuk ke dalam kamar…

“Kamu demam lagi….” Kata sang gadis yang langsung bergegas ke luar kamar dan menggodog ramuan…

Sang gadis memandang wajah siluman yang kini terlelap, purring… Ia baru saja menyeka dahi siluman itu…

Dan ia sendiri sudah sangat mengantuk, hingga akhirnya…

Malam itu, tubuhnya pun terasa menjadi lebih hangat….

****

Sang gadis terkesiap… Kini dirinya yang berada di tengah kasur jerami itu… Entah siapa yang membenahi tidurnya yang semalam terasa lebih nyaman

Suara cericip burung dan udara pagi yang segar masuk dari jendela yang sudah dibuka…

Reflex sang gadis mencari-cari di mana pemuda itu, sebelum ia mendengar suara guyuran air dari bilik air…

Dengan mata yang masih mengantuk, sang gadis beringsut ke arah jendela, membukanya untuk memasukkan udara pagi yang segar…

Matanya membelalak

Ia bisa melihat sang pemuda yang memunggunginya, mengangkat ember air ke atas kepalanya dan guyuran air dingin itu membasahi tubuhnya yang langsung nampak berkilat…

Lelehan air itu turun ke punggung kekarnya, ke pantat pepal montok sang pemuda… Ekornya yang bergoyang-goyang…

Ia segera merunduk, bersembunyi ke balik jendela, membekap mulutnya ketika siluman itu berbalik, dengan mata terpejam, mengangkat sebuah ember ke atas kepalanya dan menuangkannya ke atas kepalanya, membasahi tubuhnya

Sang gadis bisa merasakan wajahnya panas, merah bagai udang rebus… Ia bisa merasa bagaimana jantungnya berdebar-debar dengan sangat kuat…

****

Sang gadis masih memalingkan wajahnya, tak mau melihat ke arah pemuda yang kini naik ke dalam pondok sambil menggosok air di badannya dengan selembar kain, dan selembar sarung melilit di pinggangnya…

Kamu mau temanin aku cari bahan ramuan…? Tanya sang pemuda setelah ia ke luar dari kamar, mengenakan celana pangsi yang berlubang di pantatnya, agar ekornya bisa bergerak bebas…

Sang gadis menganggguk pelan, dalu masuk ke dalam kamar…

Kenapa badannya jadi wangi seperti ini…. Batinnya

Ngga mandi dulu..? tanya pemuda itu lagi, ketika ia melihat sang gadis yang sudah berganti pakaian dengan pakaian kulit nya…

Sang gadis hanya menggelengkan wajah, sambil bergegas ke dipan dan memakai sepatu kulitnya… Kulit macan tutul yang waktu itu menyerangnya…

****

Sang gadis menyimak dengan baik apa yang di tunjukkan oleh pemuda itu, jenis tanaman, kondisi optimum tanaman itu... Mana yang untuk baik untuk sanitasi seperti sabun mandi yang digunakannya, mana yang untuk menjadi obat kumur, obat luka, obat anti racun, dan jenis-jenis pemanfaatan lainnya

Termasuk…

Tubuhnya gemetar… Kembali rasa bersalah itu menyergap dirinya ketika sosok itu menerangkan jenis dan campuran tanaman dan jamur-jamur yang kemarin digunakannya, dan hampir saja membunuh siluman itu…

Yang kalau dipikirnya kembali, cairan itu justru digunakan siluman itu agar ia mengalami perdarahan….

Perdarahan yang membuatnya…. Tenang….

****

Kamu kenapa…? tanya pemuda itu ketika mereka sudah kembali di tengah pondok, duduk berhadapan, guci ramuan penghangat dan dua gelas bambu di hadapan mereka

Sang gadis menitikkan airmata sambil mengeluarkan tabung bambu kecil berwarna hitam, dengan sumbat dari kain merah dari balik pakaiannya…

Tangisnya semakin menjadi ketika tanpa disangkanya, sosok itu dengan lembut menggengam tangannya, dan ketika ia menarik tangannya, tabung itu sudah berpindah ke dalam genggamannya…

Sang gadis menyerbu dan memeluk sang pemuda, menangis sejadinya…

“Maafkan aku…. maafkan aku... maafkan aku…” katanya berulang ulang, di dalam dekapan sang pemuda yang kini mengusap kepalanya dengan lembut….

****

Ayo… Ikut aku… Ada tempat yang mau aku tunjukkan padamu…. Kata lelaki itu suatu hari, ketika malam sudah mulai turun..

Sang gadis kini sudah mulai terbiasa menjalani waktunya di pondok itu… Menjalani waktu kebersamaannya dengan sang siluman yang memang karena permintaannya, memutuskan untuk tidak berubah kembali ke ujud manusianya….

****

Rute ini berbeda dengan rute yang biasa mereka lalui ketika siluman itu mengajaknya mencari bahan ramuan, atau menjerat binatang-biantang kecil untuk kemudian dimasak siluman itu, walau ia sendiri tidak memakannya…

Rute ini menajak mengarah ke puncak…. sedkit terjal, sehingga beberapa kali siluman itu mengulurkan tangan, membantu sang gadis melangkahkan kaki…

Sebentar lagi, Jan…. Sudah hampir sampai…. Katanya sambil memandang ke arah ujung jalan setapak di tepi tebing yang mereka jalani…

****

Sang gadis terkagum-kagum memandang keindahan di hadapannya…

Ada sebuah dataran yang agak luas, menjorok dari ujung tebing itu, posisinya begitu sempurna, sampai-sampai sang gadis merasa kalau ia, berada sejajar dengan bulan purnama penuh di hadapannya…

Ia bisa melihat kabut yang seakan melayang-layang di bawah kakinya, puncak-puncak perbukitan seakan bercahaya di bawah sinar purnama yang begitu indah…

Ini tempat special ku…. Kata lelaki itu sementara mereka duduk di tepi tebing… Memandang keindahan di hadapan mereka….

Entah mengapa, gadis itu malah beringsut, merapatkan tubuhnya pada bahu siluman itu…

Jan…. Aku…

“Please…. Jangan diteruskan…”Kata seng gadis, merebagkan kepalanya ke bahu Sang pemuda, memandang ke arah bulan purnama yang sangat indah di hadapannya…

Ia tak perlu perkataan apapun dari sang pemuda, ia tak perlu permintaan maafnya, karena itu tak akan mengembalikan apa-apa yang telah terjadi… Permintaan maafnya malah akan kembali membuka luka yang ingin sekali ia lupakan… Terlebih karena ia sendiri sudah hampir membunuh siluman yang kini menjadi sandaran kepalanya…

Hanya suara hewan-hewan yang mengisi keheningan malam… siluman itu merasa kepala sang gadis mengusa-usap lengannya, dan ia mendapati kalau gadis itu terlelap dengan damainya…

Maka dengan perlahan, silumanj itu menggendong tubuh sang gadis, bagai menggendong seorang bayi, lalu berjalan menuju pondok…

****

Bardian membaringkan sang gadis di atas ranjang jerami, melepas alas kaki sang gadis, lalu menutup tubuh yang terlelap itu dengan sarung, lalu bersiap untuk bangkit, ketika….

“Nggghhh….”

Sang gadis menggumam, seakan mengigau, dalam lelapnya… Siluman itu melihat bagaimana tangan sang gadis menggenggam tangannya erat, raut mukanya mengerut-ngerut, seperti seorang bayi yang takut kehilangan pegangan

Bardian mengalami pergumulan dalam hatinya…. Akhirnya, ia berbaring di samping sang gadis yang langsung beringsut dan merebahkan kepalanya ke area rusuk sang siluman

****

Sejenak sang gadis terbangun dan menyadari kalau ia sedang berbaring di antara lengan dan dada sang siluman… Ia bisa merasa dengkur sang siluman, detak jantung nya….

Entah kenapa, kini lengannya malah menjulur melintasi dada berbulu sang siluman, mendekapnya, menikmati detak jantung itu, dan kembali terlelap….

****

Pipinya terasa sedikit panas, dan berair….

Sang gadis terbangun, mendapati kalau ia masih berbaring di dada sang siluman… Ia terkejut dan menarik kepalanya menjauh...

“Ma… Maaf…”Katanya sambil mengusap pipinya… Ia malu setengah mati, karena dalam nyenyak tidurnya, air liurnya mengalir dan membasahi dada siluman itu…

****

Bagaimanapun tomboy dirinya, bagaimanapun mandirinya dirinya, namun jika diberi kesempatan, dan adanya sosok yang bisa membuatmu nyaman, maka kemanjaan, bahkan keisengan akhirnya akan muncul….

“Kaaaang….!” Seru sang gadis dari dalam kamar, yang membuat sang siluman bergegas masuk…

Ada apa, Jan…. Ada kelabang? Ular? Tanya sang siluman, khawatir akan keselamatan sang gadis, walau ia yakin kalau kemungkina hean melata maupun serangga itu untuk masuk ke dalam pondok itu sangat kecil, namun tetap saja….

“Ngga….” Kata sang gadis perlahan… memuntir ujung baju kulitnya….

“Badan aku…. kurang enak…..” lanjutnya, yang membuat sang siluman segera meraba dahinya, dan mengecek denyut nadi di leher sang gadis dengan punggung tangannya…

Boleh aku balur minyak, Jan…? tanya sang siluman yang diikuti anggukan dengan kepala tertunduk sang gadis….

****

Minyak ramuan yang dibalur pemuda itu membuat tulang kering dan betis sang gadis yang sekarang dalam posisi tengkurap di atas ranjang jerami, masih berbalut baju kulit macan tutul itu terasa nyaman. Dan walaupun tubuh sang siluman itu besar, namun sepertinya ia benar-benar bisa memperhatikan kekuatannya, hingga pijatan di betisnya yang jujur memang pegal itu terasa nyaman.

Bergantian ke dua betis, tulang kering, telapak kaki, jari-jemari kakinya mendapat perhatian dari siluman itu…

Ketika akhirnya dua bagian terbawah tubuh sang gadis selesai mendapat perawatan….

Tangan sang siluman sejenak terhenti, ia bisa merasa tubuh sang gadis bergetar….

Tak ada penolakan, atau kalimat larangan yang terlontar dari sang gadis… Maka kini dengan gerakan perlahan, halus, bagai menyeka sebuah guci mahal… Siluman itu mengusapkan minyak ramuan paha kanan sang gadis, sampai sedikit berada di bawah bulatan pantanya..

Sang gadis meringis, mengerang, mendesah…. Bukan karena bernafsu, tapi memang pijatan sang siluman benar-benar membuat peredaran darah di kakinya menjadi lancar…

“Kaaaang….” katanya lirih…

Iya, Jan…? tanya sang siluman, yang menarik tangannya ke luar dari balik baju kulit sang gadis, ketika sang gadis duduk bersimpuh, membelakanginya….

Jantung keduanya berdetak sangat-sangat kencang…

Sang gadis, perlahan membuka sabuk dipingganya, lalu membuka paian kulit macan tutul yang membungkus tubuhnya, terlihat sekali ketegangan di tubuhnya..

Sang siluman… Well, biar bagaimana ia sudah melihat tubuh gadis itu telanjang bulat, namun adegan di depannya, di mana sang gadis dengan kesadaran sendiri membuka pakaiannya…

Jan…. Kata siluman itu, bahkan dalam telepathy nya jelas kalau suaranya bergetar, demi melihat sang gadis yang kini telanjang, menelungkupkan tubuhnya kembali di atas ranjang jerami…

“Kang… Pelan, ya….” kata gadis itu lirih, tubuhnya bergetar makin kencang…

Tangan sang siluman yang juga bergetar kini menangkup bungkahan pantat sang gadis… Sehalus mungkin menekan bungkahan pantat sekal sang gadis, memijatnya penuh perasaan…

Sang gadis mengerang lirih, meresapi tiap tekanan lembut di bulatan pantatnya… Kemudian pijatan itu perlahan naik ke pinggulnya, pinggangnya...

Pijatan yang emmenangnkan itu perlahan naik ke arah punggung sang gadis..

Jan… selipkan tangan kamu ke dada kamu… Kata sang siluman, yang kemudian dituruti oleh sang gadis…

Draaaakkk… Draaak… Draaak…

Suara derak terdengar ketika sang siluman menekan punggung sang gadis, shoulder blade sang gadis... Membuat sang gadis mengerang nikmat, merasa bagaimana peredaran darahnya menjadi sangat-sangat lancar…

****

Kembali sang siluman tertegun melihat cekalan tangan sang gadis di tangannya, ketika ia selesai memijat sang gadis yang kini, tertelungkup, telanjang… Lemas…

Dan kembali, sang siluman berbaring, dan membiarkan sang gadis menjadikannya sandaran tidur…

Yang membedakannya, saat ini, ia sama sekali tak bisa tertidur…… Dan… Bukan hanya matanya yang tak bisa tidur….

****
 
Lima belas menit deep sleep cukup untuk membuat tubuh segar kembali…

Itu yang dirasakan sang gadis yang terjaga, dan mendapati detak jantung yang berbeda dari dalam dada sang siluman, dan sentuhan benda yang sangat keras, yang menempel di tubuh telanjangnya membuat jantungnya kini yang berdetak sangat keras…

Keduanya saling bertatapan…

Sang gadis beringsut, mensejajarkan wajahnya pada wajah sang siluman… mata keduanya terpejam, dahi keduanya menyatu…

Bibir sang gadis bersentuhan dengan mulut harimau sang siluman….

Mulut harimau sang siluman jelas tak bisa membuatnya berciuman seperti seorang lelaki pada umumnya… Namun, jilatan sang siluman jelas mempunyai nilai lebih dari jilatan lidah para lelaki pada umumnya… Dan itu dirasakan sang gadis yang mendesah demi merasa jilatan lidah kasar sang siluman di batas rahang dan lehernya… Sensasi bibir, hidung basah siluman itu juga membuatnya merasakan sensasi yang berbeda…

Kini, sensasi lengan sang silumanpun terasa berbeda, tadi ketika siluman itu memijatnya dengan lembut, kini terasa bergetar, dan telapak tangan itu, terasa lebih tegas meremasi punggungnya…

Sang gadis menggeliat, sensasi jilatan lidah sang siluman benar-benar membuainya… Jilatan yang dilakukan dengan halus di kedua payudara mungilnya, sementara bergantian dengan lidah dan mulutnya, telapak tangan kasar sang siluman meremasi payudaranya dengan lembut…

“Kaaaangggghhhh…. Kaaaannnggghhhh… Kaaaaaannnggghhhh…!”desah sang gadis berulang-ulang ketika perutnya kini tergelitik dengan permainan lidah sang siluman, sementara kuku-kuku runcing itu perlahan, sangat berhati-hati agar tak melukai kulit tubuh sang gadis yang menggeliat dengan birahi yang semakin meninggi, tak tergores sedikitpun…

Mata sang siluman memandang ke arah sang gadis, sementara kini hidung dan bibirnya berada 1 inch dari bibir vagina sang gadis yang sudah sangat-sangat basah… uap dari hidung sang siluman yang panas itu membuat vagina sang gadis berkedut, dan bertambah basah dengan sangat cepat

Mengigit bibir bawahnya, sang gadis mengangguk perlahan sebelum pinggulnya kemudian diangkat oleh telapak tangan kokoh sang siluman, tangan sang gadis menahan mulutnya sendiri agar tak berteriak…

Lidah kasar sang siluman mulai menjilat labia sang gadis, perlahan namun pasti mengorek-ngorek bagian labia minora nya…

“Aduuuuhhhh… Kaaaannnggghhhhh… Ssssshhhh…. Nnggghhhhh….!” Desar sang gadis, mengerang-ngerag, lidahnya menjilati bibirnya sendiri, terkadang mulutnya terbuka dan lidahnya tergadang menjulur, tangannya meremasi rambut dan payudaranya, disaat dirinya merasakan kenikmatan di vaginanya yang distimulasi dengan sangat-sangat nikmat itu…

Bukan hanya vaginanya… Perinulum nya pun menjadi pelabuhan lidah sang siluman, yang terus-menerus menjilat sambil menikmati cairan gurih yang mengalir semakin….

“Ngggaaaaaaahhhhhh…!!!!!!”teriak sang gadis yang akhirnya tak tahan lagi dengan permainan lidah sang siluman… Pahanya menjepit kepala harimau itu dengan kuat… Pinggulnya terlonjak-lonjak, squirt membasahi wajah sang siluman, yang malah semakin gencar menjilati vagina sang gadis

“Udah… udah… Kaaaanggghhh… Aaaampuuuunhhhh…. Aaampuuuunhhhh….” Kata sang gadis, mendorong kepala sang siluman, yang masih menghuni selangkangannya yang sudah sangat-sangat banjir itu…

Tangan sang gadis mengangkat wajah sang siluman, mendekati wajahnya sendiri, lalu memagut bibir sang siluman yang basah oleh cairan cintanya sendiri…

****

Mata keduanya tetap saling mengunci, sang gadis memegang pinggul yang siluman, setelah tanpa melepaskan pandangannya ke arah sang gadis, ia menurunkan celana kain yang dikenakannya…

Air matanya kembali mengalir… Namun kali ini, dengan perasaan yang berkecamuk, dan apa yang akan ia katakan berikutnya akan mengubah segalanya…

Mencium siluman itu sekali lagi, ia berkata lirih…. “Kaaaannnggg…” dan kemudian memberi anggukan kecil…

****

Sang gadis merasakan jantungnya seakan akan melompat ke luar dari rongga dadanya… Ujung penis sang siluman menempel di bibir vaginanya…

Perlahan, ujung penis itu membelah labianya yang sudah sangat basah itu, membelah lipatannya dengan dorongan perlahan namun pasti…

Mata sang gadis membeliak… Mulutnya membuka, nafasnya tercekat…

Penis sang siluman membuka lubang vaginanya begitu lebar, seakan batang keras dan panas itu memaksa vaginanya meregang maximal…

“Kaaanggghhhh…. Pelanhhh pelanhhh…” desah sang gadis, yang kini mendiamkan pinggulnya, merasakan dorongan tiap milimeter penis itu ke dalam rongga vaginanya….

****

Sang gadis menahan pinggul sang siluman…. Ia sadar kalau pinggul keduanya belum lagi bertemu… masih ada beberapa sentimeter jarak antara kulit selangkangan mereka… Namun, ujung penis sang siluman sudah menyentuh, bahkan sedikit mendorong mulut cervix nya, membuat sang gadis merasa ngilu…

Setelah ia merasa nyaman, bisa menarik nafas, sang gadis kembali mengangguk…

“Oh my God…. Oh my God….” katanya meracau, mata membelalak, dengan raut yang terkadang mengerenyit menahan linu…

Sang siluman perlahan, dengan penuh perasaan mulai memaju mundurkan penisnya, membuat sang gadis melenguh-lenguh demi merasakan blood vein penis sang siluman yang bertonjolan menggesek rongga vaginanya, membuat dirinya semakin cepat mencapai orgasmenya…

Orgasme sang gadis kembali menghajar tubuhnya ketika sang siluman, selain menggenjot vaginanya, juga kini kembali meremas sebelah payudara sementara lidahnya menjilati putingnya yang mengacung…

“Kaaannnggghhh… jangan jahil…. geliiihhh Kaaangghhh” Katanyademi merasa sentilan lidah kasar itu di putingnya, juga sentilan ujung kuku sang siluman di putingnya yang lain… Yang membuat pinggulnya melonjak, dan kembali diterjang badai orgasme…

“Nggahhhh… Nggaahhhhh… Kaaannnnggghhhh… Jahaaaaattttt….” Lenguhnya, ketika sang siluman membalik tubuhnya, hingga kini ia berada dalam posisi woman on top, dan membuatnya menahan kan tangannya di pinggul sang gadis demi menahan agar ujung penis itu tak sampai memembus mulut cervix nya yang kini sudah sangat-sangat ngilu itu…

Namun, rasa nikmat yang menghajar tubuhnya membuatnya perlahan, memaju mundurkan pinggulnya di atas penis sang pemuda… Ya, ia tak berani menaik-turunkan pinggulnya, karena ia takut kalau penis itu merejok lebih dalam lagi… Cukup dengan memaju mundurkan pinggulnya, ia sudah bisa merasakan bagaimana orgasme nya kembali akan segera menghajar dirinya….

“Kaaaannnggghhh… aku di bawah, kaaaannggghhhh… aku di bbbaaawwwwhhhh yaaaa…..” katanya memohon…. Ia tahu kalau sampai ia lemas, maka penis itu akan mendobrak rahimnya…

Ia kemudian memagut bibir sang siluman penuh rasa terimakasih ketika siluman itu membaringkan tubhnya lagi di pembaringan itu, sambil badannya mengejang dan melepaskan orgasmenya yang menguras seluruh tenaganya, dan membiarkan dirinya lemas, tergeletak terlentang di bawah tubuh sang siluman yang ia rasakan mengenjot vaginanya semakin cepat… semakin kuat….

Dan….

****

Sang gadis memeluk erat tubuh sang siluman, yang kini tergeletak lemas di sampingnya…

“Kang…. Jagain aku, ya….”katanya sambil menelusupkan wajahnya ke tubuh sang siluman yang kini mengecup kening sang gadis, dan megusap kepala gadis itu yang merasa terlindungi dalam pelukan kekar siluman itu…

***

Sang gadis terbangun mendengar suara siraman air di dalam bilik air, membangunkannya dari lelap tidurnya…. Menggeliat, ia tahu kalau hari sudah senja…

Perlahan ia bangkit dari atas ranjang, menggelung rambutnya, lalu mengambil kain dan menutupi tubuhn telanjangnya, untuk kemudian ke luar dari dalam kamar dan melangkah ke luar pondok… Dengan langkah sedikit mengangkang… Seperti masih ada sesuatu yang mengganjal di sana…

****

Sang siluman, membuka bilik mandi ketika ia mendengar ketukan yang agak keras di sana…

“Akang jahat…” kata sang gadis dengan muka cemberut yang membuatnya malah semakin imut, masuk ke dalam bilik mandi sambil menarik sang siluman…

“Jongkok…!’kata sang gadis, yang kini juga telanjang di hadapan sang siluman dengan tegas yang kemudian diikuti dengan patuh oleh sang siluman yang tak lama menerima guyuran seember air di sekujur tubuhnya….

Sang gadis lalu mengambil ramuan sabun dan kemudian menggosok punggung kekar sang siluman, yang kini berdiri dan kini nampak relax dan menikmati gosokan sang gadis dipunggungnya yang memang sulit dijangkaunya…

Sang gadis dengan telaten menggosok leher sang siluman, dada bidang itu, ke dua tangannya… Lalu gosokannya sedikit terhenti di atas bongkahan pantat sang pemuda…

Kini ia bisa melihat dengan jelas ekor harimau sang siluman yang kemudian dengan lembut di sabuninya juga, lalu sambil ia berjongkok, ia lalu menggosok turun ke paha belakang sang siluman..

“Balik, Kang….” katanya yang kemudian dituruti sang siluman dengan patuh…

****

Tadi pagi ia memang merasakan keperkasaan penis itu, ia tahu kalau penis itu sangat besar..

Kini, tergantung di hadapannya, sang gadis masih tetap tak mempercayai pandangannya… Penis siluman yang mulai tegang itu membuatnya menelan ludah….

Dari scrotum yang ada di ujung dagunya, dan ujungnya melebihi kepalanya…

Ini yang bikin aku ngilu…. Batin sang gadis sambil perlahan menyabuni penis yang semakin lama semakin tegang, hingga dua genggaman tangannya tak bisa menutup seluruh batang penis itu…. Ujung penisnya benar-benar berada di luar genggaman sang gadis…

Dan diameternya…. Ini sama aja aku masukin pergelangan tanganku ke dalam vaginaku….

Kemudian sang gadis memerintahkan sang siluman untuk jongkok sehingga ia bisa mengguyur tubuh siluman itu hingga semua sisa sabun ditubuhnya bersih….

Ketika siluman itu bangkit, sang gadis menatapnya, tangannya kembali meraih penis yang sedikit mengendur ketegangannya itu….

****

Kini siluman itu yang menggerendeng menahan nafsu, dengan tangan yang berpegangan di dinding sumur….

Gadis itu dengan telaten menjilati seluruh batang penisnya…

Mengocok batang penisnya yang sangat tegang dengan kedua tangannya, sambil mulutnya dibukanya sangat lebar dan memasukkan apa yang bisa ia muatkan ke dalam mulutnya…

****

Sang gadis terkesiap ketika sang siluman mengangkat pantatnya, mengangkatnya seperti tanpa beban yang berarti…

“Pelan,Kang…. Punya Akang gede banget…” Katanya, menahan nafas, demi merasa ujung penis itu akan segera menghujam tubuhnya lagi….

Kembali sang gadis meracau-racau tak jelas… Posisi dirinya yang digendong membuat ujung penis siluman itu seakan ingin mendobrak masuk cervix nya… Sukurlah karena siluman itu masih menahan tubuhnya hingga penisnya tidak sampai menghujam terlalu dalam…

Dan perlakuan ini membuat sang gadis semakin pasrah, dan bahkan memegang kepala sang siluman dan menciuminya dengan buas…

Dan tidak perlu waktu lama sebelum sang gadis mendapatkan orgasmenya, terguncang-guncang di atas penis sang siluman… Hanya cegraman kuat sang siluman di bulatan pantatnya yang memastikan kalau penis itu tidak sampai menembus ke dalam rahimnya…

****

Mata sang gadis menatap penuh tanya ketika dengan lembut sang siluman menahan tubuhnya hingga ia bisa mendapat kekuatan di kakinya, yang sebelumnya terasa seperti agar-agar setelah orgasme hebat yang diperolehnya di pangkuan sang siluman…

Ia tahu kalau siluman itu belum lagi orgasme…. Kenapa…?

Sekarang… Aku yang mandiin kamu…. jawab sang siluman, sambil kemudian dengan memposisikan sang gadis hingga berpegangan di pinggir sumur…

Sang gadis kembali menggelinjang, sang pemuda dengan lembut, sambil mengenduskan mulut dan hidung basahnya ke leher sang gadis, perlahan membasuh tubuh yang barusan tadi dihajar orgasme..

Tangan sang gadis meraih ke belakang, melingkari leher sang pemudaa yang kini menyabuni sternumnya, lalu dengan lembur merayap dan menyabuni payudaranya, melingkar dari bagian pangkal payudara, berputar ke arah dada, berputar dan berputar hingga akhirnya puncak putingnya yang sangat keras dan sensitive itu tergesek dengan sabut rempah, dan telapak tangan kasar siluman itu… Ia bisa merasakan vaginanya melelehkan cairan kenikmatan yang tersamar oleh basahnya tubuhnya yang diguyur air sumur itu…

Tangan sang siluman kini perlahan meninggalkan payudara, yang walaupun dengan ukuran kecil, namun tetap terasa padat dan pepal di tangannya… Yang kini perlahan menurun ke perut rata sang gadis, menyabuninya dengan halus…

Sang gadis memalingkan kepala ke belakang, menciumi sang siluman, sambil mengeluarkan desahan, ketika tangan itu kini berada di perut bawahnya, menggosok rambut pubis nya yang kini menjadi sedikit lebih lebat karena sudah lama belum dicukur semenjak ia tinggal di pondok itu…

Mengikuti balikan tangan sang siuman, sang gadis memeluk tubuh sang siluman yang kembali licin oleh sabun yang ada di bagian tubuh depannya, ia membenamkan kepalanya yang sejajar dengan uluhati sang siluman, menikmati usapan tangan, dan rempah sabun yang diusapkan siluman itu di punggungnya..

Kini, masih menghadap ke arah sang siluman, namun dengan lengan kanan menahan bobot tubuhnya di pinggir sumur, sementara lengan kirinya, menelus kepala harimau sang siluman, ia menahan nafasnya demi merasakan hembusan nafas panas dari hidung sang siluman yang berada tak jauh dari labianya yang kembali melelehkan cairan kenikmatan dari dalam vaginanya….

Sang gadis meregangkan kakinya, berkata lirih…. “Kaaannngghhh….”

Dan lenguhan penuh kenikmatan terdengar dari mulut sang gadis ketika lidah sang siluman kembali menjilati bibir vaginanya, mendesakkan lidahnya membelah lipatan vaginanya, menjilati dinding dalam vaginaya yang berdenyut-denyut…

“Kaaaaangghhh… Kaaaannnggghhh…..” Desahnya, erangnya menikmati jilatan sang siluman di vaginanya yang semakin basah, dan merasakan gosokan tangan sang siluman, menyabuni pahanya yang gemetaran menahan nafsu yang menggelegak… Ia akhirnya menyandarkan pantatnya ke dinding sumur, kedua tangannya kini sibuk meremasi rambutnya, payudaranya, memuntir dan menarik putingnya sendiri… Meremasi kepala sang siluman yang menggosokkan hidung basahnya ke vaginanya, bergantian dengan jilatan nikmatnya di sana…

Sang gadis menangkupkan kedua tangannya di depan tubuhnya, melekat ke tubuh sang siluman, menikmati guyuran air yang menghapus seluruh sabun di tubuh keduanya…. Sang siluman berkali-kali membungkukkan tubuhnya, ketika keduanya saling menyetuhkan bibir….

Setelah mengeringkan tubuh, sang siluman kembali membopong sang gadis, yang merangkulkan tangannya melewati punggung sang siluman, sambil memejamkan mata, dan menyandarkan kepalanya ke tubuh sang siluman…. Terlelap…

****

Makan malam yang disediakan sang siluman sama sekali tak disentuh oleh sang gadis…. Hanya ramuan yang menghangatkan yang diteguknya sampai habis, lalu berdiri, meloloskan sarungnya dengan gerakan sensual, lalu melenggok masuk ke dalam kamar, sambil memalingkan wajahnya, menggigit bibir bawahnya, meandang penuh birahi pada sang siluman yang kemudian bangkit dan mengikutinya masuk ke dalam kamar…

Sang gadis yang memimpin…. Ia menarik sang siluman agar berada di atas tubuhnya sebelum ia mendorong tubuh besar itu yang dengan patuh membalik hingga dirinya kini berbaring di atas tumpukan jerami, sementara sang gadis duduk di atas dadanya, mengusap dada pejal sang siluman, sebelum menurunkan kepalanya…

Tepat di atas wajah sang siluman, sang gadis berkata lirih, namun jelas dengan nada bergetar penuh nafsu….

“Jangan sentuh aku sebelum aku suruh, ya Kang… Biarin aku nikmatin badan Akang…. Biarin aku muasin diriku sendiri” katanya sambil kemudian mencium dada sang siluman, perlahan bibir sang gadis membuat jejak dari belahan dada bidang sang siluman, turun ke ulu hatinya, ke perutnya…

Sang gadis dapat mendengar bagaimana, sang siluman menggeram, bagaimana kuku harimaunya mencengkram sprei lusuh di bawahnya hingga robek, menahan nafsunya…

Ciuman, ditambah gerai rambut sang gadis yang merayapi tubuhnya membuat birahinya makin memuncak…

Sang gadis masih saja tak bisa mempercayai pandangan matanya ketika kini ia menggenggam bagian bawah batang penis sang siluman yang sudah ereksi dengan sempurna… Bahkan tangannya tak bisa menggenggam lingkar batang penis itu

Batang sebesar ini bisa masuk ke dalam vagina aku?…. Batin sang gadis, matanya membesar mengingat bagaimana batang itu membuat vaginanya meregang sangat lebar, ia bahkan bisa merasa kalau labia minoranya ikut tertarik ketika batang itu ditarik keluar, dan tertekan ke dalam ketika batang itu menekan ke dalam vagina nya…

Ia menelan ludahnya sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya ke batang yang di ujung penisnya sudah mulai mengeluarkan pre-cum… Sambil membuka mulutnya, ia menggosokkan penis panas itu ke wajahnya, membiarkan bagian bibirnya merasakan kulit panas itu, merasakan kedutan-kedutan blood vein yang bertonjolan di sana. Kedua tangannya bergerak seirama, tangan kanan mengurut-urut penis sang siluman, sementara lengan kirinya mengurut-urut buah zakar sang siluman yang menegang…

Sang siluman memandang bungkahan pantat sang gadis yang membulat, berayun-ayun ke kiri dan kekanan, wajah sang gadis terhalang batang penisnya, namun ia bisa melihat tangan sang gadis yang naik turun dengan teratur… Ia juga bisa merasakan lidah sang gadis menjilati scrotum nya, menjilatinya dengan penuh nafsu, seakan sedang menjilati permen loli.. Lidah itu juga meluncur di sepanjang batang kejantannanya..

Ia ingin sekali mencegah sang gadis berbuat lebih banyak lagi… Tapi ia sudah berjanji… Kini, ia hanya bisa menggeram, menahan nafsu, melihat sang gadis sekarang berlutut, dua tangan menggenggam batang penisnya, dan, membuka mulutnya selebar yang bisa dan mencoba untuk kembali memasukkan kepala penisnya yang besar itu ke dalam mulut mungilnya, sama seperti yang dicobanya di bilik mandi… Dan sama seperti yang terjadi di sana, walau ia membuka mulutnya selebar mungkin, hanya kepala penisnya yang bisa dimasukannya…

Sang Siluman benar-benar menginginkan sang gadis untuk tidak memaksakan dirinya, wajahnya memerah, tersedak, terbatuk-batuk, memaksakan diri menelan penisnya sekuat yang ia bisa, sebelum melepaskan kulumanya, dan menarik nafas dalam dalam, mengisi paru-parunya…

Sang gadis memandang sang siluman dengan wajah penuh sesal karena ia tak bisa memaksa penis itu lebih dalam lagi…

Namun kemudian, sambil tetap menggosok penis sang siluman yang kini basah oleh liurnya, sebelah tangan sang gadis mengusap naik ke atas , ke dada bidangnya lagi, sambil dirinya merangkak naik…

Mata keduanya beradu, sang gadis memposisikan vaginanya di atas batang penis sang siluman, tangannya membantu mengarahkan penis itu, walaupun tak perlu…

Sang siluman menggeram penuh nikmat, sementara sang gadis mendesah lega, ketika ia menurunkan pinggulnya perlahan, membiarkan vaginanya perlahan menelan batang penis sang siluman, sampai batas di mana seperti biasa ia terhenti…

Beberapa saat keduanya berdiam diri sebelum akhirnya dengan menopang tangannya ke dada kekar sang siluman, Janice mulai memaju mundurkan pinggulnya, menikmati gosokan batang penis yang kembali dirasanya meregangkan vaginanya sampai maximal.

Tangan sang siluman sendiri tak diam… Tangan kasar nya meraba ke manapun yang ia bisa… Mengusapi punggung halus sang gadis, garukkan kuku nya di punggung sang gadis menambah kenikmatan yang dirasa gadis itu…

Bagaimana satu tangan menggengam pingul sang gadis, sementara satu tangan meremasi payudara mungil sang gadis, meremasinya dengan penuh birahi…. Atau ketika kedua tangannya mencengkram panggul sang gadis… Mengusapi paha sang gadis sebelum kembali mencengkram panggul sang gadis, dan meremasi kedua buah payudaranya

Ia kembali merasa bagaimana dinding vaginanya seakan tertarik dan terdorong seiring gerakan pinggulnya yang membuat penis keras itu ke luar dan masuk vaginanya…

Jan…. Apa yang….? tanya sang siluman, tangannya menahan panggul sang gadis…

“Kamu sudah janji buat biarin aku muasin diriku sendiri…. Hmmh….?” kata sang gadis, nada tegas dibalik deru nafsunya….

Maka sang siluman melakukan apa yang diinginkan sang gadis… Perlahan, ia melonggarkan tahanan di panggul sang gadis…

“AAAAAGGGHHHH…… NJJJEEEENNNGGGG!!!!!! AAUUUUUUU!!!!!” Teriak sang gadis setelah ia dengan satu hentakan penuh menghujam panggulnya ke arah bawah….

Sang siluman bisa melihat bagaimana nafas sang gadis memburu cepat, keringat dingin membasahi tubuh yang menegang itu…. Ia sama sekali tak berani menyentuh sang gadis yang bergetar, mengejang-ngejang di atas tubuhnya… Ia membiarkan sang gadis sampai akhirnya tubuh itu melemas, jatuh ke pelukannya, menangis….

“Sakit, Kaaaannnggg…..” katanya sambil terisak…. “Jangan gerak ya, Kang…. Sakit banget….” katanya lagi masih terisak menahan sakit dan perih, masih dengan pinggul yang gemetar, pinggul yang kini melekat di selangkangan sang siluman dengan sempurna…

Keduanya diam, sang siluman memeluk sang gadis, membiarkan nya terisak sampai akhirnya ia bisa merasakan bagaimana sang gadis menjadi semakin lemas, dan isak tangisnya lemah dan kemudian…

Hening….

****

Sang gadis terbangun dari pingsanya… Sang siluman masih memeluknya dengan penuh kasih sayang, ia juga merasa kalau penis sang siluman sekarang layu dan terlepas dengan sendirinya dari dalam vaginanya…

Mengelap matanya namun tetap dalam pelukan sang siluman…

“Mulai sekarang, jangan ditahan lagi ya Kaaang…. Tapi tolong… Pelan-pelan, yaaa… Punya Akang bener-bener gede banget….”

Sang siluman memandang penuh kasih pada gadis dipelukannya, mengusap punggungnya dengan lembut…. Membiarkan sang gadis untuk kemudian memejamkan matanya lagi di atas dada sang siluman…

****

Minum, Jan…. Kata pemuda itu mengangsurkan ramuan pada sang gadis yang mendudukkan dirinya, di ranjang, menerima ramuan dari sang siluman yang tak lama membuat dirinya terasa segar…

Sang siluman berlutut dengan sebelah kaki mencium kening sang gadis…

Kemudian, setelah ramuan itu habis, sang siluman dengan sabar menyuapi sang gadis, yang sedikit demam karena kemarin dirinya sama sekali belum makan, dan angin dingin yang menerpa tubuhnya ketika ia mempersembahkan dirinya seutuhnya, dengan kare daging dan kentang yang sangat menggugah selera…

“Akang ngga makan…?” tanya sang gadis, setelah mengunyah suapan sang siluman…

Sang siluman menundukkan wajahnya sambil, mengaduk kare danging dan kentang

“Aku ngga akan makan kalau akang ngga makan….” katanya tegas…

Jan… kamu ingat kan aku bilang kalau aku ngga bisa makan makanan seperti ini kalau aku dalam kondisiku sekarang ini….

“Aku mau akang juga makan…”

Pasti, Jan… aku pasti makan….

“Di depan aku…!”

Sang siluman terdiam…. Lalu dengan mematap dengan pasti pada sang gadis, ia berkata… Jan… Sesudah kamu sehat aku akan makan di hadapanmu... Sekarang… Makan ya….

****

Janice terkejut ketika sang siluman mendadak meraung seperti kucing yang terkejut, lalu meloncat bangun…

Hari masih tengah malam…

Dengan apa yang ditangkap sang gadis bagai gerundel kesal, sang pemuda bergegeas ke luar kamar, malah terdengar pintu depan pondok yang ditutup sedikit keras….

Sang gadis bingung, dengan apa yang terjadi sebelum ia merasakan lelehan yang agak kental mengalir ke luar dari dalam vaginanya…

Sang gadis tak dapat menahan senyumnya, sebelum ia membuka peti kain sang siluman, mengambil lembar handuk kecil, melekatkannya ke vaginanya yang melelehkan darah, lalu mengambil sebuah kain yang lain dan membuat cawat dari kain itu….

Perasaan sayang semakin muncul di dalam diri sang gadis melihat bagaimana siluman itu begitu memperhatikan hal kecil bagi dirinya…

Walau sosoknya tidak nampak selama beberapa hari, atau ia rasa mengawasinya dari kejauhan, namun sang gadis selalu mendapati tumpukan jerami-jerami baru tiap hari untuk mengganti alas tidurnya, juga sayur-sayuran, buah-buahan, bahkan daging selalu ada di dipan untuk digunakannya…

Sang gadis memastikan kalau sang siluman tidak ada di sekitar pondok… Lalu ia bergegas ke bagian belakang pondok, dekan bilik mandi, ia lalu membuat setumpukan batu, menyusun kayu, dan menyalakan api…

Ia mungkin seorang tomboy, tidak senang bergaul, anomaly… Namun bukan berarti ia tidak tahu bagaimana merawat diri sebagai seorang wanita… Semua informasi, tips dan tricks untuk merawat tubuhnya, dirinya, merawat daerah kewanitaannya, seperti saat ini ketika dirinya, mengenakan sarung sambil mengangkangi asap ramuan yang merupakan spa bagi vaginanya…

Juga ketika dirinya, setelah mandi, mengoleskan ramuan jelly buatannya sendiri, berdasarkan jenis jenis tanaman yang dipelajarinya dari sang siluman…

****

Sang gadis bisa melihat siluman itu mondar-mandir gelisah di tepi hutan yang membatasi hutan dan area pondok mereka…

Tersenyum simpul, sang gadis berseru… “Kaaaanngg….!”

Seperti anak yang pura-pura sebal, namun dalam hatinya kegirangan, siluman itu bergegas menuju ke arah pondok, sampai harus di ingatkan sang gadis, dengan kejahilannya, untuk membasuh kakinya di tempat air di dekat tangga, sebelum bergegas naik ke dalam pondok…

Sang siluman melihat kalau sang gadis kini sedang menggodanya, ketika sambil berjalan mundur, mengigit jari telunjuknya sendir sambil tersenyum, wajah bersemu merah, masuk ke dalam kamar…

Dan ketika dirinya menyibakkan tirai….

“Akang suka….?” tanya sang gadis, duduk di tengah ranjang, ke dua tangan menyiku menumpu di belakang tubuhhnya , kaki kirinya terulur, kaki kanan menekuk, mengepit paha kirinya…. Menggigit bibir bawah penuh nafsu ketika ia melihat sang siluman menjilat bibirnya, sambil melepaskan celana yang dikenakannya…

Sang gadis mendesah keras, mengerang… Hidung sang siluman menempel erat, menghirup dengan dalam aroma ramuan di vaginanya yang kini juga bersih dari rambut pubis…

Dan menilai dari semangatnya sang siluman mejilati vaginanya… Sang gadis tahu kalau perawatan yang dilakukan untuk dirinya, disukai pejantannya yang kini bersiap untuk memberi kenikmatan yang diinginkannya setelah hampir satu minggu keduanya tidak sedekat ini…

“Enak, Kang….? Akang suka suka…? Nggghhhh….” Tanya sang gadis di sela desahannya, erangannya yang masih menahan ngilu demi merasa ujung penis yang saat ini menyundul-nyundul ujung cervix nya…

Aku suka, Jan….Nggghhhh, aku suka…. Katanya sambil menyentak-nyentakkan pinggulnya, mendesak-desakkan penisnya, memberikan kenikmatan bagi ke dua kelamin yang menyatu itu…

Lalu dengan satu balikan, Janice kini menelungkup di atas kasur jerami itu, dua tangan terulur ke depan, posisinya bersujud dengan buah pantat yang mencuat ke udara…

Mata sang siluman dapat melihat lelehan cairan yang membasahi labia sang gadis, meleleh jatuh ke seprei di bawahnya, dan sebagian meleleh di paha dalamnya… Denyut vagina itu semakin jelas ketika wajahnya mendekati lubang kenikmatan sang gadis yang langsung mendesah keras ketika kembali lidah kasar sang siluman menjilat habis cairan di labianya, lidah itu juga menusuk-nusuk masuk sejauh yang ia bisa ke dalam lorong vaginanya…

Sang gadis mengepalkan tangannya yang masih terulur kedepannya, ia menggigit gigit bibir bawahnya…

Ia merasa ujung penis sang siluman sudah bersiap untuk menghujam dirinya….

“NNNGGGGAAAAAAHHHHHHH!!!!!!!” Erang sang gadis…. Ia bisa merasa kulit selangkangan sang pemuda menghantam bulatan pantatnya….

“IYAAAAHHHH…! IYYYAAAAAHHHH….! IIYYYAAAAAAHHHHHH…..!!!!!” Jerit sang gadis, terguncang-guncang dalam posisi face down ass up… Dengan rasa ngilu yang kini malah menambah gelombang demi gelombang kenikmatan yang dirasakannya sendiri…

Beberapa artikel berkata kalau salah satu posisi yang paling kurang romantis adalah posisi seperti yang dijalaninya seperti ini, karena menurut artikel itu mereka tak saling bertatap muka…

Namun apa artikel itu menjelaskan bagaimana penis besar sang siluman itu menyebabkan clitoris nya tertarik, terdorong, tergesek, tergosok… Bagaimana penis itu stretched vaginanya sampai maximal, bagaimana gerinjal urat-urat itu membuat dinding vaginanya merasa sangat-sangat sensitive… Bagaimana ia bisa merasakan cairan kenikmatan seakan tak berhenti mengalir dari dalam vaginanya….

Terlebih, sang penulis artikel tentu tak merasakan keseksian yang dirasaknannya ketika saat ini, sang siluman menariknya sampai terbangun, membuat punggungnya menempel di dada bidang sang siluman… Bagaimana kini tangannya menjangkau kepala sang siluman, memagut, well… saling menjilat lidah…

Betapa sesak vaginanya…. Demi merasakan hentakan pinggul sang siluman yang membuat sang gadis terlonjak-lonjak di atas hujaman penis yang kini menjarah sampai masuk ke dalam rahimnya…

Cervix…? What Cervix? Sekarang ini ia sudah begitu lemas karena multiple orgasm yang menghajarnya…

Ia kini kembali terlentang di atas pembaringan, Dirinya hanya merasa pasrah, sambil meremasi dadanya dengan lemah, sementara tubuhnya terguncang-guncang dengan lebih kuat, lebih cepat…. Pahanya sampai mulai terasa cramp karena meregang sangat lebar, menahan hentakan selangkangan sang siluman di selangkangannya sendiri… Begilu lemasnya dirinya, bahkan ia tak sanggup lagi menahan kakinya untuk tetap melingkari pinggang sang siluman…

Orgasme kembali melanda dirinya seiring semburan sperma kental, panas, seperti semburan mobil anti huru hara, yang seakan memenuhi rahimnya… Bahkan kini sampai menyembur-nyembur ke luar dinding vaginanya seiring desakkan demi desakan penis yang bergetar-getar itu di dalam vaginanya….

Janice mengusap wajah sang siluman dengan wajah penuh rasa terimakasih dan kenikmatan pada sang siluman yang kemudian menangkap sebelah tangan sang gadis, dan menciumi tangannya, pergelangan tanga itu, sebelum ia kemudian menempelkan bibir nya ke dahi sang gadis… Terdekat yang ia bisa dari kecupan di kening, yang bisa ia berikan pada sang gadi…

“Kaaannnghhhh… Jangan di tarik… Periiihh….” desah sang gadis menahan pinggul sang siluman yang hendak membalik tubuhnya, bahkan setelah menyemburkan seluruh isi scrotum nya, penis itu masih cukup keras untuk membuat dinding vagina sang gadis yang masih sangat sensitive tak bisa menerima lebih banyak gesekan…. setidaknya untuk saat ini…

"Kaaaangghhh… Aduuuhhhh… Ngiluuuuuu… Jangan di jilaaaattthhhhh…..” Kata Janice sambil menggelinjang,bergetar bahakan sampai terkencing-kencing ketika sang siluman, setelah penisnya cukup mengecil sehingga ia bisa menariknya tanpa membuat sang gadis kesakitan, lalu bergerak cepat menempelkan mulutnya ke bibir vagina yang masih menumpahkan sperma yang tak dapat tertampung di sana, dan mulai menjilati lubang yang baru saja memberinya kenikmatan penuh… dan ia merasa cara untuk berterimakasih, adalah dengan menjilati vagina yang sudah bekerja sangat keras untuk memberi kenikmatan pada dirinya…

“Iiiihhh… Akang jahil….” Kata sang gadis, berbaring lagi di dada sang siluman, mencubit perut pejal itu dengan gemas….

Kamu suka, Jan….? Tanya sang siluman, dengan mimik yang seperti senyuman, membuat sang gadis makin merasa malu, membenamkan wajahnya di rusuk sang siluman, menggigit kulit sekitar rusuk itu dengan gemas…

“Suka banget….” Katanya malu-malu karena benar-benar merasa sangat dihormati, dihargai oleh sang siluman, yang tidak begitu saja meninggalkannya sesudah mengisi rahimnya sengan sperma, namun memberikan aftercare dengan jilatan yang diberikan siluman itu, membersihkan bagian tubuhnya yang paling intim dari lelehan sperma yang disemburkannya, yang meleleh-leleh, di bagian selangkangannya yang kini sudah sangat bersih, bahkan sampai ke lubang anusnya yang terkena lelehan, terutama vagina yang sudah mendapat kenikmatan tersendiri dari penis perkasa yang kini lemas, namun belum sepenuhnya mengecil itu….

Rasa dihargai, diperlakukan sebagai seorang putri kembali dirasakan oleh sang gadis, ketika tak lama setelah persetubuhan penuh birahi itu, sang pemuda membawakan sebuah basin berisi air ramuan yang nampak mengepulkan asap, juga sebuah cangkir berisi ramuan penyegar yang biasa diminumnya. Rasa itu bertambah ketika kini, sang gadis tanpa sadar meneteskan air mata tanda terimakasihnya, sambil bertelungkup di atas kasur, ia bisa merasakan hangatnya air ramuan itu diusapkan ke sekujur tubuhnya, membuat dirinya kembali merasa nyaman…

Usapan sang siluman sama sekali tanpa nafsu birahi, sebaliknya, usapan itu bagai seseorang yang sedang membersihkan porcelain yang sangat langka, sangat berharga…

Perbuatan sang siluman menambah rasa tersanjung sang gadis, membuatnya makin dapat menerima sang siluman di dalam hatinya….

****

Keduanya keluar dari dalam sungai, sekujur badan basah kuyup setelah berendam di sungai itu, dan melakukan lebih dari sekedar berendam….

Sang gadis tersenyum merasakan keperkasaan mahluk itu yang selalu memberinya kenikmatan demi kenikmatan pada dirinya…

Setelah sang siluman membantu sang gadis mengeringkan tubuhnya, dan berpakaian… Sang pemuda beranjak dari tepi sungai sementara sang gadis membuat api unggun di sana, dan membereskan tetumbuhan ramuan yang sebelumnya mereka cari, sebelum mereka berhenti di sungai itu, menikmati sejuknya air… dan kehangatan persetubuhan mereka di sana….

Gadis itu meraskan kalau vaginanya kembali basah….

Sang gadis tersenyum melihat sang pemuda membawa dua ekor hasil buruan yang kulitnya sudah tak ada lagi di tubuhnya, namun ia bisa mengenali tubuh dua ekor kelinci yang akan mengisi perut lapar mereka… Yang kulitnya yang ia tahu segera akan menjadi pelindung kakinya….

Yang ia kagum dari sang siluman ialah ia tetap tak mau membiarkan dirinya melihat proses penyembelihan hewan-hewan itu, ia selalu datang dengan hewan yang sudah dikuliti…. Itu yang membuatnya selalu mencium bibir sang siluman, setiap ia datang membawa bahan makanan hewani ke pondok mereka…

Pondok mereka…. Sang gadis mengulum senyum mendengar dirinya sendiri menggumakan dua kata itu…

Siluman itu lalu duduk di atas batu di hadapan sang gadis dan mulai membakar seekor kelinci , yang sudah dibersihkan dari segala jeroan, di atas api yang tadi dibuat sang gadis…

Sang siluman menepati janjinya, dan Janice menyaksikan sendiri bagaimana mahluk itu mengunyah habis daging kelinci mentah yang menjadi bagian nya… melihat mulut sang siluman belepotan darah sang kelinci, melahap habis isi jeroannya, menyisakan beberapa potong tulang….

Sang siluman terkejut ketika sang gadis meyerbunya, membuatnya terdorong ke atas tanah becek tepi sungai itu…

Ia bisa melihat nafsu membara dari sang gadis yang lalu tanpa jijik memagut mulutnya yang berepotan darah…. Sebelum menghentak-hentakkan pinggulnya, mengocok penisnya dengan vaginanya yang sangat basah, yang memberi remasan erat di batang kejantanannya….

Ia bisa melihat betapa bernafsunya sang gadis, memainkan lidahnya di seputar bibirnya yang kini juga belepotan darah… Sepertinya basic instinct sang gadis yang melihat alpha male yang mengunyah korban buruan membuat dirinya menjadi semakin birahi….

Tersenyum geli, keduanya kembali membasuh diri mereka yang belepotan tanah tepi sungai, lalu setelah merapikan diri, mereka kembali berjalan ke pondok…. Bergandengan tangan… Penuh kasih, dan kepala sang gadis bersandar di tangan kekar yang menjadi pelindungnya…

****

Kakek tua penjual jagung itu menatap sedih ke arah punggung pemuda berpakiaan hitam, yang melangkah ke arah kampung…

Pasangan yang sedang dimabuk asmara jelas tidak akan mengindahkan semua peringatan yang diberikan…

“Bar…. Sebaiknya jangan diteruskan…. Ingat…. Alam kalian berbeda….” Katanya dengan penuh kasih menasihati pemuda, yang duduk…. diam menatap tanah…

“Akan ada kesedihan besar kalau kalian tetap meneruskan hubungan ini….” Kata kakek itu lagi, menyiapkan beberapa jagung mentah yang dipesan oleh sang pemuda yang akhirnya dengan kekalutan di wajahnya meninggalkan sang kakek, kemudian membeli beberapa keperluan lainnya sebelum kembali berjalan ke arah kampung…. Lalu terus ke arah lebatnya hutan….

****

Sang gadis sedikit bingung dengan rutinitas baru yang dijalaninya dengan siluman itu…

Sang siluman kini seakan lebih fokus untuk melatihnya untuk bersiaga dalam segala kondisi, mengajarinya cara berburu yang benar, membela diri jika terdesak, bahkan menambah pengetahuan mengenai ramuan dan tanaman

Sang siluman juga mengajarinya navigasi di tengah malam paling gelap di dalam hutan itu, bagaimana mengenali tanda-tanda adanya jebakan, atau bahkan bagaimana membuat jebakan, Ia juga mengajari sang gadis untuk dapat mengenali tanda-tanda yang diberikan hewan-hewan yang jelas lebih sensitive dan memiliki instinct yang lebih tajam akan adanya bahaya…

Ketika ia menanyakan maksud sang siluman mengajari ini semua, ia hanya mendapat jawaban…

Hampir badai, Jan… Kita harus bersiap….

Sang gadis sama sekali tidak mengerti apa maksud perkataan siluman itu, bagaimanapun ia memaksanya memberi tahu kamsud perkataannya…

Namun, yang jelas… Semua kepenatannya, keletihannya, rasa penasarannya dibayar sang siluman dengan memberikan pijatan, dimulai dari pijatan biasa, lalu pijatan sensual

Dan…. Gelombang orgasme yang tak berkesudahan yang membuatnya, sangat, sangat lemas…

“Akang Jahaaat… Aku jangan dibikin lemes terus, atuuuh….” Desahnya penuh kenikmatan sebelum dirinya terlelap setelah orgasmenya yang entah keberapa kali malam dinikmatinya itu, dan aftercare treatment yang selalu diberikan sang siluman padanya…

****

Duh Gusti…. Batin kakek penjual jagung, ketika kepala dusun baru saja pulang dari gubugnya, menyampaikan kabar kalau rombongan pemburu yang biasa akan kembali datang dan meminta “berkah” agar selamat….

Ia kemudian masuk ke dalam sebuah bilik kecil di dalam gubugnya, lalu duduk bersila di depan meja kecil penuh dengan sesajen.

Kakek itu lalu membakar dupa, menabur kemenyan di atas anglo kecil, lalu merapal mantra….

****

“Sembah hormat, Prabu….” Kata sang kakek, sambul menyilangkan tangan di dada dan membungkuk demi melihat sosok bayangan kepala harimau yang muncul di antara kepulan asap dupa dan kemenyan yang memenuhi bilik kecil itu…

Karta… jawab sosok itu, membalas pada sapaan hormat kakek tua di hadapannya… Kenapa kamu memanggil aku…

“Maaf, kalau hamba mengganggu, Prabu…. “

Bardian…? Tanya sosok itu, jelas mengetahui tujuan sang kakek memanggil dirinya… Dia sudah memutuskan…. Ini bukan kesalahanmu, Karta…. Kamu sudah berusaha memperingatkannya… Lanjut sosok itu…

Sang kakek menghela nafas… Masih ada yang mengganjal dirinya…

Aku tidak akan membiarkan jiwa tak berdosa menjadi korban, Karta…. Sosok itu mengetahui isi hati sang kakek yang terdalam… Dan kamu akan menyelamatkan dia… Lanjut sosok itu yang membawa kelegaan pada sang kakek, yang langsung kembali membungkuk, berterimakasih atas bimbingan sang Prabu yang menghilang dari kepulan asap dupa dan kemenyan….

****

“Mudah-mudahan kita bisa beruntung seperti perburuan terakhir, ya…. Hihihi…” Kikik sang psycho sambil duduk bersila di ruang tengah gubug sang kakek….

“Tommy…!” Sergah Harry, menjaga mulut teman seperburuannya itu... Edo dan Bardian memandang sengit kepada sang psycho yang akhirnya menahan kikiknya, demi melihat sang kakek ke luar dari dalam bilik, membawa anglo yang mengepulkan asap.

Kini membentuk lingkaran, sang kakek merapal mantra sementara ke empat orang lainnya mengulurkan tangan kanan mereka , saling memegang pergelangan tangan, membetuk bujur sangkar di atas kepulan asap anglo.

Dan sementara sang kakek terus merapal manta, ketiga pemburu itu melihat tubuh Bardian mengeluarkan pendar berwarna oranye terang sebelum sinar itu merayap melalui tangan sang pemuda, menuju tangan mereka, lalu mereka melihat sinar itu memmbentuk gelang yang berpendar halus berwarna oranye di pergelangan tangan mereka…..

Sang kakek selesai merapal mantra, lalu memandang ke arah Harry, sang pemimpin perburuan…

“Ingat syaratnya…” Katanya, yang diikuti anggukan tanda mengerti dari lelaki yang tak lama mengikuti ke dua rekannya yang sudah terlebih dahulu ke luar gubug…..

****
“Terimakasih untuk semuanya, Ki…” Katanya sambil memenangkupkan tangan dan membungkuk memberi hormat pada sang kakek, yang meletakkan sebelah tangan keriput itu di bahu sang pemuda, yang kemudian pamit untuk memandu para pemburu itu…

****

Sang kakek kemudian kembali bersila di depan anglo, setelah rombongan itu pergi menjauh dari gubugnya…

Sejenak tepekur di hadapan anglo, sang kakek tersadar demi melihat asap anglo mendadak menebal…

Karta….. Suara menggem Sang Prabu mengisi gubug sang kakek, yang segera menunduk memberi hormat...

Sudah waktunya.Katanya sebelum menghilang dalam asap yang menebal…

Sang kakek mencondongkan wajahnya ke atas kepulan asap, dan menghirup uap dupa dan kemenyan itu dalam-dalam…

*****

Jantung sang gadis berdebar dengan sangat kencang… Sepanjang pagi itu ia merasa sangat gelisah, seperti akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi…

Mencari kesibukan untuk menenangkan diri, sang gadis memutuskan untuk memeriksa perangkap yang mereka bangun untuk mencari bahan makanan dan mencari tanaman untuk dibuat menjadi ramuan…

Mendadak hutan itu menjadi sunyi…

Kabut pekat yang mendadak menyelimuti membuat sang gadis sedikit terkesiap….

Ini bukan kabut biasa yang selalu datang dan memberi warna sendiri di dalam kehidupannya bersama sang siluman…

Kabut yang membuatnya tersesat, berputar-dan berputar…

Pengalamannya terjebak itu membuatya sangat benci dengan kabut ini… Karena usahanya untuk menjauh malah berujung kembalinya dirinya ke tempat yang kini justru menjadi tempat tinggalnya

Namun kini, mengenal kabut itu, sang gadis malah menjadi tenang… Kembali berjalan, berhati-hati, dengan hati yang sedikit tenang,g gadis mencari tanda-tanda seperti yang pernah diajarkan sang siluman kepadanya karena yakin kalau kabut itu akan membawanya ke arah yang benar…

****

Kabut itu menipis…

Ia tahu kalau ia akan segera dapat mengenali lokasi sekelilingnya, dan ia akan segera kembali ke…

****

Suara keresek itu membuat ke empat lelaki di pondok berbalik….

Tiga kokangan senjata terdengar bersamaan, ketiganya mengarah ke sumber suara….

****

Gerakan cepat Bardian membuat peluru yang melesat dari laras senapan sang psycho hanya meneyerempet pipi sang gadis yang membeku tak percaya melihat apa yang ada dihadapanmnya

“Tidak boleh membunuh manusia di hutan ini!” Bentak Bardian pada sang psycho yang memandang ke arah sang pemandu dengan kebencian yang amat sangat.

“TIDDAAAAAKKKKKK!!!!!!” Jerit sang gadis demi melihat bilah parang tajam itu menonjol dari punggung Bardian

“Aku tidak lihat manusia…!” Kata sang psycho di telinga Bardian yang nampak tak percaya demi merasakan parang tajam sang psycho menembus tubuhnya…. “Aku lihat… binatang…” kata psycho itu lagi sambil menarik parangnya dan mendorong pemuda itu mereka dengan kakinya, hingga pemuda itu jatuh terjengkang ke atas tanah.

Empat gelang di tangan mereka pecah…. Sumpah sudah dilanggar…

“TOMMY!” sergah Harry yang sama terkejutnya dengan kenekatan rekannya yang mengebaskan darah dari parangnya…

Suara sang psycho berubah menjadi garang…. “Dia selamatkan anjing betina itu… Sekarang, kita habisi anjing itu, atau kita semua masuk penjara!” katanya dengan suara yang kini menggeram, sambil berbalik melihat ke arah di mana tadi sang gadis berada…

****

Janice berlari sekuatnya… Jantungnya berdetak cepat… Trauma itu menyerbunya kembali…

Pelecehan yang mereka berikan padanya di danau…

Penyiksaan selama berjalan ke pondok bahkan selama dipondok berburu terkutuk itu

Perkosaan….

Ia terus berlari, dengan air mata yang membanjir di pipinya

****

Beberapa kali peluru-peluru yang ditembakkan, yang diikuti suara gemeresek para pengejarnya, nyaris mengenai dirinya, namun sang gadis tak menghentikan larinya…..

Terlebih karena para pengejarnya jelas tak akan membiarkan dirinya begitu saja…

Dan ia tak ingin psycho itu menyentuh dirinya lagi….

****

Sebagai pemburu, mereka tahu kalau sang gadis menuju ke arah yang salah ketika mereka melihat gadis itu berlari ke arah jalan yang menanjak di sisi tebing itu…

Walau menanjak, mereka sadar kalau jalan itu pada akhirnya akan membuat gadis itu terjebak….

****

Sang gadis mengerem larinya….

Ia juga tak mengerti mengapa ia memilih lari ke arah tebing itu…

Ia berbalik…

****

Ketiganya menyeringai memuakkan demi melihat sang gadis membuat kuda-kuda seperti seorang petinju yang siap bertarung sementara mereka mendekatinya dengan langkah perlahan, namun penuh kehati-hatian.

Bahkan Janice dapat melihat gesture menjijikkan sang psycho yang memainkan lidahnya bagai sedang melakukan cunnilingus…

Bulan purnama berwarna merah darah bersinar di belakang punggung sang gadis semakin meninggi, dan menyirani ketiga pemburu yang mendekatinya penuh kemanangan…

Ketiga pemburu itu mendadak jatuh ke tanah, Edo menelungkup menggeliat-geliat kesakitan, Harry berlutut di kedua kakinya, tangannya menekap perutnya, sementara sang psycho juga terjatuh di kedua lututnya, kedua tangannya mencengkram wajahnya…

Ketiganya melolong ke sakitan, mnecakari tubuh mereka…

Mata sang gadis membelalak tak percaya…

Tangan ke tiganya menggaruk-garuk tubuh mereka dengan kasar, dan bukan seakan-akan, tapi merreka benar-benar mencabik kulit tubuh mereka sambil meraung kesakitan…

Sang gadsi juga bisa melihat tubuh mereka perlahan membesar, sehingga pakaian mereka tercabik cabik tak bisa menampung perubahan tubuh mereka…

Janice jatuh terduduk di tanah, bergisut mundur sampai trerpojok ke bibir tebing….

Seekor siluman binturung sebagai ganti Edo, siluman gorilla sebagai ganti Harry, dan….

Lolongan panjang seekor serigala berdiri di posisi sang psycho…

****

Janice menendang-nendangkan sebelah kakinya yang bebas, memukul-mukul sebisanya, ketika dengan satu sergapan, siluman serigala itu menangkap kakinya, dan menariknya ke arah mereka…

Janice memalingkan wajahnya dengan jijik tak rela melihat wajah serigala itu begitu dekat dengan wajahnya. Ke dua tangannya dicekal ke tanah oleh siluman serigala yang memamerkan gigi geligi tajam yang menghiasi mulutnya.

Dan kejijikannya bertambah ketika serigala itu menjilati wajahanya, lehernya… liur siluman serigala itu bercucuran bagai anjing rabies

****

Mendadak cekalan di tangannya terlepas….

Terjadi keributan di antara ketiga siluman itu…

Ketiganya saling menyalak, menggeram, berebut siapa yang pertama yang akan menikmati tubuh sang gadis merayap cepat menjauhi ketiganya, walau satu-satunya arah adalah kembali ke tepi tebing itu…

Sejenak sang gadis berharap ketiganya saling membunuh, namun harapannya tak lama, ketika siluman gorilla itu menegakkan badannya dan menabuh dadanya bagai genderang dan menyalak ke arah kedua siluman lain yang mendengus kesal, namun akhirnya menuruti komando gorilla itu…

Ketiganya kini memandang ke arah sang gadis yang undur sampai sekali lagi terpojok ke tepi tebing…

Sang gadis menutup matanya, sebelah tangan terangkat seakan memblok sang serigala yang melolong ke arah bulan merah itu sambil mengambil ancang ancang…

****

Auman dan dengkingan menyatu…

Janice membuka matanya…

Bardian yang kembali dalam sosok silumannya, melompat dan menerjang sang serigala tepat di saat mahluk itu melompak hendak menerkam dirinya…

Sang harimau hampir saja membenamkan taringnya ke leher sang serigala ketika gorilla dan binturong itu menyerbu sang harimau, membuatnya melepaskan terkamannya di tubuh sang serigala, dan kini melawan dua siluman lainnya…

Janice hanya bisa bersembunyi di belakang sebuah batu yang tidak terlalu besar, jalan nya tertutup perkelahian ke empat siluman itu…

Dengkingan, auman, geraman, saling bertumpukan dengan suara hantaman, pukulan cabikan terdengar jelas ketika sang gadis melihat bagaimana sang harimau menghalau serangan demi serangan tiga siluman lainnya…

Pada awalnya sang harimau bisa menguasai keadaan, namun tak lama karena kini tiga lawannya mulai mengetahui kalau mereka harus bekerja sama untuk mengalahkan harimau itu…

Maka kini nampak keadaan mulai berbalik, sang harimau mulai terdesak dan mendapat sejumlah luka luka tambahan yang memperparah luka bekas tikaman sang serigala sebelumnya, yang masih belum menutup dengan sempurna.

****

Lemparan batu itu mengenai wajah sang serigala, tepat ketika ia hendak menghujam jantung sang harimau dengan kuku kuku tajamnya, ketika sang harimau tergeletak di tanah, dengan kaki sang gorilla di lehernya, dan sang binturong mencekal lengan kanannya ke tanah…

Serigala itu kembali memamerkan geligi tajamnya sambil menggerendeng kesal ke arah sang gadis yang berdiri menantang dengan sebuah batu lain tergenggam di tangannya..

Sang serigala memandang bergantian ke arah sang harimau dan sang gadis…

Suara yang seperti tawa terlontar dari mulut sang serigala…

****

GROAAAAAAAAAARRRRRR!!!!!

Suara raungan itu terdengar sangat memilukan ketika sang harimau yang dalam kondisi masih tercekal melihat bagaimana Janice, sedetik sebelum serigala psychopath itu menyentuh tubuhnya, menjatuhkan diri ke dalam jurang, membawa sang serigala bersamanya karena mahluk itu tak dapat mengentikan lompatannya ketika menerjang dengan deras tadi…

Kemarahan sang harimau begitu mengerikan…

Seakan mendapat kekuatan dari kesedihan yang dirasakannya, bahkan membuat sang gorilla terkejut ketika sang harimau menyetak kakinya yang menekan leher sang harimau, hingga ia terjengkang…

Siluman binturong itu jelas tak bisa berbuat bayak ketika sang harimau menyerangnya, menangkap kepalanya dan menghantamkannya dengan keras ke batu besar yang ada di sana sampai kepalanya pecah.…

Sang gorilla jelas tak menyerah begitu saja, kembali ia menyerang sang harimau…

Cukup seru mereka bertarung, saling menghajar, mencakar, menendang…

Namun walau bagaimana juga, harimau yang terluka jauh lebih berbahaya, dan harimau bagamanapun juga adalah raja rimba…

Dan ketika taring sang harimau menacap di vocal cord sang gorilla, dan mencabiknya dengan kuat, semuanya berakhir…

Sang harimau terjatuh di kedua lututnya, menegadah ke arah langit dan meraung sekuatnya….

****

“Kaaanggg…..”

Sang harimau terkejut mendegar suara lemah dari tepi jurang, bergegas melompat ke asal suara dan mendapati sang gadis berprgangan ke sebuah akar kayu yang menjulur di sana..

Bergegas harimau itu menarik tangan sang gadis, mengangkatnya ke atas tebing, dan merima bobot tubuh sang gadis di atas tubuhnya ketika dengan tarikan akhir keduanya terjatuh ke atas tanah di tepi tebing itu…

Keduanya beridam diri, membiarkan detak jantung mereka mereda sebelum akhirnya sang gadis menggeserkan tubuhnya dari atas tubuh sang harimau yang tak lama juga berusaha bangkit…

Dengan tubuh terhuyung, keduanya berdiri, tangan sang gadis meraih kepala sang siluman, dan keduanya saling menyentuhkan dahi, dengan bulan merah yang meninggi dan menyinari ke duanya..

****

ARRRGGGHHHH!!!! Raung sang harimau ketika entah dari mana serigala psycho itu melompat ke punggungnya, menghujam taringnya ke pangkal leher sang siluman dan mencabiknya dengan satu gigitan utuh…

Sang harimau langsung mendorong Janice hingga terjengkang agak jauh dari mereka sementara ia menghadapi serigala yang nampak jumawa itu, demi melihat sang harimau terjatuh bertumpu dengan lututnya, tangan kirinya nya memegang luka di pangkal lehernya, yang membuat lengan kanannya lunglai…

Ujung bibir serigala psycho itu tertarik sehingga seakan tersenyum menyebalkan sebelum mengarahkan pandanganya ke arah sang gadis, dan melompat untuk menerkam gadis itu..

KAAAIIIINNGGGG!!!!!

Serigala itu mendengking…

Melupakan sang harimau yang dianggapnya tak bisa bergerak, ia melompat ke arah sang gadis, menerkamnya, namun tangan kanan yang lumpuh bukan berarti tangan kirinya sama lemahnya..

Dengan gerakan sigap, harimau itu mencengkeram ekor sang serigala dan menariknya, membatingnya ke tanah sambil melompat, kuku kakinya menacap ke punggung sang serigala…

Dan lolongan kesakitan terdengar ketika sebagai pembalasan, sang harimau menggigit tengkuk sang serigala yang mendengking-dengking kesakitan sambil mencakar-cakar berusaha melepaskan diri…

****

“TIDAAAAAAKKKK!!!!!” Teriak Janice berlari ke arah tebing…. Ia hanya bisa melihat tubuh kedua siluman itu yang jatuh ke dalam jurang, sebelum tertutup kabut pekat di sana…. Suara raungan, lolongan perkelahian kedua siluman samar terdengar semakin sayup dari balik kabut yang semakin tebal, naik ke bibir tebing, sebelum kini menutupi dirinya…

****

Mendadak, dalam kabut yang mulai menebal menyelimutinya...

Namun dalam pekatnya kabut, sang gadis masih dapat melihatada sosok pudar seorang yang nampak sudah tua dengan cahaya oranye berpendar redup melingkupi sosok itu, melayang di hadapannya…

Waktunya kamu pulang….

Terdengar suara dari cahaya oranye itu sebelum kabut itu seakan mendesaknya mundur dari ujung tebing, dan mengasurkannya menuruni jalan di tepi tebing itu…

****

Entah sudah berapa lama sang gadis berjalan, tubuhnya letih secara fisik dan psychology….

Ia tak lagi merasakan langkah kakinya, bahkan ia tak peduli kalau ia menysuri jalan atau tidak…

Matanya mengabur… Semuanya samar…. Berbayang…

****
 
Sinar mentari yang entah pagi atau sore hari yang membuat pandanganya kabur karena silau….

Ia hanya bisa melihat sosok-sosok yang sebagian menghindari dirinya, sebagian terkesiap…

Ia hanya pasrah… jatuh terduduk di tengah kampung …

Penduduk kampung sebagian ketakutan… Sebagian kini sudah membawa pentungan, bambu runcing panjang, celurit, parang…

“Siluman…!”

“Hantu…!”

“Jejaden…”

“Tangkap….!”

“Pasung….!”

“Arak….!”

“Bunuh…!”

Kata-kata itu yang mengelilinginya, membuatnya semakin pusing… pasrah dengan apa yang akan yang terjadi…

Ia bisa merasakan para penduduk desa, walau masih sedikit takut, mulai berani mendekatinya…. mengangkat senjata mereka….

“Berhenti….! Ini gadis yang hilang itu….!”

Sang gadis, mendengar suara seorang tua yang berdiri memunggunginya, menghadang orang-orang kampung…

“Ki… Lihat pakaiannya… Baju macan….” Sergah orang kampung yang ingin menangkap dirinya…

“Dia gadis yang hilang...! Ini Buktinya…” Mendadak suara orang itu menjadi lebih dalam dan tegas, mengangkat selembar flyer di hadapannya, membuat semua penduduk terdiam…

“Aku yang tanggung jawab!” katanya lagi dengan tegasyang membuat kumpulan penduduk itu mundur, memberi sinar mentari yang sempat terhalang kembali menerpanya…

Matanya kabur melihat sosok orang tua yang menolongnya sbelum akhirnya ia jatuh tertelungkup… Tak sadarkan diri….

****

Sosok tua itu nampak membungkuk di atas tubuh gadis yang sedang terlelap akibat obat bius… Mulutnya komat kamit, asap kemenyan di hembuskan ke wajah sang gadis yang sedang terlelap….

****

Sang gadis berteriak, terbangun dari mimpi buruk yang menyerangnya….

“Janice…! Kamu sudah sadar, sayang? Kamu ngga kenapa-napa?”

Sang gadis menarik nafas dalam-dalam, duduk tersandar di sebuah ranjang…. Ia melihat sekelilingnya… Ia mendapati kalau dirinya ada di dalam kamar dengan cat cream yang sudah cukup pudar…

Ia bisa merasakan jarum yang menembus punggung tangannya,

Dan….

“Mama….? Papa….?” Katanya tak percaya sambil merangkul kedua orang tuanya yang dengan wajah kuyu tanda kelelahan yang amat sangat, namun jelas nampak bahagia atas keselamatan putri mereka…

“I… Ini di mana?” Tanya sang gadis lagi… Memastikan kalau semua ini bukan mimpi…

“Ini di Puskesmas, Sayang…” kata mamanya, sementara sang ayah bergegas ke pintu, berseru memanggil perawat dan dokter Puskesmas yang kemudian bergegas masuk dan memeriksa kondisi sang gadis…

Tak lama, beberapa polisi dari Polsek setempat datang…

“Maaf, apa mBak bisa mengingat apapun selama mBak di salam hutan…?” Tanya salah satu anggota kepolisian pada sang gadis yang nampak berusaha sekuat tenaganya untuk mengingat apa yang terjadi…

Pertanyaan demi pertanyaan membuatnya pusing, bahkan sampai orang tuanya menyela para Polisi yang nampak begitu menekan sang gadis, bahkan terdengar seakan menuduh anak mereka sengaja melarikan diri di dalam hutan itu…

“Kehilangan memory adalah hal biasa bagi seserang yang mengalami trauma, Pak…” Kata dokter Puskesmas, mencoba memberi pengertian pada anggota kepolisian itu.

Para polisi itu masih nampak kurang puas… Ingin mengorek lebih dalam lagi…

Gadis itu menangis di dalam pelukan ibunya yang, bersamaan dengan sang ayah, memandang penuh amarah kepada personnel kepolisian itu… Karena mereka sama sekali tak melakukan banyak usaha ketia mereka melaporkan kehilangan anak mereka… Bahkan sudah berapa banyak dana yang mereka keluarkan untuk “membantu” pihak kepolisian, namun hasilnya nihil…

Kini, ketika anak mereka sudah kembali…?

“Ki Karta…?” kata seorang perawat, melihat sosok pemilik kedai kopi dan jagung rebus di terminal itu masuk…

Sosok nya yang tua dan renta mendekati keluarga sang gadis yang langsung berwajah cerah kembali…

“Terimakasih, Ki…. Aki sudah menolong anak saya…” Kata Ayah dan ibu sang gadis yang menggenggam erat tangan renta itu, tanda terimakasih mereka yang tulus…

Aki Karta lalu mendekati sang gadis…

“Neng ingat apa yang terjadi…?” katanya dengan lembut pada sang gadis…

“Saya beli kopi sama jagung di tempat Aki… pergi ke danau, berkemah…. Sesudah itu… Saya…. Saya… Kabut…. Gelap….” Kata sang gadis, berusaha sekuatnya mengingat ingat apa yang terjadi… Namun, cuma itu yang diingatnya….

Sang kakek kemudian mundur, lalu berkata sang gadis… “Cepat sembuh, ya Neng…”, lalu memandang ke arah orang tua sang gadis dan dokter yang ada di sisi ranjang sang gadis yang lain, dan bertanya… “Kapan Neng Janice di bawa ke Kota?”

“Ambulance sudah siap, Ki… Nona Janice sudah bisa di bawa ke kota…” Ujar sang Dokter yang nampak puas melihat wajah cemberut Polisi yang seakan mati kutu dibuat oleh ketegasan sang kakek…

****

Perlu waktu hampir tiga minggu di rumah sakit, sampai sang gadis benar-benar pulih secara fisik untuk diperbolehkan meninggalkan rumah sakit, dan masih perlu waktu sekitar beberapa bulan check up rutin dan konsultasi ke psychiatry untuk memastikan kalau sang gadis tidak mengalami trauma berkepanjangan..

Takut akan kehilangan putrinya untuk ke dua kali, orang tua nya memintanya untuk pindah dan kuliah di kota asal mereka, namun mereka pada akhirnya mereka harus tetap harus berkompromi dengan keteguhan hati dan pendirian sang gadis dalam keputusannya untuk mengambil jurusan yang akan ditempuhnya…

Jurusan yang diyakinininya akan memberi jawaban atas apa yang dialaminya selama hilang dalam hutan itu…

Ya… Ia masih ingat dengan sangat jelas….

****

“Jan…” Kata teman satu kelasnya ketika mereka sedang menanti dosen tamu matakuliah folklore, di jurusan anthropology yang kini ditekuninya..

Mata kuliah penghabisan di hari itu, yang dilangsungkan di penghujung senja.

“Katanya dosen tamu yang ini ganteng… Masih muda lagi…” kata temannya lagi, yang dijawab dengan senyum tipis sang gadis yang sama sekali tidak ambil pusing dengan iklan sang teman… Malahan dirinya kembali membaca literatur tentang legenda yang akan selalu terpatri di hatinya, pikirannya, yang tak pernah diungkapkannya pada psychologist yang berusaha mengurangi “trauma” yang menerpanya…

“Selamat sore semuanya…. Perkenalkan, saya…”

Seisi kelas terkejut ketika Janice meompat berdiri demi melihat sosok yang masuk ke dalam kelas..

Berpakaian rapi, dengan mengenakan blazer, kaus turtle neck, dan celana jeans… Dengan berewok yang ditata rapi, juga alis mata lebat yang dirawat dan rambut yang tersisir…

Tak peduli, sang gadis langsung menyerbu Bardian yang tersenyum ke arahnya dan menyambut sang gadis…

Seisi kelas langsung riuh dengan tepuk tangan, suitan, demi melihat kedua insan itu saling berpelukan…

Sang gadis menekap wajahnya ke dada sang pemuda yang memeluknya, air mata bahagia mengalir dari pipi sang gadis,

Wajah sang pemuda yang dagunya sedikit terdongak di atas kepala sang gadis, menandang ke arah projector screen yang tergantung di belakang sang gadis, memandang ke arah sosok pemuda yang masing-masing pergelangan tangannya terbelengu rantai kokoh, namun masih cukup untuk bergerak sampai batasan tertentu, dengan kondisi tubuh carut marut tak terawat, rambut gimbal, janggut berantakan, dan hanya mengenakan cawat penutup kemaluannya…

Pemuda yang kini menurukan wajanya ke samping kepala sang gadis, bersandar nyaman di bahu sang gadis yang masih memeluknya erat melihat ke arah pemuda yang menggedor-gedor tembok dimensi yang memisahkan dunia mereka, yang berteriak-teriak panik…

Senyum iblis terkembang di wajah sang pemuda yang memeluk Janice demi melihat mulut pemuda di balik tembok dimensi itu berteriak percuma…

JANICEEEE!!!I ITU BUKAN AKU!!!!! JANICEEEEE!!!!! TIDAAAAKKKK!!!!


TAMAT
 
Wow unik ceritanya. udah gitu detail banget. berasa baca novel :D

utk SS nya ane krg suka, mungkin karena emg bukan pecinta genre hardcore gini. hehe. no offense ya bro. tapi overall bagus koq.
Ane kirain Beastnya kyk di KBB. Ternyata emang beneran Beast. haha.
:beruang:

terus berkarya suhu
 
Terakhir diubah:
Wow unik ceritanya. udah gitu detail banget. berasa baca novel :D

utk SS nya ane krg suka, mungkin karena emg bukan pecinta genre hardcore gini. hehe. no offense ya bro. tapi overall bagus koq.
Ane kirain Beastnya kyk di KBB. Ternyata emang beneran Beast. haha.
:beruang:

terus berkaya suhu
Thanks for dropping by, bro..
 
endingnya masih bingung dgn dosen ganteng yg ternyata bkn badrian...
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd