Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Part - 4a

Besok Hari - Pagi

Bangun di pagi hari, Nisa sholat subuh berjamaah dengan sang suami. Setelahnya dia menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan suaminya. Tidak ada percakapan berarti di antara keduanya. Nisa masih memendam sedikit rasa kesal ke suami. Tetapi ia tidak mau membahasnya, dikarenakan dirinya sadar kalau tidak boleh egois.

Setelah Alif pergi kerja, Nisa pun termenung di kursi meja makan. Sejenak, ia memikirkan hari kemarin. Dimana ia merasakan gairah di dalam dirinya begitu menggebu-gebu. Sampai-sampai dirinya bermasturbasi di siang hari. Sebelumnya ia tidak pernah mengalami hal seperti itu.

Bahkan walaupun dia sudah mendapatkan orgasme di siang harinya, malamnya ia masih merasakan sangat bergairah. Kemaluannya terasa berkedut-kedut gatal, minta di tusuk dan di garuk dengan benda tumpul yang keras. Lantas ia mengajak Alif untuk berhubungan intim. Namun sayang Alif tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai suami dengan baik, dimana ia langsung tertidur pulas setelah ejakulasi karena mulut sang istri. Meninggalkan Nisa dalam keadaan tidak tersentuh sama sekali.

Tak ayal, Nisa merasakan kecewa kepada suaminya. Disisi lain dia memaklumi keadaan suami yang capek dan besoknya harus bangun pagi untuk pergi kerja.

Dan di malam kemarin, karena masih dalam keadaan birahi tinggi, Nisa memutuskan untuk masturbasi seperti di siang harinya. Kala itu ia lakukan di kamar mandi, tidak mau di samping suaminya. Cukup terpuaskan, tapi masih kurang. Sejatinya ia ingin persetubuhan yang sesungguhnya. Ia ingin di puaskan oleh sebuah penis yang masuk kedalam vagina nya yang sedang gatal. Tapi sayang, itu tidak terjadi di malam kemarin.

Dan paling gila dari kemarin menurut Nisa adalah bahwa ia sempat membayangkan orang yang baru dikenalnya. Yang tak lain adalah Amos, penjaga townhouse yang dia tinggali bersama suaminya. Terbayang pria hitam yang menyeramkan namun gagah dan macho itu, sebanyak dua kali. Saat sedang mengocok penis suaminya dan saat masturbasi di kamar mandi. Apalagi ia sempat penasaran dengan bentuk kemaluannya Amos.

Ia merasa bersalah kepada suaminya. Mungkin kalau membayang artis favorit tidak masalah, tapi ini seorang penjaga town house yang baru dia kenal selama beberapa menit saja. Ia tidak habis pikir dengan dirinya, padahal baru bertemu sekali tapi sudah berpikir yang tidak-tidak. Terlebih lagi dirinya adalah seorang wanita berjilbab tapi masa bisa membayang orang yang bukan muhrimnya. Nisa merasakan dosa sekali malam itu. Karenanya, di malam hari kemarin dia sempat susah tidur karena merasa berdosa kepada suaminya. Namun karena didukung kelelahan akibat orgasme, akhirnya dia bisa tidur.

Nisa menghela nafas panjang, mencoba melupakan kejadian kemarin. "Hahhhh……kemarin aku kenapa sihhhhh! Maafkan Nisa ya mas. Nisa juga benar-benar bingung" ucap Nisa berbicara sendiri, meminta maaf kepada suaminya, sambil mengelus perut yang berisikan buah hati mereka.

Untuk menghilangkan pikiran tentang kemarin, Nisa segera melakukan pekerjaan rumah. Sebelumnya beberes rumah, tak lupa ia mengkonsumsi vitamin pemberian tetangganya. Ia sudah diberikan suplemen vitamin secara cuma-cuma, tak baik untuk di sia-siakan begitu saja pikir Nisa. Lagi pula yang memberikan adalah tetangga yang seorang mantan dokter kandungan. Jadi tidak mungkin ada yang aneh-aneh pikir Nisa.

Selesai semua pekerjaan rumah, Nisa chat an dengan Margaretha, meminta izin tetangganya itu untuk berkunjung ke rumahnya. Dan Margaretha pun meng-iyakan. Nisa pun senang, bisa main ke rumah tetangganya. Dia segera mengenakan gamis panjang yang simple, serta jilbab yang cukup panjang.

Sesaat keluar rumah dan baru berjalan beberapa langkah, Nisa kembali merasa ada yang tidak biasa dengan tubuhnya. Ia merasakan gairah seperti kemarin siang muncul lagi. Namun kali terasa berbeda. Tanpa menyentuh dirinya seperti kemarin, ia merasakan desiran gairah timbul dengan sendirinya.

Nisa bisa merasakan kalau putingnya mulai mengeras. Memastikan tidak ada yang melihat dirinya, ia raba kedua dadanya dari luar gamis panjangnya. Ia bisa rasakan betapa kerasnya kedua putingnya saat ini. Seandainya ia tidak memakai BH, pasti sudah nyeplak dengan sangat jelas. Untungnya ia juga memakai jilbab, jadi tidak terlihat oleh siapapun kalau putingnya tegak menusuk di balik gamisnya.

Selain reaksi pada kedua putingnya, daerah selangkangannya mulai lembab juga. Vagina terasa gatal dan sedikit berkedut-kedut. Nisa semakin bingung dengan tubuhnya.

'Aduhhhhh….kok aku terangsang lagi sih?!' omel nya kepada dirinya sendiri. Ia merasa sangat janggal dengan keadaan tubuhnya yang terangsang tanpa sentuhan sama sekali.

'Kalau begini, lebih baik aku tanyakan Ci Margaretha saja deh. Takut kenapa-kenapa' batin Nisa menyarankan dirinya sendiri. Ia melangkah lagi.

Di saat sebelum dirinya memasuki pekarangan rumah Margaretha, ia melihat sekelebat orang di balik mobil yang terparkir di garasi rumah ustadzah Kartika. Dugaan Nisa itu adalah pemilik rumah tersebut. Menurutnya ini adalah momen yang pas untuk berkenalan dengan pemuka agama yang terkenal dan cantik itu, yang sering tampil di televisi. Lantas ia mendekati mobil itu, berharap menemukan orang yang ia ingin kenal secara langsung itu.

Nisa mendapati dua wanita bergamis panjing lebar serta berjilbab berada di balik mobil yang terparkir. Kedua wanita tersebut berada di depan pintu rumah. Dari sudut pandang Nisa, mereka sedang berposisi berdiri menyamping dari dari dirinya. Oleh karena posisi mereka, Nisa cuma bisa mengenali ustadzah Kartika. Ia lihat wanita itu seperti baru saja menarik kepalanya menjauh dari kepala wanita satu lagi. Saat menjauh Ustadzah Kartika menjauhkan kepalanya, ada juntaian benang tipis yang hinggap di bibirnya menyambung dengan orang yang berada di depannya. Yang lama-lama putus, karena kepala ustadzah Kartika semakin menjauh. Lebih itu Ustadzah Kartika juga seperti sedang memegang kedua pipi serta menatap lekat wanita yang berada di depannya. Kedua perempuan berjilbab itu tidak menyadari kehadiran Nisa yang semakin mendekat.

Nisa perhatikan bibir Ustadzah itu sangat tebal, juga basah bercahaya mengkilap. Sangat seksi pikir Nisa. Padahal bertahun-tahun yang lalu bentuk bibir ustadzah itu biasa-biasa saja. Tapi sekarang berbeda. ‘Operasi kah? Atau pakai filler gitu ya’ duga Nisa dalam hatinya. Namun Nisa ragu kalau seorang ustadzah melakukan hal itu semua.

“Assalamualaikum…” salam Nisa. Keduanya terkejut dan mengarahkan kepala mereka masing-masing kepada Nisa, lalu lekas membalas salam wanita hamil tersebut.

Ternyata wanita yang satu lagi masih sangat muda ketimbang dirinya. ‘Pasti itu anaknya ustadzah Kartika’ duga Nisa dalam benaknya. Nisa perhatikan anak perempuan ustadzah Kartika ini, sangat cantik dan putih. 'Wah kalau mas Alif lihat dia, bisa minta nambah istri lagi nih ceritanya' ujar Nisa bercanda dalam batinnya sendiri.

Ustadzah Kartika menyeka mulutnya dan bibirnya dengan punggung tangannya. Seperti ibunya wanita muda itu juga ikutan menyeka mulutnya. Nisa menyadari wajah gadis itu merah bak kepiting rebus, dan nafasnya juga agak tersengal-sengal.

‘Mereka habis ngapain sih?’ tanya lagi Nisa penasaran dengan keadaan keduanya. Tapi ia kesampingkan pertanyaan dalam benaknya, tidak mau menduga yang tidak-tidak terhadap seorang ustadzah. Lantas ia melanjutkan niatnya untuk mengenalkan diri kepada sang ustadzah

“Selamat pagi, ustadzah Kartika. Saya penghuni baru di rumah nomor 5. Kenalkan, saya…”.

“Mbak Nisa kan ya?” potong Kartika. Nisa membebelakan matanya terkejut, saat namanya keluar dari mulut ustadzah yang terkenal itu.

“I-iyaaa saya Nisa…, kok ustadzah tahu nama saya?” tanya Nisa balik dengan gugupnya. Ia kaget kalau ternyata ustadzah yang terkenal itu tahu namanya. Ia merasa tersanjung sekali.

“Hehehe… Ci Margaretha sudah cerita sama saya mbak. Kalau disini mah kabar baru cepet beredarnya mbak, lagipula kan ada grup chat townhouse. Berarti mbaknya belum join ya? Nanti minta di invite aja sama si enci” ujar sang ustadzah.

“Oalahhhh… pantas saja. Kalau gitu nanti saya minta di invite sama ci Mar. Lalu adek cantik ini siapa?” tanya Nisa basa-basi dengan ramahnya sekalian memberikan pujian. Ia ingin meninggalkan kesan yang baik di mata ustadzah Kartika.

“Ini anak saya, Azizah. Nak salim dulu sama mbak Nisa” ujar ibu kepada anak gadisnya. Azizah menuruti perintah ibunya.

"Azizah" ujar sang anak seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Nisa pun menyambut sambut uluran tangan Azizah. Ia bisa merasakan betapa halusnya tangan Azizah. Masih muda tapi sudah pintar merawat diri, pikir Nisa. 'Anak jaman sekarang, emang pada cepet-cepet gede ya' batin Nisa.

"Nisa. Hmmmm…. Kalau nggak salah, Azizah ini yang kembar laki-perempuan itu kan ya?" tanya Nisa.

“Iya kak Nisa, aku kembar. Panggil aku Zizah ajah ya kak. Kalau kembaran aku, Azhar namanya. Ngomong-ngomong kak Nisa ini cantik banget yaaaa….”. Tiba-tiba Azizah melempar pujian kepada Nisa. Yang membuat si wanita hamil itu tersipu malu.

Tidak mau kalah Nisa juga memuji Azizah, "E-ehhh?! Azizah, kamu juga cantik kok".

Mendapatkan pujian dari Nisa, Azizah pun tersenyum malu-malu kucing sambil memainkan ujung jilbabnya.

“Kok mbak nya sudah tahu anak saya kembar?” timpal ustadzah Kartika.

“Saya sudah pernah lihat di tv sama medsosnya ustadzah, hihihi..” jawab Nisa.

“Oh iya ya. Duhhh… jaman sekarang apa-apa sudah ada di medsos ya" ujar ustadzah Kartika. Nisa mengangguk setuju dengan pernyataan Kartika. Sekarang segala informasi sangatlah mudah didapatkan.

"Kak Nisa lagi hamil ya?" tanya Azizah yang memperhatikan perut hamil Nisa dari tadi.

"Iya nih Zizah, kakak baru masuk 4 bulan". Nisa menjawab, sambil mengelus perutnya dengan penuh rasa bangga.

"Ohhhh….Ngggg…" gumam Azizah.

Nisa menangkap gelagat Azizah hendak mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu kepadanya, lantas ia bertanya "Zizah ada apa?".

"Nggg….Zizah boleh nggak, pegang perutnya kak Nisa?" tanya Azizah dengan ragu-ragu.

Nisa terkejut dengan permintaan perempuan berjilbab yang masih muda yang baru dikenalnya itu. Ia ragu mengijinkan orang lain untuk memegang perutnya. Ia memperbolehkan Margaretha karena wanita itu adalah seorang dokter. Tapi ia sungkan untuk menolak permintaan putri dari ustadzah Kartika, apalagi orangnya sendiri ada di situ juga. Mau tak mau ia mengiyakan.

Azizah berjingkrak penuh semangat layaknya anak kecil ketika diperbolehkan menyentuh perut hamil Nisa. Sudah di izinkan, Azizah langsung meletakan tangannya di perut Nisa.

"Wahhhh!". Perempuan berusia 18 tahun itu berseru terkagum dengan perut hamil Nisa. Dengan perlahan dan lembut, ia meraba perut Nisa. Sesekali ia juga meremas pelan perut yang sedang membesar tersebut.

"Nghhhh…". Nisa melenguh tertahan, akibat elusan Azizah. Meski masih dari luar gamisnya, ia merasakan sesuatu dari setiap gesekan telapak tangan Azizah. Sedari tadi ia yang sudah dalam keadaan bergairah, kini semakin bertambah hebat di setiap usapan tangan Azizah. Ia teringat dengan hari kemarin, dimana dia terangsang dengan tangannya sendiri. Dan sekarang ia semakin terangsang. Keringat mulai keluar sedikit dari pori-pori kulitnya. Kemaluannya pun turut bereaksi, semakin lembab karena mulai mengeluarkan cairan pelumas alaminya. Rasa gatalnya pun semakin terasa.

Nisa menggigit bibir bawahnya guna menghentikan suara-suara aneh keluar dari mulutnya. Ia tidak mau menunjukan kalau dirinya sedang terangsang di depan orang lain. Di saat bersamaan ia terlalu sungkan untuk meminta Azizah untuk berhenti.

Ustadzah Kartika hanya tersenyum menyeringai senang saat melihat reaksi Nisa. Ia tahu apa yang terjadi dengan Nisa. Sedangkan Nisa tidak melihatnya. Ia terlalu fokus dengan tangan Azizah yang berada di perutnya.

"Ehhhh… kak Nisa kenapa?" tanya Azizah yang sadar Nisa sedang menggigit bibirnya sendiri.

"Enggak apa-apa kok, kak Nisa cuma kegelian. Sok atuh, lanjut aja kalau kamu mau" ujar Nisa, mencoba untuk menunjukan kebaikan dan keramahan kepada tetangga yang masih muda itu. Azizah pun melanjutkan meraba perut buncit Nisa. Sang wanita hamil sambil menahan rasa birahi yang semakin naik, ia mencoba untuk terlihat setenang mungkin. Walau begitu nafas memburunya tidak bisa ditutupi.

Melihat anaknya masih mengelus perut Nisa, ustadzah Kartika membuka suara "Mbak Nisa sudah kerasan tinggal di sini?".

"Su-sudah ustadzahhh…didisini enak dan nyamanhhh….". Nisa berusaha menjawab dengan senormal mungkin. Perbuatan Azizah di perutnya benar-benar membuat dirinya tidak karuan-karuan.

"Zi-zizah su-sukaaa..sama perut hamil yahhh?" tanya Nisa yang heran dengan kelakuan Azizah yang terus tanpa henti mengusap perut buncitnya.

"Suka bangetttt! Aku suka sama perut wanita yang lagi hamil kak. Aku terakhir pegang, ya pas ummi lagi hamil si Akzar".

"Mengapa Zizah bisa suka sama perut hamil?" tanya Nisa heran.

"Tau tuh mbak, anak saya yang satu ini juga suka banget megangin perut saya pas lagi hamil adeknya. Sampe-sampe saya sendiri bingung" ujar sang ustadzah seraya menggeleng-gelengkan kepalanya yang berjilbab anggun yang besar.

"Soalnya aku heran, kok bisa ya ada anak kecil di dalam perut manusia" ujar Azizah yang terdengar konyol di telinga Nisa

"Ya bisalah dek, kamu ada-ada aja deh. Kan kak Nisa sama Ummi kan perempuan, jadi bisa punya anak. Memangnya bayi dari mana coba? Kan nggak brojol dari batu" canda sang ibu. Ketiganya pun tertawa.

"Kamu nanti juga bakal punya anak kalau sudah nikah” tambah Nisa.

“Iyah sihhhhhh….” ujar Azizah. Dirinya tenggelam dalam pikiran sendirinya

“Aku baru tahu dari ci Mar, kalau Ustadzah Kartika sudah ngelahirin lagi" timpal Nisa yang perutnya masih di elus oleh Azizah. Nisa diberitahu oleh Margaretha perihal ustadzah Kartika punya anak lagi.

"He-eh mbak. Selama hamil kemarin, aku nggak mau tampil di tv dulu. Jadi belum pada tahu" ujar ustadzah Kartika.

"Ohhhh… kalau boleh tahu mema-.....".

Ketika ketiganya sedang saling ngobrol dengan satu sama lain, sosok pemuda muncul dari dalam rumah ustadzah Kartika.

Nisa yang hendak bertanya pun jadi terkesima melihat sosok pemuda tersebut, menghentikan suara yang hendak keluar dari mulutnya. Pria muda itu berparas ganteng dan memiliki badan yang bagus atletis dan tinggi.

'Coba mas Alif seganteng cowok ini. Eh?! Aku mikirin apa sihhhh?! Maaf mas, Nisa bercanda doang kok hihihihi….. Mas Alif ganteng di mata Nisa' ujar Nisa dalam hati, yang tersadar bahwa dirinya baru saja membandingkan kegantengan suaminya dengan laki-laki lain. 'Pasti ini kembarannya si Azizah' duga Nisa.

"Azhar, kenalin dulu ini tetangga baru kita" ucap Kartika kepada anaknya yang cowok itu. Azizah pun menjauhkan tangannya dari perut Nisa, saat kembarannya mendekat. Sekarang Nisa bisa bernafas sedikit lega. Tapi tetap saja gairahnya tidak padam.

"Halo kak, saya Azhar” ucap pemuda itu mengenalkan diri.

Pemuda itu memperhatikan tubuh Nisa yang terbalut gamis lebar. Ia menatap perut membelendung Nisa. Kemudian buah dada Nisa yang sedikit membentuk di balik gamis itu. Tubuh hamil Nisa mengundang siapapun untuk melihatnya. Tak terkecuali Azhar, pemuda itu lapar akan tubuh wanita hamil itu.

“Nisa” balas Nisa singkat.

Dirinya sadar dengan tatapan pemuda itu. Dirinya heran kenapa laki-laki di townhouse di sini sering menatap tubuhnya dengan aneh bahkan cenderung mesum. Kemarin Jono dan Amos, sekarang Azhar. Padahal Azhar anak seorang pemuka agama yang termahsyur. Tapi tidak bisa menjaga tatapannya. Nisa merasa aneh dan heran, tapi dalam dirinya senang ketika di perhatikan seperti itu karena merasa sedang di kagumi. Selain merasa senang, Nisa bisa merasakan kalau tatapan Azhar malah membuat dirinya tambah bergairah lagi. Ia harus bisa menahan dirinya. Ia pikir dengan berhentinya Azizah rasa nafsunya bakal menurun. Nyatanya tidak, hanya dengan dipandangi oleh Azhar, dia malah terbakar api birahi lagi.

“Wahhh… kalau saya lihat-lihat, sudah pada rapi-rapi amat nih. Pada mau ke mana nih?" tanya Nisa basa-basi kepada mereka, mencoba mengalihkan tatapan Azhar pada tubuhnya.

“Ini anak-anak saya pada mau berangkat ke sekolahnya, mau ngurus-ngurus perpisahan angkatan” jelas Ustadzah.

“Sekalian mau nginep villa di Puncak kak” tambah Azhar.

“Ummiiiiii….”. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari dalam rumah Kartika. Tak lama sesosok perempuan berjilbab muncul dari dalam rumah. Seperti yang lain, wanita yang baru keluar ini tidak kalah cantiknya dengan Kartika dan Azizah. ‘Nah ini yang namanya Salma, Anak yang paling tua dari ustadzah Kartika dan ustad Karim' pikir Nisa. Beruntung sekali ustadzah Kartika, anak-anaknya ganteng dan cantik pikir Nisa. Ia berharap kelak paras anaknya, seperti mereka juga.

“Ada apa Salmaaaa…, pagi-pagi kok sudah teriak-teriak aja sihhhh… kan nggak enak di dengar sama tetangga" omel Kartika kepada anaknya yang keluar rumah dengan berteriak lantang.

“Ini miiii….. si Azhar malah ngotorin jilbab akuuuu… nih lihat!” marah wanita itu sambil menunjukan jilbab hitamnya yang ternodai cairan putih itu kepada ibunya.

“Aku nggak sengaja kak. Beneran deh aku sudah nggak kuat tadi” balas Azhar.

“Kamu lain kali hati-hati dong dek, kalau muncrat itu di lihat-lihat dulu dong”.

“Iyahhh.. tuh kak Salma. Si Azhar mah suka asal muncrat aja, nggak lihat kemana arah keluarnya. Huh?!” timpal Azizah ikutan ngedumel ke kembarannya.

Seperti biasa ustadzah Kartika hanya bisa menghela nafas panjang, melihat putra-putrinya berantem. Beda sekali kalau sudah di ranjang, pasti semuanya pada akur, saling berbagi kenikmatan pikir sang ibu anak 4 itu.




Apa yang dimaksud dengan kalimat yang terlintas dalam benak ustadzah Kartika. Siapa sangka kalau seorang pemuka agama yang terkenal dan dihormati bernama Kartika itu, memiliki rahasia yang akan mengejutkan seluruh manusia apabila mengetahuinya. Dibalik jilbab dan gamisnya, ia termasuk dalam pusaran gelap yang penuh kenikmatan di townhouse itu. Bahkan anak-anaknya pun juga terlibat dan turut ikut menikmati kenikmatan duniawi seperti dirinya. Tiada hari tanpa desahan-desahan kenikmatan di rumah ustadzah Kartika. Dan akan ada waktunya Nisa mengetahui alasan seorang ustadzah Kartika beserta keluarganya yang ia idolakan bisa masuk dalam dunia penuh akan seks yang nikmat tiada tara.

Dan sekarang mereka semua yang berada di hadapan Nisa, sudah menanti kedatangan perempuan yang sedang hamil itu. Yang tak lama lagi akan menjadi bagian dari mereka. Ikut merasakan persetubuhan gila yang nikmat tanpa batas.



Kembali ke Saat ini

Nisa hanya diam sambil mendengarkan percakapan mereka sekeluarga. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Yang ia tangkap adalah kalau Azhar menumpahkan sesuatu di jilbab kakaknya. Terlihat jelas noda-noda di jilbab Salma, yang sangatlah kental dan putih pekat layaknya susu kental manis. Jikalau Nisa tahu apa cairan kental itu sebenarnya. Pasti dia tidak akan percaya.

“Azhar, ayo minta maaf dulu sama kakakmu” ucap ibunya dengan suara tegas.

“Iya-iya. Kak aku minta maaf ya, lain kali aku bakal hati-hati kalau keluar” ucap Azhar dengan pelan.

“Kamu nggak ganti jilbabnya dulu sayang?” tanya Kartika kepada putri pertamanya.

“Nggak ah ummi, sudah terlanjur ribet. Nanti aku elap aja pakai tissue basah”.

“Oh ya sudah…. oh iya, ini kenalin dulu sama tetangga baru kita, mbak Nisa” ujar Kartika kepada anaknya.

“Hai kak, aku Salma" sapa Salma dengan senyuman yang ramah. Nisa tersipu dengan senyuman manis Salma.

“Hai, aku Nisa, penghuni baru di sini” balas Nisa, juga dengan senyuman ramah.

"Ummi aku berangkat dulu ya. Yang lain sudah pada nungguin, katanya sudah pada nggak sabar di sana" ucap anak laki-laki ustadzah Kartika.

“Iya Ummi, dari tadi sudah pada nelponin terus, nyariin aku . Katanya sudah pada kangen sama aku hihihi….” timpal Azizah seraya cekikian centil.

“Iya nak, gih sana pada berangkat. Kalau kelamaan, nanti tambah macet lho. Terus Salma, kamu hati-hati nyetirnya ya, jangan ngebut” wanti-wanti Kartika.

“Iya Ummi, tenang aja. Aku pasti bawanya pelan” jawab Salma.

“Sini, sebelum kalian pergi, pamit sama ummi dulu” pinta ustadzah Kartika kepada anak-anaknya.

Nisa mengira mereka akan pamintan dengan cara biasa saja, cium tangan. Tapi yang terjadi di hadapannya, sama sekali tidak sesuai dengan bayangannya. Salma berpamitan dengan mencium tangan ibunya, lalu mencium sekilas bibir ibunya yang tebal dan seksi itu. Agak aneh bagi Nisa melihat seorang anak mencium bibir ibunya. Tapi Nisa tidak ambil pusing, setiap keluarga pasti memiliki kebiasaan tersendiri. Lagipula dia juga pernah melihat pamitan seperti itu di internet, jadi dirinya mencoba memaklumi tidak mau menghakimi kebiasaan orang lain. Setelah Salma, giliran Azizah yang pamitan kepada ibunya. Seperti kakaknya tadi, Azizah juga mengecup bibir ibunya setelah mencium tangan.

Tiba giliran Azhar, tapi Nisa melihat hal yang tidak ia duga. Dengan mata di kepalanya sendiri, Nisa melihat selain mengecup bibir dan tangan, Azhar meremas sekilas bongkahan pantat Ustadzah Kartika yang montok itu. Ia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Tidak sepantasnya seorang anak menyentuh ibunya seperti itu. Walau cuma sekilas dan bisa di anggap bercanda, tapi tetap saja menurut Nisa perbuatan tersebut tidaklah pantas. Tetapi Nisa menyadari tidak ada kemarahan dari ustadzah Kartika. Wanita yang tersohor sebagai ustadzah terlihat biasa-biasa saja dengan kelakuan anak laki-lakinya terhadap tubuhnya. Lantas Nisa mencoba tenang, tidak mau memusingkan apa yang baru ia lihat. Palingan cuma bercandaan saja, pikir Nisa. Jika ustadzah terlihat biasa-biasa saja, maka dirinya tidak boleh mengomentari yang bukan kewenangannya.

Setelah berpamitan kepada ibunya, barulah mereka bertiga pamit ke Nisa. Lalu ketiganya naik mobil dan pergi, meninggalkan Kartika dan Nisa di depan rumah. Ustadzah Kartika hanya bisa meratapi kepergian para buah hatinya yang akan bersenang-senang seraya meraih kenikmatan duniawi. Dia juga ingin ikut pergi bersama anak-anaknya. Tapi karena sedang ada bayi, ia tidak bisa ikut. Tapi ia tidak berkecil hati, ia sendiri tahu bagaimana cara mencari kenikmatan seksual di town house ini. Sang ustadzah berjilbab lebar itu pun tersenyum lebar, membayangkan apa yang terjadi hari ini.

“Anak-anak sudah pada pergi nih, ustadzah jadi sendirian aja dong di rumah?” tanya nisa basa-basi, sambil berusaha mencoba tidak terlihat terkejut dengan kejadian barusan. Sesaat Ia mendapati rasa kesepian dari raut wajah Kartika, namun berangsur menjadi senyuman yang lebar terukir. Dia bingung apa yang dipikirkan oleh Ustadzah Kartika.

"Iya nih mbak Nisa. Untung ada si kecil yang nemenin saya, jadi di rumah nggak sendirian deh. Saya juga ada ART yang nemenin" ujar ustadzah Kartika.

"Begitu yaa…..Sekarang ustadzah sudah enggak tampil di Tv lagi ya? Mungkin Kayaknya sudah hampir setahun lebih, Nisa nggak pernah lihat Ustadzah di TV lagi. Biasanya Ustadzah suka ngisi acara kultum pas mau buka puasa kan? Tapi bulan puasa kemarin, sama yang tahun lalu, ustadzah sama sekali nggak ada lhoooo…." tutur Nisa melanjutkan pertanyaan yang sempat terpotong tadi.

"Kan saya lagi hamil mbak. Terus habis lahiran langsung sibuk ngurus si kecil mbak, makanya lagi nggak ngambil job di tv. Saya untuk sementara cuma ambil acara privat tertentu mbak. Ceramah sama dakwah privat aja, tergantung siapa yang minta".

“Hmmm… gitu ya. Boleh nggak saya ikut ceramah privatnya ustadzah Kartika? tanya Nisa penuh harap, mencari kesempatan untuk mengikuti acara ceramah privat sang ustadzah. Tidak ada salahnya berteman dengan orang terkenal seperti ustadzah Kartika, pikir Nisa.

Ustadzah Kartika tersenyum mendengar permintaan tetangganya yang sedang hamil itu. Seandainya Nisa tahu apa yang dimaksud dengan ceramah privat yang di hadiri ustadzah Kartika.

"Boleh-boleh. Nanti kalau ada, saya ajak mbak Nisa. Ngomong-ngomong Mbak Nisa mau kemana nih?".

"Anuuu…, tadinya saya mau ke rumah ci Mar. Terus pas lihat ada ustadzah disini, jadinya saya samperin kesini dulu deh. Kan saya belum kenalan sama ustadzah hihihi…" jelas Nisa.

“Ke rumah Ci Margaretha pasti mau konsul kehamilan ya?”.

“Hehehe… iya nih, sekalian mau main-main aja” ujar Nisa, sambil mengelus perut hamilnya.

“Saya waktu hamil Akzar, juga konsulnya ke enci Margaretha. Kalau kata saya sih, mendingan mbak Nisa konsul saja sama beliau terus, nggak usah ke dokter yang lain. Pasti percuma. Menurut saya nggak ada dokter yang sebagus ci Margaretha" usul Ustadzah Kartika. Wanita itu mendorong Nisa agar tidak berpaling ke dokter yang lain nya. Tentu itu ada maksudnya.

“Rencana saya memang begitu ustadzah. Soalnya ci Mar itu orangnya baik, ramah dan pinter banget, jadinya saya senang sama beliau” jelas Nisa.

“Baguslah kalau begitu, yang penting kamu nurut sama perintah ci Mar ya mbak. Lakuin apa yang di minta sama dia ya mbak, biar lahirannya lancar dan anaknya sehat nanti. Dan kamu juga keenakan nantinya".

Nisa terdiam mendengar nasihat sang ustadzah. Dia bingung dengan kata ‘keenakan’ yang terucapkan. Tapi ia tidak hiraukan lebih jauh, lebih baik dirinya menurut dengan Ustadzah Kartika, pikir Nisa.

“Iya ustadzah. Atau ustadzah Kartika mau ikutan ke rumah ci Mar nggak?” ajak Nisa.

"Lain kali ya mbak Nisa, saya mau ngurus Akzar dulu” tolak halus sang ustadzah.

“Kalau begitu saya pamit dulu ya Ustadzah, Ci Mar sudah nungguin”.

“Iya mbak, mari”.

Keduanya pun berpisah. Kartika masuk kerumah sendiri. Sedangkan Nisa berjalan menuju ke rumah Margaretha yang persis berseberangan dengan rumah ustadzah Kartika. Di saat dirinya sedang melangkahkan kakinya, ia masih merasa terasa terangsang. Gamis dan kerudung yang ia pakai sudah agak basah karena keringat. Celana dalamnya pun tidak hanya lembab lagi, tapi sudah sedikit basah. Nisa semakin bingung dengan kondisi tubuhnya.

Next Part - 4b
 
Terakhir diubah:
mantap ceritanya bang.
 
Part - 4b

Rumah Margaretha

*Tok Tok Tok.

Ketuk Nisa pada pintu rumah tetangganya. Tak lama pintu rumah itu terbuka, ia disambut oleh yang punya rumah, yang tak lain adalah Margaretha nya sendiri.

"Pagiiiii….Ci Marrrr…" sapa Nisa dengan hebohnya.

"Haiii…, masuk mbak" ajak Margaretha. Nisa pun melangkah masuk, melewati pintu rumah tetangganya. Nisa perhatikan pakaian yang dipakai oleh tetangganya cuma kaos dan rok hitam selutut. Simple tapi tetap terlihat cantik dan anggun.

“Ci, ini saya sering-sering kesini nggak apa-apa kan?” tanya Nisa seraya beriringan dengan Margaretha menuju ke ruang keluarga.

“Sudah saya bilang santai aja mbak, lumayan juga ada yang nemenin saya. Masa saya main sama pembantu terus sih hihihi…” tawa Margaretha. Nisa agak bingung dengan kalimat yang keluar dari mulut tetangganya.

"Masa main sama pembantu sih ci? Ada-ada saja, Ci mar mah" tanya Nisa.

"Maksud saya di temenin sama pembantu, bukan main hihihi…." ujar Margaretha membetulkan ucapannya.

“Memangnya anak-anak ci Mar pada kemana?”.

“Si Thomas ada di kamarnya, biasaaa…. nge-game terus, mentang-mentang baru lulus sekolah. Kalau yang lain lagi pada kerja sama papi nya”.

Keduanya lalu duduk santai di sofa empuk di ruang tengah.

"Eh Ci, tadi saya sudah kenalan sama ustadzah Kartika lhoo…".

"Ohh ya?".

“Iya, tadi saya ajak ustadzah Kartika kesini, tapi beliau nya sibuk mau ngurus anaknya dulu yang masih bayi”.

"Namanya juga ada dedek bayi, mbak. Nanti kamu juga begitu. Siap-siap aja deh kamu hihihhi…." terang Margaretha.

Tengah mengobrol dengan Margaretha, Nisa masih dalam keadaan bergairah. Di balik Bhnya, kedua putingnya masih terasa keras. Dan celana dalamnya basah, terasa tidak nyaman lagi untuk dipakainya. Selain itu memeknya juga gatal ingin digaruk. Sentuhan Azizah dan tatapan Azhar yang seolah menelanjangi tadi, membuat birahinya terusik. Tubuhnya merespon dengan memberikan rasa nafsu untuk menyentuh dirinya lagi.

Tidak tahan dengan kondisi tubuhnya sendiri, ia segera bertanya "Ci, ci kok saya sudah 2 hari ini saya merasa aneh ya?".

"Aneh gimana mbak?".

"Yaaaa… anehhh…." Nisa menjadi ragu untuk menceritakan kepada Margaretha. Sebelumnya ia tidak pernah membahas masalah seksualitas dengan siapapun terkecuali dengan Alif, karena dia adalah suaminya yang sah. Sama ibu kandung nya sendiri saja tidak pernah.

"Aneh bagaimana sih mbak?".

"Ngggh….."

"Cerita aja mbak, saya kan dokternya mbak Nisa" desak Margaretha.

"Jadi gini, entah kenapa dari kemarin saya merasa….. kepingin terus". Mendengar keluhan Nisa, Margaretha tersenyum senang dalam hatinya. Karena rencana sudah berjalan.

“Kepingin? Kepingin apa mbak?” tanya Margaretha.

“Anu… ya ituuu….terangsang ci” ujar Nisa dengan malu.

"Terangsang?" balik tanya Margaretha seraya mengernyitkan dahi nya, seolah dia kaget dengan penuturan Nisa.

"Iya Ci terangsang, bahkan saya sampai… emmm….masturbasi di siang hari kemarin, terus sampe malam saya juga masih berasa pengen lagi lho ci".

"Terus malamnya kamu masturbasi lagi?" tanya Margaretha.

"I-iya Ci". Nisa benar-benar malu menceritakannya kepada Margaretha, perihal apa yang terjadi kemarin.

"Memangnya suami kamu ke mana?".

"Ya ada sih. Tapi pas saya ajakin mau gituan, dianya malah keluar duluan".

"Keluar duluan gimana mbak? Coba ceritakan dulu ke saya mbak".

"Ehhh… masa saya harus cerita si Dok".

"Saya kan dokter, jadinya nggak apa-apa kan? Biar saya tahu sumber permasalahannya mbak" jelas Margaretha.

Dengan canggung Nisa menceritakan bagaimana suami ejakulasi duluan dengan mulutnya, tanpa menyentuh dirinya sama sekali. Margaretha yang menyimak, menampilkan wajah yang penuh prihatin. Walau aslinya dia senang. Dalam benaknya, ia berpikir kalau rencananya untuk menjerumuskan Nisa akan lebih gampang. Lantas ia akan mencoba untuk menghasut Nisa lebih jauh.

"Hmmmm…. wah saya nggak nyangka lohhhh…. kalau mbak Nisa yang jilbaban ini bisa ngasih oral sex" ucap Margaretha yang membuat Nisa tersipu malu.

"Hehe… iya ci. Saya di ajarin mas Alif…" ujar nisa dengan malu-malu.

"Mbak Nisa suka ngisep penisnya mas Alif nggak?".

"Ehhhhh…ciiii…mah kok nanya gitu sehhh…saya kan maluuuu…." erang Nisa rikuh mendengar pertanyaan tersebut.

"Hihihi… santai aja mbak. Kita sudah sama-sama dewasa. Dan saya juga suka kok. Saya sih nggak pernah nolak kalau di minta untuk ngisepin penis suami saya, itung-itung nyenengin suami". Nisa kaget dengan kejujuran Margaretha.

"Gimana mbak suka nggak ngisepin punya suami?" tanya lagi Margaretha.

Nisa terdiam seribu bahasa, terlalu malu untuk menjawab. Sejujurnya ia suka memberikan suaminya service mulutnya. Tapi kalau dipikir-pikir, ia merasa sudah dekat dengan Margaretha, jadi tidak salahnya untuk berbicara yang menjurus sedikit.

"Su-suka ci".

"Hayooo….mbaknya suka apa?" goda Margaretha.

"Ahhh… si cici malah ngegodain saya deh ah!" pekik geli Nisa. Keduanya tertawa karena guyonan yang cenderung cabul.

"Tapi ternyata mas Alif payah sebagai suami ya" ujar Margaretha tiba-tiba yang merendahkan Alif. Nisa kaget mendengar penuturan Margaretha tentang suaminya yang terkesan mengejek. Namun di hatinya yang dalam, menurut Nisa ucapan Margaretha ada benarnya.

Walau begitu sebagai istri yang baik, ia harus membela harga diri suaminya. "Ya mau gimana lagi Ci, mas Alif nya capek karena kerja, terus besok nya harus bangun pagi" ujar Nisa dengan pasrah.

"Iya sih. Tapi kalau menurutku, seorang suami itu seharusnya tetap melayani istrinya dengan maksimal, apapun keadaannya".

"Contohnya suamiku, Felix. Meski pulang dari ngantor seharian, tapi masih bisa ngintimin saya. Ngasih saya orgasme 1-2 kali. Dan Itu minimal lho…." pamer Margaretha kepada Nisa. Dia terus membanggakan kemampuan suaminya di ranjang kepada Nisa.

Nisa pun hanya bisa terdiam sambil mendengarkan penuturan tetangganya. Ada rasa iri dengan tetangganya. Ia ingin juga merasakan orgasme dengan persetubuhan sesungguhnya. Walaupun semalam berhasil meraih klimaks, tapi rasanya kurang kalau hanya pakai tangan sendiri.

"Buktinya saya anaknya 3 tuh. Suami saya hobi ngegenjotin saya sih, hihihi…" lanjut Margaretha sambil tertawa.

Nisa agak terperangah dengan kata 'ngegenjotin' yang digunakan oleh Margarethe. Baru kali ini dia menggunakan bahasa yang agak berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena sudah mulai dekat, pikir Nisa. Lantas ia memaklumi.

"Pasti suami mbak Nisa jarang olahraga ya" tebak Margaretha.

"Iya benar Ci, nggak pernah malahan. Aku juga heran. Memang kalau suaminya Ci mar hobi ya?" jawab Nisa dengan jujur.

"Sudah bukan hobi lagi mbak, tapi maniak deh. Suami sama anak-anak saya rajin olahraganya, jadi stamina sama tenaganya pada kuat-kuat, sampai saya kewalahan" ujar Margaretha.

"Memangnya kewalahan kenapa ci?" tanya Nisa.

"Ehhhh… anuuu…. biasanya saya se-keluarga suka main basket di GOR xxx, saya nggak kuat ngimbangin, pasti tepar duluan. Untung saya ada Desti (29) dan Amel (23), pembantu saya yang bisa buat gantiin saya".

"Ohhhh…." Singkat Nisa mengerti. Nisa berpikir kalau Margaretha baik sekali, tidak membedakan kelas sosial. Sampai mengajak pembantunya untuk berolahraga bersama. Ia menjadi semakin kagum kepada Margaretha.

"Maaf nih Ci kalau saya lancang, memang Ci mar umur segini masih senang gituan sama suami ya?" tanya Nisa penasaran.

"Masih dong mbak, malah semakin panas dan menggebu-gebu. Bisa saja tiap hari saya nge-seks, hihihihi…..".

"Ah! Yang bener Ci?" tanya lagi Nisa. Melihat umur Margaretha yang sudah kepala 4, membuat Nisa tidak percaya

"Iya seriusan mbak, ngapain juga saya bohong. Lagipula hubungan suami-istri itu bagian dari keharmonisan rumah tangga mbak. Kalau semisal nggak lancar di ranjang atau nggak ada samsek, gimana mau bertahan mbak. Makanya saya saranin deh, suami mu untuk olahraga biar gak……”.

“Letoy”.

Nisa tercekat dengan ucapan Margaretha. Tapi setelah memikirkannya, dalam lubuk hatinya, Ia takut kalau rumah tangganya terganggu lantaran cuma karena masalah ranjang. Atau bahkan sampai kandas.

“Laki itu harus kuat dan jantan, jangan lemah kayak pencundang” lanjut Margaretha.

“Iya sih ciii….”

"Coba kamu ajak suamimu olahraga di waktu senggang, sekalian kamu ikutan juga. Biar Sehat mbak. Ingatkan? Kalau saya pernah bilang ke mbaknya juga harus banyak aktivitas” usul Margaretha.

"Iya deh Ci, nanti saya coba ajak mas Alif untuk olahraga. Terus Ci ini saya kenapa ya?".

"Apa yang Mbak Nisa rasakan itu wajar sekali untuk wanita yang sedang hamil. Karena kalau sedang hamil jadi ada perubahan hormon di dalam tubuh, sehingga gairah akan seks pun terpangaruh, menjadi tinggi. Jadinya tubuh menjadi sensitif, dan mudah terangsang" jelas Margaretha.

Nisa manggut-manggut mendengar penjelasan Margaretha. Penjelasan Margaretha terdengar masuk akal oleh Nisa. Apalagi dia sendiri bukan dokter, jadi sudah pasti ucapan Margaretha benar dan tidak perlu diragukan lagi.

"Jadi ini saya merasa terangsang terus nggak apa-apa ya Ci?" tanya Nisa memastikan.

"Nggak apa-apa. Berarti sekarang mbak Nisa lagi kepengan kan?" lanjut Margaretha. Sebenarnya pertanyaan tersebut cuma basa-basi olehnya. Sedari tadi dia sudah melihat gelagat aneh dari Nisa. Dari nafas yang memburu, keringat yang bercucuran, dan kaki yang dari tadi tidak bisa diam. Margaretha menduga kalau Nisa sedang menahan rasa gatal di memeknya.

Nisa dengan tertunduk malu, mukanya merah. Dia menjawab pelan "I-iya ci, saya lagi pengen".

"Tidak usah malu mbak. Tadi saya bilang normal-normal aja, kalau merasa bergairah terus-terusan. Nah makanya kamu minta di setubuhi sama mas Alif, ya?".

"Tapi kalau terus-terusan, saya nggak enak sama suami saya. Masa saya minta berhubungan seks terus" ujar Nisa kebingungan.

"Dengerin saya mbak, sudah kewajiban suami untuk memberikan nafkah lahir batin untuk istri. Dia jangan mau seenaknya dia mbak, sebagai suami nggak boleh egois. Sebagai istri, kamu harus bisa menuntut hak kamu" ucap panjang lebar Margaretha.

Dirinya bimbang dengan anjuran tetangganya. Ucapan dari tetangga terkesan memaksakan kehendak kepada suaminya, jadi dirinya ragu untuk melakukannya. Tapi Nisa teringat dengan kata-kata ustadzah Kartika tadi, kalau ia harus menurut dengan perintah atau anjuran Margaretha. Dirinya merasa berdosa kalau tidak mengikuti perkataan ustadzah Kartika. Apalagi kalau seorang seperti ustadzah Kartika saja mendengarkan Margaretha, maka seharusnya dirinya juga, pikir Nisa.

"Nanti saya coba minta ke mas Alif deh".

“Nah bener mbak, jadi wanita harus lebih berani untuk menuntut".

“Iya ci” singkat Nisa.

"Kalau begitu, Mbak Nisa, hari ini saya periksa payudara dan vagina nya ya” pinta Margaretha tiba-tiba.

“Eh?!” pekik Nisa terkejut mendengar permintaan tetangganya yang sekaligus dokter kandungannya itu. Ia malu kalau kemaluannya dilihat orang lain. Selama ini dirinya hanya diperiksa di bagian perut dengan alat ultrasound, untuk melihat perkembangan janin di dalam perutnya.

“Lho kenapa mbak, kok kayak nggak mau di periksa?”.

“Nggg….”.

“Malu ya?” tanya Margaretha. Nisa mengangguk dengan wajah yang agak merah. Karena pada dasarnya ia tidak pernah disentuh di bagian intim oleh orang lain selain suaminya.

“Ngapain malu sama saya mbak, kan saya perempuan dan dokter juga” ujar Margaretha mencoba menenangkan Nisa.

“Tapi memang harus ya?”.

“Harus dong mbak, saya harus periksa kesehatan kemaluannya mbak. Kan nanti bayi nya keluar dari situ” jelas Margaretha sambil menunjuk ke arah selangkangan Nisa. Ucapan Margaretha ada benarnya, pikir Nisa.

“I-iya deh ci kalau gitu, saya mau diperiksa" setuju Nisa dengan perasaan yang masih mengganjal.

“Nah gitu dong mbak, kan demi mbak dan anaknya juga nanti. Yuk, kita ke ruangan pemeriksaan".

Keduanya beranjak dari sofa yang empuk. Nisa mengekor langkah Margaretha menuju ruangan yang biasa dipakai untuk pemeriksaan. Beberapa kali Nisa sudah diperiksa di ruangan tersebut, tapi baru kali ini ia akan diperiksa payudaranya dan liang peranakannya secara langsung oleh Margaretha.

Ketika sudah masuk ruangan tersebut, Margaretha meminta kepada Nisa untuk berbaring di kursi pemeriksaan. Sebelum memeriksa, sang dokter memasangkan sarung tangan latex di kedua tanganya. Tak lupa ia juga memakai masker medis.

Nisa membaringkan dirinya di kasur pemeriksaan itu. Lalu ia diperintahkan oleh Margaretha untuk menyingkap menyingkap gamisnya sampai dada. Meski masih ada rasa enggan, tapi ia tetap turuti permintaan dokternya sekaligus tetangganya itu. Ia gulung ujung gamis, hingga ke buah dadanya yang masih terbungkus dalam BH berenda. Celana dalam berenda yang senada dengan penutup dadanya juga terpampang. Ada titik hitam yang cukup lebar di celana dalam Nisa. Basah karena vagina Nisa sudah mengeluarkan lendir akibat dirinya sudah dalam keadaan terangsang sedari tadi.

Margaretha berdiri di samping Nisa yang terbaring meja pemeriksaan. Ia perhatikan tubuh wanita hamil yang berjilbab itu, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia buka maskernya, kemudian tersenyum hangat kepada Nisa. Nisa pun membalas dengan senyuman yang canggung.

"Meski lagi hamil, tubuhmu bagus mbak, juga putih, bersih dan montok hihihi…" puji Margaretha dengan jujur.

"Ma-makasih Ci" balas Nisa yang masih gugup.

"Rileks aja ya mbak, nggak usah takut. Hanya diperiksa biasa aja kok" ujar Margaretha di saat mendapati masih ada kegugupan dari pasien mudanya. Ia merubah posisi mejanya agar Nisa menjadi setengah berbaring. Kemudian Margaretha mulai mengelus pelan perut Nisa. Seperti biasa, Nisa merasa geli ketika perutnya diraba-raba oleh orang lain. Meski sudah sering di raba oleh Margaretha, tetap saja terasa geli.

Dan tidak ada hanya geli, tapi juga rasa-rasa gairah yang timbul dari setiap usapan telapak tangan yang terbalut sarung tangan lateks. Nisa menegang, mukai tidak tenang.

"Nggak saya apa-apain kok, cuma diperiksa saja. Rileks aja ya" lanjut Margaretha seraya mengelusi perut Nisa.

"I-iya ci".

Nisa merasakan usapan tangan Margaretha di perutnya, membuat dirinya menjadi lebih tenang sekaligus semakin terangsang. Terus Margaretha gerakan tangannya dengan pelan di atas perut yang berisikan janin itu. Dia tersenyum kepada Nisa. Dengan pengalamannya ia mencoba menenangkan wanita berjilbab ini menggunakan sentuhan yang lembut dan tenang.

Lambat laun, Nisa mulai bisa menikmati sentuhan perut Margaretha. Sejatinya ia tidak masalah kalau di pegang perut. Tapi kalau disentuh di payudara dan kemaluan, ia agak ragu karena baru pertama kalinya. Kini ia bisa merasakan gerakan tangan Margaretha bergerak ke atas, menuju buah dadanya. Kemudian Margaretha mulai meremas pelan kedua dada Nisa yang masih tertutup dengan penyangga yang berenda.

“Oughhhh…..” lenguh Nisa kala merasakan remasan lembut Margarethaa di payudaranya. Wanita yang lebih tua itu gemas dengan bongkahan kenyal yang masih tertutup oleh penyangga berenda itu. Ia meremas-remas dengan lembut. Nisa mencoba menahan dirinya supaya tidak mengeluarkan suara yang ganjil. Ia malu kalau di dengar oleh tetangganya.

“Pa-payudara saya juga diperiksa ci? Nghhh!" tanya Nisa di tengah-tengah lenguhan manjanya.

“Iya mbak, kan tadi sudah saya bilang. Biar sekalian ya".

“O-ok deh Ci, saya ngikut ajahhh…nghhhh…”. Margaretha tersenyum lebar saat Nisa sudah pasrah dengan apa yang akan dilakukannya.

Selanjutnya Margaretha menarik kedua cup BH Nisa turun, isinya terlontar dengan indahnya. Margaretha gemas melihat benda kenyal itu, dia ingin lebih sekedar memeriksanya. Ingin sekali dirinya untuk memainkannya, bahkan menghisapnya. Dia ikutan terangsang. Tapi dia sadar, kalau harus bersabar. Kini kedua cup bh Nisa tersangkut di masing-masing bawah bongkahan kenyal payudara Nisa. Tak ayal kedua bongkahan kenyal itu semakin mencuat.

Yang paling menarik perhatian Margaretha adalah kedua puting Nisa. Kedua putingnya sudah mengeras tegak menantang, yang seakan membutuhkan perhatian berupa sentuhan yang sensual. Pertanda kalau Nisa sudah terangsang dengan hebatnya. Margaretha menyadari keadaan Nisa. Ia senang dengan hasil perbuatanya. Karena inilah yang diinginkan olehnya. Lantas ia kembali meraba buah dada Nisa, merasakanya kekenyalan nya. Ia lakukan seolah sedang memeriksanya.

"Mbak, kamu minum vitamin yang saya kasih kan?" tanya Margaretha tanpa menghentikan aktivitas tangannya yang bertengger di dada Nisa.

Terkadang Margaretha mengusap payudara Nisa, sehingga puting Nisa yang keras bak batu tergesek dengan telapak tangan. Memberikan sensasi kenikmatan kepada Nisa. Alhasil, puting itu semakin mengeras. Juga turut membesar, menjadi sebesar ujung kelingking.

Nisa menggigit bibir bawah untuk mencoba menahan terpaan rasa geli dan nikmat yang terpusat di putingnya. Ia juga merem melek. Ia semakin terangsang karena remasan lembut Margaretha. Alhasil nafasnya semakin berat.

"Di-diii-diminum kok ci, tadi pagi aku minum satu bijiii…, Ahhhh!". jawab Nisa, yang tanpa bisa ditahan lagi ia melepaskan desahan seksi. Mendengarnya, Margaretha semakin semangat untuk memainkan tubuh hamil Nisa.

"Sipppp! Pokoknya mbak Nisa setiap pagi harus minum ya, biar sehat" wanti-wanti Margaretha. Nisa mengangguk lemah membalas perintah dokternya itu.

Nisa tidak sadar kalau dirinya telah di jebak. Wanita hamil itu tidak tahu kalau pil yang diberikan oleh Margaretha bukanlah vitamin biasa. Memang vitamin, tapi juga pembangkit libido yang sangat kuat, alias obat perangsang. Bukan sembarangan obat yang hanya berlaku sesaat saja. Melainkan dengan obat yang diberikan oleh Margaret akan membuat nafsu seks peminum akan berubah menjadi lebih tinggi secara permanen. Margaretha yang seorang dokter yang membuat ‘vitamin’ tersebut, apa lagi dialah pemasok utama untuk club FSL. Sudah banyak wanita yang ia berikan ‘vitamin’ itu, dari yang secara tidak sadar atau bahkan secara sukarela untuk mengkonsumsi pil pembangkit libido tersebut.

Margaretha meremas-remas kedua payudara yang sudah terpampang dengan bebas, dan yang masih tertahan oleh cup Bh berenda di bawahnya. Nisa menggeliat ketika kedua payudaranya diremas-remas orang lain. Selama ini, hanya suami dan dirinya yang pernah menyentuhnya.

Nisa menoleh ke bawah, melihat payudaranya yang sedang di raba lembut oleh tetangganya. Ia perhatikan bagaimana wanita yang lebih tua darinya itu memeriksa asetnya. Ia bingung dengan apa yang dilakukan tetangga sekaligus dokternya itu. Tapi ia tidak bisa bohong kalau ia menikmatinya sentuhan tetangganya. Jauh lebih enak ketimbang kalau ia melakukanya sendiri.

"Payudara kamu bagus mbak. Kencang. Terus puting kamu besar mancung gini hihihi…. lucu, bikin saya gemas" ujar Margaretha sambil menoel-noel kedua puting Nisa yang mancung mengeras itu dengan ujung jarinya, layaknya sebuah mainan. Nisa pun melenguh manja, terdengar seksi di telinga Margaretha.

“Uhhhh…Ciiii….” lenguh Nisa tidak tahan. Ia terpejam, guna menahan rasa nikmat di kedua payudaranya.

"Kenapa mbak?".

"Ge-geliiii… Ahhh! Aduhhh…." racau Nisa. Sentuhan jari Margaretha terlalu nikmat untuknya. Padahal hanya kedua putingnya di jahili. Kepalanya tidak bisa diam, ke kiri dan kanan.

"Hihihi…. Di tahan ya mbak Nis. Saya baru mulai pemeriksaannya kok" goda sang dokter. Margaretha menyeringai melihat reaksi Nisa yang blingsatan. Batin Margaretha pun berbicara ‘Padahal baru aja toket yang aku mainin, tapi sudah kayak gini. Aku jadi nggak sabar nyicip memeknya’.

Sedangkan Nisa hanya bisa mengangguk, membalas aba-aba dari tetangganya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk menahan rasa birahi yang menderanya. Vagina mungilnya namun tembem itu terasa semakin gatal dan merembeskan cairan kewanitaan dengan deras. Akibatnya celana dalamnya pun basah. Padahal tadi sudah terasa sangat lembab akibat perbuatan Azizah dan tatapan Azhar. Sekarang malah basah membecek karena Margaretha.

Margaretha terus melanjutkan permainan tangannya. Ia turut mengusap areola Nisa yang lebar. Areola Nisa, yang kiri maupun yang kanan sedang ditelusuri oleh ujung jari Margaretha. Alhasil Nisa semakin blingsatan.

Nisa bingung dengan apa yang dilakukan terhadap kedua payudaranya "Me-mangnya diperiksa kayak gini ya Ciiii…".

Margaretha tidak menjawab, ia meneruskan permainan tangannya di dada Nisa.

"Ciiiii…" panggil Nisa yang tidak tahan dengan perbuatan tetangganya itu.

"Iya mbak memang gini kok, saya harus mastiin payudaranya mbak sehat atau nggak. Terus biar nanti susu ASI-nya lancar keluarnya, biar bayinya kenyang hihihihi….".

Nisa kembali terdiam, pasrah dengan payudaranya di periksa oleh teman barunya itu. Sebenarnya daripada dibilang lagi di periksa, lebih tepatnya Margaretha sedang mempermainkan birahi Nisa melalui payudaranya.

Margaretha meningkatkan intensitasnya, dia tarik kedua puting Nisa ke atas. Nisa kaget dengan gerakan baru yang ia rasakan. Punggungnya pun ikut terangkat mengikuti tarikan di kedua putingnya.

“Aduhhh..Ciii…Marrr…Ahhh! Hmphhhh….”. Nisa menutup mulutnya dengan tangannya, tak ingin desahan keluar.

Melihatnya membuat Margaretha melakukan gerakan tarik menarik tersebut dengan diselingi gerakan memelintir kecil. Nisa sudah tidak tahan, pikirannya sudah tidak jernih lagi. Hanya geli dan nikmat yang bisa ia rasakan. Matanya terpejam erat, fokus dengan rasa yang timbul di payudaranya. Kedua tangannya meremas gamisnya sendiri. Tidak ada lagi yang menutup mulutnya, suara seksi dan panas pun terdengar. Tanpa peduli dengan malu lagi, ia mendesah-desah bebas.

Margaretha senangnya bukan main, Nisa sudah hampir berada dalam genggamannya.

Tak lama ada sesuatu yang mendesak keluar dari kemaluan. Di kesadaran yang sudah menipis, ia tahu kalau dirinya akan orgasme. Ia tak bisa menahan badai kenikmatan yang akan menerpanya. Punggungnya sudah terangkat total, mengikuti tarikan Margaretha.

Nisa mengerang seksi "Hmphhhh….Ciiiii…..AUhhhhh….".

Tiba-tiba Margaretha menarik tangannya dari dada pasien berjilbabnya, dan duduk. Hilang sensasi nikmat di payudaranya, tubuh Nisa kembali terhempas ke ranjang pemeriksaan. Nisa segara membuka matanya, menatap Margaretha dengan penuh kebingungan. Ia melihat Margaretha hanya tersenyum kepadanya.

"Ciii?!" seru Nisa dengan wajah yang merah dan penuh kekecewaan. Padahal kemaluannya sudah berkedut-kedut dengan hebat. Dirinya hampir orgasme, sudah di ujung tanduk. Tapi sensasi itu hilang, saat Margaretha menghentikan perbuatannya. Nisa di biar menggantung, ia merasa sangat kecewa.

Sekarang dirinya terbaring tegang, nafasnya tidak teratur. Kedua payudaranya masih terpampang dengan bebas, yang disertai puting yang keras menonjol bak peluru. Peluh sudah membasahi seluruh tubuhnya.

"Kamu kenapa mbak?" tanya Margaretha dengan nada yang menggoda.

Sesaat pikiran rasional Nisa telah kembali, ia tersadar kalau ia hampir saja orgasme di hadapan Margaretha. Apalagi ia hampir klimaks karena sentuhan di kedua payudaranya. Malunya bukan main.

"En-enggak apa-apa ci, saya cuma kegelian ajah tadi. La-lanjut ajahhh…". Nisa sangat malu kalau ia hampir saja orgasme di depan Margaretha. Di sisi lain dia ingin menuntaskan hasratnya. Tapi dia tahu kalau tidak bisa dilakukan sekarang juga. Dengan rasa terpaksa dan kecewa ia harus menahan nafsunya, hingga kembali ke rumah.

"Hihihihi…..Saya kira kenapa mbak, yauda kita lanjut yaaaa…".

Nisa mengangguk pasrah.

"Payudara mbak dalam keadaan sehat dan bagus, nggak ada benjolan gejala kanker. Dan saya prediksi juga, nanti asi-nya bakal berlimpah. Berarti nanti anaknya mbak nggak akan kelaparan. Mungkin kamu nanti juga bisa nyusuin suami juga, hihihihi….".

"Ihhhh…., Ci Mar ada-ada aja deh".

"Namanya laki pasti sukanya nyusu mbak, ya kan?" gurau Margaretha. Nisa pun tertawa, sejenak ia melupakan apa yang baru saja terjadi.

Kemudian Margaretha menarik tirai yang sejajar dengan bagian tengah ranjang, membelah tubuh nisa di bagian pinggul. Sehingga Nisa tidak bisa melihat bagian bawah tubuhnya. Hanya perut buncitnya yang terlihat.

"Lah di tutup tirai ci?".

"Iya, memang begitu prosedurnya. Kalau nggak nanti kitanya canggung. Dan saya nggak bisa konsentrasi saat memeriksa vaginanya mbak". Margaretha dengan cerdiknya mengelabui Nisa. Kemudian ia melepas masker medis ia yang pakai. Tentu dengan tujuan menciumi bau memek Nisa.

"Iya juga sih" setuju Nisa tanpa menolak lagi. Dia sudah tidak bisa melihat apa yang akan dilakukan oleh tetangganya itu. Ia hanya bisa was-was menanti apa yang dilakukan dokter itu kepada kemaluannya.

Sang dokter pun mengambil kursi dan duduk di depan kaki Nisa yang terjulur ke bawah. Kemudian Margaretha meletakan masing-masing kaki Nisa di tiang penyangga yang berada di kiri dan kanan. Dan Margaretha juga mengikatnya. Nisa seperti sedang mengangkang. Memamerkan celana dalamnya yang sudah basah.

"Hmmmm….." gumam Margaretha, kemudian tersenyum menyeringai. Dari dekat ia bisa melihat celana dalam Nisa yang sudah basah, Bahkan tepat di bagian lubang cinta Nisa, bukan lagi basah tapi berlendir. Membuat belahan vaginanya terceplak. Lantas sang dokter menarik celana dalam Nisa. Tapi tidak melepaskan, hanya dibiarkan menyangkut.

"Nghhhhh…shhhhh..ohhhh….". Margaretha mendesis saat vagina Nisa terpampang sepenuhnya di depan dirinya. Sekarang benda berharga milik Nisa telah terpampang untuk pertama kali di hadapan orang lain, selain Alif. Margaretha bisa melihat betapa indahnya vagina Nisa. Tak ayal, dia semakin bernafsu. Ingin sekali dirinya, melumat-lumat dan menjilat-jilat nikmat lubang sempit Nisa. Lidahnya ingin menjelajah liang cinta Nisa, mengorek lendir lengketnya. Selain itu, klitoris Nisa juga menonjol dengan keras. Spontan, Margaretha menggigit bibir, guna menahan nafsunya.

"Ci Mar Kenapa?". Panggil Nisa yang mendengar suara aneh dari dokternya. Dari balik tirai, Nisa sedang kegelisahan. Menanti apa yang akan dilakukan oleh tetangganya.

"Nggak apa-apa mbak, punya kamu bagus mbak… indah sekali sayang" puji Margaretha dengan suara bergetar menahan nafsu. Tangannya sudah terasa mau membelai belahan yang tebal basah menggiurkan itu. Tapi ia tidak mau gegabah.

Nisa tersipu malu mendengar komentar Margaretha terhadap kemaluannya yang terpampang. Wanita yang sudah berumur itu adalah orang kedua selain suaminya yang telah memuji bentuk benda sakralnya itu. Apalagi ia menggunakan kata ‘sayang’ kepadanya. Semakin tersanjung dirinya di buatnya oleh Margaretha.

“Menggiurkan sekali memek kamu Nisa" samar Margaretha seraya menjilat bibir bawah. Ia lapar melihat apem berlendir di depannya. Nisa tidak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh tetangganya yang tertutup tirai.

"Apa ci? Saya nggak dengar tadi ci Mar ngomong apa".

“Nggak apa-apa, saya cuma bilang kalau kamu pintar ya merawatnya”. lagi Margaretha memuji.

"Hihihi…iya ci, makasih. Dari kecil aku sudah di ajarin sama ibu untuk merawat diri".

"Tapi sayang agak lebat ya mbak".

Nisa malu mendengarnya. "Maklum Ci, lagi hamil, nggak bisa nyukurnya hihihi….".

"Minta tolong dong sama mas Alif, atau mau saya yang cukurin biar rapi atau polos?" tawar Margaretha.

"Ah nggak usah lah ci, biarin aja. Masa 'itunya' saya, di cukurin sama Ci Mar sih. Mas Alif juga nggak mempersoalkan sih".

"Ya sudah, nanti kalau kamu mau, nanti bilang ke saya"

"Tapi memangnya ci Mar bisa nyukurin bulu kemaluan?".

"Bisa dong. Tuh Ustadzah Kartika pas hamil, saya lho yang nyukurin".

"Hah?! Seriusan Ci Mar pernah nyukurin punya nya Ustadzah Kartika?". Nisa kaget dengan ucapan yang keluar dari mulut tetangganya itu.

"Pernah dong, kan si Kartika pernah konsul kehamilan ke saya juga" jawab Margaretha.

"Kok ustadzah kartika mau ya?".

"Biar bersih katanya mbak, jadi sebulan sekali dia kesini buat saya cukurin. Sekalian waxing sih, biar plontos gitu sih. Kesukaan si Az… ehhh….. pak Karim, suaminya".

“Ohhhh… gitu ya”. Nisa sempet mendengar Margaretha hendak mengatakan sesuatu, tapi di ganti. Pikir Nisa, paling cuma keselipet lidah saja.

"He-eh, saya mulai ya mbak".

"Silahkan Ci. Mudah-mudahan vagina saya sehat ya ci, siap buat ngelahirin nanti" harap Nisa.

Tubuh Margaretha semakin masuk kedalam, ke antara kaki Nisa yang terkangkang. Karena tidak menggunakan masker medis lagi, Margaretha bisa mencium bau semerbak yang menusuk hidung. Yang tak lain adalah bau dari memek Nisa yang sudah basah. Secara tidak sadar mulutnya pun berair. Memek Nisa ingin dilumat buas oleh sang dokter.

Margaretha sentuhkan telapak tangannya di kedua paha Nisa yang mulus licin itu. Ia rasakan betapa mulusnya dan kenyal benda itu. Lalu elusannya semakin masuk mengarah ke pangkal paha. Dia raba, ingin membangkitkan birahi Nisa yang sempat turun.

Nisa pun tersentak kaget, saat ada dua telapak tangan milik Margaretha menyentuh kedua sisi paha bagian dalamnya. Dia pun merasakan geli, juga desiran gairah lagi. Upaya Margaretha berhasil.

Nisa terheran dengan apa yang dilakukan Margaretha. Pikirannya berkecamuk, karena dia tidak percaya apa yang dilakukan oleh tetangganya adalah pemeriksaan yang seharusnya.

"Ciii…ngapainnnn…ahhhh….sayaaa… gelihhhh….".

Margaretha cekikin centil mendengar raungan Nisa. "Maaf ya mbak, tapi pahanya bikin saya greget. gemuk mulus". Sejatinya sang dokter ingin menciumnya juga, dan ingin rasanya lidahnya bernari disana.

Menerima sentuhan sensual, vagina Nisa mulai memproduksi cairan nya lagi. Selain itu, klitoris Nisa juga menonjol dengan keras. Margaretha menyadarinya, ia lihat belahan vagina yang berada di hadapannya berlendir lagi. Lidahnya kelu, ingin menjilat lendir yang meleleh itu.

Sekarang kedua tangan Margaretha berpindah tempat, ke sisi selangkangan Nisa. Ia usap selangkangan pasien hamilnya, tanpa menyentuh intinya yang sudah becek berlendir. Cairan memek Nisa sudah menetes ke meja pemeriksaan. Telapak tangan Margaretha terus menyapu bagian luar dari memeknya, layaknya sedang pijat sensual.

Kemudian kedua jempolnya mengusap bibir memek Nisa yang sedikit menggelambir. Labia memek Nisa di gesek dengan lembut, menggoda birahi Nisa. Margaretha mendengar desahan tertahan dari balik tirai. Sang dokter menjadi lebih bersemangat. Nisa memejamkan matanya kuat-kuat, rasa nikmat yang menjalar dari kemaluannya begitu memabukkan. Kalau dia tidak menggigit jari, rintihannya sudah kemana-kemana.

Margaretha membentangkan lebar kedua bibir vagina, ia bisa melihat isinya yang berwarna pink dan sangat terlihat mungil. "Lubang memek kamu kayaknya sempit banget mbak".

Nisa terdiam. Dia tidak tahu harus berpikir apa, antara harus merasa bangga atau khawatir.

"Bakal susah nih pas kamu lahiran nanti" lanjut Margaretha.

Baru Nisa Menjawab "Waduh…susah gimana ci?". Ditengah birahinya, Nisa merasa takut kalau ada apa-apa dengan lubang vaginanya. Dia enggan untuk melahirkan dengan cara operasi cesar. Dia selalu di wanti-wanti oleh orang sekitar untuk lahiran normal. Banyak orang, termasuk ibu kandungnya dan ibu mertuanya sendiri, selalu bilang kalau seorang belum menjadi wanita yang sempurna kalau belum lahiran normal. Keluarganya dan keluarga suaminya memang termasuk kolot. Nisa takut menjadi bahan gunjingan keluarganya, kalau dia operasi cesar.

"Lubang vagina kamu kecil banget mbak, mungil” ujar Margaretha sambil memeriksa lubang peranakan Nisa. Sambil terus membuka lebar lubang basah itu, Margaretha juga dengan sengaja menoel-noel klitoris Nisa yang mencuat. Tapi ia lakukan dengan seolah tidak sengaja.

"Nhhghnn….Me-memangnya kenapa kalau kecil ci?" tanya Nisa lagi, sambil menahan desahannya.

"Takutnya nanti bayinya susah keluar dari sini".

"Hah?! Apa berarti nanti saya harus operasi cesar ya? Nhg…Sa-saya nggakhhhh…. Mau Ciiiii….".

"Kayaknya nggak perlu sih mbak. Saya ada solusinya kok. Masih ada waktu sampai lahiran, jadi bisa kamu lakuin apa yang saya suruh”.

“A-apaaaa….tuhhh…ci?” tanya Nisa seraya menahan desahan.

Margaretha tidak langsung memberikan jawabannya kepada Nisa. Tanpa memberitahu Nisa, dia mendorong masuk jari telunjuk ke lubang sempit yang sudah basah banjir.

"Ughhhh….". Nisa sendiri terkejut dan mengerang panjang saat satu jari Margaretha menyeruak masuk ke dalam liang peranakannya. Ia tidak menyangka kalau kemaluannya akan ditusuk oleh benda asing.

Dinding vagina Nisa memijat lembut jari yang menginvasi alat vitalnya. Margeretha perhatikan vagina yang berkedut-kedut pelan, seolah menghisap jari telunjuknya. Margaretha menyayangkan tangannya terbalut sarung tangan latex, jika tidak, maka ia bisa merasakan langsung rasanya dinding vagina Nisa.

“Jari saya terasa nggak mbak?” tanya Margaretha sembari mendiamkan hari telunjuknya di dalam di lubang sempit itu. Dia mendapati tubuh Nisa tegang. Dari reaksi yang diberikan oleh Nisa, Margaretha tahu betapa terasanya jarinya di dalam sana.

“Huh…Huh…Huh….Huh…”. Nisa tidak menjawab, dirinya masih syok dengan keberadan jari Margaretha di memeknya. Pernafasan Nisa terdengar Parau. Wajahnya pun sudah basah karena cucuran keringat. Ia tidak tahan lagi dengan rasa geli dan gatal pada vaginanya. Birahi yang sudah terkumpul sejak pagi, membuatnya kalut.

Margaretha mulai memaju memundurkan dengan pelan. Jarinya menggesek liang basah nan hangat Nisa. Lendir demi lendir keluar dari lubang cinta Nisa, membasahi jari-jari dan sela-sela selangkangan Nisa. Sampai membasahi lubang kerut Nisa yang berwarna coklat itu.

“Ci-ci ngapainnnnn….ahhhhhh…sudahhhh…..ahhhh!” erang Nisa kala merasakan jari Margaretha keluar masuk dengan kecepatan sedang.

Sang tetangga yang berada di balik tirai tidak menjawab racauan Nisa, dia terus menusukkan jarinya dengan perlahan dan lembut. Tangan lainnya turut mengelusi paha Nisa, memberikan rangsangan lebih.

“Ciiiii……ahhhh! Ahhhh! Ciiiii….”. Nisa terus memanggil tetangganya. Tubuhnya tidak ada tenaga untuk beranjak dari. Mendapat serangan di area selangkangan, membuat dirinya kewalahan. Rasa nikmat di vagina meredupkan niat untuk bangkit. Tangannya yang tadi untuk menahan desahan untuk tidak keluar dari mulutnya. Kini hanya bisa meremas yang ia bisa gapai sebagai pelampiasan rasa nikmat yang menderanya. Jari yang membelah dirinya, membuat kewarasannya mulai memudar. Dia tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini, seks dengan suaminya tidak pernah seenak ini.

Margaretha menambah kecepatan tusukan jarinya. Desahan Nisa semakin kuat, bagai pemantik untuk Margaretha.

*Clek *Clek *Clek *Clek. Bunyi kecipak basah memenuhi ruangan pemeriksaan milik Margaretha.

“Ahhhh…ciiii….Oghhh..”. Mata Nisa membelalak terkejut saat Margaretha menambahkan jari yang masuk ke dalam lubang peranakannya. Pinggulnya bergerak tidak karuan, menerima kocokan tetangga. Kini jari tengah dan telunjuk Margaretha bersemayam di liang cinta yang basah dan hangat milik Nisa. Dia bisa merasakan jari-jarinya di remas.

"Ciiii…Auhhhh….Aduhhhh! Ampunnnn…..Ciii….Ci Marhhhh…”.

Nisa terbuai dengan kenikmatan yang diberikan oleh tetangganya. Pikirannya sudah kacau. Dalam benaknya tidak ada lagi pikiran kalau sedang di periksa, dia sudah tidak peduli lagi. Yang ada hanya rasa nikmat. Tanpa sadar, ia raih kedua putingnya lalu menariknya kuat. Menambahkan rangsang terhadap tubuhnya sendiri.

Margaretha arahkan kan tangannya yang ke klitoris Nisa yang sudah mencuat, lalu biji mengelitik kecil itu. Akibatnya Nisa tersentak di atas meja pemeriksaan itu. Rasa nikmat yang hebat semakin menguasai tubuhnya. Margaretha turut menguyel-uyel klitoris itu dengan keras. Kini jari-jari Margaretha sibuk. Dua jari mengocok liang memek nisa. Sedangkan jari-jari yang dari tangan lain sibuk ngerjain clitoris Nisa, hingga semakin bengkak keras.

“Ahhh…Ahhh…Ahhh…Ahhh…”.

Tiba-tiba merubah lekukan jarinya yang tertanam di lembah basah Nisa. Yang tadinya lurus menusuk, sekarang keduanya membengkoknya, layaknya seperti sedang mencongkel. Ia menggaruk dinding vagina Nisa, memberikan sensasi nikmat yang tidak pernah dirasakan oleh Nisa. Margaretha yang sudah berpengalaman, sudah tahu titik rangsang wanita. Dia tanpa henti mengocokan keduanya jari di dalam liang kewanitaan.

Desahan Nisa semakin liar. Dia tidak peduli dengan rasa malu lagi. Yang ada di pikirannya adalah harapan untuk orgasme, menuntaskan hasratnya sejak pagi tadi. Dan itu terkabulkan, sensasi orgasme pun menghampiri Nisa.

“Ciiii…stopppp….Akuhhh….aghhhhh…mauhhhh…ppipisss….”. Sekelebat pikiran warasnya, ia tidak mau klimaks ditangan tetangganya. Mendengar racauan Nisa yang hendak orgasme, Margaretha semakin beringas. Bahkan ia meniup memek Nisa. Merasakan hawa panas di memeknya, Nisa pun takluk.

"Oghhhhhh….Ciiii….A-akuuuu….ahhhhh…..sudahhhh….akuhhhhh….aghhhhh! AHHHHH!” teriak Nisa membahana kala meraih puncak kenikmatan yang begitu nikmat. Seluruh saraf di seluruh tubuh bak tersetrum, memberikan sinyal penuh kenikmatan.

Nisa orgasme di tangan tetangganya sendiri. Dia orgasme dengan hebatnya. Wanita berjilbab yang sedang hamil itu menggelepar heboh di atas meja pemeriksaan.

Margaretha menahan pinggul Nisa, tapi satu tangannya tetap sibuk dengan memek Nisa. Selama Nisa orgasme, dia terus mengocok memek becek itu. Dia pun merasakan jari-jarinya seperti tersembur. Cairan bening yang deras meluap keluar dari lubang memek Nisa melewati keduanya jarinya. Membanjiri sela-sela pantat Nisa, dan mengubang di bawahnya.

Lalu Margaretha tarik kuat-kuat keduanya jari. Memek Nisa langsung menyemburkan cairan orgasmenya dengan keras dan deras. Nisa mengalami squirting.

“Ughhhh….Ahhh….Ahhh….Ahhh!” desahan Nisa melengking tajam.

*Cret…Cret…Cret…Cret…

Margaretha menerima semburan di wajahnya yang penuh senyum kemenangan. Bajunya pun turut tersemprot squirt Nisa. Lalu ia membuka mulutnya lebar, membiarkan cairan-cairan untuk tertampung di dalam mulutnya. Lalu ia tenggak habis. Dia tersenyum lebar, suka dengan rasanya.

Squirt Nisa terus menerjang tetangganya. Dia sendiri tidak sadar apa yang terjadi di balik tirai. Rasa orgasme membutakan segala. Hanya nikmat yang berada di dalam kepalanya.

Orgasme Nisa cukup lama. Selama satu menit memeknya berkedut-kedut kuat, memompa cairan orgasmenya keluar. Setelah reda pun, tubuh Nisa masih tersentak kecil.

“Hh…hh…hh…”. Nisa tersengal-sengal. Tubuh begitu terasa lemas. Tapi yang pasti ia merasakan puas. Rasa birahinya sudah meluap hilang karena orgasme yang dahsyat. Dia merasa….. Bahagia.

Dengan mata yang lemah, Nisa melihat Margaretha sudah berdiri di samping dirinya. Ia perhatikan keadaan wajah dan baju tetangganya yang sudah basah kuyup. Dia tersadar apa yang barusan ia lakukan. Dirinya telah orgasme di depannya, bahkan menyemprotkan cairan orgasme ke Margaretha.

“Ciiii… sa-saya minta maaffff…. Ciiii…, saya nggak sengaja…”.

"Jujur sama saya mbak Nisa, enak nggak barusan?" potong Margaretha.

Nisa tercekat dengan pertanyaan seperti itu, hanya bisa menatap Margaretha dengan penuh kebingungan. Lalu dia tersadar kalau dirinya baru saja dilecehkan oleh tetangganya, tapi sejatinya dia turut menikmati. Malahan sangat menikmatinya. Dirinya jadi bimbang, antara mau marah atau senang.

Margaretha menyadari keadaan Nisa yang sedang mengalami pergolakan batin. Ia melihat mangsa mudahnya itu terlihat bimbang.

“Maaf ya mbak Nisa, kalau mbaknya nggak suka dengan perlakuan saya tadi. Tapi apa yang lakukan barusan adalah untuk membantu mbak kok, tidak ada maksud lain-lain”. Margaretha meminta maaf yang di buat-buat.

“Semuanya demi kepentingan mbak dan janinnya mbak kok. Jangan marah ya mbak. Mungkin selanjutnya nggak lagi seperti ini, kalau memang mbak Nisa nggak mau” lanjut Margaretha berusaha mempengaruhi pikiran Nisa.

“Ustadzah Kartika juga pernah saya bantu kok” lanjut Margaretha disertai senyuman.

“Eh?!” pekik Nisa dengan lemah. Mata membulat besar saat mendengar fakta yang gila.

“Iya mbak, saya pernah buat beliau orgasme juga. Sebagai dokter ya harus siap untuk membantu pasien-pasien saya, termasuk menghilang rasa birahi mbak”.

“Jadi nggak apa-apa mbak, tidak usah malu atau marah ke saya. Saya tahu kalau mbak Nisa butuh pelampiasan, jadinya saya bantu” ujar Margaretha seraya mengelus lengan Nisa.

Pikirannya masih galau. Bisa-bisanya dirinya membiarkan dilecehkan oleh tetangga wanitanya sendiri. Seharusnya yang ia lakukan adalah mengadu ke suaminya sekaligus melapor ke polisi. Lantas Nisa pun berpikir, kalau ustadzah Kartika saja pernah dibuat orgasme oleh Margaretha, maka tidak ada salahnya kalau dia juga ikut merasakannya. Dia juga ingat dengan nasihat ustadzah Kartika kepada dirinya, kalau ia harus menurut dengan segala perintah Margaretha. Lagipula dia suka apa yang ia dapatkan barusan dari Margaretha, sebuah orgasme yang nikmat.

Nisa tersenyum. “ Saya nggak marah kok, cuma kaget saja. Kalau Ustadzah Kartika saja mau, jadi saya tidak masalah”.

“Jadi mbak Nisa nggak marah kan sama saya?”.

“Saya tidak marah Ci, malah…… saya suka kok, enak rasanya” jawab Nisa dengan jujur.

“Seriusan Mbak?” tanya Margaretha memastikan lagi.

Nisa jawab dengan anggukan yang lemah. Margaretha tersenyum, hatinya teriak penuh kemenangan. Misi dia berhasil hari ini, tidak ada kemarahan dari Nisa. Padahal dirinya baru saja memasturbasikan Nisa tanpa persetujuan dari orang nya. Ia sudah menaklukan targetnya.

“Jadi kapan-kapan kalau mbak Nisa mau, saya bisa bantu lagi kok, jadi kalau lagi pengen tinggal kesini aja mbak hihihih….”.

“Oh ya mbak Nisa, saya harap ini menjadi rahasia diantara kita saja ya. Jangan sampai ada yang tahu”.

Lagi Nisa mengangguk dengan lemah. Dirinya tahu apa yang terjadi adalah salah. Tapi demi bayi dan juga ucapan Ustadzah Kartika,ia biarkan saja menjadi rahasia. Tentu tidak lupa dengan kenikmatan yang ia rasakan. Ia menagih.

Sambil tetap terbaring, Nisa bertanya perihal kemaluannya yang di bilang sempit oleh Margaretha.

“Lubang vagina kamu sempit banget mbak. Ukuran penis mas Alif segimana mbak?".” ujar Margaretha dengan bahasa vulgarnya. Ia pikir, dia sudah membuat wanita berjilbab ini orgasme, jadi tidak perlu bersopan-sopan lagi.

"Eh?! Memangnya kenapa ukuran penis suami saya ci?" tanya Nisa tidak mengerti korelasi dengan ukuran penis suaminya dengan sempitnya lubang vaginanya.

“Pasti kecil ya?” tanya Margaretha tanpa aling-aling lagi. Dia ingin membuat membuat Alif terlihat jelek dan menyedihkan di mata Nisa. Makanya secara halus dia ingin merendahkan suami dari pasiennya ini.

“Nggak tahu ci, kayaknya ukurannya standar orang Indonesia sih” jawab Nisa sekenanya.

“Ouhhhh…. Standard ya? Yah punya suami saya sihhhh…. Di atas standard, hihihihi…”. Nisa terperangah mendengar ucapan Margaretha. Namun ia berusaha mencerna ucapan tetangganya sekaligus dokternya.

“Jadi gini, saran saya biar kamu nanti lahirannya lancar. Harus sering-sering nge-seks ya mbak?”.

“Seks ci?”

“Iya, seks mbak, ngentot mbak. Jadi biar nanti lahiran kamu lancar, sebelumnya kamu harus sering-sering ngentot ya mbak” ujar Margaretha yang tidak lagi menahan ucapannya.

“Kalau memek kamu keseringan di masukin sama kontol, nanti liang peranakan kamu semakin lebar deh. Nah nanti debay nya keluarnya lancar” lanjut Margaretha.

Kedua matanya Nisa terbelalak, mendengar kata ‘ngentot’ ‘memek’ dan ‘kontol’ yang terucapkan oleh tetangganya itu. Ia jengah dengan kata-kata tersebut. Tidak pernah ia mengucapkan kata vulgar dan sekotor itu. Dirinya yang lahir dari keluarga yang cukup agamis tidak pernah terpikirkan untuk berbicara seperti itu.

“Lalu apa hubungan sama ukuran penis mas Alif, Ci?”.

“Karena harus sering ngentot, makanya saya tanya ukuran kepunyaan suami kamu. Kalau gede ya bagus. Makin gede, nanti liang kamu semakin lebar untuk ngelahirin bayi”

“Tapi kalau ukurannya kecil, nanti takutnya agak susah”.

“Seriusan Ci?” tanya Nisa.

“Iya, ukuran penis itu pengaruh banget loh. Makin gede makin bagus, biar lahirannya lancar. Sekalian bikin kamu keenakan kalau yang gede hihihi….” ujar Margaretha mesum. Nisa pun hanya tersenyum getir. Ia menyadari perubahan Margaretha yang anggung menjadi agak centil vulgar, tapi ia tidak berkomentar.

“Saya rasa punya mas Alif cukup oke sih Ci, jadi tidak ada masalah buat saya”.

“Baguslah kalau begitu” singkat Margaretha. Margaretha masih menahan diri, untuk tidak berkata lebih jauh. Apa yang ia lakukan hari ini sudah lebih dari cukup. Dia harus melihat kelanjutannya dulu.

“Jadinya saya sering-sering berhubungan suami istri saat hamil tidak ada apa ya Ci?” tanya Nisa memastikan.

"Malahan saya anjurkan mbak Nisa untuk sering-sering ngentot sama suami, biar nanti lahirnya lancar dan juga mbaknya dapet enak" tambah Margaretha seraya mengedipkan mata centil kepada tetangga mudanya.

Nisa mengerti maksudnya, dan ia pun terkekeh. Ia pun berharap suami bisa memberikan apa yang ia mau.

Nisa pun turun dari meja pemeriksaan, merapikan pakaiannya. Lalu ia duduk di kursi yang ada di sana. Ia lihat di bawah meja pemeriksaan tempat dia diperiksa, terdapat genangan air bening. Dirinya heran, seumur hidupnya tidak pernah ia mengeluarkan cairan orgasme sebanyak itu. Lalu ia termenung sebentar, menerawang apa yang barusan terjadi. Ia masih tidak percaya kalau dirinya orgasme karena tetangganya. Namun ia tidak marah, tapi malah senang bahagia karena hasratnya tuntas tersalurkan. Ia merasa kalau tadi salah satu yang terhebat yang pernah ia rasakan seumur hidupnya, atau bahkan yang terbaik.

“Kamu kenapa mbak?”.

Nisa yang sedang benggong kaget. “Eh?! Nggak apa-apa ci. Aku cuma berasa capek banget, badan berasa rontok”.

"Hihihi… capek biasa saja atau cape keenakan nihhh?" goda Margaretha.

“Ihhh… Ci Mar, godain Nisa mulu deh” protes Nisa. Margaretha tertawa, melihat rengekan tetangga mudanya.

“Ci Margaretha, aku balik dulu ya. Makasih banget ya ci. Sudah mau memeriksa saya lagi dan…..ehmmmm…bikin saya lega” ujar Nisa saraya tertunduk malu. Bagi Nisa terlalu aneh untuk mengucapkan kata-kata barusan.

“Sama-sama mbak. Nggak usah sungkan sama saya mbak. Kapan-kapan kalau mbak Nisa mau lagi, saya siap untuk membantu lagi” tawar Margaretha dengan senyuman lebar yang penuh arti. Nisa mengerti maksudnya dan menjadi tersipu malu.

Nisa pun keluar dari rumah tetangganya. Dengan langkah yang pelan, ia pulang ke rumahnya sendiri. Ketika sampai, ia langsung duduk di sofa yang berada di ruang tengahnya. Ia merasakan letih. Ia elus perut yang berisi janinnya itu. Nisa merasa lega, setelah mengetahui kalau rasa terangsang yang dialami oleh tubuhnya adalah hal yang normal saat sedang hamil.

Hari masih pagi menjelang siang. Tapi rasa lelah tubuhnya tidak bisa ia lawan lagi, tatkala mata pun terpejam. Nisa terlelap berbaring dengan tenang di atas sofa. Senyum bahagia tersinggung di wajahnya, mengantarkan nya istirahat ke dunia mimpi.

Nisa tidak menyadari kalau sejak ia berada di ruangan pemeriksaan tadi, ada sepasang mata yang memperhatikan keadaan di dalam sana. Pria itu tersenyum melihat Nisa yang menggelepar di atas meja pemeriksaan.



Rumah Margaretha

Setelah Nisa pulang, Margaretha yang sudah bernafsu segera pergi ke kamar Thomas, anaknya yang paling kecil di lantai 2. Sekarang juga, dia ingin menuntaskan hasratnya bersama anaknya. Dengan langkah tergesa-gesa, ia menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai 2.

“Oghhhh…yeahhhhh!".

Sebelum masuk, Margaretha sudah bisa mendengar teriakan dari dalam kamar anaknya. Sudah jelas barusan adalah erangan Thomas. Margaretha sudah menebak apa yang sedang terjadi di dalam kamar Thomas.

Tanpa menimbulkan suara, Margaretha membuka kamar anak bungsunya dengan perlahan. Telinganya langsung disambut dengan erangan keenakan anak bungsunya yang membahana keras memenuhi kamarnya. Lalu ia masuk kedalam, lalu menutup yang berada di belakangnya.

Pemandangan panas yang sudah biasa ia lihat, disuguhkan lagi untuknya. Apa yang lihat di depanya menambahkan gairah yang sudah ada dalam dirinya. Thomas, anaknya sedang terduduk di ranjang sambil bertumpu dengan satu tangannya. Dan tangan yang lainnya ia gunakan untuk mengelus salah satu kepala yang berada ada di selangkangannya.

Ada dua sosok wanita berparas cantik khas wanita pedesaan, yang sedang bertengger di selangkang Thomas. Yang tak lain adalah Desti dan Amel. Keduanya adalah pembantu rumah tangga di rumah Margaretha. Apa yang mereka sedang lakukan kepada anak bosnya? Amel dan Desti sedang memanjakan penis tidak disunat anak majikan mereka dengan menggunakan mulut.

*Slurph…Slrupph…Cleck…Slick….Cleck

Margaretha melihat betapa khidmat kedua pembantu memuaskan anaknya. Ia bisa melihat kontol Thomas sudah tegang maksimal, dan basah karena air luar kedua pembantunya. Meski masih berumur 18 tahun, penisnya cukup besar. Tidak kalah dengan milik kakak-kakaknya, walau masih dibawah ukuran ayahnya.

Baju dan Bh yang dipakai oleh Amel dan Desti sudah tersingkap ke atas, menampilkan payudara mereka yang berukuran besar di atas rata-rata. Dan masing-masing puting mereka sudah tegak mengeras dan basah air liur, karena tadi sudah di emut oleh Thomas hingga puas.

Selain bertugas sebagai pembantu rumah tangga, keduanya mempunyai tugas untuk memuasi para penghuni di rumah tempat mereka bekerja. Tidak terkecuali majikan perempuan mereka, Margaretha. Tidak jarang para lelaki di rumah Margaretha sering mengganggu tugas rumahan para pembantu ini untuk menyalurkan hasrat mereka. Bahkan jika di minta, mereka tak segan untuk memberikan tubuh mereka kepada tetangga yang lain. Dengan kata lain, Amel dan Desti turut ikut tergabung dalam kegilaan di townhouse itu. Tentu dengan seizinnya Margaretha, sebagai orang yang mempekerjakan mereka.

Amel yang berada di sisi kanan menjilati batang Thomas yang cukup berurat itu. Ujung lidahnya dengan telaten menyusuri jalur aliran darah yang berkedut-kedut kuat itu. Tangannya memainkan buah zakar anak majikannya. Ia meremas-remas dengan lembut, berharap isinya tumpah ruah guna menghilangkan haus akan cairan putih kental. Sedangkan Desti menarik turunkan kepalanya sambil mengulum kepala kontol Thomas dengan rakus. Desti pun juga memainkan kulit lebih di ujung moncong Thomas dengan lidahnya. Lidah Desti aktif membelai-belai kepala kontol yang berada di dalam mulutnya, sekaligus menggelitik lubang kencing. Ia terus menegak pre-cum yang terus keluar. Keduanya terkadang bergantian tugas. Kalau giliran Amel yang dapat jatah kepala kontol, maka Desti kebagian batangnya. Tak jarang mulut mereka bertemu di ujung, tak ayal lidah mereka saling bersentuhan di sana. Secara bersama-bersama, lidah mereka membelai kepala kontol Thomas.

Margaretha senang melihat para pembantunya begitu ahli dalam memuaskan anaknya. Tidak sia-sia pikirnya untuk mempekerjakan mereka. Ibu mana yang tidak mau yang terbaik untuk anak-anaknya. Thomas benar-benar menikmati servis mulut dari kedua pembantunya. Sesekali Thomas meremas kuat gantian payudara yang terpampang di depannya. Ia turut mencubiti puting Amel dan Desah. Tak jarang keduanya wanita itu harus mendesah tertahan karena sedang sibuk dengan kemaluan besar Thomas.

Sudah ada beberapa menit telah lewat, tetiganya masih tidak sadar dengan kedatangan Margaretha. Hanya suara basah dari hisapan mulut kedua pembantu dan erangan Thomas yang terdengar. Kesal, Margaretha pun berdehem lantang "EHEM!".

Ketiganya terkejut. Dengan mulut masih setia di batang kontol Thomas, Amel dan dan Desti melirik ke arah datangnya suara. Keduanya melihat majikannya yang sedang berdecak pinggang memperhatikan mereka. Desti dan Amel langsung menjauhkan mulut mereka dari kemaluan Thomas. Juntaian benang saliva pun tercipta dari kontol Thomas hingga ke mulut keduanya. Sangat seksi pemandangan itu. Melihat itu, Margaretha semakin bernafsu melihatnya. Amel dan Desti tidak melepaskan genggaman tangan di batang keras yang sudah mengkilap basah itu.

"Ehhhh….mihhh…hehehehe…" sapa sang anak tanpa dosa kepada ibu kandungnya. Amel dan Desti terpaku diam di tempat, tidak tahu harus ngapain.

"Kalian ini yaaaa…. pagi-pagi bukannya kerja malah nyepongin anak saya" sergah Margaretha yang terdengar sebal. Meski terlihat marah, Amel dan Desti tahu kalau majikannya mereka tidak sepenuhnya marah. Mereka dapat bernafas lega.

"Hehehe…maaf nyah, tadi saya lagi nyapu halaman belakang di paksa sama koko ke sini" ujar Desti malu-malu.

"Sama nyah. Saya lagi mau masak, ehhhh…. tiba-tiba saya di sodorin kontol koko thomas yang ganteng ini… jadinya saya sepongin deh" ujar Amel sambil mengurut kontol yang berada di depannya. Membuat kepala kontol Thomas hilang timbul karena kulit lebih yang tertarik oleh gerakan tangan Amel.

"Huh?! Kamu juga Thomas, malah ganggu mereka. Sudah sana, kalian kerja dulu!".

Mendengar perintah, Amel dan Desti kecewa karena harus berpisah dengan kontol Thomas. Padahal nafsu keduanya sudah terpancing tinggi, ingin di senggamai oleh penis besar yang tidak disunat milik Thomas.

"Amel, Desti, ayo, sana kerja. Beres-beres rumah dulu, masak nyuci segala macam" usir Margaretha, saat Amel dan Desti tidak beranjak pergi juga.

"Nggak apa-apalah mih, kan biasanya juga barengan. Lumayan mi, masih pagi begini Thomas bisa ngentotin 3 memek sekaligus hehehe…" ujar Thomas. Siapa sih yang mau melewatkan untuk di layani oleh ketiga wanita sekaligus.

"Nggak bisa begitu sayang, mereka kan ada kerjaan. Mami nge-gaji mereka bukan hanya untuk ngentot doang sayang" sergah sang ibu.

Sebenarnya Margaretha tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh usulkan oleh anak bungsunya. Sejatinya sudah sering dirinya dan mereka secara bersama-sama menikmati kontol-kontol para pria yang tinggal di rumah ini. Bahkan seluruh kontol pria townhouse pun sudah mereka cicipi bersama-sama, dengan lubang yang mereka miliki.

Namun pagi ini dia ingin menikmati kontol Thomas sendiri. Ia tidak mau berbagi dengan siapa pun. Jadi dia memakai alasan kalau para pembantunya punya pekerjaan. Terlebih dirinya adalah ibunya, jadinya dia lebih berhak atas kontol Thomas, bukan mereka.

"Baik, nyah" ujar Amel dan Desti. Sebelum pergi Desti mengecup ujung kontol Thomas yang sedikit tertutup kulit, cuma memperlihatkan lubang kencingnya.

Amel juga memberikan kecupan perpisahan tepat di lubang kencing yang banjir dengan pre-cum. Keduanya berdiri, seraya merapikan baju mereka.

Margaretha menangkap kekecewaan dari raut wajah mereka.

"Kalian jangan ngambek gitu deh. Nanti kalian kerjanya nggak bener kalau ngentot terus” tegur Margaretha.

Keduanya hanya membalas dengan mengangguk lesu. Margaretha pun merasa tidak enak hati, karena ia tahu keduanya dalam keadaan birahi. Ia mengerti apa yang mereka rasakan. Apalagi semuanya karena ulah anaknya sendiri yang membuat pekerjaan mereka terganggu. Lantas ia menawarkan solusi, atau lebih tepatnya hadiah kepada keduanya.

“Gini aja, kalau kerjaan kalian hari ini sudah beres semua, saya izinkan kalian bisa minta jatah ke pos" ujar Margaretha kepada pembantu-pembantunya. Amel dan Desti sumringah mendengar bos nya.

"Benaran ni nyah?" tanya Amel, pembantu rumah tangga yang lebih muda dari rekannya. Ia ingin memastikan ucapan dari Margaretha.

"Iya nggak apa-apa, asalkan kalian sudah beres kerjaannya".

Keduanya saling pandang, lalu tersenyum girang kala mendapatkan izin dari Margaretha untuk mereguk nikmat di pos penjagaan. Mengingat minggu ini yang jaga adalah Amos dan Jono, keduanya menjadi semangat untuk menyelesaikan tugas mereka. Lantas keduanya lekas keluar kamar meninggalkan pasangan ibu dan anak tersebut, dengan semangat menggebu-gebu. Demi kontol besar dan perkasa para penjaga townhouse.
Setelah pembantunya pergi, Margaretha menghampiri anaknya yang terduduk manis di atas ranjang, menanti dirinya dengan kontol yang gagah keras menghunus ke atas. Tugu keras yang akan memancing wanita mana pun, tidak terkecuali ibu kandungnya sendiri. Sudah tidak terhitung lagi, berapa kali benda besar itu memberikan kenikmatan kepada Margaretha beserta wanita lainnya.

Margaretha bersimpuh di antara kaki anaknya. Di depan dirinya, kontol Thomas sudah menantang. Lantas dia raih kemaluan anaknya yang besar, dan mengurutnya pelan. Benda itu sudah basah dengan air ludah para pembantunya, tapi ia tidak jijik. Thomas pun mendesis menerima sentuhan lembut dari orang yang telah melahirkan di batang kemaluannya yang tegang maksimal.

"Amel sama Desti lagi sibuk malah kamu gangguin, gimana sih?". Selain mengurut batang, buah zakar anaknya yang mengandung juga dimainkan.

"Habisnyaaaa… aku sange banget mih" ujar Thomas melas, seraya merinding keenakan karena sentuhan ibu.

Margaretha tahu bagaimana cara memanjakan darah dagingnya sendiri. Dia yang melahirkan dan membesarkan, jadi ia tahu titik rangsang di tubuh anaknya. Dengan lihai ia memainkan jari-jarinya menelusuri urat-urat kontol anaknya. Jempolnya ia usapkan di kepala kontol Thomas yang terus berlendir.

"Mamih tebak, kamu pasti tadi ngintipin mamih sama Nisa kan?".

"Hehehe…iya mih". Thomas cengengesan mendengar tebakan ibunya yang benar. Ya, pria yang mengintip Nisa adalah Thomas. Ia melihat bagaimana ibunya memberikan orgasme yang hebat kepada tetangganya yang baru. Pemandangan yang ia lihat tadi sangat menggairahkan. Tidak tahan lagi, lantas tadi ia menarik kedua pembantu untuk memuaskan hasratnya.

“Apa yang kamu lihat tadi?” tanya lagi Margaretha, tanpa menghentikan usapan tangan di benda keras milik anaknya. Malahan dia meningkatkan intensitas urutan tangannya. Thomas pun keenakan dibuatnya.

"Nghhhh….. A-aku tadi liat mama fingering si Nisa ampe muncrattt…ohhhhh…mihhhh…” jawab Thomas

“Terus kamu nafsu?”.

“Iya mih sampe ngocok aku lho! Habisnya tadi gila banget, masa wajah mami sampe di squirt si Nisa" lanjut Thomas.

Margaretha tertawa mendengar penuturan anaknya.

“Memeknya Nisa apa rasanya mih?”.

“Sempit banget Tom, 2 jari aja agak susah”.

“Wow serius mahhhh?! Thomas jadi nggak sabar nih” seru si bungsu.

“Sama sayang, pengen mami jilatin tadi. Tapi sayang, belum saatnya”.

Di tengah kocokan ibunya, Thomas menyadari nafas ibunya yang berat. Lantas ia bertanya, "Mami lagi sange ya?".

Margaretha mengangguk pelan, ia menatap anaknya dengan tatapan sayu. Lalu kembali menatap kontol yang akan memuaskan sesaat lagi. Bergantian dia menatap ke kemaluan anaknya dan wajah anaknya. Thomas

“Mih, emutin kontol Tom” pinta sang buah hati. Sedari tadi memang mau melumat kontolnya anaknya sendiri. Margaretha membuka mulutnya lebar-lebar, lalu melahap habis kontol anaknya sampai mentok. Dia menghisap benda keras yang berada di dalam mulutnya dengan kuat.

*Slurp….Slurp….Slurp….Slurp…Cleck.

Thomas pun mendesah, merasakan kontolnya di hisap oleh ibunya. Rasanya tidak pernah bosan-bosan dirinya merasakan mulut hangat ibunya di penisnya. Rasa tiada duanya. Ia singkap rambut panjang ibunya, agar dia bisa melihat mulut ibunya yang penuh dengan kontol tidak bersunatnya itu.

Tidak mau tinggal diam, dia meremas payudara ibunya dari luar kaos. Ia singkap baju ibunya, dan meremas benda kenyal milik ibunya yang pernah menjadi sumber susu bagiannya serta kakak-kakaknya.

Sambil dadanya digerayangi Thomas, sang ibu tidak menghentikan hisapannya. Remasan Thomas menjadi pemacu untuk dirinya semakin rakus melahap kontol yang bersarang di dalam mulutnya. Tangan turut mengurutnya benda keras tersebut. Sementara itu, tangan satunya bersemayam di balik roknya. Ia geser ke samping celana dalamnya yang sudah basah, dan mengusap permukaan vagina yang sudah basah. Ia melenguh dengan mulut yang sedang penuh akan daging keras.

Saking terangsang, lendir kewanitaannya menetes di lantai kamar anaknya. Jarinya membelah garis memeknya yang sudah merekah. Clitoris nya tidak luput dari permainan tangannya sendiri. Sambil terus menghisap kontol anaknya, ia mainkan memeknya sendiri.

Lama kelamaan ia pun tidak tahan lagi untuk di senggamai dengan kontol anaknya. Memainkan memeknya sendiri sambil mengulum kontol besar Thomas, membuat dirinya semakin terangsang. Margaretha sudah tidak sabar untuk di kontolin oleh darah dagingnya sendiri.

Margaretha mengeluarkan kontol anaknya dari mulutnya "Puahhhh……". Lalu ia menatap dalam-dalam kedua mata anaknya sambil mengocok kontolnya. *Clek Clek Cleck.

"Sayang, Mamih mau kontol kamu di memek mamih" pinta Margaretha dengan lembut tapi vulgar.

"Sama mi, aku mau ngentotin mami. Aku sudah nggak tahan Mi! Ayo ngentottttt….".

Lalu Margaretha berdiri dan melepaskan seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya. Dia telanjang total di pejantan muda yang akan menyetubuhi, yang tak lain anaknya sendiri dengan suaminya.

Thomas tidak ada bosan-bosan dengan tubuh ibunya. Meski sedari sejak kecil dia beserta kakak-kakaknya, sudah merasakan kenikmatan duniawi dengan tubuh ibunya, sampai sekarang pun mereka semua tetap bernafsu.
"Come on son, I want you to fuck me hard!".

"Yesss… mommy, I'll fuck you hard".

Margaretha naik ke atas paha Thomas. Jika dahulu si anak duduk di pangkuan ibu, kini sebaliknya. Sang ibulah yang di pangku anaknya. Sudah jelas tidak hanya memangku biasa, tapi sekalian mempertemukan kemaluan mereka yang haus akan kenikmatan. Tanpa membuang waktu lagi, Margaretha mengarahkan kemaluan anaknya ke kemaluanya sendiri.

Pasangan ibu dan anak itu, melenguh bersama di saat kemaluan mereka bersatu. Kesatuan yang harus tidak boleh terjadi karena hubungan sedarah mereka. Keduanya terdiam saling merangkul satu sama lain, merasakan perpaduan kemaluan mereka. Margaretha mendekap erat anaknya. Thomas pun dengan senang hati membenamkan kepalanya leher ibunya yang mulus. Ia turut hirup bau keringat manis dari tubuh ibunya. Lalu ia meletakan kepalanya di belahan payudara ibunya yang berukuran besar itu. Ia goyang kepalanya di payudara ibunya.

Kemudian Margaretha pun meliukkan pinggulnya, mengaduk kontol anaknya yang bersemayam dalam dirinya.

"Kamu suka dengan memek mamih sayang?" tanya si ibu sambil terus memainkan kontol anaknya yang bersarang di dalam liang cintanya.

“Suka banget mihhhhh….”.

“Boong kamu ahhhhh…”.

"Buktinya kamu pengen rasain memeknya Nisa kan?” tuduh Margaretha.

“Yaelah nggak gitu mihhhhh….. Cowok mana sih yang nggak mau rasain memek baru, apalagi berjilbab gitu. Lagi hamil pula…Nghhhh….”

“Hihihi.. Mami juga pengen ngerasain kok”.

Margaretha mulai menggenjot anaknya. Ia rasakan urat-urat di kontol anaknya menggesek dinding vaginanya. Lantas ia balas dengan meremas kuat batang kontol anaknya. Persetubuhan antara ibu dan anak kandungnya, mulai panas membara. Sensasi tabu membuat kenikmatan yang mereka rasakan menjadi berlipat-lipat ganda.

Thomas melepaskan rangkulannya, agar maminya bisa bergerak lebih leluasa untuk memuaskan mereka berdua. Dia remas payudara ibunya yang bergoyang kesana kemari, menambahkan kenikmatan pada orang yang telah melahirkannya itu.

Margaretha merasakan kepala kontol anaknya menumbuk pintu rahim tempat di bersemayam tinggal dia dulu. Hal yang ia tidak pernah bosan untuk rasakan, selalu ia rindukan.

“Sayang….Sayangggg….mamihhhhhh….dapetttt!”. Margaretha orgasme di atas pangkuan anak bungsunya. Thomas mendekap tubuh montok ibunya, meredam gerakan liar dari pasangan seksnya.

Pulih, ia melepaskan diri dari dekapan sang anak. Kemudian menungging di atas kasur. Mengerti apa yang ibunya mau, Thomas langsung ke belakang ibunya dan kembali menghunus kan kontolnya ke tempat lahir dia dulu. Dan dia mulai, menggejotnya dengan tempo sangat pelan yang pelan dulu, sambil meresapi betapa sempit dan hangatnya memek ibunya.

“Tom, ayo entot mami” pinta Margaretha kepada anaknya. Lantas si anak pun mengabulkan permintaan ibunya. Dia genjot ibu. Ia remas pantas ibunya yang sekel itu.
Margaretha mengerang-ngerang keenakan karena tumbukan benda keras di vaginanya. Rasa nikmat yang diberikan oleh benda keras bak baja membuatnya tidak dapat menahan laju orgasme yang akan kembali hadir untuk kedua kalinya di pagi itu.

“Faster honeyyyy!” erang Margaretha.

Mendengar perintah ibunya, Thomas langsung tancap gas. Tidak hanya lebih cepat, tapi juga lebih bertenaga. Margaretha bereaksi hebat dengan permainan yang diberikan Thomas.

Margaretha bersyukur anak-anaknya bisa memuasi dirinya. Meski jika dirinya tidak tinggal di townhouse ini, dia memiliki 4 batang kontol yang hebat untuk memuaskan dahaganya akan kebutuhan seksual yang tinggi.

“Lagi! Lagihhhhh….mamihhhh dapetttt lagihhhhh!”.

Untuk kedua kalinya, Thomas merasakan kemaluannya di cengkram kuat oleh dinding vagina ibunya. Ia meringis kala merasakannya, tapi yang pasti ia menikmatinya apa yang dialami oleh kontolnya. Dia pun membalas dengan meremas bongkahan pantat ibunya.

Genjotan demi genjotan Thomas berikan, akhirnya dia pun akan klimaks.

“Mamihhhh…..Thomas mau keluarrrrr…..”.

“Cumm….innn…mee….., honeyyyy….cum in meee!”

“Iyahhhh…mihhhh….ohhhhhh”. Thomas menghentakan pinggulnya hingga menabrak pintu rahim ibunya. Dia pun memuntahkan benih-benih suburnya ke dalam rahim ibu kandungnya.

Margaretha juga orgasme lagi, saat rahimnya di hantam cairan kental anaknya. Seandainya Margaretha masih bisa mengandung, dirinya pastinya sudah hamil oleh benih-benih kental dari anak-anaknya. Sudah berliter-liter sperma ketiga anaknya berenang menggenangi rahimnya.

Ibu dan anak itu lalu terbaring lemah dan puas di atas kasur, saling berpelukan.

“Mih, kan tadi si Nisa itu sudah mami buat squirt kan? Kira-kira kapan bisa aku ngentot sama cewek hamil itu mih?" tanya sang anak sambil mengelusi payudara ibunya.

“Duh, anak mami yang satu ini sudah nggak sabaran banget sih….”.

“Hehehehe… Thomas mau ngerasain memek wanita hamil mih” ujar sang anak sambil membelai buah dada ibunya. Dia juga main pentil ibunya yang mancung itu.

"Bosen sama punyanya mami ya?" rajuk Margaretha

“Ehhhhh… nggak gitu mihhhh…mami ahhh…” rengek Thomas, ia terlihat kesal karena terus digoda oleh ibunya.

“Hihihihi…canda sayang. By the way, makasih ya sayang, permainan kamu semakin hebat deh". Margaretha mengecup kening anaknya mesra, penuh kasih sayang. Sebagai bentuk apresiasi karena telah memberikan kenikmatan duniawi di pagi hari. Saat mencium anaknya, ia mencium bau tidak enak.

“Kamu sudah mandi?” tanya Margaretha seraya berpelukan dengan anaknya.

“Belum mih” jawab Thomas

“Jorok kamu ah! Kamu mandi sana!".

"Mandi bareng yuk mih" ajak sang anak.

"Dasar kamu ya. Tapi hayuk deh, kalau gitu". Margaretha menyetujui ajakan anak bungsunya.

Ibu dan anak itu pun berjalan menuju kamar mandi untuk mandi bersama. Diawali dengan suara pancuran air yang deras. Lambat laun ada suara lain mengikuti, yang tidak lain adalah desah-desahan nikmat. Ya, Margaretha dan Thomas kembali bersetubuh di bawah shower. Tidak ada rasa puas dari mereka. Terus berpacu mencari kenikmatan.

Bersambung…..
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd