Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG DENDAM DAN SAJAM DI UJUNG MALAM - UPDATE 05

--- 03 ---

ORANG ASING


"Bapak tahu dimana letak tepatnya?", tanya Aco melihat ada secercah harapan tentang bagaimana burungnya hilang.

"Ya tahu. Bila Mas Aco berkenang sekarang saya antar!"

"Oke Pak. Saya persiapan dulu ya. Tunggu 5 menit!"
, Aco bergegas berganti pakaian. Diambilnya jaket hitam dan jelana jeans yang tersampir di kursi ruang tengah rumahnya.

"Aku berangkat dulu ya, Sayang. Nanti dilanjut lagi ya. Maaf nanggung hehehe..", usil Aco kepada Tuti ketika permainan yang memanas tadi terpaksa ditunda.

"Iya. Cium dulu dong!", pinta Tuti menyambut kepergian Aco yang sebentar itu. Dengan cepat bibir Aco mendarat dan melumat bibir kecil mungil milik Tuti dengan basah. Tangannya meraba payudara Tuti yang kencang dan tegang.

"Udah jangan lama-lama udah ditungguin.", cegah Tuti mengingatkan Aco karena Pak Beni sudah menunggunya di luar rumah.

"Iyaaa iyaaa. Udah sana kamu mandi dulu biar nanti waktu aku pulang kamunya udah wangi. Ini bau kecut nih!"

"Sialaaaan kamu yaaa!"
, teriak Tuti.




Roda dua melaju dengan cepat, menyusuri malam yang begitu dingin. Desa Gondowoso memang terletak di lembah yang cukup tinggi, sehingga udara di malam hari lebih sejuk dari tempat biasanya. Jaket Aco membuat malam itu lebih hangat seperti pelukan Tuti yang ingin lekas dijemputnya setelah pencarian mendadak ini.

"Dapat berita darimana Pak?", tanya Aco membuka obrolan sembari menunggu tiba di lokasi kejadian.

"Tadi dari tetangga yang balik dari Gondowoso! Spontan saya kebetulan lewat rumah Mas, sekalian mampir!"

"Kejadiannya jam berapa emangnya?"

"Belum tahu. Nanti juga tahu sendiri."

Trennnggg trengggg trennnngg

Tengg tenggg


Motor terus melaju menembus malam, menuju Gondowoso menempuh 45 menit perjalanan. Di pertengahan itu samar-samar Aco melihat perempuan berbaju merah ketika dia mendapatkan blowjob ternikmat sebelum kejadian yang membuat burungnya terbang.

"Pak berhenti Pak!", spontan Aco menepuk pundak Pak Beni.

"Apa apa?"

Aco memandang sekeliling tempatnya dia melihat bayangan samar perempuan itu. Semakin dia mencari ternyata tidak menemukan. Kernyit dahi dia menyelidik, entah apakah penglihatannya barusan nyata atau tidak.

"Ada apa sih Mas?", tanya Pak Beni kembali.

"Ngga ada apa-apa Pak. Ngga jadi."

"Yaudah lanjut yuk. Keburu malam nanti sampai Gondowoso."





Rumah kejadian seorang pemuda yang burungnya hilang tersebut masing begitu ramai dipenuhi penduduk kampung. Pak Beni memarkirkan motornya di sudut seberang rumah. Aco memandangi rumah dan hendak masuk kedalam namun dicegah oleh Pak Beni, "Nanti dulu aja. Tunggu sepi baru bisa leluasa tanya si korban. Sabar saja!", ujar Pak Beni.

Rokok menyala di sela-sela jari kedua orang yang menunggu waktu yang tepat untuk menyelidiki kejadian musibah di tempat lain tersebut. Asap demi asap menyembul di sela-sela malam tragis itu.

"Jadi nggabisa ngaceng dong ya Mas?", tanya Pak Beni penasaran.

"Mau ngaceng gimana.. barangnya aja ga ada Pak! Hahaha!"

"Wah gila masih bisa dibuat bahan becandaan!"

"Ya mau gimana lagi Pak! Udah pasrah!"

"Hahahaha!"
, tawa Pak Beni mengikuti kepasrahan Aco yang dikemas dengan canda tersebut. Dia berusaha mencairkan suasana karena takut rasa penasaran tersebut mengusik kondisi Aco.

"Itu pacar Mas. Siapa namanya?"

"Tuti, Pak! Kenapa?"

"Iya.. Mbak Tuti itu baru balik ya?"

"Iya Pak baru aja sebelum Pak Beni datang ke rumah tadi."

"Oooh~ Kasian dong ya. Baru balik eh kontol idaman dia hilang dicuri orang!"

"Hahaha! Ngga dicuri Pak. Ngumpet aja itu mah!"

"Terus ngga ada yang muasin si Mbak dong ya, Mas?"

"Bisa diatur itu Pak. Kan masih ada tangan. Hahahah!"

"Iya kan masih ada kontol lain juga sih ya Mas?"

"Heh ngawur aja ini Pak Beni. Emang mau ikut muasin Tuti?"

"Ya saya sih kalau diundang ya datang. Hahahaha!"


Dibalik pembicaraan itu terbersit pikiran Aco untuk memuaskan pacarnya itu dengan burung orang lain. Pikiran yang ngawur di tengah kejadian yang menimpanya hari itu. Satu jam berselang, rumah korban mulai sepi. Satu per satu orang meninggalkan korban yang entah siapa namanya berteriak-teriak histeris. Aco menerawang seperti mengingat bagaimana dia terkejut bercampur marah menghadapi tragedi yang serupa di pagi tadi.

"Yuk masuk Pak. Sudah sepi!", ajak Aco lekas masuk ke dalam rumah.




Korban yang diketahui namanya sebagai Jiwo itu lemas terkapar diatas ranjang. Matanya menerawang plafon kamar. Bibirnya begitu pucat dikarenakan trauma yang masih terasa.

"Permisi, Mas. Kami berdua dari Kalenan, desa sebelah.", sungkan Aco memasuki rumah milik korban yang masih begitu pucat wajahnya.

"Iya Mas silakan duduk. Saya masih agak pusing jadi maklum masih begitu lemas badan saya."

"Iya Mas Jiwo. Saya pun mengalaminya juga tadi pagi. Persis seperti kejadian Mas Jiwo."

"Hah? Apa maksudnya?"

"Iya.. burung saya juga hilang."

"Hah? Benar?"

"Ini buktinya."
, jawab Aco sembari berdiri dari kursinya dan lekas membuka resleting dan menurunkan celananya. Tampak lapisan kulit yang datar tidak ada benjolan sedikit barang sedikitpun termasuk rambut kemaluan yang hilang entah kemana.

"Wah gila! Ternyata bukan hanya saya!", ujar Jiwo dengan keheranan.

"Kapan kejadiannya?", tanya Aco menyelidik Jiwo dengan serius.

"Jadi begini Mas. Saya waktu itu baru pulang dari kantor dan hendak mandi sore. Ketika saya lepas dan buka perlahan pakaian saya di dalam kamar mandi, tiba-tiba itu juga saya sudah kehilangan burung saya."

"Jadi tadi sore berarti ya?"

"Betul, Mas. Kalau Mas kapan?"

"Saya tadi pagi, saat bangun tidur. Ada pesan seperti ini juga Mas?"
, ujar Aco sembari menyuguhkan ponselnya, menunjukkan foto surat yang dia terima tadi pagi seperti sebuah pesan misterius.

"Lah sama dong! Ini saya juga dapat. Cuman tidak lewat surat, melainkan dari SMS yang masuk di handphone saya. Bentar ya saya ambilkan handphone saya.", Jiwo mengambil handphonenya di atas meja samping ranjang dan menyerahkan kepada Aco. Disitu tertulis kalimat yang sama, "Nyamuk Mati Gatal Tak Lepas."

--- BERSAMBUNG ---



SEBELUMNYA: 02 - SI GADIS MERAH
 
Terakhir diubah:
--- 04 ---

MENU MAKAN MALAM YANG PANAS


Dok doook doook!

"Tuti tutiiiii bukain pintu dong. Diluar hujan nih!"
, teriak Aco dari luar rumah. Perjalanan panjang dia mencari secercah petunjuk itu ditutup dengan malam penuh hujan. Badan Aco dan Pak Beni basah kuyup tak bersisa. Seluruh baju luar basah hingga pakaian dalamnya.

"Maaf banget ngga kedengeran soalnya hujannya kenceng banget. Sini sini ayo masuk!", ujar Tuti terkejut membuka pintu dengan tergesa-gesa. Tuti baru terbangun dari tidurnya yang sebentar karena perjalanannya dari luar kota hari ini begitu melelahkan.

"Ayo Pak Beni sini masuk. Hujan masih deras, lanjut pulang nanti kalau sudah reda.", Aco mempersilahkan Pak Beni untuk singgah sebentar di rumahnya.

"Tttapiii Massss.. baju saya basah kuyup begini. Pengennya sih cepat pulang..", ujar Pak Beni dengan menggigil karena memang bajunya basah seluruhnya. Posisi Pak Beni berada di depan sehingga terpaan hujan lebih mengenai dia daripada tubuh Aco.

"Udah Pak gampang itu. Bapak bisa mandi dulu, saya siapkan baju dan celana ganti saya. Aman itu."



"Cukup kan Pak bajunya?", tanya Aco memastikan pakaian yang dikenakan Pak Beni nyaman dipakai.

"Cukup sih agak longgar bajunya. Karena toh badan saya juga lebih kecil dari Mas.."

"Iya juga ya. Tapi maaf Pak ngga bisa pakai celana dalam karena ngepas di cucian semua nih. Hahahaha.."

"Iya Mas gapapa lagian repot kalau pinjam celana dalam orang lain Hahahaha.."

"Iya Pak. Saya juga tidak pakai celana dalam juga ini. Karena sekarang burung saya ngga ada juga. Apa yang mau ditutupin. Hahahaha"

"Hahahaha"


Baju kedodoran yang dipakai Pak Beni membuat heboh seisi rumah. Terlebih hiburan mengenai burung Aco yang hilang sehingga dia merasa tidak perlu menggunakan celana dalam dimanapun berada. Malam itu, Tuti membuat mie rebus dengan tambahan sayur yang hangat. Makanannya membuat perut berselera untuk menyantap. Di sela menyuguhkan hidangannya itu, Tuti melirik celana yang dipakai Pak Beni dengan tersenyum kecil.

"Aku pengen kontol. Boleh ngga sama Pak Beni malam ini? Soalnya kontol kamu ilang.", bisik Tuti menghampiri Aco yang sedang mengeringkan rambutnya selepas mandi.

"Waduh.. pengen banget ya?"

"Iya nih. Abisan tadi sebelum berangkat ngga tuntas. Cuaca mendukung gini pengen dipuasin pake banget."
, suara lirih Tuti mendesah di telinga Aco.

"Yaudah deh aku ngikut aja. Lagian juga belom bisa muasin kamu malam ini."

"Yeeeey ikut skenarioku nanti ya."

"Iyee iyeee.."
, tangan Aco mencubit pipi Tuti dengan gemas.

Malam ini akan menjadi malam yang begitu panas melihat Tuti sudah menginisiasi skenario bagaimana dia memuaskan dirinya. Persetujuan telah didapatkan dari Aco, tinggal eksekusi yang perlu dipersiapkan dengan matang.



"Mari makan Pak..", Tuti menyuguhkan nasi yang hangat ke piring Pak Beni dan Aco.

"Makasih Mbak.."

"Makasih Neng.."
, canda Aco menggoda Tuti.

"Makan yang banyak Pak. Biar ngga menggigil lagi."

"Iya Mbak.."

"Pak Beni ngga dicariin orang rumah?"

"Engga kok. Biasanya nelpon kalo emang nyariin. Toh saya juga sering pulang malam atau subuh subuh karena bosan di rumah."

"Wah kenapa kok bosan Pak?"

"Iya bosan aja gitu ngga kayak dulu lagi. Udah banyak anak di rumah ngga bisa nikmati malam berdua dengan puas lagi hehehe.."

"Wah udah lama ya Pak ngga dipuasin berarti?"

"Kalo dipuasin sing sering. Cuman ya gitu sembunyi sembunyi atau main cepet aja, takut ketahuan anak."

"Ohgituuu berarti jago main cepet dong ya Pak. Eh atau gampang keluar cepet nih?"

"Hahahaha ngawur aja nih kamu. Gini gini Pak Beni masih kuat kok ya Pak.."
, timpal Aco mengikuti obrolan saru Tuti.

Di pertengahan acara makan malam itu, Tuti meraih ponselnya dan mengetik pesan ke Aco, "Dari tadi Pak Beni liatin tete aku mulu nih. Sengaja lepas beha biar nampak kalo lagi pengen dipuasin.."

"Yeee nakal ya sekarang."

"Iyaa dong. Abis ini sendok aku pura-pura jatuh nanti tunggu ya aksi selanjutnya."

"Siaaaaap Neeeeng."

"Ngeselin kamu. Awas kalo aku ngga puas malam ini. Ngga bisa tidur kamu nanti aku buat!"


Setelah pesan terakhir itu, sendok Tuti secara disengaja dijatuhkan dari atas meja. Secara refleks Tuti langsung masuk ke kolong meja dan berpura-pura mencari sendoknya yang terjatuh. Pak Beni juga turut membantu mencari sendoknya yang terjatuh itu, namun dicegah oleh Tuti yang lebih dahulu masuk ke kolong meja, "Udah biar saya aja Pak. Pak Beni lanjut makan aja.."

Perlahan tangan Tuti menyentuh selangkangan Pak Beni yang menggunakan celana kolor. Pelan namun pasti tangannya mendapatkan burung yang akan memuaskannya malam ini. Wajah Pak Beni berubah drastis, menjadi terkejut menerima sentuhan baru tersebut. Aco hanya tersenyum mengetahui rencana Tuti yang sulit ditebak.

"Kenapa Pak? Ngga enak ya mienya?", tanya Aco pura-pura tidak mengetahui kondisi yang dialami Pak Beni.

"Ohh engga. Enak kok. Cuman kegigit cabenya aja nih. Makanya kaget kepedesan.."

"Oh ini Pak minumnya."

"Iya Mas.."


Tuti masih terus menyentuh selangkangan Pak Beni. Perlahan dia menyingkap celana itu, dan nampaklah kepala burung bersembunyi dari balik kain.

"Neeeng cari apa sih kok lama? Sendoknya pergi keluar kota ya?", tanya Aco ke Tuti berusaha mencairkan suasana.

"Awalnya mau cari sendok eh sekalian cari kontol aja soalnya punyamu kan ilang!", teriak Tuti dari bawah kolong meja. Perkataan itu membuat terkejut Pak Beni. Sisi liar Tuti tidak pernah diketahui oleh Pak Beni sebelumnya. Aco hanya meringis memandang Pak Beni seraya berujar, "Itu buat Bapak karena sudah memberikan sedikit informasi tadi mengenai orang kampung sebelah yang juga kehilangan burungnya. Jadi besok saya bisa menyelidiki lebih lanjut, Pak."

"Ohgitu ya Mas? Makasih.."


Lampu hijau sudah terlihat. Kondisi skenario yang dijalankan oleh Tuti dibantu Aco menjadi semakin lancar. Tuti dengan cepat menyingkap celana Pak Beni dengan kedua tangannya. Lidahnya memainkan kepala burung itu dari balik meja.

"Ahhhh enak banget Mbak. Sudah lama ngga dapat emutan kayak gini..", uajr Pak Beni spontan menikmati permainan lidah Tuti.

"Nikmati aja Pak. Nikmati malam ini.", Aco menimpali ocehan Pak Beni itu dengan tetap melanjutkan menu makan malamnya itu.

"Uhmmmm uhhmmm...", suara bibir Tuti semakin kencang. Ritme permainan semakin panas."

Tuti beranjak dari kolong meja dan melepas semua celana Pak Beni. Burungnya sudah begitu basah dan tegang hasil dari permainan lidah Tuti. Perlahan Tuti menyingkap baju dasternya dan menaiki Pak Beni. Diatas kursi ruang makan itu permainan berlanjut.

"Ehmmm enak banget Pak. Lumayanlah buat muasin aku malam ini."

"Iya Mbaaak saya juga udah lama ngga main di kursi begini. Uhmmm enakkk.."

"Uhmmm uhmmm Pak sedotin dong tete aku.."

"Iya Neeeng.."
, Pak Beni dengan cekatan membuka resleting kain daster Tuti. Payudara Tuti menyembul dengan sempurna dari balik baju daster yang serupa gunung kembar sempurna itu. Lidah Pak Beni segera menyantap puting yang sudah begitu tegang. Tangan kanannya meremas sisi payudara yang lain.

"Ehhmmm enak banget Pakkk.."

"Iya Nennng harum juga nih ngga kayak yang di rumah. Uhmmmm.."

"Iya Pak malam ini tete aku buat Bapak.."

"Iya ummm ummmm.."


Tuti memompa dengan kencang dan semakin kencang posisi di atas kursi itu. Seisi ruangan dibalik suara hujan yang belum reda itu diselingin olah suara lenguhan dua orang yang sedang bercinta.

"Terusss Mbaaaak terusss enak banget nih punya kamu.."

"Iya Paaak punya Pak Beni juga enak.."

"Makin becek Mbaaak terus genjot.."

"Iyaa Pakkk.. ahhh ahhh ahhh.."


Lenguhan demi lenguhan semakin keras menghiasi seisi rumah.

"Mbaaak saya mau keluar nih.."

"Bapaaaak mau keluar yaaa.. keluarin di mulut Tuti ya.."

"Iyaaa Mbakk ahh ahhh"

"Mau keluar nih Mbaaak.."
, dengan cepat posisi Pak Beni menurunkan Tuti yang ada di pangkuannya dan menyodorkan burungnya kedalam mulut Tuti.

"Akkkhh akkkh akkkh.. enak banget"

Crooot crooot crooot


Tuti menelan cairan mani itu dengan tuntas. Pak Beni hanya melongo kesakitan, burungnya dilumat habis bersamaan ketika dia klimaks. Mata sayu Tuti menggoda Pak Beni, "Enak ngga Pak? Lanjutin abis makan mau ngga?"

"Mau dong Mbak!"
, jawab Pak Beni dengan gembira.

Sesi pertama itu berakhir dengan cepat. Setelah makan selesai, Tuti menggandeng tangan Pak Beni menuju kamar untuk melanjutkan sesi kedua malam itu. Menyisakan Aco yang justru melamun memikirkan rencana besok bagaimana dia menyelidiki masa depan burungnya yang hilang ditelan bumi. Kesedihannya semakin menjadi-jadi setelah melihat permainan Pak Beni dan Tuti secara langsung tadi. Dia merasa tidak memiliki kekuatan apa-apa ketika burung kebanggaannya itu tiada.​

--- BERSAMBUNG ---



SEBELUMNYA: 03 - ORANG ASING
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd