Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Bule ganteng di kosan cewek (Remake edition)

Bimabet
Sambungannya




Edo




Darla



POV Edo



Setelah menelpon Titien dan janjian langsung ketemu di rumah duka, pada waktu pemakaman Della, aku segera membawa mobil Pregio Naya dari Manado menuju ke kampong Della, yang letaknya di Tompaso Baru. Jarak antara rumah duka dengan Villa Naya di Modoinding hanya sekitar 20 km. Tadi sebelum berangkat Landa telpon meminta saya menjemput seorang saudara Della di Manado, yang juga akan pulang mengikuti acara pemakaman. Boleh lah, hitung-hitung ada teman sepanjang perjalanan selama 5 jam.



Astaga, orang yang aku jemput ternyata seorang gadis yang sangat cantik, masih muda, mungkin SMA. Wajahnya yang manis mirip sekali dengan Della, hanya lebih muda.



Baru sekarang aku jadi gugup di depan seorang gadis, biasanya aku dengan PD-nya tebar pesona di depan para gadis. Aku cepat-cepat merapikan baju dan rambutku, serta membersihkan tempat duduk mobil cepat-cepat. Gadis ini harus duduk di depan, menemaniku.



Setelah salaman dan membuka pintu, aku mulai start mobil dan memulai perjalanan panjang. Ihhh geblek sekali, sudah salaman tadi gak tanya nama. Aku melirik kepadanya, gadis itu juga menatapku kemudian tersenyum manis dan malu-malu menunduk. Wah, prospek bagus ini.



“Eh, kita belum kenalan. Aku Edo, teman baik Della…!” Aku kembali mengulurkan tangan dengan percaya diri.



“Aku adik Darla, adik Della!” Gadis itu menyambut tanganku dan tersenyum.



‘Astaga… itukan gadis yang disuruh Della aku jaga’ Hehehe, kayaknya sebelum ia pergi, Della sempat menunjuk penggantinya kepadaku.



“Edo…” Cewek itu mau bertanya tapi malu-malu.



“Yah?”



“Eng…. Eh!”



“Apa, ngomong aja, gak usah malu-malu!” Duh mulut itu kalo tersenyum manis sekali.



“Eh… sudah dong tangannya…!”



Astaga, tanganku dari tadi masih menggengam tangannya yang hangat. Ia menatapku sambil tersenyum.



“Eh… maaf!” Aku sebenarnya gak lupa, tapi keenakan.



“Gak apa-apa!”



“Aku hanya mau kau tahu!” Mulutku langsung gombal.



“Apa?”



“Aku tak akan melepaskanmu ….!” Aku menatapnya tajam. Ia juga menatapku, dan tatapannya berbinar-binar penuh cinta.



“Edo … lihat jalan dong!”



-----



Aku kemudian muncul bersama Darla di Villa milik keluarga Naya. Ketika bertemu dengan teman-teman, aku dengan bangga langsung memperkenalkan Darla, adik Della. Gadis itu sudah akrab denganku dan gak malu-malu langsung mengandengku mesra. Hehehe… udah dimodusin sepanjang jalan.



“Kalian sudah jadian?” Titien bertanya penasaran. Pasti karena melihat tatapanku.



“Eh… gak… ehhhh…. Aduhh!” Darla kelihatan malu-malu melepaskan tangannya. “kami baru berkenalan tadi pagi!”



“Begini Titien, status kami sekarang masih PDKT, baru sebentar malam rencananya aku nembak!” Della mencubitku tapi ia tersenyum malu. Titien langsung tahu.



“Edo.. jangan pura-pura lagi, aku dengar kok pesan Della supaya kamu cari si adiknya…! Eh, Darla, kalo Edo gak bisa bikin kamu bahagia, bilang padaku yah!” Kata Brian meledek.



“Hush… udah nakal yah?” Aku meledek Brian dan mencubitnya. Aku mendekat kepada Darla dan mengandengnya. Ia kelihatan senang sekali…



Tak lama kemudian kami sudah melaju menuju ke kampung, menghadiri pemakaman Della. Setelah pemakaman, Darla ikut denganku nginap di Villa Naya. Kami rencana tinggal lagi satu malam sebelum pulang ke Manado bersama dengan Naya dan rombongan.



Rencana dalam perjalanan pulang ke Manado, kami akan singgah di rumahnya Mbak Vicka, dan melayat jenazah Chika. Brenda malah menyiapkan uang santunan dari badan intel Amerika yang akan diberikan kepada Kak Vicka yang mengurus dia. Menurut Titien ini mungkin rencana terbaik bagi gadis itu.



-----



Sore itu kami bercanda di beranda sambil menikmati indahnya Danau Moat. Titien ikutan masak dengan penjaga villa dan membawa beberapa makanan ringan, ada kolak ubi dan juga gorengan. Aku senang sekali karena Darla langsung dekat dengan Titien, Brenda dan Naya. Ia merasa senang dianggap teman menggantikan posisi Della.



“Ding dong!” Titien segera pergi ke pintu. Ternyata kedua orang tuanya datang bertamu. Pasti mau kenalan dengan Brian. Pantasan cowok itu kelihatan jauh lebih rapi, pake celana panjang segala. Biasanya celana basket, eh, ternyata mau ketemu calon mertua. Hehehe…



Orang tua Titien ternyata asyik juga lho, bercanda dengan anak-anak muda. Mereka juga ternyata sudah sangat akrab dengan Naya... adiknya Nando.



Menurut mereka, kemarin Om Agus telpon suruh Brian nginap di rumah satu malam. Mereka semua sudah mengenal Brian dari cerita-cerita Deyana, yang ternyata sepupu Titien. Wah, hebat juga si Romeo… pisah dengan Deyana, justru jadian dengan sepupunya.



Eh… mungkin mirip dengan aku, sih. Ditinggal Della yang terbunuh, kini jadian dengan adiknya. Adiknya ternyata bawelnya sama dengan Della… tapi ia kayaknya sudah sayang banget ke aku… seperti kakaknya. Kecantikannya sih sama, malahan mungkin lebih cantik sedikit. Tatapan nakalnya juga sama… postur tubuhnya sama… eh, tadi malam waktu pelukan sempat nyerempet ke toketnya, dan kayaknya sama padat tuh dengan Della. Pasti memeknya juga sama legit… Ih… kok ngomong sampe ke situ! Jangan dulu, baru jadian.



Wah… aku rasa kasihan sama Brian yang diledek habis-habisan oleh anak-anak nakal itu. Apalagi Shaun dan Brenda yang menceritakan kenakalan Brian sejak masih SMA. Untunglah Brian sempat bernafas lega ketika Titien bercanda bilang Brenda itu calon anak mantu juga!



“Huh Doni? Ih masih kecil...” Ayah dan ibu Titien hanya tertawa.



“Doni masih kecil? wah udah besar gitu masih dibilang kecil?” Brenda bercanda. Untung Titien segera main mata suruh diam. Hehehe… Eh, mana anak itu?



Akhirnya Doni muncul juga, datang dengan motor kayaknya ada belanja sesuatu. Masuk pintu dia langsung teriak-teriak mencari kakaknya. Gayanya membuat heboh villa itu.



“Kak Titien…!” Doni mencari Titien. Gadis itu malah cepat-cepat bersembunyi tapi ketangkap. Kayaknya mau menghindar.



“Kak Titien, ini uang kembaliannya!” Doni memberikan uang kepada Kakaknya.



“Eh, Doni! Emangnya Titien suruh beli apa?” Mamanya Titien bertanya.



“Itu, kemarin Kak Titien suruh beli kondom satu pak!” Kata Doni dengan polosnya… Aku dan Darla sampe kaget. Brian langsung pucat, sedangkan Shaun, Naya dan Brenda sudah menahan tawa tapi gak berani bilang apa-apa.



Keadaan sudah tegang sekali. Titien sendiri sampe melongo bingung, pasti kalo gak ada orang sudah lama ditabok anak itu.



“Apa kamu bilang?” Ihhh galak juga ayah Titien. Ia tampak kurang senang…



“Eh aku bilang apa? Eh Titien kemarin suruh beli pembalut…” Kata Doni mengoreksi.



“Hahahaha…” Naya dan Brenda langsung tertawa, sedangkan Titien dan Brian langsung bernafas lega. Doni sempat main mata ke kakaknya… astaga, kayaknya sengaja tuh!



Untung orang tua Titien hanya menanggapi dengan santai dan terus bercanda. Tapi Titien dan Brian masih pucat.



Nanti setelah orang tuanya pulang baru Titien dan Brian diledek habis-habisan. Doni benar-benar jahil, eh baru kali itu aku lihat Titien mati kutu. “Hahahaha”



Kami masih tertawa-tawa ketika Doni menculik Brenda dan membawa gadis itu dengan perahu berkeliling danau Moat. Mereka pergi ke sebuah sudut yang sunyi… ih, pasti mesum lagi.



“Brenda… hati-hati. Ingat ada ular putih?” Aku meledek mereka. Tampaknya mereka lagi asyik di danau.



Tak lama kemudian kelihatan kedua orang itu berpegang ke perahu kecil yang sudah terbalik. Mereka berenang dari menuju dermaga mencari perlindungan. Aduh kasian, pasti dingin. Danau ini memang dingin airnya karena hawa ditempat ini.



Kami segera berdiri di dermaga melihat kalau-kalau mereka butuh pertolongan. Mereka kini sudah dekat dan segera ditarik keatas.



“Astaga? Huh! Doni? Brenda!” Kami semua kaget ketika menarik mereka ternyata lagi telanjang bulat. Begitu naik, Brenda langsung cepat-cepat menutupi bagian-bagian intimnya, tapi terlanjut dilirik oleh penjaga villa. Hehehe… rasain. Pantasan perahu sampe terbalik, orangnya mesum… Doni malah masih meringis-ringis kesakitan. Ternyata seekor belut masih menempel mengigit kontolnya… astaga!



“Hahahaha…” Semua orang justru menertawakan kesialan Doni.



“Yah, ular putihnya hilang begal, kalah sama belut!” Brian mulai melucu.



“Kak Tien, ini kan harus diamputasi... atau tumbuk sampai halus?” Naya ikutan meledek Doni.



Aku hanya tertawa-tawa sambil memandang Darla yang masih memeluk pinggangku.



-----




POV Titien



Setelah sekian lama tidak pernah lagi menginjak rumah keluarga Nando, malam ini kami kembali kumpul disini. Rumah kediaman orang tua Naya ini sangat luas dan mewah, maklum mereka adalah pengusaha yang berhasil. Dan Orang tua Naya membuat pesta ulang tahun yang meriah bagi anak gadisnya. Eh, begitu bertemu denganku mereka memelukku lama. Katanya rindu… Aku juga memperkenalkan mereka ke Brian dan mereka senang sekali.



Ketika memasang lilin, orang tua Naya meminta ku untuk berpose dengan mereka. Astaga, aku sudah dianggap seperti anak mereka sendiri. Ini pasti ulah Naya yang terus menceritakan tentang pentingnya diriku. Sayang habis pesta orang tuanya langsung terbang lagi ke Jakarta.



Justru setelah orang-tua dan keluarga Naya pulang, pesta makin meriah. Biasalah, ketika orang-orang muda berkumpul pasti rame. Dan aku mendapat kesempatan bertemu kembali dengan teman-teman Naya dan Nando yang hampir semuanya sudah ku kenal. Memang sih hanya 20-an orang yang diundang, umumnya teman kelas dan sahabat dekat.



Dengan bangga aku memperkenalkan pacarku yang ganteng… Brian memang tampil beda. Aku memaksanya untuk pake baju rapih lengkap sampe celana panjang dan jas. Shaun juga ikutan rapih, padahal kalo tidak diancam mereka akan muncul dengan celana basket.



Ih… inikan pesta Naya, kenapa justru aku merasa menjadi bintangnya? Tapi Naya juga bahagia kok. Ia dipaksa ciuman dengan Shaun dan disuruh dansa pertama. Suasana tampak sangat indah…



Diakhir acara, pas sebelum tamu-tamu pulang aku memimpin acara khusus buat Naya, yaitu Ia harus membuka hadiah dan mendapat ucapan selamat khusus dari pemberi hadiah. Tentu saja tidak semua, hanya teman-teman dekat dan terutama dari grup kami.



Tentu saja hadiah pertama dari Shaun… eh Shaun sebenarnya lupa beli hadiah, tapi ia ingat sudah memberikan hadiah khusus untuk Naya sejak bulan lalu. Sebuah karya tanah liat buatan tangannya sendiri waktu di Pulutan. Dan ketika dibuka, Naya langsung pucat. Sebuah kontol tanah liat warna putih, dan ujungnya dikasih mata.



“Wah ular putih!” Kata Edo, dan disambut dengan tawa. Eh, hadiahnya mungkin bisa jadi dildo ketika mereka harus LDR. Hehehe…



Shaun secara diplomatis berkata itu hanya simbolnya, hadiah utamanya nanti sebentar malam! Huhhh… teman-teman Naya sampe ribut dengan komentar Mesumnya.



Brian memberikan hadiah sebuah boneka lucu yang cute… eh ternyata boneka tarsius. Kami langsung tertawa mengingat kejadian lucu melibatkan binatang itu.



Ketika hadiahku dibuka, Naya langsung tersenyum. Sebuah lingerie yang sangat seksi dan transparan. Aku menyuruhnya memakai itu sebentar malam. Kembali hadiahku disambut dengan tertawa.



Doni memberikan sebuah kaos oblong, eh ada tulisannya. Ketika disuruh perlihatkan kami tertawa dengan kata-katanya: “Kecil-kecil gini, punya pacar besar lho!”



Brenda tambah kacau lagi. Hadiahnya ternyata sebuah celana dalam yang pake alat getar… lengkap dengan remotenya. Suasana langsung rame.



Dan satu-satunya hadiah yang paling kacau diberikan oleh Edo. Ketika Naya membukanya, ternyata isinya sebuat alat tes kehamilan. Naya langsung ngamuk-ngamuk mencubit cowok itu.



-----



Dari tadi Edo terus menghindari kami, mungkin karena ada pacarnya. Tetapi ketika tamu-tamu pulang, mau gak mau ia membawa Darla datang mendekat, dan kembali cewek itu jadi sasaran ejekan Shaun dan Brian.



“Edo, bilang dong jujur, mana lebih enak? Della atau adiknya?” Darla hanya tersipu malu.



“Hush… masih perawan tuh! Kayaknya Edo belum mampu bolongin, kan?” Brian meledek Edo dan Darla. Cewek itu tambah tertawa tersipu.



“Kalo begitu, sini aku bantu perawani!” Kata Shaun sambil mendekat ke Darla, sehingga cewek itu langsung lari menghindar sambi tertawa.



“Eh, Darla… kamu harus berterima kasih padaku. Karena aku Edo jadi hebat lho taklukan wanita. Eh, kamu mau aku kasih ajar jurus-jurus mengalahkan cowok! Pasti pacarmu keok-keok di ranjang!” Brenda tambah meledek gadis itu.



Aku merasa kasihan sama cewek itu, dan langsung memeluknya. “Hush… Darla masih SMA jangan dulu kasih ajar mesum.”



Dari tadi Darla hanya diam saja, mungkin ia merasa risih. Darla menatapku berterima kasih. Aku hanya berbisik bilang jangan perhatikan mereka, udah dari sono-nya suka bercanda.



----



Akhirnya seminggu setelah datang dari Modoinding sudah berlalu. Saatnya berpisah. Delapan minggu ternyata cepat sekali berlalu, padahal Brian sudah berkali-kali menunda kepulangan mereka. Tapi sekarang mereka harus menghadiri persidangan.



Aku, Naya dan Edo sudah selesai mengurus pendaftaran kuliah, semester baru sudah dekat. Kami sudah-siap-siap ke kelas lagi, sedangkan aku sudah mendaftar untuk skripsi. Darla malah sudah kembali ke bangku sekolah. Eh, kali ini ia sudah pindah sekolah di Manado dan diberikan akomodasi gratis di kos baru Naya, eh salah. Itu kos ku, Naya sudah terus terang. Tapi statusnya pending karena kos asli Naya masih dalam renovasi.



Hari ini sangat cerah tetapi hatiku terasa mendung. Kami mengantar Brian, Brenda dan Shaun ke airport untuk berangkat kembali ke Amerika Serikat. Masih jam 12 siang kami sudah tiba di Bandara Sam Ratulangi, Manado, bersiap-siap cek in di pesawat Airbus A220 milik maskapai Silk Air yang membawa mereka ke Singapore.



Walaupun sudah peluk-pelukan dan ciuman dari tempat kos, tetapi aku masih memeluk erat Brian, sebelum mereka masuk ke ruangan cek-in. Ih, kenapa aku mellow gini, tuh Naya aja tegar melepas Shaun tanpa banyak merengek. Padahal sudah begitu banyak janji yang diucapkan…



Aku kembali mengingat pertemuan pertama di tempat ini waktu memegang kertas dengan nama-nama mereka. Sejak saat itu aku sudah tertarik kepada cowok ini… rasanya sulit untuk melepaskannya… seseorang yang begitu berarti, padahal baru kenalan selama sebulan setengah.



Brian melepaskan dengan ciuman yang dalam penuh dengan perasaan. Mungkin nanti Desember baru kita bertemu kembali, setelah aku menyelesaikan pendidikan. Brian janji akan datang menengokku kalo aku belum bisa mengunjunginya.



Aku titip ke Brenda dan Shaun untuk menjaga Romeo baik-baik, seperti aku akan menjaga Naya. Edo dan Naya juga melepas mereka, tapi banyakkan dengan bercanda.



“Edo, Darla udah dibolongin belum?” Brenda siap meledek lagi.



“Eh, belum sih… masih segel!” Edo kayaknya menemukan cinta sejatinya.



“Tahu gak, gadis seperti ittu biasanya suka gaya doggy!” Brenda kasih tip sambil memicingkan mata kirinya. Kami hanya tertawa…



Eh, Landa dan Devi juga turut mengucapkan selamat tinggal dan terima kasih. Keduanya berterima kasih sudah dilepaskan dari geng Kobe dan bebas dari tuntutan. Terutama Devi, karena pada akhirnya ia bekerja sama melawan Mr. Logan.



Akhirnya dengan belaian tangan, Brian, Shaun dan Brenda masuk kedalam pemeriksaan sekuriti, sambil meneteng bawaan mereka. Itu mungkin kali terakhir aku melihat mereka.



Aku dan Naya berjalan pelan-pelan ke mobil. Rasanya hati kami sudah ikutan berangkat. Eh, ternyata Naya tidak setegar yang aku kira. Tepat didalam mobil ia menangis tersedu-sedu.



“Udah dong, Nay! Gak usah bersedih lagi…!” Aku menghiburnya.



“Kak Titien enak, cowoknya romantis pake cium-ciuman waktu pamit. Tuh, Shaun gak pamit sama sekali. Masak cewek sendiri dicuekin padahal sudah mau berpisah. Gak ada lagi kejelasan hubungan kami kedepan gimana!” Naya masih nangis.



“Emangnya Shaun gak bilang apa-apa? Kamu harusnya tanya tadi malam!” Aku kaget.



“Kak, satu malam Naya dicuekin. Bukannya ngomong dengan Naya, malah sibuk skype dengan advisornya sama pimpinan fakultas. Naya bingung maunya Shaun gimana!” Naya terus bersedih, dan aku kembali membiarkan dadaku menjadi tempat ia menangis tersedu-sedu.



Mobil mulai berjalan, Edo sendirian di depan, sedangkan Naya bersama aku di kursi kedua.



“Terus aku ini gimana kak?” Naya masih terisak, akupun coba menghiburnya.



“Naya gak perlu sedih, walau Shaun sudah pergi kan sudah dikasih itu... dildo yang ia buat dari tanah liat! Custom made lho, khusus untuk Naya. Kalo kakak justru gak ada.” Aku ledek dia supaya jangan sedih.



Hehehe, berhasil Nayanya langsung ketawa walau masih sedih.



“Nanti dipinjamin kok! Kakak aja yg pake duluan…” Naya tersenyum.



“Ih, harus Naya dong yang ajarin, itukan replikanya kontol Shaun...” Aku meledek dia dan langsung disambut cubitan Naya. Tapi gak lama kemudian gadis itu sedih lagi.



“Eh, jadi ceritanya Naya gak dapat jatah dong tadi malam?” Aku mengalihkan perhatiannya lagi.



“Ihhhh... kejamnya. Padahal aku juga mau balas dendam lho suruh Shaun entot kakak. Sayang tadi malam Shaun sibuk dengan skypenya. Padahal aku sudah siap-siap tarik kakak ke kamar.” Naya masih uring-uringan.



“Iya sih... padahal aku juga mau banget. Penasaran lho gimana permainan kontol besar Shaun. Kan tiap malam Naya sampe teriak2 keenakan... harus di share lho! Sayang yah aku gak sempat merasakannya” Aku meledeknya bercanda.



“Huh, Titien?” Edo sampai kaget, kayak serius aja.



“Yah, rugi dong... kak Tien gak bilang sih kalo mau...!” Naya kembali tersenyum.



“Gini Tien, kalo mau aku siap kok jadi dildo kamu. Eh.. Naya juga klo mau!” Edo menawarkan solusi. Aku hanya tertawa.



"Ihhh kalo gitu sih bukan dildo lagi, tapi gigolo... hahaha!" Aku hanya menertawakannya



“Hahaha... Ihh maunya... sana minta sama Darla” Naya ngamuk, tapi ia udah gak nangis lagi.



Tak terasa kita sudah berada di gate keluar, sementara antri bayar karcis keluar gate. Tiba-tiba ada orang ketuk pintu kuat-kuat.



“Shaun?” Aku sama Naya sama-sama kaget. Mungkin Shaun ada kelupaan sesuatu.



Ketika kami membuka pintu mobil, Shaun langsung naik. Nafasnya masih terengah-engah. Kayaknya ia tadi kejar mobil ini dari tempat parking.



“Kamu gak pergi? Jangan-jangan lupa paspor lagi?” Aku bertanya.



“Aku gak berangkat. Tadi malam advisorku sudah setuju aku penelitian di Manado... jadi rencana tinggal sini tambah 3 bulan lagi, baru pulang kalo data sudah rampung dan siap maju skripsi.” Kata Shaun sambil terengah-engah mencari nafas.



“Astaga, beneran?” Naya terpekik kaget.



“Iya dong! Memangnya kamu lihat aku bawa koper? Gak kan?” Shaun membela diri.



“Kenapa baru bilang?” Naya masih gak percaya.



“Kamu gak tanya! Udah aku cape, mau tidur dulu ngantuk. palingan bentar malam mau threesome, jadi harus kumpul tenaga. Eh, Brian sudah ijinkan loh aku gantiin dia puasin Titien selama aku disini!” Shaun segera pindah ke kursi belakang untuk tidur.



“Huh?” Naya dan aku berpandangan terkejut.



“Ihhhh…” Aku ingat kata-kata terakhir Shaun.



“Kak Tien gak lolos lagi malam ini, hehehe” Naya memegang tanganku dengan erat. ‘Astaga kata-kataku tadi jadi bumerang. Wah, aku harus siap-siap, pake alasan apa yah. Bahaya ini, bisa-bisa malam ini ada kontol kedua yang akan masuk ke memekku.’ Aku tersenyum sendiri.



-----



Tamat
Nantikan Epilog-nya
 
Terakhir diubah:
Side Story: The birthday present




Edo




Darla


POV Edo


Setelah dua bulan lebih pulangnya Brian dan Brenda, aku makin dekat dengan Darla yang sudah ku pacari. Gadis itu sangat manis, tapi juga nakal. Memang sih selama ini aku gak pernah minta yang aneh-aneh, justru Darla yang suka menggodaku.



“Sayang selamat ultah...!” Darla tiba-tiba datang dan mencium pipiku. Aku baru selesai makan sedangkan Darla baru kembali dari latihan cheerleader di sekolah.



“Hadiahnya mana?” Aku memeluknya, bau keringat, tapi tetap semerbak.



“Ada kok... khusus untuk kamu, tapi tunggu aku mandi dulu yah? Sayang mau hadiah apa?” Darla menatapku, pada ujung bibirnya ada senyum nakal.



“Gak perlu, temani aku nonton aja sudah cukup kok!” Hehehe… tumben yah! Soalnya gadis ini masih kecil... polos lagi belum boleh minta yang mesum-mesum. Masalahnya aku terlanjur mencintainya, jadi gak berani minta macam-macam. Takut kualat.



Darla… gadis manis adik dari Della yang kini sudah membuat aku bahagia. Baru sekarang aku merasakan cinta yang sesungguhnya… ternyata beda dengan apa yang kurasakan kepada Titien dan Naya selama ini.



Della yang pertama membuat aku sadar, dan kini adiknya yang membuat aku berubah. Biasanya tiap kali dapat gebetan baru, hal yang pertama ku buat adalah pamerin ke teman-teman. Malah paling suka kalo teman-teman lihat aku bercumbu di depan mereka. Sekarang… gak lagi.



Tapi kadang aku bingung, Darla kelihatan mau aja aku mesumin… tapi aku justru takut. Ia harus yakin dulu bahwa aku sungguh mencintainya.



Wah, lama sekali gadis itu mandi, padahal aku sudah tunggu dari tadi di ruang nonton. Dasar cewek…



“Taaada…..!” Dara memutar badan didepanku memamerkan tanktop dan rok mininya. Ihhh seksi banget. Gadis itu memang memiliki tubuh yang menggiurkan… ditambah lagi dengan wajah yang cantik dan manis. Ihhh… bikin orang konak seketika. Aku hanya menatapnya terpesona.



Darla memelukku dari belakang dan kini menutup mataku dengan sebuah kain hitam yang sudah dibawahnya. “Sayang, tutup dulu matanya yah… baru ambil hadiahnya!”



Gadis itu menuntunku yang gak bisa liat apa-apa. Eh, kayaknya dibawa ke kamarnya. Begitu masuk ia menutup pintu dan menyuruhku berdiri sementara ia menyiapkan hadiahnya. Aku jadi penasaran…



Setelah hampir sepuluh menit, ia suruh aku buka penutup mata. Benar juga, ini di kamarnya. Lampunya dibuat remang-remang, tapi Darla tidak lagi berada didepanku. Otomatis aku memandang ke kiri ke arah suarahnya. Astaga! Darla sementara berbaring di tempat tidur, pake selimut.



“Edo, sini…” Ia menyuruhku masuk ke dalam selimut.



Aku menurutinya, dan ketika ku singkapkan selimut, aku terkejut. Darla sudah telanjang bulat sambil menutupi bagian-bagian intimnya. Astaga..!



“Eh, Darla?” Aku kaget…



Ia tersenyum kepadaku, dan membuka tangannya malu-malu untuk menunjukkan asset-assetnya. Nakal banget…



OMG! Aku terbelalak… terus melongo memandang keindahan tubuh gadis SMA didepanku… mana bisa tahan!



“Eh... Darla? Ngapain? kamu masih kecil gak boleh gitu?” Aku gugup sekali.



“Sayang gak mau?” Gadis itu hanya tertawa menantang. Aku bergerak perlahan-lahan masuk ke dalam selimut. Aku menatap matanya.



“Darla kan masih perawan?” Gadis itu tersenyum dan memelukku erat, tak lama kemudian tangannya membuka ritsliting celanaku, dan terus menyelip di balik CDku yang sudah menggelembung. Tak lama kemudian ia bertemu dengan Edo jr yang sudah terusik



“Sayang! buka yah?” Gadis itu bergerak cekatan.



“Sayang! Aduh jangan...” Aku mencoba menahan tetapi gerakanku yang setengah hati kalah cepat. Ia menyibak selimut untuk melihatnya dari dekat.



“Ihhhh... besar!” Gadis itu mulai memegang kontolku dan mengocoknya pelan tapi takut-takut. Jelas sekali ini kali pertama ia melihat dan memegang kontol cowok.



“Sudah-sudah! Cukup sampe disini, aku gak tahan lagi…” Aku menahan tangannya yang sudah keasikan mengicokku. Aku bisa-bisa bertahan hanya 5 menit kalo model gini, mana gadisnya cantik banget.



“Gak tahan buat apa?” Darla menantang.



“Takut keterusan!” Aku menjawab simpel.



“Keterusan apa?” Ia tersenyum.



“Keterusan mengentotmu!” Aku mulai terangsang. Gadis ini nakal sekali…



“Emangnya kenapa kalo entot?” Darla terus menatapku menggoda.



“Kamu bisa hilang perawan!” Kata ku mencoba memberi kesadaran tapi jelas aku tidak bersungguh-sungguh.



“Jadi benar Kak Edo gak mau? Di kasih hadiah keperawanan lho!” Darla semakin menggoda.



“Darla, stop! Aku gak bisa tahan lagi!” Nafasku sudah berdengus menahan hasrat, kalo bukan Darla, pasti sudah dari tadi aku menggagahinya.



Gadis itu kini berdiri dan mengangkat bahu. “Yah, kalo Kak Edo gak mau, terpaksa aku kasih ke Shaun aja!”



Astaga! Serta merta aku gak bisa berpikir lagi dan langsung memeluk tubuh telanjang itu dan mempermainkan dua bongkahan nikmat di dadanya. Aku jadi beringat didorong oleh gairah yang sudah di puncak… kedua putting yang menghias toket indah itu kembali menjadi pelampiasan.



“Ahhhh… aduhhh… pelan-pelan dong!” Darla kini menggeliat menahan seranganku pada kedua toketnya. Rasain! Siapa suruh membangkitkan nafsuku.



Darla masih terus mendesah keras, ia mulai merasakan kenikmatan terlarang. Wajahnya sampe mengerut menahan geli dan nikmatnya sapuan dan kulumanku pada toketnya. Ia terus mengerang… dan erangannya mencapai puncaknya ketika pentilnya aku pelintir dengan lidah dan jariku. Gadis itu sampe kejang-kejang merasakan memeknya banjir.



Setelah aku menarik bibirku, Darla menarik nafas lega. Nafasnya panjang dan terengah-engah membayangkan kenikmatan yang baru pertama dirasakannya. Gadis SMA ini sudah terbakar dengan nafsu dan butuh pelampiasan. Matanya kembali menatapku membayangkan gairah yang menuntut.



“Kak Edo! Ayo dong… masak cuma toketku yang mainin?” Darla menarik tanganku ke memeknya yang cukup tembem.



“Eh, yang itu gak boleh!” Aku masih terus menolak. Gadis ini nakal sekali, aku harus menutup mata menahan birahi. “Tumben sayang, hari ini nafsu banget!”



“Eh, tadi malam aku ngintip Shaun jilat memek Landa di kamarnya!” Wah lihai juga si Shaun. Aku tahu Naya membiarkan saja cowok itu tebar pesona kepada gadis lain di waktu ia lagi haid. Tapi biasanya Shaun mampu menahan diri… eh kecuali kepada Titien, hehehe. Sayang Titien sudah kembali ke kosnya lagi dan hanya datang kalau perlu. Pasti menghindari cowok itu. Ihhhh… bego amat, ini ada gadis telanjang bulat, kok aku malah memikirkan Titien, eh Shaun.



“Huh...! Hebat banget lidahnya, lho... dijilat semua sampe Landa keenakan!” Darla kembali memancing egoku.



“Emangnya, Darla lihat sendiri?”



“Ia... aku pura-pura tidur. Eh, gak sampe 5 menit Landa orgasme loh... hebat sekali sempongan Shaun. Pinter puasin cewek!” Astaga! Untung Shaun tidak menyentuhnya… aku kembali membayangkan peristiwa Della kehilangan keperawanannya di kontol Shaun, kejadiannya mirip. Della pura-pura tidur waktu Shaun menggarap Landa di sampingnya. Wah, apa Shaun juga sempat menyentuh Darla? Aku malah jadi tambah penasaran!



“Shaun tidak menyentuhmu kan?”



“Eh, gak kok…. Hihihi, hampir saja! Keburu dipanggil Naya!” Astaga! Pasti cewek ini langsung kebangkit nafsunya melihat kontol Shaun. Ini bahaya sekali…



“Darla nakal sekali! Wah, harus dihukum, kalo begitu!”



“Emangnya Kak Edo mau hukum apa?” Darla menatapku menantang.



“Harus sempong kontolku di mulut!” Aku mulai menurunkan celanaku… Darla hanya tersenyum



“Boleh sih! Tapi….” Darla menatapku nakal dengan kata-kata yang sengaja menggantung.



“Tapi apa?” Aku cepat-cepat.



“Kan aku yang duluan minta dioral!” Darla membuka selangkangannya, dan menarik kepalaku mendekat. Mau tak mau aku menatap tajam memek perawan ini. Sangat indah dan ketat… wah pasti enak sekali. Aku menatap lama-lama sambil mengambil gambar memori memeknya ke dalam ingatanku.



Darla tiba-tiba menutup kembali kakinya! “Eh? Kok ditutup?” aku bertanya.



“Malu dong! Masak dilihat seperti itu…” Darla masih manja-manja.



Dengan perlahan aku membuka kakinya dan mulai menjilat permukaan memek perawan itu pelan-pelan. Lumatanku semakin lama semakin kuat menyedot cairan precum-nya. Darla menatapku sambil menahan nafas.



“Gimana? Enak?” Aku bertanya.



“Kayaknya enakan Shaun!” Darla kembali mengejekku…



“Eh… berani meledek yah! Rasakan ini…. Bibirku menyedot kuat dan lidahku mengelosor ke kiri kanan mencari titik sensitif. Kemudian dengan jurus-jurus terbaik ciptaan suhu Brenda aku mengemutnya kuat…



“Ahhhhhhh! Uhhh… Aduhhhhh…. Ahhh… Ampunnnnnnnn!” Darla mulai terus mendesah, mengerang, merintih… sampai tubuhnya melengkung dan terhentak-hentak menyambut orgasme pertamanya… sementara itu lidah dan dariku merasakan kuatnya cengkraman liang itu ketika mulai berkedut tanda kemenanganku.



Darla masih terus tidur terlentang mengumpulkan raga sehabis orgasme. Nafasnya terus mendengus… dan mulutnya menganga… dan terus terbuka ketika kontolku merasakan lumatan bibir yang perawan itu, dan membiarkan saja ketika batang besar dan keras itu keluar masuk menggoda mulut yang manis itu.



“Kak Edo! Besar sekali... aku kira hanya orang bule yang punya kontol besar gini… apalagi helmnya, besar dan beringas. ihhh keras lagi kayak kayu!” Tak henti-hentinya Darla memuji kontol pertama yang dilihatnya ketika dewasa.



Setelah bermain-main dengan kontol dan mendapat kursus singkat mengemut, aku menariknya keluar dari mulutnya. Enak sekali sih, aku hampir sampe… tapi rugi dong kalo hanya buang di mulut. Aku sudah sangat terangsang… aku gak perduli lagi soal keperawanannya, toh ia kan pacarku sendiri, satu-satunya orang yang aku cintai.



“Eh kontol Shaun besarloh... menurut Landa sampe mentok di Rahim! Ihhhh kelihatannya enak sekali!” Darla kembali meledekku. Ihhh gadis ini persis kakaknya suka meledek orang. Ia tahu akhirnya aku gak bisa tahan diri setelah ia ceritakan tentang Shaun.



“Kamu mau...?” Aku kembali mengantung… hehehe dendam!



“Emangnya kak Edo kuat? Mampu? Kata orang butuh kerja keras loh untuk bisa menerobos keperawanan cewek!” Darla meledek lagi…



“Emangnya Darla berani? Darla mau kasih?” Aku balas memancing.



“Eh dari tadi kon udah kasih, Kak Edo yang gak mau! Aku curiga loh jangan-jangan Kak Edo impoten yah? Ato harus minum obat dulu?” Darla menambah pancingannya.



“Huh?” Ego ku terpancing juga… dengan segera kontolku yang sudah sangat keras menggesek memeknya dari luar. Darla masih menatap sambil tersenyum…



“Beraninya cuma di luar doang! Aku panggil Shaun aja!” Huh? Ini sudah keterlaluan… Aku segera menempatkan kontolku di mulut liangnya dan mulai menusuk kedalam, dan kali ini semakin kedalam sampai menyentuh selaput kegadisannya.



“Pelan-pelan dong… eh… tunggu…. Sayang… aduh…Aaaarrrgggghhhhhhhhh!” Dengan satu sentakan keras, kontolku menembus pertahanan terakhirnya dan menerobos masuk ke titik-titik yang sebelumnya belum pernah disentuh benda asing.



Darla memelukku kuat dan menjambak kepala serta rambutku sambil berteriak kuat setelah merasakan kegadisannya dirampas. Sementara kontolku merasakan suatu pengalaman yang sangat indah, dicengkram kuat oleh dinding memek yang berdenyut dan meraup kenikmatan tertinggi dari seorang gadis yang dicintai. Sungguh suatu pengalaman yang tak ada duanya. Memek perawan sangat sempit mengesek dan menjepit… sementara itu perasaan bahwa seorang gadis telah menyerahkan kehormatan dan masa depannya kepadamu membuat aku merasa berbeda. Ini bukan ngentot… ini em el… ini bercinta!



Pantesan Shaun tunduk ke Naya dan Brian ke Titien. Udah dapat jackpot. Ini perawan pertama untukku, dari gadis yang benar-benar aku cintai.



“Gimana sayang?” Aku bertanya setelah mendiamkan kontolku sejenak.



“Sakit... ihhh… Kak Edo jahat!” Ia masih menatapku sementara bibirnya dimonyongkan… ih, manja sekali.



“Emangnya kalo Shaun enak yah?” Aku bertanya meledek balik.



“Huuuuhh… kalo aku tahu sakit gini, aku gak mau!” Darla menatapku setengah tertawa tapi jelas masih menahan ngilu.



“Tenang sayang… aku akan buat kamu terbang dalam kenikmatan dan Darla tidak akan pernah melupakan hari ini!” Aku menatapnya tersenyum.



“I love you...” Darla menjawab dengan tulus.



“I kove you, too!”



“Met ultah yah sayang…”



-----



Setelah 15 menit lebih menggedor memek itu dan dua kali berpindah posisi, Darla mulai merasa geli dan nikmat pada memeknya. Kali ini ia mulai mendesah dan merintih… Aku kini semakin mempercepat pompaanku dan Darla membalas melalui goyangan pinggulnya untuk mengimbangiku. Tetapi aku gak mau lama-lama lagi. Jepitan perawan sangat nikmat.. aku pun gak mampu menahan lagi, kali ini harus membuat ia nikmat juga. Desahannya semakin kuat dan tidak pernah berhenti… sementara kepalanya menggeleng. Dengan keras berteriak dan mengejang…



“Arggghhhh uhhhh Arrgggghhhhhhhhhhhhh”



Darla merasakan orgasme pertamanya ketika ia nungging dan disosok dari belakang. Terpaksa bantal guling menjadi sasaran ramasan kedua tangannya, sementara itu tubuhnya masih berkelojotan dengan memek yang berdenyut membuat aku hampir keluar. Aku hanya memberikan sedikit waktu untuk ia mengumpulkan nyawa setelah orgasme yang dasyat itu.



Kali ini Darla sudah tiduran terlentang lagi membiarkan memeknya disodok dengan RPM tinggi. Sementara posisiku sekarang lagi berdiri di pinggiran tempat duduk sementara maju mundur dengan cepat. Darla semakin kepayahan… ia tidak mampu lagi membalas tusukanku… ia hanya bisa menerima setelah tadi keluar… tapi kayaknya gairahnya naik lagi, mulutnya kembali mendesah dan tubuh bergetar. Sementara itu ia terus menatapku yang masih tetap memompahnya…. Kini tangannya melingkar di punggungku yang berteriak lagi… kali ini punggungnya tidak dapat lolos lagi dari cakaran kukunya.



“Aaaarrrggghhhhhhhh!” Darla mendapatkan multiple orgasme.



Aku masih menusuk sampai 7 – 8 kali lalu menyemprot karena tidak tahan lagi dengan kuatnya kedutan di memeknya. Aku tidak sempat menarik keluar lagi, kaki Darla mencengkram tubuhku kuat-kuat seakan tidak mau melepaskannya. Dan kontolku pun menembak kuat sampai kerahimnya. Sungguh kenikmatan yang sangat lengkap.



Aku melihat jarum jam, persetubuhan yang berlangsung lebih dari 40 menit. Setelah itu aku langsung membaringkan tubuhku disampingnya sambil ngos-ngos menarik nafas. Gadis itu masih berdengus… dan membiarkan saja tubuhnya ku peluk dari belakang.



Setelah berbaring 15 menit kami berdua mengatur posisi tidur, kali ini berhadapan sambil menatap. Darla kelihatan sangat cantik… pasti karena sudah dipuaskan.



“Darla sayang? Emang gak apa-apa aku buang di dalam?” Aku bertanya ketika menyadari sesuatu.



“Kamu buang di dalam?" Kata gadis itu sambil tersenyum jahil.



“Darla lagi gak subur kan!” Aku minta kepastian lagi.



“Eh… justru sekarang lagi subur-suburnya!” Katanya sambil menatapku tersenyum.



“Huh? Kalo hamil?” Aku kaget.



“Hehehe… justru aku suka kalo cepat hamil anakmu… supaya kita cepat kawin! Titik!” Gadis itu kembali bergaya menantang.



Astaga! Ia mau hamil? Kepala ku penuh dengan banyak pikiran. Aku sangat kaget, bahaya ini.



“Darla?” Aku bertanya hati-hati takut menyinggung perasaannya.



“Hahaha…. Aku bercanda. Palingan besok lusa sudah haid kok… jadi aman!” Darla mengejekku. Aku gak tahan lagi, segera mengelitik tubuh telanjangnya. Tanganku menjelajah bebas… gadis itu hanya tersenyum.



“Eh, Kayaknya Shaun kalo main sampe hampir 2 jam lho, ato malah lebih...” Ia kembali meledekku.



“Eh, ini baru ronde 1 kok. Aku siap melayanimu sampai sepuluh ronde!” Aku segera menangkap memek dan toketnya dengan tanganku. Darla terpekik sambil tertawa.



“Enaknya Shaun diijinkan ceweknya main sama Landa!” Kali ini aku yang meledeknya. Darla diam saja, kayaknya lagi berpikir.



“Kalo aku main sama Landa atau Titien kamu ijinkan?” Aku memancingnya, gantian aku yang membuat ia cemburu.



“Gak boleh! Awas yah!” Darla melotot.



“Yah payah dong!” Aku meledeknya lagi



“Sama Naya aja kalo mau!” Darla memandangku sambil tersenyum. Aku jagi bingung. Astaga… benaran di kasih?



“Eh, tunggu kok kalo Naya boleh?” Aku sampe melongo.



“Iya… Supaya aku bisa rasa kontol besar Shaun!” Darla tertawa meledekku, sementara aku masih melongo. "Ihhhh pasti enak sekali!" Darla hanya senyum-senyum menantang.



“Awas kamu… Aku puasin kamu sampai pagi... Eh, sampe gak bisa jalan lagi!” Aku mengancamnya.



“Ahhhhhhhh... uh eh… aduh… ampunnnn!” Darla berteriak-teriak ketika kedua jariku dengan nakal menusuk dan mengobel-ngobel memeknya. Dan ia terus melolong sementara jariku mempermainkannya.



-----



End of side story
 
Epilog



Titien




Shaun



Ryno

POV Titien

Enam bulan kemudian

“Astaga… it is happening!” Aku girang banget. Ini kali pertama aku berangkat keluar negeri, dan kali ini naik pesawat Emirates, Kali pertama aku duduk di kelas business! Romeo sih... Aku hanya kaget saja ternyata tiket yang dibeli agen adalah kelas bisnis. Untunglah aku ditemani oleh Shaun yang juga kaget kalo tiketnya di upgrade ke kelas bisnis.

Ini kali pertama aku dekat sekali dengan Shaun. Sejak perpisahan dengan Brian, aku mulai menjaga jarak dengan cowok itu. Bukan karena aku gak mau dengan dengannya, Shaun adalah sahabat yang baik. Tapi aku hanya merasa gak enak karena jauh dengan Brian. Apalagi aku tahu Shaun terus mengincar tubuhku… ihhh masak pagar makan tanaman.

“Eh, Titien… ini perjalanan jauh lho… nanti kalo kamu bosan gak tahu buat apa, bilang aja!” Shaun mulai memancing cerita.

“Eh, kalo aku butuh apa-apa kan cukup tekan tombol?” Aku tersenyum.

“Untuk makan dan minum sih iya, siapa tahu kamu butuh yang lain?” Shaun main mata, tapi aku hanya tertawa. Ihhhh gemesin…

“Emangnya Shaun bisa apa?” Aku meledeknya.

“Pasti bikin kamu puas… kalo makan minum kan yang puas hanya mulut yang atas? Tapi kalo mulut bawah, aku bisa bantu isi, lho…” Shaun mulai menjurus.

“Hahaha… Masih stress dari dua bulan lalu?” Aku meledek lagi.

“Jangan bilang kalo kamu lagi haid lagi!” Shaun tertawa.

“Hahaha…! Apa kamu pikir aku waktu itu aku sungguhan lagi haid?”

“Huh? Tapi kan…” Shaun kaget

“Hahahaha…” Aku hanya tertawa dan kembali menutup mataku sambil menidurkan kursiku. Cowok itu masih bengong.

Ingatanku terbayang ke peristiwa dua bulan lalu di kosan Naya.

Flashback

Waktu itu pas selesai ujian mid, aku dipanggil Naya ke kos. Setelah berkali-kali diundang, aku gak enak kalo menolak lagi. Kami pun menghabiskan sore hari bercerita sambil main kartu sampe mabuk. Aku sudah minta-minta pulang dari tadi tapi terus dibujuk nginap di kos Naya.

Walaupun aku protes, terpaksa aku menyetujui keinginan mereka untuk minum-minum. Apalagi waktu itu kami hanya bertiga, bersama Naya dan Darla, jadi kurasa aman. Bahkan kami terus bercanda sampai kearah mesum. Sesuai kesepakatan, yang kalah harus bersedia digrepe-grepe.

Sebenarnya aku sudah protes, tapi karena sudah agak mabuk aku biarkan saja. Apalagi waktu itu Darla sudah sangat dekat dengan Aku. Kedua gadis itu berulang kali kalah melulu, sementara aku lolos terus. Terakhir waktu Darla kalah, matanya ditutup dan digrepe. Huh, toketnya kencang sekali… sekal, cuma masih kecil, masih bertumbuh. Gadis itu hanya keenakan tapi tak berdaya ketika bagian-bagian intim tubuhnya diremas dan dipilin. Naya nakal sih, baju dan bra Darla sampe dibuka menampilkan toket yang panjang dan padat.

Astaga! akhirnya aku kalah juga, setelah kedua orang itu berkonspirasi menahan kartuku. Keduanya membalas dendam, masak tanganku pake diikat segala, sementara mataku ditutup dengan kain. Naya dan Darla benar-benar jahil, kali ini seluruh pakaianku dibuka, kecuali kain segitiga yang masih dibiarkan. Ih… ternyata mereka bukan hanya grepe, tapi pake jilat dan lumat segala.

Eh.. ini kayaknya mencurigakan. Kayaknya lama sekali, masak aku sudah minta berhenti dari tadi gak dikasih. Masak kedua pentilku sampe dilumat tanpa ampun. Aku sudah kegelian. Nafsuku sudah sampai ke ubun-ubun… ihhhh! Bikin stress orang aja. Mana Brian lagi gak ada, kalo aku jadi menuntut dipuaskan gimana? Aku coba memberontak dan gerakanku mampu menyibak kain penutup mata dengan lenganku. Dan ketika aku melihat kebawah, aku jadi kaget luar biasa!

“Astaga! Shaun? Edo?” Ih… jahil sekali, masak aku dijebak oleh dua gadis nakal ini. Ternyata Naya dan Darla masih berada disampingku juga ikutan telanjang. Wah… bahaya ini.

Aku ingat rencana Naya mau balas dendam kepada perbuatanku menjebak ia sampe ML dengan Brian. Kok Darla sampe mau ikutan? Pasti dibujuk Edo. Aku ingat ledekan Darla kepada Edo bilang Shaun menggodanya. Edo hanya bilang ada syaratnya… apa ini yah!

Lumatan Edo dan Shaun secara bersamaan membuat nafsuku langsung bangkit. Sudah tauh toketku adalah wilayah sensitifku… Aku mendesah dan tubuhku bergetar. Aku terus meraung nikmat. Akhirnya setelah berminggu-minggu aku menjemput kembali orgasme ku.

“Aahhhhhh! Ahhhhhhhhhhhhh! aduh, sudah dong!”

Aku menarik nafas panjang berulang-ulang. Aku menahan diri untuk tidak kentut. Mukaku jagi merah.

“Nay, buka dong! Kakak ke kamar mandi dulu…” Aku menatapnya memohon. Naya mengerti... ia tahu dari air wajahku.

“Boleh aja, tapi Kak Tien harus janji siap melayani dua cowok yang terus merengek-rengek minta entot itu malam ini. Kak Titien gak bisa lari lagi, gimana!” Naya mengancamku. Aku harus mencari jalan keluar. Mujurlah mereka tidak memperhatikan HP-ku yang ditaruh di kursi, aku bisa meraihnya cepat-cepat waktu ke kamar mandi.

“Gini aja, Naya kan bisa menyimpan bajuku… gak mungkin lah Kakak lari telanjang gini!” Aku terus berpikir mencari solusi. Mujurlah Naya lupa kalo aku belum berjanji.

Akhirnya tanganku dibebas dan aku dikawal sampai ke pintu kamar mandi. Segera aku masuk dan mengunci pintu sambil mengeluarkan kentut khasku. Naya yang mendengarnya sayup-sayup hanya bisa menahan tawa.

Astaga! Apa yang harus aku buat. Aku harus lolos. Memang sih aku tadi sudah terbuai… pasti kalo dientot dua cowok itu pasti aku akan orgasme berkali-kali. Ih… aku sebenarnya sudah rindu kontol. Brian pasti mengerti, karena dia yang membuat aku jadi begini. Apa aku biarkan saja? Toh aku gak rugi apa-apa…

Setelah berpikir seksama, aku memutuskan untuk mencegah masalah. Bukannya aku gak mau dua kontol besar itu, tapi aku tahu Naya dan Darla di lubuk hati mereka enggan mengijinkan cowok-cowoknya tidur denganku. Mereka pasti cemburu kalo cowok-cowoknya ketagihan dengan tubuhku… lihat aja tatapan Darla tadi setelah ujung toketku dipilin-pilin jari Edo.

Eh belum lagi kalo aku sudah biarkan, nanti besok-besok aku gak bisa lari lagi. Pasti dua cowok itu minta jatah terus! Mana keduanya teman Brian lagi. Aku gak mau diriku diledek didepan cowokku… “Romeo, cewekmu aku buat sampe terkentut-kentut, lho!” Hihihi, malu dong… eh, padahal kontol Shaun besar lho.. beringas lagi kelihatannya. Sedangkan tadi kontol Edo kelihatan sangat keras lagi besar kepalanya. Ihhh persis kayak orangnya.

Akhirnya setelah membuka-buka kotak obat Naya, aku mendapatkan ide. Pembalut baru dan obat merah mungkin menjadi alat di mana aku masih bisa mempertahankan harga diriku. Hehehe… sekarang tinggal sandiwara saja.

Aku kembali merenungkan rencanaku. Yang paling berat adalah bagaimana menetapkan hati, pasti mereka tidak akan mengijinkan aku lolos semudah itu. Apa aku mampu menahan gairah menghadapi dua kontol istimewa itu? Tepat sebelum Naya mengetok minta cepat, aku sempat sms Om Agus minta meneleponku 10 menit lagi, dan suruh aku kerumah karena alasan emergensi. Pasti pamanku yg sangat dekat denganku itu mengerti, karena aku sudah beberapa kali minta hal yang sama bila dipaksa teman-teman bermalam atau menghadiri pesta.

Aku cepat-cepat menghapus sms, dan mempersiapkan actingku.

Benar juga, tak lama setelah aku keluar, dan harus kembali melayani nafsu kedua cowok itu, aku segera menolak dengan alasan lagi haid. Mereka mulai ragu, dan disaat mereka bimbang Om Agus langsung telpon.

Aku sengaja menghidupkan speaker, sehingga Naya dan Della mendengar langsung kata-kata Om Agus. Dan dengan akting yang kuperlihatkan membuat mereka percaya. Naya malah sempat menawarkan untuk mengantarku pulang, tapi kemudian aku bilang nanti Bang Jaya aja yang antar pake motor.

Gak mungkin kan Edo dan Brian membiarkan Naya lolos juga, hihihi. Dan benar juga, mereka sempat tukar pasangan orgy di sana. Gak masalah yang penting aku sudah lolos.

End of flashback

-----

JFK Airport sore ini kelihatan rame, pengunjung dari berbagai negara menempati tempat itu. Dengan segera aku menemukkan wajah tampannya menantiku di depan pintu keluar penumpang. Ganteng sekali... bikin aku jatuh cinta pada pandangan pertama kembali.

Aku cepat bergegas berjalan kearahnya.

“Romeo, ih! Apa-apan?” Aku hanya bisa tertawa melihat cowokku memegang kertas kecil di bandara. Tulisannya pake bahasa Indonesia, ada satu baris, dan isinya lucu banget…

"Titien, Aku rindu ….. kamu!”

Dan diatas titik-titik ada disisip tulisan toket yang dicoret dan ditulis memek disebelahnya… ihhhh ada-ada aja.

Begitu dekat aku langsung memeluknya, dan kedua tanganku otomatis mencubitnya kuat-kuat. Ihhhh… bikin malu, coba kalo ada penumpang Indonesia yang baca. Ini kan airport… Cowok itu mengaduh terus setelah menerima cubitanku, kasihan juga sih. Salahnya sendiri!

Romeo memutar kertasnya menampilkan tulisan lain yang mungkin dibuat duluan. Isinya hampir sama, hanya yang beda ada kata cubitan. “Aku rindu cubitan kamu”! Aku hanya bisa tertawa melihat kreativitas cowok itu.

----

Entah kenapa kami jadi malu-malu, padahal udah sangat rindu. Romeo diam aja, padahal ada seribu satu kata-kata yang ingin diucapkan.

"Sayang, aku masih marah, kamu gak datang di acara wisudaku bulan lalu!" Aku merajuk.

"Maaf yah, aku lagi banyak urusan. Tapi kan kamu sudah ada disini!"

"Iya, tapi aku sudah janji teman-teman bilang kamu akan datang. Aku juga ingin kamu kenalan dengan mereka!"

"Maaf sayang..."

"Aku maafkan dengan satu syarat..." Aku menuntut.

"Apa itu?"

"Seminggu ini kami ambil cuti, untuk antar aku jalan-jalan! Kalo gak mau aku benar-benar marah..." Ancamku.

"Iya, sayang nanti diatur yah..." Kata cowok itu.

Dengan kata-kata itu kami jadi makin intim. Romeo langsung menaruh tangannya di bahuku, dan aku langsung memeluk pinggangnya waktu kami jalan ke mobil. Kemesraan kembali terasa...

Tak menunggu lama bibirku sudah menempel di bibirnya dalam ciuman yang sangat membiuskan. Bibir kami hanya lepas sedikit tanpa menyadari kami sudah berada di mobil menuju apartementnya di Queens, New York City.

Cowok itu belum lama di tempat ini, tepatnya baru sebulan. Begitu menyelesaikan pendidikan, ia mendapat pekerjaan di Juliard School of music di uptown Manhattan. Selain itu ia juga diterima sebagai anggota kehormatan NY Philharmonic dan selalu aktif dalam konser. Kali ini ia lebih menekuni bidang musical scores untuk perfilman, dan memiliki beberapa kontrak kerja dengan sutradara-sutradara terkenal.

Sementara menunggu rumahnya direnovasi, Romeo tinggal di apartemen studio kecil. Luasnya hanya sekitar 6 x 10, tanpa kamar ataupun ruangan apa-apa. Ia biasanya hanya tidur di sofa, dasar cowok. Tapi rencana beberapa hari lagi rumahnya sudah selesai dan siap ditempati.

Sedangkan aku sendiri akan melanjutkan studi di Teachers College, University of Collumbia di New York city. Untuk sementara aku akan tinggal di guesthouse sekolah yg dekat dengan apartemen studio milik Romeo di Queens. Aku merasa gak enak, gak mungkin kan mereka serumah bertiga dengan Shaun di studio. Aku sendiri mendapat scholarship unggulan dengan stipend sekitar $5000 per bulan, termasuk yang paling tinggi. Aku harus siap-siap, karena bulan depan sudah waktu pendaftaran.

Malam ini, Brian membawa aku dan Shaun keliling kota New York, dimulai dengan sebuah tempat yang aku request khusus, di puncak Empire state building. Udara dingin tak dihiraukan lagi, karena mereka sudah larut dalam ciuman yang panas.

Besoknya sehari penuh kami keliling kota New York, dan kali ini banyak waktu yang dihabiskan di MMoA, museum yang berada di dekat central park. Sorenya kami berjalan-jalan di battery park, di ujung selatan Manhattan. Ketiganya terus bercanda melihat keindahan kota…

“Yuk, kita ke ground zero?” Ajak ku.

“Emangnya apa itu ground zero?” Tanya Shaun. Ia sudah berkali-kali ke New York tapi baru kali ini mendengar tentang itu.

“Itu… museum peringatan 9/11, yang pas di lokasi twin tower WTC runtuh ditabrak pesawat!” Aku mencoba menjelaskan. Romeo sendiri kaget…

“Aku sudah dengar-dengar sih, tapi belum pernah ke situ. Dari mana kamu tauh?” Kata Brian.

“Kamu lupa yah kalo aku tour guide?” Aku hanya tersenyum. Brian mulai kembali mengingat apa yang membuatnya tertarik kepada gadis cantik ini.

Dan seperti yang lalu-lalu, aku menjadi guide mereka tentang museum itu. Sedangkan malamnya justru giliran Romeo yang menjadi guide mengenai Times Square dan Rockefeller center.

“Capek banget! Eh, besok kita ke statue of liberty yah? Tapi aku juga ingin ke Liberty park di New Jersey dan Ellis Island! Terus ke Grand Central terminal, Trinity Church, St. Patrick Cathedral… eh juga ke UN headquarter, foto di Wall street bull, naik Chrysler tower, terus ambil foto di Flatiron building dan Brooklyn Bridge park dan malam ikut tour di Hudson river, dan satu lagi tapi pasti kamu suka… Lincoln center!” Kata ku bersemangat. New York city penuh dengan tempat-tempat indah.

“Astaga! Susah yah kalo pacaran sama tour guide!” Kata Romeo. Sementara Shaun sudah tertawa-tawa, padahal menurut dia hampir setengah tempat yang disebutkan ia gak tahu.

-----

Sudah tiga hari aku di New York sini tapi aku merasa sesuatu sudah berubah… Soal Romeo. Masak selama ini ia belum pernah menyentuhku lagi… Eh, tangannya sih sempat nakal meraba toketku waktu aku masak di apartemennya… terus pantatku berapa kali ditabrak oleh kontolnya. Tapi…. Aku kan sudah lama gak dibelai! Hehehe… masak sudah dekat cowok sendiri masih terasa jablay? Apa Romeo sudah berubah yah?

Memang sih pandangan mata terus menyatakan cinta dan kehangatan. Tapi aku kan mau lebih! Aku sudah kasih tanda-tanda, seperti buka pintu waktu mandi, malam hanya pake lingerie atau pake baju seksi waktu Shaun keluar. Eh, orangnya malah cuek. Padahal hitung-hitung ada waktu loh untuk quicky ato main barang sejam. Apa benar ia masih rindu toket dan memekku?

Ah mungkin ia pikir aku masih cape? Atau ada apa-apanya! Awas kamu Romeo, aku sudah jauh-jauh datang kesini. Apa sebaiknya aku perkosa aja yah? Hehehe… wah, bisa masuk surat kabar tuh, artis yang diperkosa fans nya!

Tadi pagi aku diberikan private tour ke Lincoln center, eh ternyata kantornya disitu… gak heran sih. Ia pantas berada di pusat seni kota ini. Malam ini kita akan nonton Konser Bogaert di Broadway Opera House. Bogaert the King yang selalu dianggap Romeo sebagai gurunya, adalah Maestro-nya classical music, dengan belasan grammy awards! Eh, Romeo justru adalah apprentice-nya, the Prince.

Baru kali ini aku jalan bareng Romeo dengan balutan gaun malam. Cowok itu tampan sekali kalo pake tuxedo. Ihhh… gini rasanya jadi selebrity. Mana kita lewat red-carpet segala, dan sempat di minta foto oleh beberapa reporter. Aku merasa sangat bangga menggandeng tangan pacarku.

Selama dua jam kami menikmati konser yang indah, betul-betul music yang harmonis dan menggugah hati. Kami berdua duduk di kursi kehormatan, sehingga dapat melihat pertunjukan dengan indah. Tepat pada penghujung acara, Bogeart melihat kearah kami dan meminta satu permainan solo khusus dari Ryno Marcello. Dengan segera Romeo berdiri dan tampil di panggung. Aku jadi kaget, surprise banget.

Romeo membawakan potongan singkat dari music yang dia susun, agaknya hanya berupa teaser selama satu menit lebih sedikit. Begitu selesai tampak keduanya langsung berpelukan dengan akrabnya disertai tepuk tangan penonton. Mereka sahabat karib.

“Eh, Romeo.. perkenalkan dulu pacarmu? Udah datang kan?” Ryno meminta. Sedangkan cowok itu kelihatan garuk kepala, dan menunjuk kearahku.

‘Astaga! Bogeart memanggilku ke pangung! OMG!’ Aku hampir pingsan karena malu. Gawat ini, sedangkan Romeo datang mendekat dan mengajakku berdiri. Malah penonton bertepuk tangan meminta aku tampil. Tanpa dapat dicegah, mukaku langsung merah padam…Ihhhhhh….

Kayaknya aku tidak lagi berjalan, tapi mungkin melayang diantar Romeo ke panggung dan berjabat tangan serta cipika cipiki dengan Bogeart. Tiba-tiba aku mendengar penonton semakin riuh, sementara aku bercakap-cakap dengan Bogeart. Aku bingung, tapi ketika balik belakang langsung tahu penyebabnya.

Brian sementara jatuh berlutut sambil memegang sebuah benda, eh…. Itu sebuah cincin berlian. OMG Romeo propose aku di depan umum?

Aku masih menarik nafas… ini sih bikin pingsan orang namanya. Aku gak tahu mau buat apa, sementara penonton sudah teriak suruh aku terima. Aku menatapnya dan ia menatapku dengan mata penuh cinta. Astaga!

“Sayang cepat dong, terima. Kakiku sudah kram!” Brian berbisik. Ia sudah berlutut dari tadi

“Emangnya kalo aku terima, lalu apa?”

“Kalo kamu terima, yah aku akan mengentotmu sampe di rumah. Udah gak tahan sejak kamu datang!”

“Kenapa selama ini gak minta?” Aku masih memancingnya.

“Ih aku butuh kepastian dulu, aku hanya mau bersama dengan orang yang mau bagi masa depan denganku!’

Dengan senyum akhirnya aku memberikan jariku untuk dipasangkan cincin. Setelah itu aku hanya bisa tutup mata ketika bibirnya menangkap bibirku dalam ciuman yang panjang.

“Eh, sayang! tahu gak? Yang tadi itu disiarkan lamgsung di channel youtube! Naya dan teman-teman pasti lihat!” Bisik Romeo ditelingaku.

Aku hanya memeluknya erat dengan perasaan bahagia. I love you, Romeo!

-----

“Eh, kita bukan mengarah ke apartemen mu?” Aku bertanya ketika kita berada di jalan pulang.

“Ini lagi dalam perjalanan ke rumahku di Hoboken. Tuh, sudah selesai di renovasi, tinggal pindah-pindah barang. Eh, tapi kamar kamar kok sudah lengkap kok!” Brian mengedip dengan mata kanannya.

Aku hanya bisa tersipu malu. Pasti cowok itu mau menghindar dari Shaun… akhirnya penantian ku selama berbulan-bulan akan habis juga. Sebentar lagi aku akan dipuaskan oleh kontol dewa milik cowokku, eh tunanganku.

Aku iseng membuka ritsliting celananya di mobil dan merogoh kedalam mencari Brian Jr. Cowok itu hanya tersenyum… Sayang, nanti dong kalo sudah di rumah. Aku maklum, karena jalan cukup ramai walau tak macet, apalagi kita melewati Lincoln Tunnel yang sempit. Aku hanya meremasnya dikit dan menarik tanganku kembali

Eh, ternyata rumahnya hanya dekat, tepatnya hanya 2 menit setelah melewati Hudson River. Ternyata walaupun ia tinggal di New Jersey, tapi dekat sekali dengan Manhattan. Pastesan cowok itu mati-matian beli rumah di tempat ini walau mahal.

Begitu tiba aku jadi kagum. Rumah bergaya Victoria itu cukup luas dengan 2 lantai, 4 kamar tidur dan dua garasi mobil. Letaknya di atas bukit, sehingga memberikan view pencakar langit, upper Manhattan yang sangat indah. Malam ini terasa sangat romantis dengan lampu-lampu kota yang membayangkan bahwa kota itu terus ramai walaupun sudah larut. It is the city that never sleeps.

Begitu masuk aku kembali terpesona dengan rumah yang indah, sederhana tapi elegan. Ternyata kebanyakan perabot sudah ditempatnya, tinggal beberapa barang yang belum ada. Aku menyukai warna wallpaper dan curtain yang dipadu dengan indah. This is a dream house.

Setelah berkeliling melihat rumah, Romeo membawaku ke lantai dua. Ternyata selain kamar tidur, ada juga ruang nonton untuk keluarga tepat didepan pintu. Ada tiga kamar di bagian atas ini, dan ketiga pintunya sementara terbuka hanya dihalangi oleh curtain yang senada. Kami berdiri depat didepan pintu kamar-kamar tersebut yang saling berhadapan.

Sebelum menariknya ke kamar, aku memeluk tubuh Romeo dari belakang. Cowok itu segera balik badan dan menghadapku. Kami saling menatap lama… memberikan isyarat-isyarat rindu yang dalam.

“Sayang, kita kawin aja yah minggu depan, habis pindah rumah?” Romeo tiba-tiba bicara. Ihhh… maunya.

Aku hanya menatapnya sambil tertawa bahagia.

“Aku serius!” Romeo meyakinkanku.

“Mau kawin? sekarang aja kalo berani…!” Tanpa ia duga, aku langsung membuka bajuku didepannya dan melemparnya ke kamar. Aku sudah bergairah dari tadi.

Aku membuka gaun malamku dan hanya menyisahkan g-string tipis yang seksi. Mana bisa ia tahan, aku tersenyum melihat reaksinya.

“Hah? Eh sayang….” Romeo masih tercekat melihat kenekadanku.

“Ayo? Katanya mau?” Aku menantangnya sambil memamerkan toket sekalku. Cowok itu masih bergumul, ia sudah mau sekali tapi masih menahan.

“Tapi? Maksudku kawin beneran!” Romeo masih bertahan, padahal tangannya sudah kutempelkan ke toketku… tubuhku mulai bergoyang sensual memberikan sedikit tarian panas kepadanya.

“Sayang gak usah pura-pura. Aku sudah rindu kontol besarmu sejak aku tiba. Romeo gak bisa mengelak lagi. Sekarang juga harus mengentotku! Ayo dong, remas toketku!” Kata-kataku jadi vulgar setelah menggodanya dengan tarian.

“Ih, dasar!… orang ngomong beneran… Sayang jawab dulu, mau kan kawin dengan ku?” Romeo menuntut jawabanku.

“Aku mau banget, sayang! Udah telanjang gini gak percaya? Siapa suruh sejak aku tiba Romeo gak em el. Kamu masih cinta, gak?” Aku gak sabar.

“Masak tanya itu lagi, kan aku sudah propose. Kita kawin minggu depan yah?” Romeo mendesak keinginannya. Ih, hebat juga cowok itu menahan nafsu.

“Gak mau!... aku mau sekarang. Ayo ke kamar dong! Minggu depan aja resepsinya... kawinnya sekarang!” Aku menantang.

“Tapi kamu setuju kan minggu depan?” Romeo minta kepastian lagi.

“Ih aku kan sudah bilang yes tadi di umum. Apalagi sekarang sudah bugil di depanmu. Kurang apa lagi... hayo!”

“Hehehe... aku bahagia loh. Orang tuaku sudah penasaran ketemu kamu!” Romeo nyengir.

“Orang tua?”

“Iya, sayang! Tuh, kenalin mama dan papaku!” Kata Brian menunjuk dua sosok yang sudah dari tadi menguping di belakang curtain. Ketika tersingkap, tampaklah kedua orang tua Brian sementara menatapku dengan tertawa.

“Oh my God!” Aku malu sekali, lagi telanjang berkenalan dengan Mama dan Papanya Ryno. Tapi mereka cuek aja dan cowok itu menahan tanganku gak bisa lari.

Mereka memelukku dan bercerita denganku sementara Romeo tertawa-tawa dibelakang mereka. Dan sepanjang 10 menit bercakap-cakap aku gak bisa konsentrasi karena masih memamerkan ketelanjanganku. Untunglah mereka hanya tertawa, menganggap hal itu biasa.

Begitu orang tua Romeo kembali masuk kamar, aku langsung ingat satu hal! Aku harus ngomong soal perkawinan dengan orang tuaku juga. Astaga! Kok terburu-buru, mana belum tahu kalo mereka setuju lagi.

“Romeo, eh aku harus ngomong dulu dengan orang tuaku!”

“Eh, menurut Om Agus sih mereka setuju sekali kita kawin minggu depan!” Kata Romeo sambil main mata.

“Om Agus?” Pasti itu pamanku, ayahnya Deyana.

Romeo membuka curtain di kamar yang satunya lagi dan tampaklah sosok yang aku kenal sekali. Om Agus sama Deyara, adik sepupuku. Aku langsung menghambur memeluk mereka dengan erat.

“Mama dan papamu malam ini tiba kok, palingan dua jam lagi tiba, lagi dijemput Shaun!” Kata Om Agus. Aku hanya senyum.

“Eh, Kak Titien kok telanjang! Huy… seksi banget!” Teriakan Deyara membuat aku tersentak kaget. Om Agus, Deya dan Romeo langsung tertawa-tawa, sementara aku langsung mencoba menutup toketku dengan kedua tanganku.

“Ahhhh…!” Aku baru sadar lagi telanjang. Ihhh malu sekali. Aku harus menghindar. Aku segera lari turun tangga bersembunyi di lantai bawah. Dengan cepat aku tiba di ruang makan sambil menarik nafas dan mengusap dada. Aku masih menutup wajah saking malunya. Tetapi kemudian aku kaget mendengar ada cowok-cowok yang sementara berteriak kagum sambil bertepuk tangan.

“Eh siapa?” Aku kaget, ada enam cowok yang sementara menatapku tanpa berkedip. Kelihatannya mereka orang-orang yang lagi pindah barang. Keenam orang itu barusan mengangkat piano dan meletakannya ke ruangan ini. Keenamnya lagi senyum-senyum … pasti kaget melihat gadis telanjang. Astaga! Aku baru sadar bahwa selama ini aku pamer toket didepan mereka. Ihhhhh..

Terpaksa aku teriak dan lari lagi balik ke ruang atas. Kali ini aku cuek aja dilihat Om Agus dan Deya yang masih bengong. Aku kembali menyambar pakaianku dan menutup tubuhku seadahnya. Om Agus hanya bisa tertawa-tawa melihat kelakuan ponakan tercintanya.

Romeo lalu menarikku masuk ke sebuah kamar yang lain, dan menutup pintu. Aku langsung memeluknya kuat-kuat… ihhhh malu sekali. Syukurlah sudah aman! Ini semua salah Romeo.

“Sayang! kok gak bilang-bilang! Aku malu sekali tahu!” Aku mencubitnya kuat-kuat.

“Titien sih, gak pake tanya-tanya langsung buka baju!” Romeo mengingatkanku.

Kali ini aku tidak perduli lagi dengan gaun yang tak sempai ku pakai, dan segera menarik cowok itu ke tempat tidur dan menutup pintu. Dengan cepat aku melucuti semua bajunya. Tidak sampai satu menit, kita berdua sudah telanjang bulat di tempat tidur.

“Sayang! kita hanya punya dua jam, sebentar lagi ortu kamu tiba disini!” Kata Romeo sambil mulai jilmek dan remas toket. Aku segera membalas… Huh, akhirnya kerinduanku selama ini pupus juga, kontol dewa ini kembali berada di mulutku. Hmmmm…. Mudah-mudahan pesawatnya mama dan papa terlambat.

-----

Setelah dua berenang dalam lautan nafsu yang sangat dashyat, aku dan Ryno akhirnya bangun juga dan segera siap-siap menyambut Mama Papa.

Kami duduk dan bercakap-cakap dengan om Agus dan Deya di ruang tamu. Aku malu sekali menjadi bahan ejekan mereka… tapi untunglah Om Agus sudah janji gak akan bilang-bilang Mama Papa.

Menurut rencana minggu depan akan dibuat acara tunangan antara Aku dan Romeo di Madison Square Garden, New York. Sesudah itu acara perkawinan, yang mungkin akan di buat di Indonesia, tergantung Mama dan Papa. Aku sih gak masalah di mana saja, asal bersama kekasihku.

“Eh, tunggu! Romeo, itukan pianoku yang dari Manado?” Aku baru memperhatikan piano

“Hehehe…. Kan sudah di kasih ke aku!” Cowok itu hanya nyengir.

“Terus biolanya? Masih ada?” Aku penasaran. Dari minggu lalu aku gak melihat biola itu.

“Sudah kujual sayang… mumpung ada yang mau beli!”

“huh?”

“Ku jual untuk beli rumah ini!” Romeo hanya nyengir.

“Astaga, emangnya laku berapa?” Aku kaget.

“Sekitar 5 juta dollar…!” Romeo masih tertawa. Astaga… kok mahal sekali. Aku baru ingat ia bilang mengenai biola klasik.

“Eh, uangku 50 persen lho…!” Aku tertawa sambil menuntut janjinya.

“Iya ini rumah kamu kok!” Romeo menatapku.

“Emangnya gak ada sisa lagi?” Aku penasaran.

“Udah di bayar… scholarship kamu ke Columbia!” Kata Romeo menjelaskan.

“Apa? Jadi scholarship yg aku menangkan itu uangku?” Astaga, aku ditipu lagi. Pantesan ia desak-desak aku apply, katanya aku pasti dapat.

“Aku tanya-tanya di imigrasi, kalo claim kamu pacarku berapa lama baru bisa diboyong, katanya hampir dua tahun… aku gak bisa tunggu. Yah, suruh aja kamu kuliah disini. Aku gak mau pisah lagi. Jadi supaya kamu kuliah disini, aku buat scholarship fund khusus untuk kamu.” Romeo mengaku. Ih, jahat sekali sudah atur-atur gak pake tanya-tanya. Tapi aku juga mau kok.

“Eh, siapa tahu Deya juga mau sekolah di sini. Tapi harus lulus SMP dulu…!” Kata Romeo. Wah, ternyata mereka dua sudah sekongkol.

“Jadi kamu sudah rencanakan yah! Kalo aku bilang gak mau?” Aku mengancam.

“Yah… rugi dong, paling aku uangkan semuanya dan nyusul ke Indo, buka usaha tur guide!”

“Hehehe…”

-----

Setengah jam kemudian kami sudah duduk-duduk bercakap bersama Mama, Papa, Om Agus, Shaun, Deyara, serta orang tua dari Brian. Aku langsung senang sekali telah mendapat restu dari orang tua.

Eh, sepupu Ryno katanya akan datang. Cewek yang cantik masih SMA, katanya akan ikutan sekolah di sini. Pasti Romeo sudah rencana untuk dikenalin dengan Deyara.

Dihadapan semua orang aku memaksa cowok itu main piano. Mungkin, Ryno gugup, karena nadanya kedengaran false. Eh, ternyata bukan. Ada sebuah bungkusan menyelip di bagian dalam piano. Setelah dibuka, ternyata hadiah dari Naya.

Ternyata sebuah Album. Semua orang penasaran dan suruh buka. Ternyata foto-foto kita waktu di Manado. Naya sudah atur lengkap pake caption.

Foto pertama berlokasi Airport Manado, perjumpaan pertama aku dan Romeo saling berpelukan sambil menatap tajam… Love at the first sight.

Foto berikutnya ciuman di Bukit Kasih. Terus ada lagi foto aku dan Romeo berpelukan di tempat yang berbeda-beda. Pasti Shaun yang ambil, bagus sekali penataannya. Ada foto mandi di telaga, jalan di sepeda, mandi di kolam air panas, foto cabut kacang di kebun Modoinding, juga foto di depan kos dan di villa di Danau Moat. Aku tertawa ketika buka ada foto dapat hadiah karena pake kaos couple.

Tetapi ketika foto terakhir dibuka semua orang sampai berteriak kaget. Foto Brian telanjang bulat di atas tempat tidur dengan mata tertutup dan tangan terikat, sementara aku mendekat dengan gaun mini transparan tanpa dalaman.

Astaga difoto yah?

The end

Terima kasih atas comment dan likenya, yang membuat penulis tambah semangat.
Jangan lupa baca lanjutannya di Bulgan 2, dan Bulgan 3 yang juga segera akan menyusul.

https://www.semprot.com/threads/bule-ganteng-ii-obsesi-seorang-gadis.1244111/
 
selamat mas, atas tamatnya ini, semoga karya lainnya bisa menyusul dengan label tamat yang sama :haha: :haha:
 
👏👏👏 cerita yg menarik sis @C4th13 tulisan yg apik, dengan background spot spot yg riil 👍
Ngak kerasa 2 minggu ini dipaksa terus untuk ikuti cerita Titien cs ini
Dan yg bikin heboh ternyata Titien nafsunya gede dan mungkin ada bakat eksib juga ya bahkan bomnya di epilog yg berlarian di atas bawah sampai lupa ngak pake baju hahahhaha.....
Kayaknya kudu ngelirik dulundi lapak aslinya juga 😉
 
ijin baca ceritanya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd