Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CInta Bersampul

Part 8​








Semester pun berganti, hasil dari menyanyi benar-benar membantu kondisi keuangan ray dan keluarga. Begitu pun warung makan papa dan mama sedikit demi sedikit walau terasa memulai dari nol lagi.

Jam masih menunjukan 05.00 pagi, ray terlihat sedang mengeluarkan isi tasnya sambil sesekali ia menatap wajahnya di cermin.

"loh ray udah bangun. Mau kemana?" tanya mama berpapasan saat ray keluar dari kamarnya.

"kan sekarang tanggal 12 februari hehe"

"terus kamu gak kuliah?" ray menggelengkan kepalanya.

"ya udah bentar mama ambil sarapan buat kamu" mama langsung pergi ke dapur mengambil lontong isi.

"buat sarapan, terus kamu ada ongkos pergi?" tanya mama dengan raut wajah sedikit kwahtir.

"ada dong,, kan udah berpenghasilan walau dikit hehehe"

"ya udah ray berangkat yah, bilangin papa sama kak rani. Lontongnya ray makan di jalan ya, takut telat" ray pun mengambil tasnya,

"iah hati-hati" ray pun mengayun sepedanya menuju stasiun yang cukup jauh hampir memakan waktu 30 menit dari rumahnya.

Perjalanan pagi yang cukup jauh walau memakai KRL dan menaiki angkutan umum, terasa hampir dua jam lebih perjalanan.

Jam masih menunjukan 9 pagi, langkahnya pelan menuju halaman pemakaman yang sangat sepi hanya terlihat beberapa pedangang bunga di sekitar pintu masuk makam.

Ray membeli beberapa tangkai bunga mawar putih sebelum masuk ke dalam, langkah pelan kaki menelusuri jalan setapak dan berhenti di depan makam yang besar penuh rumput-rumput liar.

Dikit demi sedikit ray langsung mencabut satu persatu dan membersihkan rumput yang tumbuh di batu nisan sampai terlihat terdapat dua orang nama yang tak asing baginya.

"hai papa mama apa kabar??" ucap ray meletakan bunga mawar putih tempat di depan nama kedua orangnya.

"seperti biasa ray bawain bunga kesukaan kalian berdua, hehe" ia pun duduk di depan makamnya dan membersihkan sisa lagi rumput yang masih tersisa.

" ma, pa. ray sekarang udah masuk umur 19 dan masuk ke unversitas swasta yang terkenal loh. Ini berkat mama lin dan papa hen hehe."

"Walau ray tau masuk kampus itu biayanya gak sedikit, tapi mereka berdua tetap masukin ray kesitu. Padahal ray gak begitu tertarik kuliah" helaan nafasnya menatap kearah batu nisan

"Ma pa, ray juga mau bilang akhir-akhir ini juga, usaha mereka lagi turun karena masalah makanan lagi. "

"ada yang fitnah masakannya ada kecoa, terus ray bilang pasti ada yang sengaja, tapi seperti biasa mereka berdua gak mau salahin siapa-siapa dan menganggap itu kesalahannya."

"satu lagi, papa mama pasti terkejut pasti. Ray juga bisa nyanyi walau gak sebagus artis haha, dengan gitu ray bisa bantu buat bayar semester kemarin"

" ray keren kan pa ma?" ucapnya memejamkan mata seolah menahan sesuatu.

"pasti keren lah, haha" tawanya menghibur dirinya sendiri.

"dan juga ray bawa selalu pakai ini saat nyanyi" ia menunjukan kalung dengan batu giok bulat dengan hijau pekatnya. Ray terus terdiam memandang dengan tatapan kosong.

"seperti udah cukup hari ini pa, ma, tahun depan ray pasti kesini lagi oke" ucapnya langsung berlutut memandangi nama kedua orang tuanya di batu nisan.

"ray sayang papa, mama, sama seperti ray sayang ke papa hen dan mama lin" lanjut mengelus kedua namanya bergantian.

"byee," tarikan nafasnya dalam-dalam dan melangkah pergi sambil sesekali kepala menoleh.

***

Ia pun berjalan kaki menuju ke tempat lainya yaitu rumah kakek dan neneknya yang tak terlalu jauh dari makam, sekitar 20 menit jalan kaki.

Langkah berhenti di pintu pagar yang menjulang tinggi, dan terlihat beberapa mobil terpakir di halaman yang sangat luas.

"rayyy" ucap seseorang yang baru keluar dari dalam mobil dan langsung membuka pintu gerbang. Ray hanya tersneyum ke arahnya, yaitu adik dari mama.

"masuk,, masuk " ajaknya, dan dari kejauhan terlihat neneknya yang sedang berada di kursi roda. Ray langsung berjalan ke arahnya.

"nek" ray langsung berjalan kearah nenek sambil mencium pipi kiri dan kanan.

"oh ray, cucu nenek, udah gede yah sekarang,"

"di banding tahun lalu" tangan neneknya memegang wajahnya dengan dua tanganya dan menatapnya dalam-dalam sambil tersenyum senang.

"dia bukan cucu kita, cucu kita udah lama meninggal!!" teriakan cukup keras dari dalam rumah tak lain adalah kakeknya sendiri, kakeknya menganggap ray tak pernah ada karena membuat orang tuanya meninggal saat ia lahir.

"kakek kamu masih kebawa emosi jangan di ambil hati ya" ucap nenek mengelus punggungnya pelan,

"ia hehe, hehe" ray yang sudah terbiasa dengan ucapan kakeknya, karena 10 tahun lalu ia sudah mendengarnya berkali-kali saat pertama datang dan sampai sekarang. Hal itu tak membuat ray tak berani datang dan sebaliknya membuat wajib untuk datang satu tahun sekali.

"nenek, nemu album foto pas pernikahan mama dan papa kamu, sesuai yang kamu minta," ucap nenek langsung mengajak ke tempat dimana dulu kamar ini kamar mamanya saat belum menikah.

"sana masuk aja" anggukan ray masuk kedalam, matanya tertuju ke bingkai foto yang cukup besar. Foto papa dan mama yang di balut dengan gaun dan baju pengantin.

Tak terasa mata ray mulai berair ketika melihat foto mereka berdua, rasa seperti rindu melihatnya secara langsung. Dan rasa itu tak pernah hilang setiap ia menatapnya.

Ray pun duduk di bangku sambil membuka album fotonya, satu persatu lembar foto ia lihat. Memandang wajah papa dan mama nya tersenyum lepas, dengan sedikit menahan air di matanya ray terus melihat setiap lembar sampai habis.

Rasanya cukup dan ia bisa merasakan mereka juga melihat apa yang ray lihat saat ini, dan kalung yang ia pakai, satu-satunya peninggalan mereka.

Kalung yang di berikan papa saat mama mengandung ray dan berharap kalung itu menjadi kalung keberuntungan sampai dirinya lahir.

Tetapi takdir berkata lain, saat melahirkan dirinya, mama mengalami pendarahan hebat. Dan bersamaan papa yang sedang mengambil uang untuk menulasi biaya rumah sakit mengalami kecelekaan.

Papa datang masuk ke dalam ruangan bersalin dengan penuh luka, melihat mama yang dalam penanganan dokter. Dengan sisa tenaga mama melepaskan kalung gioknya agar di berikan ke ray,

Tak lama mama menghembuskan nafas terkahir, dan dua jam berselang setelah itu papa juga menyusul mama karena pendarahan di kepalanya.

Itu semua yang di ceritakan ke dirinya saat berusia 7 tahun, mama lin teman terdekat mama, maka dari itu ia menganggap ray seperti dirinya sendiri.

Mama lin juga bilang, harusnya ia tak menelpon papa karena mama mengalami pendarahan. Hal itu juga membuat dirinya sangat bersalah.

Tak ada yang bisa mencegah jalanan takdir seseorang, tak ada yang perlu di salahkan untuk semua yang sudah terjadi.

***

Terasa cukup, ray berjalan keluar menemui neneknya di meja teras depan. "minum dulu" ucap nenek tersenyum lebar.

"iah" ray menikmati minum teh, terasa setiap tegukan menenangkan hatinya. ia merasa tak sendiri menjalani ke hidupan ini.

mama lin, papa hen, kak rani, nenek, kakek dengan rasa emosinya, edo, shanty dan cia. Masih terlalu dini untuk menyerah begitu saja, karena mereka semua yang di miliki sekarang.

"kamu jangan kapok-kapok kesini yah" ucap neneksaat ray sedang duduk menikmati pemandangan kebun yang sangat tertata rapih dantak lupa bunga mawar putih kesukaan mama dan papa.

"iah pasti nek, hehee" tawa ray tersenyum lebar.

"oh ia nek. ray pamit sekarang ya. Takut kemalaman pulangnya hehe" senyumnya memegang tangan neneknya.

"iah, hati-hati."Diciumnya pipi kanan dan kiri ray dengan gemas, ia hanya tersenyum saatneneknya melakukan hal ini karena seolah ray masih anak kecil di mata neneknya.

"salam buat semuanya" Lambaian tangan ray saat melangkah keluar rumah neneknya, ia kini terasa lega seolah rasa rindunya terobati hari ini.



Bersambung.....
 
Ooooh, trnyata mama papa ray itu udah tiada yah...
 
Nice story suhu.
Lanjutken hingga tamat.
 
Part 9





Tak terasa waktu sudah menunjukan jam 7 malam saat ray melangkah ke warung papa dan mamanya yang sudah buka, belum terlihat ada pengunjung datang.

"ray pulangg" langkah kakinya langsung masuk kedalam,

"wah kebetulan, papa sama mama lagi masak" ucap kak rani yang berdiri sedang membersihkan meja.

"haa? Ada pesenan? Kemana?"

"bukan, mama sama papa lagi bikin menu special buat makan malam hari ini, yak an ma pa?" kak rani menoleh ke arah papa dan mama yang sedang menyiapkan makan.

"iaah" senyum mama sesekali melihat kearahnya.

Makan malam yang luar biasa bagi dirinya, karena memang tak pernah mereka semua makan bersama seperti ini.

"brrrrrr, brrrrrr" getaran ponsel ray yang sengaja ia silent saat selesai makan, ternyata notification dari cia.

"rayyyyy!!!!" terbaca,

"kamu gak kuliah hari ini? Boloss??" terbaca

" gak kelihatan seharian??" chat cia berderet panjang, membuat ray tersenyum sendiri membacanya.

"uhm ada urusan hehe, kenapa emang?terkirim, terbaca.

"ouhh"

"tadinya mau kasih seseuatu, tapi besok aja deh." Terkirim, terbaca. ray pun ragu membalasnya dan juga penasaran apa yang ingin cia berikan kepadanya.

"kok besok, sekarang aja, aku ada di warung kok" terkirim, terbaca, membuat jantung ray menjadi berdebar-debar. Karena penasaran apa yang akan di berikan kepadanya, atau hanya ia terlalu berharap.

"oke kalau gitu, gimana kalau ketemuan di taman deket rumah aku???" terkirim, terbaca. Ray langsung terdiam seribu bahasa untuk membalas.

"oke, aku langsung kesana." terkirim,

"ray duluan ya, mau ketemu temen dulu heeh"

"temen apa temen?" tanya kak rani saat ray menenggak minumnya habis.

"uhuu uhukk" ray terbatuk-batuk.

"temen lah, masa siapa"

"dah pa ma" lambaian tangan ray, ia pun segera menganyun sepedanya menuju taman dekat rumah cia, entah kenapa terasa begitu semangat ingin bertemu dirinya.

Dari kejauahan terlihat sosok sedang duduk di bangku taman, tak ada seorang pun dan pasti itu cia,

Ray mengambil nafas dalam-dalam sebelum melangkah dan setiap langkahnya membuat ray berdebar karena apa mungkin ia mau memberikan hadiah dan tahu sekarang hari ulang tahunnya.

Mana mungkin cia tahu hari ulang tahunya, dan mana mungkin ia memberikan sesuatu karena ulang tahunnya. Ray berpikir terlalu berharap dengan semua ini.

"hii" sapa ray langsung duduk berjajar dengan cia.

"hii" balasnya melambai kecil, lambaian khasnya saat bertemu seperti ini.

"gak takut kamu kalau sendirian disini?"tanya ray membuka pembicaraan.

"udah biasa kok, lagian perumahan sini aman, gak ada yang macem-macem" Jawabnya sedikit berbeda dari sebelumnya, seperti ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.

"ehm ada apa emang?" ray mengambil nafas dalam-dalam sebelum menoleh kearah cia.

"tutup mata kamu sebentar aja ya ya ya" ucapnya sedikit memohon,

"buat apaan?"

"tutup aja matanya, ah jangan protes" pintanya lagi.

"okelah," ray pun mengambil nafas panjang dan langsung memejamkan matanya,

"jangan ngintip, bintitan lohhh~"

"udah, buka matanya" pintanya, ray pun membuka matanya perlahan,

"happy birthday" ucapnya pelan sambil memegang kue cupcake yang tak terlalu besar dengan satu lilin menyala.

"haha, darimana kamu tau kalau sekarang ultah aku?" tawa ray pelan antara senang dan tidak,

"edoo, tadinya aku mau kasih pas pulang kuliah, tapi eh tapi kamu gak masuk kuliah, jadinya kuenya di makan aja hehe" jawabnya tersenyum dan sesekali tertawa lebar.

"udah tiup aja , make a wish" lanjutnya.

"hehe, aku mau bilang sesuatu ke kamu boleh gak?" ucap ray memegang kuenya.

"apa?" tanya cia penasaran.

"sebenarnya aku gak pernah rayain ulang tahun, hehe" ray tersenyum pelan.

"kenapa ? kok gitu?"

"itu karena, hari dimana kedua orang tua gue meninggal" ray kembali tersenyum lebar, cia langsung terdiam sejenak.

"hmm, jadi orang tua kamu yang sekarang..." cia menghentikan ucapannya.

"iah, yang sekarang orang tua angkat aku, yang udah rawat dari lahir. Hehe" ray meneruskan karena tau apa yang ingin cia ucapkan.

"maaf ray.."

"aku gak tauu soal itu" nadanya mengecil sambil menundukan kepalanya.

"gpp kok, "

"aku make a wish ya." ray mencoba mencairkan suasana saat cia terdiam sambil memejamkan matanya dan meniupnya lilin. Cia hanya menoleh kearahnya tanpa berkata apapun.

"jangannn" jeritnya terkejut saat ray mau memasukan cupcake kedalam mulutnya.

"kenapa?? lagian tiga kali gigitan udah abis kok " ray langsung menggigitnya sampai habis.

"ituuu pasti pahit yah" ucapnya menyeringai pelan, menatap ray yang terus mengunyah.

"uhmm sedikit sih, tapi enak kok" senyum ray, walau benar cupcake nya terasa pahit dan terasa gosong di bagian bawahnya. Ray mengunyah dan menelannya habis, seolah meyakinkan cia bahwa kuenya enak

"terima kasih buat kuenya"

"ooh iah kamu tau gak?"

" ini kue pertama kue ulang tahun" ucap ray kembali tersenyum lebar sambil menoleh kearah cia yang ikut tersenyum pelan.

"emang gak ada sama sekali yang kasih gitu?" tanyanya dengan nada pelan.

"ada sih, tapi dulu. Mama sama papa selalu rayain sampai ulang tahun ke 9, dan setelah tau semuanya, aku putusin gak rayain ulang tahun" jelasnya menatap kearah tengah-tengah taman yang tak ada apapun.

"aku masih merasa bener-bener gak enak ray," ucap cia senyum menyeringai.

"iah gpp kok," kembali mereka terdiam sejenak menikmati hembusan angin malam.

"besok kamu dateng gak?" tanya cia tiba-tiba.

"kemana?"

"udah aku duga kamu gak tau, besok ada lomba paduan suara di aula kampus."

"serius jam berapa?"

"jam 9 pagi, dateng ya"

"okee. Hehe"

"Dan kalau menang, kamu harus kasih selamat!!" ucapnya sambil menunjuk wajahnya.

"siap boss haha"

"kalau gitu aku balik dulu yah," senyum cia langsung berdiri.

"byee" lambaian khasnya langsung melangkah agak cepat sambil sesekali menoleh ke arah ray yang masih berdiri memandangi cia,

"apa mungkin kegaguman kini berubah menjadi jadi cinta?" gumamnya menghela nafasnya terus memandangi cia yang semakin menjauh.

***

Pagi ini hal tak terduga, perubahan jam pelajaran yang harusnya kosong menjadi di isi dengan mata kuliah yang paling lama karena masuk tepat waktu dan keluar kelas tepat waktu, yaitu mata kuliah filsafat.

Tak ada pilihan lagi, di tambah dosen filsafat kali ini dosen yang termasuk killer. Ray terus melihat kearah jam sudah menunjukan jam 11. Belum ada tanda-tanda mata kuliahnya akan selesai.

"sekian, dari saya, " ucap dosen filsafat langsung keluar dari kelas, ray pun langsung bergegas merapihkan tasnya.

"mau kemana lo ray?"

"ke aula kampus, ada lomba paduan suara"

"ouh bareng kalau gitu bareng ray, gue sama sama shanty juga mau ikut" ray langsung menoleh kearah shanty dan edo, sejak kapan mereka menjadi akur.

"okelah" ray sesekali melihat jam di ponselnya,

"tenang aja kali, cia tampil urutan terakhir, lagi pula cuman ada 10 kampus yang ikut" ucap shanty.

"sekarang urutan berapa?"

"masih 8 mau ke 9" jawabnya santai.

"tau darimana?"

"cia lah, dia yang kasih tau, "

"makanya tanya dong, pendekatan gituuu haha" sambung edo sambil tertawa meledek.

"preettt, dah ah cepetan" dengan langkah agak cepat ray menuju aula kampus, dan pertama kalinya ia kesini.

Tak seperti dugaannya, aula kampusnya terpisah sendiri, mempunyai gedung sendiri seperti gedung olahraga.

"nih aula kampus?" bisik ray penasaran.

"bukan lah pea, ini lapangan basket di jadiin tempat lomba" jawab edo.

"ouhh gue kira," mereka bertiga pun langsung ke tribun penonton, dan tak banyak yang menonton lomba paduan suara.

Hampir 20 menit menunggu, dan paling yang ia tunggu paduan suara kampusnya. "itu ciaaa" tunjuk shanty sambil menepuk tangannya.

Ray dengan jelas bisa melihat cia berjalan paling depan, dengan pakaian yang seragam yaitu almamater universitasnya.

Mereka semua pun berbaris dengan rapih, dan cia berada paling tengah. " lagu apa yah, penasaran" ucap shanty dengan gemas.

"gue denger lagunya mars universitas di sambung sama lagu bebas" ucap edo. Ray memang tak mengerti soal ini, yang ia tahu suara paduan suara yang beberapa kali ia dengar sudah bagus.

"diem ih, udah mau mulai" omel shanty yang serius menonton. Mereka pun melakukan persiapan sedikit sebelum mulai. Dan kini sudah siap untuk memulai.

"woooh" gumam mereka bertiga saat cia membuka suara di susul dengan anggota lainnya. Suaranya membuat bulu kuduk merinding saat bernyanyi, ray pun berdecak kagum.

Lagu pembukaan dengan lagu mars universitas pun telah usai, terdengar kembali cia menyanyi solo dengan lagu "sik sik sibatumanikam" dan kembali di susul oleh anggota lainya.

"gila merinding dengernya" ray tersenyum sendiri mendengar suara mereka.

Suara tepuk tangan pun terdengar setelah mereka semua selesai bernyanyi dan kembali menuju belakang panggung.

"keren banget suaranya?" shanty tersenyum sendiri sambil menoleh kearah ray dan edo.

Terlihat para juri bangun dan meninggalkan tempat duduk, mereka pergi untuk berdiskusi siapa yang terbaik hari ini.

Ray menunggu sampai para juri kembali ke tempat duduknya, entah kenapa perasaan menjadi berdebar ingin mengetahui siapa pemenanngya. Juara 3 dan dua sudah di umumkan, tak ada nama kampusnya di antar dua juara itu.

"yahhhhhh" gerutu shanty lemas, ray dan edo pun demikian.

"dan juara satu di berikan kepada universitas Perbangsa"

"yeahhhh" teriak mereka bertiga saat tau kampus yang mendapat juara satu, ray tertawa saat shanty menepuk-menepuk keras bahu edo sampai wajahnya meringis kesakitan.

Para juri pun memberikan hadiah masing-masing kepada juara 3, 2 dan satu , di ikuti terpuk yang meriah saat acara sudah selesai.

"ayo ray, ke cia!!" ajak shanty, ray hanya mengikuti dari belakang. dan dari kejahuan terlihat andri datang lebih dahulu memberikan selamat sambil membawa satu ikat bunga. Ray menghentikan langkahnya.

Ray hanya terdiam dan berdiri dari kejahuan, cia terlihat begitu senang menerima hadiah bunga dari andri.

"huft~" tarikan nafas ray tak menentu melihat cia dan andri.

Dari jauh cia menoleh sambil melambaikan tangannya mengarah ke arah dirinya, agar ia mendekat, ray membalas lambaiannya dan memilih melangkah keluar gedung saat cia tak melihatnya lagi.

"ray ray, kenapa lo jadi penakut gini," omel dirinya, karena bisa saja ia menjadi kesempatan lagi bukan lebih dekat dengan cia. Tetapi ia lebih tak enak dengan andri, dan bisa saja andri kembali mengerjai dirinya lagi.



Bersambung....
 
halangan & rintangan dlm percintaan, hmm, Cinta memang Tak pernah Mudah diraih, sering kali butuh effort yg extra :fiuh:

Ayo Cemungudh, Ray :banzai:
 
Ray terus mengalah dan menjauh jika melihat andri dan cia.
Emang susah bersaing dengan andri yang secara apapun diatas ray, tapi ray seperti nya hanya bisa memendam perasaan nya tanpa berani memperjuangkan cinta nya.
 
Part 10





Ray langsung memarkir sepedanya di samping warung, pelanggan malam ini tak banyak dan masih bisa di hitung dengan jari.

"loh ray kamu gak manggung?" tanya mama saat berpapasan saat masuk ke dalam.

"ngak ma, mungkin ray gak manggung lagi hehe" jawabnya langsung duduk di belakang meja.

"kenapa?"

"ray merasa gak enak repotin mereka terus, " jawabnya sambil menghela nafas,

"kamu gak boleh ambil keputusan sepihak dong, tanya langsung mereka ya" ucap mama sambil mengelus rambutnya. Ray hanya tersenyum sambil kembali berpikir.

Tetapi benar ucapan mama, tak boleh mengambil keputusan sendiri. Takut mereka beprespsi ia tak butuh mereka lagi.

"brr brr brr" ponselnya bergetar, ray langsung merogoh celananya.

"cia?" gumamnya pelan.

"Jahat banget dihhh..." terbaca.

"jahat kenapa?" terkirim, terbaca.

"jahat, gak ucapin selamat!!" terbaca. Jantung ray terhenti sejenak, karena ia lupa memberikan selamat secara langsung sesuai janjinya kemarin.

"ya udah, selamat ya." Terkirim, terbaca.

"gak sah, kalau gak langsung ucapin hahahaa!!" terbaca,

"ya udah, ketemu di taman dekat rumah kamu lagi aja?" terkirim, dan cukup lama menunggu akhirnya terbaca.

"oke, gpl" terbaca.

"oke" terkirim, ray pun memesan dua jus mangga special buatan kak rani, dan langsung memacu sepedanya menuju taman.

Langkahnya kembali terhenti sambil membawa dua cup jus mangga, kembali ray mengambil nafas dalam-dalam.

"hii"

"heiii" ray pun langsung duduk agak dekat dengan cia.

"buat kamu"

"buat aku?" tanya cia sambil mengambilnya dari tangan ray.

"iah, jus mangga,"

"sebagai hadiah ??" angguk ray sambil menyeruput jusnya.

"huu......" gumamnya langsung ikut menyeruput jus mangga, dan sesekali lidahnya mengecap.

"umm.. enak ray, beneran enak" cia kembali menyeruputnya.

"kamu suka mangga ya?" tanya sambil terus menyedot jus mangga dan sesekali matanya melirik.

"iah, hehe, bukan suka lagi, suka banget" ray terus memperhatikan cia menyedot jus sampai tak tersisa se tetes pun.

"oh ia. kamu kenapa tadi siang pergi gitu aja?" kepala cia langsung menoleh kearahnya.

"ha? Tadi? Mau ke wc udah gak tahan" senyum ray berbohong.

"ouh, bukan gara-gara ada andri?" ucapan cia membuat ray langsung terdiam seolah nafasnya berhenti.

"bukan kok, tenang aja bukan kok"

"ouh, tapi andri gak ganggu kamu lagi kan?"

"eh?"

"itu, untungnya enggak lagi kok."

"ouh baguslah.. thanks ya jusnya" cia menarik nafasnya dalam-dalam sambil merentangkan kedua tangannya. Dan tiba-tiba menunduk. Ray hanya bisa ikut terdiam dan pembicaraan menjadi canggung.

"rasa pengen balik ke masa kecil ya hmmm" ucap tiba-tiba sambil menghela nafas dalam.

"kenapa emang ?"

" ya enak aja, masih bisa deket terus." Ucapnya pelan sambil menggoyang-goyang kan kakinya.

"emang jarang ketemu sama papa mama kamu di rumah?" cia menangguk pelan tanpa menoleh.

"iah, hehe. Mereka pulang setelah aku tidur, dan pergi sebelum aku bangun" helaan nafasnya lagi.

"mungkin begitu perkejaan jadi dokter kali"

"ha? Kamu kok tau kerjaan papa sama mama aku dokter?" tanyanya langsung menoleh.

"kalau itu, beberapa kali pernah ketemu sama papa mama kamu di warung makan, dan kebetulan papa sama mama aku kenal sama orang tua kamu dulu di rumah sakit" penjelasan singkat ray.

"ouhh gitu, " anggukannya pelan.

"hmm coba aja ajak makan bareng gitu hari ini, siapa tau mereka mau?" cia hanya menoleh mendengar saran dari ray.

"coba aja, " ucapnya lagi, cia pun menoleh dan langsung merogoh sakunya mengambil ponselnya.

Tak terdengar apa yang mereka bicarakan karena cia berjalan mondar mandir sambil menelpon. Dan berharap saran yang di ajukannya tak membuat cia kecewa.

"gimana?" cia hanya tersenyum lebar,

"mereka mau, hehehee" tawa kecil langsung kembali duduk.

"bagus deh. Terus makan dimana?"

"hmm. Warung makan papa kamu hehe"

"haaa????"

"kenapa kaget gitu??, kamu kan bilang beberapa kali mereka kesana"

"heehe ya juga sih, " ray hanya menyeringai karena tak menyangka cia memilih warung daripada di resotran mahal, di tambah masih belum terlalu malam.

"hoiii.. kok bengong? Gak boleh ya?" tanya cia membubarkan lamunannya.

"boleh kok boleh, "

"terus kapan mereka sampai?"

"uhm lagi di jalan sih, 10 – 15 menit lagi sampai. Yuk sekarang aja ke warung makannya"

Ucapan tak terputus dari cia langsung menarik tangan ray menuju ke sepedanya, ray terdiam sejenak saat tangannya di tarik erat. Terasa getaran aneh langsung menjalar ke tubuhnya.

"yuk jalan," cia menepuk pundaknya pelan dan berpegangan di bahunya.

"oke, berang-berang bawa tongkat. Berangkattttt" ray tertawa sendiri dengan ucapannya sendiri.

***

Suasana warung masih, hanya beberapa orang yang keluar dari dalam sambil membawa bungkusan. Walau tak banyak makan di tempat, tetapi membuatnya senang perekonomian sedikit pulih dikit demi sedikit.

"pa ma" ray masuk di susul cia di belakangnya, ia terlihat seperti baru pertama kali ke tempat seperti ini.

"kamu bareng siapa ray?" tanya mama sambil berbisik.

"oh ia ma, pa ini fellycia. Temen satu kampus ray" ray memperkenalkan agar tak salah paham, apa kak rani yang paling rese soal seperti ini.

"halo tante om" sapa cia sambil tersenyum, papa dan mama pun membalas senyuman dari cia.

"fellycia kesini mau makan bareng sama papa mamanya di sini" mama dan papa kembali saling pandang.

"kalau gitu duduk aja, untuk tiga orang?" angguk ray, mama pun langsung membersihkan meja di pojok warung.

"sambil tunggu, minum dulu " ray memberikan gelas kosong dan satu teko penuh teh.

Hampir 15 menit menunggu, terdengar suara mobil terparkir di samping warung, "aku tinggal ya kayak itu papa mama kamu" senyum ray langsung pergi.

"Pa... "

"Ma...." Lambaian tangan cia saat kedua orang tuanya masuk ke dalam, mama terlihat langsung terdiam memandang cia dan orang tuanya.

"kenapa pa ma?" tanya ray saat mengambil nota kosong.

"fellycia anaknya mereka?" ucapnya pelan tanpa berkedip.

"iah, kenapa?" mama tak menjawab dan terus menatap ke arah mereka. Ray pun langsung memberi nota kosong.

"om, tante, cia catet aja ya kalau mau pesen" ucap ray langsung pergi.

"okee ray, " cia menjawab langsung berpindah duduk di tengah-tengah antara papa dan mama.

"kamu kenal sama ray?" tanya papa cia pelan sambil menunjuk kearah ray.

"iah, teman satu kampus" cia langsung mencatatat menu yang ia pesan,

Ray melangkah menjauh saat papa dan mama cia seperti terkejut kalau cia dan ray saling kenal.

"ma, mama aneh liatin fellycia gitu" gumamnya saat mama sesekali melierik kearah mereka bertiga.

"ha? Gak kok, baru tau aja si cia anaknya" jawab mama pelan dan matanya sesekali melirik kearah papa yang sedang memotong sayuran.

***

Bau harum dari nasi goreng hampir saja siap tercium membuat orang yang lapar menjadi keroncongan, makanan yang sering di pesan saat di bawa pulang.

"silahkan om, tante, "

"saya permisi dulu om tante, silahkan menikmati" ucap ray melangkah mundur, entah mereka membicarakan apa. Yang terlihat hanya wajah cia terlihat sangat senang kali ini.

Hampir 30 menit berlalu, mereka pun selesai cia dan orang tuanya keluar setelah membayar.

"hoiiii" tergur cia saat ray merapihkan piring di atas meja.

"kok masih disini? Gak ikut papa mama kamu?"

"enggak. Hehe, kan aku kesini bareng kamu. Jadi pulangnya harus di anterin" ucapnya langsung duduk kembali sambil mengambil the hangat yang masih tersisa.

"masa gitu"

"ya harus gitu..."

"beresin ini dulu oke, baru aku antar pulang" anggukan cia. Ray pun bergegas memberishkan meja secepat mungkin karena tak ada yang makan lagi setelah cia dan orang tuanya.

"pa ma, ray pergi antar fellycia dulua ya"

"tante om, terima kasih makanannya, empat jempol buat rasanya heehee" tawa kecil cia langsung pamit.

"yuk naik"

"gak ah, jalan kaki ajah"

"kenapa harus jalan kaki?"

"pengen aja, dah ah jangan protes" ray pun mengikuti kemauan cia berjalan kaki sambil menuntun sepedanya.

"oh ia ray, kata kamu papa mama kamu pernah kerja di rumah sakitkan?" anggukan pelan ray.

"terus kenapa papa mama kamu keluar?"

"itu..." ray langsung terdiam dan teringat kejadian saat itu.

"gak jawab gpp juga kok, hehe" cia menyengir menoleh kearah ray yang terdiam.

"Itu semua gara-gara aku hehe".ucap ray pelan. Cia langsung terdiam sejenak seolah ia salah menanyakan hal itu.

".siang hari itu, aku lagi memilih ke taman rumah sakit karena bosen menunggu di kantin."
"di saat itu juga, aku liat ada anak perempuan duduk di kursi roda dengan infuse yang menancap di tubuhnya. Dan juga selang di hidungnya."

"anak perempuan itu terus memandang ke halaman rumah sakit, dan seperti kesepian. Aku deketin sambil kasih sebungkus coklat."

"coklat?" tanya cia pelan.

"iah coklat, dia pun membukanya bungkusnya, tetapi sebelum memakannya. Terdengar suara teriakan keras membuat aku kaget"

"orang itu langsung mengomel, sambil menunjuk-nunjuk kea rah aku,"

"aku cuman bisa terdiam dan menunduk saat di tarik ke ruangannya, dan terdengar mereka memanggil papa sama mama"

"saat papa sama mama dateng, orang itu kembali mengomel, aku yang tak tahan dengan omelannya langsung lari keluar. Lari tanpa arah, aku merasa aku tak merasa salah apapun."

"seolah salahkah kasih coklat ke seseorang?"

"aku yang kuat akhirnya nangis di pojokan parkir rumah sakit, dan tepat saat itu mama datang sambil mengelus kepala aku"

"mama bilang semua urusan semua selesai, dan langsung ajak pulang."

"akhirnya aku tau, semenjak hari itu mama sama papa keluar dari rumah sakit dan beginilah." Ray mengambil nafas dalam-dalam sambil melihat cia yang sedikit menunduk

"gak usah merasa bersalah lagi kok, itu kan udah masa lalu"

"kalau aku jadi kamu, aku gak bisa bayangin gimana jadinya" ucap cia pelan.

"yaudah gak usah bayangin, toh kalau kita jadi seseorang gak akan bisa ubah garisan takdir kan? Yang bisa lakuin sekarang cuman jadi diri sendiri" anggukan cia pelan sambil sedikit menyeka matanya.

"udah sampai, sana masuk papa mama kamu pasti udah tunggu" senyum ray saat tepat di pintu gerbang rumahnya.

"iah, terima kasih ya buat hari ini, byeee" senyum cia sambil melambaikan tangannya dan melangkah masuk ke dalam.

"huft, ray ray. Kenapa lo jadi curhat ke cia sih" gumamnya kesal kepada dirinya sendiri. Tetapi entah kenapa ia ingin menceritakannya kepada cia.



Bersambung...
 
Jangan-jangan orang tua Ray sama Cia Dulu satu RS
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd