Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Bidadari Badung

Status
Please reply by conversation.
PART 3 - EXHIBITIONIST

Happy Reading

Aku baru mengetahui tentang anak - anak majikanku dari PakDe barusan. Anak pertama namanya Vivi, umurnya 20 kuliah semester 4. Anak kedua namanya Kenneth atau Ken, 18 tahun, kelas 12. Yang satu cantik, yang satu ganteng. Turunan dari Bapaknya yang tinggi, gagah, atletis. Ibunya pun masih terlihat cantik dan anggun. Eh, sebentar, Pak Richard memanggilku di ruang tamu. Beliau sudah rapi memakai jas dan dasi. Sementara aku berdaster.

"Saya baru sempat ngobrol sama kamu hari ini. Ibu dah cerita semalam sih. Tapi saya perlu tanya beberapa hal sama kamu."

"Iya, Pak."

"Kamu perlu sesuatu?"

"Maksudnya, Pak?"

"Kebutuhan kamu. Kalau perlu, ngomong aja sama saya. Ga usah ke Ibu."

"Ooh, iya, Pak. Terima kasih," jawabku. Aku masih belum paham maksud Pak Richard.

"Pakaian baru? Baju baru? Celana? Daster? Atau apapun. Kamu punya hape kan?"

"Punya, Pak."

"Mana coba liat?" pinta Pak Richard.

Aku keluarkan ponsel jadulku dari saku. Kondisinya sudah parah. Layarnya penuh retakan, casingnya sudah pecah sana sini karena terjatuh. Belum lecet dan penyok.

Pak Richard mengangkat hapeku, dilihatnya teliti semua bagian, ia berdehem, "Nanti saya belikan yang baru. Tapi ingat. Jangan bilang Ibu ya?"

Terkejut mendengar perkataan Pak Richard barusan. Baru juga kerja satu hari sudah dibelikan hape baru. "Terima kasih, Pak," ucapku tanpa berani memandang matanya yang terus menjelajahi aku. Sampai tanganku refleks menutup kerah daster karena merasa mata Pak Richard mengintip ke dadaku.

"Nomer saya sudah saya simpan di hape kamu. Richard. Misscall saya nanti." pak Richard mengerlingkan matanya. Aku tersentak. Antara takut, khawatir, ya banyak lah. Aku bingung. Ia pun menepuk - nepuk punggung tanganku lalu beranjak pergi. Tinggal aku yang bengong. Maksudnya apa Pak Richard melakukan itu? Menggoda? Genit?

Aku kembali ke belakang, menengok cucian mesin cuci pintu depan. Belum selesai. Habis ini aku harus menyeterika pakaian yang menumpuk. Wah, bisa seharian ini. Di depan, mobil yang dikemudikan PakDe sudah meninggalkan rumah. Tinggal aku sendirian. Aku mengecek ke atas, siapa tau ada yang belum berangkat, lanjut ke bawah. Beneran aku sendiri sekarang. Aku lompat kegirangan. Yang aku inginkan sekarang...telanjang di rumah.

Daster dan pakaian dalam aku hempaskan ke tempat tidur. Aku benar - benar telanjang bulat di rumah. Bebas sebebas - bebasnya. Agar lebih santai, aku menyeterika di ruang keluarga saja, duduk bersila beralaskan kain jarik sambil menonton televisi. Masih ada sisa hawa dingin AC di ruangan. Lumayanlah. Baru sepuluh pakaian terlipat, terlintas melakukan masturbasi lagi. Aku berlari ke belakang mengambil guling yang sedang dijemur.

Guling itu aku selimuti dengan kain jarik tadi. Aku duduk di atas guling dan mulai bergerak maju mundur hati - hati. Takut merusak keperawananku. Aku bebas mendesah dan mengerang, meluapkan setiap rasa nikmat yang mendera di dalam tubuhku.

"Aaaah....mmmhhh...."

Aku pegang kain itu, sebentar saja sudah basah. Jadi tak fokus menyeterika. Aku hentikan sejenak karena sudah kepalang nafsu. Sambil terus menggesekkan vaginaku, jemariku mulai menjelajah payudara. Meremas kuat sambil mencakarnya. Puting susu ini belum juga mencuat, tenggelam. Aku coba memijit dan menariknya, tetap saja bersembunyi. Aku cubit saja ujungnya sampai aku kesakitan, tapi malah keenakan. Kuraba kain jarik itu, basah sekali. Rupanya aku terangsang banget. Banjir. Sesekali meremas kedua pantatku. Ugh.

Plak

Plak

Plak

Aku mengangkat pantat dan menamparnya keras sampai merah berkali - kali. Makin keras makin terasa getaran kenikmatan. Sekalian aku tampar payudaraku.

Plak

Plak

"Mmmmmhhh....." sulit aku ukur dengan kata - kata sebenarnya. Terus berulang diksinya nanti. Yang pasti aku mendambakan sentuhan lelaki. Sentuhan kasar yang bisa membuatku pasrah akan keadaan. Lalu dia bebas memperlakukan tubuhku untuk kenikmatannya.

Selang lima belas menit setelah berbagai kekasaran yang aku dera ke tubuh. Vaginaku berdenyut. Genjotanku dipercepat, bunyi kecipak di bawah sana karena kain jarik sudah basah dan licin. Efek orgasme memang luar biasa, tubuhku melengkung bagai busur panah, menegang, mengejang, menggelinjang hebat. Hampir saja aku rebah ke belakng jika tidak ditumpu dengan tangan saat cairan kemaluanku menyembur dan meleleh keluar.

"Nggghhhh....."

Pinggulku melonjak - lonjak, seolah memompa cairan vaginaku untuk terus menetes. Tak terbayang kenikmatan pagi ini. Terpaksa nanti mandi lagi. Dan tubuhku akhirnya terlentang ke belakang. Lemas. Nafasku amat terengah yang segera kuatur.

"Yuuuuuur!!!" Sayup - sayup terdengar suara dari arah luar. Tukang sayur. Aku lekas mengelap vaginaku sampai bersih dan mengambil daster lalu memakainya.

Pintu gerbang aku buka, seorang tukang sayur bersepeda motor sudah parkir depan rumah.

"Mana pesanan Bu Richard, Bang?" tanyaku.

"Ini..." sebuah kantong plastik hitam berpindah tangan. Aku mengecek isinya. Semua sesuai dengan daftar belanjaan yang diminta. Ini bahan masakan pesanan Ken dan Vivi.

"Orang baru ya, neng?"

"Iya, Bang."

"Ooh..." Mata si tukang sayur lekat menatap wajah dan dadaku. Mungkin dia tau aku tidak memakai beha. Puting susuku tercetak jelas di daster. Andai dia tau aku juga tak bercelana dalam. Tidak sempat memakainya. Hihihi.

"Ini daging ayam, paprika, sayuran berapa?" Kali ini aku berbelanja untuk kebutuhan aku sendiri. Sekali - sekali aku ingin masak dan makan enak untuk diri sendiri.

"Tujuh puluh ribu, neng."

Wah, uangku kurang. Aku tak berani memakai uang kembalian Ibu. Aku menunduk saja pura - pura mencari sayur lain di bagian bawah box sayurnya. Aku yakin dia bisa mengintip payudaraku yang terpampang jelas di dalam sana. Aku tidak merasa risih, kubiarkan saja matanya jelalatan. Yang penting belanja hemat ala 12-12.

"Kurangin ya, Bang harganya." Aku mengangkat dagu, meliriknya. Memastikan dia tergoda.

"I-iya, neng."

"Berapa?" Aku menunduk lagi. Pura - pura sibuk.

"Ya udah dua puluh aja buat, neng. Sering - sering ya, neng. Hehehe..."

"Sering apa, Bang?" ucapku tersenyum, mengambil uang dua puluh ribu dari dalam saku.

"Ya sering belanja maksudnya. Sering yang lain juga boleh." Si Abang cengengesan.

"Ooh, yang lain tuh apaan, Bang."

"Beli....pepaya gitu. Hehehe..." Si Abang sayur nyengir cabul. Matanya berusaha mengintip terus.

"Besok lagi aja, ya?" Aku yang sudah mengerti maksud si Abang.

"Iya, neng. Ditunggu pepaya bangkoknya." Si Abang mengusap kepalanya dengan handuk.

Aku menahan tawa dibalik gerbang. Dapat belanjaan diskon gede - gedean. Biarin deh diintip sedikit. Kalau mau liat banyak tuker segerobak kali ya. Sayang aja Abangnya biasa - biasa aja tampangnya. Mana bau keringat. Entah kenapa aku merasa senang si Abang sayur mengintip belahan payudaraku. Murahan? Terserah menyebutnya. Aku seperti mendapat kepuasan memperlihatkan bentuk tubuhku. Gimana kalo dilihat cowok ganteng? Bisa makin gemas.

Di dalam rumah aku terpaksa mandi lagi biar segar. Melanjutkan menyeterika sampai pukul 11.00. Itu pun belum selesai. Jadi aku mendahulukan milik Mas Ken dan Mbak Vivi. Mudah - mudahan aja aku ngga salah menempatkan pakaian mereka masing - masing. Karena aku belum tau yang mana milik mereka berdua. Yang pasti, dari kegiatan seterika aku mengetahui ukuran beha Mbak Vivi 32A. Kecil tapi imut - imut.

Sambil membawa keranjang pakaian, aku naik ke atas hendak memasukkan baju - baju ke dalam lemari. Yang pertama kamar Ken. Sekalian aku bersih - bersih di sana, mengelap debu. Meja belajarnya aku tak berani menyentuh, takut salah jika ada yang rusak atau salah letak. Aku biarkan apa adanya. Saat aku merapikan seprai, aku angkat tempat tidurnya. Berat. Tapi tanpa sengaja aku melihat sesuatu dibawahnya. Majalah. Aku iseng mengambilnya.

"Majalah apa ini?" Aku membolak balik majalahnya, bagian depan bergambar seorang perempuan cantik memakai pakaian dalam mini warna ungu. Tulisannya aku tidak mengerti bahasa apa. Njelimet. Mungkin bahasa Jepang. Aku lihat halaman berikutnya, makin wah. Banyak foto cewek telanjang, cowok cewek berhubungan seks, pose - pose seksi. Aku sendiri geregetan ingin membacanya, tapi aku masih harus berbelanja di supermarket. Anak seumuran Mas Ken nyimpen majalah porno? Aku tidak tahu kewajarannya. Sah - sah saja. Namanya laki - laki. Kecuali majalahnya isinya sesama jenis. Baru aku terkejut. Aku kembalikan ke tempat semula. Nanti dicariin.

Di kamar Mbak Vivi, kamarnya perempuan banget. Warna temboknya lembut. Bersih, rapi, wangi. Di meja riasnya banyak alat make up dan parfum. Aku hanya bisa melihatnya iri, tak berani menyentuh. Pakaiannya di lemarinya yang besar juga banyak dan bagus - bagus. Semua tertata baik. Aku tidak perlu repot - repot membersihkan. Paling besok saja menyikat kamar mandi.

°°°

Jarak supermarket kira - kira 400 meteran dari rumah. Suasananya lebih megah daripada yang pernah aku datangi di kampung bareng teman - teman dulu. Variasi barangnya juga lebih lengkap. Aku mengganti daster dengan yang bersih dan berkancing di bagian leher. Dan aku sengaja tidak memakai pakaian dalam apapun. Entah, aku ingin melakukannya. Tertantang.

Daftar belanjaan yang ditulis Bu Richard jelas membingungkan aku, merk - merk yang aku tidak paham. Aku sendiri juga tidak tahu Bu Richard akan masak apa. Beberapa kali aku harus bertanya yang ini dan itu letak raknya dimana.

Melihat ada karyawan lumayan ganteng, keisenganku dimulai. Aku buka dua buah dari delapan kancing daster. Lumayan jarak sejengkal yang terbuka antar kancing itu memperlihatkan jelas dua bongkahan kenyalku. Lalu aku angkat bagian bawah daster dan jongkok. Pura - pura mengambil barang dan memanggil Mas karyawan tadi.

"Mas, tolong dong, Mas," panggilku masih menghadap rak.

"Iya, Mbak?" Si Mas membungkuk. Aku mengubah posisi menghadapnya. Sudah pasti dia puas memandangi payudara dan selangkanganku yang tidak ada bulu kemaluan.

Si Mas menelan ludahnya. Matanya terbelalak mendapati pemandangan indah dihadapannya.

"Yang enak yang warna ijo atau warna biru?" tanyaku memegang dua merk bumbu spaghetti.

Masnya loading dua detik baru menjawab, arah pandangannya menempel di payudaraku terus. "Yang...yang bi-biru, Mbak. Le-lebih mahal." Masnya gugup.

"Ooh. Makasih." Aku masukkan yang warna biru. Berlanjut terus menggodanya, "Kalo pepaya sama rambutan ada ngga, Mas?"

"Hah? Apa, Mbak?" Masnya bengong. Agak kesal karena aku berdiri.

"Gapapa, Mas. Seinget saya tadi bawa pepaya sama rambut....tan. Misi, Mas." Aku lekas meninggalkan si Masnya yang melongo dan mengikuti punggungku. Aku cekikikan saja di rak lain.

Selepas melakukan itu, aku merasa ada kepuasan dalam diri menunjukkan kemaluan dan payudaraku ke orang lain. Entah bangga atau apa. Yang jelas, kemaluanku basah, becek. Aku terangsang, aku menikmatinya dan tidak risih dilihat si Masnya tadi, selama mereka tidak memegangnya sembarangan. Hehehe.

Daftar belanjaanku sudah tercek-list semua. Waktunya membayar dan segera pulang.

°°°
 
Makasih updatenya hu...
Sama2 suhu
Suka nih yang eksib gini. :pandajahat:
Mantap.
Nitip notip :cendol:
Siap suhu
wih wih eksib nih memancing haha
Banyakin eksib yak

Heh chika nakal banget wkwkwkwk.
Yg nulis yg nakal suhu
Wah makin nakal aja si chikuyy xixixi
Biar makin nakal nanti
Tamaaaaaa.,
Tamaraaaaa.,
kamu tu ya.,kenapa dipamerin sana-sini.....
Maap suhu 😁
Nais naisu ni
Mantap
Lanjut, suhu...
Ada adegan lesbi sama nona viona ga nih kedepannya??
Ada. Tunggu aja
Oh chika masih perawan toh.... manteb nih
Masih. Biar nakal dulu. Belah duren belakangan.
chika nih, tandaiin dulu ah
Siap suhu
Ikut pantau
monggo suhu
Ditunggu apdetnya lagi hu
Siap suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd