Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

gravekeeper76

Semprot Holic
Daftar
22 Jan 2016
Post
318
Like diterima
5.980
Bimabet
Disclaimer
  1. Ini hanya cerita fiktif, tidak ada maksud untuk menyinggung siapapun.
  2. Kesamaan nama hanya sebuah kebetulan semata.
  3. Segala adegan yang terjadi di dalam cerita tidak di anjurkan dalam kehidupan asli.
Demi Anakku

Namaku Ani, seorang ibu rumah tangga yang sudah berumur 38 tahun. Secara fisik, aku masih merawat diriku. Jadi tubuhku tidak kurus dan tidaklah gemuk. Suamiku, mas Herman ia lebih tua dua tahun dari diriku. Ia berkerja di sebuah instansi swasta yang cukup besar. Suamiku itu jarang berada di rumah, karena sering dinas keluar kota. Bahkan dalam sebulan hanya bisa sekali pulang. Mau tak mau itu harus di lakukan olehnya untuk menafkahi keluarga.

Aku yang hanya tamatan SMA memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Lagipula mas Herman setuju dengan keputusanku untuk mengurus rumah dan anak semata wayang kami.

Kamu berdua sudah dikaruniai anak satu, Doni. Ia masih berumur 16 tahun. Ia kelas 2 SMA, di sekolah negeri yang berada di dekat rumah. Anaknya lemah lembut, tidak punya hati untuk menyakiti. Dan cukup berprestasi di sekolahnya.

Aku bersyukur mempunyai anak seperti dia, yang berbakti kepada orang tuanya, jadi ia cukup meringankan beban tugasku di rumah. Dan Ia juga mengerti dan tidak mempermasalahkan kenapa ayahnya jarang di rumah.




Sore ini aku sedang menjalankan rutinitasku sebagai ibu rumah tangga yaitu menyapu halaman rumah. Keadaan ekonomi yang pas-pasan, kami sekeluarga belum mampu mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga. Tak ayal, segala pekerjaan rumah harus aku yang mengerjakan. Namun terkadang bila ada waktu senggang, Doni akan membantu aku.

Ketika aku sedang menyapu, pada saat bersamaan Doni pulang dari sekolah. Anakku itu sedang di rangkul oleh seseorang. Aku lihat dia pulang bersama kakak kelasnya, Bobby. Dia anak dari pejabat yang kaya raya, sehingga warga sekitar sungkan bahkan cenderung takut sama anak itu.

Ketika mereka berdua berjalan mendekat, aku terperangah melihat perbedaan fisik mereka. Doni anakku, bertubuh kurus dengan tinggi badan standar orang indonesia. Berbandin terbaling dengan Bobby sangatlah tinggi dan gagah. Jadi perbedaan mereka sangatlah mencolok, bahkan kalau dilihat dari jauh sekalipun.

Kuperhatikan mereka terus yang semakin dekat. Saat hendak menyapa mereka aku menyadari sesuatu “Hmm….” ada yang aneh dengan putraku itu. Kalau di teliiti, kenapa baju Doni acak-acakan begitu ya. Astaga…..tubuh Doni penuh dengan memar-memar, seperti habis di pukul. Lantas aku berlari menghampiri mereka yang masih berjalan.

"Loh kamu kenapa nak? kok kamu memar gitu sih" tanyaku panik.

"Ehm…oh….i-ni aku tad…". Doni mecoba menjawabku namun dia malah tergagap. Ada gerangan apa ini?

"Tadi dia jatuh dari tangga tante" tiba-tiba Bobby memotong anakku, menghentikannya untuk berbicara lebih jauh.

"Beneran kamu tadi jatuh dari tangga?" tanyaku ke Doni memastikan.

"Ya nggak Bro? Ya kan?" ucap Bobby seraya meremas pundak Doni dengan keras sampai anakku mengernyit seperti menahan sakit. Kayaknya kakak kelas Doni itu terkesan menekan Doni. Aku heran dengan perlakuan Bobby, tapi sayang aku tak berani menegurnya.

"I-iya" jawab anakku sambil menggangguk. Gelagat anakku terlihat seperti ketakutan terhadap Bobby ini. Sebagai seorang ibu, aku tahu ada yang di sembunyikan oleh Doni.

"Ada-ada saja kamu Don. Yauda sini Ibu obatin dulu biar tidak makin parah lukamu" ucapku khawatir. Yang menjadi perhatianku sekarang adalah mengobati luka-lukanya dulu, baru aku tanyakan kenapa dia bisa begini.

“Tahu ni tan, masa si Doni jatuh dari tangga. Hahahaha” ucap Bobby yang langsung di ikuti tawa terbahak-bahak.

Aku tidak tanggapi Bobby, kubiarkan saja dia tertawa-tawa.

“Yauda tante, saya permisi dulu. Sampai ketemu besok lagi Bro” pamit Bobby, lalu ia pergi meninggalkan aku dan Doni. Sedari tadi Bobby selalu memandangiku dengan aneh. Ah sudahlah mungkin cuma perasaanku saja.

Setelah Bobby pergi, aku langsung bertanya kepada anakku "Ibu mau kamu jujur. Kamu sebenarnya kenapa bisa memar dan luka begini?".

"Ehmmm A-anu Bu.." Doni terbata-bata tidak berana ngomong sama aku.

"Doni Jujur sama Ibu!" ucap ku dengan tegas, supaya dia jujur.

"T-tadi aku sekolah spa-sparringan sama teman-teman"

"Sparingan itu apa sayang?" tanyaku tidak mengerti istilah itu.

"yaaa…jadi aku berantem gitu sama teman".

"Aduhh sayang kamu kok mainnya begituan sih?" Kenapa pula Doni bermain seperti itu, ada-ada saja kelakuan anak zaman sekarang pikirku.

"Ha-ha-habisnya aku di paksa sama Bobby".

"Bobby? tadi dia bilang kamu bilang jatuh dari tangga loh”.

“Iya bu, Aku Bohong sama ibu”.

“Kenapa kamu tadi bohong sama Ibu?”

“Soalnya aku takut sama Bobby Bu. Kan ibu tahu kalau dia kakak kelas aku” jawab di sambil menunduk menatap ke bawah. Sudah kuduga dia ditekan oleh Bobby.

“Kok takut sama teman kamu sendiri sih” tanyaku kembali. Sebenarnya aku tidak heran, orang yang lebih tua saja sungkan sama pemuda itu.

“Habisnya kalau nggak nurut sama dia, nanti aku dikeroyok sama yang lain Bu”

“Aduhhh Doniii…memangnya kamu tidak mencoba untuk melapor ke guru kamu?”

“Bakal percuma bu. Kan ibu dia tahu anak orang berpengaruh, guru-guru mana berani bu. Dan diakan juga anak emas di sekolah Bu” jawab anakku tertunduk lesu. Aku menghela nafas mendengar penuturan Doni.

“Ya sudah deh, yuk masuk rumah. Kita obatin dulu lukamu ini" ajakku.






“Ad-duh bu……sakittt” erang anakku kesakitan saat aku mengoleskan cream di bagian tubuhnya yang memar-memar.

“Sebenernya Bobby itu sering ngebuli aku Bu” ucap Doni dengan pelan. Aku kaget dengan fakta ini.

“Terus kamu kenapa malah mainnya sama Bobby sih” tanyaku tidak mengerti, sambil terus mengolesi Doni.

“Soalnya…aduh… perihhh“

“Soalnya dia anak yang populer di sekolah bu, jadi kalau berteman sama dia kan keren bu…..”

“Ah kamu Don, ada-ada saja” ucapku jengkel mendengar alasan anakku. Bisa-bisanya dia bermain dengan orang seperti Bobby demi ketenaran di sekolah.

“Kamu mending cari teman yang lebih baik Don, masa kamu rela di buli gini sih” saranku.

“Tapi kalau aku nggak berteman sama Bobby, nanti makin parah perlakuannya ke Doni bu” jelas Doni yang tetap ngotot untuk berteman dengan orang seperti itu.

“Aduh Don, kamu nyari penyakit saja deh. Ya sudah, terserah kamu bagaimana, tapi setidaknya kamu harus berani melawan ya Don” ucapku.

“I-ya Bu” jawabnya singkat.

Sambil memasang perban untuk Doni, aku mengingat kejadian saat bertemu Bobby tadi. Tatapan anak itu terasa menelanjangi tubuhku. Walau jengkel di pandangi mesum begitu, namun ada rasa senang dan bangga juga. Di umur yang sudah tidak muda lagi, tubuhku masih di lirik oleh anak muda.






Keesokan harinya.

Sekarang aku sedang istirahat sambil menonton TV. Diriku hanya memakai kaos dan rok panjang. Selesai sudah pekerajaan rumah ini, saat merehatkan tubuh ini. Sesekali aku mencoba chattingan suami, menanyakan kapan dia pulang. Karena seharusnya sebentar lagi dia pulang dari dinasnya. Tapi pesan chat ku belum di balas juga dari pagi. ‘Haaahhh mas kamu dimana? Aku kangen’ gundahku dalam hati.

*Tring Tring Tring

Sontak aku terkaget dengan bunyi dering dari handphone-ku. Aku tidak mengenal nomor ini. Ah lebih baik aku angkat saja pikirku, siapa tahu genting.

“Halo?” ucapku menyapa duluan.

“Tante, tante, tante Ana” teriak seseorang dari sana. Kalau tidak salah ini suara Bobby.

“Tante ini Bobby, si Doni kecelakaan. Tante kesini sekarang” ujar Bobby dengan panik.

“Hah?!” pekikku kaget.

“Doni Kecelakaan dimana?”.

“Di xxx, saya sharelok sekarang ya tan”.

“Ok-ok ditunggu nak”

Berdetik-detik kemudian aku terima sharelok dari Bobby. Lantas aku langsung memesan ojek online. Aku meminta kepada kang ojek untuk ketempat tujuan dengan secepat mungkin.

Keadaan darurat seperti ini tak bisa lagi berpikir jernih. Aduh nak, kamu kecelakaan apa sih, gusarku. Mudah-mudahan kamu tidak kenapa-kenapa Don.

Selama Perjalanan aku merasa gundah. Khawatir dengan keadaan anak-ku. Tak lupa aku kirim pesan ke suamiku, berharap dia membacanya dan segera pulang kerumah.

Ketika aku sampai sana. Setelah membayar kang ojeknya, diriku langsung menjadi binggung saat melihat tempat yang Bobby bilang. Apa benar ini tempatnya ya pikirku binggung. Padahal ini cuma terlihat seperti rumah kosong saja. Tapi lokasi ini sudah sesuai dengan apa yang Bobby kirimkan tadi. Aneh pikirku, kenapa Doni tidak di bawa ke puskemas atau rumah sakit ya, malah ke rumah ini.

*Clek….. Pintu rumah itu terbuka. Terlihat Bobby keluar dari rumah itu. Ah ini benar tempatnya, dadaku menjadi lega rasanya.

“Tan, ayo masuk. Doni di dalem sini” ajak Bobby kepadaku. Tanpa bertanya, aku segera lari ke rumah itu, tak sabar menemui anakku. Ketika aku masuk ke dalam, aneh, kulihat tidak ada siapa-siapa di situ. Hanya ada perabotan rumah yang terlihat.

“Bob, Doninya mana?” tanyaku binggung sambil terus mencari keberadaan anak kandungku.

Tatkala aku hendak menoleh ke Bobby, tiba-tiba tubuhku terdorong dengan kuat hingga aku terhempas di sofa.

“Apaan-apaan ini Bobby” tanyaku kepada Bobby. Namun seketika aku bergidik ketakutan melihat perangai Bobby yang dingin menyeramkan. Ia terlihat bengis dan seperti dalam keadaan birahi tinggi, terasa dia akan memangsaku.

Menyadari apa yang akan terjadi, mataku terbuka lebar dan jantungku berdetak semakin cepat. Oh tidak….. apakah aku akan diperkosa olehnya.

“Hehehehe” tawa Bobby lalu tersenyum menyeringai. Hal itu membuatku semakin takut.

“Ka-kamu mau ngapain?” tanyaku ketakutan. Dia semakin mendekati diriku yang berada di sofa. Aku pun menjauh terus, hingga mentok di ujung sofa. Aku tak bisa lari-lari kemana-kemana lagi. Diriku bagaikan mangsa yang terperangkap.

“Aku mau entotin tante Ana” jawab dia. Terlihat raut mukanya seperti seekor predator menatap mangsanya.

“Jangan Bob, jangan. Saya ini ibu teman kamu, jangan apa-apain ibu” ibaku kepadanya.

Tanpa bicara lagi dia menyergap tubuhku. Mulutnya mencoba menciumi mulutku. Aku gerakan kepalaku kekiri dan kekanan, menghindari ciumannya. Tapi aku kalah tenaga dengan pemuda ini.

“Ohhhh….” desah keluar dari mulutku saat Bobby meremas payudara kiriku dengan keras. Tak ayal mulutku terbuka, ia menyergap mulutku.

Aku dorong tubuh ABG itu dengan sekuat tenaga yang kupunya, hingga dia tersungkur. Belum aku bisa untuk berdiri dengan sempurna, dia kembali mendorong tubuhku ke sofa. Lalu ia tahan tubuhku dengan sempurna, sehingga aku tidak bisa bergerak lagi.

“Dengar ya percuma tante teriak, nggak ada bakal nolongin!” ancam Bobby. Ia mencekik leherku dengan kencang hingga aku kesakitan.

“Dan lapor polisi juga percuma, tante tahu kan siapa ayah saya!” lanjut dia mengancam diriku. Tatapan sangat mengerikan.

“Tante nggak maukan kalau Doni kenapa-kenapa?” kali ini dia mengancam dengan membawa-bawa Doni anakku. Aku menggeleng.

“Tante pasti sudah tahukan kalau Doni kemarin sebenarnya bukan jatuh dari tangga” lanjut Bobby. Aku menggangguk pelan. Aku mengerti kemana arah ucapannya.

“Nah tante nggak mau kan, kalau Doni merasakan sakit lebih parah dari yang kemarin” ucap dia mengancam kesalamatan Doni.

“Jadi nurut sama Bobby ya”.

“Please Bob, apapun yang kamu minta tante akan bakal sanggunpin. Tapi jangan perkos@ tante ya. Please ya, tante nggak bakal bilang siapa-siapa kok” ibaku berusaha mengubah pikiran Bobby.

“Ok kalau begitu, apa tante siap kasih nyawa anak tante buat Bobby!” kata dia dengan wajah datar disertai tatapan dinginnya. Aku tercekat dengan ucapan Bobby. Dia berani untuk membunuh anakku demi tubuhku.

Tetap dalam tindihan Bobby, Aku terdiam seribu bahasa, binggung dengan keadaan ini. Namun sebagai seorang ibu, aku harus berkorban demi anakku. Aku harus merelakan tubuh ini untuk melindungi Doni. Maafkan aku mas Herman, tubuh ini akan di nodai oleh orang lain.

“Gimana? Nyawa atau tubuh tante?” kembali Bobby bertanya dengan dingin, membuyarkan pikiranku yang sedang kalut.

“Ba-baik tante akan serahkan tubuh tante. Tapi kamu jangan pernah lagi menyakiti Doni!” ucapku dengan tegas.

Bobby tersenyum mendengar permintaanku “Ok itu hal mudah. Saya nggak akan menyakiti Doni lagi”. Lalu ia mendekatkan kepalanya kepadaku.

“Dan cukup sekali ini saja” kembali aku berucap, sebelum bibirku ini dilumat. Namun hanya di jawab dengan senyuman oleh Bobby. Harapanku, pemuda ini menepati janjinya.

Bobby tempelkan bibirnya di bibirku. Di kecupi bibirku, Sekarang ia berusaha memasukan lidahnya kedalam mulutku. Namun aku tetap bertahan, tetap mingkem. Dia menarik kepalanya menjauh, hingga aku bisa melihat mukanya yang dingin.

“Tan” ucap dia singkat dengan mata melotot marah, terasa sangat menakutkan. Aku pasrah.

Kembali ia menciumi bibirku, kali ini aku biarkan lidahnya masuk kedalam mulutku. Tak ayal lidahku sekarang dibelit oleh lidah Bobby. Lama mulut kami bermain, aku di dikte oleh Bobby. Pemuda suka membuli anakku. Belum pernah aku bercumbu seperti ini. Tampaknya anak muda ini sangat jago permainan lidahnya. Mas Herman saja tidak seperti ini.

Bobby juga meramas kedua buah dadaku. Tubuhku pun bereaksi, karena lama tidak di sentuh oleh suamiku. Permainan Bobby di mulut dan di dadaku membuatku hanyut, lupa dengan segalanya. Kupejamkan mataku.

Terasa satu tangan merayap turun ke bagian bawah tubuhku. Aku merasakan rok panjangku di singkap. Udara dingin menerpa pahaku yang terekspos.

“Ahhh…..Bobby” lirihku, ketika telapak Bobby mengusap celana dalamku. Terasa telapak tangannya dengan lembut mengusap-ngusap permukaan vaginaku yang masih tertutup celana Dalam. Aku terbuai dengan perlakukaanya, terasa vaginaku mengeluarkan lendirnya Diriku tidak bisa berbohong lagi, ada rasa nikmat yang muncul. Astaga apa yang kupikirkan. Tidak-tidak, aku tidak boleh menikmati ini. Aku hanya melakukan ini demi Doni.

“Lembab tan, ceritanya nikmatin nih?” sindir Bobby, yang membuat wajahku memerah.

Sekarang aku terus dicumbui dengan teman anakku, selagi vaginaku yang masih tertutup celana dalam itu di rangsang olehnya.

Bobby melepaskan ciumannya. Aku pasrah ketika ia merubah posisiku menjadi bersandar di sofa ini. Aku hanya bisa menatap Bobby dengan sayu. Aku ingin Bobby menghentikan perbuatannnya, namun hati kecilku berkata lain. Tak bisa kupungkiri ada rasa birahi sudah tak tahan ingin di puaskan.

Ia singkirkan meja ruang tamu, lalu berlutut di depanku. Ia singkap rokku hingga tersangkut di pinggulku. Terpampanglah kedua pahaku yang berisi dan celana dalamku yang sudah basah.

Kembali Bobby merangsang diriku dengan mengelus-elus lembut pelan paha-pahaku. Bulu kudukku pun berdiri karena rasa geli hinggap di kedua pahaku.

“Paha tante benar-benar mulus. Sejak kenal sama tante, aku jadi penasaran dengan tubuh tante” ucap Bobby.

Ia lebarkan kedua kakiku. Hingga semakin terlihat celana dalamku yang sudah basah. Ia dekatkan kepalanya ke selangkanganku. Ia mengendus-ngendus celana dalamku. Mencoba menghirup bau vaginaku.

“Hmmm….wangi tan, aku suka” puji Bobby. Tentu saja wangi dan bersih, aku selalu merawatnya. Apapula kata mas Herman nanti apabila ia pulang dinas mendapati vaginaku jorok dan bau.

“Ohhhh…Bobbyyyy” erangku ketika hidung Bobby menyentuh celana dalamku. Terasa batang hidungnya menusuk belahan vaginaku. Ia naik turunkan kepalanya, tak ayal batang hidungnya membelah bibir vaginaku yang masih tertutup celana dalamku. Sehingga celana dalamku tercetak membentuk bibir vaginaku.

“Bobbyyyyy….” terus aku mendesah-desah, merasakan rangsangan yang terasa nikmat di vaginaku. Kemaluanku semakin banjir mengeluarkan lendir nikmatnya yang lengket. Masih tertutup celana dalam saja sudah senikmat ini, apalagi kalau bersentuhan langsung. Astaga apa yang kupikirkan lagi, padahal aku sedang mau di perkosa tapi malah memikirkan kemungkinan kenikmatan yang kudapat nanti. Nampaknya aku malah semakin lupa diri karena rasa enak yang kurasa sekarang.

Tanpa memlepasnya, ia singkap celana dalamku ke samping. Sehingga lubang vaginaku yang sudah basah serta jembut lebatnya terpampang dengan jelas di hadapan Bobby.

Dengan punggungku yang tetap bersandar di sofa, ia tarik tubuhku turun sehingga pantatku pas di ujung dudukan sofa. Ia tatap nafsu lubang cintaku.

“Ahhhh……Bobbyyyy” desahku lepas dari mulutku saat Bobby memasukan satu jari telunjuknya kedalam vaginaku.

“Gilaaaaa tan, ini memek masih sempit banget” ucap Bobby mengomentariku liang peranakanku. Kini ia memaju-mundurkan jarinya dengan cepat di dalam lubang vaginaku. Aku harus menjaga wibawaku, tak ingin terlihat menikmati tusukan jarinya. Maka dari itu aku berusaha kerasa untuk tidak mendesah-desah.

“Sudahlah, nggak usah di tahan-tahan. Lepasin saja tan”. Ternyata Bobby sadar dengan upayaku yang menahan desah-desahan agar tidak keluar dari mulutku. Jadi percuma saja aku pura-pura lagi.

“Ahhhh……” desahku lepas kencang dari mulutku. Ia tersenyum senang mendengar jeritan nikmatku. Diriku berhasil ditaklukkan oleh pembuli anakku.

“Enak kan tan? Ini baru jari lho, belum kontol aku yang masuk ke sini” ucap Bobby. Aku tidak tanggapi ucapannya. Ia terus mengerjaiku, bahkan dia menambahkan satu jari lagi. Akupun terpejam meresapi rasa yang nikmat ini. Maafkan mas, aku sedang diperkos@ tapi aku malah mulai menikmati ini.

Hmmm……apa ini…. kini ada benda lunak basah yang sedang menyentuh vaginaku. Kubuka mataku, ternyata lidah Bobby sedang menjilati bibir vaginaku. Ohhhh ini nikmat banget ucapku dalam batin. Mas Herman tidak melakukan ini kepadaku.

“Ohhhh...Bobby” erangku keenakan ketika lidah Bobby menekan-nekan itilku yang sudah keras. Mulutnya pun mengecupi, menyedoti, menggigiti itilku. Rasa nikmat pun semakin menguasai tubuhku. Mas Herman kenapa kamu nggak pernah melakukan ini kepadaku. Ohhhh….ini sangat nikmatttttttt.

Kini aku seorang ibu rumah tangga mendesah-desah nikmat karena jari-jari teman anakku keluar masuk di lubang vaginaku dengan cepat. Tak lupa mulutnya juga hinggap di vaginaku. Tak ayal rasa gelitik orgasme pun datang menghampiri diriku.

Tak lama….

“Bobbyyyy……tante…dapeettt…..ohhhhhhh” Aku melolong panjang merasakan nikmat orgasme. Ini sungguh-sungguh nikmat.

Aku mendapatkan orgasme hanya dengan mulut dan jari-jari Bobby. Duniaku berasa berputar merasakan puncak kenikmatan ini. Tubuhku bergetar-getar tidak karuan. Vaginaku juga mengeluarkan cairan orgasme dengan derasnya, membasahi sela-sela pantatku.

“Hh….hh…hh….” deru nafasku berat.

“Enak tan jilmeknya?” tanya Bobby vulgar sambil terus mengecupi pahaku yang mulus.

“.......” Aku hanya diam.

“TAN!” galak Bobby kepadaku.

“He-eh” singkatku

“HE-EH APA! JAWAB!” teriak Bobby menggeleggar.

“I-ya enak Bobby” jawabku dengan takut. Tapi memang benar enak kok.

“Apanya yang enak?” lanjut Bobby bertanya. Kali ini dia sudah tenang.

“Vagina tante Bob, tante belum pernah ngerasain di jilat-jilat gitu” jawabku jujur, tak ingin lagi di bentak olehnya.

“Hahaha, masa sih tan? Oh iya ini memek namanya. Coba ngomong tan” pinta Bobby

“Memek” ucapku geli. Tentu sajaku malu berbicara seperti itu dengan orang lain. Sebenarnya aku sudah biasa ngomong vulgar dan jorok bersama mas Herman, biasa berkata seperti itu untuk menambah panas permainan ranjang. Namun kali ini aku melakukannya dengan paksaan.

“Hahahaha biasa-in ya tan” perintahnya kepadaku.

Rasa bersalah menghampiriku, karena mendapatkan orgasme bukan dari suamiku. Batinku berkecamuk tidak karuan. Batinku berkata ‘Maafkan aku mas, semua kulakukan ini demi Doni. Doni maafkan ibumu nak, ibu lakukan ini agar kamu tidak kenapa-kenapa’.

Bobby menegakkan tubuhnya, sehingga aku melihat celana abu-abunya yang mengelembung besar. Aku menelan ludahku membayangkan besar kemaluan Bobby. Lagi aku berpikir yang tidak-tidak. Walau begitu rasa keingin tahuan terus hinggap dalam otakku. Nampaknya karena orgasme barusan, membuatku ingin segera di setebuhi.

“Bobby, Please sudah ya Bob, kamu sudah bikin tante dapat orgasme. Jangan setubuhi ibu temanmu ini, jangan perkos@ tante“ mohonku kepada Bobby. Meski penasaran dengan ukuran kemaluan Bobby, tetap saja ini salah. Aku tidak boleh mengkhianati janji suciku dengan mas Herman.

Bobby tidak mempedulikan permohonanku. Dengan menyeringai ia lepas seluruh celana abu-abunya berserta celana dalam. Lalu terpampanglah kemaluannya….

Astaga……

Besar sekali……..

Panjang pula…..

Berurat……

Terbelalak tidak percaya, anak seumur dia memiliki kemaluan sebesar itu. Milik mas Herman hanya setengah dari itu. Dan besarnya juga sangat jauh. Kepala penisnya sudah banjir dengan air mazi, hingga menetes jatuh ke vaginaku yang berada tepat di bawahnya.

Kemudian ia berlutut persis di depan selanggkanganku, lalu ia letakan penis besar di atas permukaan vaginaku. *Buk…. Bunyinya, terasa berat dan keras ketika penis itu jatuh di atas vaginaku.

Aku bisa merasakan betapa keras dan panasnya penis Bobby yang berada di atas vaginaku Berbeda dengan milik mas Herman yang tidak sekeras ini.

“Kenapa tan? Kontol aku besar kan” tanya Bobby dengan bangganya. Ia menangkap mataku yang memandang takjub kemaluannya. Harus kuakui, kemaluan dia memang jauh lebih besar ketimbang dari punyanya mas Herman. Namun tak kujawab pertanyaan Bobby, aku tidak ingin dia besar kepala.

“JAWAB!” geram Bobby marah karena aku hanya diam.

“I-ya besar” jawabku takut.

“Apanya yang besar?!” lanjut Bobby.

“Pe-penis kamu” jawabku.

“Bukan penis, tapi KONTOL!” kembali Bobby berucap dengan geram marah.

“I-ya kontol kamu besar Bob” lirihku.

“Hahaha gitu dong. Jangan dilawan lagi, nanti yang ada tante bakal kesakitan. Sekarang nikmatin saja ya” anjur Bobby kepadaku. Tidak, tidak, Aku sedang di perkosa!. Aku tidak boleh terbuai dengan kenikmatan ini.

Bobby gesekkan kepala penis di belahan vaginaku, sesekali kepala penis nya menyundul klitorisku yang sudah keras. Ia juga menggesekan batang kontolnya di klitorsku, dengan begitu aku merasakan urat-urat besarnya yang berdenyut-denyut kuat. Diriku mengerang-erang nikmat.

Dirasa cukup basah Bobby melesakan kepala kontol kedalam lubang vaginaku. “Sempit bangetttt ini memekkkk…..” erang Bobby. Berkali-kali ia selipkan dan keluarkan kepala penis di lubangku. Kurasa ia ingin memancing birahiku.

Aku mengerang keras merasakan lubang vaginaku yang saat ini di tembusi oleh kepala kon…penis Bobby. Dengan perlahan penis Bobby semakin masuk kedalam vaginaku. Selama itu aku menutup mukaku dengan kedua telapak tanganku

*Bless…. Aku dan Bobby mendesah bersamaan saat pertemuan kemaluan kami sudah sempurna.

Aku dapat merasakan denyutan urat-urat yang penis Bobby yang sekarang tertancap dengan sempurna. Tak hanya itu, aku bisa merasakan penis Bobby menyentuh bagian liang vaginaku yang tidak pernah disentuh oleh mas Herman. Penis Bobby memang luar biasa pikirku.

Sudah menguasai diri, kusingkirkan kedua telapak tanganku yang menutupi wajahku. Kulihat Bobby terpejam sambil menganga. Nampaknya dia sedang menikmati liang vaginaku yang masih sempit ini.

Sekilas aku melihat cincin perkawinanku di jari manisku. Setitik air mata keluar dari mataku. Aku menangis karena aku baru saja mengkhinati mas Herman, dengan membiarkan orang lain memasuki diri.

“Sudahlah jangan nangis tan. Anggap saja tante melakukan ini demi Doni” ucap Bobby mencoba menenangkanku.

Ya……

Aku melakukan ini semua demi Anakku.

Ini semua demi Doni. Aku sebagai ibunya, harus melindungi anakku.

Ya….Itu adalah alasan pembenarku.

Melihatku sudah tenang, dengan tangannya, Bobby memegang kedua pahaku. Lalu ia menggerakan pinggulnya pelan. Merojoki pelan liang nikmatku dengan kontolnya. Akibatnya desahku membahana di ruang tamu ini, merasakan batang berurat Bobby menggesek nikmat dinding vaginaku. Pintu rahimku di sundul-sundul oleh kepala penisnya.

“Ah….ah…..ah….” desahku di setiap tumbukan kemaluan besar Bobby di vaginaku.

Semakin lama genjotan penis Bobby semakin cepat, membuatku kewalahan. Rasa nikmat yang timbul pun semakin tidak terkira, tak pernah aku merasakan rasa enak seperti ini.

Dengan mas Herman saja tidak pernah seenak ini. Maaf mas aku sudah berusaha, tapi diriku malah mulai menikmati hujaman kontol orang lain di vaginaku, yang harusnya hanyak milikmu. Rasa bersalah mulai pudar dalam benakku.

Sambil terus menggenjot diriku, pembuli Doni ini singkap kaos lebar yang kupakai. Lalu ia meremas kedua buah dadaku yang masih terutup oleh BH. Kemudian ia turunkan kedua cup bh-ku, sehingga payudaraku bebas tanpa dihalangi apapun lagi. Kini kedua buah dadaku bergerak tidak karuan akibat gempuran Bobby di tubuhku.

“Bobbyyy….pelannnn….ah..ah…sakit” Ia remas kedua payudaraku dengan keras hingga aku kesakitan.

Kira-kira sudah 20 menitan dia menggumuliku, terasa aku kan mencapai orgasme untuk kedua kalinya untuk hari ini. Kali ini kugapai puncak nikmat dengan disetebuhi sempurna oleh orang yang membuli anakku.

“Bobby…pelannn….tanteeee…mau..orgasmeeee….akhhhh” desahku panjang ketika orgasme menghampiri diriku. Punggungku melengkung ke atas.

“Doniii….. lihattt gw bikin nyokap lu ngecrit sama kontol gw…..” racau Bobby. Mendengar nama anakku, sekilas rasa bersalah kembali hadir. Namun rasa bersalah itu kalah dengan rasa nikmat orgasme yang sedang kurasakan ini.

“Bobbyyy….ahhhhhh” aku orgasme.

“Ohhh…..ngejepitttt…bangsatttt…” desahh Bobby karena liang vaginaku meremas batang penisnya ketika aku sedang orgasme hebat. Aku pejamkan mataku, merasapi orgasme yang luar biasa ini. Ini adalah orgasme terbaik yang pernah kurasakan. Anak ini benar-benar hebat.

Bobby menarik diri dari tubuhku, hingga penis besarnya terlepas dari jepitan lubang vaginaku. Aku merasakan diriku menjadi kosong melompong ketika penis Bobby tercabut dari tubuhku.

“Lihat tan, kontol saya jadi lengket sama lendir tante nih” kubuka mataku, melihat sekujur penis Bobby terbalur cairan putih yang merupakan lendir orgasmeku.

“Hh…..hh….hh…..hh…..” nafasku berat.

Nikmat orgasme pun berangsur-angsur memudar. Pikiran rasionalku pun kembali. Tersadar apa yang baru saja terjadi. Baru saja aku mendapatkan orgasme dengan orang lain, yang bukan suamiku.

Kulihat kakak kelas sekaligus tukang buli anakku itu bersiap kembali untuk memacu birahi menggunakan tubuhku itu. “Bobby….sudah ya….cukup ya….plissss” ucapku pelan memohon, berharap dia menghentikan kegilaan ini.

“Belum, saya saja belum keluar”

“Inget dengan janji tante, kalau tidak……” ucap Bobby menggantung ucapannya. Tanpa diberitahu aku tahu maksudnya.

Harapanku untuk menyudahi ini semua pun sirna. Percuma aku melawan lagi, yang ada malah membahayakan Doni, bahkan suamiku. Mau tak mau aku pasrah dengan nasibku ini, membiarkan tubuhku di nikmati oleh Bobby.

“Pelan Bobbyyyy…..okhhh….gedeeee….” desahku ketika penis besar Bobby kembali memasuki diriku.

Tanpa ancang-ancang, Bobby langsung menyetubuhi dengan beringas. Desahan aku dan Bobby saling bersahutan, suaranya memenuhi ruangan ini, bahkan seluruh rumah ini.

Bermenit-menit lamanya, akhirnya Bobby mendapatkan orgasmenya. “Okhnnnn……tante sayaaaa…mauuuu…..keluarrr….” teriak Bobby kencang. Mendengar itu aku tersadar akan konsekuensinya kalau anak ini berejakulasi di dalam vaginaku. Ya Hamil, aku bisa hamil oleh pemuda ini.

“Pleaseeee…okhhhh…..ja-jangannn….di….dalammmm…nhghhh….…nantii…..tan-teeee….nghhh-hamilll……” mohonku di sela-sela genjotan ganas Bobby. Aku tak mau mengandung anak dari orang yang sering menyakiti anakku.

Tapi teman anakku ini tidak menghiraukan permohonanku. Ia malah semakin beringas menggenjoti diriku. Akibatnya aku sendiri akan kembali mendapatkan orgasme lagi. Tiba-tiba Bobby melolong hebat “Fuckkk….. Gwww….hamilinnnnn…..luuu….”.

Tubuhnya bergetar-hebat. Aku merasakan liang rahimku di semprot cairan panas. Pada saat bersamaan aku juga mendapat orgasmeku. Kembali aku merasakan puncat kenikmatan. “Bobbyyyy…..sialannnn….kamuuuu…..” hardikku keras bersamaan dengan orgasmeku.

Oh tidakkkk……aku dibuahi oleh teman anakku. Terasa liang rahimku disembur berkali-kali lahar panas Bobby. Rahimku terasa penuh dan hangat.

Bobby ambruk menindih tubuhku, tanpa melepaskan kemaluan besarnya yang masih berdenyut-denyut. Saking banyaknya, aku merasakan sperma Bobby mengalir keluar dan turun membasahi lubang anusku.

Hanya deru nafas terdengar di ruangan ini. Aku terpejam lelah, dengan penis Bobby masih tertancap sempurna dalam vaginaku.








Handphone-ku berbunyi. Kulihat mas Herman menelponku. Astaga…..kupersiapkan diriku untuk menangkat telpon dari suamiku.

“Dek…dek..” terdengar suara suamiku dari handphone ini. Mendengar suara mas Herman, rasa bersalah karena telah mengkhianatinya semakin memuncak. Terasa pipiku kembali basah karena air mata.

“I-ya mas” ucapku berusaha tenang, agar suamiku tidak tahu kalau aku sedang menangis.

“Doni kecelekaaan Dek?” tanyanya panik.
“Oh nggak pak, tadi cuma candaan temannya Doni saja” bohongku kepada mas Herman. Dalam hati berkali-kali aku meminta maaf kepada suamiku.

“Ya ampun, masa candaan sampai bilang temannya kecelakaan gitu sih. Bikin jantungan saja” ujar suamiku heran. Tampaknya dia percaya dengan kata-kataku.

“Iya mas, namanya candaan anak zaman sekarang, sudah aneh-aneh”.

“Sudah ya mas, adek mau bersih-bersih rumah dulu” lanjutku ucapku berbohong. Padahal mas, istrimu ini mau membersihkan tubuhnya karena habis di perkos@ oleh teman anakmu.

Selesai menutup telpon, aku berdiri merapikan diri seala kadarnya saja. Ingin segera meninggalkan tempat terkutuk ini.

“Bobby, kamu harus pegang janji kamu” ucapku masih tersedu-sedu.
“Janji apa ya?”

*DEG. Jantungku berdegup kencang mendengar itu. Apakah aku baru saja membiarkan diriku diperkos@ olehnya dengan tujuan yang fana.

“Kamukan tadi janji tidak bakal membuli Doni lagi! Tidak menyakiti Doni lagi!” sergahku marah sambil tetap tersedu-sedu.

“Ya aku janji nggak bakal nyakitin Doni lagi, tapi ada syaratnya”.

“Apa syaratnya?” pikiranku menebak, kalau dia pasti akan meminta diriku menjadi pemuas hasratnya.

“Aku ingin tante Ana memuaskan Bobby. Kapanpun Bobby mau, tante harus mau” ucap dia. Benar dugaanku.

“Kamu kenapa tega melakukan ini Bob?”

“Nggak ada alasan khusus sih, aku cuma mau punya budak seks saja” ucap Bobby dengan biasanya, seolah tidak ada yang salah akan hal itu.

Lalu aku teringat akan sesuatu. “Bobby….” lirihku.

“Apa?” singkat Bobby seakan malas mendengar rengekku.

“Kalau tante hamil bagaimana?” ucapku bingung sambil memegang perutku.

“Yauda rawat anak Bobby” ujar Bobby biasa. Mendengar itu aku menjadi pucat pasi. Tapi daripada aku beneran hamil olehnya, lebih baik aku segera pulang dan membeli obat anti-hamil.

“Tapi tunggu sebentar” ujar Bobby sambil memasang celananya kembali. Dia menatapku dalam-dalam. Hal itu membuat diri bergidik ngeri.

“Apa Bobby?” tanyaku pelan, berharap dia tidak meminta yang aneh-aneh lagi.

“Saya pengen tante Hamil anak saya” mendengar permintaan itu aku bagai tersambar petir. Anak muda ini ingin aku hamil olehnya.

“Dan itu bukan permintaan, tapi perintah. Kalau nggak…….” ucap Bobby gantung.

“Kalau nggak kenapa?” tanyaku penuh cemas.

“Ya tahu lah nanti kenapa kalau tante nggak patuh sama Bobby” ujar Bobby dengan misteriusnya. Kuduga pasti ada ada hubungannya dengan Doni. Mengetahui siapa ayahnya Bobby, aku tidak mau ambil resiko. Aku tidak ingin Doni dan Mas herman celaka.

“Terus suami tante gimana?” tanyaku binggung.

“Itu urusan tante, bukan urusan saya!” galak Bobby. Aku kembali menangis sejadi-jadinya, dipaksa hamil oleh pemuda ini.





Hari sudah sore menjelang malam, aku pulang di antarkan oleh Bobby menggunakan mobilnya. Selama perjalanan aku hanya diam seribu bahasa. Bobby kubiarkan mengelus pahaku. Pikiran berkecamuk binggung gimana menyiasati keadaan ini.





Sebelum turun dari mobil, aku pastikan diriku sudah rapih dan tidak terlihat sedih lagi. Tak ingin Doni curiga dengan apa yang telah kulakukan barusan.

Sebelum aku turun dari mobil, Bobby berpesan kepadaku “Inget ya Tan, ikuti perintah Bobby. Kalau ngelanggar, nanti orang-orang tercinta tante yang akan menanggung akibatnya”.

Aku terhuyung lemah berjalan menuju rumahku sendiri. Pesan Bobby terngiang-ngiang dalam pikiranku. Hamil, aku akan hamil lagi. Di usia segini aku akan hamil anak orang lain.

Ketika masuk, aku dapati Doni sedang makan di meja makan. Dia menatapku dengan wajahnya yang binggung.

“Ibu dari mana? Tumben pulang jam segini” tanya anakku heran.

“Tadi ibu habis ada hajatan dadakan Don” bohongku.

“Dimana Bu?” lagi anakku bertanya.

“Ya ada lah, dah ya, ibu capek, mau istirahat” kataku, ingin segera pergi dari hadapan Doni.

“Baru jam segini Bu, tapi kalau ibu memang capek lebih baik istirahat saja”.

“Biar Doni yang beres-beres malam ini” ucap Doni dengan perhatian. Aku jadi terharu. Kamu memang anak yang berbakti Don. Maka dari itu ibu merelakan segalanya untuk melindungimu.

Di dalam kamar aku merenung. Aku baru saja berbicara dengan anakku ketika sperma temannya masih tertanam di dalam rahim. Ku yakin benih temannya ini sedang berusaha memberikan dia seorang adik. Hatiku semakin terasa sakit dengan kenyataan ini.




“Mas…mas kapan pulang?” tanyaku sambii berusaha menahan tangis.

“Maaf dek… ..mas dinasnya diperpanjang” ucap mas Herman pelan.

Mendengar itu batin ku berteriak ‘Oh….mas aku membutuhkan dirimu mas, anakmu juga membutuhkanmu’.

Tapi aku harus mengerti, kalau saat ini suamiku membanting tulang demi menafkahi keluarga. Biarlah tubuhku dinikmati oleh Bobby demi melindungi Doni.

Dengan suara bergetar “Begitu ya mas, baiklah mas kalau begitu. Mas hati-hati ya disanam jangan lupa makan dan istirahat yang cukup”.

“Sekali lagi Mas minta maaf ya dek. MAS janji nanti akan langsung pulang kalau ada kesempatan”ucap dia berjanji kepadaku.

“Iya mas, adek tunggu ya” ucapku dengan pipi di aliri air mata.

“Iya dek, sudah ya. Sudah malam, titip salam ke Doni”.

“Iya mas, adek sayang bapak”.

“Mas juga sayang adek” ucap suamiku mesra.

*Clek

Aku pun tersungkur memeluk diriku sendiri, di atas kasur miliku dan mas Herman. Menangis meratapi nasibku. Padahal saat ini aku membutuhkan dia, namun takdir berkata lain.

Lama aku menangis, di kasur kawinku dengan mas Herman.

Tapi aku harus kuat. Aku harus kuat demi Doni. Biarlah mas Herman berjibaku disana demi mencari nafkah untukku dan Doni.




Hari-hari selanjutnya aku jalani dengan murung. Termasuk di minggu pagi yang cerah ini. Hanya dengan memakai daster pendek selutut, aku mengelap kaca jendela rumah dengan lemah. Doni menangkap keadaanku yang terlihat murung.

“Ibu kenapa? Ada masalah ya? Doni lihat dari kemarin ibu seperti tidak bersemangat, kayak ada sesuatu” tanya Doni kepadaku. ‘Kamu tahu nggak sih nak, kalau belum lama ini, ibu dipaksa bersetubuh oleh temanmu’ ucapku dalam hati. Tidak mungkin aku berkata seperti itu.

“Ibu nggak apa-apa kok sayang, cuma lagi capek aja”.

“Bener Bu?” tanya Doni memastikan. Melihat dia perhatian dengan diriku, aku menjadi iba. Tidak mungkin aku memberitahu dia kalau aku menjadi budak seks temannya. Oh….aku tahu….

“Ng…..sebenarnya bapak nggak jadi pulang minggu ini. Bapak di perpanjang dinasnya” jawabku dengan lesu. Ya ini adalah jawaban yang tepat

“Wah Kenapa bu?” tanya Doni kembali. Terlihat ada rasa kecewa dari wajahnya. Sama nak, ibu juga kecewa, tapi mau di bilang apa lagi.

“Nggak tahu Don, ya namanya juga pekerjaan pasti ada resikonya”.

“Iya sih, tapi ibu tenang saja jangan khawatir. Kan ada Doni yang nemenin ibu disini” ucap Doni yang membuatku tenang dan bahagia. Demi dia aku harus kuat menghadapi cobaan ini.

“Iya sayang, makasih ya sudah perhatian sama Ibu” ucapku terharu. Lantas aku peluk anakku, Doni pun membalas memeluk dengan erat.

“Oh iya Bu, nanti Bobby mau main kesini” Mendengar kabar buruk itu aku langsung melepaskan pelukanku dan menatap lekat Doni.

“M-m-mau ngapain dia kesini?”.

“Katanya mau main saja sih bu”.

“Ohhh, kamu kenapa masih main sama dia sih? Kan dia jahat sama kamu” sergahku kecewa dengan Doni yang masih berteman dengan Bobby.

“Dia sudah minta maaf bu, lagi pula dia entah kenapa berubah jadi baik sama Doni”.

“Seriusan dia minta maaf sama kamu?” kagetku.

“Iya Bu, kemarin di sekolah. Tiba-tiba dia dateng minta maaf sama Doni. Terus dia juga traktir aku banyak Bu”. Ternyata Bobby benar-benar memegang janjinya denganku. Kalau begini aku memang harus hamil juga olehnya.

“Kamu yakin masih mau berteman sama dia?” tanyaku memastikan.

“Iya bu. Gak apa-apa ya bu, lagipula Doni kan nggak punya banyak teman. Apalagi dia kan kakak kelas, terus di hormati sama orang-orang lagi” jelas Doni.

Seandainya dia tahu kalau perubahan Bobby adalah karena pengorbanan ibunya.

“Baiklah nak. Kalau memang sekarang Bobby jadi berteman baik dengan kamu, ibu tidak ada masalah kalau dia main ke rumah” ucapku dengan berat, tidak ingin mengecewakan anak semata wayangku.

“Makasih bu. Ibu cantik deh” gombal anakku karena mendapat keinginannya.

“Dasar gombal…. “

“Ya sudah sana, ibu mau bersih-bersih lagi”.




Hari ini terasa berjalan sangat lamban. Rasa hatiku sangat gundah, kerena sebentar lagi temannya Doni akan main ke rumah. Ya temannya Doni yang telah memperkos@ku dan memaksaku hamil.

Ketika aku sedang mencuci pakaian di halaman belakang, kulihat Doni menghampiriku.

“Bu, ini si Bobby sudah datang” ucap anakku. Lalu orang yang kubenci itu muncul dari dalam rumah.

“Halo tante” ucap Bobby seraya bersenyum menyeringai. Karena dia berdiri di belakang Doni, ia mengelus selangkangannya di depanku. Seolah mengejekku atau……menggodaku. Aku Teringat dengan kemaluan besarnya yang sudah memberikan aku kenikmatan. Kubuang pikir

“I-ya, a-anggap saja rumah sendiri ya, jangan sungkan ya Bobby” ucapku mencoba seramah mungkin kepada orang yang kubenci ini. Aku harus tenang dan tegar, agar Doni tidak curiga.

Kemudian mereka berdua pergi kedalam rumah. Sebelum mereka masuk, kudapati Bobby menoleh kebelakang melihat aku yang masih mencuci pakaian. Lalu Ia tersenyum iblis kepadaku, hal itu membuatku bergidik takut.







Dengan adanya Bobby di rumahku, aku menjadi tidak tenang untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Diriku was-was akan hal sesuatu. Namun setidaknya, aku bisa tenang karena akan Doni tidak kenapa-kenapa lagi. Dan juga menurutku, Bobby tidak senekat itu melakukan hal yang gila ketika ada Doni.

Namun sayang dugaanku itu salah.

Ya saat ini, aku sedang di peluk Bobby dari belakang. Dia menyergapku ketika aku sedang mencuci piring. Dari belakang, ia meremas kedua dadaku yang masih terutup daster.

“Nghhhh….Bob….byyyy….” erangku ketika Bobby mengendus tengkukku. Geli rasanya.

“Byyyy….tante mohon….jangan disini, ada Doni, nanti ketahuan” ucapku sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Bobby. Tapi anak muda ini terlalu kuat.

“Bobby pernah bilang apa…..” ucap Bobby dingin di telingaku. Terasa hembusan nafasnya di tengkuk leherku. Aku langsung mengendurkan rontaanku.

“Tante mohon, jangan disini Bob. Tante takut Doni nanti tahu” desakku kepada Bobby.

“Sudah tidak apa-apa, percaya sama Bobby ya” ucap Bobby dengan tenang, namun tetap menakutkan diriku.

Sekilas aku terpikir keselamatan Doni. Mau takut mau aku turuti kemauan dia. Ia pun menuntunku ke kamar mandi ruang tengahku. Bobby langsung menyuruhku bersimpuh di depannya. Aku mengerti apa yang dia mau. Ia mau aku memberikan oral sex.

“Buka Tan” perintah Bobby.

Kupandangi selangkangan Bobby. Seperti kemarin, gundukan di celana jeans itu terlihat besar. Aku buka celana jeansnya berserta celana dalamnya.

Kini wajahku hanya berjarak beberapa centi dari batang penis Bobby yang masih layu, namun tetap lebih besar daripada milik mas Herman ketika sudah ereksi. Diriku masih penasaran mengapa anak seumurnya memiliki kemaluan sebesar ini. Dan juga uratnya bertebaran di sekujur batang penisnya, dan terlihat besar-besar, seperti berotot. Aku tidak yakin apakah aku bisa memasukan semuanya ke dalam mulutku.

Aku mendongak, menatap Bobby dengan iba, berharap belas kasihan.

“Ayo, isep” singkat Bobby. Nampaknya percuma kalau aku menolak. Teringat dengan ucapan Bobby kemarin, lebih baik aku melayani dia. Tanpa membuang waktu lagi, kuraih batang penis Bobby. Terasa panas dan keras, walau masih belum ereksi dengan sempurna. Satu telapak tanganku tidak bisa menutupi lingkaran penis Bobby. Aku ingin segera menuntaskan ini semua dengan cepat, agar Doni tidak curiga.

*Cuuh……Kuludahi batangnya penis. *Clek Clek Clek lalu aku naik turun kedua tanganku mengocok penis Bobby. Sekali aku sertai kocokan dengan gerakan memutar. Urat-urat yang besar itu sangat terasa di telapak tangan.

Lama kelamaan penis semakin tegang. Bobby pun mendesah-desah akibat kocokan tanganku.

“Di isep dong tan” pinta Bobby.

Aku sudah sering memberikan suamiku oral sex. Dan dia selalu memuji kemampuanku dalam memberi BJ. Jadi sudah tidak ada lagi masalah untuk urusan ini, namun kali ini, penis yang akan kumasukan dalam mulutku sangatlah besar.

Kujulurkan lidahku menjilati batang keras ini. Urat-urat besarnya kutelusuri dengan lidahku yang basah. Tak ayal Bobby mengerang enak . Mendengar itu aku malah senang, membuktikan aku bisa memuaskan pria.

Aneh pikirku, harus aku tak menikmati melakukan ini. Namun aku ketagihan menjilati urat-urat besar disekujur kontol Bobby. Lidahku terus mejilati sisi-sisi batang penisnya.

“Ishhh….penismu besar sekali sih Bob” ucapku memujinya, agar dia senang.

“Kontol tan, Kontol” ucap Bobby sedikit marah.

“Iya, iya Kontol deh. Kontol kamu besar banget” ucapku sambil terus mengurut pen…kontolnya dengan kedua tanganku.

“Hehehe suka ya?”

“Iya suka, Eh!” astaga aku secara tidak sadar menjawab seperti itu. Mukaku terasa panas dan merah, malu.

“Kalau gitu, di sepong dong” pintanya.

Tak segan lagu kubuka mulutku lebar-lebar untuk menampung kontolnya. *Happ….mulutku hanya menampung seperempat. Dengan kepala penisnya berada dalam mulutku, kututap sayu mata Bobby. Lidahku menjilat kepala kontolnya besarnya, mengilik lubang kencingnya. Pre-cum Bobby pindah ke lidahku, dan kutelan.

“Ohhh….tante seksi banget sih” ucapku. Upayaku untuk terlihat sensual berhasil. Harus kupertahankan agar dia cepat ejakulasi.

Kumaju mundurkan kepalaku mengocok kemaluan besarnya dengan mulutku. Dengan kepala penisnya berada dalam mulutku, kututap sayu mata Bobby. Sedangkan kedua tanganku mengocok batangnya yang tidak masuk ke dalam mulutku.

Selama menghisap kontol Bobby, aku berkonsentrasi untuk tidak memikirkan Doni dan Mas Herman. Aku tidak ingin rasa bersalah hinggap di benakku. Yang ada di dalam pikiranku adalah memuaskan kontol Bobby dengan cepat.

Tapi aku penasaran, apa yang terjadi kalau Doni tahu, bila mulut ibunya disumpal oleh kontol temannya di rumah sendiri. Membayangkan itu aku bergidik. Entah bergidik ngeri atau terangsang. Sepertinya aku merasakan kedua-duanya. Harus kuakui, selama menghisap kontol besar ini, celana dalamku terasa lembab. Vaginaku mengeluarkan cairannya, kembali ingin dijejali oleh kemaluan besar ini. Aku terlanjur menikmati ini.

Bermenit-menit sudah lewat aku mengoral kontol Ini, terasa semakin besar dan berdenyut kuat. Berarti sebentar lagi kontol ini akan memuntahkan isinya.

“Oghhh aku mau keluaarrr, telen tan, telan pejukuuuu” erang Bobby keras. Lantas kutahan kepala penisnya di dalam mulutku.

“Gila, enak bangetttt…. tannnn… gw keluarrrrr……Oghhhh”.

Terasa dinding tenggorakanku berkali-kali di terpa cairan panas. Aku mengernyit di setiap semburan sperma Bobby di dalam mulutku, menghatam dinding atas mulut. Saking banyaknya, aku harus menelannya. Karena terlalu derasnya sperma Bobby yang keluar, tak ayal ada yang keluar dari mulutku membasahi bibir dan daguku

Aku tidak menyangka, spermanya sangatlah banyak dan begitu kental. Bahkan……Enak. Aku sebenernya jarang menelan sperma mas Herman, bahkan aku terkadang menolaknya. Seumur-umur sperma mas Herman tidak sekental dan tidak sepekat Bobby.

Bobby menarik kontolnya dari mulutku. Dengan naluri aku membersihkan sisa sperma yang tertinggal di sekujur kontol.

“Kamu memang pinter muasin laki-laki tan” ucapnya seraya membelai kepalaku. Aku tersipu mendengar pujiannya.

“Saya nggak nyangka, tante enak juga nyepongnya” ucap Bobby sambil merapikan celananya. Jujur aku senang mendengar pujian itu. Maaf mas Herman, ada lelaki lain yang memuji kehebatan istrimu ini dalam menghisap kelamin.

“Hari ini aku mejuhin mulut tante saja, lain kali aku ngecrot di memek tante lagi ya” ucap Bobby. Aku hanya manggut-manggut saja mendengarnya. Aku sudah pasrah menerima keadaanku ini. Selama Doni tidak kenapa-kenapa, aku serahkan raga ini untuk Bobby. Sampai hamil pun aku terima.

“Oh iya, nanti tolong WA-in nomor rekening tante ya” ucap Bobby.

“Untuk apa ?” tanyaku tidak mengerti.

Dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya senyuman yang kuterima. Apa dia akan melakukan sesuatu….




Setelah bersih-bersih, Aku dan Bobby keluar bersamaan dari kamar mandi. Dan sialnya, aku melihat Doni yang terbelalak kaget melihat kami.

“Loh Ibu sama Bobby habis ngapain di kamar mandi?” ucap Doni yang memergoki kami.

“Eh anu tad-tadi….” ucapku terbata-bata, tidak tahu harus jawab apa-apa. Tidak menyangka akan menjadi begini.

“Tadi kloset kamar mandi loe mampet Don, jadi gw minta tolong sama nyokap lu” jawab Bobby mengelabui temannya. Pintar juga Bobby, menurutku itu alasan yang masuk akal.

“Oalah begitu toh, pantes lame banget gw tungguin dari tadi” ucap anakku kepada Doni. Melihat Doni percaya, aku menjadi tenang.

“Bu, itu di bibir ibu ada cairan putih, itu apaan?” seketika jantungku berhenti. Ternyata sperma Bobby ada yang tertinggal di sela-sela bibirku.

“Oh ini, tadi ibu habis makan kue isi cream” kujawab sambil kuseka sperma Bobby dengan jari. Lalu kumasukan jari tersebut ke dalam mulutku. Kuemut bibirku seolah menggoda anakku kalau aku habis makan sesuatu yang enak.

“Hmmm…. Enakkkkk…tapi sudah habis Don” godaku. Ini terpaksa kulakukan, agar Doni percaya.

“Ih…. Ibu gak bagi-bagi Doni deh, pelit!” rengek anakku.

“Hihihi kapan-kapan ibu beliin deh” ucapku. Kalau saja dia tahu, cream putih ini adalah sperma temannya. Seandainya dia tahu yang kumaksud dengan kue isi cream adalah kontol temannya, lebih tepatnya pembulinya. Dan seandainya dia tahu, saat ini lambung ibunya penuh dengan peju kental temannya. Tapi kalau dia tahu, ia juga harus mengerti, alasan sperma orang yang membulinya ada di dalam tubuhku, yaitu demi melindungi dirinya.

“Dah yuk Don, kita main lagi” ajak Bobby ke Doni. Lalu mereka pergi meninggalkan diriku. Aku tersadar, sejak dari kamar mandi aku selalu menyebut kontol ketimbang penis. Nampaknya aku mulai terbiasa ngomong vulgar di depan orang lain selain dengan mas Herman.

Ada apa dengan diriku. Harus kembali mengingatkan diriku, semua ini kulakukan demi Doni. Aku tidak boleh terbuai.

Kembali aku melanjutkan rutinitasku dengan lambung penuh dengan spe…peju kental Bobby.




Sejak itu aku jadi pemuas nafsu pribadi untuk Bobby. Berkali-kali aku sudah di setebuhi olehnya. Berkali-kali juga aku membohongi Doni. Berbagai alasan kugunakan untuk bertemu dengan Bobby. Awalnya aku merasa bersalah karena terus membohongi anakku, namun kelamaan rasa itu terkikis karena kenikmatan yang diberikan Doni. Akupun sudah tidak merasakan sentuhan mas Herman, karena sudah ada Bobby memberikan.

Di berbagai tempat aku telah menyerahkan tubuhku kepada Doni. Bahkan dia pernah bolos sekolah hanya untuk menyetubuhiku di rumahku sendiri. Seluruh penjuru rumahku menjadi saksi bisu medan tempur aku dengan orang yang membuli anakku. Gilanya aku pernah disetubuhi di kamar anakku dan juga kamarku sendiri, tempat aku dan mas Herman tidur.

Berliter-liter sperma sudah kutelan. Dan juga sudah berkali-kali rahimku diisi oleh sperma yang banyak dan kental itu. Masalah hamil tinggal hanya menunggu waktu saja. Tapi aku masih binggung, gimana caranya aku mengelabui Doni dan Mas Herman terkait kehamilanku kelak.

Bersama Bobby, aku marasakan nikmat persetubuhan yang sesungguhnya. Aku mengutuk diriku sendiri kenapa aku malah menikmatinya, bahkan kadang menanti kehadiran Bobby. Terlebih saking hanyut dalam persetubuhan, berkali-kali aku telah melewatkan panggila telpon dari Doni dan Mas Herman.

Kalau begini terus, lama kelamaan aku semakin lupa tujuanku melakukan ini. Apalagi Mas Herman di perpanjang dinasnya, aku masih tidak mengerti kenapa dia masih tidak bisa pulang.

Tidak hanya menyotor sperma kentalnya ke rahim hangatku, Bobby juga memberikan aku uang dalm jumlah banyak. Itu adalah alasan kenapa dia kemarin meminta rekening kepadaku. Ketika aku tanya kenapa dia memberikan aku uang, padahal aku bukan prostitusi, ia bilang ini untuk keperluanku sehari-hari dan untuk anaknya kelak.
Doni pun menjadi heran, darimana aku mendapat uang tambahan di luar dari pemberian ayahnya. Aku pun berbohong kepada Doni, kubilang aku mendapatkan uang tambahan dari arisan dengan ibu-ibu yang lain. Dan aku meminta kepada Doni untuk merahasiakan ini dari ayahnya. Awalnya Doni tidak mau, tapi ia nurut setelah aku iming-iming dengan uang jajan-jajan lebih.




Minggu pagi, ini aku kembali di panggil oleh Bobby. Tanpa banyak bertanya, aku segera bersiap diri. Hanya dengan memakai kemeja dan celana jeans. Aku bersyukur Bobby tidak pernah memintaku untuk berpakaian yang aneh-aneh, sehingga Doni tidak pernah curiga.

“Ibu mau pergi lagi?” tanya Doni yang terlihat heran. Ia melihatku dengan tatapan yang penuh curiga saat aku hendak pergi di pagi hari.

“Iya sayang, ibu ada arisan” ucapku berbohong.

“Arisan? Arisan lagi bu?”.

“Iya Doni, ibu ada arisan lagi”.

“Kok belakangan ini ibu sering pergi arisan deh” ujar Doni. Anakku sudah mulai curiga dengan alasanku. Hmmm…. Aku harus mencari alasan lain kali.

“Ya mau bagaimana lagi, kan biar ibu bisa bersosial dengan orang-orang”.

“Lagipula hidup ibu kan bukan cuma untuk ngurusin kamu doang” Aku tidak mengerti, kenapa aku berkata seperti itu. Padahal apa yang kulakukan nanti adalah untuk melindungi Doni. Tapi entah kenapa aku menjadi tidak suka kalau di halangi untuk pergi bertemu Bobby, si pembuli anakku sendiri.

Doni pun juga kaget dengan kalimat yang keluar dari mulutku.

“Maaf bu, bukan maksud Doni untuk ngelarang ibu pergi. Tapi sekarang aku jadi kesepian di rumah” Doni terlihat sedih. Rasa sedihpun juga hinggap dalam diriku. Seandainya aku bisa menjelaskan alasan sebenarnya. Meskipun begitu, tujuanku tidak hanya memenuhi janjiku, tapi juga meraih kenikmatan seksual bersama Bobby.

“Terus kalau begitu kenapa kamu nggak pergi saja sama si Rizki, Bambang, dan Adit“ anjurku . Mereka adalah teman-teman Doni sejak SD dan kini mereka semua satu SMA dengan anakku. Aku sengaja tidak menyebutkan Bobby, karena aku tahu dia akan bertemu denganku nanti untuk bertempur birahi.

“Bisa saja sih Bu….. tapi semuanya pada sibuk” ucap anakku sedih.

“Ohhh begituu…. Ya sudah kamu main saja di rumah ya nak”.

“Iya bu, hati-hati di jalan ya bu” katanya khawatir padaku.

“Iya nak….. Ibu pergi dulu” *Cup…kucium pipi anakku, lalu mengelusnya. ‘Tunggu di rumah ya nak, biar ibu mengarungi nikmat duniawi dulu demi kamu’ ucapku dalam hati seraya mengelus kedua pipi Doni.

Dengan rasa berat aku tinggalkan Doni di rumah. Maaf nak, ibu terpaksa pergi, ini semua demi kamu. Awalnya aku berpikir itu, tapi benarkah aku melakukan semua ini demi Doni saja? Belakangan ini rasa terpaksa hanya dibuat-buat olehku. Yang ada rasa bersalah kepada orang-orang kusayangi semakin pudar.




Dengan ojek online, sampailah aku di rumah kosong tua yang menjadi tempat pertama kali aku di perkos@ oleh Bobby. Masuk kedalam, disana aku melihat Bobby yang sudah menunggu.

“Tumben lama” tanya Bobby dingin. Aku takut dia marah.

“Maaf Bob, tadi tante ketahan dulu sama Doni” alasanku.

“Ohhh begitu….. Kenapa? Dia mulai curiga ya?”.

“He-eh” singkatku.

“Saya pikir dia anak yang bodoh” ucap Bobby dengan santainya. Aku jengah mendengar Doni di ejek.

“Bobby ingat janji kamu. Kamu tidak boleh menyakiti Doni lagi, termasuk menghina dia” ucapku dengan tegas. Meski terkadang lupa dengan tujuanku menyerahkan tubuhku, setidaknya aku masih bisa mempertahankan harga diri Doni.

“Ya-ya” jawab dia dengan nada menyebalkan. Pemuda itu menghampiriku, langsung menciumku. Dia mencumbuiku dengan buas, akupun juga membalasnya. Sekarang aku dan pembuli anakku terlibat cumbuan yang panas. Aku hanyut dalam permainan ini.

“Oh ya tan, hari ini nggak cuma muasin aku ya” ucap dia setelah melepaskan bibirnya dari bibirku.

“Hah? Maksudmu?” tanyaku tidak mengerti.

“Ayo masuk sini semuanya” teriak Bobby.

Lalu pintu rumah ini terbuka, lalu tiga orang pemuda masuk. Aku kenal dengan mereka semua. Mereka berempat adalah teman sekolah anakku. Mereka adalah Rizki, Bambang, dan Adit. Mereka bertiga sering main kerumahku.

Mereka masuk mendekati aku dan Bobby, menatap tubuhku dengan lapar. Kini ada empat pria dan satu wanita dalam ruangan ini.

“Halo tante Ana" sapa Rizki sambil cenggesan. Aku bergidik ngeri, tahu apa yang akan terjadi nanti.

“Hehehe, halo tan lama gak ketemu nih kita” aapa Adit seraya cengesan yang membuat diriku jijik. Yang lain pun juga sama, tersenyum menjijikan.

“Ka-kalian…..”

“Kenapa ada disini?!” pertanyaan yang bodoh menurutku.

“Masa tante pakai nanya sih hehehe” kali ini Bambang yang berbicara.

“Apa-apaan ini? Perjanjiannya kan tante cuma hanya melayani kamu, Bobby” ucapku dengan nada tinggi, tidak senang dengan kehadiran orang-orang itu.

Mendengar aku ngomel, raut muka Bobby langsung berubah menjadi dingin. Terasa aura yang sangat mengerikan keluar dari pembuli anakku. Tatkala rasa takut hinggap pada diriku. Perawakannya terus mengingatkan diriku, bahwa ini kulakukan demi Doni. Aku tidak berani lagi protes. Kukubur dalam-dalam niat melawankku.

Tampaknya hari ini akan menjadi pertama kalinya melakukan seks dengan lebih dari satu pria. Tak kusangka masalahku menjadi runyam begini. Melakukannya dengan Bobby saja sudah salah, sekarang menambah beberapa orang lagi yang akan menyetubuhiku. Parahnya orang-orang itu adalah teman-teman anakku sendiri.

“Silahkan dinikmati” ucap Bobby dengan santainya mempersilahkan bocah-bocah ini untuk menyetubuhiku.

Mendengar lampu hijau dari Bobby, teman-teman Doni menghampiri diriku. Teman? Pantaskah mereka disebut sebagai seorang teman. Semuanya memutari diriku, dengan tatapan mereka menelanjangi diriku. Pemuda-pemuda ini bagai sekumpulan serigala yang mengitari mangsanya. Dan aku adalah mangsanya yang akan segera diterkam mereka.

Salah satu dari membuka suara. “Sudah dari dulu gw penasaran sama body tante Ana” ujar Rizki sambil terus memutari tubuhkuku.

“Sama Bro, sejak SD malahan” ujar Adit.

“Gw juga” seru Bambang tidak mau kalah dengan yang lain.

“Kenapa kalian tega melakukan ini semua? Tante ini ibu teman kalianlah loh” ucapku dengan suara parau.

“Bukankah kalian temannya Doni?” lanjutku dengan wajah yang sedih dan kecewa.

“Ya memang kami temannya, tentunya kami bukan manusia bodoh untuk menolak tubuhmu tante” kali ini Bambang yang menjawab, dari mereka berempat dia yang paling gemuk.

“Jadi kamu memilih untuk mengkhianati Doni, temanmu sendiri demi tubuh tante?”

“Apapun akan kami lakukan demi meniduri tante” ujar Adit dengan yakin.

Ohhh Doni, kamu memang salah memilih teman. Akibatnya, sekarang teman-temanmu ini akan merasakan tubuh ibu kandungmu.

Mereka semua berhenti memutari diriku. Dan kini mereka memepet diriku, sehingga aku tepat di tengah-tengah mereka. Kulihat Bobby hanya duduk di kursi sambil menonton diriku di lecehkan.

Dalam hatiku berpikir, lebih baik menikmati ini daripada terus dipaksakan. Setidaknya aku akan merasakan nikmat dan tidak tersiksa. Dan tidak lupa, sekaligus melindungi Doni. Maaf mas Herman, istrimu akan menjajakan tubuhnya kepada para ABG ini. Maaf mas, aku akan bersenang-senang dulu, kamu sih nggak pulang-pulang.

*Plak…..”Akhhhh….sakittt” pekikku kaget sekaligus kesakitan, ketika seseorang menampar pantatku.

“Gila ni pantat semok bet” ucap Rizki. Ternyata dia yang baru saja menampar pantatku. Setelah itu seluruh bagian tubuhku menjadi bulan-bulanan mereka. Seluruh bagian sensitifku di raba-raba oleh mereka. Buah dadaku, di remas-remas gemas oleh mereka. Pantatku di remas dan di tampar gemas oleh mereka.

“Kalau gw sih dari dulu penasaran sama tokednya” ucap Bambang yang dengan kedua tangannya sedang meremas kedua bongkahan dadaku yang masih berada di balik kemeja.

Walau terkadang aku suka lupa diri apabila bersenggama dengna Bobby, kali ini aku belum siap di garap beramai-ramai. Namun dirangsang terus oleh teman-teman anakku, lama kelamaan malah membuatku jadi terangsang hebat. Meski hatiku menolak, tapi tubuh tak bisa berbohong. Cairan wanitaku merembes ke celana dalam, membuat lembab area selangkanganku.

“Ayo tante, buka dong bajunya. Tapi yang seksi ya” pinta salah satu dari mereka. Mendengar itu aku hanya bisa menghela nafas. Kuturuti saja permintaan mereka, kubuka kemejaku yang sudah acak-acakan akibat ulah mereka.

Secara pelan kulepaskan kancing-kancing kemejaku. Sambil melakukan itu, kutatap mereka dengan seduktif. Kugigit bibir bawahku, memancing birahi mereka. Wajah para ABG itu terihat sumringah kala aku berlagak sensual.

“Ohhhhh tanteeee, dari dulu saya mengagumi tanteee” ucap Adit yang semakin bernafsu saat melihat membuka kemaja dengan pelan.

“Tahu gak tan? Tante Ana kan sering jadi bacol kami loh, Hehehe” tawa bambang.

“Engghh….Bacol?” aku tidak mengerti dengan kata itu.

“Bahan coli tan” jawab Rizki. Mendengar jawabanya, aku hanya bisa menghela nafas. Tapi aku tersanjung, ternyata masih banyak yang tertarik denganku.

Kini terpampanglah bongkahan dadaku yang masih berada dibalik BH-ku. Kuturunkan cup Bh-ku, memperlihat buah dadaku dengan putingnya yang sudah tegak ngacung. Para ABG itu terlihat semakin mupeng. Teman-teman Doni memuji payudaraku yang masih kencang meski aku sudah tidak muda lagi. Senang aku mendengarnya. Aku meremas kedua payudaraku dengan lemas, sambil terus menggigit bibir bawahku dengan sensual.

Ketika mereka hendak maju, aku langsung berkata “Eits tunggu dulu….”. Ucapanku itu menghentikan mereka. Kuturun reseleting rok-ku yang ada dibelakang. Lalu kuturunkan rok-ku dengan perlahan. Pelan namun pasti celana dalamku yang basah berangsur-angur terpampang. Begitu juga dengan pahaku yang montok.

Aku sekarang hanya memakai pakaian dalam saja. Empat pria di dalam ruangan ini menatap tubuh dengan sangat bernafsu.

“Ohhh gila…tante seksi banget” puji Rizki.

“Don, maaf nyokap lu bakal gw entot sepuasnya” ucap Mambang. Sedangkan Adit hanya diam saja.

“Nah silahkan nikmatin tubuh tante, kasih tante kenikmatan yaaaa” ucapku sensual. Aku sendiri tak sabar merengkuh nikmat dengan para ABG ini.

Rizki langsung maju dan melumat bibirku dengan nafsu, lidahnya bermain didalam mulutku. Meski tidak sehebat Bobby, aku cukup menikmati cumbuanku dengan Rizki. Air liur berhamburan keluar dari mulut, membasahi dadaku yang terpampang bebas dan masih disangga oleh Cup bh-ku.

Terasa telapak besar meremas dadaku. Pasti si Bambang pikirku. Si gemuk memelukku dari belakang dan meremas dadaku dari belakang. Ia mainkan kedua puting kerasku, ditarik, dicubit, dan dipelintir nikmat. Ia juga menciumi tengkuk, terasa geli dan nikmat.

Sedangkan Adit kesamping tubuhku dan menggapai selangkanganku dengan tangannya. Ia raba-raba vaginaku yang masih tertutup celana dalam, namun sudah basah. Kulihat Bobby hanya menonton teman-temannya sambil ngelus-elus selangkangan sendiri. Siapapun pasti terheran melihat seorang wanita berumur sedang digumuli oleh abg-abg. Tak hanya heran, tapi juga pasti terangsang.

Desahan merdu nan seksi keluar dari mulutku, menikmati perbuatan mereka pada tubuhku. Tubuhku dirangsang sedemikian rupa, aku menjadi lupa daratan. Habis sudah diriku, tak lagi punya harga diri.

“Perasaan tadi tante ogah-ogahan loh, kok sekarang mendesah-desah keenakan hehehe” ucap teman Doni yang menyadari dengan perubuhanku, sekaligus menyindirku.

“Dia memang dasarnya binal, lama gak di belai sama suaminya hahahaha” tawa Bobby yang masih duduk. Aku tidak peduli dengan omongannya, karena ia ada benarnya. Meski diriku tetap bersikukuh kalau semua ini terjadi demi melindungi Doni, namun sayangnya kini tidak begitu lagi. Sekarang aku mengejar kenikmatan duniawi.

“Hihihi iyah ni….suami tante lama nggak pulang-pulang” ucapku centil.

“Suaminya kerja, ini tante malah selingkuh sama teman-teman anaknya, hahaha” ujar Rizki.

“Hihihihi” aku hanya tertawa mendengar penuturunnya.

“Ok,kalau begitu saatnya tante sepongin kontol-kontol kita” ucap Adit.

Aku lepaskan sisa pakaian dalam yang masih menempel pada tubuhku. Setelah itu aku berlutut di depan mereka. Aku sendiri sudah tidak sabar untuk menghisap kontol-kontol abg ini. Diriku penasaran dengan ukuran dan bentuk kontol mereka. Kuperhatikan selangkangan mereka sudah mengelembung semua.

Kudekati diriku ke selangkangan Rizki. “Bukain dong tante Ana” perintahnya kepada. Aku tersenyum manis mendengar permintaan itu.

Kubuka celana jeans Rizki, sekaligus celana dalam. Kini kepala kontol Rizki hanya beberapa centi dari mulutku. Lantas kukecup kepala kontol itu, lalu aku tersenyum hangat kepada empunya.

Lalu aku bergeser ke teman Doni yang lain. Sehingga lainnya juga menerima perlakuan yang sama dengan Rizki. Sekarang diriku ku dikelilingi oleh kontol remaja yang sudah ereksi dengan kerasnya. Kuamati dengan seksama, tak ada yang sehebat kepunyaan Bobby. Namun semuanya berukuran lebih besar dari milik mas Herman. Maaf mas, kamu kalah hebat dengan abg-abg ini.

Kututapi dengan lekat kontol-kontol yang mengelilingi diriku, kubasahi bibirku lidah tanda sabar menyepong.

Ternyata Bobby sadar dengan hal itu “Sudah gak sabar nyepong ya tan?”.

Kuraih kontol bambang yang gemuk, dan langsung melahap rakus. Seperti orangnya, kontolnya paling lebar diameternya ketimbang milik temannya. Kedua tanganku kuletakan di kedua paha Bambang yang besar. Pahanya kugunakan sebagai tumpuan.

*Slurp Slurp Slurp Slurp

“Oshs…***k nyangka gw, kita bagal nge-gangbang nyokap Doni” erang bambang ketika aku menghisapi kontolnya dengan rakus. Aku nikmati kontol yang berada dalam mulutku ini.

“Tan kontol aku jangan di anggurin dong” protes Rizki.

“Ehhmm…hiya(iya).....*Slrup...swihih(sini)….” jawabku dengan mulut masih penuh dengan kontol bambang.

“Punyaku juga tan, kocokin dong” Adit juga protes, karena aku terlalu asik dengan satu kontol saja.

Mereka mengarahkan aku untuk mengocoki kontol yang sedang nganggur. Maklum ini kali pertama aku melakukan seks dengan 3 laki-laki sekaligus. Ketika mulutku menghisap satu kontol, maka tanganku akan mengocoki kedua kontol yang lain. Dengan rakus aku sepong kontol teman-teman Doni.

Cukup lama aku menghisap ketiga kontol teman Doni ini. Semua kemaluan mereka sudah sangat basah karena air liurku. Tubuhku juga tetap di sama oleh mereka.

“Gw gak sabar pengen entotin ni lonte” ucap Bambang tidak sabar.

“Sama Bro” ucap Rizki.

“Jangan ada yang crot di dalam memek lonte satu ini” sergah Bobby.

“Kenapa memangnya Bob?” tanya Adit.

“Tanya saja sama lonte ini” ucap Bobby.

“Tante pengen hamil anaknya Bobby” lirihku. Bukan pengen tapi aku terpaksa harus hamil oleh benih-benih Bobby. Walau menikmati seks ini, tapi kalau hamil aku masih tidak siap.

*Klontang….tang….Bruk…

Kami semua di kagetkan dengan bunyi barang jatuh yang terdengar sangat nyaring. Sepertinya sumber bunyinya berada di balik jendela ruangan ini. Pengintip kah?.

“Rizki, Bambang coba cek keluar, ada siapa disana” perintah Bobby. Dan kedua ABG itu menurut, layaknya mereka adalah kacung dan Bobby adalah rajanya.

“Bos Bos, lihat nih ada siapa” kulihat mereka berdua sedang menyeret seseorang. Ternyata benar dugaanku, ada yang mengintip dari tadi.

Ketika aku melihat orang itu, aku menutup mulutku dengan kedua tanganku dan kedua mataku terbelalak lebar….

Doni…

Itu Doni anakku…..

Kenapa dia disini.

“Do-Doni…. Kamu ngapain disini?”

“A-aku tadi ngikutin ibu……” lirih Doni menjawabku. Aku langsung berdiri dan mengambil pakainku untuk menutupi diriku dari Doni.

“Kenapa?” tanyaku.

“Aku penasaran ibu selama ini pergi kemana, jadi Doni diem-diem ikutin Ibu” jawab Doni sambil menunduk, tidak berani menatap diriku.

“Lihat bos, dia nganceng loh hahahahah” ucap Rizki. Kulihat ada gundukan di balik celana Doni. Ternyata dia terangsang melihat aku, ibunya sendiri.

“Hmmmm, menarik. Gw nggak nyangka bakal ada Doni. Ok, iket dia di kursi” perintah Bobby. Rizki dan Bambang mengikat doni di kursi kantoran yang sudah usang itu.

“Bobby tante mohon, jangan sakiti Doni. Kamu sudah janji sama tante”. Aku memohon sambil memeluk kaki Bobby. Tapi si pembuli tidak bergeming mendengar ucapanku.

“Ja-janji apa bu?” Doni tergagap bertanya kepadaku.

“Ibu…..” ucapku mengantung, tidak yakin apakah harus memberitahu Doni yang sebenarnya.

“Jawab anakmu LONTE!” hardik Bobby dengan keras.

“Demi melindungi kamu……. Ibu harus menjadi budak seks untuk Bobby dan juga hamil olehnya” ucapku pelan. Doni kaget dengan ucapan yang keluar dari mulutku. Ia menatapku dengan pandangan yang menandakan tidak percaya.

“Ibu kenapa mau melakukan itu semua? Ibu tidak perlu melakukan hal seperti untuk Doni” panjang Doni dengan tatapan tidak percaya.

“Ibu tidak mau kamu kenapa-kenapa nak, jadinya ibu serahkan tubuh ibu untuk Bobby”. Doni hanya terdiam mendengar jawabanku. Aku yakin saat ini pikirannya sangatlah kacau.

“Denger tuh nyokap lu bilang apa, ibu lu berkorban demi lu. Dan sekarang lu harus nonton nyokap lu di entotin sama kita-kita” ucap Bobby yang membuatku terperangah kaget. Astaga….. Aku akan melakukan seks di depan anakku sendiri.

“Plis Bobby, ini juga bukan dari perjanjian, tante gak mau disetubuhi di depan Doni” mohonku.

“Kalau begitu…..” Bobby menghampiri Doni yang terikat di atas kursi, Ia mengepalkan tangannya.

*Bugh….”Arghhhh……” Doni mengerang sakit. Bobby memukul keras anakku tepat di perutnya.

“Stopppp….plisss jangan pukul Doni….” teriakku, setitik air mata mengalir kepipiku. Tak tega melihat anak kandungku kesakitan.

“Aku bisa melakukan lebih dari sekedar pukulan….” ancam Bobby sambil menatapku dengan amarah. Aku tahu yang dia maksud, Bobby tak segan-segan untuk membunuh Doni. Aku tidak mengerti mengapa ada orang sejahat itu dunia ini.

“Ba-baik tante akan melakukannya…..” lirihku.

“Bagus….. Ok lanjutin lagi” perintah Bobby kepada yang lain.

Adit menyodorkan penisnya ke mulutku. Kulirik anak semata wayangku yang terikat “Maaf nak, ini semua demi kamu”

*Hap…..

Kuhisap penis Adit dengan pelan. Seperti tadi tanganku mengocok penis yang tidak ada berada dalam mulutku.

“Bu-Buuu hentikan, jangan lagiii” mohon Doni kepadaku untuk tidak lagi mengoral penis temannya. Aku tidak hiraukan permohonan Doni. Maaf nak, ibu harus tetap melakukannya. Lantas aku terus memaju mundurkan kepalaku, mengocok penis Rizki dalam mulutku.

“Buuuuu….Ibuuu…..stop…..plissss” teriak Doni berharapaku berhenti.

“Elah ni bocah berisik banget sih, gw sumpel aja ya mulutnya” usul Rizki. Bobby mengangguk setuju. Ia mencabut penisnya dari mulutku dan berjalan menuju Doni.

“Lihat nih Don, kontol gw basah sama ludah nyokap loe”.

Kulihat Rizki memamerkan penisnya yang basah dengan air liurku, ke muka Doni. Teman macam apa sih dia, menghina temannya sendiri.

“Rizki…. Lu kenapa tega sama gw? Itu nyokap gw Riz, itu nyokap gw….” parau Doni ke temannya.

“Sorry sob, tubuhnya nyokap lu terlalu istimewa untuk di lewatkan, lagipula gw gak berani ngelawan Bobby Don” ujar Rizki ke anakku.

“Set….” Doni tidak mampu menyelesaikan ucapannya, karena keburu tersumpal mulutnya dengan baju bekas. Ia meronta-ronta, namun sia-sia saja.

Aku tidak tega melihat, keadaan Doni, tapi apalah daya yang bisa kulakukan. Saat ini yang bisa kulakukan adalah menuntaskan hasrat para bajingan yang disebut teman oleh Doni. Kini aku fokus untuk memuaskan penis-penis yang ada dengan mulutku. Suara basah pun menggema di ruangan ini, terdengar menggairakan dan merdu bagi siapapin yang mendengarnya.

“Ohhhh….Donnn….sepongan nyokap loe enakkkk bangettt” erang Bambang ketika giliran penis dia yang kulumat. Dengan begitu, penis Rizki dan Adit yang aku urut dengan tanganku.

Di depan Doni, aku Silih berganti memanjakan penis teman-temannya. Aku merasa bersalah sekaligus terangsang. Vaginaku menesteskan lendir lengketnya ke lantai dimana aku sedang besimpuh.

Dengan sebuah masih penis dalam mulutku, kulirik Doni. Tak lagi meronta, ia hanya menatapku dengan nafas memburu. Kulihat tersirat ada rasa marah sekaligus cemburu.

“Su-sudah tan, gw gak mau keluar sekarang” pinta Rizki. Ia menuntun tubuhku untuk berdiri tidak jauh dari Doni sekaligus menghadap anakku. Kemudian Rizki barangkan dirinya sendiri di lantai.

“Tan, duduk di muka aku sini” pintanya.

Aku kangkangi kepalanya, kemudian aku turun tubuhku. Dengan sesekali menatap ke Doni, aku memposisikan mulut vaginaku, di atas mulut Rizki persis.

Ketika sudah berada dalam jangkauannya, lidah Rizki langsung menjilat kemaluanku. “Ohhhh…..” desahku panjang, merasakan nikmat jilatan Rizki. Agar tidak terjungkal, kugunakan penis Bambang dan Adit sebagai pegangan. Aku terus mendesah-desah disetiap jilatan dan lumatan Rizki di lubang cintaku. Mataku merem-melek nikmat karena jilatan Rizki di kemaluanku.

“Hahahaha liat dong, nyokap lu keenaakan di jilmet sama Rizki” ledek Bambang.

Payudaraku diremas oleh Adit dan Bambang. Kedua putingku juga tidak luput dari kejahilan mereka. Sekuat apapun aku menahan rasa birahi, tubuhku tidak bisa diajak kerjasama. Terus menerus cairan vaginaku keluar tumpah meruah yang langsung diminum Rizki.

Kulihat Doni ereksi melihatku di kerjai oleh temannya. Kullihat cairan mazinya merembes keluar celananya. Anakku sendiri, terangsang ketika ibunya sedang di cabuli oleh temannya. Terlintas dalam pikiranku, apakah aku lepas saja dari perasaan bersalah ini, dan menikmati ini semua. Toh aku berbuat ini demi dia juga kok.

Yah…..aku akan bebaskan diriku….

“Doni…..okhhh….sayangggg” desahku manja, memanas-manasi Doni.

“Tan sepongin lagi dong” minta Adit. Kembali kontol Adit kumasukan ke mulutku. Kini dengan perlahan kuhisap penis Adit. Sesekali lidahku menjulurkan keluar menjilat kepala penis dan lubang kencing Adit. Benang cairan precum menjuntai dari lubang kecing adit dan lidahku.

Puas memanjakan Adit, giliran Bambang. Teman Doni yang gemuk ini, mendesah-mendesah keenakan saat aku melayani dirinya.

Sekarang aku bergantian menghisapi penis-penis anak muda ini, dengan Rizki dibawah sana, menikmati vaginaku. Berkali-kali aku berpandangan kepada Doni, menggodanya.

Rizki mendorong pinggungku mundur, membuatku melepaskan hisapan dan kocokan tanganku pada kontol bambang dan Rizki. Sekarang selangkanganku persis di atas kontol Rizki yang mengacung keras. Aku menduduki penis Rizki. Dengan inisiatif sendiri, aku meggesek penis rizki yang terhimpit diantara bibir memekku yang basah.

“Ohhhh….tante” erang Rizki.

Tak tahan lagi, ku angkat tubuhku sedikit dan meraih penis Rizki. Kemudian aku posisikan kepala penis Rizki di gerbang nikmatku yang sudah basah bagai banjur. Ketika sudah pas, aku turun tubuhku. Penis Rizki melesak masuk, memenuhi lerung nikmatku.

“Ahhhhh…..enakkk” desahku.

“Nghh….ngentotttt” erang Rizki.

Aku dan pemuda ini mendesah bersamaan, ketika kemaluan kami bertemu. Kudiam diriku merasapi rasa penis yang baru pertama kali masuk kedalam tubuhku.Dalam hati kuberkata ‘Maaf mas Herman, sekarang nambah kontol lagi yang sudah masuk kedalam tubuhku’.

Sambil menatap Doni, aku berkata “Doni…. kontol rizki didalam memek Ibu…..nhghhh”. Doni menggeliat di kursinya.

Dengan bertumbu pada Dada Rizki, aku menaik turunkan tubuhku. Rasa nikmat menjalar keseluruh tubuhku.

“Ah…Ah…Ah…kontol kamu enak”.

“Memek tante juga enak….Oghhh” balas Rizki.

Bambang di kanan dan Adit dikiri, kembali menyodorkan penis mereka ke wajahku. Tanpa di perintah aku hisap kedua penis remaja ini, sambil terus menaik turunkan tubuhku di atas Rizki.

“Don…Donnnii….mama….ngentot samaa temannn kamu….” ucapku di sela-sela menghisap penis Bambang dan Adit.

Tiba-tiba aku lihat tubuh Doni yang terikat itu bergetar hebat, ada cairan putih merembes keluar dari dalam celananya.

Astaga, anakku mengeluarkan spermanya……

“Hahahaha” tawa teman-teman Doni melihat dia klimaks tanpa disentuh penisnya.

“Haha dia malah ngecrot” ucap Bambang sambil terus tertawa sambil memegangi perut besarnya.

“Masa ibu lo di perkosa lu ngecrot sih” sindir Adit. Bambang dan Adit terus mengejek Doni yang masih terkulai lemas. Doni hanya bisa memejamkan matanya. Nafasnya berat.

"Sayangku, Doni kamu suka ya mama di perkos@ sama teman-temanmu" tanyaku yang tetap memegang kontol Bambang dan Adit, dan Kontol Rizki yang masih berada dalam diriku.

Doni membuka matanya, melihat ke arahku. Dia menggeleng tanda tidak setuju dengan kata-kataku barusan.

"Terussss sayang…..ahhhh…., kenapa kamu keluarin peju?" aku bertanya lagi di sela-sela menaik turunkan tubuhku. Doni hanya diam, tak bisa mengelak. Ia mebuang muka, tidak berani melihatku.

Karena tak ada jawaban dari Doni, aku menggenjot penis Rizki yang masih ada di Vaginaku dengan buas. Mengejar puncak kenikmatan sendiri. Desahan kembali keluar dari mulutku. Diriku tak lagi malu untuk mengekspresikan kenikmatan yang kurasa.

“Eh tante Ana mah sudah nggak di perkosa lagi kali, wong nih lonte aja mendesah-desah keenakan terus" ucap Bambang yang sadar dengan perubahanku.

"Iyaahhh, ahh…. habis kalian…..ah….. ngentotin tante enak bangeettt".

Sensasi disetubuhi sambil di tonton oleh anakku sendiri, membuat birahi semakin tak-tertahankan. Tak lama, aku mendapatkan orgasme perdanaku bersama teman anakku, dan gilanya aku meraihnya di depan anakku sendiri.

"Ouhhh…iyahhhh...aku…dapettt" jeritku merasakan orgasme. Vaginaku menyemprotkan cairan hangatnya, mengguyur Penis Rizki.

"Gilaaaa bro kontol gw disemprot…Ohhhh…Fuckkkk gw mau keluarrr" erang Rizki. Mendengar itu aku langsung berdiri, melepaskan tautan penis Rizki di liang cintaku. Rizki langsung berdiri, sambil mengocoki penisnya yang basah karena cairan orgasmeku dengan cepat.

"Hh…hh…hh….” nafasku berat setelah mendapatkan orgasme.

“Tannnnn bukaaa mulutnyaaa….Oghhhh” perintah Rizki. Aku langsung berlutut dan membuka mulutku lebar-lebar untuk menampung lahar panasnya. Tak lupa kujulurkan lidahku.

*Crot Crot Crot…. Rizki menembaki mulutku dengan peju remajanya. Beberapa semprotan masuk kedalam mulutku, ada yang jatuh kelidah dan ada yang juga tumpah ke bibirku. Dengan jari kuseka peju di bibirku dan kumasukan kedalam mulutku, menambah peju yang sudah tertampung. Kumasukan kontol Rizki ke dalam mulutku, aku mengempotkan mulutku untuk menyedot sisa peju yang ada.

Di depan Doni, Aku mengenyam-enyam sperma kental milik temannya, Lalu menelannya habis tanpa. Kubuka mulutku lebar, bagai memberitahu Doni kalau aku menelan habis sperma temannya.

“Phuahhh……hmmmm…..enakkk” godaku ke Doni.

Aku pegang kedua paha Doni “Anakku sayang….kamu tonton mama main sama temen-teman kamu ya……”

“Nikmatin ya sayang……. ini semua juga demi kamu” ucapku pelan, berharap dia mengerti.

“Ayo tan sekarang giliran aku yang ngentotin tante” ucap Bambang tak sabar. Tanpa memberi aku jeda untuk istirahat. Bambang memintaku menungging di lantai dengan posisi merangkak, pemuda gemuk pegang kedua pinggulku.

“Nghhhh….Bambangggg….” aku mengeram ketika kepala penis bambang melesak masuk. Terasa batangnya yang lebar menyeruak masuk melebarkan lubang vaginaku. Punya dia memang tidak sepanjang dan berurat seperti milik Bobby.

Namun rasanya cukup enak, bahkan lebih enak dari punyanya mas Herman. Dari semua penis yang telah kucoba, semuanya lebih enak dari mas Herman. Maafkan aku mas, aku berperikiran seperti itu. Tapi itulah kenyataannya, penis para anak muda ini lebih enak dan hebat dari milikmu.

“Oghhh… gila memek tante Ana sempit banget, becek-becek anget ohhh” ucap Bambang, yang langsung mengempur diriku. Pantatku diremas-remasnya gemas, bahkan di tampar-tamparnya hingga meraj.

“Bersihin dong Tan” pinta Rizki menyodorkan penis setengah ereksinya yang basah dengan lendir orgasmeku. Tidak jijik, kubersihkan penisnya. Aku sudah sering melakukanya dengan Bobby. Dalam mulutku terasa penisnya Rizki kembali mengeras lagi.

“Eh tot!, gantian napa” hardik Adit kepada Rizki yang sedang menikmati proses pembersihan kelaminnya.

“Iye-iye sabar nape, nih kontol gw lagi di bersihin dulu” Ucap Rizki.

Rizki kemudian menyingkir, memberikan kesempatan kepada Adit. Dengan tak sabar, Adit menghujam mulutku dengan brutal. Hingga kini kedua lubangku di dihujam oleh dua penis remaja yang merupakan teman-teman anakku. Doni kembali memperhatikan diriku bersubuh dengan temannya.

Tak lagi kupedulikan perasaan Doni, sekarang isi kepalaku hanya memuaskan mereka dan juga diriku. Lantas aku mengerang-mengerang keenakan akibat hentakan penis Bambang di dalam vaginaku.

Beberapa menit, aku merasakan penis bambang berkedut-kedut dalam lubang vaginaku. Kemudian Bambang mengerang hebat “Ohh tanteeee….”. Bambang mencabut penis dari jepitan lubang vaginaku. Ia menembakan spermanya panas di pantatku.

“Ohhhh…shhhhh” desisku merasakan sperma yang tumpah di pantatku, terasa panas dan banyak sekali. Kuseka ceceran sperma yang berada di pantatku, lalu seperti tadi, aku habiskan sperma Bambang.

Aku sedikit kecewa karena tidak dapat orgasme dari genjotan Bambang. Namun tak apa pikirku, masih ada Adit dan Bobby yang belum menyetubuhiku.

“Aku nggak nyangka, ternyata tante demen peju hak…hak…hak….” ucap Rizki yang melihatku terus menyeka sperma Bambang yang tercecer di pantatku.

“Hihihi soalnya kata orang-orang, peju anak muda katanya bikin awet muda” ujarku centil, sambil terus mengemuti sperma yang terseka dengan jariku. Sejak menjadi budak seks Bobby, aku jadi terbiasa meminum peju. Jadi tak hanya vaginaku yang menampung benih pembuat anak, tapi juga lambungku melalui kerongkongan.

“Lihat don, nyokap elu suka peju gw hahaha” ledek Bambang sambil memegangi perutnya yang besar. Huh, nih anak banyak gaya, tapi mainnya bentar doang.

Doni menggeliat di kursinya, terlihat raut wajahnya yang penuh dengan amarah kepada Bambang. Maaf sayang, kamu harus bersabar ya. Biarkanlah ibumu ini disenggamai sama temanmu.

“Sini Bambang, tante bersihiin kontol kamu“ tawarku kepada Bambang, yang pasti tak akan di tolaknya. Lantas aku membersihkan penis gemuknya dengan mulutku.

“Ayo tan, sekarang sama aku” ajak Adit yang terus mengocoki kontolnya sendiri agar tidak layu.

“Tapi di ranjang itu aja ya, tante sudah agak capek” tunjuk ke ranjang yang sudah usang itu. Ia mengganguk. Lantas mereka menyiapkan ranjang yang akan menjadi medan tempur selanjutnya.

Kulihat Bobby masih hanya terduduk di kursi santainya, ia terlihat mengusap-ngusap selangkangannnya. Jujur, aku tak sabar untuk kembali merasakan kontolnya yang perkasa itu. Ia tersenyum lebar, ketika mendapatiku mengamatinya. Aku pun membuang mukaku, malu karena ketahuan memandangi selangkangannya.

Ketika ranjang sudah siap, aku berbaring disana. Dengan tergesa-gesa Adit memposisikan dirinya di antara kedua kakiku. Ia tekuk kedua kakiku dan di dorongkan ke dadaku. Hingga vaginaku yang basah merekah terpampang, menggodanya.

“Okhhh…Dit” desahku geli, ketika Adit menggesekan kepala penis di belahan vaginaku yang basah. Teman Doni ini juga memukul klitorisku dengan kepala penisnya.

“Sempit bangat tan” ucap Adit. Dengan susah payah ia terus mendorong masuk penis yang berukuran lumayan itu ke celah sempitku. Dari ketiga temannya, kepala kontolnya paling besar.

“Ohhh…..ditttt….pala kontol kamu gedeee bangettt” erangku enak, ketika liang vaginaku kembali disesaki dengan batang penis yang keras. Ini adalah penis kelima yang berhasil masuk kedalam memeku, yang semestinya hanya penis mas Herman yang boleh memasukinya.

Tanpa membuang waktu lagi, Adit langsung menggerakan pinggulnya, menghujam diriku dengan cepat. Ia mainkan kedua payudaraku. Kujulurkan tanganku menyentuh klitorisku. Kumain biji kelentitku sendiri dengan jari-jariku, menambah rasa nikmat.

Bambang dan Rizki berlutut di sebelah kepalaku. Mereka kembali menjejalkan mulutku dengan batang penis mereka. Rizki menepis tangan Adit yang sedang menggengam buah dadaku yang kiri. Kemudian ia menunduk, memasukan seluruh permukaan payudara kiriku kedalam mulutnya. Aku mengerang geli ketika puting kiri dan areolaku dijilatnya. Putingku dimainkan oleh lidahnya.

"Nghhh….ahhh….ngh…." Mulutku yang disumpal oleh Bambang, maka hanya desahan-desahan yang tertahan terdengar.

Selama 10 menit aku digempur oleh Adit, diriku merasakan orgasme untuk kedua kalinya hari ini. Tubuhku bergetar-hebat, vaginaku berkedut-keduut memuncratkan cairan orgasmenya. Adit semakin beringas menyetubuhiku.

“Anjinggg…..gw…. Ngecrottt!” teriak Adit saat meraih puncaknya.

“DIT, Jangan di dalam!” teriak Bobby, mengingatkan Adit. Lantas Adit menarik keluar penisnya dari vaginaku. Lalu ia dengan buas mengocok kemaluannya sendiri. Aku lihat cairan putih keluar dari lubang kecilnya dengan derasnya.

Kali ini aku merasakan semburan hangat mendarat di perutku yang mulus itu. Seperti tadi, aku bersihkan ceceran sperma itu dengan jari-jariku lalu aku habiskan. Ketika sudah tidak ada sisa sperma Adit yang tersisa, aku tutup mataku, beristirahat sejenak.




Setelah aku cukup bertenaga, aku hampiri Doni yang masih terikat. Kondisinya sangat mengenaskan. Aku berlutut di depan, dengan lembut ku elus pipinya.

Kuingin melepaskan kaos yang menyumpal mulutnya. Tapi aku belum siap mendengar amukannya.

Dengan pelan kuucapkan "Maafkan Ibu Don". Ia hanya memberikan tatapan yang kosong.

"Tante Ana" panggil Bobby yang sedang berjalan mendekatiku. Aku merasakan aura yang sangat jantan terpancar dari Bobby. Mengingat rasa nikmat yang sudah pemuda ini berikan, membuat darahku kembali berdesir panas. Birahi seksual kembali timbul dalam diriku. Melupakan rasa bersalahku kepada anakku yang berada di depanku.

Bobby melepas celananya, sehingga penis besar yang telah memberikanku kenikmatan itu terpampang. Meski masih setengah ereksi, ukurannya tetap lebih besar dari mas Herman ketika sudah tegang maksimal.

Pembuli Doni ini menyodorkan kontol besarnya ke wajahku. *Cuuh….Cuuh….Cuuh…. Saking besarnya aku harus meludahi kontol ini berkali-kali. Serasa cukup basah, lantas aku urut mesra dengan kedua tanganku.

Dengan tersenyum ke Doni, kucium kepala kontol Bobby. Lalu kumasukan penis besar itu ke mulutku.

*Happ…

Di depan anakku, aku melumati dan menghisapi kemaluan milik orang yang selalu menyiksa dirinya. *Slurp….Slurp….Slick…slick….slrup….Kubuat sepelan mungkin, se-erotis mungkin, memancing birahi Doni. Dan usahaku berhasil, meski masih terbalut celana aku yakin penis anakku itu kembali tegang. Setidaknya ia akan kembali menikmati adegan yang tidak pantas ini.

Tak lama mengoral penisnya, Bobby mengarahkanku untuk kembali berbaring di ranjang yang usang itu. Punggungku sekarang kembali berbaring di ranjang yang lusuh ini.

Bobby mendekatkan kemaluan yang besar itu ke bibir vaginaku. Ia gesekan kepala kontolnya di belahan vaginaku. Aku menggeliat nikmat, merasakan kepalanya kontol yang keras itu membelai-belai memekku. Tak ayal cairan pelumasku kembali membanjiri vaginaku. Dengan begitu Bobby akan memudahkan di penetrasi olehnya.

"Doni gw akan bikin nyokap lo hamil, gw kasih adik buat lo" ucap Bobby kepada Doni.

“Oughhhh…..Bobbyyyy” erangku nyaring saat orang yang sering membuli anakku ini menghujam lubang vaginaku dalam-dalam dengan kontol besarnya. Rasa sakit dan nikmat bercampur menjadi satu. Terasa dinding rahimku disentuh oleh kepala penis yang besar itu. Mas Herman saja tidak pernah, tapi Bobby sudah berkali-kali.

*Plok Plok Plok

Bobby langsung menggerakan pinggulnya dengan cepat dan bertenaga. Aku merasakan hujaman yang memberikan aku nikmat tiada tara.

*Plok Plok Plok

“Aahhhh….Bobbyyy…..terusssssss…..ahhhhh….enakkkkk”.

“Lihat Donnn nyokap lu ke enakan gw entotin” ucap Bobby memanasi Dino. Karena sedang mengerang ke enaakan, aku tak berani menatap Doni, tak mau melukai hati anakku lebih jauh.

Kini aku dan Bobby berciuman dengan buasnya. Lidahku bertautan dengan lidahnya, saling membelit nikmat. Bunyi kecipak basah pun terdengar nyaring. Sambil digenjot, mulutku dan Bobby tetap saling mengunci.

Bobby mekepaskan lumatanya, dan membisikan sesuatu ke telingaku. “Tapi Bob….” protesku ketika mendengar permintaannya. Namun ku urungkan niat untuk membantahnya.

*Plok Plok Plok

Ku alihkan pandanganku ke Doni yang terikat tidak berdaya “Lihattt…ahhhhh…..Donii……lihat….Ibu….sayanggg…eughh” ucapku di sela desahan-desahan akibat pompaan kontol Bobby di liang cintaku yang sempit.

Doni menatapku dengan penis yang ngaceng di baliknya.

“Ibu…ahhhh…. lagi di entot sayangggg….ahhhh”.

“Sa-sama Bobbyyyy yang perkasaaaa…..oghhhh….yang….suka buli kamuuuu….ahhhhh” ucapku memanasi Doni. Ya, Bobby memintaku untuk melakukanya. Dengan berat hati aku lakukan.

“Kontol Bobbyyyy…besarrr……Donnnn…..kontolll…Bobbyyy….besarrrrr” racauku gila.

“Ahhhh….enakkkk….bikin hamil tante Bobbbbb, bikin tanteeee…hamill….ohhhhh” lanjutku meracau, yang sambil terus di gempur oleh kontol Bobby.


“Ahhhh…..aku….dapettt sayangggg…akuuu….dapetttt…..” erangku mendapatkan orgasme pertama dengan Bobby.

Bobby mencabut penisnya dari dalam tubuhku. Lubang vaginaku menyemburkan cairannya dengan deras-deras membasahi ranjang dan tubuh Bobby. Tubuhku bergetar di setiap semburan yang keluar.

“Wuih….. gokil sampe squirt gitu” komentar salah satu teman Doni.

“Hh….hh…hh…hh” deru nafasku berat setelah klimakks. Kali ini orgasme terasa sangat enak dan Hebat. Mungkin salah satu yang terbaik yang pernah kurasakan. Di penetrasi oleh kontol berukuran super ditambah ditonton oleh anak sendiri membuatku menggapai puncak yang sangat nikmat.

“Oghhh….pelan Bobbyyyy”.

Kembali Bobby memasukan kontolnya kedalam vaginaku yang sudah menganga lebar. Tanpa basa basi ia keluar masukan penis besarnya dengan kecepatan tinggi. Lagi dinding vaginaku bergesekan dengan guratan penisnya, terasa nikmat. Urat-urat penisnya yang besar memberikan nikmat yang hebat. Akibatnya dengan cepat, aku meraih orgasme lagi.

“Bobby…..tanteeee…keluarrr…lageeehee” beda dengan tadi, Bobby mendiamkan penisnya di dalam tubuhku. Tak ayal, cairan orgasmeku menyirami penis besarnya.

“Enggg…” erangku ketika Bobby menarik keluar penis besarnya. Ia berlutut di sampingku, menyodorkan penis besarnya yang berlumuran cairan putih, cairan nikmatku. Tanpa di suruh aku masukan ke mulut, kontolnya yang basah itu.

Lidahku bermain didalam mulutku, memanjakan penis Bobby. Mengecapi cairan orgasmeku sendiri. Setelah sudah bersih dari cairanku, ia tarik penis dari mulutku.

“Ayo tante, sekarang di atas” ucap Bobby. Entah kenapa aku yang sudah berkali-kali orgasme, masih memiliki tenaga. Tampakya karena rasa nikmat yang kuterima dari Bobby, memberikan diriku tenaga untuk terus meraih nikmat puncak seksual.

Kulihat kontol Bobby yang tegak mengacuk basah karena air liurku. Vaginaku berkedut-kedut, tanda meminta kembali di jejal barang yang keras dan perkasa itu. Kugenggam batangnya, lalu keberikan kecupan di kepala penisnya, tepatnya lubang kencingnya. Benang pre-cum pun terjalin dari ujung kepala penis hingga bibirku, ketikaku menarik kepalaku menjauh.

Aku kangkangani, tubuh Bobby. Meraih penis tegaknya yang keras bak baja. Kugesekan kemaluannya di gerbang cintaku. Membalurinya perkakas Bobby dengan cairan orgasmeku yang terus banjir. Habis itu, dengan sendirinya aku mendorong tubuhku turun. Dengan perlahan namun pasti, batang kontol Bobby tenggelam dalam liangku yang hangat dan basah. Erangan nikmat keluar dari mulutku di setiap inchi batang Bobby memasuki kembali diriku.

“Ohhh…mentok Bob” ucapku. Dibantu gravitasi, penis Bobby menyentuh bagian paling dalam vaginaku, pintu rahimku. Kudiamkan diriku, merasai denyutan dari urat-urat tebal di sekujur kontol Bobby.

Aku naik turunkan tubuhku dengan liar. Selagi berpacu dalam birahi, aku menangkap Doni sedang memperhatikanku tanpa kedip. Doni menatapku dengan tatapan yang tidak kumengerti. Apakah dia marah kepadaku, atau malah nafsu kepadaku. Atau malah keduanya. Yang pasti nafsu, karena dia ereksi.

“Ah…..ahhh….ahhhh…..Bobbyyy” erangku.

“Fuck, Don, memek nyokap lu sempit bangettt” ucap Bobby.

“Ini memek punya gw…oghhhh” erang Bobby keenakan dengan himpitan dinding vaginaku yang basah dan mencengkeram kencang.

“Iyahhh Bobbyyy….memek tante punya kamuhhhh” ucapku.

Tak hanya menaik turunkan tubuhku, terkadang aku menggoyangkan pinggulku, mengulek penis Bobby yang tertancap sempurna dalam tubuhku. Penjantan pembuli ini, meremas kedua dadaku. Menambah rasa nikmat. Aku tambahkan kedua tanganku sendiri, membantu dia meremas-remas payudaraku.

Puas meremasi, ia letakkan kedua tangannya di pinggulku. Lekas ia menggenjotku dari bawah, menjemput tubuhku yang naik turun di atas tubuhnya. Aku mengerang nikmat. Dengan begini aku bakal klimaks lagi.

“Ah….ah…ah…”.

Benar, sensasi orgasme pun kembali hadir. Kalau begini, bersama Bobby di setiap posisi aku selalu mendapatkan klimaks. Saat akan orgasme, aku berdiri dari tubuh Bobby, hingga penisnya terlepas dari cengkraman vaginaku. Kuusap-usap memekku dengan cepat, klitorisku yang keras dan menonjol tak lupat dari gesekan telapak tanganku.

“Bobbyyyyyy!” teriakku saat orgasme.

*Cret Cret Cret……vaginaku menyemburkan cairan orgasme dengan deras, membasahi Bobby yang berada di bawahku. Ohhhh…gilaaa….aku squirt lagi….. Aku terus saja mengusap cepat memancing cairanku keluar. Terasa tidak keluar lagi, aku hempaskan tubuhku di atas Bobby. Kuletakaan kepalaku, di samping kepala Bobby.

“Gile-gile, gw gak nyangak tante Ana bisa seliar ini” ucap Adit mengomentariku.

“Hahaha, nyokap lu ngesquirt lagi, sampai basah begini gw” ujar Bobby sambil mengelus punggungku mesra.

“Tante pernah squirt gak sama suami tante?” tanya Bobby.
“Hh…ng-nggak…hh…pernah…Bob….hh, cuma sama…hh…kamu…doang….” jawabku jujur dengan tersengal-sengal. Walaupun mas Herman tidak payah dalam urusan ranjang, tapi ia kalah jauh dengan pembuli anakku ini. Maaf mas, kamu sibuk kerja tapi aku malah membandingkan nikmat yang kuterima darimu selama ini dengan nikmat yang di berikan Bobby.

“Hahahah denger tuh Don, bokap lu payah gak pernah bikin nyokap lu kencing enak kayak gini“ kata Bobby bangga sekaligus meledek Doni. Tak hanya membuli anakku, dia juga mengejek suamiku. Aku hanya diam saja, terlalu capek untuk membela mas Herman dan Doni. Atau terlalu malas? entahlah.

Bermenit-menit kami berdiam saja, memulihkan tenaga. Nafasku sudah tidak lagi memburu. Bobby kembali menusuk diriku dengan penisnya yang masih saja keras. Ia rangkul punggungku dengan kedua tanganya, dan lalu ia berdiri.

Ohhh…. Ternyata aku akan disenggamai dengan di gendong olehnya. Takut jatuh, kedua kaki mengapit pinggulnya, dan kedua tanganku merangkul lehernya.

“Ahhhh….Bobbyyyy…kamu kuat bangett…ahhhhh” pujiku terkesima dengan kekuatannya. Mas Herman tidak pernah menyetubuhiku dengan gaya ini. Mungkin karena dia tidak sekuat Bobby. Kuberi dia ciuman hangat sebagai tanda kagumku. Bobby pun membalas ciumanku. Kini aku dan Bobby bercumbu hebat.

“Ah…ah….ah…..Bobbyy!”

“Fuckkk…..nih memek legitt bangetttt” erang Bobby.

*Plok Plok Plok

Baru pertama kali disetubuhi dengan gaya ini, sebentar saja aku akan meraih orgasme.

“Lagiii…..Bobby….lagiii….tanteeee…keluarrrr….owhhhh” erangku keras ketika vaginaku kembali menyemburkan cairannya keluar dengan deras. Membasahi lantai di bawahku, dan juga kaki Bobby.

Bobby menurunkan tubuhku, hingga penis terlepas dari vaginaku. Kakiku terasa sangat lemas. Hingga aku harus berpegangan pada badan Bobby yang kekar ini.

“Hh…..He-hebat kamu Bob…hh…”pujiku.

“Makasih tante Ante”.

“Kamu belum keluar juga Bob? Tante sudah capeek bangettt” ucapku.

“Sebentar lagi aku mau keluar tan” ucap Bobby. Ia membawa tubuhku ke depan Doni yang masih duduk dan terikat, dengan mulut tersumpal kaos.

Bobby memposisikan aku untuk membungkuk di depan Doni. Untuk menjaga keseimbangan tubuh, mau tak kamu kedua tanganku berpegangan pada sandaran tangan kursi yang di duduki Doni.

“Donii…..” panggilku lirih kepada anakku.

“Gw pengen Doni lihat ibunya keenakan gw entot” ujar Bobby.

Kini jarak antara wajahku dengan wajah Doni tidaklah jauh. Doni bakal bisa melihat wajahku saat keenakan saat di sodok kontol milik orang yang sering membulinya. Aku tidak bisa bayangkan perasaannya.

“Shhh….Bobbyyyy…nghhhh….okhhhhh” desisku tatkala penis besarnya kembali memenuhi liang vagina tanpa ada lagi ruangan tersisa. Bobby langsung tancap gas menghujam memekku dengan kuat dan cepat. Aku mencoba menggigit bibirku agar tidak ada desahan keluar. Tapi usahaku sia-sia, genjotan Bobby terlalu enak dan nikmat.

“Ma-maaf sayanggg…..iniiii…enakkk bangetttt….ahhhhhh” erangku di depan Doni. Aku tidak bisa menahan eranganku lagi. Mataku merem melek.

“Ahh…ahh…ahh….Donniii….Bobbyyy”.

“Oghhh…..lihat Don……nyokap lu gw entotttt” ucap Bobby seraya mengaduk-aduk memekku dengan kontol keras dan besarnya.

“Doniiii…ah…lihatttt…Ibuuu….sayangggg”.

Doni melotot kearahku, ia menatap wajahku dengan seksama.

“I-bu…ahh..keenakan…ahhh.. dientottt…. samaaaaa….. yang suka buli kamu….ohhhhh” tubuhku mulai bergetar dengan hebatnya. Mataku mendelik keatas, hanya putihnya yang terlihat. Orgasme hebat

“Maafkaann…ibuuu nakkk” lanjutku meracau nikmat di ambang akan orgasme memancing Doni.

“I-ni semuaaaa…. demiiiii kamuuuu…aku keluar lagii Bobbyyyyyy….ohhhhhhh” erangku dengan hebat saat meraih puncak seksual. Aku meraih orgasme yang hebat dan sangat nikmat!

*Cret Cret Cret memekku memuncratkan cairan orgasmenya. Meski masih disumpal oleh kontol Bobby, lendir nikmatku tetap keluar dari sela-sela himpitan kemaluan kami.

Tubuhku yang lunglai, langsung di peluk oleh Bobby. Dalam dekapan Bobby, sesekali tubuhku masih bergetar kecil. Aku terpejam dengan nafas yang terasa sangat berat. Mendapatkan orgasme di depan anakku sangatlah hebat.

“Hosh….Hosh…Hosh….aku dikit keluar lagi tan….”

“Hosh…..Aku mau menghamilin tante di depan Doni sekarang” ucap Bobby sambil mengelusi perutku. Yang nanti akan tumbuh janinnya di dalam.

Terlalu lelah, aku tidak tanggapi ucapannya. Ia bungkukan tubuh ke arah Doni, namun kali Bobby menarik kedua tanganku kebelakang. Dengan membabi buta, Bobby menghujam memekku.

*Plok Plok Plok

“Ah….ah…ah….ah…” aku hanya bisa mendesah sambil menatap sayu ke Doni yang sedang menangis. Dengan sisa tenaga aku mengucapkan “Ini demi kamu Doni”.

Kontol Bobby terasa semakin besar dalam liang peranakanku. Urat-uratnya berdenyut-denyut kuat. Bobby akan segera memuntahkan benih-benih suburnya dalam rahimku.

“Oghhhh….. Donii….gw kasih lu adekkk”

“Tanteeee….terimaa pejuku…okhhhhhh” teriak Bobby. Lalu terasa ia berkali-kali menyemprotkan pejunya di dalam tubuhku. Rasanya sangat nikmat, lantas aku kembali klimaks.

“Doniiii….ibuu….hamilll…Donnn..iiibuuuuu…hamillll…ohhhh” erangku saat kembali orgasme karena merasakan semprotan peju yang kuat didalam liang cintaku, memenuhi seluruh lerung rahimku. Terasa sangat hangat rahimku, dan aku bisa merasakan betapa banyaknya sperma Bobby yang tersimpan di dalam tubuhku. Dengan begini aku pasti hamil.

Di saat bersamaan, Doni bergetar sangat hebat, ia sedang berejakulasi. Saking kuat orgasmenya, sperma muncrat keluar dari balik celananya dan mendarat wajahku. Ohhh….aku dipejuhin anakku sendiri.

“Hh…..hh….hh….”

“Hosh….Hosh….Hosh…..”

Seketika ruangan hening, hanya ada deru nafas yang berat. Teman-teman Doni hanya bisa terbenggong melihat adegan yang luar biasa ini.

Bobby mencabut kontolnya dari liang senggamaku. Langsung peju kentalnya tumpah ke lantai dan mengalir juga ke pahaku.

Bobby menarik tubuhku, memelukku dari belakang, dengan begini aku bisa bersandar ke tubuhnya. Ia mengangkat kaki kiriku untuk berpjiak di paha Doni. Dengan begini Doni bisa melihat dengan jelas vaginaku yang merupakan tempat dia keluar dulu penuh dengan cairan putih kental, sperma subur pembulinya sendiri. Namun anakku masih menutup matanya.

Bobby melebarkan bibir vaginaku, seketika setetes benihnya jatuh ke paha Doni.

“Buka mata lu Don” perintah Bobby. Namun Doni hanya diam tetap terpejam, tidak mau menuruti permintaan si tukang buli.

“Tan” singkat Bobby kepadaku, memberi kode. Aku pun mengerti.

“Doni sayang, buka mata kamu sayang, lihat ibu sayang” pintaku dengan lembut.

Kemudian ia membuka matanya, seketika ia langsung terbelalak.

"Bro memek nyokap penuh sama peju gw" Ucap Bobby.

Doni hanya bisa menatap vaginaku merekahh merah dan penuh sperma Bobby. Ia tatap tanpa kedip, dan nafasnya memburu.

"Coba tante Ana korek memek tante pake jari, terus kasih lihat ke Doni" perintah Bobby kepadaku.

Meski aku tahu itu akan menyakiti Doni, tapi aku tidak berani membantah. Kumasukan jari tengahku kedalam lubang cintaku, terasa hangat dan lengket. Aku mengais-ngais sperma Bobby.

Kutunjukan sperma Bobby kepada Doni, lalu aku berucap "Doni Anakku sayang, lihat nih peju Bobby kentel banget lohh".

"Ibu pasti bakal hamil anaknya, kamu bakal punya adik Don" ucapku dengan lembut.

“Jaga anak gw ya Don” ucap Bobby. Doni terdiam, lalu pingsan karena shock dengan kejadian yang terjadi di depannya. Naluri sebagai ibu pun langsung berkerja.

“Bob, Bob plis…. Doni pingsan, tolong lepasin dia Bob, tante mohon” Aku khawatir dengan keadaan anakku.

“Ok-ok, woi tuh sana lepasan Doni sekarang” perintah Bobby kepada Rizki, Adit, dan Bambang. Mereka melepaskan Doni, dan menidurkannya di ranjang usang yang sudah basah dengan cairan orgasmeku.



Masih pingsan, aku mengelusi kepalanya yang bersandar di pahaku. Setitik air mataku jatuh ke dahinya.

“Hari ini masih panjang tan, Pejuku masih banyak nih” ucap Bobby di telingaku membuatku bergidik.

Nampaknya hari ini masih panjang. Dengan rela aku harus menyerahkan tubuh kepada temen-teman Doni lagi. Namun ada pikiranku yang membayangkan kenikmantan yang aku raih nanti. Dan tenju saja Doni harus menonton ibunya sampai tuntas.

Hari itu aku melakukan seks beramai-ramai sampai malam. Tentu saja di saksikan oleh Doni terus. Berbagai posisi seks aku lakukan bersama teman-teman Doni. Jumlah Orgasme pun tidak lagi bisa kuhitung lagi. Tubuhku berkeringat dan penuh sperma yang sudah berkerak kering. Rizki, Adit, dan Bambang selalu menumpah sperma kental mereka di seluruh tubuhku. Mereka juga tak lupa menyetor sperma mereka ke lambungku melalui mulutku dan kerongkonganku.

Hanya Bobby yang menyuntikan benih suburnya dalam ke dalam rahimku. Aku yakin sekarang sel telurku sedang di gempur habis-habisan, agar hamil.



Aku dan Doni di antar pulang Bobby menggunakan mobilnya. Tak ada sepatah katapun terucap keluar di mobil itu. Hanya desahanku yang terdengar. Aku yang berada di samping Bobby yang sedang menyetir, tidak luput dari ulah jailnya. Karena sudah capek, kubiarkan saja si Bobby.

Sesekali aku menoleh belakang, khawatir dengan anakku. Doni hanya menatap keluar, memandangi jalanan. Aku yang lelah juga mengerti, Doni pasti terpukul dengan kejadian yang barusan di lihat olehnya. Sebagai ibu aku mengerti bahwa dia sangat terluka, melihat ibunya orang yang melahirkannya dan mencintainya di jadikan budak seks oleh teman-temannya.

Sampai rumah pun, Doni tetap diam, bahkan terkesan mencuekan diriku. Rasa bersalah dalam diriku kembali hadir. Padahal aku lakukan ini semua demi keselamatannya. Aku harap dia mengerti.



 
Terakhir diubah:
Keesokan harinya.


*Tok….tok…Tok….

"Donnnn, bangun sayang, sudah siang" karena kejadian kemarin aku biarkan Doni tidak sekolah. Agar ia bisa menenangkan dirinya, memulihkan mentalnya.

*Clek….pintu kamarnya terbuka.

Doni terlihat tidak karuan. Wajahnya sangatlah kusut. Tak ada suara yang keluar dari kami berdua.

"Don, ibu minta maaf atas perbuatan ibu semalam ya" ucapku membuka suara, memecahkan keheningan.

Ia memeluk dengan sangat erat. Akupun membalas pelukannya.

*Hiks…Hiks…Hiks…. Terdengar tangisannya keluar, aku pun juga ikut menangis. Cukup lama kami berpelukan.

“I-bu nggak salah kok, D-Doni mengerti kenapa ibu melakukan itu. De-demi Doni kan Bu?” tanyanya sambil sesenggukan.

“Iya nak, ibu mau menjadi budak seksnya Bobby, karena untuk melindungi kamu” jawabku sambil juga terisak.

“Terima kasih Bu” ucapnya pelan.

“Maaf ya Bu…. kemarin Doni berejakulasi sampai kena muka Ibu” ucapnya meminta maaf perihal dia mengotori mukaku dengan

“Nggak apa-apa kok sayang, ibu mengerti”

“Tapi Kamu nikmatin kan Don? Hayooo kemarin sampe berkali-kali loh kamu muncratnya” lanjutku

“Hehehe I-iya Bu, maaf” jawabnya dengan malu-malu.

"Oh iya Bu, terus bagaimana kalau ibu hamil beneran? Nanti ayah gimana?" tanyanya cemas.

"Ibu akan menyusul ayahmu, untuk sementara waktu kamu tinggal sendiri ya".

"Loh, ibu mau ngapain pergi ke tempat ayah?" tanyanya binggung.

"Ibu sudah yakin pasti hamil Don, meski belum ibu cek. Tapi ibu yakin anak Bobby sudah tumbuh dalam perut ibu sekarang" ucapku.

"Begita ya Bu…." jawab Doni lalu menatap perutku.

"Makanya ibu mau menyusul ayahmu. Ibu ingin disetubuhi ayahmu, biar dia percaya kalau anak ada dalam perut ibu adalah anaknya" jelasku kepada Doni mengenai rencanaku untuk mengelabui mas Herman.

"Doni, minta maaf bu. Jadi ada yang tidak berguna bagi ibu dan ayah".

Mendengar itu aku kembali memeluk anakku. Kutatap matanya dalam-dalam "nggak nak, kamu bukan anak tidak berguna, tapi kamu anak yang sudah berbakti kepada orangtuanya".

"Oleh karena itu, ibu rela berkorban demi kamu nak".

"Terima kasih Bu, sudah berkorban demi aku.".

"Iya nak. Dan ingat ya nak, ini hanya rahasia kita ya".

“I-ya Bu”.





Jadilah aku menyusul ke tempat suamiku kerja yang berada di luar kota. Suamiku kaget melihat kedatanganku. Tak menyangka bakal melihat istrinya jauh dari rumah. Aku melepas rindu dengan suamiku, cinta sahku. Ada rasa bersalah kala itu, tapi aku harus tetap menjalankan rencanaku.

Malamnya di hotel, dengan akal-bulusku, kurayu mas Herman untuk bersetubuh denganku. Kupaksa dia untuk mengeluarkan benihnya didalam tubuhku. Meski aku yakin bakal percuma, pasti sperma encer mas Herman tidak dapat membuahiku. Toh pasti sekarang sudah ada janin dari benih Bobby.

Tiga hari berlalu sejak aku bertemu dengan mas Herman, aku mengalami gejala-gejala kehamilan. Nyatanya aku dinyatakan hamil oleh testpack yang kubeli dari apotik. Dengan begini aku yakin janin dalam perutku adalah milik Bobby, bukan milik suami sahku. Orang yang menghamiliku itu dengan baiknya mengantarkan aku ke dokter kandungan.

Aku juga memberitahukan mas Herman mengenai kehamilanku. Ia senang mendengarnya namun juga khawatir perihal keuangan kita. Namun aku menenangkan mas Herman, dengan bercerita bahwa aku di rumah mulai berjualan online, jadi ia tidak perlu khawatir. Jadi aku tidak lagi kekurangan. Padahal aku saat ini di nafkahi juga oleh Bobby.




Empat bulan Kemudian.

“Gimana Don, kamu bakal punya adik loh” tanyaku lembut kepada Doni yang duduk disampingku. Aku pegang tangannya dan kuletakan di atas perutku yang sudah membuncit. Doni hanya diam menatap perutku dan mengelus-elus perutku yang sudah terisi dengan adiknya, yang dalam waktu lima bulan kurang akan lahir ke dunia ini.

“Doni, inget ya, meski ini bukan anak ayahmu, tapi ini tetap adik kamu ya Don. Karena darah ibu, yang juga darah kamu, mengalir dalam adikku kamu ini. Jadi ibu minta kamu jaga dan sayangi adikmu ya" pintaku dengan lembut.

“I-ya Bu, anak di dalam kandungan ibu akan Doni anggap sebagai adik, jadi pasti akan Doni sayangi" ucapnya yang membuatku tersenyum.

Hari-hari berikutnya, kujalankan bersama dengan Doni. Meski hamil pun aku tetap menjalankan tugasku sebagai budak Seks . Sekarang anakku ikut ketika aku di panggil untuk memuaskan hasrat orang yang suka membulinya, Bobby. Tapi Bobby menepati janjinya, kini dia dan Doni berteman baik.

Secera terang-terang Doni menikmati aku, ibunya di gumuli oleh teman-temannya sendiri. Aku pun juga senang, sensasi bersenggama sambil di tonton oleh anak sendiri membuahkan kenikmatan yang berlipat-lipat. Pernah dia memintaku untuk memberikan apa yang kuberikan kepada teman-temannya. Namun kutolak mentah-mentah permintaannya. Kujelaskan kepada Doni, bahwa kita adalah ibu dan anak, tidak sepatutnya berhubungan seks. Dan aku mengingatkan Doni bahwa ini semua terjadi karena demi melindungi dia dari Bobby, jadi aku harap dia mengerti.

Aku kira tugasku sebagai budak seks pribadi untuk Bobby berhenti ketika aku melahirkan anaknya. Nyatanya sampai anak keduaku lahirpun aku tetap menjadi budak seks Bobby. Hingga kini aku masih tidak percaya semua ini terjadi karena demi anakku, Doni.


Tamat.
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd