Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cahaya Gulita

Ch.2: Rika​


Di dalam ruangan yang cukup dingin masih saja terasa panas ketika pikiran sama sekali dalam keadaan yang begitu membingungankan, bercampur amarah tapi merasa percuma, Ara tidak tahu cara untuk meluapkannya, hingga akhirnya rasa itu mendidih sendiri di dalam kepalanya. Ia butuh udara segar, menenangkan diri sekaligus mendinginkan isi kepalanya. Setelah meletakkan potret indah Ibunya di tempat semula, ia mulai berdiri dan melangkah keluar ruangannya. Ara berencana untuk menuju ke tempat favoritnya, di sebuah setu terbengkalai tapi masih di huni oleh ribuan pohon pohon yang akan selalu menjadi pendengar yang baik di saat dirinya sedang kacau.

“Mau kemana, bos?” tanya seorang satpam yang bertugas di kantor Ara.

Refresh otak dulu, Pak Agus,” jawab Ara seraya tersenyum, agar tetap terlihat ceria, seolah tak menunjukkan ada masalah besar yang akan segera ia hadapi, namun wajah berpura-pura itu hanya bertahan sementara, tatkala Ara melihat sesosok wanita yang berdiri di samping pohon besar, wanita itu lekat menatap Ara. Wanita itu mulai berjalan mendekati Ara yang baru saja naik ke atas motornya dan hendak memakai Helm.

“Lu tau kan, Ra. Gue selalu ada buat lu,” ucap wanita itu ketika sudah berada di samping Ara seraya merangkul pundak Ara.

“Lepasin, Rik,” balas Ara berusaha menyingkirkan tangan halus yang merangkul pundaknya.

Wanita yang bernama Rika itu hanya tersenyum, “Lu bisa cerita banyak sama gue, bukannya selama ini nggak ada yang pernah saling kita rahasiakan?”

Pliss, Rik, gue mau cabut dulu,” Ara tak menghiraukan ucapan Rika, ia terlihat risih ketika dari awal kemunculan Rika yang tiba-tiba.

“Lu kenapa sih selalu aja menghindar kalo ada gue?” Rika berusaha untuk tetap mempertahankan pembicaraannya dengan Ara, dan menahan Ara untuk pergi.

“Gue nggak menghindar, Rika, Cuma untuk sekarang pembicaraan kita nggak ada pentingnya buat gue,” balas Ara ketus.

“Oh apa sekarang gue udah nggak ada sama sekali di hidup lu?” tegas Rika.

Ara menatap lekat mata Rika, ia sudah mulai terlihat kesal dengan perbincangan tanpa arah ini, tapi ia masih bisa mengendalikan emosi, karena ia masih berpikir apabila amarahnya meledak sekarang, semua yang berada di dekatnya akan memperhatikannya, apalagi ia masih berada di lingkungan kantornya. Akhirnya Ara mulai menyalakan mesin motornya, agar ia juga tidak terlalu lama berada di dekat Rika yang sekarang malah menghadang di depan Ara.

“Mau pergi? Pengecut lu, Ra. Lu selalu aja gini. Menghindar dan menghindar! Padahal lu tau, Cuma gue orang yang selalu ada di samping lu ketika lu susah. Cuma gue, Ra! Dan gue nggak akan pernah nyerah atau mundur sedikitpun sekarang dari hadapan lu, karena gue yakin, Cuma gue seorang yang bisa hibur lu!” ucap Rika dengan yakin dan penuh percaya diri.

“Minggir, Rik!” jawab Ara dengan penuh keyakinan ia tetap melajukan motornya yang di hadang oleh Rika, matanya tajam mempertegas amarahnya yang langsung saja membuat nyali Rika menciut dan memilih membiarkan Ara untuk pergi.


****

Cuaca jalanan semakin panas, laju motor Ara terus melaju kencang, focus ke jalan namun pemikirannya melambung jauh entah kemana. Ia tau masalah yang baru saja datang akan ia sulit hadapi, tapi ia tidak pernah berpikir untuk menyerah saat ini, walau belum ada satu cara pun datang untuk mengatasi masalahnya sekarang.

Perjalanan yang menempuh waktu selama satu jam. Ara akhirnya tiba di tempat favoritnya menenangkan diri, sebelumnya Ara menyempatkan diri mampir ke sebuah tempat panti asuhan biasa ia menitipkan sebagian rezekinya. ia membuka helm, dan turun dari motornya. Menarik nafasnya dalam-dalam, cara biasa yang ia lakukan ketika baru saja tiba disini, lalu ia berjalan dan duduk di pinggir danau, dan menidurkan dirinya agar ia berani menatao matahari yang sedang panas-panasnya. Matanya sakit, terpejam tapi ia senang melakukannya. Dan Ara mulai tertawa seraya bertanya kabar kepada pohon-pohon tinggi yang daunnya bergoyang mengikuti arah angin.
 
Suasana danau itu mulai mengerti tentang Ara. Kini matahari mulai berputar menjauh tak lagi terik tepat di atas posisi Ara, angin semakin kencang membawa kesejukkan. Tempat itu mengerti untuk bagaimana caranya memberikan pelayanan terbaik terhadap pengunjung satu-satunya yang mungkin juga sudah semakin bersahabat.

“Maafin gue, Ra,” tiba-tiba suara seorang wanita terdengar dari arah belakang Ara. “Nih,” lanjut wanita itu seraya memberikan sebuah minuman dingin. “Semoga bisa cepet dinginin kepala lu,”

Ara melihat wanita yang ternyata adalah Rika. Tapi kini Ara tersenyum menatapnya seraya menerima minuman dingin yang diberikan oleh Rika. “Thanks,”

“Gue tau cara gue neken lu tadi salah, dan pasti bikin lu emosi, tapi mohon untuk kali ini aja, gue pengen nemenin lu, tanpa ganggu lu, gue Cuma mau lu nerima keberadaan gue disini, di samping lu, boleh?” tanya Rika sedikit berharap.

Ara menatapnya lagi dan tersenyum manis seraya memberikan anggukan untuk menerima keberadaan Rika di sampingnya.

Was the night everybody agreed, I was wrong about you. I told them you were being so strong, I knew youre not liar. In my eyes they don’t see even you, I don’t breathe the way I used too, and my lips don’t sing, I wont be the way I was on the night,” suara senandung Rika terdengar lirih, wanita itu mulai menjatuhkan air matanya, pipinya mulai basah karena setitik air. Dalam hatinya selalu berharap agar Ara selalu bahagia, entah nantinya tanpa dia disisinya atau tidak sekalipun.

Sementara semakin memejamkan matanya ketika mendengar senandung dari suara Rika, perlahan mulai tertidur terbawa suara indah serta sejuk angin yang mengantarkannya ke alam bawah sadarnya. Senandung dan kesejukkan itu seolah-olah ingin Ara sedikit melupakan masalahnya.


TTTTIIINNNGGGGGG

Suara denting Handphone Ara mengejutkannya. Pertanda ada pesan masuk di dalamnya. Ara yang sedang menikmati suasana jadi tersentak kaget. Ia mengambil handphone di dalam kantong celananya, lalu membaca pesan masuk.

Text:
Baik, besok saya tunggu jam 14.00 di tempat sebelumnya kita ketemu,”

***

Di dalam tidurnya yang hanya beberapa saat itu Ara mulai menemukan solusi sedikit untuk ia memulai menghadapi masalahnya. Setelah ia membaca pesan masuk itu Ara sudah tak mendapati keberadaan Rika di sampingnya. Ia hanya mendapati sepucuk kertas bertuliskan sepatah kata dengan menggunakan huruf besar semua.
“SEMANGAT!” begitu isi tulisan yang sudah pasti di tinggalkan oleh Rika.

Kini Ara sudah berada di kantornya, ia sedang berjalan menuju ruangannya. Tapi sebelum itu ia mencari keberadaan Reno. “Ren,”panggil Ara kepada Reno saat ia menemukan sahabatnya yang sedang berada di meja kerjanya.

“gue minta data keuangan perusahaan dong tiga bulan terakhir, lu compile se detil-detilnya, jangan ada yang kelewat,” ucap Ara.

“Buat apaan?” jawab Reno.

“Nggak usah banyak nanya dulu, lu kerjain aja, sebelum jam pulang udah kelar yah,” balas Ara seraya berlalu pergi menuju ruangannya. Ara tetap terlihat tenang walaupun sedikit terburu-buru.

Satu…, Dua…, Tiga!” gumam Reno.

“Oh iya, lu juga minta CCTV di cabang Surabaya, satu bulan terakhir,” lanjut Ara melanjutkan ucapannya. “ASAP yah, Ren,” tegas Ara.

“Oke, oke,”

Saat sudah tiba dan duduk di meja kerjanya, Ara dengan segera menyalakan laptopnya. Membuka file-file penting perusahaannya, memastikan apakah ada sesuatu yang terlihat ganjil ataupun terlupakan ia baca. Sambil menunggu menerima file yang ia minta dari Reno. Ara dengan hati-hati terus berpikir untuk memecahkan masalahnya sedikit demi sedikit.

Perusahaan Ara bergerak di bidang Logistik, yang ia bangun dengan merintis bersama-sama dengan Reno. Kini usahanya sedang mengalami satu kesulitan yang bahkan belum pernah terjadi dan terpikir oleh Ara sebelumnya.
 
Terakhir diubah:
Ara baru saja bekerja sama dengan perusahaan Pak Rendra, dan ini adalah pertama kalinya untuk mengirimkan barang perusahaan clientnya itu. Tapi terjadi sabotase di mana saat barang sampai di tempat tujuan terjadi masalah. Barang tidak sesuai, dan sangat berbeda sekali dengan apa yang di kirim oleh perusahaan Pak Rendra, yang tentu saja itu sangat mengecewakan clientnya tersebut.

Jumlah pengiriman yang di mana merupakan sebuah pencapaian terbesar bagi perusahaan Ara malah berujung musibah, omset besar yang sudah di bayangkannya beberapa minggu lalu kini lenyap menjadi malapetaka yang malah bisa mengakibatkan perusahaannya bangkrut, dan walau tidak sampai kejadian pun, atau masih bisa bertahan. Nama baik perusahaannya sudah pasti jelek dan akan sulit mendapatkan client-client besar lagi.

Tujuan Ara meminta data keuangan selama tiga bulan terakhir adalah apakah profit yang ia dapatkan selama satu quartal itu mampu menutupi kerugian yang akan ia terima, dan permintaan untuk CCTV dari cabang Surabaya adalah untuk mencari apakah ada kecurangan yang ia dapatkan dari para karyawannya sendiri, yang di mana saat di mulai pengiriman dari Jakarta, barang akan tiba di cabang Surabaya terlebih dahulu sebelum mulai melanjutkan pengiriman dengan kapal.

File data keuangan yang ia minta dari Reno sudah ia dapati, ia mulai melihatnya. Waktu sudah mulai mendekati maghrib, di mana para karyawan yang lain sudah pulang satu jam sebelumnya. Reno saat ini berada di depan pintu ruangan Ara, ia terlihat bingung apakah masuk atau tidak, karena ia takut mengganggu Ara.

Reno membuka handphonenya, ia terlihat masuk ke sebuah aplikasi dan memesan makanan serta minuman, lalu membalas pesan masuk dari pacarnya. “Ra, gue udah pesen makanan buat lu, nanti di anter sama Pak Agus, karena gue bilang sama Pak Agus untuk nemenin lu, sampe lu balik,” ujar Reno keras dari balik pintu.

“Sorry gue nggak bisa nemenin lu, karena lu tau kan gue ada janji malam ini mau ketemu keluarga besar Eva, Gue sorry banget nggak bisa cancel ini buat lu, Ra. Orang tua Eva udah dateng jauh-jauh kesini soalnya,” lanjut Reno untuk memastikan bahwa ia tidak bisa menemani Ara untuk malam ini.

Tak ada jawaban dari Ara, karena ia masih cukup focus berpikir dan melihat laptopnya, tapi Ara cukup jelas mendengar ucapan Reno di balik pintu ruangannya.

“Tapi kalo nanti acaranya udah kelar, gue bakal balik kesini, Ra, gue cabut dulu yah,” ucap Reno pamit.

Reno mulai berjalan mendekati lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar, karena ruangan kerja Ara berada di lantai tiga. Ya, kantor pusat perusahaan Ara hanya terdapat tiga lantai, tapi untuk fasilitas di dalamnya sudah modern untuk sebuah tempat kerja di zaman sekarang.

“Ren,” panggil Ara, yang hanya menongolkan kepalanya saja dari pintu ruang kerjanya. “Goodluck, ya, buat acara lu. Oh iya lu nggak usah balik lagi juga gpp, gue juga paling Cuma sebentar disini, dan harusnya gue yang minta maaf, karena gue udah janji nemenin lu kan malam ini, gue usahain nyusul entar. Inget, Ren, Fokus!” lanjut Ara seraya tertawa.

Reno hanya tersenyum dan melambaikan tangannya membentuk huruf O dan K, lalu pintu lift terbuka dan ia masuk ke dalamnya. Tak ada balasan dari Reno, karena ia tahu sahabatnya itu berbohong akan hadir, dan ia juga tahu kalau Ara tak mau ia terlihat khawatir dengan masalah saat ini, karena ia juga sedang focus dengan acara yang sudah ia tunggu-tunggu dari jauh hari, di mana ini adalah kesempatannya untuk meminta izin kepada orang tua Eva pacarnya untuk menerima ia menjadi suami dari kekasih tercinta yang sudah tiga tahun bersamanya.

Waktu berlalu, bulan mulai memunculkan dirinya. Malam telah tiba, namun masih ada seseorang yang tak peduli dengan waktu karena sedang bertarung menghadapi masalah. Dia mulai gundah karena tak kunjung dapat memecahkan masalahnya, karena dari data yang ia terima, keuangan perusahaannya tak cukup untuk bisa membayar ganti rugi kepada clientnya. Ia mulai berpikir apalagi yang bisa dia jual nanti.
 
Terakhir diubah:
Hutangnya kini bahkan jauh lebih mahal dari rasa idealisme pun harga dirinya.

Di sepertiga malam wajah Ara yang tadinya terlihat semangat untuk memecahkan masalah, kini mulai lesu dan lelah. Rasa ngantuk kini menyerangnya, seakan-akan bekerja sama dengan masalah. Ia bersandar pada kursinya sambil memijat-mijat kepalanya sendiri. Tidak tahu lagi pikirannya di mana, karena matanya perlahan-lahan terpejam dengan sendirinya, dan mulai masuk membawa tubuhnya ke dalam mimpi.

Gelap. Di dalam mimpinya kini tak ada cahaya satupun, Ara berdiri sendirian tidak tahu ada di mana. Lalu sebuah tangan tiba-tiba muncul dan menarik kerah belakang bajunya.


***

“Nanti rencananya kita pakai baju adat mana, sayang?” tanya seorang wanita kepada pria yang tersenyum di sampingnya.

“Entah, aku juga bingung. Orang tua kamu ada saran?” jawab pria tersebut.

“Belum ada sih, mereka mah bebas aja,” balas si wanita seraya memeluk lengan prianya.

“Jujur, aku sih mau pakai apa aja bebas. Casual kek, adat jawa atau sunda atau manapun deh, yang penting buat aku Cuma mau buru-buru nemenin di tiap malam kamu,” gombal si pria sambil mencubit hidung mancung calon istrinya itu.

Ya, pasangan itu sedang membicarakan acara pernikahan yang sebentar lagi akan mereka langsungkan, acara sakral yang akan melengkapi kebahagiaan mereka sebagai pasangan suami-istri kelak. Mereka kini sedang berada di sebuah rumah yang baru saja di beli oleh si Pria. Tempat tinggal yang mereka siapkan untuk mengarungi kehidupan setelah pernikahan nanti, memasuki babak baru dalam biduk rumah tangga yang menanti mereka melanjutkan masa depan.

“Aku juga nggak sabar tau, pengen cepet-cepet hamil anak kamu,” wanita balik menggombalkan prianya.

“Yeeeh, orang belum hamil aja ini udah buncit tuh perutnya,” ledek si pria seraya kini mencubit perut si wanita.

“Ih enak aja,”

Mereka berdua tertawa. Tak ada rasa kesal atau marah dari si wanita terhadap ledekan prianya, karena ia tahu, kekasihnya itu hanya becanda saja, dan ia juga tahu kalau itu sudah sering terjadi. Pada akhirnya mereka terlihat perbincangan mesra sambil merencanakan barang apa yang nantinya akan dibeli untuk mengisi perlengkapan rumah mereka.

Waktu berlalu cepat, memasuki hari ke tujuh sebelum pernikahan, kini mereka sedang berada di dalam mobil yang rencananya mereka akan makan malam bersama. Suasana di dalam mobil terbangun romantis dan mesra, canda serta tawa tak luput dari perbincangan mereka, yang di mana ada sebuah rahasia bahwa si wanita menyembunyikan sesuatu terhadap kekasihnya, entah itu kabar baik atau buruk. Tapi si wanita tahu, kalau ia akan membicarakan rahasia itu malam ini juga. Karena mereka sudah berjanji akan selalu saling terbuka.

Setelah makan malam itu berjalan indah dengan di iringi lagu-lagu romantic dari penyanyi café, mereka pun berencana untuk pulang, sesaat sudah di dalam mobil, hujan turun deras. Sang pria berinisiatif menyalakan lagu. Berpikir suara dari lagu-lagu itu nantinya dapat meredakan suara hujan yang kini mulai di iringi dengan kilat. Mobil pun berjalan dan keluar dari tempat mereka makan malam tadi.

Sedangkan si wanita tahu ini adalah saat yang tepat untuk membicarakan rahasia yang ia sembunyikan sebelum kekasihnya mengantarkan dia sampai di rumahnya.

“sayang, aku mau ngomong sesuatu,” ucap si wanita, “tapi kamu jangan marah yah?” lanjutnya dengan sedikit rasa takut.

“Apa?” jawab si pria lembut.

“Aku… , aku…, Hmm…, aku,” si wanita masih terlihat ragu saat itu,

“Apa sih, yang?” si pria memotongnya karena ia semakin penasaran apa yang hendak kekasihnya bicarakan itu. Sampai ia menggenggam tangan kekasihnya, dan memberikan senyuman terbaiknya saat itu. “Kok kamu malah pucat, udah ngomong aja, aku nggak akan marah kok, kalaupun itu kabar buruk buat aku,” tegas si pria berusaha meyakinkan kekasihnya.

Kini mereka bertatap-tatapan. Lupa bahwasanya mereka sedang berada di jalan.

“Aku…,” si wanita mulai berbicara kembali



BRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKKKKKKKK!
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd