Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Bosan Coli, Ku rayu NENEK dan IBUKU BERSETUBUH (no repost) (tamat)

Mr_Boy

Semprot Lover
Daftar
8 May 2020
Post
213
Like diterima
8.113
Lokasi
Pulau jawa
Bimabet
Kisah ini hanya selingan cerita saya yang mentok ditengah jalan, dengan judul Dirumah bambu BERCINTA dengan IBU. Kisah masih berlanjut belum bisa di up meskipun sudah saya buat kelanjutannya, mohon dimaklum nubie masih amatiran.


Kisah yang sudah saya buat ini sudah saya tamatkan, secara beruntun hari ini langsung di update semua, semoga mengobati para suhu karena tak bosan-bosannya menunggu kisah saya yang belum di up.


Saya buat original® bukan copas dari sumber lain, jika ada kesamaan tidak ada unsur kesengajaan.


Oke! Langsung saja...










Mungkin ini menceritakan aibku sendiri kepada pembaca, tapi saya berharap isi cerita ini tak ada unsur sara atau memandang rendah sang penulis. Ke khilafan atau kesalahan dalam hidup tak bisa untuk dihindari, meskipun aku dan keluargaku bukanlah orang yang meninggalkan ibadah pada Tuhan. Tapi yang namanya nafsu tak bisa dibunuh tatkala birahi menguasai diriku.


Besarnya nafsu seksualku pada bayang-bayang lawan jenis, membuat diriku setiap hari melakukan tradisi coli pakai sabun atau body lotion. Dimana pun tak kenal waktu asal situasi sunyi sepi ku lakukan tradisi itu. Aku tahu sesadar-sadarnya bahwa yang aku lakukan itu salah besar, karena sudah menyia-nyiakan waktu, tenaga juga calon-calon bayiku yang berhamburan dikamar mandi.


Jujur aku tak bisa meninggalkan kebiasaan sakral ini, karena sudah dilakukan bertahun-tahun hingga aku sekarang masuk pendidikan SMA di kotaku. Setiap hari rutinitas coliku kulakukan paling sedikit tiga kali dalam sehari, bahkan pernah sampai lima kali hingga badanku sendiri terasa lemas tak berdaya dan yang keluar hanya cairan bening saja yang keluar dari penisku.


Tak menunggu lama aku memulihkan kondisi tubuhku sampai segar kembali, cukup menunggu satu jam lebih testisku memproduksi berkali-kali lipat sel sperma sampai kembali full tank. Mungkin ini pengaruh makanan yang aku makan yang mengandung banyak protein, makanan itu tak pernah aku tinggalkan sejak dari bulu jambutku belum tumbuh. Ya! Aku sering mencampur makanan itu dengan diblender, seperti dua buah pisang Ambon matang, dua telur rebus diambil putihnya saja dan satu bungkus susu Dancow bubuk. Kesemua bahan itu aku blender ditambah sedikit air sehingga menghasilkan segelas besar minuman sehat.


Paginya aku rutin mengurut penisku dengan air teh bekas semalam yang didiamkan sampai dingin suhu ruangan agar penisku besar dan kuat, lalu rebusan kulit pohon salam yang dijemur sampai kering agar terhindar dari ejakulasi dini.


Lantas bagaimana aku tahu semua itu? Karena memang aku punya banyak saudara yang membuka praktek tradisional mengharmoniskan rumah tangga. Dari situlah aku mempraktekkan ilmu itu kedalam kehidupanku, sehingga khasiatnya barulah aku rasakan sampai hari ini.


Pernah aku berpikir dan berangan-angan ingin sekali menyetubuhi ibuku sendiri, tapi semua itu tidak akan mungkin terjadi karena mana mungkin ibuku mau disetubuhi anaknya sendiri. Sedangkan keluarga kami adalah orang-orang yang taat beribadah.


Ketika sedang asyik coli dikamar mandi, tiba-tiba pikiranku malah melayang dan terbayang tubuh nenekku hingga ku keluarkan Peju ku berhamburan dilantai Crott..! Crroott..! Ccccrrrroooootttt..! Ahh... Aku melenguh sekaligus merasa sedih spermaku terbuang sia-sia.


Nenek IJAH KOSMALA namanya, beliau tinggal diujung kampung dekat persawahan, berusia sekitar 65 tahunan ibunya ibuku alias nenekku. Entah kenapa dan dari mana pikiran itu tiba-tiba saja datang di kepalaku? Setankah? Memang nenekku sudah tua, tapi jika dilihat dari segi fisiknya masih terlihat segar bugar, masih bisa berjalan dengan tegak dan lincah. Nenek IJAH juga memiliki bokong yang lumayan lebar membusung, tidak terlalu kurus atau gendut dan payudaranya menurutku masih layak untuk digesek-gesek menjepit penisku.


Nenekku orangnya penyendiri tidak mau merepotkan anak-anaknya walaupun pernah diajak untuk tinggal bersama kami dirumah orang tuaku. Tinggal sendirian dirumah gubuk tua yang terbuat dari papan kayu dengan ubin yang terbuat dari semen yang diplester, tidak membuat nenek mengeluh atau bersedih. Karena memang nenekku orangnya sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan kekurangan. Di gubuknya memiliki dua kamar tidur padahal beliau hidup sendiri. Tapi nenekku selalu membersihkan dan merapikan kamar tidur yang satunya untuk tempatku tidur, karena aku dimata nenekku ibarat anak emas yang sangat disayangi.


Aku sering berkunjung ke rumahnya mengantarkan sekarung beras juga lauk asinnya untuk nenekku. Bila nenek tahu aku datang mengunjunginya, beliau sangat senang sekali karena cucu kesayangannya selalu menghibur dan menemaninya. Aku pun sangat menyayangi nenekku karena tak pernah sekalipun nenek memarahi kesalahanku, malah jika ibuku ketahuan ngomel-ngomel didepan nenek pasti nenek membelaku.


Aku anak pertama yang diberi nama oleh orang tuaku dengan nama panggilan Udin, padahal nama asli Saripudin. Sekolah SMA negeri di tempatku sangatlah jauh, untuk itu aku hanya bisa sekolah kejar paket C saja. Selain hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah, orang tuaku ingin agar setidaknya kehidupanku lebih baik dimasa depan.


Sekolah bagiku hanya tempat bermain saja, aku tak peduli dengan semua omongan guruku disaat sedang belajar. Otakku rasa-rasanya sudah dipenuhi oleh bayang-bayang nenekku. Bagiku nenek satu-satunya harapanku, tempatku mengadu betapa beratnya membawa sperma yang sudah terasa penuh dikantung menyanku. Sejak aku coli, entah mengapa aku teringat selalu nenekku? Akh! Kalau terus ku simpan spermaku bisa stres jadi beban pikiran.


Dikamar ini aku sering melamun, sambil menatap langit-langit kamar ku lihat nenekku sedang bugil lalu mengajakku bersetubuh. Hemh..!! Itu hanya khayalanku saja.


"Din...?! Udiinnn...???!!" Ibu memanggilku dari luar.


"Apa bu..?!" Tanyaku.


"Tolong anterin pisang ini ke nenek nak.." kata ibu dibalik pintu kamarku.


"Iyaa bu, tunggu sebentar Udin pake celana dulu...!" Anjriiittt keceplosan.


"Lha? Emang kamu lagi ngapain gak pake celana?!"


"Tadi tidur cuman pake sarung doang bu..!" Kataku ngasal.


"Ya udah pisangnya ibu taruh didepan ya? Ibu mau nyuci baju dulu dibelakang..."


"Iyaa...!!" Jawabku dari dalam kamar.


Sebelum keluar kamar ku pastikan dulu penisku lemas, karena dari tadi tegang banget ngamuk susah di diemin, satu-satunya solusi ya harus coli. Tapi karena takut kelamaan, akhirnya aku pending sementara ritualku ini.


"Bu aku berangkat...?!!"


"Iyaa hati-hati dijalan...!!" Jawab ibu dari belakang.


Untuk menuju ke tempat nenek aku harus berjalan kaki melewati rumah para tetangga, nyebrang sungai dan akhirnya sampai juga dirumah nenekku. Didepan pintu yang tertutup aku buka lalu masuk saja tanpa ngucapin salam atau manggil nenekku sambil bawa pisang. Ketika ku lihat kedalam kamar tidak ada nenek, di dapur pun tidak ada. Tiba-tiba byurr! Byuurr.!! Dari dalam kamar mandi terdengar suara gayung sedang mengguyur sesuatu. Mungkin nenek sedang mandi didalam dan entah kenapa pikiran kotorku mampir di otakku, mendorong tubuhku bergerak untuk mengintip lobang pintu kamar mandi.


Ku simpan pisang diatas meja yang ada didapur, lalu aku berjalan kearah kamar mandi, ku intip nenekku. Ketika ku intip lewat lobang kecil dipintu, mataku terbelalak melihat nenek sedang nungging menggosok betisnya. Kulihat memek nenek lumayan tembem dengan kulit pantatnya yang putih bersih, argh! Ingin ku jilat bongkahan pantatnya itu.


Penisku pun dengan seketika bangkit menggeliat seperti selang yang diisi air, entah kenapa reaksi yang ku rasakan begitu kuat sampai mengejang hebat dan berkedut-kedut ingin hinggap dilobang kenikmatan punya nenekku. Sambil memegang penisku, ku kocok dengan cepat sambil mengintip nenek yang sedang mandi. 'Ughh! Ijah memekmu sepertinya enak banget kalau di entot!' gumamku dalam hati.


Nenek masih membungkuk menggosok kedua kakinya yang dilebarkan, sehingga terlihat jelas memeknya yang berbulu sedikit terbuka didepan mataku. Ketika sedang mengintip nenek, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ternyata pintu kamar mandinya tidak dikunci oleh nenek, akibatnya pintu pun terbuka dan aku tersungkur tepat dibelakang nenek yang sedang membungkuk telanjang.


"Aduhhh...!!!" Kepalaku kena lantai kamar mandi dibarengi kekagetan nenek yang secara reflek berdiri melihat kebelakang.


"Hah! Udin?!!! Bangun cu.. kamu gak apa-apa nak..?!" Nenek mencoba membangunkanku tidak memperdulikan dirinya yang sedang tak memakai sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya. Tapi nenek malah meletakkan kepalaku dipahanya.


"Sakit nek... Maaf kirain gak ada nenek didalam... Udin kebelet pengen kencing nek... Aduhh.. kepalaku..!" Aku memang menahan sakit karena terbentur ubin, tapi masih bisa berbohong didepan nenek yang ternyata kulihat dengan mataku payudara nenekku tepat berada diatas wajahku menggelayut meneteskan air.


Rasa sakit kepalaku seakan mulai reda karena payudara nenek menekan keningku.


"Kamu bisa bangun kan Din..?" Ucap nenek sambil menyeka air dikeningku yang menetes dari ujung putingnya.


"Bisa nek... Maaf gara-gara Udin tersungkur aurat nenek jadi kelihatan sama Udin..." Kataku sambil bangkit dari lahunan nenek.


"Astaghfirullah... Nenek lupa kalau telanjang..." Setelah bangun nenek berdiri dan sekilas ku lihat bentuk vaginanya tembem banget, nenek pun menutupi payudara juga vaginanya dengan menyilangkan tangannya.


"Udin keluar dulu aja biar nenek pake handuk dulu..."


"Gak apa-apa Din... Kencing aja dulu nanti jadi penyakit.." ucap nenek sambil masih menutupi tubuhnya.


"Ya udah Udin kencing dulu nek.." aku baru sadar kalau celana kolorku sudah melorot sampai lutut dengan penisku yang sedang berdiri dengan sombongnya.


Ku lihat ternyata nenek memperhatikan penisku dari tadi yang mengacung mengarah ke arah nenek, karena lobang pembuangan airnya berada disamping nenek yang sedang berdiri didepanku.


Serrrrrrrr.....!! Aku membuang air kencing didepan nenek, sekilas nenek menelan ludah bahkan sampai mulutnya ternganga sedikit menatap batang kontolku. Aku pun menatap seutuhnya tubuh nenek yang basah, juga masih ada busa sabun yang masih menempel ditubuhnya. Tubuh yang sudah tua tapi masih terlihat menggoda dan layak untuk dirasakan kembali.


Sialnya ketika sedang menatap tubuh nenek, kontolku malah semakin berdiri tegak yang tentunya aku agak susah mengeluarkan air kencing kalau kontolku terbangun. Kesempatan ini saya rasa takkan mungkin terulang kembali, nenek menatap batangku sedangkan aku memandangi tubuh telanjangnya.


"Nek...?" Tanyaku sambil memasukkan kembali penisku yang masih tegang dan menonjol didalam celana.


"Apa Din..?"


"Untuk menebus rasa bersalah udin sama nenek.... Mmmm... Ijinkan Udin bantu nenek membersihkan tubuh nenek... Boleh ya nek..?" Kataku memasang wajah memohon.


"Nenek bisa sendiri kok Din nanti pakaian kamu basah... Itu juga masih ada bekas-bekas air gara-gara kamu jatuh tadi..." Sahut nenek.


"Gpp kok nek.. Udin malah senang membantu nenek, Udin pasti akan selalu merasa bersalah kalau tidak membalas kebaikan nenek.. nenek gak tega kan kalau Udin sedih...? Soalnya nenek orangnya baik gak kayak ibu.." aku sebisa mungkin berusaha membujuk nenek agar di bolehkan memandikan dan membersihkan tubuh telanjangnya. Jika yakin dan bersungguh-sungguh pasti akan menuai keberhasilan, nenek pun akhirnya merasa terenyuh hatinya dan merasa tidak tega melihat cucu kesayangannya sedih didepannya. Nenek pun mau juga dimandikan olehku lalu berjongkok didekatku menghadap kearahku.


"Nenek seneng banget punya cucu yang baik seperti kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu sedih.. ya udah, bantuin bersihin tubuh nenek Din.. tapi lepas dulu celana baju kamu gantungin dipaku nanti basah..." Ucap nenek yang akhirnya terbuka hatinya untuk memandikannya. Semoga ini awal bahagia bagi kesejahteraan benih-benih spermaku, mudah-mudahan ada tempat bernaung untuk melepaskan dan merasakan kenikmatan surgawi milik nenek.


"Baik nek..." Aku pun atas ijin nenek melepaskan semua pakaian dan celanaku, sehingga kami dikamar mandi ini telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami. Aku tertegun melihat mulusnya kulit nenek. Heran udah tua kepala enam tapi sedikit keriput ditubuhnya, malah sekilas aku lihat payudara nenek seperti masih terlihat padat berisi.


"Sekalian kamu juga mandi Din, nanti nenek juga bantuin nyiram airnya..." Mendengar saran nenek aku merasa ditimpa durian runtuh, seneng banget nenek ngajak mandi bersama.


"Wah! Boleh nek?" Kataku kegirangan.


"Iya Din.. cepet buka bajunya..."


"Baik nek, nenek memang baik banget.. ibu aja kalah baiknya sama nenek..." Aku puji-puji nenekku agar supaya terbuka hati nenek. Bener juga ku lihat nenek tersenyum sampai secara entah sadar atau tidak, nenek menurunkan tangannya sehingga terlihat payudaranya menggelayut di dadanya.


Setelah kami sama-sama bugil, kontolku menegang hebat sampai keluar urat-uratnya, ujung kepalanya pun tak jauh dari nenekku berada. Jantungku sampai deg-degan melihat nenek dalam keadaan telanjang. Tapi aku berusaha sebisa mungkin menenangkan diriku sendiri, jangan sampai aku berbuat nekat yang akhirnya bisa menjadi masalah yang sangat fatal. Nafasku pun terasa berat seakan seperti kehabisan oksigen, padahal itu efek dari bertemunya dua manusia beda kelamin yang ingin menyatu, maksudnya hanya aku saja. Dengan santai ku ambil gayung lalu menyiramkan air ke pundak nenek pelan-pelan. Byurrr! Kepala nenek pun ku siram lalu aku usap-usap agar bersih, meskipun sebenarnya yang saya tahu nenek sudah mandi. Aku elus tengkuknya juga punggungnya, tak ada reaksi penolakan dari tubuh nenek, jika nenek menolak tentu beliau akan menjauh atau melarangku menyentuh tubuhnya.


"Dingin gak nek airnya?" Tanyaku sambil menyiram nenek yang sedang jongkok di dekatku, aku tak bisa melihat bagian dari pusat kenikmatan milik nenek karena posisinya menghadap bak mandi bukan kearahku.


"Nggak Din biasa aja.." ucap nenek melihat kedepan, sepertinya nenek tak berani menoleh kearahku karena jujur saja antara pipinya dengan ujung senapanku berjarak sekitar sejengkal saja.


"Udin seneng banget nenek selalu ada buat Udin, memperhatikan Udin, peduli sama Udin..." Kataku pada nenek yang mulai mencoba mengarahkan perhatian nenek agar merasa tersanjung. Perlahan akhirnya nenek sedikit terbuka hatinya dan memberanikan diri menoleh kearahku, kini terlihatlah oleh nenek batang kemaluanku yang besar berurat berdiameter 2 inchi dengan panjang 16cm. Melihat penisku yang tepat didepan wajahnya, muka nenek terlihat memerah dan menelan ludah. Agar nenek tidak merasa grogi karena melihat penisku, aku mencoba mencairkan suasana dengan terus mengajak ngobrol nenek yang semakin membuat nenek merasa ditinggikan. Ku buat perbandingan-perbandingan dengan ibuku, kerabatku bahwa neneklah yang terbaik bagiku. Akhirnya nenek semakin terbujuk rayuan yang aku buat-buat sehingga nenekku berani menghadap kearahku.


"Din.. kamu sudah buat hati nenek seneng... Emang benar ya kalau nenek yang terbaik buat kamu Din..?" Tanya nenek yang sedang jongkok dengan wajahnya yang menengadah kearah mukaku, melihat nenek yang sedang menengadah itu ingin sekali aku masukkan batang penisku kedalam mulutnya yang ternganga.


"Iya nek.. neneklah yang paling peduli sama Udin... Nek, sebenarnya Udin punya masalah nek..." Aku mulai coba terbuka sama nenek tentang masalah onani yang sering aku lakukan.


"Masalah apa Din? Cerita sama nenek? Siapa tahu nenek bisa bantu..." Ku lihat respek nenek begitu cepat dan merasa khawatir dengan masalah cucu kesayangannya. Apalagi setelah terlebih dahulu aku puji-puji semakin membuat nenek kasihan kepadaku.


Akhirnya aku coba ikut berjongkok didepan nenek yang akhirnya aku bisa melihat kemaluan nenek yang ditumbuhi bulu-bulu halus, kini kontolku dengan memek nenek saling berhadapan meskipun berjauhan. Penisku terlalu berani menampakkan diri sedangkan kemaluan nenek malu-malu sembunyi dibalik selangkangannya.


Untungnya aku masih bisa mengontrol birahi yang sedang menguasaiku, andai akalku sudah dikuasai nafsuku. Sungguh lobang kenikmatan surgawi milik nenek sudah aku satukan dan tidak mau aku lepaskan dalam waktu yang sebentar.


"Tapi nek jangan bilang siapa-siapa ya? Apalagi sama ayah ibu...? Janji ya nek? Hanya kita berdua saja yang tahu rahasia ini..?" Kataku pada nenek yang sekarang kedua lutut kami saling bersentuhan. Ahh! Rasanya ingin sekali aku peluk nenek, padahal hanya bersentuhan kulit lutut saja tapi aku bisa merasakan kehangatan dari tubuh nenek. Kontolku pun tepat mengarah ke titik sasaran meskipun dari kejauhan, andai nenek mengijinkan.


"Iya Din, nenek janji gak akan bilang siapa-siapa... malah nenek merasa sangat terharu ternyata nenek sangat kamu percayai..." Ucap nenek kepadaku, sekarang tinggal menyabuni tubuh nenek langsung dengan telapak tanganku. Sabunnya aku putar-putar ditelapak tangan sehingga menempel, lalu ku sabuni tangan nenek terlebih dahulu. Karena aku masih berusaha mengambil hati nenek dengan pujian, rayuan melalui untaian kata-kata indah. Selain itu aku tidak mau terbawa nafsu meskipun jujur saja aku sudah tidak kuat menahannya, hampir dan hampir saja torpedoku melesat terasa ingin meluncur kedalam lobang kehangatan milik nenekku.


"Sebenarnya nek Udin suka onani nek..." Aku mulai membuka rahasia terbesarku.


"Onani? Apa itu Din?" Ucap nenek penasaran, aku heran.. kenapa nenek gak tahu onani? Gumamku dalam hati sambil menyabuni pundak dan leher nenek dari depan sambil berjongkok.


"Ngeluarin sperma nek... Udin kalau gak ngelakuin itu suka pusing nek.." aku dan nenek saling bertatapan, entah apa yang dipikirkan nenekku aku tidak tahu.


"Din.. bukannya itu gak baik buat kesehatan? Jangan dipaksain keluar nanti kamu sakit Din..." Nenek mulai khawatir mendengar curhat mesumku.


"Iya Udin tahu nek, tapi kalau Udin gak ngocok maaf nek...kontol... Udin suka pusing nahannya nek..." Aku kini mulai menyabuni pinggiran payudaranya, sedikit demi sedikit aku menggeser rabaanku yang berlumuran sabun mengarah ke payudaranya yang menggelayut. Lalu, Ugh! Aku berhasil menggenggam kedua payudaranya bahkan sempat memencet putingnya nenek. Nenek hanya menarik nafas dalam dan aku sempat melihat uap dari tubuhnya yang sepertinya mulai memanas.


"Nenek gak tega mendengarnya Din... Meskipun perbuatan kamu salah... Tapi, nenek bingung harus membantu apa untuk kebaikan kamu Din...??" Whuihhh! Kata-kata nenek semakin membuka jalan kearah yang aku harapkan.


"Nenek beneran sayang kan sama Udin ?" Perlahan aku lebarkan kedua lutut nenek sehingga semakin terlihat memeknya yang terlihat merekah. Aku sedikit lebih memajukan tubuhku agar semakin dekat dengan menggerakkan kakiku kedepan.


Kini aku sekarang bisa menyabuni punggung nenek dengan leluasa, nenek entah menyadari atau tidak? Soalnya antara kontolku dengan memeknya hanya berjarak sekitar dua jengkal saja.


"Din, nenek sejak kamu masih bayi hingga sekarang sangat menyayangimu... Nenek gak tega kamu menderita bahkan nenek gak sanggup memarahi kamu. Beritahu nenek apa yang harus nenek lakukan Din?" Ucap nenek yang akhirnya mau membantu masalahku. Aku pun semakin mendekat dan melebarkan kedua paha nenek, sekarang kedua lutut aku tidak bersentuhan, malah sudah hampir bersentuhan kedua paha kami. Sehingga jarak kontolku semakin dekat dengan memek nenekku hanya berjarak sejengkal saja.


Untuk menjawab pertanyaan nenek, aku lepaskan sabun digenggaman ku, lalu ku peluk nenekku. Nenek pun secara reflek memelukku mengusap punggungku, karena rasa kasih sayangnya kepada cucu.


"Nek makasih ya? Nenek sangat pengertian kepada ucup... Nenek baik banget..." Kataku sambil menggerakkan kontolku kedepan mencari keberadaan bibir kemaluan nenek. Aku rasakan tubuhku dan tubuh nenek terasa panas, kedua jantung kami pun berdegup kencang dag dig dug! Berirama kencang.


"Iyaa Din, nenek sayang sama kamu... Katakan Din nenek harus apa? emmhh.." ucap nenek dibarengi desahan tatkala dada kami menyatu dan aku gesek-gesek kulit leherku dengan nenek.


"Nenek mau kan bantu Udin onani nek? Soalnya kalau ngocok tangan Udin suka pegel nek.. mau kan nek?" Aku coba merayu nenek melakukan hal yang sebenarnya sangatlah tabu dalam masyarakat.


Nenek menarik nafas dalam lalu berkata, "iya nenek bantu, tapi penis kamu kena kemaluan nenek Din... Nenek kocokin aja ya..?" Ucap nenek yang sepertinya menyadari kalau beberapa kali ujung penisku mengenai bagian dalam belahan memeknya. Tadi tatkala kontolku bersentuhan dengan memeknya untuk pertama kalinya, sungguh ku rasakan hawa hangat yang seperti berhembus dan seakan menarik kontolku untuk masuk kedalam. Tapi sayangnya nenek menyadari dan mencoba mengingatkanku kalau kontolku sudah lewat batas wilayah.


"Jadi nenek mau bantuin Udin nek?"


"Iya nenek bantu ya..?"


"Emang gak boleh ya kalau hanya sekedar gesek diluar aja nek??"


"Jangan Din itu perbuatan dosa, jangan sampai kita berzina.. kalau ngocokin kamu nenek bantu ya Din..?"


"Hmmm.. iya nek, Udin sayang sama nenek..." Aku peluk erat nenekku dan nenek pun malah ikut memelukku juga, lalu dengan cepat aku majukan kontolku sehingga batangnya dijepit bibir kemaluan nenek. Ugh! Hangatnyaaa... Sebelum nenek melarang aku buru-buru berkata "sebentar aja nek ya..?" Nenek pun membiarkanku menggesek bagian luar vaginanya menyundul klitorisnya.


Beberapa menit tanpa rasa lelahnya aku menyundul klitorisnya nenek, menggesek bagian luar vaginanya sampai kami lupa bahwa kami adalah nenek dan cucu.


"Ahhh... Hangat banget memek nenek... Makasih ya nek... Ahhh... Ughh..!" Terasa geli bercampur nikmat, tatkala ujung dan batang penisku menggesek bibir vagina nenek meskipun hanya bibir bagian dalamnya saja yang bersentuhan. Aku tak bisa mengarahkannya kearah atas meskipun hanya sedikit saja, karena posisi kami yang hanya berjongkok susah ku arahkan. Jika saja nenek mengangkat pantatnya pasti bisa kepala penisku masuk menengok bagian dalam lobang memek nenek. Sebelum nenek tersadar lagi kalau penisku semakin berani lebih jauh lagi. Nenek terus aku rayu-rayu, aku tinggikan dan membandingkan kebaikannya lagi sehingga nenek semakin membiarkanku dan tak melarangku.


"Nenek sayang kan sama Udin...?" Kataku semakin memeluk erat nenek sambil memaju mundurkan penisku diluar lobang memeknya yang terlihat menganga.


"Nenek sayang kok Din.. tapi jangan dimasukin yahh...?" Kini nenek yang tadinya hanya akan dikocok oleh tangannya. Sekarang nenek membolehkanku menggesek-gesek memeknya, asal jangan dimasukin karena takut berzina. Meskipun begitu usahaku tidaklah sia-sia, semua akan ada saatnya penisku diterima masuk oleh nenekku.


"Jadi Udin boleh menggesekkan di memek nenek? Nenek memang ngertiin Udin..." Kataku sambil membelai punggungnya.


"Nenek hanya ingin membantu masalah kamu Din... Nenek gak tega kalau kamu nanti sakit gara-gara onani itu..."


"Kalau begitu kita bersihin tubuh kita dulu ya nek..?" Kataku memberi saran.


"Iyaa Din dikamar nenek aja ya kaki nenek pegel..."


"Iya nek... Aku juga pegel jongkok terus dari tadi... Setelah ini kita ke kamar ya nek? Janji?"


"Nenek janji.. masa kamu ga percaya sih sama nenek?!" Ucap nenek disertai muka cemberut manja lalu tersenyum kepadaku, sepertinya sifat saat remaja nenek seakan kembali saat ini dihari tuanya.


"Udin percaya kok nek...hhehe! Nenek memang yang terbaik .." kami sama-sama berdiri lalu saling membersihkan tubuh masing-masing.


Mandi pun selesai, aku bantu mengeringkan air ditubuh nenek dengan handuk yang menggantung di pintu kamar mandi. Sambil mengelap tubuhnya aku benar-benar kagum dengan kondisi kulitnya yang menurutku masih terlihat kencang dan putih.





"Nek, tubuh nenek masih terlihat kencang lho Udin suka..." Aku coba mengusap perutnya memutar-mutar.


"Kan nenek dari dulu ketika mengandung ibumu suka minum jamu Din, emang kulit nenek masih bagus ya...?" Ucap nenek tersenyum dan tersipu malu.


"Wah! Pokoknya gadis-gadis mah kalah bagusnya sama nenek... Meskipun nenek sudah tua tapi berkulit remaja nek beneran..!" Aku puji-puji nenek yang sekarang malah nenek mendekat kearahku. Lalu lanjutku, "coba deh nenek memutar biar Udin melihat lebih jelas tubuh seksi nenek..." Rayuku lagi pada nenek. Nenek pun memutar ke kiri dan ke kanan memperlihatkan tubuhnya padaku, aku rasa nenek sangat percaya diri karena pengaruh rayuan mautku. Tatkala nenek memutar-mutar itu penisku semakin tidak bisa ku tahan seakan ingin lepas dan hinggap kedalam tubuh nenek yang sekarang malah menggoyangkan pantatnya kearah penisku.


"Gimana Din tubuh nenek kamu suka...?" Ucap nenek yang sekarang mendekat ke arahku, aku pun menarik dan merangkulnya lagi. Nenek tanpa rasa malu menyenderkan kepalanya ke pundak bagian depanku lalu berkata, "Din...?" Ucap nenek lirih.


"Apa nek...?" Aku elus rambut kepalanya yang basah dan menyebarkan harum shampo urang-aring.


"Baru kali ini nenek merasa kepercayaan diri nenek kembali lagi Din... Bagi nenek cukup kamu saja yang menghargai keberadaan nenek sudah membuat nenek bahagia..." Aku cium keningnya karena memang aku sangat menyayangi nenekku, karena nenekku sangat baik kepadaku sejak masih kecil. Juga aku hampir gila karena beratnya menahan gejolak birahi yang seakan melilit tubuhku. Lalu dengan nekatnya aku meraba memek nenekku yang terasa tembem dan hangat. Jari tengahku aku tekuk dan ku dorong kedalam sampai masuk dua ruas jariku. Nenek semakin memelukku erat memegang pinggangku.


"Nek kita ke kamar yuk...?" Kataku pada nenek. Nenek tak menjawab tapi kepalanya mengangguk pertanda nenek setuju.


Sebelum keluar ku buka pintu kamar mandi, lalu dengan romantisnya ku pangku nenek keluar sambil tangan nenek pun merangkul leherku. Kami seperti pengantin yang akan berbulan madu, sambil berjalan menuju kamar nenek, penisku sepertinya kegirangan sampai ku rasakan berkedut-kedut dan saking semangatnya menarikku ke arah kamar nenekku.
 
Terakhir diubah:


Ku rebahkan tubuh nenek di kasurnya dengan pelan penuh kehati-hatian, ketika aku rebahkan tubuhnya. Nenek masih merangkul leherku dengan kedua tangannya, sehingga aku pun ikut terdorong kedepan dan wajahku mendarat di payudaranya yang terasa kenyal. Karena nenek tak mau melepaskanku, akhirnya aku pun dengan senang hati ikut naik ke kasur, lalu ku tindih nenek dengan posisi tubuhku menindih bagian atasnya. Kami saling bertatapan saling membelai kepala, lalu aku memberanikan diri mencium bibir nenekku dengan sangat bernafsu sampai penisku terasa pegal tak sabar pengen masuk.

Ketika ku cium nenekku aku benar-benar dibutakan oleh usia nenekku yang sudah tua, tapi aku tak bisa membohongi perasaanku dan keinginan penisku, bahwa nenek masih layak untuk dinikmati daripada coli.

Aku sudah bosan tapi kecanduan, karena memang dorongan hormon testosteronku yang saya rasa sangat melimpah.

"Nek, Udin sayang nenek..." Kataku sambil meremas payudaranya. Sengaja ku keluarkan kalimat itu hanya agar supaya nenek senang.

"Nenek juga sayang kamu Din.. Aahhh... Enak banget Din yang itu..." Ucap nenek karena putingnya aku pilin-pilin, lalu ku sedot susunya dengan mulutku sambil memutar lidahku dan menggigit gemas putingnya.

Aku semakin liar menggigit, menghisap bahkan sampai meremas-remas gemas payudaranya. Desahan juga ucapan lirih nenek memohon agar jangan dilepas, semakin membuatku tak memperdulikan usia, status dan dosa. Bagiku selama tidak menyakiti hati nenek adalah ibadah ketaatan pada orang yang lebih tua.

Tanganku sudah mulai berani turun dan meraba-raba bagian kemaluannya, akhirnya aku dengan leluasa menggesek belahan bagian dalam memeknya dan mengorek-ngorek lobangnya. Ku mainkan klitorisnya dengan memilin dan menekan-nekannya "Aahhhh.. diinnn... Enak banget sayang... Lagiiii..." Kini nenek semakin liar menggoyang pinggulnya, bahkan menekan keatas agar aku lebih galak mengorek lobang memeknya.

Aku sangat beruntung disekolahkan, karena secara tidak sengaja pernah ku baca di perpustakaan buku-buku biologi yang menjelaskan tentang alat vital, syaraf yang sensitif juga pencegahan kehamilan. Kini sekarang aku tahu klitoris nenek yang aku mainkan adalah sebuah titik vital membangkitkan birahi yang terkekang.

Sambil menjilati payudaranya aku bertanya ke nenek, "sejak kapan nenek ditinggal mati kakek nek..?"

"Sejak nenek berusia 57 tahunan Din...kenapa emang kamu tanya itu...?"

"Berarti sudah 8 tahun ya nenek tak dibeginiin sama kakek nek?"

"Kalau masalah kehangatan lelaki, nenek dan kakekmu sejak usia nenek 49 tahun sudah tidak disetubuhi kakekmu Din..." Mendengar itu aku terheran-heran, tapi tetap tanganku masih memainkan jurang kenikmatan milik nenek.

"Berarti nenek sudah tak di entot kakek 16 tahun nek..?!" Aku hitung jumlahnya memang seperti itu. Berarti ini memek gak dientot bertahun-tahun? Ugh! Aku semakin bersemangat untuk menyatukan tubuhku dengan nenek.

"Iya Din, soalnya kakek kamu itunya udah gak ereksi lagi Din..." Ucap nenek sambil menikmati memeknya dikorek-korek jariku.

"Itu apanya nek..?" Kataku memancing nenek agar mengatakan kata-kata vulgar.

"Itu anunya..."

"Anu apanya sayang...? Ayo sebutin dong kayak kita lagi di kamar mandi tadi bilang apa?" Baru kali ini aku manggil nenek dengan panggilan sayang sampai nenek tersenyum kepadaku.

Rupanya nenek menangkap maksudku lalu dengan suara yang mendesah nenek berkata, "anu kontol kakek kamu udah gak bisa hidup lagi sayang..." Akhirnya nenek berhasil mengatakan kata itu yang terlihat seksi dan terdengar erotis.

"Nah! Gitu dong nenek cantik..." Ku goda nenekku hanya untuk mencairkan suasana, juga dengan ku rayu terus dirinya saya yakin nenek akan menjadi mainan kontolku. ah! Kenapa aku gak kepikiran dari dulu kalau aku punya nenek sebagai pelampiasan nafsuku.

Aku rasakan dari jelamariku memek nenek sudah semakin basah, sampai aku dengan leluasa meraba-raba bagian dalamnya terasa hangat dan semakin licin. Akhirnya tak mau menunggu lama, dengan perlahan aku pindah posisi dari tengah menuju tempat kenikmatan milik nenek. Didepanku terlihat vagina nenek yang membuat penisku semakin berontak menunjuk kearah lobang yang menganga, bentuk vaginanya yang tembem dengan bibir yang tebal sehingga aku lihat letak lobangnya berada agak jauh kedalam karena ketebalan bibirnya.

"Nek, memek nenek masih bagus ternyata.." ucapku sambil mengelus lembut bagai mengelus kepala anak kucing.

"Din, nenek malu..." Ucap nenek yang mau menutupi vaginanya yang mengangkang, tapi aku pegang tangannya lalu ku tatap nenek dengan sambil menganggukkan kepalaku bahwa semua akan baik-baik saja.

"Nenek sayang kan sama Udin? Kalau nenek beneran sayang boleh ya Udin masukin kontol Udin kedalam memek nenek? Nenek mau kalau Udin sakit gara-gara ngocok terus?" Kataku pada nenek, aku benar-benar tak percaya sudah ngomong yang tak layak didepan nenek. Tapi mau gimana lagi aku takut nenek cepat tersadar teringat akan dosa ternikmat ini.

Sepertinya nenek termakan rayuanku yang disertai suara memelas, yahh... Namanya juga seorang nenek yang sangat menyayangi cucunya, dengan perlahan akhirnya nenek melemaskan kedua pahanya, lalu dilebarkannya selebar-lebarnya sampai terlihat jelas lobang kenikmatan itu terhampar didepan mataku.

"Hanya sekali ini aja ya Din...? Seharusnya ini tak boleh terjadi, tapi... Entah kenapa nenek tak sanggup untuk menolak permintaan kamu..."

"Itu karena nenek satu-satunya orang yang sangat menyayangiku nek, mau menolong Udin meskipun Udin harus ngentot nenek... Nenek percaya sama Udin gak bakalan nyakitin nenek.. ya nek?" Ku coba yakinkan nenek agar nenek melapangkan hatinya untukku.

"Iya sayang nenek percaya sama kamu... Tapi pelan-pelan ya? Nenek sedikit kaget liat batang kamu Segede itu... Apalagi nenek sudah belasan tahun tak diberi nafkah batin..." Ucap nenek yang kini tangannya diletakkan disamping tubuhnya dengan kedua pahanya yang direnggangkan.

Saking senangnya aku membungkuk mengecup mesra bibir memeknya, "makasih nek... Udin senang banget..." Ketika ku cium memeknya yang tepat mengenai klitorisnya, nenek sampai terhenyak dan menarik nafas dalam, lalu memegang kedua lututnya agar tetap merenggang.

"Nenek kasihan sama kamu Din... Daripada kamu onani biar nenek bantu kamu ngeluarin sperma. Semoga ini gak dosa demi kebaikan kamu Din..."

"Tentu nek... Asal nenek jangan dengerin ustadz yang dikampung soalnya pasti bilang gak boleh nek... Nenek percaya aja sama Udin yah nek...?" Kataku yang siap menjilati memeknya.

"Iyaa Din.. nenek akan selalu percaya sama kamu... Yang tadi enak Din bisa dilanjut...?" Ucap nenek yang ternyata ketagihan dengan kecupan mesraku dimemeknya.

"Siap sayang.... Udin jilatin lagi ya...?" Kataku kepada nenek sambil mencium, merasakan memeknya. Disertai jilatan nikmat memainkan klitorisnya, nenek sampai menghentak-hentakkan pantatnya keatas ketika secuil daging itu ku ajak bermain dengan belaian lidahku.

"Aaahhhh... Eemmmhhh.... Dinnnn! Enak sayang... Jilatin terrruusss dinn...!!!" Mendengar nenek yang merasakan kenikmatan, tentu dengan senang hati ku acak-acak sekitaran memeknya. Lumayanlah itung-itung beramal membahagiakan orang tua.

Baru kali ini seumur-umur saya menjilati memek orang tua malah bisa dibilang sudah nenek-nenek, tapi entah kenapa saya sangat menyukainya. Terlebih nenek adalah ibunya ibuku dan aku adalah anaknya, jadi hubungan sedarah ini efeknya bagi diriku seperti menimbulkan ketertarikan yang amat sangat kuat. Nenek pun yang tadinya sangat takut berzina akhirnya luluh oleh pengaruh ucapanku, saya sendiri sebenarnya merasa bersalah sudah membohongi nenek dan mengajaknya melakukan perbuatan ini. Tapi, meskipun ini dosa. Aku harus menyetubuhi nenekku demi kebaikanku juga daripada harus coli, karena bisa mempengaruhi kondisi penisku dimasa depan. Semoga nenek dibalas Tuhan karena kebaikan dalam menolong cucunya.

Slrruuuuppp...sslllrruuupppp....!!! Suara hisapan dan jilatan mulutku dengan memek nenek menimbulkan suara-suara yang enak didengar seperti lagi nyedot Tutut sawah. Aku seneng banget! Mimpi apa saya semalam? Padahal tak pernah terpikirkan kalau akan mendapat rejeki seperti ini.

Puas ku nikmati memeknya, kini tinggal menuju babak utama yaitu menyatukan tubuhku dengan nenekku. Aku mendekat kearah nenek yang mengangkang, sehingga kedua paha kami hampir menempel. Sebelum aku letakkan kepalanya di wilayah terlarang milik nenek, terlebih dulu aku minta ijin ke nenek apakah beliau rela jika penisku aku masukkan ke dalam memeknya yang sudah siap menampung penisku.

"Nek, ini kesempatan nenek untuk berpikir... Udin cucu kesayangan nenek minta ijin buat ngentot nenek..." Kataku sambil menempelkan ujung penisku ke lobang vaginanya. Ketika menempel itu, aku rasakan hawa hangat, rasa nyaman akan kenikmatan sensasi incest. Nenek pun sepertinya merasakan kenikmatan itu, karena tatkala kepalanya menempel dan ku tekan sedikit sampai setengah kepalanya masuk, nenek melenguh menatapku sayu.

"Masukin aja Din... Nenek udah gak tahan... Jangan siksa nenek masukin semuanya sayang..." Tiba-tiba entah karena nenek sudah dikuasai nafsu atau memang tak tahan menahan birahi yang bertahun-tahun tak di setubuhi, kedua kaki nenek menekan keras pantatku lalu BLESSSSSKKKK!!! Uugghh!!! Aaaahhhhh...!!" Dengan sekaligus kontolku amblas tenggelam dilembah kenikmatan surgawi nenekku. Kami sama-sama melenguh nikmat karena tak tersisa sedikitpun batang kontolku tak ditelan oleh mulut memek nenek. Aku langsung ambruk diatas tubuh nenek sampai kedua payudaranya bergetar menopang dadaku.

Ku biarkan sejenak kontolku merasakan kehangatan yang luar biasa dari cengkraman lobang memeknya, sampai-sampai nenek berkata kepadaku, "Din... Kontol kamu gede banget... Aahhhh.... Memek nenek sampai ngilu Din..." Ucap nenek lirih.

"Sakit nek? Udin cabut aja ya...?" Padahal boro-boro mau aku cabut, enak begini tak mungkin aku sia-siakan. Tapi nenek secara reflek berkata, "jangaaannn! Jangan dilepas dinn...! Nenek suka kontol kamu sayang..." Ucap nenek memelukku erat.

"Iya nek, Udin juga suka memek nenek... Ugh! Nek kita jadi suami istri aja ya... Supaya Udin bisa ngentot nenek tiap hari ya nek...?" Aku tekan-tekan agar kontolku semakin dalam.

"Tapi Din... Kamu cucu nenek sayang... Gak mungkin bisa kita nikah....?" Ucap nenek membelai kepalaku.

"Maksud Udin hanya kita aja yang tahu kalau kita suami istri nek... Gimana? Nenek sayang kan sama Udin?" Aku tatap mata nenek supaya nenek yakin kalau saya serius, padahal aku hanya ingin memek nenekku bisa aku nikmati kapanpun yang aku inginkan.

"Iya Din, nenek mau jadi istri kamu... Karena niat nenek dientot kamu supaya kamu gak onani gak baik buat kesehatan..."

"Nenek memang Malaikat penolongku... Sekarang Udin ngentot nenek ya... Siap nek?" Aku mulai ancang-ancang untuk menggenjot nenekku, akhirnya kami pun sekarang resmi menjadi suami istri. Aku sangat senang, nenek pun sangat bahagia karena setelah bertahun-tahun hidup sendiri, kini sudah memiliki suami dari cucunya sendiri.

Hantaman demi hantaman dua alat kelamin menyatu sempurna tembus ke dasar vagina nenek, tak sedikit pun ruang yang tersisa dari rongga vaginanya, semuanya habis diisi seluruh batang penisku. Ketika ku genjot nenekku dengan kecepatan tinggi, membuat tubuh nenek bergetar hebat. Belum lagi lehernya juga payudaranya aku lumat, aku hisap sampai ku gigit mesra semakin membuat nenek kelojotan. Tubuh kami semakin panas, urat semakin tegang, aliran darah semakin kencang menjalar ke segala arah. Kontolku didalam memek nenek semakin terasa ngilu dan liar mengobrak-abrik rongga yang terasa begitu sempit. Rasa hangat pun semakin terasa karena pergulatan tabu yang sangat panas, ku lihat nenek sampai mengeluarkan suara-suara aneh seperti orang kesetrum Aahh... Aaahhh... Aaahh... Aaahhh....!! Diiinnnn nenek mau kelluar diiinnnn... Entot nenek sayang... Eeemmmmhhh....!!" Ucap nenek meracau didepan mukaku.

"Udin juga nek mau kelluarrhh... Lepasin dimana nek spermanya... Aahhh... Neekk..?" Aku dan nenek sama-sama hampir menuju puncak kenikmatan.

Detik-detik sebelum aku ejakulasi dan nenek orgasme, akhirnya kami menemui sebuah kesepakatan. Nenek mengijinkanku mengeluarkannya didalam.

"Didalam aja dinnn... Jangan dilepas yaahh sayang... Aaaaaaahhhhhhhh... Kkeellllluuaaarrrr....!"

Srrrrr... Sssrrrrrr...!! Dari dalam memek nenek kontolku disirami orgasme nenek, tak menunggu lama disela-sela kenikmatan orgasmenya aku pun melepaskan jutaan sel spermaku menyembur dengan cepat didalam rongga memek nenek. Crrooottt... Crrrooottt... Ccccrrrroooootttt....!!!! Uuuuugggghhhh!! Enak nek ngentot nennneekkk... Aaahhhh....!!! Kontolku memuntahkan berkali-kali sperma yang sangat banyak, sampai rongga vagina nenek tak sanggup menampung semua lendir-lendir surgawiku, kedua lendir itu membaur menjadi satu antara aku dengan punya nenekku. Semuanya aku lepaskan sampai tetes terakhir, hingga aku ambruk diatas tubuh nenekku.

Aku benar-benar puas dengan kondisi memek nenek yang masih menjepit dan begitu liar mengunyah batang kontolku sampai terasa ngilu. Setelah semua reda tak ada yang dimuntahkan lagi, tapi kontolku masih berkedut-kedut juga otot memek nenek pun masih berkontraksi. aku peluk nenekku sambil berbisik tanpa dilepaskannya kedua kelamin kami yang menyatu.

"Nek.. makasih ya..? Udin tertolong oleh nenek.

"Kamu cucu kesayangan nenek Din... Nenek akan melakukan apapun untuk kamu.. barusan enak banget Din.. sudah lama nenek tidak merasakan kenikmatan yang nenek rindukan..."

"Nek, mulai dari sekarang dan seterusnya kita ngentot lagi ya nek?"

"Bukannya kita sudah jadi suami istri Din? Kalau nenek menolak berhubungan nanti nenek berdosa sama suami nenek..." Ucap nenek mengingatkanku bahwa kami sudah berkomitmen membangun keluarga incest.

"Ehh.. iya sayang aku lupa..." Kami pun tertawa saling berbalas obrolan yang semakin membuat kami merasa nyaman. Tiba-tiba kontolku didalam memek nenek bangkit lagi, nenek pun merasakannya kalau ada kehidupan didalam rongga memeknya yang menggeliat.

"Din? Kontol kamu hidup lagi tuhh...?!" Rupanya nenek menyadari itu.

"Nenek masih kuat gak? Ngentot lagi yuk nek?"

"Ayo sayang! Nenek masih sanggup kok..." Sambil ngobrol ku genjot lagi nenekku hingga sampai kami berdua tiga kali orgasme.

Setelah itu kami mandi bersama lagi, lalu makan bersama dan aku minta ijin ke nenek untuk balik ke rumah.

"Ingat Din?! Kalau kamu lagi pengen jangan onani..?"

"Sekarang Udin gak akan ngocok lagi nek, kan ada nenek tempat Udin membuang sperma... Udin pulang dulu ya...?"

"Iyaa sayang hati-hati dijalan..."
 

IBUKU


Diperjalanan menuju rumah, aku sangat bahagia sekali karena kebiasaan rutinku setiap hari sudah tidak akan kulakukan lagi, badanku pun terasa ringan seakan seperti terlepas dari belenggu birahi yang mengikat. Nenek menjadi tempat bagiku untuk melepaskan segala beban yang ditanggung penisku. Rasa ngilu ketika penisku dijepit vagina nenek masih terasa dalam bayanganku, kehangatan dan kelembutannya bakalan sulit aku lupakan.


Sesampainya dirumah kulihat ibu sedang nyapu dihalaman depan yang kiri kanannya ada beberapa pohon mangga yang daunnya berguguran, rasanya tak tega melihat ibu dari sejak ku pergi selalu mengerjakan pekerjaan rumah, dengan inisiatif sendiri ku hampiri ibuku.


"Assalamualaikum bu, Udin pulang... Sini biar Udin aja bu yang nyapu, ibu istirahat aja..." Kataku sambil berdiri disampingnya.


"Din? Kamu baru pulang? Gimana nenek kamu baik-baik saja?" Tanya ibu yang sapunya diberikan kepadaku.


"Iya bu, Udin baru dari rumah nenek... Udin mungkin akan sering-sering main kerumah nenek bu..."


"Kok tumben? Biasanya kamu abis dari sana gak lama langsung pulang?" Tanya ibu penasaran.


"Nenek udah tua bu... Udin merasa kasihan.. kata nenek juga Udin disuruh sering nginep malah bu..." Sambil nyapu ternyata ibu malah nemenin aku mengikuti kemana aku pergi nyapu sampah dedaunan yang jatuh ke tanah.


"Ibu senang mendengarnya Din, iya ibu gak bakalan ngelarang kamu mau nginep atau sering mengunjungi nenekmu... Kamu tahu? ibu segan sama nenek kamu Din. Bisa kualat kalau ibu melawan orang tua..."


"Emang ibu se-sayang apa sih sama nenek? Udin perhatikan ibu tak berani melawan perintahnya?" Ucapku penasaran, karena memang yang aku tahu ibu tidak berani menolak apapun yang nenek suruh. Seperti halnya aku sama ibuku tak berani melawan perintahnya karena takut dosa sama orang tua.


"Kamu gak tahu sama sekali Din?" Ucap ibu berdiri di sampingku sedangkan aku membungkuk menyapu. Ku menoleh kearah ibu sambil mataku memperhatikan tubuhnya. Aku sempat tertegun dengan baju dasternya yang dibagian dada menonjol payudaranya menjeplak dibalik kain dasternya.


"Tahu apa bu? Emang apa yang dirahasiakan ibu sama Udin?" Tanyaku lagi pada ibu, tak terasa beres juga nyapunya, tapi aku malah heran kok ibu ngikuti aku terus perasaan? Biasanya ku ingat-ingat tak seperti ini tingkahnya.


"Ibu sama bapak kamu tuh sebenarnya dijodohin sama kakek kamu... Tapi nenek kamu melarang karena bapak kamu dulu pernah nyakitin nenek"


"Lho? Kok Udin baru tahu sih bu? Terus ibu cinta kan sama ayah bu?" Tanyaku pelan, meskipun posisi rumah kami disekat pakai pembatas pagar bambu, tapi aku takut ada orang yang kebetulan lewat.


"Awalnya sih ibu sedih Din... Tapi lama-lama ibu cinta juga sama bapak kamu. Kalau ibu lagi kesal jujur saja kamu suka jadi bahan pelampiasan kemarahan ibu, makanya ibu kadang gak tega juga sama kamu Din... Maafin ibu ya..?" Mendengar curahan hati ibu, aku baru tahu rahasia yang tersembunyi dibalik pernikahannya. Juga sekarang aku tahu kenapa ibu selalu memarahiku, ternyata hanya pelampiasan kekesalan karena perjodohan.


"Gak apa-apa bu, Udin sekarang tahu kenapa ibu suka marahin Udin dengan suatu masalah yang Udin sendiri tidak paham... Tapi Udin senang ibu sudah terbuka sama Udin, kok tumben ibu betah cerita? Biasanya ngomel-ngomel terus hehee..." Kataku candain ibuku.


"Ehh.. iya ya? Ibu baru sadar kok ibu lihat kamu beda banget Din?" Ucap ibu menatap wajahku tajam.


"Aneh kenapa bu? Apa Udin bukan anak ibu?" Kataku polos.


"Hushh!! Kamu kalau ngomong suka ngasal... Kamu anak ibu lah! Masa anak ayam... Hihii..." Ucap ibu ketawa 😂. Saya sendiri baru sadar kalau ibu kok beda banget, lebih respek dan terbuka. Apa mungkin karena kebaikanku yang sudah membahagiakan nenek? Orang tua ibuku? Gumamku dalam hati.


"Kirain Udin, Udin anak tiri bu... Soalnya Udin selalu aja kena marah ibu, selalu dimarahi, diomelin terus..." Rupanya kata-kataku telah membuat ibu sedih dan menitikkan air mata.


"Bu? Ibu menangis? Maafin Udin bu... Udin memang gak guna selalu menyusahkan ibu... Kita kedalam aja yuk bu? Nanti Udin disebut anak durhaka sama tetangga." Ku ajak ibu masuk kedalam rumah lewat pintu dapur belakang rumah, lalu kami duduk dikursi diruang tengah. Saya dudukkan ibu, lalu mengambil air putih didalam gelas bening dan ku berikan kepada ibuku.


Setelah ibu menenangkan diri, ibu mulai bercerita lagi meskipun masih tersisa pada ibu bekas dari tangisan yang terisak-isak tadi.


"Din, nenek tak mau tinggal sama kita dirumah ini sebenarnya tak suka sama bapak kamu... Sampai sekarang bapak kamu kadang suka memperlihatkan tingkah laku yang tak beradab sama nenek kamu.. ibu sedih sebenarnya Din, tapi berkat kamu ibu senang nenek ada yang jagain, apalagi kamu cucu kesayangannya..." Ucap ibu yang semakin deras meneteskan air mata. Melihat ibu menangis jiwa lelakiku yang gak tegaan merangkul ibu sehingga ibu menyender miring kearah dadaku.


"Terus, tadi ibu bilang aku beda, beda apanya sih bu? Perasaan Udin gak ada yang berubah...?" Kataku mengingatkan ibu tentang obrolan diluar tadi.


"Gak tahu Din, kok kamu beda banget.. ibu kayak merasa ada nenek pada diri kamu. Makanya ibu merasa seolah lagi curhat sama ibuku sendiri Din... Nenek kamu.." mendengar omongan ibu barusan, aku merasa semakin heran ada apa denganku? Sejak menyetubuhi nenek, mendapat doa dari nenek ibu jadi berubah begini?.


"Bu? Apa ibu mau sendiri dulu atau Udin temenin supaya ibu tenang...?"


"Biarin ibu dipeluk kamu dulu Din..." Aku peluk ibu menunggu dirinya puas menangis di pelukanku. Jika dilihat-lihat tubuh ibu seperti artis Paramitha Rusady lagi pake daster, aku merasa seperti ada rasa aneh pada diriku. Kenapa aku berpikir dan ada dorongan kuat agar menyetubuhi ibuku sendiri? Bisikan-bisikan jahat seakan mengerubungi hati dan pikiranku untuk melakukan sebuah hubungan cinta sedarah dengan ibu.


Penisku pun merespon pikiran jahatku, hingga batangku terbangun mengeras dan menggeliat merasakan adanya lobang hangat didekatnya. Dengan gemetar aku seka air mata ibuku dengan jempolku, lalu memegang pipi kanannya dengan tangan kiriku. Ketika ku letakkan telapak tanganku dipipi kanannya, ibuku merasa rileks dan mulai tenang.


"Din? Tangan kamu anget banget di pipi ibu nak... Biarin disitu jangan dilepas dulu Din... Kok ibu merasa nyaman banget..." Ucap ibu memegang tanganku agar jangan dilepas. Tentu aku merasa bingung karena keadaan seperti ini membuatku dengan ibu terasa sangat dekat sekali dengan wajahnya.


"Bu? Nanti ada ayah datang lho... Liat ibu nangis terus lagi dipeluk Udin.." kataku mulai merasa takut kalau sampai dilihat ayah dalam posisi dan suasana seperti ini.


"Kamu gak tahu ya? kalau bapak kamu lagi pergi kondangan?"


"Gak tau bu... Emang siapa sih yang nikah?"


"Itu anak keduanya pak Asep katanya sih nikah sama orang cipepek.."


"Bukannya kampung cipepek jauh banget bu? Butuh setengah hari perjalanan lho bu...? Terus kenapa ibu gak ikut?" Aku entah sejak kapan sambil ngobrol mulai menciumi kepala sama pipi ibuku, tapi ibu tak mempedulikannya membiarkanku melakukan itu. Mungkin menganggapnya rasa sayang dari putranya, padahal sejak ku peluk ibuku penisku mulai bereaksi aneh.


"Kalau ibu pergi nanti kamu di rumah sendirian Din... Lagian ayah kamu nyuruh gak boleh ikut soalnya perjalanannya sangat jauh... Kok kamu senyum-senyum sih sama ibu?" Kata ibu sambil mencubit pahaku.


"Aduh! Ibu ihh nakal... Udin bales nihhh...?!" Kataku sambil mencubit pahanya bagian tengahnya tapi pelan saja.


"Tuh! Kamu udah nyakitin ibu nyubit paha ibu... Doa lho Din...?"


"Ahh biarin! Lagian ibu juga yang mulai duluan... Tapi gak sakit kan bu...?"


"Gak berasa Din, soalnya kamu gak keras kan nyubitnya? Ibu tadi hanya bo'ongan doang pura-pura sakit hihiii..." Ucap ibuku ketawa renyah, enak banget dilihatnya.


"Oiya bu, Udin dapat salam dari nenek buat ibu. Nanti kalau ada waktu main kerumah nenek ada yang ingin dibicarakan katanya penting bu..?"


"Ada apa ya? Ibu kok punya firasat aneh...?"
Ucap ibu yang masih tetap ku peluk tubuhnya.


"Mungkin ada perlu banget sama ibu, tapi katanya jangan sampai ayah tahu bu ke rumah neneknya...?"


"Kenapa emang Din? Oh iya ibu paham kenapa nenek kamu gak mau ketemu ayah... Ya sudah nanti Anter sama kamu aja ke rumah neneknya ya...?"


"Baik bu, oiya ibu udah baikan sekarang? Gak sedih lagi? Udin lepas ya pelukannya..?" Kataku pada ibu yang masih aja memelukku, bahkan tangannya melingkar di pinggangku.


"Udah, ibu udah gak sedih lagi... Ibu heran kok kamu kayak berwibawa Dimata ibu? Deket kamu ibu merasa nyaman banget...?" Ucap ibu menatapku, ahh! Rasanya ingin ku cium saja bibirnya, tapi aku takut ini hanya sesaat saja.


"Udin juga merasa nyaman dengan ibu. Bu? Jadilah seperti ini terus.. jangan marahin Udin lagi... Udin pengen seperti ini dekat dengan ibu... Untung ibu tadi sudah terbuka waktu kita ngobrol diluar, Udin senang akhirnya masalah itu sudah ditemukan titik permasalahannya dan terselesaikan". Sekarang malah aku peluk ibuku dari samping bermanjaan dengan ibu, lalu giliran aku bersandar dipundaknya. Tercium dari kulit lehernya minyak wangi bunga rose yang begitu menggairahkan, sampai secara reflek aku cium leher ibu sambil menghembuskan hawa panas dari dalam tubuhku. Ketika ku cium itu ibuku sampai sempat mendesah tapi ditahannya kembali dan memprotesku.


"Udin?! Geli ihh..." Ucap ibu sambil mendelik tajam matanya kearahku, tapi entah kenapa anehnya aku merasa semakin tertantang ingin lebih dari sekedar mencium leher.


"Gak boleh ya bu...?" Masih mendekap ibu dari samping.


"Bukannya gak boleh Din.. tapi.... Tapi...?"


"Tapi kenapa bu? Udin sayang banget lho sama ibu..." Kataku menyela ibu bicara.


"Iya ibu tahu Din... Tapi jangan disekitar leher ya? Soalnya kulit leher ibu sangat sensitif, itu kelemahan ibu.." ucap ibu malu-malu.


Mendengar hal itu aku malah senang sekali, karena ibu memberitahukan kelemahan dirinya yang paling sulit untuk menolak. Tapi aku biarkan ibu tak ku cium lagi lehernya, aku tak mau memaksakan keegoisanku menguasaiku. Akhirnya, aku hanya mengobrol saja sambil iseng megang-megang pundak ibu sambil memijitinya.


"Iya Din enak disitu..." Kata ibu ketika aku memijiti antara lengan dan pundaknya. Memijiti ibu sambil memeluknya aneh memang, tapi ibu pun merasa tak aneh dengan yang aku lakukan. Biasanya saya tak berani melakukan hal tabu semacam ini dan ibu pun pasti akan marah jika aku memeluknya karena dianggap melecehkan. Aku bertanya-tanya pada diriku lagi, apa yang terjadi terhadapku? Apakah ini akibat dari menyetubuhi nenek lalu anaknya alias ibuku ikut terpengaruh oleh kata-kataku? Atau mungkin ini hukuman atas diriku karena perbuatan maksiatku yang melampaui batas?.


Ketika sedang merenung sambil memijiti ibu, tiba-tiba ibu memelukku erat sehingga wajahku mendarat di samping lehernya dan mulutku mengenai kulit lehernya juga. Saking gemasnya karena tekstur kulit ibu yang lembut dan kenyal, secara reflek aku gigit gemas leher ibu. Tentu saja ternyata perkataan ibu benar juga. Ibuku mendesah dan semakin memelukku dengan kuatnya, "Aahhh... Diinnn jangan disituhhh... Aahhh...!!" Tapi tak aku gubris ucapannya, mulutnya memang melarangku tapi reaksi dari tubuhnya malah sebaliknya, ibu menekan-nekanku kearah tubuhnya seakan ibu ingin menyatu denganku.


Ditengah rumah aku terkam leher ibuku dengan gigitan yang penuh nafsu, lalu aku hisap kuat-kuat sampai tubuhnya menggelepar. Sebelum ibu marah karena aku sudah berani melakukan yang baru saja dilarang oleh ibu, cepat-cepat aku minta maaf kepada ibuku tapi kami masih berpelukan di kursi tengah rumah.


"Maafkan Udin bu... Udin sudah berani gigit ibu.." saya sudah selesai bicara tapi ibu masih ngos-ngosan, lalu ibu menatap tepat dimataku dan meneteskan air mata.


"Tega kamu Din... Kamu nafsu sama ibu?! Hampir kita melakukannya. Untung kamu lepaskan mulut kamu dileher ibu?! Coba liatin leher ibu merah gak?" Suruh ibu agar aku mengamati lehernya, ku lihat memang ada bekas gigitan dan hisapan yang berwarna merah membekas di kulit lehernya. Tapi kami masih saja berpelukan dengan ibu yang sedikit miring posisi tubuhnya karena ada pembatas dipinggir kursi. Selain itu pintu rumah depan terbuka lebar, jika ada yang masuk atau melihat kami sedang bercumbu mesra bisa fatal akibatnya.


"Iya bu ada merah-merahnya... Udin memang anak durhaka, tak pantas disayang ibu..." Aku jadi merasa bingung dan takut sifat ibu kembali ke awal yang suka melampiaskan kemarahannya kepadaku.


"Ibu takut kalau ayah kamu lagi pengen, bekas ini masih ada..." Ucap ibu yang sekarang duduk, sebenarnya aku mau melepaskan genggaman tangannya. Tapi sepertinya ibu tahu kalau aku ketakutan, lalu ibu memegang kedua pundakku sehingga kami saling berhadapan.


"Bu? Kenapa ibu tak tampar aja sekalian Udin biar Udin gak mendekati ibu lagi..?" Aku menatap wajah ibu lalu ku tundukan pandanganku.


"Apa kamu pikir ibu akan melakukannya Din?" Tanya ibu yang masih memandangiku.


"Saat Udin menggigit dan menghisap ibu tadi rasanya enak banget bu... Tapi Udin sadar dan melepaskan ibu karena ibu pasti akan marah..." Saat ku katakan itu ibu tersenyum.


"Hei..?! Din liat ibu...?" Kata ibu yang sedang memegang kedua pundakku.


"Iya ada apa bu..?" Aku pandangi ibu yang diam sejenak, lalu 'Cupp!' diciumnya bibirku oleh ibu sekitar dua detik ibu mendaratkan bibirnya dengan bibirku.


"Ibu marah Din.. itu hukuman buat kamu..." Ucap ibu yang katanya marah, tapi dengan perkataan yang lembut. Aku sempat tak percaya ibuku berani menciumku. Aku pun merasa terharu mendapat perlakuan istimewa seperti itu, lalu ku beranikan diri mengecup keningnya layaknya seorang pacar mencium kekasihnya dengan lembut. Ketika selesai dikecup, ku lihat ibu memejamkan matanya dan menatapku lagi.


Lagi dan lagi otak warasku mencoba mencerna situasi yang sedang aku dan ibuku lakukan, ada apa dengan ibu? Ada apa denganku? Kenapa sebegitu mudahnya kami melakukan hal tabu semacam ini. Tapi setan dan hawa nafsuku berusaha menerjang akal warasku, sehingga yang tinggal hanyalah rasa penasaran dan keingintahuan. Aku ingin bertanya pada ibu apa yang sudah aku lakukan sehingga ibu jadi liar seperti ini? Mana mungkin hanya karena gara-gara menyetubuhi nenek, anaknya yaitu tidak lain adalah ibuku terpengaruh oleh akibat hubungan sedarah. Belum selesai aku bertanya-tanya pada diriku, rupanya ibu seperti menangkap apa yang sedang aku pikirkan.


"Nak, kamu pasti bingung kenapa ibu yang suka marah-marah sama kamu tiba-tiba menjadi seperti wanita dijalanan menunggu pelanggan..." aku hanya mendengarkan ibuku bicara, meskipun sempat aku kaget ibuku disamakan dengan WTS. Tapi aku tak mau memotong pembicaraannya, biarlah ibu sendiri yang menjawab kebingunganku atas keanehan yang terjadi pada dirinya. Lalu lanjutnya, "ibu pun sama, apa yang sudah terjadi pada ibu? Rasa malu juga akal sehat ibu seperti ditelan oleh birahi yang tiba-tiba menguasai ibu." Sepertinya ibuku tak sanggup bercerita lagi ia hanya menunduk, lalu agar ibu tak merasa bingung dan rasa malunya kembali, ku pangku ibuku bangkit dari kursi menuju kamarku, lalu ku tutup pintu depan dengan kakiku. Ibu pun malah nyempetin mengulurkan tangannya meraih kunci yang tergantung dipintu lalu dikuncinya pintu depan oleh ibu.


"Mau ngapain kita kekamar Din...?" Ucap ibu setelah ku rebahkan tubuhnya.


"Udin pengen tiduran bareng ibu... Gak papa kan bu?"


"Tapi jangan macam-macam ya..?" Rupanya ibu masih ada akal sehatnya.


"Peluk ibu boleh... Hehee?" Bujikku sambil tersenyum.


"Hmmm... " Setelah membalikkan badan hanya suara itu saja yang keluar dari mulutnya, Padahal aku kira ibu mau kalau diajak melakukan berhubungan badan, tapi ternyata aku kena PHP akh!


Sambil ku peluk ibuku dari belakang, tanganku melingkar di pinggangnya lalu perlahan ku rapatkan tubuhku dengan ibuku, karena posisi tubuh ibu yang meringkuk tentu aku pun mengikuti posisi ibu didepanku. Sampai ku rasakan bongkahan pantatnya yang tentunya merekah terasa hangat menempel dengan penisku. Aku takut melakukannya lebih jauh lagi karena tak yakin kalau ibu tak se-sayang nenek, akhirnya sedikit kecewa karena tak mungkin bisa menyetubuhi ibu ku berusaha untuk memejamkan mataku.


Sorenya ku terbangun dari tidur sudah tak ada ibu di sampingku dan juga aku baru sadar kalau aku sedang berada dalam selimut, padahal tadi waktu memeluk ibu kami tak memakai selimut. 'Bu, kasih sayangmu sungguh luar biasa besarnya'. Gumamku dalam hati, lalu ku beranjak dari kasur dan duduk diruang tengah. Sambil rebahan di kursi mataku melihat langit-langit rumah membayangkan kegagalan dalam mendapatkan hati ibu dan ketakutan jika ibu menyadari kekeliruanku yang telah melakukan tindakan tercela terhadapnya.


Untuk memastikan bahwa ibu baik-baik saja, ku cari ibuku dibelakang dan ternyata memang ibu sedang mencuci piring dikamar mandi sambil jongkok membelakangiku. Ku lihat bongkahan pantatnya yang begitu lebar dan bulat seakan memanggil penisku untuk mampir disitu, dengan santainya ibu mencuci piring tanpa menyadari kehadianku bahwa aku sedang memperhatikannya. Ku hampiri lalu ku perhatikan beberapa saat ibu ternyata seksi juga, padahal hanya memakai daster yang membalut seluruh tubuhnya. Tapi, melihat perjuangan ibu mengurus rumah tangga yang begitu sibuk dengan kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga, membuatku merasa kasihan dan tersentuh hatiku jika selama ini sebenarnya sangat menyayangiku.


"Bu..? " Kataku pelan.


"Ehh... Dinn? Kaget ibu nak... Udah bangun? Makan dulu itu diatas meja sayur sop sama goreng tempe..." Ucap ibu menoleh kearahku yang sedikit terperanjat ketika ku panggil dirinya.


Sambil berdiri dibelakangnya aku berkata, "maafin Udin ya bu?"


"Maaf kenapa Din?"


"Udin sudah berburuk sangka kalau ibu tak sayang, juga maafin Udin karena tadi sudah mencium dan memeluk ibu..." Kataku mengucapkannya dengan pelan dan hampir terbata-bata mengatakannya karena takut ibu kesal dengan kelakuanku.


"Sudah jangan dipikirkan nak... Ibu juga salah.."


"Ibu marah sama Udin?" Kataku memastikan.


"Tidak Din... Kenapa kamu berpikiran seperti itu terhadap ibu nak..?" Ucap ibu menoleh kearahku.


"Udin takut ibu kembali seperti dulu lagi..." Kataku sedikit takut juga mengatakannya. Lalu ibu menghentikan aktivitas mencuci piringnya dan membersihkan tangannya.


"Supaya kamu yakin ibu tak marah gara-gara kejadian tadi, seharusnya peluk ibu dari belakang... Sekalian sambil pijitin ibu dong..." Ucap ibu tersenyum lalu melanjutkan mencuci piringnya.


Saking senangnya aku pun mengikuti arahan ibu, ku peluk tubuhnya dari belakang dengan melingkarkan kedua tanganku dipinggangnya, sambil sama-sama jongkok tentunya. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi aku sama ibu kayak katak lagi kawin aja. Meskipun demikian aku senang ibuku ternyata tak marah kepadaku.


"Bu? Boleh setiap hari Udin memeluk ibu?" Sambil ku rapatkan tubuhku dengan tubuhnya, sampai ku rasakan rasa hangat dan nyaman tatkala ku peluk ibuku.


"Tapi ingat! Jangan sampai pas lagi ayah kamu ada Din? Takutnya ayahmu berpikiran yang bukan-bukan.."


"Iya bu... Makasih ya..? Udin sayang sama ibu..." Ku cium lehernya.


"Ahhh... Udinn ihhh! Ibu geli kalau dicium leher!" Ucap ibu sambil menggoyangkan tubuhnya mengingatkanku.


"Ehh.. maaf bu... Soalnya Udin saking senengnya pengen nyium leher ibu..." Kataku sambil mengusap perut ibu yang terasa ramping. Meskipun tak bahenol seperti ibu-ibu tetangga, saya merasa beruntung karena bagiku adalah sensasinya yang terasa sangat nikmat kurasakan. Tapi ada sisi lebihnya, pantat sama payudaranya lumayan lebar dan gede banget! Ingin sekali ku remas sambil netek di payudaranya ibu yang montok.


"Meluk boleh tapi jangan cium leher ya..? Nanti ibu~" tak dilanjutkan ibu ceritanya.


"Nanti kenapa bu?" Kataku penasaran.


"Ini rahasia ya? ibu juga kalau ayah kamu cium leher ibu gak suka" Ibu menoleh ke arahku yang secara tak sengaja pipinya tercium olehku. Tapi ibu tak ngambek malah memberikanku kesempatan untuk bicara.


"Iya bu, Udin janji ini rahasia kita... Tapi kenapa ibu tak suka dicium leher?" Tanyaku penasaran, yang saya tahu ketika ku cium leher ibu bahkan sampai ku gigit dan ku hisap kuat ibuku tak marah. Lagi lagi saya dibuat heran dengan sikap antara ibu dengan ayah dan ibu denganku.


"Ibu kan sudah bilang kalau ibu dijodohkan Din ?"


"Terus apa hubungannya tak suka dicium leher sama perjodohan bu?"


"Ihh kamu mah ibu belum selesai bicara juga udah dipotong... Hufh!" Kata ibu ngambek, tapi entah punya ide dari mana secara reflek aku cium pipi ibu dan lehernya lalu merayunya dengan sopan dan lembut.


"Ayo dong Buu.. ceritain sama Udin yaa..? Udin sayaaaaannngg banget sama ibu..." Ku peluk ibuku semakin erat sampai batang torpedoku menusuk bagian luar pantatnya.


"Ibu bingung mengatakannya Din..." Tangan ibu menghentikan cuci piringnya. Lalu semakin ku dekap ibuku dan mencium tengkuknya sampai bulu kuduknya berdiri.


"Bu? Ceritain kita akan jaga rahasia ini sama-sama bu..." Ku bujuk lebih serius lagi.


"Ibu rasanya tak mencintai ayahmu Din... Bisa dibilang mungkin hanya sedikit saja..." Akhirnya ibu pun mengatakannya juga, meskipun saya kaget ibuku membangun rumah tangga dalam keterpaksaan.


"Terus, apa ibu tak menyayangiku juga bu? Seperti halnya ibu tak mencintai ayah..?" Kataku yang mulai melonggarkan pelukanku pada ibu, karena mendengar keluhan ibu yang tak memberikan ruang cinta buat ayah, apalagi aku. Tapi rupanya ibu menyadari itu lalu buru-buru ibuku berkata, "kamu mau melepaskan pelukan kamu ke ibu??? Peluk lagi kayak tadi Din?!" Tegas ibu yang membuatku langsung memeluk lagi ibuku dengan semakin erat, malah penisku semakin merapat dengan pantatnya dan tanganku memegang kedua payudaranya, walaupun hanya bagian bawahnya saja.


"Kamu buah hati belahan jiwa ibu Din... tak pernah terpikirkan oleh ibu kamu tak ibu sayangi.. kamu satu-satunya harapan ibu, masa depan ibu..." Ucap ibu menoleh ke samping lalu aku pun mencium pipinya, sejenak ibu membiarkan bibirku mendarat di pipi tembemnya lalu membersihkan piring lagi.


"Berarti... Udin boleh memeluk ibu kapan pun, dimana pun bu??"


"Iya boleh... Tapi dari belakang ya? Jangan dari depan..?"


"Kenapa bu..?"


"Dari belakang aja punya kamu udah berani nusuk ibu, apalagi dari depan ke tusuk punya ibu nanti..." Ucap ibu sambil ketawa, beberapa saat aku berpikir sejenak lalu mulai menangkap apa yang diucapkan oleh ibu.


"Terus kenapa ibu gak marah ku tusuk dari belakang bu?"


"Kalau ibu marah, udah dari tadi ibu pukul kamu pake gayung biar kayak cerita maling Kundang hihi..."


"Ahh ibu bisa aja... Berarti kalau lewat belakang boleh kan bu? " Rabaanku mulai sedikit naik sampai seluruh payudaranya ku pegang dan ku rasakan begitu penuh karena lingkaran payudaranya begitu besar sampai ke samping. Ingin rasanya ku remas kuat payudaranya, tapi sialnya acara cuci piringnya sudah selesai dan ibu menyuruhku meletakkan piring-piring yang sudah dicuci disimpan pada raknya.


Setelah membantu ibu semua pekerjaan rumahnya yang biasa aku lakukan, lanjut mandi, makan, minum jus pisang campur telor dan susu. Kebiasaan minum-minuman yang kaya vitamin ini tak bisa saya tinggalkan, karena memang sudah menjadi kebutuhan tubuhku memproduksi sel-sel sperma.


"Din.. Udin...?!" Ibuku memanggil, lalu ku hampiri ibuku yang ternyata sudah ganti pakaian. Sekarang ibuku memakai kaos oblong, celana panjang hitam agak lebar yang menurutku seperti terbuat dari bahan celana SMA, hanya beda warna saja.


"Ada apa bu..?"


"Mumpung ibu lagi ada waktu senggang, kita ke rumah nenek yuk Din?"


"Sekarang bu..?"


"Iya sekarang aja..."


"Tapi bagaimana kalau ayah pulang bu?"


"Paling besok pulangnya Din... Yuk ke nenek? Ibu juga kangen pengen main ke sana..."


"Baik bu, ayoo.." kataku sangat senang karena akan ke rumah nenek lagi.


"Kamu kok seneng banget sih...?"


"Tentu senang bu... Kan Udin sangat sayang sama nenek..." Mendengar itu ibuku jadi ikut senang, karena aku berarti sangat menyayangi ibunya ibu.


Diperjalanan kami berdua melewati rumah-rumah para tetangga, lalu ±50 meter dari tetangga sekitar aku dan ibuku sampai didepan rumah nenek. Karena posisi rumahnya memang berjauhan dengan para tetangga disekelilingnya.


"Assalamualaikum nek ini Udin...!" Kataku mengetuk pintu.


"Waalaikumsalam, Din? Ehh.. Wati? (Nama ibuku) Kamu juga kesini?" Kata nenek yang sepertinya melihat anaknya dengan jelas, memang mata nenek agak kabur kalau dari kejauhan.


"Masuk.. masuk... Din buatin ibumu minuman..." Kata nenek yang sama-sama duduk di kursi dengan ibu.


"Baik nek, nenek juga mau dibuatin nek?"


"Boleh..." Nenek tersenyum kepadaku.


Saya tahu nenek sedang bersikap layaknya seorang nenek kepada cucunya, padahal kami sudah melakukan hubungan layaknya suami istri.


Beberapa saat kemudian saya pun membawakan minuman untuk mereka berdua, lalu duduk didekat ibu.


Ketika saya datang keduanya sudah mengobrol, entah apa yang sedang di obrolkannya, saya hanya mendengarkannya saja.


"Wati, sebagai ibu yang sayang sama anaknya.. ibu berharap kamu percaya sama Udin.." kata nenek kepada ibuku.


"Maksudnya gimana Mak?" Balas ibu kepada nenek, memang ibuku kalau berhadapan langsung dengan nenek suka memanggilnya dengan nama emak.


"Kejadian dulu apakah kamu masih ingat? Ketika kamu dijodohkan nenek membela kamu mati-matian agar jangan terjadi, tapi kakek kamu bersikeras untuk menikahkan kamu?"


"Iya Mak, saya ingat dan sampai sekarang hati saya belum bisa menerima suamiku sekarang Mak..." Kata ibu kepada nenek. Sambil mereka ngobrol aku tiduran dipangkuan ibu menghadap kearah nenek karena takut tidak sopan, tangan ibu pun mengusap kepalaku.


"Wati... Apa kamu masih mau menuruti nasehat ibu sekarang nak?" Kata nenek.


"Tentu Mak, saya akan menuruti emak karena berkat emak saya dan Udin merasa dipersatukan.." jawab ibu.


"Alhamdulillah, ibu merasa senang mendengarnya. Oiya, ada wasiat penting sebelum ibu meninggal, wasiat ini harus segera ibu katakan sama kamu..." Kata nenek mulai serius pada ibu.


"Apa itu Mak...?"


"Nenek mau kamu menikah sama Udin anakmu..." Duarrrr!!!! Aku dan ibuku terkejut dengan apa yang nenek katakan. Saya tak menyangka nenek akan berkata seperti itu yang tentunya membuat kami berdua terdiam.


"Astaghfirullah Mak, kok emak bilang begitu? Mana mungkin ibu menikahi anaknya sendiri Mak?! Selain itu saya masih bersuami Mak?!" Kata ibu memprotes keputusan nenek.


"Itu pun terserah kamu mau menuruti ibu atau tidak, ibu ingin kamu bahagia bersama putramu. Ibu tak rela kamu sebenarnya menikah dengan suamimu sekarang. Dirumah ini, saat ini juga kamu ibu restui jadi suami istri yang sah Wati.." ucap nenek kepada ibuku yang wajahnya melihatku ketika nenek mengatakan itu. Saya pun tak berani menatap ibuku karena merasa takut dan malu ibuku kecewa dengan keputusan nenek.


"Tapi Mak kenapa emak berpikiran saya dan Udin harus menjadi suami istri Mak...?" Ucap ibuku meminta penjelasan.


"Karena satu-satunya lelaki yang ibu ridhoi untuk menjadi suamimu adalah Udin anakmu. Ibu sangat percaya sama anakmu juga ibu yakin kamu akan bahagia bersama Udin anakmu.. percayalah nak..." Ucap nenek meyakinkan ibu yang sepertinya masih terkejut dengan apa yang dikatakan oleh nenek.


"Beri saya waktu untuk merenung Mak.. memang jujur saja saya tidak bahagia bersama suami saya sekarang... Tapi, entah kenapa saya merasa nyaman bersama Udin anak saya... Biasanya saya tidak pernah berpikiran seperti itu.. tidak pernah.." Ucap ibuku mulai saling sahut menyahut dengan nenek.


"Begini saja. Ini ibu punya cincin kayu dua pasang sebagai tanda kalau kalian berdua setuju menjadi suami istri. Din pakai cincin ini jika kamu setuju ibumu jadi istrimu..." Kata nenek menyuruhku memakai cincin kayu itu. Saya pun bangkit dari lahunan ibu lalu memakainya dijari manisku.


"Nek, saya sangat mencintai ibu. Jika ini amanat dari nenek buatku untuk membahagiakan ibu, saya terima ibuku menjadi istriku nek. Tapi, Udin tidak akan memaksa perasaan ibu untuk menjadikan Udin sebagai suami kedua ibu.. biarlah ibu Udin yang memutuskannya..." Kataku kepada nenek yang sepertinya sangat senang sekali dengan kata-kataku.


"Bagaimana dengan kamu Wati?" Tanya nenek kepada ibu.


"Mak, cincinnya saya terima dulu dan akan saya simpan..." Kata ibu kepada nenek.


"Baiklah, ibu takkan memaksa kamu Wati... Tapi ingat, jika kamu memakai cincin itu berarti kamu setuju ya...?" Tegas nenek kepada ibuku. Lalu ibu pun mengambil cincin itu dan menyatukannya dengan kalung emasnya. Kalung itu adalah mas kawin pernikahan ibu dengan ayahku.


Setelah membahas pembicaraan yang sangat serius itu, kami bertiga ngobrol apapun yang bisa menjadi bahan obrolan hingga malam hari. Sepertinya hari ini saya tak bisa melampiaskan hasratku menyetubuhi nenekku karena ada ibu. Akhirnya aku tidur dikamar sebelah sedangkan nenek bersama ibu dikamar nenek.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd