Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cahaya Gulita

Ch. 3: Satu Bulan​



“Bos, bangun, bos, udah pagi. Udah banyak karyawan dateng nih,” terlihat seseorang berusaha membangunkan sosok pria yang ia panggil dengan sebutan Bos.

“Astaga, udah jam berapa ini, Ren?” ya, pria yang tertidur itu adalah Ara, sedangkan orang yang membangunkan Ara adalah Reno sahabatnya.

“Jam sepuluh, Bos,” jawab Reno.

Shit, gue harus cabut nih, Ren,” balas Ara terburu-buru merapihkan laptopnya. Lalu beranjak meninggalkan Reno yang masih terlihat bingung dengan tingkah sahabatnya itu.

Pintu terbuka, Ara mulai keluar dari ruangannya, hanya baru beberapa langkah saja, Ara terlihat melupakan sesuatu, dan ia kembali membuka pintu ruang kerjanya.

“Oh iya, Ren. CCTV jangan lupa, dan gue nggak masuk dulu hari ini, karena ada jadwal ketemu sama Pak Rendra. Titip, ya, Ren.”

“Oke!” jawab Reno singkat.

Jam 14:00 WIB.

Di sebuah restaurant terlihat Ara dan Rendra sudah terlibat perbincangan panjang terkait perusahaan mereka masing-masing. Rendra menunjukkan wajah kecewanya kepada Ara, yang hanya terdiam lesu mendengar semua makian dari Clientnya tersebut.

“Dari awal saya sudah ragu, tapi saya kasih kepercayaan karena ucapan anda terdengar menjanjikan. Ternyata keraguan saya membuahkan kebenaran. Bagaimanapun Image perusahaan selalu terlihat dari penampilan pemiliknya,” tegas Rendra merendahkan Ara.

Ara tidak menjawab sepatah kata pun, hanya tertunduk lesu. Dia tidak ingin beralasan, karena memang itu adalah kesalahan perusahaannya. Dia cukup sadar diri akan hal tersebut.

“Jadi sepertinya, saya tidak perlu berlama-lama disini. Kontrak kita berakhir setelah anda membayar ganti rugi yang sudah di tentukan. Dan ingat, sesuai janji anda tadi, dalam waktu satu bulan anda sudah bisa melunasi itu semua. Sebelum saya bawa masalah ini nantinya ke pengadilan,” lanjut Rendra kembali mengingatkan tentang tenggat waktu yang sudah Ara janjikan sebelumnya.

Rendra mulai berdiri hendak pergi meninggalkan Ara yang masih terpaku diam dan merasa bersalah. Sekali lagi tak ada satu katapun yang Ara ucapkan terhadap lawan bicaranya saat ini.

“Ingat…, Satu bulan!” tegas Rendra sebelum berlalu pergi.

Kini Ara hanya semakin terdiam, menatap makanan yang tadi ia pesan, dan sama sekali tidak tersentuh. Hangat makanan itu serasa panas mengikuti makian Rendra tadi. Ara masih terpaku, sekali kali ia melihat sekelilingnya, walaupun ia tahu tidak ada yang di kenalnya satu pun, tapi saat ini ia berharap akan ada seseorang yang menenangkannya dan memeluknya dari belakang.
Selama lima belas menit ia terdiam, handphonenya berdering singkat dari tadi, tapi sama sekali tidak ia lihat atau angkat, bahkan ia tidak mengetahui itu sebuah pesan atau panggilan. Ara sama sekali tidak memperdulikannya. Saat ia mulai berdiri untuk meninggalkan restaurant tersebut, dia malah melihat sosok Rika berada di meja ujung dari tempatnya sekarang. Rika memperhatikannya, melihat Ara dalam-dalam seakan masuk di kebimbangan yang sedang Ara alami sekarang.

Ara membalas tatapan Rika dengan senyuman. Berusaha meyakinkan Rika bahwa semua akan baik-baik saja. Berusaha memastikan juga bahwa Rika tak perlu terlibat terlalu jauh dengan masalah yang di hadapinya. Ara melewati Rika dan berlalu keluar restaurant.

Di atas motornya. Pikirannya terfokus terhadap masalah yang dia hadapi, tapi bukan untuk memecahkan, tapi dia berpikir apalagi yang akan dia jual untuk membantu menambahkan membayar ganti rugi kepada perusahaan Rendra.

Handphonenya berkali-kali berdering, tapi masih saja dia hiraukan. Terdapat nama Reno yang sedang berusaha menelepon sahabatnya itu. Reno yang juga sedang merasa gundah karena merasa tak berguna ketika sahabatnya berusaha menyelematkan masalah yang terjadi seorang diri.

Di Kantor, semua karyawan sudah mengetahui kabar terbaru tentang masalah yang terjadi. Semua karyawan disana di bagian apapun mulai merasa khawatir, mereka sama sekali tidak menyangka akan berada di masalah ini. Walaupun sedikit dari mereka masih berusaha meyakinkan diri percaya kepada Ara.
 
“Udah tenang aja, kita punya bos hebat. Pasti bisa dia lewatin,” ucap Bu Renata yang menjabat sebagai Manajer di perusahaan itu.

“Tapi di lihat dari keuangan perusahaan ini, kita nggak akan sanggup bayar ganti rugi semuanya, lho, bu?” balas Frida yang mengurus financial perusahaan.

“Bisa kok! Ara pasti ngasih keajaiban buat kita semua, dah focus aja lagi sama kerjaan yang ada sekarang,” ucap Reno tiba-tiba yang entah sejak kapan sudah berada disana.

“Siap, Pak Reno!”


***


Ara saat ini sedang berada di depan rumahnya, melihat rumah yang sudah dia beli sejak lama, rumah yang selalu menjadi impiannya bisa selalu ia tinggali bersama istrinya kelak. Dia berpikir untuk menjualnya, beserta beberapa cabang di kota-kota besar akan ia jual juga guna membantu melunasi ganti rugi. Terlihat kesedihan di wajahnya, mengingat banyaknya kenangan yang sudah dia lewati bersama rumah ini, dan juga kenangan manis pahit yang ia lalui bersama karyawan-karyawannya. Ara pasrah bahwa apa yang sedang ia hadapi sekarang adalah jalan kehancuran bagi dirinya ataupun perusahaannya, dan dia sudah mempersiapkan dirinya untuk melepas semuanya nanti.

Dia berjalan masuk ke dalam rumahnya, lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang. Ia mengeluarkan handphone dari sakunya, lalu tanpa melihat satu notifikasi apapun yang tertera di dalamnya, ia langsung saja mengetikkan sebuah pesan yang akan ia kirimkan kepada sahabatnya, Reno.



Text:
“Gue tunggu lu di rumah gue, Ren, malam ini.”


Lalu ia letakkan handphone di meja yang ada di depan sofanya, dan merebahkan dirinya seraya menatap langit-langit rumahnya, yang terdapat drop ceiling di kelilingi dengan cahaya ambience yang memang ia persiapkan sebelumnya untuk menambah kesan romantis di ruang keluarga rumahnya tersebut.

Malam pun tiba, kini Ara dan Reno sudah bersama duduk di sofa panjang ruang kelaurga rumah Ara, pembicaraan itu semakin terdengar serius, dan juga Ara memang sudah mempersiapkan dirinya kalau saja nanti Reno tidak bisa menerima maksud dan tujuan Ara.

“Cuma ini jalan satu-satunya, Ren, lu harus cari yang lebih baik lagi, sebelum lu entar married. Lebih bahaya kalo lu after married malah nganggur, kan?” ucap Ara setelah ia menyampaikan maksud dan tujuannya yang di mana ia menyuruh Reno untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

“Nggak bisa, Ra. Gue tahu masalah ini berat, makanya lu harus libation gue, Ra. Jangan semena-mena lu nyuruh gue kabur gitu aja. Gue satu-satunya orang yang dari awal bangun ini juga, kan?” balas Reno dengan cukup kecewa.

“Iyah bener, tapi sepenuhnya ini tanggung jawab gue, gue udah mikirin banyak cara, tapi tetap nggak bisa nemuin solusi apapun untuk hindarin ini,” jawab Ara yakin. “Dan juga gue minta maaf, gue udah janji bawa kalian semua sejahtera,tapi pada akhirnya yah gagal, Ren. Gue nggak bisa nepatin janji gue ke kalian,”

“Kok lu malah segampang ini nyerah sih, Ra?” tegas Reno, “Gue sama Eva gpp, kok. Gue mau nganggur setelahnya pun nggak masalah, karena gue yakin itu nggak akan terjadi, Ra. Gue selalu yakin lu bisa kelarin ini masalah. Makanya gue mohon, libatin gue,” lanjut Reno yang sama sekali belum percaya bahwa Ara akan menyerah semudah ini.

Reno tahu perjuangan Ara tidak mudah dari awal, dan sudah sejak lima tahun ini mereka lewati bersama-sama membangun perusahaan kecil yang akhirnya semakin hari semakin matang, dia selalu percaya karena sudah dari dulu ketika Ara menghadapi masalahnya ia selalu saja tersenyum dan berusaha meyakinkan orang terdekatnya bahwa ini akan baik-baik saja. Jadi bagi Reno sangan tidak mungkin Ara akan mudah menyerah saat ini. Ia yakin Ara hanya sedang terbawa emosi yang tidak bisa ia redam saja untuk saat ini.

Handphone Ara berdering kencang memecahkan keheningan yang terjadi, kata-kata Reno tak dapat Ara jawab, ia hanya terdiam mendengar ucapan dari sahabatnya itu. Kini terdapat nama Riki meneleponnya seakan-akan ingin ikut masuk kedalam perbincangan dua sahabat ini.
 
“Halo, Rik?” jawab Ara yang sudah menjawab panggilan.

“Lo kemana aja taik? Gue udah email lu hari ini buat meeting lanjutan besok, jangan sampe macem-macem kagak datang lu!” oceh Riki dengan cepat mengomeli Ara.

“Hah? Emang iya, yah? Sorry-sorry, Rik. Iya nanti gue baca, dan besok gue pasti datang, kok.” Jawab Ara sambil tersenyum konyol, karena memang dari tadi dia tidak melihat banyaknya notifikasi di handphonenya.

“Yaudah!” balas Riki singkat lalu memutuskan panggilan telpon tersebut.

“siapa?” tanya Reno.

“Itu si Riki, temen gue yang kerja di perusahaan Pak Bagas itu, besok gue di ajak meeting lanjutan terkait proposal gue, Ren, lu besok ikut yah dampingin gue,” jawab Ara.

Sure!” balas Reno dengan pasti.

Dan malam itu pun berlalu, kedua sahabat itu sudah berada di dalam kamar rumahnya masing-masing, mereka bersiap-siap menghadapi hari esok yang akan di lalui, entah berat atau tidak, tapi tetap mereka harus lewati. Semoga hasil dari meeting besok membawa keajaiban untuk mereka. Itu lah yang di harapkan Ara dan Reno.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd