Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Bidadari Badung

Status
Please reply by conversation.
PART 4 - MAS KEN

Bu Richard baik hati menuliskan cara memasak spaghetti di lemari es. Beberapa bahan aku jejer di meja agar memudahkan aku mengambil yang belum aku paham namanya. Maklum orang udik. Sebelum masak, tentu aku masih telanjang bulat. Mumpung sendirian di rumah. Aku tutupi tubuhku dengan apron warna hitam dan putih. Uugh, rasanya geli puting susuku bergesekan dengan apron. Sayang aja puting susuku belum mencuat tegak.

Aku harus cepat - cepat memasak, memblender tomat, menyiapkan bumbu, merebus spaghetti yang al dente (kenyal krenyes krenyes pas digigit) kata Bu Richard.

"Eh, tadi kan Mas Ken nyimpen majalah gituan. Pasti suka sama yang esek esek. Godain ah. Seru kali ya. Kalo aku diaduin nakal, nanti aku aduin balik majalahnya. Pasti di hapenya juga banyak tuh. Hehehe," Aku bergumam sendiri sambil mengaduk bumbu spaghetti. "Duh Mas Ken masih bocah udah ganteng banget. Udah sunat pasti. Gede apa ngga ya? Apa mau aku yang gedein? Hihihi..."

Satu jam lagi Mas Ken pulang, masakan kesukaannya juga hampir selesai. Aku cicipi rasanya asam, pedas, gurih, manis. Karena baru pertama kali coba jadi belum tau rasanya enak atau belum. Biar Mas Ken aja nanti yang menilai.

Mas Ken umurnya saja yang masih muda, tapi badannya tinggi dan bongsor. Meski masih lebih tinggi aku. Posturnya tegak, gagah, dan berisi. Rambutnya model anak muda masa kini, pendek tapi tetap terlihat gaul. Keren menurutku. Kacamatanya menambah tingkat kegantengannya. Meski begitu Mas Ken tetaplah anak manja dan hobi nyuruh - nyuruh.

Aku membuka apronku, melangkah ke kamar hendak berpakaian. Ya mana mungkin aku telanjang begini kan di depan Mas Ken. Biasanya dia naik ojek online. Kecuali PakDe sempat menjemputnya. Eh, tunggu aku punya ide untuk mengusili Mas Ken. Pengen tau apa reaksi dia nanti. Yang aku suka kemarin itu pas anter dan ambil mangkok bekas mie goreng, Mas Ken harum banget. Aku suka wanginya. Membayangkan kalau aku dipeluk Mas Ken, rasanya pengen aku dekap seharian di tempat tidur.

Ting nong

Suara bel, Mas Ken pulang. Aku tergopoh - gopoh ke depan membukakan pintu gerbang. Hmmm, baunya tetap wangi meski sekolah sampai siang. Ia menyerahkan tas punggungnya, dan berjalan lebih dahulu.

"Spaghettinya udah jadi, Mas Ken."

"Aku ganti baju dulu."

"Mau makan di kamar atau di meja makan?" tanyaku mengikuti punggung dan langkahnya ke kamar.

"Siapin aja di meja dapur. Jangan dicampur, biar aku ambil sendiri. Ada parmesan kan?"

"Ada, Mas. Minumnya apa?"

"Air es aja."

"Iya, Mas. Ada lagi?"

Ia mengambil tasnya dari tanganku. Menghempaskan dirinya di tempat tidur.

"Ya udah nanti aku turun."

Aku segera kembali ke dapur. Menyiapkan makan siangnya di meja. Topping parmesan bubuk, keju parut tersedia di sisi piring. Terserah Mas Ken mau ambil yang mana. Lantas aku berganti pakaian lagi di kamar. Kejutan. Langkahku perlahan mengendap - endap di dapur. Mas Ken belum turun. Aku jongkok saja di bawah pura - pura membuka rak mencari sesuatu. Toh, Mas Ken tidak akan bisa melihatku dari meja saji.

"Mbak, Mbak Chika?" Ken memanggil.

"Iya, Mas. Sebentar." Aku langsung berdiri. Mas Ken melongo aku berdiri di hadapannya hanya memakai apron dan rok selutut. Iya, aku tidak memakai baju dan beha. Dadaku tertutup apron. Dari depan Mas Ken bisa dengan jelas melihat belahan payudara. Bahkan dari samping Mas Ken bisa memandang jelas bulatan kenyal aku. Syukur bisa mengintip puting susuku.

Ia memandangiku lama. Dengan wajah polos yang lucu, ia pasti tidak mengira mengapa pembantu barunya yang cantik ini menjadi begitu nekat berpakaian seperti ini dan menggodanya. Mulutnya saja masih melongo, terdiam beberapa saat. Wajahnya memerah tersipu melihat lekuk tubuhku. Hihi, aku senang sekali jadi nakal dan menjahilinya.

"Mas, Mas Ken. Mau makan sekarang?"

"Hah? Apa, Mbak? Oh iya iya. Mau."

Aku membuka tutup panci tempat spaghetti di tempatkan. Ekor mataku menangkap ia mengamatiku dari samping. Bengong, matanya hampir tak berkedip. Duh, rasanya di bawah sana gatal ingin digaruk. Makin dilihat Mas Ken, aku makin terangsang hebat. Apron ini dari depan bisa menutupi dada, tapi tidak dari samping.

"Banyak atau sedikit, Mas?"

"Oh, hah? Ba-banyak, Mbak. Banyak."

"Bumbunya?" lirikku nakal ke arahnya. Kuberanikan mengerling.

"Iya, banyak."

Aku ambil spaghetti dengan penjepit khusus spaghetti sesuai porsi yang diinginkan Mas Ken. Begitu juga bumbunya. Baru aku sajikan untuk Mas Kenneth yang duduknya bergerak - gerak tak bisa diam. Aku melirik, ia pasti ngaceng. Salah orbit. Dia ingin betulin tapi mungkin malu udah tegang. Usiaku beda tiga tahun sama Mas Ken, rasanya wajar ngisengin dia. Mukanya lucu, ngangenin, apalagi pas melongo. Pengen banget nyubit pipinya.

"Rasanya gimana, Mas? Soalnya saya baru pertama kali nyoba."

"E-enak kok. Kurang asin dikit. Ma-makasih ya, Mbak Chika." Matanya mencuri pandang belahan dadaku.

"Sama - sama, Mas."

Ken menambahkan parmesan dan keju cheddar parut di atasnya. Dia makannya ga tenang karena aku berdiri di depan dia. Ah kasian, lantas aku balik badan dan pura - pura membersihkan kompor dan meja. Alhasil pasti Mas Ken bisa melihat punggungku yang putih mulus telanjang. Aku malah mendengar suara sendok atau garpu jatuh. Tak kuasa aku terkekeh pelan. Aku yakin dia terkejut, baru pertama kali liat punggung perempuan terpampang di depan matanya.

"Nambah lagi?" aku menawarkan. Ia menunduk saja, terus menikmati sampai sendok terakhir.

"Ho oh. Kayak tadi."

Aku angkat panci bumbu dan letakkan persis di hadapan dia. Sewaktu aku mengambilkan spaghetti dan bumbu, aku dengan sengaja menunduk. Lagi - lagi tatapan matanya tajam ke arahku. Aku melihat ke dadaku.

"Ooh, Mas Ken ngintip..." batinku. Cowok ganteng itu pasti melihat payudaraku yang bulat dan besar ini menggantung di dalam apron. Sengaja aku lama - lamain biar dia puas dan aku juga. Sialnya aku merasa di bawah sana ada yang menetes licin dan lengket di pahaku. "Banjirkah aku?" Sepuas itu kah aku dipandangi Mas Ken?

"Ini Mas Ken..." Aku serahkan piring yang sudah berisi porsi tambahan makanan favoritnya.

Tangannya gemetar memegangi sendok. "Ma-makasih, Mbak." Ia menyuapnya pelan, terdengar getaran sentuhan sendok dan piring karena tremor tadi. Hihi. Kasian ah. Lagi makan aku ganggu.

Aku biarkan Mas Ken makan siang. Pikiranku, kalau memang dia tidak suka aku goda dengan penampilanku, pasti dia sudah menyingkir dan memilih makan di meja makan besar. Tapi kan ini tidak. Baiklah, aku kerjain lagi. Pelan - pelan aku raih karet rok aku di pinggang lalu aku pelorotkan. Sampai kira - kira Mas Ken bisa melihat bongkahan pantatku setengah. Baru begini aja aku merasa makin basah selangkanganku. Gimana beneran aku telanjang? Dari depan, pasti kemaluanku tidak terlihat karena tutup apron selutut. Tidak apa lah. Kali ini bagian belakang saja.

Setelah yakin pantatku nampak, aku berbalik badan lagi pura - pura membersihkan bak cuci piring.

"Uhuk uhuk uhuk...." Terdengar Mas Ken terbatuk - batuk. Hihihi. Kaget mesti liat belahan vertikal pantatku. Aku lekas mengambil meraih botol minumnya dan membuka tutupnya. Kasian matanya sampai berair keselek. Ia meminumnya sampai habis.

"Mb-Mbak Chika yang bener aja pake rok kayak gitu! Sengaja ya?" Mas Ken mengelap air mata dan ingusnya dengan tisu.

"Mas Ken juga kemarin sengaja kan nyuruh saya pake baju maid? Padahal ngga ada acara?" jawabku memberanikan diri membalas menatap matanya yang mendelik.

"Itu...itu kan iseng aja."

"Mas Ken juga ngintip memek saya kan? Sengaja kan?" Aku mendebatnya sambil menarik ke atas rok.

"Apaan! Kamu kali yang sengaja?!" ia membentak. Kesal karena aku terus menjawab.

"Saya beneran lupa, Mas."

"Bo'ong aja sih." cibir Mas Ken memicingkan matanya.

"Ntar saya aduin lho Mas ke Ibu soal majalah gituan di kamar."

Mas Ken tersentak. Matanya terbelalak aku mengetahui rahasianya. Wajahnya emosi. "Ah, brengsek. Jadi ga nafsu makan!" Ia membanting sendok dan garpunya yang sedari tadi melilit spaghetti tapi tak jadi ia makan, karena adu mulut dengan aku. Ia bangkit dari kursi dan berjalan naik ke lantai dua.

Aku mengejarnya. Takut juga dia marah. Bisa repot nanti. "Mas. Maaf, Mas," ucapku memohon.

BRAKK! Jeglek.

Aku coba membuka pintu kamarnya ngga bisa. Dikunci. Aku mengetuk - ketuk pintunya. "Mas...maafin saya, Mas."

"Pergi!!"

"Iya, saya ngga akan aduin soal majalah. Maaf, Mas. Saya lancang. Maafin saya, Mas."

Terdiam. Tak ada suara. Aku pasrah, berniat kembali ke dapur. Tapi...

Jeglek

"Gue tau lo nafsuan! Masuk!" Mas Ken berdiri di depan pintu menyuruhku masuk ke dalam kamarnya. Aku nurut. Ia lalu menutup pintu.

"Kok ditu...." sergahku agak takut.

"Gue ga bakal merkosa elo."

Aku menunduk saja di balik pintu. Menyesal sudah mengerjai Mas Ken. "Maafin saya, Mas."

"Udah, buka apronnya. Atau telanjang sekalian. Gue tau kemaren lo sengaja ga pake celana dalem, sekarang sengaja ngga pake baju. Buruan ah telanjang. Lagian gue juga udah liat memek elo!"

"I-iya, Mas." Aku grogi sekali, gemetar. Baru kali ini aku telanjang di depan cowok. Tak apa lah. Ganteng ini. Asal jangan disuruh ngeseks. Aku meraih tali di punggung, aku longgarkan dan lepaskan apron. Aku buang apronku sembarang. Mas Ken bebas memandangi kedua belah payudaraku yang bulat dan puting susuku yang merah muda merona. Ia menelan ludahnya. Matanya lekat menatap. Mungkin baru kali ini melihat payudara cewek. Aku senang ia tergoda. Aku sibakkan rambut panjangku yang menutupi dada.

Aku lalu turunkan rok, merosot ke bawah melalui kedua belah jenjang kaki aku yang mulus. Aku tutupi kemaluan dan payudaraku dengan tangan. Aku bisa rasakan telapak tanganku basah oleh cairan bening dari permukaan vaginaku. Membasahi selangkangan. Aku makin terangsang diperlakukan seperti ini.

"Sini naik ke kasur. Kita petting. Tau petting kan?"

Aku menggeleng malu.

"Lo gesek memek lo di kontol gue. Ga sampe masuk. Sama - sama enak."

"Takut, Mas. Jangan. Saya masih perawan."

"Hadeeeeh. Umur lo berapa sih?"

"Mau sembilan belas, Mas."

"Kirain lo masih bocah. Ya udah sepongin kontol gue. Tau kan?"

"Tau tapi belum pernah sih."

"Ya terserah lah, pokoknya sepongin gue. Baru gue maafin."

Aku mengangguk. Duduk telanjang berlutut di depan Mas Ken yang rebahan. Membiarkan tubuh mulusku dipelototi sampai puas. Aku persis boneka seks hidup yang bebas ia pandangi. Aku sibakkan lagi rambut panjangku ke kiri dan ke kanan. Menggigit bibir bawahku, tanganku menyusuri lekuk pinggulku, merayap ke atas dengan sentuhan seksual sampai ke dada dan meremas kedua payudaraku. Aku kerlingkan mataku nakal. Mas Ken benar - benar kaku melihat apa yang aku lakukan. Sekilas penisnya sudah menegang dibalik celana boxernya.

Mas Ken bangun dan membuka kaosnya, aku pun mundur sedikit. Memberi ruang supaya mudah melepaskan celana Mas Ken sampai telanjang. Dan benar saja penis itu seperti lepas dari sangkar. Tegak berdiri. Tidak terlalu besar tapi panjang. Aku lalu menungging mendekati wajahnya. Memberi jarak satu jari antara kedua bibirku. Sepasang mata saling bertatapan tajam. Niatku hanya menggodanya saja. Tidak ingin mencium bibirnya yang merah.

Aku raba dadanya yang bidang. Memuntir puting mungilnya. Mas Ken memejamkan mata. Aku juga sengaja menyenggol penisnya yang tegang dengan payudaraku yang menggantung. Tangan Mas Ken mengambil kesempatan meremas payudaraku. Kaku sekali, seperti orang memerah. Meski aku ingin, aku lebih baik tidak berlama - lama mencumbu Mas Ken. Ini memang pertama kalinya bagi aku. Selain aku tidak dapat apa - apa, lagipula sebentar lagi Mbak Vivi pulang.

Aku memundurkan tubuhku, menggesekkan ujung puting aku ke dada sampai menyentuh penisnya. Telapak tangan kananku sudah menggenggam batang kemaluannya, mengocoknya naik turun. Aku teteskan saliva di kepala penisnya agar licin. Aku ratakan dari atas sampai bawah. Bibirku mengecup lubang pipisnya yang menetes cairan bening. Aku emut dan sedot agar makin banyak yang keluar. Rasanya anyir, asin. Biarlah. Rasanya sama seperti cairan kemaluanku.

Bibirku pun perlahan membuka dan kepala penis itu masuk ke dalam rongga mulutku sambil terus aku meremas dan menaik turunkan tanganku di penisnya. Nafas Mas Ken begitu memburu saat kombinasi kecupan bibirku dan remasan skrotumnya. Ia mendesah.

"Chiiikkkhhh....mmmhhh..."

Aku bersemangat melakukannya, Mas Ken menikmati prosesnya. Makin lebih cepat mulutku membenamkan kemaluannya sampai pangkal tenggorokan serta kocokan tanganku. Pinggul Mas Ken tak bisa diam, melonjak - lonjak keenakan. Matanya terpejam. Merasakan penisnya dipijat mulutku. Aku percepat urutan tanganku di batang penisnya.

Mas Ken mengerang, "Chikaaaaa... aaaah..."

Aku angkat kepalaku dari penisnya sambil terus mengocok penisnya yang berdenyut. Ujungnya sudah memerah. Dan...

Croooot... croooot...crooot

Spermanya banyak sekali dan kental, mengenai sebagian muka dan dada aku, terasa hangat. Mas Ken hanya bisa mendesah panjang saat orgasmenya memuncak. Nafas dia terengah dan lemas sesaat kemudian. Matanya tetap dipejamkan. Kecapean. Aku mengambil beberapa tisu lalu ke kamar mandi, membersihkan tubuhku dari sisa spermanya.

"Enak, Mas?" tanyaku sambil memunguti dan memakai pakaianku kembali.

"Banget, Chik." Mas Ken memberi jempol tanda memuji.

"Kan udah sering pake tangan sendiri?" aku meledeknya.

"Tapi baru kali ini disepong cewek," ucap Mas Ken sambil melepas nafas panjang. Tubuhnya masih telanjang penuh sisa sperma.

"Saya ke bawah dulu, Mas."

"Besok lagi ya, Chik?" Liriknya nakal. Tertawa pelan.

"Ga gratis, Mas..." Aku terkekeh, memamerkan barisan gigiku yang putih.

"Ah, sial!"

Aku keluar kamarnya dan menutup pintu. Lalu turun ke lantai satu meneruskan pekerjaan lain yang tertunda.

°°°

Tbc
 

PART 5 - RUTINITAS

Tok tok tok

Pagi - pagi buta pukul 05.30 kamarku sudah ada yang mengetuk. Aku baru saja bangun dan hendak bersiap mandi dan ke dapur. Aku berpakaian dulu sebelum membuka pintu, lalu menutupi lagi tubuhku dengan selimut. Sejak kerja di sini, aku selalu tidur telanjang bulat.

Ceklek

Pintu aku buka sedikit, masih terganjal rantai. Aku mengintip. Ternyata Pak Richard.

"Ada apa, Pak?"

"Buka dulu pintunya, saya ada sesuatu buat kamu."

"Iya, Pak."

Aku lepaskan kait rantai pintu dan aku buka lebar. Pak Richard masih memakai piyama tidur.

"Ini hape baru buat kamu, terus ini di dalem ada pakaian dalam buat kamu. Namanya g-string. Kamu abis mandi pake baju maid, g-string-nya dipake ya? Mudah - mudahan sih pas ukurannya." Pak Richard mengerling genit menyerahkan sebuah kotak ponsel dan tas belanja.

"Terima kasih ya, Pak." Aku tersenyum. Menunduk sambil mencium aroma parfum tidur Pak Richard yang enak sekali. Wangi kayu atau rempah.
"Eh, Chika. Hari ini kamu ladenin saya ya? Saya ngga kerja hari ini." Pak Richard menyeringai, seperti serigala yang hendak menerkam mangsanya.


"Ladenin gimana maksudnya?"

"Kamu maunya?" Pak Richard terkekeh.

"Kan saya tanya, Pak."

"Udah nanti aja. Jangan lupa. Pake ya?" Pak Richard mencubit pipiku gemas.

"Ih, Bapak. Genit." Aku menepis tangannya, ikut tertawa pelan.

"Kamu sih cantik banget jadi pembantu." Ia tertawa lalu melipir pergi.

Aku buka sebuah tas belanja kecil bertuliskan W*co*l. Di dalamnya dua buah benda berwarna putih, satu yang menurutku beha tapi mini sekali. Hanya menutupi sebagian payudaraku. Benda satu lagi celana dalam pun bentuknya imut. Bagian yang menutupi kemaluan semi transparan, tidak ada apapun yang menutupi area pantat. Sebuah tali kecil saja menyelip di belahan bokong. Begitu juga bagian pinggang dari tali elastis tipis. Keduanya dihiasi renda - renda dan pita yang cantik sekali. Baru kali itu melihat pakaian dalam seseksi itu.

Aku langsung segera mandi dan memakai pakaian dalam dari Pak Richard. Entah berapa harganya tapi rasanya nyaman. Aku merasa seksi memakainya. Lanjut memakai maid dress, stocking putih, head band, dan apron. Serta sepatu flat shoes warna hitam. Tugas pertama memasukkan pakaian kotor yang sudah menumpuk di atas mesin cuci pintu depan. Lalu mengambil sayuran, telur, dan daging untuk aku potong - potong dan olah menjadi nasi goreng.

"Chika..." Ada suara memanggil. Mas Ken. Aku tak menoleh sebab sedang menumis daging dan daun bawang.

"Wiiih, tumben pake baju maid? Cantik banget lo!"

"Bapak yang nyuruh, Mas," ucapku tetap fokus pada masakan. Ia berdiri di sebelah, menatap wajahku. Ia mencomot toples kerupuk dan memakannya.

"Eh, Chik. Sepongin gue ya? Lima menit aja. Tar gue kasih duit nih," sergah Mas Ken bernada memaksa. Ia memelorotkan celananya. Penisnya sudah tegak menjulang aku lirik.

"Saya lagi buru - buru, Mas."

"Ya udah, gue gesekin di pantat lo aja nih!" Ia berpindah posisi ke belakangku. Aku merasakan ia menyingkap rok aku, sebuah benda lunak terasa menempel di belahan pantatku. "Wiiih, lo pake celana dalam seksi banget."

"Eeh, Mas Ken! Jangan kurang ajar, Mas!" ucapku geram. Aku mematikan kompor. Bergeser ke samping tempat memotong sayuran. Baru aku hendak balik badan, Mas Ken memeluk dan meremas payudaraku. Aku jadi agak membungkuk dan terdesak dorongan badannya yang maju mundur. Aku pasrah, terdiam daripada nanti ribut dan terdengar.

"Bentar ah!"

Mas Ken terus menggesekkan kelaminnya di belahan pantatku.

"Lo putih banget, Chik, asli! Pantat lo juga montok!" Mas Ken memujiku. Jujur gara - gara Mas Ken, aku jadi terangsang dan di bawah sana pasti juga basah. Duh, padahal celana dalam baru. Penis Mas Ken juga menyentuh permukaan bibir vaginaku yang membuatku gatal.

Kemudian tangan Mas Ken melepaskan remasannya. Ia memegangi pantatku sambil mengocok penisnya cepat. Ia mengerang dan...

Croooot crooot crooot....

Permukaan pantatku ditumpahkan sperma Mas Ken. Hangat. Banyak sekali.

"Mas Ken ih! Buruan di lap. Baju saya kotor nanti," ucapku sedikit geram. Takut kena baju maid.

"Iya, sebentar."

Mas Ken mengambil tisu dan membersihkan sisa spermanya sampai bersih di pantatku, bahkan yang jatuh meleleh sampai ke paha. Uugh, enak sekali Mas Ken mencuri kesempatan meraba dan memukul pantatku.

"Nih...!" Ia meletakkan beberapa lembar uang merah di atas meja marmer. "Thanks ya, Chik." Belum sempat aku bereaksi dan sedang meraba pantatku takut ada sisa sperma, Mas Ken mencuri cium pipiku lalu ngeloyor pergi sambil tertawa.

"Ih, genit kayak Bapaknya," gumamku.

Duh, aku jadi seperti apa. Tubuhku jadi bahan bacolan anak majikan dan dapat uang. Tapi ya sudahlah, rezeki. Masa ditolak. Lucu juga, Mas Ken cuma kuat dua menitan udah crot. Hehehe.

Aku melanjutkan memasak nasi goreng untuk sarapan majikan di dapur bawah. Dan menggoreng empat telor ceplok. Setelah matang dalam setengah jam, baru satu persatu aku siapkan di meja makan. Menyusul kerupuk, telur, air minum, jus jeruk. Lengkap. Sampai roti dan selai. Aku nanti saja menunggu mereka selesai baru makan. Aku sudah menyisihkan sedikit buatku.

"Kamu siapa yang nyuruh pake baju maid lagi?" Bu Richard menegurku di meja makan. Ia berdecak sambil berkacak pinggang.

"Mmm.... anu... Mas Ken, Bu," Sengaja aku menjawab begitu, bisa bahaya kalau aku jujur.

Bu Richard menggelengkan kepalanya. "Ken... Ken... nanti saya beliin lagi deh satu set. Kalau ada acara gimana, baju maid kamu sedang dicuci atau kotor?" Bu Richard menepuk bahuku.

Pak Richard menyambar pas turun dari tangga, "Kenapa ngga jahit saja, Bu? Di langganan kita. Lebih elegan, pas di badan dia." Suara Pak Richard terdengar nge-bass dan berat. Suara khas Bapak - Bapak.

"Oh iya. Kan Bapak baru nanti malam toh ada acara? Bapak yang antar Chika aja ke tailor," pinta Bu Richard, "Ibu ndak sempat. Banyak kegiatan di kantor."

"Beres, Bu!" Pak Richard tersenyum lebar dan menjempolkan tangan.

Dari sikap Pak Richard tadi saja aku sudah tau akal bulusnya. Entah Bu Richard tau kelakuan suaminya atau tidak. Ibu meski sudah berumur paruh baya, tetap anggun, cantik, kulitnya saja putih bersih. Atau memang Bapak saja yang puber kedua.

Mbak Vivi yang berpakaian casual serta Mas Ken memakai seragam sekolah pun turun bersiap sarapan. Aku melipir ke belakang. Sambil sarapan juga. Lapar.

°°°

"Jadwal kamu hari ini ngapain?" tanya Pak Richard. Ia memakai kaos putih tipis dan celana pendek. Membiarkan bulu dadanya yang lebat terlihat. Tangannya kekar dan berotot. Dadanya pun juga bidang meski perutnya agak buncit. Istri dan kedua anaknya sudah berangkat beraktivitas. Tinggal aku berdua di rumah.

"Mau bersih - bersih lantai satu, Pak." jawabku, lalu permisi ke belakang mengambil vacum cleaner. Hendak menyedot debu di karpet dan sofa. Pak Richard mengikuti aku terus kemanapun aku melangkah.

"Eh, ntar dulu..." sela Pak Richard saat aku mau menyalakan vacum cleaner. "Saya kan udah belikan kamu hape baru. Sekarang kamu harus nurut sama saya."

"Nurut apa, Pak?"

"Buka pakaian maid kamu, apron," ucap Pak Richard membuatku terkejut. Ada - ada saja Pak Richard. Matanya itu tak lepas menatap tubuhku. Penuh nafsu.

"Telanjang?"

"Pake g-string putih aja. Buka di sini aja. Di depan saya." Pak Richard tertawa kencang.

"Iya...."

Mau tidak mau aku turuti, aku lepaskan ikatan apron di belakang dan diletakkan di meja ruang tamu. Lalu meraih restleting baju. Srrrrrt. Turun perlahan sampai pinggul. Aku sengaja memunggungi Pak Richard agar ia bebas menatap nakal punggungku. Baju maid ini terusan, jadi saat aku buka bagian atas, maka rok pendek di bawah juga ikut meluncur jatuh di mata kaki aku. Aku melangkah ke kanan, lalu jongkok memungut pakaian dan taruh di meja.

Di depan majikan, tubuhku hanya dibalut g-string putih. Aku berbalik badan, memamerkan lekuk tubuh indah yang bebas ia lihat sekarang. Vaginaku yang hanya ditutupi penutup tipis, bahkan beha yang aku pakai bentuk depannya hanya segitiga kecil menutupi puting susuku yang tercetak jelas. Bulatan kenyal payudara terpampang. Rasanya telanjang atau tidak sama saja. Mungkin beda sensasinya saja.

"Pantat kamu itu lho, Chik? Ck ck ck... hmm gemes." Pak Richard gregetan ia menghampiri ingin meremas pantatku, tapi aku menghindar. Enak aja main jawil sembarangan. "Kamu itu, bikin saya penasaran." Pak Richard berkacak pinggang. Matanya menjelajahi belahan payudara dan area kemaluanku. Aku berusaha menutupinya dengan tangan, tapi tetap Pak Richard seakan ingin menerkam.

"Saya kerja lagi, Pak." Aku minta izin menyalakan mesin. Belum sempat aku membungkuk, ia menyergah lagi.

"Eit. Ntar dulu, saya ada sesuatu yang harus kamu pake selama beres - beres."

"Pake? Apalagi?" Aku membatin.

Pak Richard mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Sebuah benda oval berwarna merah muda, ada ekornya. Apa itu? Ia juga meletakkan ponselnya di meja.

"Ini masukin di memek kamu!" ucap Pak Richard yang mengejutkanku.

"Tapi, Pak?"

"Aah, kamu masih perawan? Ya udah, selipin aja di celana dalam kamu. Ntar juga nempel kan di memek kamu." Ia menyerahkan benda yang aku sendiri belum paham. Akhirnya aku selipkan digaris dengan bibir vaginaku. Lama kelamaan memang terbenam membelah kemaluanku. Tidak terjadi apa - apa memang. Kurang nyaman saja menurutku. Ada yang mengganjal di organ intimku ini.

"Ya udah lanjut kerja..." perintah Pak Richard cengengesan.

Aku meneruskan menyedot debu dan kotoran memakai vacuum cleaner. Sementara Pak Richard duduk santai sambil menontoni aku bekerja. Enak sekali jadi Pak Richard, asyik memandangi bagian belakang tubuhku saat aku menunduk. Tentu ada bagian kemaluan atau anus yang mengintip. Atau mencuri pandang dadaku sambil dia mengelus celananya yang aku lihat ada tonjolan besar menegang. Rupanya Pak Richard ngga pake celana dalam.

Sepuluh menit membersihkan, tiba - tiba...

drrrrtt drrrrt drrrrtt

"Aaaahhhfff....." Kaki aku langsung lemas, benda di vaginaku bergetar keras, menstimulasi syaraf rangsang dan klitoris. Aku jelas terangsang hebat. "Gila, enak banget..." aku membatin. "Kok bisa?"

Pak Richard cengengesan sambil memegang ponselnya. Aku coba berdiri lagi, berjalan tertatih mengumpulkan tenaga. Lanjut menyedot karpet. Baru beberapa menit lalu... drrrrrt drrrrrt

"Nggghhhhh.....mmmhh...." Aku spontan mendesah kencang, memegangi kemaluanku, menahan rasa nikmat di bawah sana. Aku jatuh terduduk. Otot kaki semua lunglai. Aku pegangi vaginaku. Basah. "Ya Tuhan! Ini otomatis getar sendiri atau bagaimana?"

Aku dapati Pak Richard tertawa puas. Aku yang bodoh dan tak mengerti bagaimana bisa terjadi, coba mengatur nafas dan tenaga agar kuat berdiri. Dan baru saja aku melangkah, alat itu bergetar tapi pelan.

"Aaaahhhhff...." Aku luapkan saja desahanku kencang. Tawa Pak Richard pun makin keras. Aku berdiri berpegangan pada pegangan sofa, kedua kaki menahan lagi agar tidak lemas. Getaran alat itu semakin naik dan kencang, aku melirik ternyata alat itu diatur oleh ponsel Pak Richard. Nakal sekali majikanku. Sampai alat itu benar - benar menghentak syaraf gspot-ku. Pinggulku melonjak, tak sanggup sampai tubuhku menggelinjang, cairan pun menetes dari dalam celana dalamku, banyak sekali seperti ngompol. Aku akhirnya jatuh terduduk, mengejang lagi sampai pinggulku naik seperti busur. Merasakan sebuah orgasme hebat mengalir mendesak di dalam vaginaku.

"Nghhhhhh.....aaaaaaaahhh...."

Aku gigit jariku karena benar - benar tak kuat menahan orgasme ini. Orgasme ternikmat sejauh ini. Aku seperti diberi anugerah yang luar biasa. Menjepit paha untuk menahannya rasanya sia - sia. Cairan yang seharusnya deras muncrat tertahan celana dalam dan benda itu. Cairan kemaluanku sudah mancur di dalam rongga kemaluanku. Aku merabanya. Kental dan basah.

Aku tergolek tak berdaya di atas lantai. Nafas yang tersengal dan lemah sekali. Tak sanggup rasanya berdiri. Tak juga aku pedulikan aku sedang dipermalukan majikanku. Ini...terlalu menyenangkan. Bahagia sekali rasanya. Aku pun tak melepaskan gigitan bibir bawahku, rasa luar biasa itu masih menjalar. Seakan tidak ingin meninggalkan tubuhku. Haruskah aku berterima kasih pada Pak Richard?

"Enak?" begitu saja reaksi Pak Richard. Ia berdiri di sampingku dalam keadaan sudah telanjang. Ya Tuhan, baru kali ini aku lihat penis sebesar dan sepanjang itu. Apa yang akan dia lakukan?

"Ditanya kok diem. Enak ngga?"

Aku menganggukkan kepala. Mengatur ritme nafasku. Dadaku naik turun. Pak Richard duduk di sampingku. Aku memalingkan wajah. Lelah. Belum sanggup menggerakkan tubuh.

°°°

Tbc
 
Makasih updatenya
Sama2 gan
Arrghhh chikaa
Weeh suhu wp dimari
Chika mulai ni interaksinya.,
kagak ngehayal sendiri.,
Makin nakal ntar. Kl ada masukan kenakalan komen ya gan.
Tenda dulu ah
Tenda biru yak
Wajib di tgg kelanjutannya nihh
Udah update gan. Monggo
waaah si badung ada di sini juga, nyimak aaaaahhh:beer:
Silahkan gan
Padahal bagus loh ini cerita
Tapi kok sepi yah
Ramein gan. Wkwkwk.
TITIP HELM DULS
Helm bawah atau atas? Wkwkwk
Lanjuut huu
Udah update gan
 
Bimabet
Ijin niggalin jejak suhu...
Ceritanya menarik nih..
Ditunggu kelanjutannya...
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd