Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Feri aka Dodot's Stories (CoPasEdit dari Tetangga)

Pecah Utak

Pertapa Semprot
Daftar
18 Oct 2014
Post
5.260
Like diterima
14.597
Lokasi
Serenity
Bimabet
-------------------------

Just Share..!

-------------------------


Salam Semprot.
Mohon mangap kalo Nubi 'kembali mengotori' di sini.

Nubi cuma pingin menghibur.. berbagi cerita yang sempat Nubi save dan edit..
serta yang Nubi anggap 'asyik n layak' dishare di Forum Tercinta ini..
plus sekalian Nubi belajar n Nyobain 'Prefix Baru' trid di SF ini..
lagian memang ceritanya asyik, kog.
Cuma sayangnya.. hingga kini Nubi ga tau siapa 'Maestro' penulisnya.

Untuk Penulis Asli Cerita.. -Siapapun itu..- Nubi juga mohon mangap.. telah menyebarkan karyanya tanpa izin.
Bukan kenapa-napa.. cuman lantaran emang Nubi ga tau siapa yang nulis.
Juga karena 'keterbatasan' Nubi berselancar di dunia maya belaka, yang 'menghambat'.

Sebab.. menurut Nubi.. sayang rasanya kalo sebuah 'Karya yang Bagus' ga dishare atau dinikmati di 'Tempat yang Bagus' juga.
Mudah-mudahan.. dengan share ini.. siapa tau Nubi jadi bisa kenalan dengan penulis aslinya.

Lagian juga.. "sebuah karya yang telah dipublikasikan.. adalah milik audiens..!
plus.. telah memiliki 'ruh-nya' sendiri".

–Menyitir pernyataan Rendra– Hehe..
------------------

O ya.. sedikit PESAN NUBI buat Brada+Sista.. ALL SEMPROTERS.. baik SR, AR.. apalagi yang bergelar SUHU.
Jika berkenan 'untuk berkomentar..' Plis.. Jangan OOT..!
Apalagi yang berkesan menyerang TS tanpa alasan.

Belajarlah untuk lebih santun dan ga OOT dalam 'menyampaikan suatu pendapat' pada suatu Thread di FORUM ini.. alias TIDAK OUT OF TOPIC (Cukup Fokus Pada Cerita dan atau Teknik Penulisan serta yang berhubungan dengan hal tersebut saja).
Sebab.. sudah ada THREAD KHUSUS-nya masing-masing..!

Ga ada samasekali 'kepentingan atau keuntungan pribadi' yang Nubi dapat dari nge-posting CerPan yang menyertakan nama seorang almarhum Penyair Besar, Penyair Sedang atau Penyair Kecil..!
(Kok jadi Kayak Ukuran baju.. ya..? S, M, L.. LL, XL, XXLL.. hehe..) Apalagi yang berbentuk Materi.

Niat Nubi murni 'sekedar sharing' dan menghibur doang..!
Jadi.. Nubi TEKANKEN.. Nubi bukan plagiat..!

Kalo.. sekiranya.. jika.. andai.. umpama..
Ada yang Ga Suka dengan ATURAN memposting CerPan CoPas..
–meskipun sudah diedit dan dirapikan–
Silakan LAPORKAN ke Thread PELAPORAN. Udah tersedia dan ada Thread KHUSUS-nya, kok.

Plus.. sekalian bisa buat permohonan ke Om Momod dan Om Satpam supaya poin ke-4 dalam ATURAN atau RULES pemostingan..
(seperti di bawah ini..) diganti atau dihapuskan saja.

Untuk cerita yang copy paste dari website luar, jangan asal copy paste saja tapi liat dulu dan perbaiki bagian-bagian yang memang perlu diperbaiki, ditambah/dikurangi.
Dan tidak perlu menaruh link website cerita itu berasal !
Anda cukup bilang "cerita ini copy paste dari website/forum tetangga".


Dengan alasan: Ga suka.. atau apaan kek. Whatever.

O ya.. terakhir:
So.. kalo masih ngeyel dan OOT ga karu-karuan..
Nubi saranin agar ngebuat aja BLOG, WEB atau SITUS sendiri.

Supaya Anda bisa bebas sebebasnya menikmati sendiri.. nulis sendiri.. posting sendiri.. baca sendiri.. komen sendiri.. balas komen sendiri.. dan Coli sendiri.. apapun itu.

Akhirnya.. met nge-reread aja dah, buat yang udah pernah baca..!
Semoga terhibur. Adios.
------------------------

Feri aka Dodot – Stories

Episode 1 : One Night With BBB
Episode 2 : Keempat di Pulau Dewata
Episode 3 : Revenge For My Brother


Berikut adalah Trilogi Feri aka Dodot Stories.. yang –mungkin baru.. atau hanya– terdiri dari 3 episode.
Masing-masing kisah berdiri sendiri.. namun saling berkaitan.. dan terdiri dari episode yang saling berkorelasi.

Cerita-Cerita berikut.. hanya sekedar FIKSI belaka.
Tidak ada kaitannya dengan nama, tempat ataupun lokasi di manapun..
Kalau ada kesamaan.. itu hanyalah hasil 'Imajinasi Liar Penulis' semata.
----------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
----------------------------------------------
Episode 1 : One Night With BBB
----------------------------------------------


Prolog

You can call me Feri. 29 years old. Gue setengah Jawa setengah Kanada.
Gue anak pertama, adik gue cowok, selisih umurnya lumayan jauh sama gue.

Gue berada di strata ekonomi yang lumayan tinggi. And I'm so proud of myself.
Ketika banyak orang mengira gua cuma ngabisin duit Ortu doang, gue habisin hidup selama ini untuk buktiin bahwa kenyataannya itu semua salah.
Bahkan ortu sendiri suka takut dengan cara gue mewujudkan obsesi gua ini.

Dari kecil gue memang ambisius banget dan nekad.
Kalau sudah pengen sesuatu, harus gua dapetin.. apapun resikonya.
Dan beruntung gua nggak pernah gagal dengan usaha gua itu.

Di sekolah gua buktiin dengan prestasi yang bikin anak lain ngiler n nyembah-nyembah.
Kelas 4 SD gua dah dapet kesempatan pertukaran pelajar ke USA, mengalahkan 20 saingan seantero Indonesia.

SMP gua sabet hampir semua lomba essay yang gue ikutin.
SMA gue ke Argentina jadi delegasi muda Indonesia untuk speech contest.

Berhubung sudah jadi pandangan umum kalau anak pinter biasanya 'nerd', gue hancurin imej itu dengan ngikutin terus perkembangan pergaulan temen-temen gua.

Pokoknya gua nggak mau kalah di semua bidang.
Gua ikut les musik dan gua kalahin semua anak-anak band yang sok cool pas festival di sekolah gue.

Begitu juga waktu kuliah, gua kejar semua best predicate yang bisa gue ambil.
Cum laude, lulusan terbaik, lulus paling cepet, Mapres, semua gua capai.

Gue ga berminat jadi akademisi, karena menurut gua jenjang karirnya lamban.
Gue pengen cepet naik ke puncak, jadi gua apply ke perusahaan-perusahaan yang gua anggep cocok.

Tapi gua nggak pernah diterima, gue selalu gagal di Psikotest.
Gua ambil kesimpulan ada sesuatu dalam sifat gue nggak cocok jadi karyawan bagi mereka.

Mungkin kenekadan gua dan ambisi gua yang nyeremin bagi orang lain.
Mungkin harusnya gua aja yang bikin perusahaan sendiri.

Dan gue bener-bener ngelakuinnya.
Gua telpon sana-sini cari relasi, menjajaki kemungkinan-kemungkinan bisnis, beruntung babe gue punya banyak kenalan yang ngebantu banyak.

And you know what? Ketika banyak orang jatuh-bangun di bisnis, gua meroket.
Dalam waktu tiga tahun.. mereka yang awalnya gua mintain banyak pelajaran bisnis, sekarang malah belajar ke gua.

Okeh, enough bullshit. How about my love life..?
Huh, gue nggak percaya cinta.. love is only for sex, that's it..!

Pengalaman pertama gue terjadi waktu kuliah sama pacar..
Dan itu buruk banget. Tapi itu justru membuat gua obsesif soal seks.
Perjalanan-perjalanan bisnis gua pun dipenuhi dengan begituan.

Untuk beberapa saat gue merasa bosen.. seolah gua menjalani itu semua hanya memenuhi rutinitas, seperti buang air.
Gue merasa sudah nggak ada hasrat lagi.

Sampai akhirnya di suatu malam di Taiwan, tepat sebelum paginya gue balik ke Jakarta.
Waktu gua ke ke apartemen temen gue orang Korea buat pamit, gue kaget banget.

Dia suruh gua masuk kamarnya.
Di kamarnya ada cewek gitu –Jepang or Korea gua ga tahu– diiket di ranjang.

Terus temen gua ini suruh gua duduk, gua bengong.
Terus.. dia cerita ke gue dia mau rape itu cewek.. dan minta tolong gua buat ngerekam.

Gua masih bengong.. "Are you serious..!?"
Dia jawab mantap sambil serahin handycam ke gue.

Gue tanya lagi.. "How about the police..!?"
Terus dia ngetawain kepolosan gua.

Pertama dia bilang.. kalau that bitch deserve this.. karena udah ngancurin hidup dia lewat pengaduan-pengaduan soal bisnis gelap temen gua ini ke pengadilan.

By the way.. cewek ini karyawannya sendiri.
Dan video hasil rekaman diancam akan disebarin ke semua orang.. kalau cewek itu masih mau meneruskan kasusnya.

Too risky..? Nggak juga.. karena temen gua ini udah riset dulu gimana gelagat cewek itu sebelumnya.
Bagaimana latar belakang keluarganya.. and psikologisnya.

Pokoknya dari hitung-hitungan dia.. strategi ini akan betulan memotong perlawanan si cewek.
Total..!

Temen gua nggak njelasin lebih panjang lagi, karena sepertinya udah nggak tahan.
Dia kasih isyarat ke gua untuk mulai.

Gua pencet 'ON', terus mulai dia garap cewek itu.
Damn..!
Gua syok banget waktu itu. Si cewek meronta sekuat tenaga sampai akhirnya pingsan.

Waktu pingsan temen gua malah berhenti mompa..
Dia tampar si cewek sampai bangun.. terus dia garap lagi.
Temen gua bener-bener mastiin si cewek itu nggak kehilangan satu momenpun.

Sebenarnya nggak lama-lama amat.. sekitar 20 menitan.
Tapi mungkin bagi si cewek itu serasa seumur hidup.

Selepas temen gua ejaculate and menggelepar lemas di atas si cewek..
Gua rekam sampai dua menitan terus gua berhenti.
Handycamnya gua taruh di atas rak dan gue cepet-cepet pamit. Gua masih syok.

Sepulang dari apartemen itu, gua kepikiran terus.
Ada satu kenyataan yang nggak bisa gua sangkal.. bahwa walaupun gue gemeteran, gua merasakan hasrat yang udah lama hilang.
Baru kali itu gua merasa sangat terangsang..!

Akhirnya.. setelah kejadian itu gua coba koleksi hal-hal yang berhubungan dengan perkosaan.
Mulai dari bokep, cerita-cerita fiksi, sampai berita-berita fakta.

Gue perhatiin modus operandi mereka.. dan hipotesis gua sepertinya benar.
Gua sangat menikmati perkosaan..!

And.. bukankah ketika gue menginginkan sesuatu, gua akan berusaha sampai mati untuk mendapatkannya.

Tapi ini bukan perkara gampang.
Oke.. gue bukan orang yang nggak pernah melanggar hukum.
Tapi jauh di lubuk hati gue ada yang bilang raping is baaaddd.

Berhentikah..? Nggak.
Gue harus mencari dasar yang pas buat mewujudkan keingingan gua.

Waktu itu gua inget omongan temen gue "that girl deserves this..!"

Aha..!
Kenapa nggak gua cari aja mereka-mereka yang pantas mendapatkan perlakuan seperti itu?
----------------------------------

Setahun Berlalu..

Gue masih belum berhenti berpikir soal ini, tapi nggak begitu gue prioritasin karena bisnis gua makin berkembang gila.. sampai gua nggak percaya kesuksesan gua sendiri.

Di sela-sela kesibukan gue masih sempat-sempatin menelusuri hobi-hobi gua tentang raping dari artikel-artikel koran.

Haha.. kadang gue merasa sudah expert secara teori.
Praktikal..? Belum sempat.

Setelah muter-muter ke mana-mana nggak pulang-pulang 3 bulan, akhirnya gue balik ke Jakarta.
Rencananya gua mo liburan seminggu ke Bali ngelupain kerjaan gua sebentar.

Jenuh banget gua. Landing di airport jam 10 pagi, Soekarno Hatta masih gitu-gitu aja, malesin banget.
Adik gue yang jemput, telat setengah jam, langsung gua samperin.

"Dari mana loe..?"
"Sori bang, abis maen futsal ma temen."

Kami pun melaju meninggalkan bandara. Di mobil gua lihat beberapa majalah musik dan film.
Gua ambil yang tentang film satu dan baca.
Tahun ini hollywood lagi kenceng banget ngeluarin film-film bagusnya.

"Dah nonton transformer bang..?" Adik gue nanyain dari balik kemudi.
"Belum, gak sempet gue. Pengen banget, padahal.."

"Abang di Jakarta yang lamaan dikit dong makanya, nonton bareng kita..!"

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/ayu%20shita-BBB-profil%20artis%20cantik_zpsblj1yoqr.jpg

"Gosh, what is it..!?" tanya gua kaget bercampur sinis, sambil menunjuk satu halaman.

"Oh, itu film Indonesia baru. BBB. Nyanyi pula mereka. Orbitannya Melly Goeslaw."
Gue masih pasang tampang nggak ngerti.

Adik gue hela napas.. terus cerita panjang lebar tentang grup baru ini..
Kiprah mereka sebelumnya di layar kaca..
Gimana Melly Goeslaw mendorong mereka jadi penyanyi.. dan film mereka terakhir yang kacau.

Setidaknya itu doang yang bisa gua tangkep dari omongan adik gue.. karena dia banyak menyelingi dengan sumpah serapah.

Setelah itu gue masih pandangin wajah-wajah mereka, yang cewek-cewek tentunya.
Gue sangat nggak tertarik dengan gambar cowoknya..

Pertama karena gua normal.. kedua, karena mereka keliatan tolol.
But the girls are cute, walaupun dari cerita adik gue, mereka payah.

Di rumah langsung gue browsing tentang mereka.
Laudya Cintya Bella, Ayushita, and Chelsea Olivia.

Gue baru tahu kalau mereka sedang naik daun banget sekarang.
Selain itu gua menangkap ketidakberesan dari mereka..
Khas bintang-bintang pop yang nggak ambil pusing dengan pekerjaan-pekerjaan minim kualitas asal bayarannya gede.

Dan gue menyimpulkan tiga orang ini adalah ikon sinetron Indonesia..
Tayangan yang sudah lama gua anggep jadi alasan paling rasional kenapa orang Indonesia ****** terus.

Mereka memperkuat sistem pertelevisian Indonesia yang buruk.. bahkan merekalah primadona-primadonanya.

Cewek-cewek ini bersalah..!
And mereka cute.. So.. they must be punished..
----------------------------------

"Halo Shely.."
"Halo, selamat sore,Pak. Ada yang bisa saya bantu..?"

"Tolong batalkan tiket ke Bali. Saya di Jakarta aja.."
"Oh, baik, Pak."

Gue mulai menyusun rencana.
Di dunia ini, semua mudah jika anda punya jaringan bisnis yang sudah menggurita.

Kebetulan gue punya kartu nama orang dari rumah produksi yang bersangkutan, Indra namanya..
Kita beberapakali pernah terlibat proyek periklanan bareng.
Akhirnya gua janjian ketemu sama dia di suatu kafe.. dua hari setelah gua datang.

Di hari yang ditentukan kita jadi ketemu.
Kita ngobrol tentang pekerjaan kita masing-masing, sampai akhirnya di tengah obrolan..
TV di kafe itu nayangin videoklipnya BBB.

Gua mendapatkan kesempatan untuk langsung ke poin gue:
"Gue denger ada proyek yang lagi laris-manis sekarang..?" Gua ngelirik ke arah TV.

Dia lihat ke arah lirikan gua dan ketawa.
"Yah, ABG Fer. Loe bisa keluarin ongkos produksi yang murah tapi dapet keuntungan gila-gilaan dari mereka."
Gue ngangguk ringan..

"Ada tawaran bisnis dari gue buat loe. I want them. Could you make it possible..?"

"Siapa..? BBB..?"
"No, just the 3 chicks"

Dia ketawa lagi, kali ini lebih kenceng,
"Jadi, loe mau merambah dunia entertainment juga..? Bisa gila bos gua dengernya."
Indra masih ketawa.. tapi langsung diem ngeliat gua tetep pasang tampang serius.

"Oke, jadi ini soal iklan..?" Indra mencoba bersikap profesional. Gue geleng kepala.

"Film? Sinetron?" Gue geleng kepala lagi.

"Hah.. loe nggak bermaksud nyiptain lagu untuk mereka nyanyiin kan..?"

Gue membungkuk.. mendekatkan wajah ke Indra yang duduk di depan gue.. bilang dengan suara yang pelan tapi jelas..

"No.. I.. want.. them..!" Tampang Indra kosong, mencoba mencerna omongan gue.

Ketika sadar apa maksud gue, dia kelihatan masih berpikir keras berusaha meyakinkan diri agar tak salah interpretasi.

Kemudian berupaya merespon setenang mungkin..
"Nggak Fer.. mereka bukan artis yang kayak gitu. Loe mungkin bisa cari yang lain. Mereka nggak bakalan mau."

"Siapa bilang gua mau mereka mau..? I want them. I don't care whether they want it or not..!"

"Maksudnya loe mau..? Nggak.. itu gila Fer. Loe tau kan.. seberapa ngetopnya mereka sekarang..?
Semua orang pasang mata ke mereka, fans, pembenci.. semuanya.
Mereka akan tahu kalau-kalau ada kejadian apa-apa.."

"Don't be a chicken. Gua tau loe udah kenal gua, loe tau gua nggak pernah melakukan sesuatu dengan kepala kosong."

"Impossible, Fer. Gue nggak bisa bantu soal ini."

"Berapa gaji loe sekarang..?" Gue tanya ke Indra yang panik.

Dia terkejut ngedenger pertanyaan gua.
Lidahnya sudah akan menjawab.. tapi bibirnya bergetar menahan supaya nggak ada satupun kata yang keluar.

Gue ambil inisiatif duluan.
"Gue bayar lu 2000%.."

Gua ngambil buku cek dari tas, nulis nominal, tandatangan dan gua taruh di meja menghadap Indra.
"Selebihnya bisa loe ambil pas transaksi kita beres.
Gue tunggu jawabannya nanti malem jam 9.. You know My number."
Gue pergi pulang. Indra masih syok pas gua tinggal.

Malemnya HP gua bunyi..
"Fer, ini Indra, oke gue ambil, tapi ada syaratnya.
Pertama.. gue nggak mau terlibat jauh, ini semua dari loe dan untuk loe.
Kedua.. ini yang pertama dan terakhir. Setelah ini gue nggak mau diganggu beginian lagi. Deal..?"

"Deal, Mr. Indra. It's a pleasure to work with you."
----------------------------------

Gue cuma punya waktu empat hari lagi.. sebelum gua cabut dari Jakarta.
Beruntung Indra gerak cepat.. tiap tiga jam dia kasih update info ke gue.

Dia berusaha mendapatkan akses langsung ke bintang.. dan berhasil.. karena kerjanya selama ini yang dinilai memuaskan oleh rumah produksi.

Kemudian dia merencanakan.. bagaimana agar ketiga cewek terpisah dari yang dua cowok..
namun ketiga-tiganya harus berkumpul di satu tempat yang sama.

Ajakan secara profesional dirasa nggak mungkin.. karena itu pasti harus mengundang yang dua cowok agar tidak mencurigakan.

Maka Indra berusaha mendapatkan akses ke HP pribadi mereka.. dan mengirimkan pesan palsu tentang party khusus cewek yang diadain temen mereka bertiga.
Di situ dicantumin pestanya harus dirahasiakan.. karena akan wild, and no men allowed.

Pesen ini dikirim saat mereka sedang tur promosi film di Bandung.
Indra dengan segala cara berusaha membuat ketiga cewek ini exciting untuk datang.

Selebihnya mudah.. sebab mereka secara otomatis akan merahasiakan pesta ini ke semua orang.. karena jika bocor.. mereka pasti dilarang pergi tersebab jadwal tour yang padat.

Indra yang berhasil merebut kepercayaan mereka diminta menyediakan transportasi.
Ini dimanfaatkan untuk memastikan mereka bertiga tidak terpisah..
soalnya gue sudah minta mereka harus ada bertiga, nggak boleh kurang satu orang pun.
APV dicarter, secara rahasia.. nggak ada pihak manajemenpun yang tahu.

Akhirnya malam yang ditentukan tiba.. Sehari sebelum keberangkatan gua meninggalkan Indonesia.
Sesuai rencana.. ketiga cewek itu berpura-pura capek dan akan istirahat di kamar sejak jam 7 malam.. dan berpesan nggak mau diganggu sampai pagi.
Padahal.. kemudian mereka pergi lewat pintu belakang hotel dibantu Indra.

Sebelum pergi, Indra memberikan brownies pada mereka, sudah dicampur dengan bubuk tidur.
Dan mereka pergi meninggalkan hotel.

Lha, Sopir mereka gimana..? Kalau nanti kenapa-kenapa..? Kalau dia bisa jadi saksi mata..?
Nggak mungkin.. Soalnya.. sopirnya kan gue..!

Gue melaju ke arah puncak, tempat yang sudah gue sediain khusus buat malam spesial ini.
Sesekali gua ngelirik tiga calon mangsa di belakang, mereka ribut banget, ketawa-ketawa..
Andai saja they realize what will happen to them.. Gue senyum.

Sekitar 20 menit sebelum sampai tujuan mobil sudah sepi.. obat tidurnya sudah bekerja..
Gue tancap gas lebih kenceng. Sudah nggak nahan.

Akhirnya kami sampai di tujuan, villa punya keluarga gue.
Maksudnya.. salahsatu villa punya keluarga gua.
Agak kurang terawat..
soalnya keluarga gua paling males ke sini.. tempatnya terpencil, nggak ada villa lain di sebelah-sebelahnya.
Sepi.
Tapi untuk kasus-kasus khusus seperti yang gua alami sekarang ini, menguntungkan.

Gua masukin mobil ke garasi, terus gua buka pintu masuk.
Gue balik ke mobil.. buka pintu geser di bagian samping, di situ gua lihat mereka..
–ketiganya dengan jaket dan jeans- tertidur pulas.

Shit..! Manis banget mereka..!

Paling deket dengan pintu mobil dan tempat gua berdiri..
Ayushita.. with her weird haircut ala astroboy di bagian kening.
Dia pakai jaket adidas merah dan jeans hipster biru dongker.

Di sebelahnya ada Bella.. dengan sweater abu-abu juga dengan jeans hipster namun berwarna lebih cerah.

Terakhir.. paling ujung ada Chelsea dengan jaket tudung warna biru..
Bagian bawah celana jeansnya dilipat hingga terlihat betisnya yang putih mulus.

Gue angkat Ayushita.. gua bopong dia pelan-pelan masuk ke villa, ke kamar yang udah gua siapin.
Di sana dia gue dudukkan ke kursi khusus.. bagian bawahnya dipaku dengan lantai.. jadi nggak bisa geser-geser.
Terus tangannya gue iket ke belakang punggung.. sementara kakinya juga gua iket ke kaki kursi.

Selesai dengan persiapan hidangan pertama..
Gua kembali ke mobil buat ngambil Bella.. dan gua iket juga dia dengan posisi persis sama di sebelah Ayushita.

Terakhir Chelsea..
Waktu gua ke mobil ngeliat ada tempat agak lapang setelah dua cewek sebelumnya udah gua ambil..
Juga ngeliat Chelsea yang manis banget.. gue jadi ngiler.

Gue masuk ke mobil dan ngecumbu dia.
Gua cium-cium wajah and lehernya.. gue jilat-jilat kupingnya.. sambil gue grepe-grepe dadanya yang masih belum jadi.

Yeah.. who cares with no big tits.. if she already has cute face..?

Adek gue ngaceng.. tapi gua nahan diri dulu..
Gue angkat dia masuk kamar dan gua posisiin sama kayak dua cewek sebelumnya.

Persiapan udah selesai, gue capek pergi ke dapur dulu ambil air terus duduk di ranjang kamar depan mereka yang masih pulas.
Berat juga angkat tiga cewek, keringetan gue.

Sambil minum, pandangan gua nggak lepas dari mereka.
Gileee.. what a night I'll spend with them..!
This is my obsession.. dan bentar lagi akan jadi kenyataan.
----------------------------------

Bella yang pertamakali sadar.
Matanya sedikit membuka dan menutup lagi terkejut dengan sensasi cahaya lampu.

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/Foto-Bugil-Laudya-Cynthia-Bella-Terbaru_zpseihefa81.jpg

Gua pindah dari ranjang di depan mereka ke sofa di belakang mereka.

Bella sudah sadar sepenuhnya dan dia kebingungan karena tidak mengenali tempat.

Dengan suaranya yang serak seksi ia berseru lirih.. "Ayu.. Chel.. bangun, kita di mana..?"

Chelsea sadar, diikuti Ayushita beberapa saat kemudian. "Di mana nih"

"Gue nggak tahu.."

"Kok kita diiket sih..?"

Mereka bertiga sadar dengan posisinya yang diiket di kursi. Gua masih ngamatin dari belakang.

"Ini di mana..?" Bella masih bertanya hal yang sama.

Mereka bertiga mulai memeriksa sekeliling kamar. Mereka melihat di depan mereka ada ranjang..
Jam dinding tergantung di salahsatu sisi.. di beberapa sudut terpasang kamera yang menyorot ke arah mereka.

Mereka tidak melihat pintu yang menghubungkan keluar..
Mereka berusaha mencarinya di arah belakang.. namun mereka tidak bisa menoleh sempurna.. karena kondisi tangan terikat menghalangi pergerakan leher mereka.

Gue berdiri dan berjalan pelan.. suara tapak kaki sengaja gue perjelas.. supaya mereka menyadari kehadiran gue.

Gua ambil kursi lipat dan menyeretnya ke depan mereka dan duduk di situ.
Sekarang gue duduk berhadapan dengan mereka.

"Selamat malam, nona-nona.."

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/c3e485b4-0c4a-44ca-8704-3d9929dd2396_zps4xkswcc4.jpg

Ayushita cepat merespon.. "Kamu siapa? Ini di mana..?"

"Anda agresif sekali, nona.
Kalian boleh panggil saya Dodot.. Bukan nama sebenarnya tentu saja.. dan kalian sedang berada markas saya.."

"Kenapa kita ada di sini..? Kenapa kita diikat..!?"
Tandas Ayushita. Pertanyaannya terus memburu, menantang.

"Good question.. Tapi sebetulnya pertanyaan itu bisa dijawab jika anda menanyakan satu pertanyaan yang lebih penting sebelumnya.."

Emosi Ayushita meninggi.

Chelsea di sisi yang lain hening dengan mulut tak mau menutup.

Sementara Bella di sebelahnya mulai terisak..
Sepertinya dia sudah mengerti kemungkinan terburuk yang akan menimpanya..

Terbata-bata ia berkata.. "Mau ka-ka-mu apa..?"

"Pintar..! Itulah pertanyaan pentingnya..? Tapi tidak ada asyiknya kalau saya langsung menjawabnya sendiri.
Sekarang, bisakah anda menebak apa yang saya inginkan sekarang..?"

"Uang, kan..!? Kamu menculik kami untuk meminta tebusan..!" Ayushita membentak sinis.

Gue terbahak-bahak.. Bella makin terisak.. Chelsea masih diam.. wajahnya tegang.

"Uang..? Jawaban yang salah..!
Saya tidak butuh uang. Dengar.. bahkan production house kalian yang payah itu bisa saya beli sekarang juga.."

"Lantas untuk apa..!?"
Ayushita masih yang terkuat untuk berani menatap mata gue dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan interogatif.

Gue mencoba tetap sabar.

"Di sini saya yang melontarkan pertanyaan, bukan anda.
Jadi, untuk apa.. jika bukan karena uang.. saya berbaik hati mengajak anda bertiga ke markas saya malam ini..?"

"Kamu brengsek..!"
Sentak Ayushita.. wajahnya marah. Gue kagum dengan cewek ini, berani banget.

"Salah. 'Brengsek' tidak membuat saya harus mengundang kalian bertiga kemari.
Ada sesuatu yang lebih.. -katakanlah-konkret.
Chelsea.. anda mau membantu teman anda ini menjawab pertanyaan saya..?"

Chelsea tidak bersuara, ia berusaha keras untuk mengeluarkan sepatah kata, namun tak berhasil.
Ketegangan menyelimuti wajahnya.

"Bella, bagaimana dengan Anda..?"

"Ja-jangan, Mas, tolong, biarkan kami pergi. Kami nggak akan lapor siapapun, kami janji, Mas.."

Dia memohon sambil sesenggukan.. sepertinya bayangan mau gue perkosa udah menghantuinya sejak tadi.
Dan tangisannya itu malah bikin gua tambah terangsang.

Gue sentuh pipinya yang sembab itu.. dia menghindar.

"Heh, brengsek. Jangan ganggu temen gue..!" Sentak Ayushita lagi.

Plakk..!
Kesabaran gue habis.. satu tamparan telak mengenai pipinya.
Chelsea menjerit tertahan.. Bella menangis lebih keras.

Setelah itu rambutnya gua jambak.. sehingga wajahnya tengadah ke arah gua.

"Pertama, berhenti sebut saya brengsek..! Panggil saya D o d o t.
Kedua.. jangan ganggu saya ketika sedang berbicara dengan orang lain..! Mengerti..?"

Dia meludah di muka gue. Anjrit..!
Plakk..! Gua kasih tamparan lagi, kali ini lebih keras.

Sepertinya tamparan kedua cukup ngefek.. sudut matanya mulai berlinang.
Bikin adek gua tambah ngaceng.

Tadinya gua berpikir untuk nggarap Bella duluan.. karena dia yang paling menarik perhatian gue.
Tapi.. sepertinya gua berubah pikiran.

Si pemberani berambut aneh ini harus dihancurin duluan mentalnya.. biar nggak belagu.
Let's see.. seberapa lama dia bisa bertahan.

"Baiklah..!"
Gue duduk di pangkuan Ayushita, wajah kami berhadapan.
Dia berjengit menahan sakit karena pahanya gue timpa.

"Saya lihat anda yang paling bersemangat ingin tahu apa yang saya inginkan.. Saya akan mencontohkannya pada anda.
Sehingga teman-teman anda dan anda sendiri, tahu apa yang sebenarnya saya.. in-gin-kan..!"

Tangan gue bergerak ke tali yang mengikat tangan Ayushita di belakang.. dan lalu mengendurkannya.
Begitu merasa sedikit leluasa.. tangannya langsung melesat hendak membalas tamparan gue tadi.

Tapi gua sudah menduganya.. tamparan itu bisa sigap gue tangkap.

Dengan beberapa gerakan yang cepat.. gue buka ritsleting jaket adidasnya dan dengan paksaan gua lepas jaket itu dari lengannya yang terus meronta-ronta.

Gue denger jeritan Bella dan Chelsea di sebelah.. tapi gua nggak perhatiin mereka..
Perhatian gua sedang fokus dengan makhluk manis di depan.. yang sedang gua giring menuju kehancuran.

Di balik jaketnya Ayushita memakai t-shirt ketat warna pink.
Dia berusaha keras mencegah gue menanggalkan kaosnya itu.. tapi percuma.
Tangannya yang mungil tak kuasa menahan lengan gua yang kekar.

Gue tarik paksa kaosnya ke atas sampai copot.. dan sekarang tinggalah bra warna coklat menempel di dadanya yang mulus.
Kedua tangannya cepat-cepat menutupi dada.
Dia kelihatan sekuat tenaga untuk tegar menahan air mata.

Gue berdiri dari pangkuannya..
"Well, nona Ayushita ternyata pemalu. Apa karena ini pertamakalinya dia telanjang di depan orang lain..?
Ayolah.. diangkat tangannya.. Tunjukkan pada teman-temanmu ini juga.."

Ayushita diam tertunduk, bola matanya benar-benar sudah basah.

"Saya hitung sampai tiga. Satu..!"

Badannya bergetar.. sepertinya emosi di dalamnya sudah hampir meledak.

"Dua..!"
Kepalanya terangkat, ternyata nyalinya masih ada untuk menatap gue.

Fiuh, ngeliat matanya, I think she really want to kill me right now.

"Tiga.. baiklah, tampaknya anda perlu sedikit bantuan.."

Gue ambil tali yang tadi mengikat tangannya.. terus gua tarik paksa tangannya ke belakang dan gua iket lagi..
Tapi kali ini gue iket di senderan kursi yang atas.. jadi posisi tangan di belakang tengkuk.

Posisi yang membangkitkan libido gua.. dari dulu gue suka dengan ketiak perempuan yang seksi.

"Nah, begini lebih bagus.. betul begitu, teman-teman..? Hey, kalian berdua perhatikan baik-baik..!"

Bella dan Chelsea yang tadinya enggan liat jadi ketakutan.. terpaksa menonton Ayushita yang kini hanya sudah setengah telanjang.

"Tapi.. gaya anda sekarang tidak cocok dengan jeans yang anda pakai.. jadi lebih baik dilepas.."

Gue sekarang melorotin celananya.. dan di balik jeans itu ada CD yang sewarna dengan branya.
Gue sempat tertegun ngeliat pahanya yang mulus banget.. tapi gua kembali tenang, permainan masih akan lama.

"Nona Ayushita..!" Gue meraba-raba perutnya, pinggang, sampai kemudian paha.

"Anda tidak keberatan bukan kalau saya ingin menyapa sesuatu yang ada di balik celana dalam Anda..!?"
Tangan gue berhenti di selangkangannya. Telunjuk gue sudah sampai di tepi CD..

"Jangan..!" Tiba-tiba suara dari cewek yang lain ngagetin gua

Gue yang kaget menoleh ke samping.. Chelsea akhirnya bisa bersuara.

Gue berhenti bermain-main dengan Ayushita.. dan menatap Chelsea lekat-lekat.

Gue berdiri berjalan ke arahnya.. gua seret kursi lipat dan duduk tepat di depannya.

"Chelsea Olivia, nama yang indah sekali, berapa usia anda..?"

"16 tahun.."

"Muda dan berani. Kalau boleh saya tahu mengapa anda menyuruh saya berhenti..?"

"Tolong jangan lakukan.." suaranya gemetar.

Gue pelototin wajahnya yang cantik. Dia berusaha menghindari kontak mata dengan gue.

"Baiklah.. kalau itu keinginan anda. Tapi.. setiap hal tentu ada syaratnya.."

"A-apa syaratnya..?"

"Anda yang menggantikan posisi saya tadi. Kerjakan semua perintah saya. Jangan membantah. Kalau tidak..!"

Chelsea cemas menantikan gue menyelesaikan kalimat..

"Kalau tidak.. anda saya yang ikat ke ranjang di depan itu.. dan lihat apa yang bisa saya perbuat pada anda..!"

Dia tersirap.

"Setuju?" Dia mengangguk pelan.

"Gadis pintar.." Gue lepas semua ikatan di tangan dan kakinya.

"Ingat, jangan membantah, jangan melawan, jangan berbuat yang macam-macam, kamu sudah tahu konsekuensinya.." tegas gue lagi.

Tangan dan kakinya sudah bisa bergerak bebas.. dia gue suruh berdiri.

"Sebelumnya buka dulu jaket anda.."

Ia menurut, di balik jaketnya ia memakai kaos Goofey putih.
Melihat betisnya yang mulus gue pun belum puas dengan itu.

"Lepas juga celana jeans anda!"

Dia ragu.. "Tapi..!"

"Jangan membantah!"

Dia menurut.. dilepasnya celana jeans itu dan terlihat CD warna oranye.
Gue hampir jantungan ngeliat pahanya.

Setelah itu gua ambil laptop dari meja, gua setel bokep lesbian.

"Nona chelsea, lihat ini baik-baik.."
Dia nurut. Dia gue suruh nonton film berdurasi 12 menit itu.

Sambil nonton, gue jelasin ke anak kecil ini tentang orgasme pada perempuan, gimana caranya.. and tanda-tandanya.

Kelar training kilat.. gue seret dia ke depan Ayushita.

"Sekarang, saya ingin anda membuat teman anda ini senang. Anda harus membuatnya orgasme.."
Chelsea kebingungan, nggak tahu mesti ngapain.

Gue bilang dengan nada mengancam..
"Saya tidak bisa menunggu lama, lakukan sekarang juga..!"

Akhirnya Chelsea nurut, dia mulai meraba-raba tubuhnya Ayushita.

"Chel, jangan, Chel, plis.."

Ayushita memohon.. tapi Chelsea lebih takut ancaman gue.. dan dia langsung membungkam temennya itu dengan ciuman yang dahsyat.

Ajegile, gue kaget.. ternyata anak kecil ini cepet banget belajarnya.

Kemudian tangan kirinya nyelip ke balik CD temennya itu untuk melakukan pekerjaan utama.. sementara tangan kanannya sibuk melepas tali bra.

Langsung dengan telunjuk dan jari tengahnya yang mungil digelitiknya klitoris Ayushita..
Tangan kanan sudah meremas-remas payudara Ayushita yang kini tak lagi tertutupi sehelai benang pun.

"Aakh.. Chel, stop.. uggh, uumm.."

Tubuh Ayushita menggelinjang hebat.
Dasar perawan, dirangsang dikit aja udah kejang-kejang.

Yah, gue memang butuh dia diwarming-up dulu.. biar enak gua pakainya nanti.

Gue geser kursi di depan Bella yang wajahnya tampak lemes banget.. daritadi nangis.
Hidungnya memerah.

Gua bilang ke Chelsea yang masih sibuk melakukan tugasnya..
"Nona Chelsea.. terus lakukan perintah saya, saya ada urusan sedikit dengan Nona Bella.."

Bella tercekat mendengar namanya disebut.

"Nona Bella.. pasti anda sudah sering mendengar ini dari mulut seribu laki-laki.. tapi saya tetap harus mengatakannya.
Anda sangat cantik.. terutama bibir seksi anda. Kecantikan itulah yang sebenarnya saya kagumi."

Dia makin ketakutan.

"Dan saya adalah orang yang selalu menginginkan apa yang saya kagumi..!"

Gue berdiri ngelepas ikatan tangannya. Terus gue kembali duduk menghadapnya.
Gue copot celana panjang gue.. sebelumnya gua sengaja nggak pake celana dalem, biar cepet.
Jadi dia bisa langsung lihat kontol gua yang lagi ngaceng.

Chelsea mendadak berhenti.. untuk ngeliat punya gue.. tapi langsung gua ingetin..
"Tidak ada yang menyuruh anda berhenti..! Lanjutkan..!"
Dia nurut.

Sementara Ayushita sudah nggak bisa fokus lagi..
Dia sedang menuju puncak kenikmatan.. matanya merem-melek, sambil melenguh.

"Eeuuhh.. aaaahhh.. aaah.."

"Sekarang.. Bella, saya ingin anda.. dengan tangan dan bibir yang seksi itu, rasakanlah adik saya ini.."

Bella menggeleng kenceng.
Sepertinya dalam hati dia jijik.. geli.. bercampur takjub dengan barang gua yang ukurannya lumayan ini.

"Hah..! Jangan berlagak..! Saya tahu kehidupan anda.
Siapa teman-teman anda, juga hobi anda clubbing. Saya yakin anda sudah paham maksud saya.
Jika anda menolak, saya tidak bisa mencegah adik saya ini sendiri yang aktif mencari sesuatu yang lain dari anda.. untuk dimasuki.."

Bella diem, menggigiti bibirnya.

"Saya berbaik hati memberi anda kesempatan. Tolong hargai.."

Gue sodorkan kontol gua ke hadapannya.
Pelan-pelan dia genggam kontol gua pakai tangan kanan.. terus kepalanya maju dan anu gua langsung dikenyot.

Lagi.. lagi.. terus. Gila.. enak banget.
Ketahuan kan.. kalau dia udah sering main beginian bareng pacarnya. Hehe..

Kini giliran gue yang sekarang merem-melek..

"Aaaakhh.. anda sudah sering melakukan dengan pacar anda ya..?
Ummgghh.. Besar punya siapa? Punya saya atau pacar anda? Hahahaha.."

Gue ketawa ngeledek..
Gue belai rambutnya yang lurus dan gue usep-usep pipinya yang basah bekas nangis tadi.

Sementara Chelsea sekarang melumat putingnya Ayushita.
Tampaknya sekarang Ayushita sudah pasrah dalam kenikmatan. Keringat mengalir deras di sekujur tubuhnya.

Penis gue sekarang licin kena air liur..
Bella jago banget melakukan variasi.. bentar dia ngocok.. bentar dia ngulum lagi.

And gua mesti ngingetin lagi gimana bibirnya yang seksi itu sekarang menclok di kontol gue.
Hmmmm.. beruntung banget nih cowoknya sering dapet servis kayak gini.

Gue tinggal pasrah aja sambil nikmatin pemandangan Ayushita mendaki klimaks.

Ayushita: "Aaahh..aahhhh, euuhh..!" badannya meronta ke sana-kemari

Gue: "Ufff.. yeesss, terus Bella.. yesss.. aaarrghh.."

Chelsea udah dapet G-spotnya Ayushita.. yaitu di samping perut, agak ke atas deket ketiak..
Dia cium bagian itu sementara tangan satunya masih terus bergerak di klitoris.
And Ayushita sudah semakin tidak kuat lagi membendung serangan.

Sementara gue.. yang dari awal kurang persiapan alias pasrah dengan BJ-nya Bella.. juga jadi nggak kuat nahan klimaks.

"Arghhh..!" Tubuh si seksi Ayushita bergetar hebat.

Sementara itu.. "Ufffff..!"
Cratttt..! gue muncrat di wajahnya Bella..

Dia memekik.. menjauhkan mukanya dari gua. Gue jambak rambutnya.

"Selesaikan tugas anda..!" Gua paksa dia ngejilat sisa-sisa mani di ujung penis.

Yuhu.. Gue lihat Ayushita lemas..
Chelsea kebingungan dengan cairan yang keluar dari vagina temannya.. yang sekarang membasahi telapak tangannya.

Gue geser kursi gua sedikit ke belakang.
"Kemari Chelsea..!"
Gua suruh Chelsea mendekat dan gua suruh dia duduk di pangkuan gua.

"Anda telah bekerja dengan baik.." Gue peluk dia dari belakang, dia nggak ngasih perlawanan.

"Sekarang anda bisa tahu apa yang saya inginkan dari kalian, bukan?"
Chelsea nggak jawab, diem.

Gue cium tengkuk sampai ke kupingnya, terus gua bilang ke deket telinga.
"Bilang saja, tidak apa-apa. Apa yang saya inginkan dari kalian..?"

Dia jawab gemetar.. "Ka-kamu mau pe-r-kosa kami?"

"Anda memang pintar."

Dia memohon.. "Jangan lakukan ini, saya mohon, lepaskan kami..!"

"Jangan takut, manis, saya tidak akan melakukannya padamu.
Anda sudah tidak macam-macam selama ini dan mematuhi perintah saya.
Tapi saya mau anda melakukan beberapa keinginan saya.. kalau anda menolak.. mungkin saya bisa berubah pikiran."

"Ap..apa..?" dia tergagap.

"Pertama.. suruh teman di depan kita ini untuk melepas sweater.. kaos dan celana jeans-nya..!"
Perintah gue sambil menunjuk Bella.

Chelsea mengikuti perintah gue..
"Bell, buka sweater, kaos, sama celana loe, Bell, plis.."

Bella ragu, namun akhirnya menurut.
Dia berpikir.. Chelsea yang selama ini patuh diperlakukan dengan baik oleh gua.. dan mungkin dia bisa bernasib sama.

Dia copot sweaternya.. di balik sweater itu dia pakai tanktop hijau cerah.
Lantas dia pelorotin celana jeansnya.. dia nggak bisa bener-bener copot.. karena kakinya masih gue iket di kursi.

"Kaos loe juga, Bell.."

"Gue nggak mau. Loe juga masih pakai kaos loe.."

Gue angkat suara lagi.. "Kenapa, Chelsea..?"

"Dia nggak mau buka kaosnya.. karena saya juga masih pakai kaos saya.."

"Kalau begitu.. kenapa tidak anda turuti saja permintaanya..?"

Gue angkat kaus goofey Chelsea ke atas, pertama dia menolak.. namun akhirnya dia menyerah.
Sekarang dia hanya memakai underwear oranye.

Dongkrak gua naik lagi.. mengagetkan Chelsea yang sedang gua pangku.

Bella akhirnya juga membuka tanktopnya. Underwearnya warna putih.
Dongkrak gue naik makin tinggi,

Chelsea makin nggak nyaman di pangkuan gue.. tapi tangan gue tetep peluk dia kenceng.

"Sekarang, kamu mau lepaskan saya.. kan..?" Chelsea bertanya ke gue.

"Tentu saja.. belum.."

"Tapi kamu tadi sudah janji.." Ia menghiba.

"Tenang Nona Chelsea.. anda tidak akan saya perkosa.
Hanya ada satu hal lagi yang harus anda kerjakan untuk saya..!"

Chelsea menunggu gua nerusin kalimat..

"Pilih satu dari dua teman kita di depan ini.. untuk memuaskan saya.. di ranjang di depan itu..!"

"S-s-saya nggak bisa.."

"Oh.. jadi kamu lebih suka menemani saya di sana..?" Tangan gue mulai main-main di pahanya.

"Jangan..!" Dia menjawab ketakutan.

"Kalau begitu.. pilih sekarang..!"

Chelsea panik sekarang.. karena gua paksa mengambil keputusan yang berat.
Kalo nolak, dia yang jadi korban.. tapi bila keputusan diambil.. temannya yang harus menanggung akibatnya.

Bella menggeleng-gelengkan kepala ke arah Chelsea.. mengiba, jangan dia yang dipilih.
Sementara Ayushita memandanginya marah.

"Pengecut loe..! Masa loe nggak berani lawan dia..? Masa loe nurut aja sama dia..?
Manja banget sih loe..!?"

Ayushita memakinya. Luar biasa betul cewek satu ini.

Wajah Chelsea memerah.. matanya berlinang..
Dia terkejut dengan makian itu dan itu betul-betul menyinggung perasaannya.

Langsung aja dia nunjukin korban untuk gue.

"Dia.." tunjuknya ke arah Ayushita.

Ayushita menatapnya tak percaya, nafasnya tersengal-sengal.

Gue ajak Chelsea berdiri dan iket dia di kursinya semula.
Sesudah itu gue ke Ayushita buat ngelepas ikatan di tangan dan kakinya.

"Pertama.. saya sudah capek dengan omongan anda yang tidak sopan.. sejak pertamakali datang kemari.."

"Kedua.. anda memaki Nona Chelsea yang dari tadi sudah menunjukkan sikap yang jauh lebih baik dari anda.
Dan anda sama sekali tidak menghargainya."

"Anda memang harus dihukum.. dengan keras..!"

Tangan dan kakinya sudah gue lepas..
Dia berusaha nyerang gua tapi sia-sia karena gue udah antisipasi.. gue tekuk tangannya ke belakang.

Gue lempar badannya ke kasur dan langsung gue tindih.. dia nggak bisa gerak.. hanya tangannya terus memberontak.

Splakk..!
Gue tampar pipinya. Gue denger dua cewek yang lain berteriak minta tolong.
Mereka masih belum belajar juga.. kalau semua itu sia-sia.

Ayushita coba mendorong gue ke atas.. walau nggak ada tenaganya sama sekali.. gua cukup kerepotan.
Akhirnya gue pegang dua tangannya.. dan gue tekan ke kasur.

Sekarang tangan gue juga nggak bebas.. karena harus megangin tangannya dia.
Padahal.. gua butuh maksa kakinya yang menutup rapat untuk membuka.

Dia mati-matian merapatkan kakinya.
Kalau gua coba maksa buka pakai kaki gue.. dia manfaatin celah itu buat nendang-nendang perut gue pakai lutut.

And Its fucking hurt dude..!
Akhirnya gue teken lagi pakai kaki gue.

Gue cari akal..
Gue cengkeram dua tangannya pakai satu tangan aja.. terus gue teken ke samping badannya.
Gue angkat badan gue.. sehingga tangan gue yang cuma satu bisa lebih kuat nekennya.

Dia melihat gue cuma pegang tangannya pakai satu tangan.. mencoba fokus untuk ngelepasin diri.
Tangan gue yang satunya bergerak bebas.

Cerobohnya.. karena dia fokus ke tangan, kakinya jadi megendur.
Kesempatan ini nggak gue sia-siain..
Dengan tangan gue satunya.. gue paksa angkat kakinya.. dan buka lebar-lebar selangkangannya.

Dan pertahanan pun terbuka lebar..
Gue giring kontol gua ke sana..
Dia memekik.. dan langsung balik sekuat tenaga berusaha menutup rapat kakinya.

Tapi sudah terlambat.. posisi gue sekarang menguntungkan..
Gue dalam gerakan sekejap berhasil memaksa kedua kakinya melingkari pinggul gua.

Dan.. kepala kontol gue sudah berada di lepitan bibir vaginanya.

Sekarang tangan gue balik mengamankan tangannya dia.
Gua tekan ke kasur di samping kepalanya dia. Sudah tidak ada harapan lagi.

"Sudah siap..?" Gue menyeringai sinis.

Blebhh..!
Gue masukkin pelan-pelan barang gua ke kemaluannya.

Pelan.. pelan.. Gue nggak mau kehilangan momentum ini barang sedetik pun.

Dia mengerang kesakitan. "Errrrghhh.."

Tapi waktu gue dorong.. ternyata cuma bisa masuk separo..
Gue keluarin adek gua pelan-pelan juga.. terus gua ulangin sampai tujuhkali.

Gue rasain dinding vaginanya berdenyut-denyut hangat.. mijitin punya gue.

"Oooohh.."

Akhirnya gua ambil ancang-ancang.. dan kali ini gua hujamkan dengan keras.

Sleph.. Crebb.. Ckrett..!

"Herghh.." Lenguh gue berat.

"Uggggh..!" Dia menjerit kencang.

Penis gue masuk lebih dalam.
Jlebb.. clepph..!

Gua hujamkan lagi sampai tigakali.. sampai masuk sempurna.. dan gue ngerasa ada cairan hangat mengalir di kontol gue.

Darah. Selaput daranya robek.
Gue ketawa terkekeh-kekeh.

"Oh.. jadi anda masih perawan..? Maafkan saya, seharusnya saya lebih sabar mengajari anda.."

Dia mencoba melawan tekanan tangan gue.
Tapi waktu gue mulai lagi genjotannya, dia menyerah.

"Uuuff.. uuuff.. aahhh, anda sungguh nikmat nona.." Erang gue nikmat setengah ngeledek.

"Anda sungguh-sungguh.. oooohhhh.. nikmat.."

Sekarang dia berkeras memendam rasa sakitnya..
Kayaknya dia sadar.. kalau erangan sakitnya justru membuat gua makin senang.

Dia memejamkan mata dan mengunci rapat mulutnya..
walaupun sesekali terdengar rintihan.. saat gue penetrasinya kelewat kenceng.

Melihat usahanya itu gua cari akal.
Gue harus bisa membuatnya benar-benar memahami.. makna dari apa itu diperkosa.

Gue angkat dada gue.. Gue angkat tubuhnya.
Sekarang kita dalam posisi duduk.

Tangannya yang bebas kembali melakukan perlawanan.

Gue rangkul.. terus gue dekep pakai satu tangan sampai dada kami nempel satu sama lain..
sehingga tangannya nggak bisa nyentuh wajah gue.

Terus tangan gue yang satunya mengangkat pantatnya dia.. jadi gue punya ruang untuk melanjutkan pekerjaan.

Gue mulai lagi.. dan beneran.. dengan posisi begini penetrasi gue makin dalem.
Dia nggak bisa nahan rasa sakitnya.. Teriakan kerasnya mengiringi setiap hentakan pinggul gue.
Dia betul-betul kesakitan sekarang.

Tangannya terus meronta.. mukul-mukul kepala dan tengkuk gue.. jambak rambut gue.
Semua bisa gue tahan.
Maksud gue.. Oh c'mon.. sesakit apa sih dipukul cewek 21 tahun..?

Apalagi kalau syaraf sakit loe sedang mati.. karena diserang arus kenikmatan yang sedang menerjang.

Lama-lama gua rasakan pukulan dan jambakan itu frekuensinya berkurang.
Suaranya pun semakin melemah.

Kira-kira setelah lima menit gue entot.. suara teriakannya berhenti..
Hening.. dan kedua lengannya justru erat memeluk gue..

Pundak gue basah, hangat.. ternyata sekarang dia nangis di pundak gue.
Bener-bener nangis, banjir air mata.

Sekarang dia beneran pasrah.. tinggal berharap semua mimpi buruk ini segera berakhir.
Gue jadi tambah girang..
Haha.. mana keberanian loe tadi.. you bitch..!?

Misi utama gue sudah sukses.. she's already destroyed.
Sekarang yang harus gue lakukan tinggal membereskan kekacauan.. dan mengambil komisi buat pribadi, hehe.

Gue rebahin lagi tubuhnya.. sekarang gue beneran nggak dapet perlawanan sedikitpun.
Gue jadi bisa bebas gerayangin tubuh moleknya.. mulut gue bebas cium and jilat-jilat wajahnya yang cantik.

Gue lumat juga payudaranya yang kenyal.

"Aaaahh.. ummm.. nccphh.."

Ibaratnya sekarang kelar menang perang..
Gue jarah semua asetnya sampai nggak ada lagi yang tersisa.
Disamping itu tentu saja, adek gua masih tetap menjalankan tugas utamanya.

Lonjoran kejal kontol gue terus menjelajahi.. merojoki.. menjarah liang vagina yang kian lama kian terasa membasah.
Clebh-clebh-clebh-clebh-clebh..!

Dia masih terus nangis. Badannya lengket karena keringat.
Kemudian mulutnya membuka.. gua tangkep itu isyarat dia mau klimaks.

Gue percepat pompaan gue.
Dan betul saja.. nggak lama kemudian tubuh membasahnya mengejang.

"Akkhhhh.. oohh.. hhhh..!" Orgasmekeduanya datang malam ini.

Gue pelanin lagi irama entotan gue.. kayaknya gua juga udah nggak bisa nahan lebih lama lagi.

Gue berbisik ke dia..
"Nona, anda tidak mengecewakan saya. Saya minta maaf.. tidak tahu sebelumnya kalau anda perawan.
Kalau tau.. saya pasti akan tidak sekeras ini. Untuk itu saya akan memberi hadiah sebagai permohonan maaf.."

Dia tidak menjawab, sudah setengah tidak sadar.

"Saya beri sperma saya untuk anda kandung.."

Gue klimaks..
Gue benamkan setandasnya lonjoran kontol gue ke dalam lubang vaginanya.

Gue mengerang.. "Aarrghhh..!"
Crattt.. crattt.. crett.. crett.. Limpahan kenikmatan membanjiri gue dalam sekejap.

Gue merasa tenggelam sampai ke dasar laut.
Gue merasakan ekstase yang nggak pernah gue rasain waktu ML-ML sebelumnya.
Gue rasa ini 10 kali lipat lebih nikmat.

Ternyata bener dugaan gue.. kepuasan yang gue dapet dari perkosaan berlipat-lipat dari seks biasa.
Karena alasan gue yang kuat untuk menghukum..
Karena erangan penolakannya.. yang membuat gue lebih terangsang.. ketidakberdayaan mereka.

"Oooooohh.." Gue terkapar di kasur. Terkapar dalam kenikmatan.

Satu menit kemudian, gue sadar. Gue inget ada dua cewek lain yang masih terikat di kursi.
Mereka berdua tertidur, kecapaian, kehilangan energi setelah menjerit-jerit berjam-jam.

Gue lihat di samping gue Ayushita sudah tak sadar. Di vaginanya tampak luberan air mani gue.
Gue belai rambutnya, gue peluk dia, badan kami bertemu, basah, lengket.
Akhirnya gue kasih ciuman di bibir, ciuman mesra.

"For my first victim. I will always remember you, forever..!"
----------------------------------
 
Terakhir diubah:
-----------------------------------

Gue jalan ke dapur, ambil air es di kulkas, gue minum tiga teguk.
Lalu gue menuju ke wastafel.. cuci muka, gue pandangin muka gue di cermin.

"Hai tukang perkosa..!" gumam gue ke bayangan gue sendiri.

"Yes I am. But I have the reason right? I only choose the right victim..!"
Gue menyeringai, setuju dengan pembenaran gua sendiri.

"...!"

"Tadi itu.. tadi itu.. luar biasa.." pikir gua..

Gue tercenung beberapa saat..

Lantas gue tersenyum sendiri lagi..

"Tapi itu belum seberapa, sebentar lagi akan gue dapatkan yang tigakali lebih hebat.."
Gue teringat bagaimana sebenarnya gue paling terobsesi sama Bella.

Gue lirik jam dinding. Masih jam sebelas kurang.

"Malam masih panjang.." Gue berjalan kembali ke kamar sambil terkekeh-kekeh.

"Malahan.. malam baru saja akan dimulai bagi Nona Laudya Cinthya Bella.."

Gue, tanpa berpikir untuk memakai baju gua lagi, berjalan ke kamar melintasi suatu ruang di sebelah kamar gue itu.

Di situ ada panel-panel monitor yang tersambung ke kamera-kamera yang gua pasang di tempat-tempat strategis.

Gue memang sudah merancang supaya nggak ada momen yang luput dari dokumentasi.
Gue butuh buat hiburan nanti kalau gue sedang berada di luar negeri.

Gue kembali ke kamar.
Chelsea dan Bella masih tertidur.. Ayushita tampaknya belum akan sadar untuk waktu yang lama.
Gue jalan ke Bella, buka semua ikatannya dan gue bopong ke ruang tengah.

Di ruang tengah tempat nonton TV itu sudah gue siapin tali yang menggantung ke langit-langit.
Gua iket kedua tangannya ke tali itu.. hingga lengannya tergantung ke atas.
Tali itu gue tarik.. sehingga kaki Bella tidak lagi menginjak lantai.

Terasa ada tarikan kuat ke atas, Bella terbangun.
Kekecewaan tampak jelas dari raut mukanya yang menyadari bahwa kejadian-kejadian sebelumnya bukan mimpi.

Dia bertambah takut ketika tahu hanya dirinya yang berada di ruangan itu bersama gue.

"Halo, nona Bella.."

Dia tidak menjawab.

"Maaf jika saya mengganggu tidur anda.."

Dia buka suara.. "Apa salah kami? Kenapa kamu tega melakukan ini..? Kenapa kami..?"

Gue tersenyum.. "Salah kalian?"

Gue melanjutkan..
"Temanmu tadi dihukum karena ketidaksopanannya. Nona Chelsea berlaku baik jadi tidak saya apa-apakan.
Sementara anda..!?"

Gue berjalan mendekat.

"Seorang idola, banyak remaja putri memimpikan menjadi anda, meniru anda.
Mereka akan melakukan segalanya untuk bisa seperti anda.."

Dia mendengarkan, ketakutan tampak jelas raut wajahnya.

"Film pertama anda.. Virgin. Punya pesan yang bagus, tentang pentingnya menjaga keperawanan sebelum menikah.
Saya simpati, itu pengaruh baik bagi remaja yang lain.."

Gue berjalan memutarinya ke belakang sambil semakin mendekat. Matanya mengikuti gue.

Dari belakang gue dekap dia..
"Tapi di dunia nyata, tentang anda yang sebenarnya, apakah anda masih perawan..?"

Dia tergagap tidak menjawab.

Satu tangan gue menyelinap cepat ke balik bra meremas susunya..
Satu tangan lagi menyerang ke balik CD.

Gue merasakan bulu-bulu lembut di selangkangan.. dia masih menyisakan sedikit jembutnya, rapi.. mungkin membuatnya lebih seksi ketika bugil.

"Kalau saya tidak bisa mendengar jawaban anda, mungkin adik saya yang akan mencari jawabannya sendiri.." Gue mengancam.

Dia menggeleng.. "Ja-jangan..tidak..sa-saya sudah tidak perawan.."

Dekapannya gue kencengin, gue berkata sinis..
"Hoh, idola, diikuti banyak remaja putri, tapi tidak bisa menjaga keperawanan..?
Anda adalah orang yang bertanggungjawab dengan tingkat seks bebas di kalangan remaja.."

"Ba-bagaimana bisa..?" Dia bertanya sambil terisak.

"Karena mereka mencontoh anda.."

"Ampunn.. maafkan saya..!"

"Maaf tidak menghilangkan kesalahan, nona. Hukumanlah yang menghilangkannya.."

Gue cium tengkuknya terus geser ke leher.. pangkal lengan.. sampai ke ketiak.
Gue sudah bilang kan kalau gue paling suka ketiaknya cewek.
Seksi.

Lantas gue buka bra-nya, gue lempar ke lantai.
Gue lumat susunya sebelah kanan sambil gue remes-remes yang sebelah kiri.

"Jangaann..aahhh.. ufffg.."
Di balik penolakannya dia nggak bisa mengelak nikmatnya rangsangan gue.

Sekarang gue buka celana dalemnya, tanpa babibu gue sedot selangkangannya.
Gue cium, gue jilat, terus gue mainin jari gue di sana.

Kelihatan banget onderdilnya ini udah sering dipake.
Dasar jablai..! Pikir gue. Walaupun gue ngiri juga sama cowoknya yang bisa dapet fasilitas kayak gini.

Pahanya mengerjang.
Walau fokus gue lagi ngerjain bagian bawahnya dia.. gue paksain sekali-kali lihat ke mukanya yang cakep.
Gue suka banget tampangnya waktu menahan nikmat.

"Uuuuhh.. ooohhh.. ampunn.. aa aahh.."

Nafsu gue udah sampai ubun-ubun.. dan yang gue pikirin sekarang adalah gue harus entot dia secepatnya.
Tapi gue paksain diri gue untuk kembali ke rencana awal.

Gue sudah menduga dia bukan perawan lagi.
Kalau dia langsung gue perkosa, dia nggak akan merasakan siksaan yang gue harapkan.
Nanti jadinya malah kayak ML biasa.

Gue ambil posisi di belakang dan gue mainin kontol di pantatnya dia.
Dia panik, merasakan gejala-gejala sodomi, tubuhnya meronta menolak.

Gue dekep lagi tubuhnya pakai dua tangan gue.

"Oh, tampaknya lubang yang belakang masih perawan, nona..?"

"Jangaaaaaaann..!"

Gue bukan orang yang tertarik sama seks anal.. gue cuma pengen nakut-nakutin dia aja.
Gue pengen bikin dia merasa tersiksa biar gue makin terangsang.. biar makin banyak aliran darah ke kontol gue..
Biar gue bisa fit untuk atraksi utamanya nanti.

Gue coba masukin dikit.. bikin dia syok.
Gue lebarin pantatnya..
Slephh..! Gue masukin pelan.
Beneran, dia jerit kenceng banget.

Kontol gue makin tegak.
Gue tarik-ulur pelan-pelan dan rasa sakit jelas keliatan dari jeritannya tiapkali gue penetrasi.

Gila, ini aja gue main-main.. nggak gue hajar beneran pantatnya. Gimana kalo gue serius ya..?

Gue cabut penis dari anus dia. Gue mau buat dia menderita.
Melakukan S&M bukan gaya gue, tapi gue butuh dia menderita.

Gue mengurungkan niat untuk nyetrum dia pakai power supply arus ringan.. soalnya, itu cuma bikin dia mati rasa.
Yang gue butuhin malah gimana caranya dia bisa lebih sensitif.

Dientot biasa dia udah sering ngerasain.. kalo gitu.. dia nggak akan ngerasain bedanya diperkosa sama ML bareng cowoknya.

Gue harus bikin seks malem ini spesial.. nggak akan bisa dilupain atau disamain.. mau dia ML sejutakali sama sejuta cowok lain.

Gue bukan orang ****** yang bikin rencana nggak sempurna.
Gue sudah antisipasi kejadian kayak gini. Gue ambil tas peralatan.

Gue ambil satu kotak kulit warna hitam.
Di dalamnya ada jarum suntik dan beberapa botol mungil berisi cairan kental.
Gue ambil suntikan itu, terus gue masukin cairan itu dalam suntikan. Terus gue balik ke Bella.

"Nona, anda tentu ingin tahu ini apa?"

Dia cuma sesenggukan, tak berdaya.

"Tenang saja, bebas HIV/AIDS, jarum ini steril tidak pernah saya pakai.
Hal yang menarik adalah serum di dalamnya."

"....!"

"Nona, saya ingin cerita sedikit.
Saya ini katakanlah seorang wiraswasta, saya berkeliling dunia untuk mencari peluang bisnis yang bagus.
Dan dari pengalaman itu saya tahu bahwa inovasi yang bagus adalah pintu keuntungan berlimpah.."

"...!"

"Teman saya dari California pernah menemukan inovasi yang membuat saya kaya..
tentang obat penyembuh kanker tanpa operasi dan dengan terapi yang cepat tanpa efek samping."

"...!"

"Ini inovasi keduanya. Saya berharap ini juga membuat saya kaya.
Hanya saja saya belum mendapatkan hasil ujicoba..!"

"...!"

"Kenapa saya tidak mencobanya pada anda?
Tentu itu bisa saya lakukan dan saya akan berterimakasih sekali atas kebaikan anda."

Bella menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Jangan, jangan, saya mohoonn..!"

Gue pegang pahanya, tubuhnya berputar-putar mencoba membuyarkan usaha gue menyuntik dia.

Eh, ngomong-ngomong gue mau cerita dulu tentang serum yang mau gue kasih.
Sebenarnya gue bohong, ini bukan serum hasil penelitian lab.

Ini semacam narkotika, efeknya seperti viagra.
Gue dapetin ini dari temen gue orang Afro-Amerika waktu ketemu di California.

Dia bilang cowok cuma butuh ini if they want to fuck horse.
Efeknya kenceng banget.

Dan dia sangat nggak menyarankan ini dipakai cewek.. karena jarang cewek bisa terpuaskan kalau lagi ML..
Padahal serum ini meningkatkan kebutuhan orgasme yang masif.
Cewek bisa stres berat.. malah bisa gila.


Dengan usaha keras akhirnya gue berhasil menginjeksikan sempurna serum itu dalam aliran darahnya Bella.
Gue tertawa mengejek. Habis itu gue rapiin lagi perkakas tadi.

Kelar semua gue ambil kursi lipat dan gue duduk di hadapannya.
Gue menunggu serumnya bereaksi.

Tiga menit kemudian efeknya mulai kerasa.
Keringatnya mulai meleleh di sekujur tubuh. Wajahnya kelihatan gelisah.

Kemudian mulutnya bergerak-gerak tidak tenang. Dia mulai meracau.. mendesah.
Gue senyum menikmati pemandangan ini. Tidak ada pemandangan lebih indah daripada cewek horny.

Dua menit kemudian.. efeknya tambah parah.
Bibirnya yang seksi tak henti-henti mengeluarkan desahan.. keringat mengucur makin deras.
Kakinya menggeliat-geliat, sementara gue perhatiin bibir vaginanya basah.

Dongkrak gue naik sempurna sekarang.

Ternyata efeknya belum beres sampai di situ..
Satu menit kemudian.. dia berada dalam kondisi dying to fuck herself.

Dia berusaha keras menggesek-gesekkan dua pahanya.
Dia tidak bisa melakukan sesuatu untuk mengatasi nafsunya yang menggeliat.

Kalian tahu kan kalau gajah horny gimana..? Stress.. sampai-sampai rela begituan sama apa aja.
Mirip kondisinya sama Bella sekarang.

Gue puas.. tidak ada lagi yang lebih menyiksa ketimbang nggak bisa menyalurkan nafsu yang sudah memenuhi tiap ruang dalam tubuh loe.

Dan gue tahu cara membuatnya lebih tersiksa. Gue tidak akan serta-merta membantu dia menyalurkan hasrat biologisnya itu.
Akan gue ulur-ulur sampai batas di mana dia bisa gila.

Praktiknya sekarang nggak segampang gue ngomongnya..
Soalnya.. mampus aja loe.. dengan pas di depan mata gue ada Laudya Cintya Bella telanjang.. tak berdaya.. horny setengah mati..
Gue juga harus mati-matian nahan konak.

Gue berdiri, berjalan ke belakangnya, lagi-lagi gue peluk dia dari belakang.
"Bagaimana rasanya, nona Bella..?"

Dia bergidik waktu gue peluk.
Fiuh, serem banget.. baru dipeluk aja udah segitu terangsangnya.. Gimana nanti pas gua colok ya..?

"Anda sepertinya sudah merasakan efek dari serum itu. Jangan kuatir.. saya temani anda.
Bilang saja ke saya.. jika ada yang bisa saya bantu untuk mengurangi kegelisahan anda?"

Gue jelajahi tubuhnya pakai tangan gue. Tubuhnya terus bergidik setiap tangan gue bergeser.
Gue lihat dia gigit bibirnya.. berusaha melawan hasrat.

Gue ambil remote TV, "Atau mungkin anda ingin lihat TV biar bisa lebih rileks sedikit?"

Gue hidupin TV-nya.. tentu saja gue sudah nyetel TV itu jadi nggak nayangin channel TV biasa.. tapi langsung nyetel bokep.
Biar mampus ni anak lihatnya. Hehe..

Betulan. Bokep membuatnya makin parah. Matanya melotot.
Air liurnya sekarang membanjiri rahangnya, menetes di sela-sela bibirnya.

Gue nggak percaya pemandangan yang gue lihat sekarang.
Gue yakin dia sekarang sudah pengen ngentot sama apapun.
Matanya sudah nyembah-nyembah agar apa saja bisa masuk ke dalam vaginanya.

Gue senyum sinis.. "Apa nona Bella membutuhkan bantuan adik saya..?"
Gue ngomong ke dia sambil ngelus-ngelus kontol gue.

Dia menggeleng, memejamkan matanya, lalu menunduk.
Ternyata pikirannya masih waras.

Gue kembali duduk sambil terus memasang tampang mengejek.
"Baiklah, kalau itu pilihan nona.."

Tiga menit kemudian.. barulah emosinya meledak. Logikanya sekarang mati.. dilumat gejolak hasrat.
Ia mengerang hebat.. dan meledakkan tangisnya lagi.

Gue berdiri, gue merasa dia sudah ada di ambang batas.
Kalau gue biarin lebih lama lagi dia bisa beneran gila.

Gue lepas ikatan tangan yang menggantungnya.. dan langsung gua terjang tubuhnya ke lantai..
–ada karpetnya– seperti gorila.

Pertama gua habisi tubuh bagian atas.. kecantikan wajahnya.. lehernya, perutnya.. pusarnya.. susunya.

Dia melenguh nikmat. "Uuuhh.. oooohh.."

Akhirnya selangkangannya gue buka.. Gue udah nggak minat lagi main-main dulu pakai mulut atau tangan.
Kontol gue udah berada pada suhu amat tinggi.. bisa meledak kalau nggak gue cariin tempat berteduh.

Gue masukin penis gue.. Clebhh.. Jlebhh..!
"Ooooooooohh.." Gue mendesah.. Nikmat sekali.

"Laudya Cintya Bella.. Anda lezat.. Aaaaahhhhh.. Surrrga..!"

Gue mulai genjotannya.
Beberapa detik kemudian gue sudah masuk genjotan kelimabelas.. tubuh Bella seperti tersengat aliran listrik.

Dia menggelepar-gelepar. Seperti ikan keluar dari air. Dia orgasme.

Gue terusin genjotan gue, sekali-kali pelan, sekali-kali kenceng.
Genjotan keempatpuluhtujuh, sensasi ledakan dirasakan lagi oleh Bella..

Mendadak dia jambak rambut gue. "Aaakkhhhhhh..!" Dia orgasme lagi.

Gue terusin lagi kerjaan gua..

Ngomong-ngomong.. temen gue yang ngasi serum cerita dia pernah kasih serumnya ke hooker berpengalaman gitu..
dan katanya si hooker yang beken banget ini bisa orgasme sampai 30 kali.

Standar itu tentunya nggak sama dengan kondisi Bella..
Tapi gue udah pasang target gue akan bikin dia klimaks 20 kali.

Dia nggak akan lupa 20 orgasme di satu malam.
Itulah arti perkosaan bagi cewek yang sudah biasa ngentot
.

Gua sudah goyang pinggul banyak-kali.. sampai gua lupa udah berapa hitungan..
Yang jelas gue berusaha memberikan rangsangan tambahan dengan nggak berhenti-henti kenyot susunya.

Cleb-cleb-cleb-cleb-cleb..!
Croph-croph-croph-croph-croph..!

Oooohhh I want your milk, baby..!

"Aahhhh.. aaa.. aaa aahhh.. aahhhh.. ooohhh.."

Tubuhnya menggelinjang lagi. Orgasme ketiga.

Shit.. gue belum pernah merasakan seks yang kayak gini.
Bella ibarat tambang emas yang nggak habis-habis gue keruk.

Gue merasa menjarah semuanya, gue bukan cuma bisa melihat wajah cantiknya tapi bisa gue cium jilat semau gue.

Gue bukan cuma bisa membayangkan tubuhnya yang seksi mulus..
tapi sekarang sudah nyata.. ada.. tidak terpisah satu sentipun dari tubuh gue.

Keringatnya ikut membanjiri kulit gue.. dan ketika keringat itu menguap, bau parfumnya yang mahal memenuhi langit-langit hidung gue.

Suara seraknya mendesah, melenguh, menjadi musik pengantar, langsung masuk ke telinga gue tanpa media audio.
Dan kontol gue sekarang sudah menumbuk liang kewanitaannya.. tanpa penghalang.. tanpa ampun.

Surga.. ini surga..!

Gue bisa mengantarnya sampai orgasme kesepuluh tanpa banyak kesulitan.
Setelah itu energinya terkuras habis, gue pun berhenti sesaat.. selain karena letih, gue juga menghindari ejakulasi duluan.
Gue bersikeras target harus tercapai.

Akhirnya orgasme kesebelas.
Keduabelas..

Ketigabelas..
Keempatbelas.. dia mulai merintih kesakitan.

Kelimabelas.. gue tahu ini sudah melewati batas kekuatan tubuhnya
Keenambelas.. dia sudah mau remuk. Gue jadi kasihan.

Gue berpikir untuk menyudahi permainan. Lupain ajalah target 20 orgasme tadi.

Lagipula gue juga merasa gila kalau kontol gue dibiarin lebih lama lagi nahan peju yang sudah mendesak keluar dari sarangnya.

"A-ammpuun..ampuunn.." Bella merintih kesakitan.

Dia tampak sudah tidak kuat lagi diperkosa lebih lama.

Mendengar permohonannya gue semakin yakin kalau lebih baik gue selesaiin..
Tapi gue butuh adegan penutup yang mantap

"Hah? Nona ingin saya berhenti..?"

Dia ngangguk.. "Ampuunn..!"
Suaranya sudah samar-samar hampir nggak kedengaran.

Gue kasihan, kayaknya udah mau mati nih cewek.
"Baiklah, tapi nona harus ikuti ucapan saya dulu.."

Gue masih ingin terus memaksanya bersuara, I'm dying to hear her sexy voice.
"Bilang: Dodot.. kamu memang paling kuat..!"

"....!"

Gue cengkeram rahangnya paksa dia ngikutin omongan gua.

Dia ikutin.. "Do-dodot, kamu me-mang paling kuat."

Ooohh, gue beneran gemes sama suaranya yang serak seksi itu.

Gue lanjutin.. "Kamu paling hebat." Gue suruh dia ikutin lagi.

"Ka-kamu hebat..!" Nadanya makin lirih.

"Aku ingin punya anak dari orang sehebat kamu..!" Gue ngelanjutin.

"A-aku.. ah..ja-jangaaaann.."

Dia mengerang menolak mengulangi ucapan gue. Cengkeraman gue makin kuat di rahangnya.

Akhirnya gue bekep mulutnya dan dengan suara yang gue kecilin, gue ngeledek mengimitasi suaranya.
"Dodot.. aku ingiiiin sekali punya anak dari orang hebat seperti kamu.."

Dia menggeleng-nggeleng mencoba melawan bekapan tangan gue.

Gue kembali ke suara normal..
"Wah, benarkah..? Saya merasa tersanjung nona Bella.."

Gue mulai menggoyangkan pinggul lagi. Maju-mundur-maju-mundur.
Genjot.. Genjot.. Genjot..!

"Aaaah.. Anda beruntung. Saya tidak.. uuuhh..keberatan menanamkan benih dalam.. ooohh.. perut indah ini.."

Tangan gue satunya meraba-raba perutnya yang ramping dan putih mulus berpeluh.
Pinggul gue masih terus maju-mundur-maju-mundur.

Genjot.. Genjot.. Genjot..!

"Sekarang.. uughhh.. pilih saja yang.. eeuhh.. anda suka, saya beri anda.. aaffgghh.. berjuta-juta sperma.. Eeeuukk..!"

Bella memekik.. "Argkhh..!"

Kontol gue rasanya meledak. Gue teken semuanya dalam-dalam.. setandas-tandasnya ke liang vaginanya.
Semburan mani menyemprot dalam dinding vagina.

Creett.. crett..crett !

"Ogghhh..!"
Gue terbang, jiwa gue terlempar jauh ke atas meninggalkan raga.

Kenikmatan memeluk gue erat, seolah langit mengurung gue sendirian..
dan menghujani gue dengan sensasi-sensasi yang belum pernah gua rasain sebelumnya.
Gue bisa merasakan gimana seluruh sel dalam tubuh gue tidak ada yang luput dari nikmat itu.

Oh Bella, ooohhh.. oooohhh.. nikmaaaat..

Gue mengerjang, badan gue seolah nggak mau kehilangan sedikitpun kenikmatan yang datang..

Sensasi perkosaan gue pertama ke Ayushita tadi seolah nggak ada apa-apanya.

Sesudah itu gue sadar kalau kenikmatan itu juga merenggut stamina gue.
Gue merasa dibanting lagi ke bawah. Gue lemes, gue jatuhin diri gue ke atasnya dia.

Bella pingsan sekarang. Energinya habis total.
Mata gue masih melek, tapi gue juga tidak punya cukup tenaga untuk berdiri.
Gue merasa pasrah sekarang. Pasrah dalam kenikmatan.
--------------------------------

Lima menit berselang gue udah bisa duduk.. Bella gue letakkin kepalanya tertidur di pangkuan gue.

Gue inget masih ada Chelsea yang terikat di kamar.
Gue tadi memang janji nggak akan ngapa-ngapain dia.

Belakangan gue memang jadi nggak berminat untuk main-main sama dia.
Gue rasa dia masih terlalu muda, masih ada kesempatan untuknya menjaga sikap.
Nanti kalau gue lepasin ternyata dia nggak berubah juga, baru gue culik lagi.

Lagipula, di sini gue belum mau berpisah dengan obsesi gue. Gue pandangi wajah Bella.

Ahh.. gue nggak boleh jatuh hati sama korban..! Gue memalingkan muka

"...!"

Tapi..

Gue pandangi wajahnya lagi.. Gue harus akui kalau dia spesial.
Habis itu gue cium bibirnya. Lamaaaaa banget.. Sampai gue berpikir nggak akan ngelepasin bibirnya.

Ciuman ini beda sama ciuman gue ke Ayushita tadi.
Kalau tadi menandakan perayaan kemenangan pertama gue. Sekarang feelingnya lebih kuat.

Lewat ciuman itu gua curahin sebenarnya perasaan gue ke dia.
Sebelum kita nanti berpisah dan nggak akan ketemu-ketemu lagi.

Kemudian.. dengan tidak lagi berlagak menjadi Dodot.. gue ngomong pelan di telinganya..
"Korban kedua gue..!"
"...."
"Korban yang spesial buat gue..!"
"...."
"Maafin gue ya..!"
-----

Gue kembali berdiri di depan wastafel, sudah pakai kaus dan celana.
Malam ini gue sudah sangat puas. Gue ketawa-ketawa ngakak ngeliatin adek gua.

Gila loe..! Satu malam lo udah masuk dua meki-nya artis muda, cantik.

And I still can't explain.. kenapa memperkosa bisa memompa aliran darah begitu kencang..
sehingga gue merasa sangat-sangat terpuaskan seperti sedang mereguk Narkoba.

Gue pandangin kedua tangan gue. Gue takut ini nggak bisa berhenti.
Seperti vampir yang harus terus mencari korban.

Masih ada Chelsea. Gue nggak sampai hati ngapa-ngapain dia.
Gue udah bilang kan.. kalo gue hanya bertindak kalo punya legitimate reason.
Jadi.. sepertinya malam ini cukup sudah. Gue akan kembalikan mereka.

Gue menatap wajah gue lekat-lekat di cermin.

Berantakan banget.. tapi raut puas tidak bisa dipudarkan oleh kesemrawutan tampang gue itu.

Gua beranjak dari kamar mandi. Di ruang tengah Bella tepar.. telanjang.
Gue masih terbayang saat-saat sedang menggarapnya tadi. Ooohhh, mantap..!

Tubuh mulusnya itu begitu menggiurkan bagi lelaki manapun untuk menyetubuhinya berkali-kali.

Gue melanjutkan langkah ke kamar. Itu adalah saat yang membuat gue syok setengah mati.

Ayushita masih belum sadar dan terlentang di posisinya semula.

Tapi Chelsea sudah tidak ada.

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/Foto-Chelsea-Olivia-Bugil_zpsj5jslujh.jpg

Entahlah, gue nggak percaya bocah seperti dia bisa melepaskan diri dari ikatannya.

Somehow dia pasti mengambil sesuatu dari meja kerja waktu gue lepas ikatannya tadi.
Gawat! Di mana dia?

Belum sempat gue mencerna situasi, benturan keras menghunjam tengkuk gue.
Gua terjerembab ke lantai. Gue berpikir gue akan mati saat itu. Pandangan mulai kabur.

Benturannya sendiri awalnya tidak terasa.. namun kelamaan ada nyeri yang amat sangat.
Kesadaran gue ada di titik nadir.
Gue berusaha keras untuk tetep sadar, pikiran gue berhasil terjaga namun tubuh gue lumpuh.

Gue bisa merasakan Chelsea berlari dari belakang tubuh gue.
Dia sudah menunggu gue masuk kamar, bersembunyi di balik pintu.
Dia memukul gue dengan pemukul baseball punya gue waktu kecil yang emang gue simpan di kamar ini.

Gue masih bisa melihat samar wajah ketakutannya memastikan apakah gue masih hidup atau sudah mati.

Kemudian dia berlari ke arah Ayushita.. berusaha membangunkan, namun tidak ada respon.
Akhirnya ia berlari ke luar kamar. Gue menduga dia ke ruang tengah dan berusaha menyadarkan Bella.

Gue berusaha keras bangkit. Kepala gue masih berkunang-kunang.
Saat itu gue mendengar suara kaca pecah.

Shit..! Dia pasti mecahin kaca jendela untuk kabur.
Ini gawat, gue harus kejar dia sebelum dia mencari pertolongan.

Gue bangun, mengumpulkan kesadaran.
Bergegaslah gue ke ruang tengah. Sepertinya usaha Chelsea menyadarkan Bella tadi juga tidak berhasil.

Gue ke pintu depan dan mendapati kaca jendela yang dipecahkannya tadi.
Gue ambil resiko pergi keluar. Gue berjudi dua cewek yang lain tidak akan sadar sampai gue kembali.

Gue yakin bisa tangkap Chelsea dengan cepat.. karena letak villa gue ini begitu terpencilnya.. jauh dari tempat lain.
Dan.. gue sudah jelas jauh lebih tahu tempat ini.

Udara dinihari itu dingin. Juga tidak gelap karena bulan purnama sedang bersinar.
Gue menyesal tadi nggak pakai jaket dulu.

Gue menduga.. Chelsea akan mengikuti jalan turun mobil berharap ada kendaraan yang melintas.
Gue lari. Langkahnya pasti bisa gue kejar. Gue sudah siap untuk kondisi darurat macam begini.

Betul saja.. tak lama kemudian gue sudah mendapati bayang-bayangnya di kejauhan.
Gue memotong jalan, masuk ke hutan.

Gue nggak mau dia ngeliat gue ngejar dia.. karena dia pasti akan berteriak-teriak minta tolong.
Gue nggak bisa ambil resiko teriakannya didengar orang yang kebetulan ada di sekitar sini.

Gue lari lebih cepat.. berusaha mempersempit jarak.
Sulit, karena jalan gue dihalangi tanaman-tanaman liar.

Entah apa yang dipikirkan cewek ini.. dia malah ikut masuk ke hutan ke arah gue.
Mungkin saking takutnya dia.. sampai dia tidak bisa berpikir jernih.
Hal ini justru membuat jarak gue dan dia semakin dekat.

Dan akhirnya gue tinggal beberapa meter, gue memperlambat langkah.
Gue lihat dia sudah nggak kuat lari lagi.

Akhirnya dia berhenti.. dan berlutut tepat di tepi sungai dangkal yang mengalir dari deket villa gue menuju ke bawah, ke kota terdekat.

Langsung gue sergap. Dia syok. Gue dorong dia berdiri ke pohon.

"Anda mau ke mana, Nona Chelsea..?" Ekspresi gue dingin.

Dia berontak. Kita berdua bergulat keras. Gue bekep mulutnya. Gue jambak rambutnya.
Gue seret ke sungai dan gue dorong kepalanya masuk ke air.

Lagi.. lagi.. dan lagi.. Sampai limakali. Dia batuk-batuk.
Terus gue rendem telungkup sampai dada.

Oh, ya.. gue belum cerita kalau dia sudah memakai kembali kaus goofey dan celananya sebelum lari dari villa.

"Bagaimana..?"

"Uhuk..uhuk.. haaak.."

Nafasnya tersengal-sengal.. mencari udara. Gue lihat kaus putihnya sudah transparan kena air.
Terlihat underwear oranye-nya yang buat gue ngaceng lagi.
Man, I can't believe my dick..!

"Anda sudah mengecewakan saya. Tadinya saya pikir anda anak yang manis. Pergi tanpa pamit.
Dan Memukul kepala saya..!?"

Gue tampar pipinya. Plakk..!

"Anda harus dihukum di tempat..!"

"Tidaaaakkk..!" Dia meronta.

Gue bekep lagi mulutnya, dia berusaha membuka bekapan tangan gue itu.
Dalam kondisi gini gue nggak bisa ba-bi-bu, gue harus langsung sikat.

Hmmm.. gue dorong dia hingga terlentang dan gue kunci pinggangnya dengan selangkangan gue.

Susah membuka kausnya.. karena tangannya terus melawan.
Akhirnya.. gue cengkeram dari bawah leher.. dan gue robek kausnya.

"Brreeett..!" Kulit mulus itu pun terbuka.

Tanpa basa-basi gue pun menarik paksa bra-nya.. gue lihat payudara kecil, namun kencang dari cewek ini.
Air liur gue menetes. Ya ampun, gue masih bisa menikmati ini.

Gue lahap susunya itu dengan rakus.
"Sllrrrpp.. uuhhh..!"
Anjing..!
Gue yakin adalah lelaki pertama yang menyentuh gunung kembar yang belum pernah dijelajahi ini.
Begitu kencang, mulus, putih, memantulkan cahaya rembulan.

Gemerisik daun-daun kering yang menjadi alas kami.. terdengar beriringan dengan lenguhan dan rontaannya yang tidak pernah berhenti.

Dia jambak rambut gue, pukul-pukul kepala gue..
"Jangan..! Tidak..! Jangan..! Tolong..! Tolooong..!"

"Ummmhhh.. uummmhh.. ssllrrrpp.."

Tangan gue satunya dengan cekatan memreteli busana bawahnya.
Gue melakukan ini dengan harsh.. karena kondisinya nggak memungkinkan gue main soft.
Sampai dia tinggal pakai celana dalam saja.

Gue selipin jari gue ke dalem.

Gue dalam hati.. "Makan nih..!"
Gue koyak-koyak permukaan vaginanya dengan jari gue.

Selang beberapa saat kemudian gue buka kaos, terus celana sampai gue bugil.
Susu and mekinya terus gue garap.

"Arggghh.. aaooohh.. ooohhh.. oohh.."

Dia makin memberontak. Hal yang bikin gue terangsang.
Lenguhan dan isak tangis mengibanya membuat gue makin berselera untuk melahapnya.

Gue copot CD-nya, hmmm..

"Nona Chelsea.." Gue menindihnya, mencium dan melumat bibirnya.

Apes sekali loe cantik, gue akan preteli loe sampai habis malam ini.

"Anda masih belia.." Gue usapkan jari gue yang berlumuran cairan vaginanya ke pipinya.
"Tapi sudah ranum sekali sepertinya untuk dipetik.."

Pandangan kebenciannya menyorot ke mata gue.

Gue paksa selangkangannya membuka.. dan gue tuntun kontol gue memasuki medan tempur.

"Ah, sempit sekali, Nona.."

Dia tercekat.. seolah hatinya mencelos. Mimpi buruk itu benar-benar akan menimpanya.
Perawan..? Ah.. bodo amat.

Gue balas dendam atas pelakuannya tadi. Untung gue nggak gegar otak.

Slepph.. Crebb..!
Penis langsung gue hujamkan sampai nyungsep sempurna di liang vagina rapatnya.

Tanpa ampun gue masuki liang yang belum pernah dimasuki apapun itu.

"Tidakkhh..!" Seluruh tubuhnya bereaksi kesakitan.

Teriakannya memekik. "Auarghhh..!"

Sensasi kenikmatan itu datang lagi.
Tersetrum jutaan megavolt kenikmatan, tentu saja ini belum klimaks.

"Yess.. aaahhh..aaargghh.. eergggh..!"
Gue nggak kasih toleransi pada selaput daranya yang robek.

Darah yang mengalir dari vaginanya.
Gue sudah terlalu bergairah.. lagipula gue terbawa suasana di hutan yang liar.
Ini pemerkosaan yang brutal..!

"Uuuhhh.. uuuhhh.." Gue pompa terus tanpa istirahat.. lambat.. cepat.. pelan lagi..

Penis gue terasa hangat, dia enggan keluar dari liang vagina perempuan cantik ini.

'Loe manis banget..' Itu pikiran gue saat penis gue sibuk ngentot.

Manis.. uuhhhhh.. shit..! Gue remas-remas buah dadanya.
Terus gue angkat lengannya ke membujur ke atas. Ketiaknya mulus.

Nafsu gue semakin besar.. Gue jilatin ketiaknya berlanjut ke leher dan terus naik sampau mulut gue bertemu bibirnya.

Lantas gue gigit bibir menggemaskan itu.
"Yess.. uuuooohhh..!"

Gue perkosa dia dengan brutal di tengah hutan.
Nekad memang.
Tapi gua yakin.. tidak ada orang lain di sekitar sini yang mendengar jeritan malangnya.
--------------------------------

Ah.. di mana letak mimpi dan kenyataan..?
Bagi gue.. malam ini, pertanyaan itu makin nggak bisa kejawab. Gua merasa berada dalam mimpi.

Tubuh putih, mulus, ramping itu bergesekan dengan kulit gua.
Kenikmatannya terserap sempurna oleh syaraf-syaraf indera peraba gue.

Gua ngerasa darah gua ngalir deras ke sekujur tubuh.
Membara tapi nggak ngebakar.. hangat.

Seolah justru membangkitkan energi baru yang membuat gua mungkin bisa melakukan ini sampai entah kapan.

Ini gue, Dodot.. dan malem ini gua melakukan perkosaan ketiga gue.

Gue nggak pernah melepaskan pandangan gua dari tubuhnya.. yang sedang gue nikmatin sepenuh hati itu.
Lekuk tubuhnya sudah sempurna untuk ukuran perempuan seusianya yang masih sangat belia.

Lehernya sungguh menggiurkan.. bersambung dengan pundak yang menopang.
And look at those beautiful breasts.. yang kini sedang kuremas-remas.

Gue mengangkat kembali kedua lengannya. Ini posisinya yang paling gue favoritkan.
Kedua lengan indah itu terkulai.. membuat gua bisa ngelihat dan menciumi ketiaknya yang menggiurkan.

Tangan gue juga meraba pahanya yang ramping semampai.
Paha dan betis Chelsea begitu sempurna. Gue tidak mungkin melewatkannya seinchipun.

"Mmffhhh.."

Dan tentu saja, kecantikan wajahnya.
She's not my favourite, apalagi gua sudah merasakan ledakan obsesi gue sebelumnya bersama Bella.

Tapi siapa yang bisa menolaknya.
Dia manis. Entah sudah berapa cowok yang mimpi bisa deket sama dia.

Sekarang wajah manis itu sedang gue cium, jilat dan menikmatinya diiringi nafas gue yang menderu.

Dan tangisnya yang tidak pernah berhenti.. "Uuuhh.. mmmfff.. aaahhh..!"
--------------------------------

Oh, this is crazy..!
Gue menyetubuhi artis remaja di tengah hutan. Gue ngerasa kayak hewan liar aja.

You know.. sebenarnya gue nggak sepede itu.. ada bakal nggak ada orang yang melintas di hutan ini.
Maksud gue, ini memang tempat terpencil.. tapi bisa aja, kan?

Dan kalau aja ada yang lewat dan ngelihat kita.
Apa yang bisa gue bilang? So obvious. Gue nggak ada kesempatan ngelak sama sekali.

Tapi, kekhawatiran itu membangkitkan perasaan yang lebih aneh lagi.
Gua merasa lebih exciting. Seru.
Membuat adrenalin gue terpompa lebih kenceng dari biasanya.

Tentu saja membuat gue makin nggak ngasih ampun to my little chick.

Dia mengerang.. dalam pikirannya lebih baik mati saja, mungkin.

"Aaah.. aaaahh.. aaaaaahhh..!"

Gue belum selesai, sayang. Sabar ya. batin gue licik.

Gue melambatkan penetrasi. Istirahat bentar, sudah berapa menit tadi, lupa.

Badannya gue angkat.. dan gue balikkan. Punggungnya menyentuh dada gue sekarang.

Gue iseng melonggarkan cengkeraman gue.
Betul saja.. Ia langsung mencoba berontak.
Itu yang gue cari.

Tekanan untuk melepaskan diri menambah rangsangan gue untuk 'melahapnya'.
Gue dekap dia lagi.

Dia menjerit.. sementara gue arahkan lagi adek gue kembali ke tempat 'kesayangannya'

Clebhh..!
You're gonna love this, honey.
Sekarang gue menghujamnya dari arah vertikal.

Mmmmmppfff.. gue udah nggak bisa ngekspresiin gimana rasanya.

Pantatnya mungil, empuk menghantam paha gue. It feels so gooood..

"Ooaahahh.. aaaahhh.. aaahhh..! "

Tangan gue berkeliaran di sekujur tubuhnya.
Cewek ini punya segala aset di manapun gue menyentuhnya.

Ada ekstase waktu gue meremas dua susunya..
Ada ekstase juga kala gue mengelus perut rampingnya..
Dan ekstase semakin menggila.. ketika tangan gue bergerak ke atas.. mengelus lehernya.

Tubuhmu memang sudah ranum, chelsea. Gue beruntung jadi orang yang memetiknya.

"Tidaakkk.. ngghhhhh.. uuffgghh.."

Ia mendongak, menjerit kesakitan.. Ia memohon-mohon supaya gue menghentikan goyangan pinggul gue.
Pertama ia menahan pinggulnya agar tidak jatuh.

Tapi itu percuma.. karena justru pinggul gue justru gue angkat lebih tinggi menghajarnya.

Ia orgasme kayaknya.. soalnya badannya mengejang.. terus menjatuhkan diri ke depan.

Gue melentangkannya lagi. Mencumbunya untuk kesekiankalinya.
Nggak bosen-bosen. We are so dirty.. alas kami tanah.

Badan gue dan dia berlepotan rumput-rumput kering dan sedikit tanah.
Untung nggak hujan, jadi tanah nggak berlumpur.

And finally, tiba saatnya gue klimaks.
Gue sudah terkesan dengan wajah manisnya jauh sejak pertamakali kita datang ke villa ini.

Jadi gue kasih kehormatan wajahnya itu mendapat cipratan air dari penis gue.
"Uuuuukkghhhhhh..!"
"...!"

Crett.. crettt.. crettt..!
"...!"

Aahhhh.. nikmat sekali.. sungguh nikmat.
--------------------------------

Gue terduduk di sebelahnya.
Air mani yang menetes di wajahnya sudah tidak terlalu jelas.. berbaur dengan air matanya.
Tatapan matanya kosong. Baginya yang barusan adalah mimpi buruk yang sadis.

Keperawanannya terenggut dalam cara yang paling brutal. Gue memperhatikan vaginanya.
Liang yang baru saja kugempur itu kini telah ternoda.. Nikmat.

Gue lemas, tapi memaksakan diri gue bangkit. Tempat ini terlalu berbahaya.
Gue pakai lagi pakaian gue dan membopong Chelsea yang tidak bisa bergerak.

Bajunya tadi sudah koyak, tak mungkin dipakai lagi. Gue membopongnya telanjang ke villa.
Gue beruntung tidak bertemu siapapun hingga di villa.

Sesampainya di sana hal yang gua pastikan adalah keberadaan dua korban sebelumnya.
Ternyata mereka aman, masih belum sadar.

Gue kembali ke Chelsea. Ia masih sadar namun kehilangan tenaga.
Gue membantunya ke kamar mandi.

Badan kami kotor jadi perlu dibersihkan. Gue hidupkan shower. Air menyirami tubuhnya.
Ia kedinginan dan meringkuk merosot dengan bersandar di dinding. Badannya menggigil.

Gue keluar membiarkannya sendiri.
Gue pergi ke kamar. Ayushita masih terbaring di tempat tidur.
Gue memakaikan kembali pakaiannya. Waktu bermain sudah hampir habis, pikir gue.

Selesai dengan Ayushita.. gue pergi ke ruang tengah tempat Bella masih terkapar di sana.
Gue mendekatinya.. membawa pakaiannya untuk dikenakan kembali.

Menyentuh tubuhnya membuat darah gue berdesir kembali. This chick is really.. a natural bitch.
Gue 'terpaksa' mencumbunya lagi untuk menuruti permintaan adek gue. Tapi nggak sampai selesai.

Gue ingat nggak boleh buang-buang waktu.
Kalau menurutinya.. gue bisa bercinta sama dia sampai tua.
Gue kenakan pakaian ke tubuhnya.

Selesai gue kembali ke kamar mandi. Penis gue sepertinya protes keras..
Kenapa gue nggak mengucapkan sedikit 'selamat tinggal' kepada Bella.

Gue menahan diri.
Tapi, penis gue terus memberontak.

Sepertinya ia betul-betul menginginkan hidangan penutup sebelum matahari terbit.. dan gue mengucapkan selamat tinggal pada gadis-gadis itu.

Gue mengenyahkan pikiran ini.. karena itu akan membuang waktu lagipula gue sudah memakaikan pakaian mereka.
Akan repot nantinya.

Sampai akhirnya gue sampai di kamar mandi.. mendapati Chelsea masih meringkuk telanjang.
Penis gue menemukan kemenangannya. Nafsu gue muncul lagi.

Gue hampiri dia sambil melepas kaos dan celana gue. Gue telanjang.. tapi sepertinya ia tidak hirau.
Shower masih menyala, badan gue sekarang basah.

Gue cengkeram lengannya, gua paksa ia berdiri.
"Nona, kasihan sekali Anda kedinginan. Biarkan saya menghangatkan badan Anda.."

Gue dorong badannya ke dinding kamar mandi. Terdengar bunyi 'buk' pelan.
Gue angkat pinggulnya dan dengan tidak tergesa-gesa gue biarkan kontol gue mewujudkan keinginannya.

Di kamar mandi itu, Chelsea tidak melawan.
Air mata memang terus menetes, tapi ia tidak lagi meronta. Ia seperti pasrah.

Gue mengulangi lagi persetubuhan dengan dia. Kali ini lembut.
Rambutnya basah. Gue ngelihatnya seperti ini.. tambah cantik.

"Eeemmmhh.." ujarnya pelan.

"Ammmmmhh.. euuuhh..!" Ia mengulanginya lagi.. dan begitu terus. Gue jadi kasihan.

"Kali ini saya akan membuat Anda nyaman, Nona."

Gue melanjutkan lagi.. desahannya makin sering terdengar.

"Mmmfhh.. auuuhhh.. aaaahhh..!"

Ah.. ini ngeseks keberapakali yang gue lakuin malam ini.
Sejujurnya gue nggak berharap banyak di sini.

Chelsea tidak lagi melawan gue.
Dan gue mendapati itu tidak merangsang gue sebagaimana biasanya.

Walau begitu harus gue akui, kelezatan tubuhnya memang istimewa.
Gue benar-benar beruntung bisa menikmatinya.

Kulitnya yang bersentuhan dengan milik gue benar-benar menghadirkan rasa yang sedap.
Apalagi pergesekan daerah pribadinya dengan punya gue.

Gue anggap ini bonus. Gue menikmatinya.
Chelsea Olivia masih menggairahkan dalam tubuhnya yang menggigil kedinginan.

Lagipula gue berasumsi nakal saja kalau dia butuh ini.
Gue nggak akan sejahat itu dan membiarkan kenikmatan itu gue ambil sendiri.

Kali ini akan gue bagi dengannya. Gue akan sabar.
Chelsea. Tubuhmu tidak akan kusia-siakan..

"Oh.. shit.. aaaghh.. aaer hhh..!"

"Mmmfgfh.. sssshhh.. egghh..!"

Desahan kami berlomba.. mengalahkan suara shower yang masih menyala.
Akhirnya dia menunjukkan tanda-tanda akan klimaks.

Baiklah, pikir gue. Sebentar lagi pagi, gue harus mengakhirinya.

"Nona, sebentar lagi kita berpisah. Ini tanda perpisahan dari saya.."

Gue mempercepat goyangan pinggul gue.. dan akhirnya dia mengejang.
Tangannya mencakar bahu gue.. tak kuasa menahan kenikmatan yang menyerang tubuhnya.

Saat itu gue juga melepaskan kontrol. Gue ngecrot..

Dan kontol gue justru gue benamin lebih dalam. Cratt.. crett.. cretttt..!

Kami berdua terjatuh di lantai kamar mandi. Nafas sama-sama terengah-terengah.
Gue melihat Chelsea tidak sadar dengan yang gue lakukan tadi.

Tidak seperti dua temannya.. sepertinya ia tidak mengetahui apa artinya kalau gue ngeluarin sperma di dalam vaginanya.

Ya.. sudahlah, gue juga sudah tepar untuk menjelaskan segalanya lagi.
Gue sudah kehabisan tenaga untuk berdrama-drama lagi. cukup sudah Dodot..

Gue melihat korban ketiga gue malam itu.
Chelsea Olivia.. bahkan setelah gue reguk nikmatmu duakali, wajahmu tetap saja manis..

Malam itu pun berakhir.
-------------------------------

Jam enam pagi.. APV itu kembali ke hotel di Bandung.
Tampak Indra menanti dengan perasaan was-was.

Matanya terbelalak ketika melihat kondisi ketiga artis itu yang sudah tampak berantakan.
Gue hanya tersenyum melihat reaksinya.

Tampangnya cengok seolah pengen nanya.. "Gila..! Lo apain aja..?"

Gue antar mereka ke kamar diam-diam, dengan Indra. Dan tenangkan dia.
"Relaks, mereka nggak akan cerita apa-apa. Udah ada surat yang menanti mereka di kamar mereka itu.
Gue punya barang.. yang pasti mereka nggak akan mau ini disebar. Pasti. Trust me.."

Gue pergi. Indra bengong.
Dia teriak dari kejauhan.. "Gue nggak ada hubungannya dengan ini ya!"

Gue melambaikan tangan. Gue menghidupkan APV gue dan pergi.. kembali ke Jakarta.
Gue kembali ke kehidupan semula gue. Pekerjaan.. dan ambisi yang menyertainya.
Entah kapan gue bisa bersenang-senang lagi.. (.)

End of First Episode
-------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
--------------------------------------------------
Episode 2 : Keempat di Pulau Dewata – Marshanda
--------------------------------------------------


Hei, masih inget gue? Feri alias Si Dodot?
Yo'i.. Sudah enam bulan berselang sejak peristiwa di Puncak..
ketika gua untuk pertamakalinya mendapatkan jawaban atas obsesi terpendam gua.
Jawaban yang langsung meminta tiga korban..

Enam bulan berlalu. Apa aja yang udah gua lakukan? Banyak. Gua sibuk banget.
Ketika bisnis mengembang begini pesat, ternyata loe akan semakin pusing menanggungnya.
Kondisi beberapa unit sempat kacau sebelum gue akhirnya meng-hire orang untuk membereskan semuanya. Untung bisa beres.

Dari situ gua belajar banyak.
Orang-orang gua bilang gua kurang perhatiin kondisi internal, maunya maju terus nyerang sana-sini.

Gua nyadar emang selama ini gua terlalu agresif menyamber tender tanpa ngelihat kesolidan bisnis gua mulai rubuh.
Sekali lagi, untung bisa beres. Dan perlu gua tambahkan: dalam waktu singkat!
Satu lagi pembenaran bahwa gua emang hebat.

Jadi, gua bisa pergi ke somewhere in Middle East. Kembali mengembangkan sayap.
Yep, Dubai. Bisnis properti pesat di sana. Gua gerah banget kalau nggak bisa nguasain wilayah itu.

That's why gua akhirnya fokus di sana, ngerintis, ngelobi, sampai akhirnya lumayanlah, walau masih belum jalan bagus.

Gua nggak ngikutin berita Indonesia. Walaupun ada berita Indonesia, yang keluar palingan soal politik atau bencana alam gitu.

Gua nggak tau nasib tiga cewek yang dulu. I just don't know.
Gua rasa mereka nggak ngomong apa-apa ke publik dan itu sesuai rencana gua..
walaupun gue juga nggak tahu apakah ada faktor-faktor lain yang membuat "perbuatan" gua waktu itu tidak berbuah.

Gue punya firasat pada suatu hari nanti gue menemukan penjelasannya.
Intinya nggak ada berita santer terdengar di media maupun dari temen-temen gua, membuat gue berkesimpulan satu hal:
Gue aman. Semua berjalan sesuai skenario.
----------------------------------

Singkat cerita, setelah hampir satu semester terdampar di Teluk, akhirnya sekarang gua sedang dalam perjalanan balik ke Indonesia.

Tepatnya ke Bali. Sedang ada konferensi perubahan iklim di sana.
Iya, Indonesia sedang menjadi tuan rumah ICC yang mengundang perwakilan negara-negara di seluruh dunia.

Heh? Global Warming? Climate change my ass! Pikir gua.
Gue sebenarnya nggak peduli sama isu lingkungan ini.
Jadi kenapa gue harus capek-capek ke sana? Begini ceritanya.

Ini kasus lama. Tiga tahun yang lalu salahsatu anak perusahaan gua tersandung kasus polusi udara.
Kami dituntut ganti rugi yang cukup membuat gua bangkrut dan harus ngais-ngais makanan dari selokan.

Akhirnya di tengah kepusingan gua itu, gue percayakan kasus ini sama tim ahli yang merumuskan solusi gitu.
Solusi yang membuat kami nggak usah menuhin total nominal yang dituntut karena ada kompensasi pembenahan pabrik gitu deh.

Kalau pembenahan ini gagal, kami harus menuhin tuntutan tanpa syarat.
Beruntung bagi gue, solusi udah diuji coba tiga tahun ini dan berhasil..
pabrik itu jadi pabrik terbersih se-Indonesia –mungkin, nggak pernah ngecek sih–.

Pabrik itu kini nggak lagi menyebabkan pencemaran udara.
Kasus itu jadi terkenal dan sering digadang-gadangkan jadi contoh buat industri lain supaya ramah lingkungan.

Akhirnya di Bali, pas momen konferensi internasional itu, dibikin juga pertemuan-pertemuan lain yang sifatnya lebih sekunder.
Salahsatunya itu bertajuk.. 'Menuju industri yang ramah lingkungan'.
Dan sudah bisa ditebak, kami diundang.

Gue sebenarnya nggak pernah tampil di depan umum. Gua nggak terkenal.
Gue suka di belakang layar aja dan menyuruh anak buah gua yang tampil.

Tapi kali ini orang yang bener-bener ngerti persoalan, alias tim ahli tadi, entah kenapa tiba-tiba nyalinya menciut.
Dan mereka memohon gue ada di sana bersama mereka.
Kata mereka sih, mereka pada takut sama aktivis-aktivis lingkungan radikal yang benci sama korporat.

Phew.. Yaaa udahlah, gue dateng, tapi gue bilang ke mereka kalau gua nggak akan mau diekspose.
Biar mereka aja yang jadi sorotan. Kan enak juga, gua datang ke sana, sekalian liburan.

ZZZZzzzztttt..
Cerita gue percepat. Gua sampai Bali siang menjelang sore.
Ada yang ngejemput gue dari pihak panitia. Terus gue dianterin ke Hotel.

Lokasinya cukup asyik karena deket pantai.
Gua agak kaget juga waktu dikasi tahu kalau di hotel itu juga lah tempat pertemuan itu diadakan.
Lhah, terkurung di sana terus dong?

"Nanti ada waktu kosong, Pak." Panitianya menenangkan gua. Oooh.
"Kapan?" Tanya gue.
"Setelah ini juga kami persilakan kalau Bapak mau jalan-jalan." katanya.. Ooohh.

Gue diantar ke kamar. Setelah gue dikasi kunci, gue said thanks ke dia.
Si panitia itu bilang sekitar jam delapanan akan ngejemput gue untuk jamuan makan malam di bawah. Gue bilang 'oke'.
Terus dia pamit meninggalkan gue sendirian di kamar.
Kamarnya standar. Nggak norak-norak amat.

Seperti biasa, corak Bali selalu dipaksain hadir di setiap hotel Bali yang gua datangin.
Ini bukan pertamakalinya gue nginep di Bali jadi gue nggak begitu heran.

Cuma satu hal yang bikin gua cengok adalah ada pemanas ruangan..!
Here, in Bali, yang 'anget', ada bisnismen tolol yang memasang pemanas ruangan di setiap kamar hotelnya! Gue ketawa.

Di kamar gua langsung mandi terus nonton TV.
Gue pantengin berita tentang saham dunia di kabel. Terus ganti ke HBO. Terus ganti ke yang nayangin fashion.

Tapi nggak lama kemudian akhirnya nyadar kalau itu perbuatan bodoh.
Asyik aja gua udah di Bali, lusa udah harus pulang dan gua ngendon di kamar??
Huh. Gua ganti baju, keluar kamar dan bergegas ke pantai.
----------------------------------

Di pantai..

Matahari hampir terbenam. Gua berdiri liat-liat sekitar.
Gua nyadar kalau pantai ini bukan seperti pantai Kuta atau lainnya yang biasa dipakai wisata.

Nggak banyak orang yang main ke sini, paling ya orang-orang yang nginep di Hotel tadi.
Di mana-mana gua masih ngelihat nelayan dan perahunya. Mereka siap-siap mau melaut malam ini.

Di situlah gua ngelihat dia.. Kehadirannya mencolok banget di pantai ini.
Berbaju pink ketat dan jeans dia berjalan menuju bibir pantai. Gua mengenali dia tapi lupa namanya.

Gue tahu aja dia dulunya waktu kecil pernah nongol di TV.
Dan sudah lama gua nggak tahu kabar-kabar tentang dia.

Ah, Marshanda ya..?
Gua inget. Wah, gue pangling karena seinget gue dia adalah artis cilik yang main sinetron sama Ayu Azhari di Bidadari.
Wuih, cantik juga kalau udah gedhe.

Usianya yang bertambah membuat lekukan cantik wajahnya terlihat semakin tegas.
Pahatan tubuhnya juga meliuk-liuk mempermainkan mata gua.
Ckk, menggoda. Gue nelen ludah. Apa yang dia lakukan di sini ya..?

Gua berjalan mendekat, tapi gue juga berusaha tidak terlihat.
Gua baru nyadar kalau di belakangnya ada rombongan orang yang mengikuti.
Mereka berjalan ke arah nelayan-nelayan yang gua perhatikan tadi.

Beberapa dari mereka gua yakin adalah wartawan, melihat perlengkapan jurnalis mereka yang tertenteng.
Satu-dua yang lain gua nggak tahu. Menurut gue mereka orang dinas entah apa.
Berseragam nggak banget..

Gue makin mendekat.
Mereka sudah berada bersama kelompok nelayan yang gue lihat bersiap-siap melaut tadi.
Bercakap-cakap.
Beberapa dari mereka terlihat menanyakan beberapa hal ke salah seorang nelayan yang mereka hampiri.
Marshanda juga ikut bersama mereka. Gue berusaha nguping.

Mereka sepertinya lagi ngomongin dampak perubahan iklim dengan aktivitas melaut nelayan tersebut.
Para wartawan sibuk memotret dan mencatat.

Perbincangan itu nggak lama karena matahari udah terbenam.
Nelayan itu berkata sesuatu yang intinya angin sedang bagus jadi mereka nggak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk melaut.

Akhirnya nelayan itu memisahkan diri dengan rombongannya Marshanda.
Mereka yang lain pun pergi, berjalan menjauhi pantai.

Marshanda mengikuti, tapi sebelumnya dia mengambil satu cangkang kerang dan melemparnya ke arah ombak..
Dia tertawa terkikik-kikik.
Kemudian ia menyusul rombongan lain yang tadi menghentikan langkah mereka hanya untuk menunggu Marshanda.

Gue bengong. Oke, what it's all about..?
----------------------------------

Gue balik ke kamar. Ada koneksi internet di sana.
Sesampainya di kamar gue online. Cek email, banyak surat yang belum gue baca.

Sekitar dua jam gue habiskan untuk merespon surat-surat elektronik itu.
Setelah kelar gue teringat dengan peristiwa sore tadi.

Penasaran gua ama Marshanda. Jadi gue search dia di Google. Ada banyak entri yang keluar.
Gue baca satu persatu. Yang nggak penting gue lewatin, terutama soal gosip-gosip.

Gue fokuskan pada yang memberi keterangan soal kejadian di pantai tadi.
Sampai akhirnya gue nemu artikel-artikel yang mungkin ngasi gue jawaban.

Gue juga nggak tau persis, hanya ini menarik bagi gue karena ada informasi yang gue baru tahu.
Marshanda, artis yang kini beranjak remaja, itu kini juga mendapat predikat lain. Duta Lingkungan.

Oke, maybe that explain kenapa dia ada di pantai tadi.
Tapi, apaan tuh Duta Lingkungan? Nggak ngerti gua.
----------------------------------

Jam setengah delapan malem, WITA, gue didatangi panitia, diingetin, katanya setengah jam lagi ada malam jamuan gitu di bawah.
Gue bilang belum siap-siap, jadi gue nyusul aja. Gue bersiap-siap dan pergi ke sana setengah jam berikutnya.

Di sana gue bertemu 'orang-orang gue' –yang kerja sama gue–.
Gue udah sering datang ke malam jamuan gini..
gue kasih tahu aja ke mereka supaya jangan memperlihatkan kalau gua adalah bos mereka yang sebenarnya.
Mereka bingung, tapi gue yakinkan bahwa gua cuma nggak mau terkespose aja.

Jamuan itu diadakan di kebun, di lantai dasar hotel.
Kursi disusun dalam lingkaran-lingkaran mengelilingi meja bundar bertaplak putih.

Gue duduk deket orang-orang gue tadi. Agak males aja duduk deket orang asing dan ditanyain darimana.
Gue lagi nggak minat menjalin relasi baru di sini.

Dan gue melihat dia lagi.. Marshanda..
Kali ini tidak seperti sore tadi, tubuhnya tertutup jaket cokelat yang risletingnya dibiarkan terbuka.

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/marshanda-seleb-indo_zpspuy0sclw.jpg

Di dalamnya ia mengenakan baju terusan bercorak merah muda.
Namun rok terusannya itu tersingkap kala ia menyilangkan kaki, memperlihatkan paha yang begitu terawat.
Darah gue tersirap. Jari-jari gue bergerak-gerak otomatis. Shit!

"Selamat malam hadirin sekalian!"

Acara dimulai oleh MC, buyarlah lamunan jorok gue.
Lalu dimulailah rentetan sambutan membosankan dari macam-macam orang. Pejabat inilah, itulah.
Terakhir ada Menteri Lingkungan Hidup juga.

Orang yang terakhir gue sebut ini menarik perhatian gue karena ia menyinggung soal Marshanda.
Diselipi guyonan garingnya, dia bilang bangga dengannya sebagai 'Duta Lingkungan..'
dan berharap Marshanda bisa mengajak generasi muda lainnya untuk lebih mencintai lingkungan.

Bangga? Gue keheranan. Memangnya apa yang dia lakukan, heh?
Gue ngelirik Marshanda, dia tersipu-sipu malu.

Acara dilanjutkan dengan makan-makan dan hiburan. Ada satu dua band yang main.
Marshanda juga naik ke panggung dan menyanyikan beberapa lagu.

Di sela-sela lagu dia sempat menyinggung soal penyelamatan lingkungan.. yang bagi gue terasa.. nonsense.

Ya udahlah ya.. gue tetep nikmatin penampilannya. Gue nggak peduli suaranya sih sebenarnya.
Gue rasa dia pandai tebar pesona. Cantik juga. Dada gue berdegup.

Jam sebelas malam gue masuk kamar lagi. Melanjutkan googling gue. Gue masih penasaran sama dia.
Memangnya apa yang sudah cewek ini lakukan hei Duta Lingkungan..?

Lewat tengah malam akhirnya gua tidur.
----------------------------------

Keesokan harinya gue mulai merasa nggak enak.
Firasat yang mengatakan bahwa gue akan terkurung di sekitar hotel bener adanya.
Gue harus ikut aja semua acara yang diadain panitia, entah sampai kapan.

Pagi gue udah digiring dateng ke pameran teknologi ramah lingkungan yang diadakan di hotel itu juga sampai siang.
Di ruang pameran gua cek jadwal.. ini masih dilanjutkan sama seminar.. siangnya sampai sore dan malamnya masih lanjut ada acara.

Gue jadi kecewa. Besok gue pulang, di Bali jadi nggak ngapa-ngapain.
Come on, at least mo maen ke bar seru di Legian aja masa nggak bisa..?

Gue nggak protes sih. Kesannya gimana gitu kalau gua protes.. 'kok nggak ada main-mainnya..?'
Gue sempat kepikiran mau ngabur.

Setelah gue pikir-pikir akhirnya gue memutuskan untuk kabur habis seminar aja.
Soalnya di seminar itulah Company gue 'jual diri'. Salahsatu orang gue jadi pembicaranya.

Acara di pameran udah selesai.. setelah istirahat sebentar akhirnya kita masuk ke seminar room.
Meja dan kursi ditata layaknya jamuan di malam sebelumnya.
Gue duduk di salahsatu kursi.. agak jauh di belakang tempat pembicara. Gue memperhatikan sekeliling.
Tata meja ini mengingatkan gue akan Marshanda di malam itu.

Bener aja.. dia memang hadir sekarang.
Gue telat nyadar.. soalnya dia duduk di depan dan gue kurang familiar dengan posturnya dari belakang.

Gue baru tahu ketika sekilas ia menoleh ke belakang.
Rambutnya terurai. Wajah manisnya masuk dalam pandangan gue. Ia memakai gaun merah muda.

Gue menyesal nggak cari tempat duduk agak depanan dikit tadi.
Sudahlah. Seminar itu dimulai. Gue nggak banyak ngedengerin. Bahkan gue ketiduran cukup lama.

Suara tepuk tangan yang membangunkan gue. Gue bangun mencoba cari tahu ada apa.
Ternyata orang gue sedang ngomong dan sepertinya ia sudah sampai pada bagian yang membuat orang-orang di sini terkesan.

Mungkin something tentang industri kami yang berubah jadi lebih 'hijau'.
Nggak tau deh. Yang jelas gue jadi bangga juga.

Kemudian dibukalah sesi tanya jawab. Muncul beberapa pertanyaan standar.
Gue nggak begitu merhatiin. Orang gue menjawabnya dengan fasih.

Fokus gue muncul ketika pertanyaan berikutnya diajukan. Kali ini yang mengangkat tangan Marshanda.
Bukan cuma gue yang bereaksi. Orang-orang lain juga kasak-kusuk.

Dia mau ngomong apa..?

Suaranya halus mengalun merdu..
"Terimakasih. Emm.. Saya sebagai Duta Lingkungan mau tanya, dulu saya pernah berkunjung ke tempat masyarakat yang terkena polusi di pabrik milik perusahaan Bapak.
Kondisi airnya masih tidak layak untuk dipakai rumah tangga. Saya melihatnya jadi kasihan.
Apakah tidak ada kebijakan untuk membantu masyarakat itu..?"

Anak buah gue menjawab.. "Tentu kita membantu. Kita sudah memberi ganti rugi sesuai keputusan."

Gue puas dengan jawaban anak buah gue itu, tapi Marshanda masih memegang mike-nya..
"Tapi orang-orang di situ bilang.. katanya ganti rugi cuma bisa menutup pengobatan sakit yang mereka derita akibat polusi sebelumnya.
Seharusnya mereka bisa dapat jauh lebih banyak lagi.
Soalnya.. sisa-sisa dari polusi masih mereka rasakan. Saya waktu dateng ke sana itu prihatin sama mereka.."

Anak buah gue menjawab lagi..
"Sesuai keputusan pengadilan, apabila kita menghadirkan solusi pemberhentian polusi maka kita hanya akan membayar ganti rugi 10% dari yang dituntut. Jadi masalah itu sudah selesai, Mbak.."

Marshanda berkata lagi..
"Mmm.. tapi..!"

Dia belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena moderator menyela..
"Maaf, Mbak Marshanda. Waktu kita terbatas. Diskusi mungkin bisa dilanjutkan di luar saja.."

"Oh, gitu..? Ya udah. Saya pikir perusahaan-perusahaan lain yang hadir di sini mungkin bisa berbuat lebih baik kalau ada masalah-masalah seperti ini. Terimakasih."

What..!? Gue kayak tersengat. Dia ngomong apa sih..!? Maksudnya apa..!? Gue nggak ngerti.
Nada bicaranya yang terakhir tadi seolah memberi sinyal bahwa kami sebenernya nggak pantes berada di depan sana.. memberikan ceramah bagaimana mengelola industri yang ramah lingkungan.

Memangnya dia siapa..? Dan kenapa dia pakai menyebutkan sebagai Duta Lingkungan segala, heh?
Gue nggak ngerti.

Seminar terus dilanjutkan. Gue jadi males. Pertanyaan-pertanyaan tadi membayangi benak gue.
Akhirnya gue memilih keluar ruangan. Menghirup udara bebas.

Tepat di depan ruang seminar itu ada jalan yang menghubungkan lorong di dalam tempat gue berdiri dengan balkon.
Balkonnya cukup gedhe. Gue berjalan ke sana.

Sesampainya di balkon gue berdiri di tepiannya, lengan gue bersandar ke pegangan dan gue menatap arah pantai.
Gue mengeluarkan sebatang rokok, menyulut dan menghisapnya.

Aahh.. this event sucks.
Mending gue minta ajarin selancar aja sama itu orang-orang di sana.

Gue bergumam saat melihat dari kejauhan ada sekumpulan orang-orang menenteng papan selancar mereka menuju bibir pantai.

Tiba-tiba aja ada suara langkah di belakang gue. Gue menoleh dan kaget setengah mati.
Itu Marshanda. Dia juga keluar ruangan.
Sekarang dia berjalan.. dan berhenti.. berdiri di dekat gue.

Dia lihat gue. Gue bingung mo gimana.. akhirnya gue buang muka, pandangin pantai lagi.

Dia bersuara.. "Bete gue. Di dalem boring abis."
"Gue juga keluar barusan." Gue ngejawab. Agak canggung juga gue.
Sepertinya dia melihat gue tampak nggak begitu tua jadi dia pakai bahasa lo-gue.

"Males banget. Apaan sih. Perusahaan paling ramah lingkungan apaan..!? Mereka cuma gitu-gitu doang.
Nggak ada ngaruh-ngaruhnya sama penyelamatan lingkungan.
Ngapain mereka dijadikan contoh model di sini."

Kuping gua panas. Tapi dia masih melanjutkan.
"Gue juga tahu kok Bos mereka kayak apa. Hihihih..!" Dia menahan ketawa sebentar..

"Kayak punya kelainan jiwa gitu deh. Psikopat. Serakah banget.
Sodara gua ada yang kerja di situ dan tahu banget kalo Bosnya bajingan.
Makanya bosnya itu nggak pernah nongol.."

Muka gua udah merah padam.
Tangan gue masih memegang rokok, menyentuhkannya ke bibir.. menghisapnya sekali lagi.
Kali ini dalem-dalem. Tangan gue satunya terkepal.

"Namanya, siapa gitu.. sodara gue itu pernah cerita.. Ferdi.. atau Feri.. ya.. misterius banget dia.. mencurigakan.
Gue nggak peduli sih sama kepedulian palsu mereka sama pencemaran lingkungan.
Cuma gue suka lucu aja.. ngebayangin psikopat yang mimpin perusahaan segede itu.
Kebayang nggak loe..? Gue bayangin dia kayak anak autis yang nggak punya temen, apalagi istri.. pacar aja nggak punya.
Yakin gue. Makanya dia ambisius banget. Berharap bisa dapet cewek kalo punya duit banyak.."

Kali ini rokok gue isep lebih dalam lagi..

Marshanda melihat rokok gue terus ngomong..
"Ngerokok tu nggak ngehargain hak orang lain untuk hidup sehat, tau nggak..?"

Habislah kesabaran gue. Kata-katanya sudah membuat wajah gue semerah darah sekarang.
Gue pergi meninggalkan dia. Gue ke toilet. Cuci muka di wastafel.
----------------------------------
 
Terakhir diubah:
--------------------------

I'm Psycho..? Bajingan..?

Gue ngelap muka gue pakai sapu tangan. Keran wastafel gue matikan..
Kata-kata Marshanda masih terngiang-ngiang di kepala gue.
Baru kali ini gue denger ada yang ngatain gue seperti itu.
Gue.. gue merasa.. terhina.

Saat itu gue denger suara-suara perempuan mendekat.
Gue terhenyak menatap ke arah pintu keluar toilet. Gue yakin mereka ada di depan pintu toilet.
Perasaan gue nggak enak. Spontan, Gue masuk ke dalam salahsatu bilik toilet, bersembunyi.

Dua orang perempuan itu masuk dalam toilet. Lho..? Pikir gue.. Kok ada perempuan masuk.
Ini kan toilet cowok..? Atau.. gue yang salah masuk toilet.

Mendengar suara mereka gue menebak ada dua orang perempuan.
Satu ibu-ibu, satu lagi sepertinya lebih muda.
Gue nggak bisa mengidentifikasi suara yang ibu-ibu, tapi gue mengenali suara satunya yang muda.

Suara air mengucur deras dari keran.
"Kamu ngobrol sama siapa tadi, Cha..?"

"Nggak kenal juga aku."
"Eh, kok di sini malah main mata sama cowok yang nggak dikenal..?"

"Ah, tante apa sih. Aku tadi kebetulan aja ketemu dia di balkon. Udah ah, orangnya aneh juga sih.
Agak tulalit. Heran juga kenapa orang kayak dia ada sini. Anaknya pengusaha-pengusaha itu kali ya..?"

"Wah, kan kaya tuh Cha."

"Tante gimana sih, kan aku dah bilang orangnya kayak tulalit gitu.
Kayaknya dia tipe anak yang bisanya ngabisin duit bokapnya buat balap-balap motor gitu deh. Malesin.."

Tangan gue terkepal. Gigi gue bergemeretak. Mereka lagi ngomongin gue.

Beberapa saat kemudian suara keran berhenti.
Gue mendengar derap langkah menggema di ruang toilet.
Kemudian terdengar pintu terbuka dan menutup. Selanjutnya hening.

Gue pelan-pelan keluar dari bilik toilet dan ngacir ke luar.
Benar saja, waktu gue cek, ternyata gue salah masuk toilet cewek.
Gue beruntung nggak ketangkep basah di dalem tadi.

Gue berjalan kembali ke arah balkon. Di situ gue melihat Marshanda dari belakang..
Marshanda..
Do you think I'm psycho?
Bajingan?

Do you really want to know the answer?
----------------------------------

Gue di kamar sekarang. Rebahan di tempat tidur.
Gue udah nggak nafsu ngikutin acara-acara berikutnya. Udah eneg banget.
Lagipula perhatian gue sedang terfokus pada satu hal.
That bitch yang udah ngata-ngatain gua seenaknya. Marshanda.

Gue berpikir dalam-dalam. Gue memejamkan mata.

Bayangan-bayangan itu terlintas. Gue tersentak sesaat, sama sekali nggak nyangka.
Karena sudah berbulan-bulan ini bayangan-bayangan itu tidak pernah mengganggu benak gue.

Sekelebat ingatan-ingatan di puncak menyeruak kembali.
Sebuah pengalaman pertama yang berjalan sempurna. Gua terbayang betul, detilnya..
Mulai dari membopong mereka bertiga.

Air liur gua yang mengumpul tatkala melucuti pakaian mereka satu per satu dan tentu saja, bagian terbaiknya..
Itu sudah lama sekali..
Mungkinkah jika gue..

Gue terbangun, duduk di kasur. Kemudian gue mencari koper gue.
Betul saja.. gue membawa koper yang itu..

Mungkin gue nggak perlu pergi ke Legian untuk membuat malam terakhir gue di Bali ini berkesan selamanya..
----------------------------------

Jam 10.46. Rangkaian acara sudah selesai.
Gue tahu itu karena ketika gue nongkrong di loby gue melihat para peserta acara sudah kembali ke kamarnya masing-masing.
Sebelumnya gue juga sudah berkeliling melakukan survei tempat.

Gue sangat beruntung malam ini karena Marshanda sendirian, saudara yang menenemaninya..
–orang yang dipanggilnya Tante tadi siang di toilet– sudah terlebih dahulu balik ke Jakarta ini dengan penerbangan malam.
Beruntung terus ya gua? Well, life loves the bastard.

Gue berdiri dari sofa lobby dan mengembalikan koran ke raknya. Gue masuk ke dalam lift.
Tak lama kemudian sampailah gue pada lantai tempat kamar Marshanda berada.

Begitu pintu lift membuka gue langsung melihat dia berdiri di depan pintu kamarnya.
Arah pandangannya pas banget memergoki gua.
Gue kaget langsung membelok di koridor, berhenti di balik tembok, mengamati.

Marshanda dengan gaun hitam, tanpa lengan, bagian dadanya tertutup, tapi bagian punggungnya sedikit terbuka.
Sepertinya dia tidak menghiraukan gue. Dia sedang menelepon pakai HP.

Gue mendengarkan. Gue menangkap dia sedang ngobrol sama Mamanya.
Looks like her Mom is very worried.

Putrinya sendirian di sini.
Gue denger Marshanda berusaha menenangkan Mamanya bahwa semua akan baik-baik aja dan akan pulang besok.

Gue tersenyum, membatin.. 'Are you sure, Marshanda?'

Kemudian gue denger ia sudah pengen menutup telepon dan masuk ke kamarnya..
tapi Mamanya sepertinya masih ingin lebih lama mendengar suara putrinya itu.

"Udahlah, Ma.. Chaca nggak papa kok sendirian. Udah ya.. Chaca mau masuk kamar dulu nih.
Ngantuk, dari tadi acaranya padet banget. Apa..? Nggak mau ah.. udah besok aja. Apa lagi..!?"

"....!"

Gua membatin lagi.. 'Sudahlah.. nikmatilah obrolanmu itu.
Because.. maybe it will be you last conversation with your Mom as a virgin'

If you are still.. Well.. sebentar lagi gue akan cari tahu sendiri.
Gue ngikik pelan membayangkan apa yang akan gue lakukan.

Akhirnya Marshanda mengucapkan selamat tinggal pada Mamanya.
Ini saatnya..
Gue melihat Marshanda membelakangi gue, ia sibuk hendak memasukkan kunci.

Gue kembali ke lorong mendekat. Lorong hotel sangat sunyi, seperti dugaan gue.
Hotel ini terlalu eksklusif.

Marshanda nggak menyadari kehadiran gue yang makin dekat.
Ia membuka pintu tepat saat gue menyergap dan membekapnya. Ia terkejut dan memekik. Reaksi gue lebih cepat.

"Kyyaaaaaaa..!"

Pintu kamar sudah terbuka. Gue menyeretnya melenggang masuk.
Pintu pun tertutup. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi di dalam sana.
----------------------------

Pekerjaan gue pertama sekarang adalah seperti apa yang dikerjakan predator manapun di dunia ini.
Melumpuhkan mangsa, supaya bisa menikmatinya dengan santai.
Tadi gue datang bermodal tas pinggang dobel, cukup gede menggelembung.

Gue.. –lagi-lagi– beruntung membawa koper yang sama dengan koper yang gua bawa waktu main ke Paris.
Yah, waktu itu temen gue kasih hadiah yang 'aneh-aneh' ke gua.

Kebanyakan gue nilai ini sebagai hadiah dari orang sakit jiwa maniak yang gue terima dengan senyuman daripada ntar dia tusuk-tusuk gue lantaran ngamuk pemberiannya gua tolak.
Namun salahsatunya ternyata berguna saat ini. Borgol, maksud gua empat borgol.

Asal lo tau aja, borgol adalah barang ternormal yang bisa gue ambil dari setas penuh hadiah dari temen gue itu.
Males dah gua ngebahasnya. Gini-gini gue nggak suka yang aneh-aneh.

Gue ambil satu borgol standar. Marshanda menjerit. Gue dorong dia ke tengah ruangan.
Walaupun biasanya hotel semacam ini dirancang untuk meredam kebisingan yang terjadi di dalam kamar..
–jaga-jaga buat yang honeymoon–, gua rada khawatir juga suaranya bisa terdengar kalau kita ada di deket-deket pintu.

Begitu gue lebih masuk ke tengah kamar, gue pasangkan borgol tadi mengaitkan pergelangan tangan satu dengan yang lainnya.
Gue ambil lagi satu borgol lain, gue pasang di tengah-tengah borgol pertama.

Terus sembari mendorong tubuhnya ke kasur gue kaitkan borgol kedua itu ke ukiran di bagian kepala kasur.
Dia terikat dengan kasur sekarang.

Posisinya setengah berbaring, karena punggungnya masih sedikit naik.
Tangannya terikat ke atas, belakang.

Kemudian kaki. Gue berpikir gimana enaknya.
Akhirnya cukup dengan memborgol satu antara kedua kakinya.
Gue masih pengen melihat dia bergerak bebas.

Dia meronta-ronta. Berusaha melepaskan diri dari borgol. Bergerak ke kanan-kiri.
Membanting tubuhnya ke segala arah. Gue melihat ini sebagai tontonan yang mengasyikan.

Mangsa yang terdesak. No hope, honey. Terimalah nasibmu..

"Nona..!"
Gue mau ngomong tapi nggak jadi karena Marshanda nggak berhenti-berhentinya menjerit.. berteriak minta tolong dan berusaha melepaskan diri.
Gue mengurungkan niat gue.

Gue lepas tas pinggang gue yang lain, yang menggembung. Gue ambil isinya. Handycam.
Gue coba sambungkan ke TV dan menyala sempurna. Apa yang gua sorot langsung nongol di TV.
Gue ambil chargernya dan mengisi batereinya.
Gue takut batereinya habis ntar. Handycam gue lupain dulu.

Marshanda masih belum mau diam. Beberapakali ia memekik panjang.
Ckk, butuh waktu agak lama tampaknya baginya untuk menyadari bahwa sudah tidak ada harapan baginya untuk lepas dari cengkeraman gue.

Gue masuk kamar mandi di kamar itu, menyalakan air panas pada bak.
Gue biarkan dulu Marshanda dengan harapan-harapan kosongnya. Gue belum mandi sejak pagi.

Setelah bak penuh gue berendam santai. Ah, enak.. seger rasanya.
Beginilah pemburu yang sudah sukses menjerat mangsanya. Tidak perlu terburu-buru.
Seperti laba-laba yang sudah membungkus serangga lain dalam balutan benang. Santai..

Lumayan lama gue berendam. Hampir ketiduran. Gue terkantuk-kantuk di dalam bak.
Sepi sekali..? Keran air sudah gua matiin, kok nggak kedengeran suara lagi ya?

Marshanda..?
Apakah dia sudah menyerah..?
Hmm.. kalau begitu ini saatnya beraksi..

Gue mengeringkan badan pakai handuk dan keluar.
Gue memutuskan untuk hanya memakai boxer gua dan meninggalkan yang lainnya di kamar mandi.

Gue menghampiri kasur. Marshanda tergeletak, terikat.
Ia menangis, tapi suara tangisannya putus-putus..
Sepertinya teriakan-teriakan minta tolong tadi menghabiskan suaranya.

Gue duduk di sampingnya, bersandar, menyesuaikan posisi gue sama dia.
Tangan gue lalu menyelip pinggangnya dari belakang, seperti memeluk.. membuatnya lebih dekat sama gue.

Dia sesenggukan, menatap gua, pandangan matanya penuh kebencian.

"Selamat malam, Nona –boleh saya panggil anda Caca..? Tentu anda masih ingat saya.
Kita bertemu di balkon tadi.."

Dia menggeleng aneh, menggigit bibirnya.

"Kamu mau ngapain Caca..?" tangisnya pelan.

Heh..? Alis gue naik sedikit, agak heran. Gaya bicaranya berubah.
Nggak lagi ber-lo-gue seperti tadi siang. Ah, nggak penting.

"Baik. Kalau begitu saya langsung saja ya. Pertama.. ingat nama saya, Dodot.
Lalu.. oh itu di mana ya.. ah ini dia.."
Gue mengambil remote AC dan menekan tombol off.

Lalu gue membalikkan badan sebentar meraih tombol lain dan menekannya.
Tombol pemanas. Pemanas ****** itu seharusnya sudah menyala dan menaikkan suhu sekarang.

"Nona..!" gue kembali bersandar pada tubuhnya.. memposisikan diri gue merangkulnya senyaman mungkin.

"Pernahkah anda bertanya-tanya ketika masuk kamar ini?
Bagaimana bisa, di Bali, seorang pemilik hotel memasang pemanas ruangan di kamar-kamarnya..?"

Gue menatap wajahnya, dia sangat ketakutan.
"Saya terus terang tadi kebingungan. Kenapa? Kenapa? Kenapa? Tapi.. Akhirnya saya menemukan jawabannya.
Itu diperuntukkan bagi tamu yang kelaparan di malam hari dan memutuskan untuk mencari dan memasak sendiri makanannya.
Suhu yang panas untuk memasak. Cukup masuk akal, bukan..?"

Dia kebingungan..

Gue meneruskan. "Ya. Saya yakin anda tidak tahu sampai saya memberitahunya barusan.
Untuk itu saya ingin langsung memperlihatkannya ke anda. Betapa dahsyatnya fasilitas hotel ini.
Kebetulan malam ini saya lapar dan sudah malam. Saya akan memasak.
Tapi sebelumnya saya harus mendapatkan dulu bahan makanannya.
Tadi saya berpikir seperti itu ketika berjalan di lorong lantai ini. Saya harus menangkapnya..!"

Gue merengkuh tubuhnya lebih erat.
"Sepertinya saya sudah berhasil menangkapnya sekarang.."

Gue menghirup nafas di lehernya. Dia bereaksi menolak.
Pekikan kengerian muncul lagi dari mulutnya. Gue terangsang..

Tangan gue terangkat ke wajahnya memperlihatkan sesuatu yang gue persiapkan di kamar mandi tadi.
Ia diam.. tercekat, ketika gua memperlihatkan pisau lipat mungil itu.
Mini, tapi dari kejauhan pun kemengkilatannya sudah menyiratkan ketajamannya.

Gue mainkan mata pisau di lehernya..
"Saya akan memulai pelajaran memasak ini sekarang.
Perhatikan baik-baik, Nona, karena saya tidak berniat untuk mengulangi penjelasan ini. Mengerti..!
Oke.. pertama, rahasia dapur biasanya berawal dari cara mengupas.."

Pisau begerak ke samping memutuskan tali gaun di lengan sebelah kanan
'Ctas..' Dan berlanjut ke yang sebelah kiri.. 'Ctas..'

Dia semakin ketakutan..
Mata pisau kembali bermain di daerah dada atas.. bergerak ke bahu.. sebelum gue mengarahkannya di tengah dada, lurus ke bawah.

Dia berteriak.. "Jangan, tolong.."

Pisau meluncur merobek gaun hingga ke bawah.
Bagian depan gaun itu terbelah dan tampaklah pemandangan.. yang semua lelaki rela memberikan apapun untuk bisa melihatnya.

Tubuh Marshanda yang tertutupi bra tanpa cantolan bahu dan celana dalam..
dua-duanya merupakan satu pasang, sehingga warnanya sama biru muda.

Gue menelen ludah untuk kesekiankalinya.

Gue tarik gaun yang sudah robek itu melintasi punggungnya dan gue lempar ke lantai.
Marshanda sekarang hanya menggunakan pakaian dalam.
Penis gue tegak di dalam boxer yang gue kenakan.

Kemudian gue inget handycam yang tadi gue charge.
Gue ambil.. nyalain, terus ngambil beberapa shoot-nya.

Cam gue ini bisa sekaligus merekam dan mentransfer gambar ke TV sekaligus.
Jadi gue bisa langsung melihat gambarnya di TV kamar itu.

Setelah mengambil beberapa shoot..
gue taro Cam gue itu di atas meja samping tempat tidur dengan posisi menyorot ke arah Marshanda.
Gue kembali fokus ke mangsa gue.

Gue tindih dia pelan-pelan.
Gue menghayati ketika permukaan kulit di bagian paha.. perut dan dadanya bergesekan dengan bagian yang sama dari tubuh gue.

Rangsangannya langsung cepet gue terima, kayak ada yang nyengat di kulit gue..
mengalirkan arus yang membangkitkan sesuatu di selangkangan gue.

"Tolooong.. ehgh.." Marshanda memalingkan mukanya. Gue paksa dia melihat muka gue.

"Sssssttt.. Diam..!" Gue mendekap tubuhnya.
Merasakan tubuhnya yang mulai menghangat seiring naiknya suhu ruangan.

Pelan-pelan gue buka kait beha di belakang dan gue lepas penutup dadanya itu.
Setelah terlepas, gue lempar behanya ke lantai.

Sekarang payudaranya tak tertutup sehelai benang pun.
Bebas gue gerayangi dan remas-remas.

"Aaaaah.. aaoooh.. ooooh.. aahh.. aaaahh.. aaahhhhh..!" desah Marshanda mengeliat-liat.

Mmmmnnnyymm.. slrrppp.. Kenyal.. Gue sedot dan untir-untir puting susunya.
Marshanda bereaksi, apalagi ketika tangan gue meraba-raba bagian tubuh lainnya. Ia terangsang.

"Sshh.. jangan.. jangan gituin Ca.. ca..!"

Gue makin semangat. Gue jilat susunya seperti sedang menikmati es krim.
Kiri-kanan, balik lagi ke yang kiri. Sekali-kali gue sedot dan gigit-gigit dengan lunak.

Marshanda mendesah.. "Aahh.. jangan.. be rhenti.. caca nggak mau..!" .

Gue mulai beringas.. beranjak menciumi leher, dagu, pipi.. dan gue akhirnya nggak kuasa untuk tidak mencicipi bibirnya..

"Uummmghh..!"

Aahh.. rasanya manis, sepertinya dia pakai lipgloss rasa buah gitu..
Gue lumat bibirnya. Ahh.. Marshanda.. Uuhh.. yeah..

Hah.. hah.. hah.. panas.. panasnya kok beneran ya..?
Gue jujur betul-betul belum habis pikir dengan pemilik hotel tolol ini.

Dalam sekejap saja ruangan kamar mulai panas.. Gue kegerahan..

Gue berhenti mencumbu Marshanda bangkit dari tempat tidur dan mencari kulkas di ruangan itu.
Letaknya sama di setiap kamar, di dekat pintu.
Gue buka kulkas, mendinginkan badan sebentar.. kemudian melongok dan mendapati satu kaleng bir yang menarik perhatian gue.

Gue ambil bir itu dan kembali ke Marshanda.
Gue buka kaleng bir itu dan menenggaknya.. Ahh, lumayan seger..

Gue kembali berada di dekat Marshanda. Gue sodorkan botol bir padanya..
"Pernah mencoba alkohol..?" Marshanda menggeleng.

Terus Gue bilang..
"Alkohol memperkuat aroma makanan yang dimasak, terutama bila komposisinya pas."

Gue menindih pahanya, meminum seteguk bir.. kemudian mencoba membuka paksa mulut Marshanda.
Setelah berhasil gue paksa dia minum bir berteguk-teguk.

'Gluk.. gluk.. gluk.. gluk..' Hehe, drunken chick.

Gue melihat reaksinya dan ketawa ketika mukanya mulai merah padam.
Nggak cukup sampai di situ, gue tuangkan sedikit bir dari botol itu ke atas dua payudaranya..

Untuk kemudian gue lumat.. susu Marshanda yang berlumur bir itu.. pastinya sangat memabukkan..

Gue juga menyedot pelan-pelan putingnya. Marshanda menggeliat-geliat..

"Ssshh.. aaahh.. hssshhh.. aah.."

Gue berhenti ketika bir di susu yang kenyal itu habis, cairan yang tersisa hanya bekas air liur gue.

Ah.. hah.. gue taro bir itu di meja samping kasur..
Kemudian tangan gue jejakkan ke setiap jengkal tubuh Marshanda yang sudah terbuka..

Luar biasa.. mulus sekali dirimu.. Sangat terawat.. Perutnya yang ramping mengesankan gue.

Kemudian perhatian gue makin lama bergerak pasti ke bawah.. dan mendapati bagian paling pribadinya masih tertutup celana dalam.

Gue mundur ke belakang menarik tepian celana dalamnya.
Agak susah, karena kaki artis cantik ini masih bergerak bebas..

Jadi ia melawan.. menendang-nendang ketika gue bermaksud membuka satu-satunya pakaian yang melekat di tubuhnya itu.

Gue menghalau sepakan kakinya, terkena beberapa, satu-dua menghantam pipi gue, cukup sakit.
Tapi dengan gigih akhirnya gue berhasil memelorotkan celana dalam itu.

Wuiiihhh..! Selangkangannya terbuka sekarang.
Marshanda refleks langsung menutup rapat kedua kakinya.

Gue karena sudah bernafsu langsung meraih kedua kakinya itu dan memaksanya terbuka lebar.
Dia memberontak dengan mengangkat pinggangnya dan menjatuhkan kembali membuat gue nggak bisa nyaman.

Gue berusaha menghentikan gerakan itu tapi susah juga.
Akhirnya gue tekan kaki-kaki itu ke bawah dan gue menyergap ke kasur, menindih seluruh tubuhnya.

Saat itulah gue merasakan bahwa pemanas ruangan sudah mempengaruhi suhu ruangan ini dengan sempurna.
Karena saat itu.. pertama gue bisa merasakan kain seprei basah terkena keringat kami berdua.

Dan kedua, yang mengasyikkan.. saat badan gue menindih tubuhnya..
Gue merasakan tubuh yang mulus itu licin terkena keringat.. dan licinnya itu menjadi lengket saat bersentuhan dengan tubuh gue sendiri yang juga sudah banjir peluh.

Yang ketiga.. keringat membuat aroma tubuhnya memuai.. Wangi parfum..
Saat menindih tubuhnya ini hidung gue langsung terlena dengan aroma itu.. Aaahhh..

"Wangi sekali, Nona.. ini pertanda masakannya sudah hampir matang.."

"Eehh.. pa.. nass..!" Dia menggeliat.

Harus diakui bukan cuma dia aja.. gue juga kepanasan.

Akhirnya gue buka boxer gue di depan matanya.
Tentu saja kontol gue sudah berdiri tegak menyapanya.

Marshanda tercekat horor memandang penis gue..
Mungkin baru pertamakali lihat kemaluan pria yang asli. Dia menjerit.

Gue dekatkan kontol gue di wajahnya, kemudian gue pukulkan ke pipinya kanan-kiri..
Batang penis itu memukul pelan.. Plukk.. plukk.. pluk..!

Kemudian gue gesek-gesekkan anu gue itu ke lehernya sembari gue jambak rambutnya, sehingga posisi kepalanya menengadah.
Penis gue berkedut-kedut..

"Sekarang waktunya mengaduk, Nona..!" Gue tempelkan kontol gue tadi ke bibirnya.
Ia menutup bibirnya kuat-kuat.

Gue tampar pipinya.. PLAKK..!

Gue tempelkan lagi. Bibirnya masih belum membuka.

Gue tampar lagi.. PLAKK..!
Terus gue jambak kenceng-kenceng rambutnya ke satu arah dan gue banting ke arah sebaliknya.
Setelah itu gue betulin lagi posisi kepalanya, untuk kemudian mencoba lagi.

Gue tempelkan lagi kontol gue..
Kali ini pelan-pelan mulutnya membuka.. membiarkan batang penis gue menerobos masuk ke dalam rongga mulut manis itu.

Lidahnya menari-nari di dalam menyambut kedatangan kontol gue. Slrrpp..!
Pinggul gue kemudian maju-mundur.. sementara tangan gue memegangi bagian belakang kepalanya.

Nggak lama kemudian, giliran tangan gue yang berkerja memaju-mundurkan kepalanya Marshanda..
sehingga kontol gue bisa menjelajah mulutnya berkali-kali..

Isep nih.. kontol gua..!
Makanya kalau ngomong pikir dulu, monyong, jangan asal nyablak..!
kata gue dalam hati.

Lalu gue pegang penis gue, gue angkat ke atas.. kali ini gue tempelkan buah zakar gue ke mulutnya.
Gue paksa mulutnya membuka dengan memencet pipinya dengan telunjuk dan jempol gua.

Marshanda akhirnya mengerti dan mulai menjulurkan lidahnya ke kulit kantung semen gue..
Ia melakukannya lagi.. lagi.. dan lagi..

Ooowgghh.. Gue tambah kenikmatan itu dengan onani sama tangan gue satunya.

Puas dengan itu, gue lepas pegangan tangan gue di kepalanya.
Tangan gue yang satu masih memegang kontol dan gue arahkan ke puting susunya.

Gue taruh di antara dua payudara. Lalu gue remas susu-susu itu hingga menjepit penis gue..

Errrghhkkk.. Gue gerakkan adek gue naik-turun menyusuri lembah di antara gunung kembar itu..
Yesss.. Yeees.. Oohhh..
Mmghhhhh..

Tak lama kemudian gue kembali menyusuri bagian tubuhnya lebih ke bawah.
Betul saja.. Marshanda masih melakukan perlawanan ketika gue mulai meraba pahanya.

Gue melakukan usaha keras.. sebelum akhirnya kaki gue berhasil menyangga agar selangkangannya terbuka lebar.

Gue mendapati bahwa borgol yang gue pasang tadi di kakinya justru menyulitkan posisi gue.
Tapi itu nanti saja gue pikirkan. Soalnya dia masih bertenaga.

Gue melihat vaginanya seperti garis vertikal yang samar.. karena tertutupi oleh bulu-bulu.
Melihat bagian kewanitaannya orang pasti akan setuju bahwa ia telah dewasa.

Gue mengelus-elus jembutnya itu. Iseng, gue jambak dikit.
Dia terjengat. "Hhgaaaaaa..!"

Hmmm.. mari lakukan ritual biasa.. ritual jari..
Menit-menit berikutnya gue menyibukkan diri dengan jari gue menerobos liang kewanitaannya.

Sulit masuk pada awalnya.
Gue mendapati telunjuk dan jari tengah gue diremas oleh dinding memeknya saat pertamakali masuk.

"Eeeuughhh..!" dia melenguh.

Gue melanjutkan.. mempermainkan bagian yang belum dijelajahi siapapun itu..
Marshanda mendesah hebat.

"Auhhh.. jangan.. Caca.. ngg.. ak.. mau..!"

Hmmm.. gue menggumam pelan.. kesenangan gue memang terhalang oleh borgol yang gue pasang sendiri tadi.
Jadi gue memutuskan untuk mengambil kunci mungil untuk membukanya.

Setelah terbuka, kedua kaki itu dapat terbuka bebas.
Namun gue langsung merengkuh dan menekan keduanya ke dua arah berlawanan..
sebelum Marshanda sanggup bereaksi memberikan perlawanan.

Setelah itu gue menundukkan kepala, mendekatkan muka gue ke lubang keperawanannya.
Gue mencium memeknya.

Hmmm.. selain keset, juga wangi.. hampir sama seperti bibirnya yang gue lumat tadi..
Apakah rasanya manis juga..?


Gue mulai menjilatnya dengan penuh nafsu..
Tak cukup dengan itu tentu..
Lidah gue mulai bermain menerobos vagina yang sudah gue telusuri dengan jari-jari gue tadi.

Jari gue sekarang beralih fungsi membantu melebarkan jalan dengan membentuk huruf V.
Dengan itu lidah gue leluasa masuk ke dalam. Tentu saja sasaran gue adalah klitorisnya..

"Slrrpp.. cpp.. sp pphh.."

"Aaaaa.. ja.. ngann.. udah.. u.. dahhh.. Ca.. ca.. h.h.. hhh.. hhh.."

Udah..? Belum dong..
"Ssrllrrppp.. cpp.. cpp.. a hhh.. cpp.. cpp.."

Kemudian gantian jari gue yang menggosok dalam.. bergantian telunjuk dan jari tengah.. juga keduanya..
Tubuh Marshanda menggelinjang di atas ranjang..

"Hhhyehh.. hhehhh.. ehh..!"

Enak kan..?
Mendadak cairan membasahi dua jari gue itu.. Jari-jari gue basah..
Dia sudah mengeluarkan cairan yang mengundang kontol gue untuk masuk..
Hmmm.. nyam.. nyam..

Gue menegakkan badan gue untuk kembali merubuhkannya tepat di atas Marshanda.. menindihnya..
Badannya jauh lebih berkeringat. Mungkin dia akan dehidrasi setelah ini. Sama, mungkin gue juga.

Yah, bersabarlah sedikit.. manis..

Gue mencumbunya membabi buta..
Teteknya gue embat lagi.. bibirnya gue sosor.. dan yang lainnya..

Jari-jemari gue tak kalah agresifnya bergerilya di pahanya yang mulus, perutnya, lengan rampingnya..
Semuanya..

Hingga akhirnya gue puas dan merasa sudah saatnya adegan final..

"Ah, tampaknya anda sudah siap, Nona.
Ahli gizi mengatakan.. jangan memasak terlalu lama, karena itu akan menghilangkan vitaminnya.."

Gue memegang batang penis gue membimbingnya menuju 'sarung' barunya.
"Anda akan sangat menyukainya, Nona.."

Kepala penis sudah menyentuh bibir vaginanya.

Marshanda melolong. "Tidaaaakk..!"
Badannya bergelenjotan ke sana kemari.

Gue kerahkan segala upaya untuk membendung perlawanannya. pfff.. capek gue..

Gue harus segera nancepin kontol gue ini.. pikir gue.. sekarang..

"Heghhk.."
Gue mendorong kontol gue masuk.. meleset..
Penis gue justru meluncur ke atas.. melintasi hutan jembut di atasnya..

Shit.. Harus.. pelan.. pelan.. Memek Marshanda masih sangat keset.

Ini ibarat memasukkan benang ke jarum. Harus perlahan-lahan.. sebelum mendesaknya dengan kekuataan penuh.

Gue lakukan percobaan kedua.
Gue tempelkan lagi.. kali ini mendarat sempurna.

Gue dorong pelan-pelan sampai posisinya terkunci.
Tepat.

Sekarang waktunya Marshanda..
Saat yang bersejarah buat lo! Buat gua sih nggak.. Hehe..


Tapi dengan tubuh mulus seperti ini tentu ini bukannya akan tidak berkesan buat gue..
Justru sebaliknya malah, sayang..

Penis gue memblesek ke dalam.. Slopp..!
Crebb..!

"Uugghhh..!"

Youre so tight.. Gue berkomentar dalam hati..
Tentunya itu tercermin dalam ekspresi muka gue yang menahan nikmat..

"Aahhhh-ahhh-ahhh-hhhh.. hehhh.. heh h.. hehhh..!"

Marshanda berteriak.. diselingi tangisnya yang kembali membahana.
Gue beristirahat sebentar. Dinding vaginanya terasa sangat kuat menekan kontol gue di dalam.

Gue.. gue inget betul perasaan ini..
Sensasi luar biasa.. yang juga gue rasain setengah tahun yang lalu di Puncak.
Kenikmatan tak terbayangkan.. Oohhhhh.. yess.. aaaaaa hhhh..

Oh ya, gue teringat akan Cam gue yang sedari tadi sudah merekam aktivitas kami berdua.
Kontol gue masih nancep ketika tangan gue meraihnya dari meja.
Kemudian gue menyorotnya dengan satu tangan ke arah penis yang nancep di memeknya Marshanda.

Tangan gue yang satu lagi memegang pipi si Marshanda dengan kasar.
Memaksanya menoleh ke arah televisi.. tempat ditayangkannya apa yang sedang gue sorot.

"Lihat ini, Nona..!"

Gue melanjutkan entotan gue..
Semuanya terpampang di layar monitor. Dan gue paksa Marshanda menontonnya..
Menonton memeknya dientot sama kontol gue..

Tangisnya meledak lagi.. Harta yang paling dijaganya sudah koyak.
"Aaaaaagggg.. aaaaoooohh.. ooooohhh.. oohh..!"

"Oohhh.. lezat.. Nona Marshanda.. rasanya legit sekali.. aahhhh.."

"Oooohhh.. jangan..! Hentikan.. aaahhhh..!"

"Uurrgghhh.. ughh.. uuhhh.. aauu uuhh hhhh.."

"Aaagh.. aaahh.. oohhh.. oohhh..!"

Gue hanyut dalam setiap irama entotan yang gue lakukan..
Gue mengamati wajah Marshanda di sela-sela gue menikmati kelezatan tubuhnya..

Dia memejamkan mata..
Sangat berat untuknya tentu kalau dia membuka matanya..

Pandangannya langsung tertuju pada layar yang memperlihatkan..
bagaimana liang keperawanan yang dijaganya selama ini dijebol oleh.. apa namanya itu..?
Bajingan..?

Gue melihat ke arah TV.. gue berhenti dan mengeluarkan kontol gue.
Cairan bening bercampur darah ikut menempel padanya..
Betapa beruntungnya gue bisa memerawani elo Chaca, sayang..

Gue sorot vaginanya yang sudah tidak lagi berbentuk garis vertikal.. namun menganga itu..
Darah mengalir dari dalamnya. Tentu ini karena selaput daranya robek.

Gue sorotin terus. Sambil memastikan Marshanda melihat semuanya..

"Lihat itu, Nona! Hehehe..!"

Dia menatap gue.. "Kamu anjing..! Biadab..!" Dia memaki gue.

Gue tampar dia. PLAK..!
Ah well.. cukup basa-basinya.

Gue taruh Cam gue balik ke meja. Dan melanjutkan 'makan malam' gue

"Uuuugggghhhh..!"

"Aaaahhh.. aaaahh.. ammm.. p un.. aahh.. aahh.. aaahh.. sakit.. ahhhhh.. auuhhh..!" jerit Marshanda.

"Uuuh.. uuuh.. uuaah..!"

Gue melampiaskan segala pembalasan terhadap celaan yang dikatakannya tadi siang ke gue.
Tubuhnya adalah pembayaran yang pas. Cukup untuk membayar semuanya.

Gue mempercepat irama genjotan kontol gue..

"Hhh.. ahh.. euuhhh.. ehh.. yeah.. ooohhhh.."

Kemudian memperlambatnya..
Gue nggak peduli dia ngerasa sakit seperti apa.. Gue.. mengejar kenikmatan seperti dulu..

Ayo, datanglah.. datanglah..!

Beberapa menit gue ngentot dia.. Marshanda sudah tak berdaya.
Gue sempat berhenti beberapa saat untuk memastikan kondisinya masih sadar.

Begitu dia beraksi menandakan masih siuman gue melanjutkan pengejaran kenikmatan gue.

"Aaagh.. aaahh.. ooooh.. Oohh..!"

Ah sebentar.. kalau benar ia sudah tidak berdaya, maka tampaknya sudah tidak masalah kalau gue melepas borgol di tangannya.
Gue tanpa berpikir panjang lagi mengambil kunci borgol dan membukanya.

Tangannya bebas sekarang. Tangan mungil yang langsung menggantung lemas.
Hahh.. begini.. baru gue bisa mengeksplore semua aset yang loe punya cantik..

Gue mencumbunya.. gue mungkin bisa mencumbunya sampai mati..
Bagaimana mungkin gue bisa melewatkan gadis secantik dia telanjang di ranjang.. terlentang pasrah.
Tentu tidak akan gue lewatkan sebagian pun.
Gue cumbu..

Mencumbu Marshanda meyakinkan gue bahwa saat kenikmatan puncak itu memang sudah dekat..
Gue sudah merasakannya.. seolah sudah beberapa meter dari gue. Luar biasa Marshanda..

Clebb..!
Gue masukkan lagi kontol gue ke dalam vaginanya. Kemudian gue melanjutkan pompaan gue.
Kali ini tanpa tedheng aling-aling.. gue nggak mau kehilangan momen untuk menangkap kenikmatan itu.

Ketika gue merasa rasa-rasa itu mulai memudar, gue kembali mencumbunya..
Payudaranya yang sensual. Pahanya yang membuat mata gue hampir copot.
Wajahnya yang cantik menggemaskan.. Aaahh.. euuh.. Marshanda..

Terima ini.. "Yeah.. uhhhh..!"

"Aahhhh.. aaaa.. aaa.. aaahh.. aahhhh.. ooohhh.." Marshanda melolong menahan sakit.

"Jangan berteriak seperti itu, Nona. Baik.. saya akan membantu anda supaya bisa tenang.."

Gue lalu menutup mulutnya dengan bibir gue. Dia berusaha melawan tapi tentu tak kuasa melawan gue.
Apalagi ia kembali kesakitan ketika gue menyodok memeknya lagi –kali ini sangat keras–.

Gue kembali memperkosanya.. kali ini tak terdengar jeritan.
Hanya ada suara tertahan..
"Mmmppff.. mppfff..!"

Mulut gue menyumpal sekaligus mengulum bibirnya.. Cup-cup.. hhhh.
Ini berlangsung cukup lama. Bermenit-menit. Air mata membasahi matanya.

Akhirnya gue melepaskan ciuman dahsyat gue dan fokus pada pekerjaan utama.
Bukan kenapa-kenapa.
Pertama.. waktu gue nggak banyak sebelum bisa membereskan urusan paska-pemerkosaan –you know what I mean..?–

Gue nggak merencanakan ini dengan matang. Gue butuh spare waktu yang panjang untuk jaga-jaga.
Artinya.. gue bisa aja perkosa dia sampai pagi.

Tapi hei.. ini hotel, bukan villa punya gue.
Siapa yang bisa tahu apa yang akan terjadi..?

Ah, tapi memang, dia terlalu menggiurkan untuk diselesaikan sampai di sini saja.
Oke sebentar lagi..

"Oohhhh.. uuuh-hhhh-uuhhh-uuhhh-uuhhh.."

"Aaaahhh.. aaoohhh.. ooohhhh.. ooohhhh..!" Tubuh Marshanda berguncang-guncang..

Kemudian saat yang biasa terjadi itu pun tiba. Tubuh Marshanda mengejang sesaat.
Tangannya yang kini tak lagi terborgol mencengkeram pinggul gue..

Menyadari ini gue berhenti juga.. memeluknya.. hangat..
Kami betul-betul berkeringat hebat.

Mati-mati deh kekurangan air..
Tapi menurut gue ini sensual.. Kami basah, berpelukan.. wangi parfumnya yang gue suka. Hangat..

Selanjutnya sambil mendekap tubuhnya, gue meneruskan goyangan pinggul gue..
Pelan-pelan.. kemudian secara pasti semakin cepat lagi.

Sebentar lagi sayang.. Loe beruntung gue nggak bisa lama-lama ngerjain loe.. Uggh..

"Ooohhhh.. uuuhhhh.. uuuhhhh.. uuhhh..!"

Marshanda mendesah ketika kontol gue kembali menjelajahi lorong vaginanya..

Pergumulan itu akan berakhir sebentar lagi.. gue bisa merasakannya.
Tapi mungkin bagi Marshanda itu seolah tidak akan pernah berakhir..

"Aaahhh.. aaoohhh.. oohh-oohh-oohh.. Ooo-ohhhh..!"

Ah. Marshanda.. Dirimu.. bagaimana gue mendeskripsikanmu ya..? Lezat. Itu saja.
Gue nggak bergurau ketika menganalogikan loe sebagai makanan tadi.

Loe memang ibarat makanan mewah yang jarang gue dapatkan.
Dan gue sudah enam bulan tidak mendapatkan hidangan seperti loe. Gue puasa.
Dan gue sekarang berbuka menikmati loe..


Api seolah membara dalam tubuh gue. Membakar gairah. Gue seperti akan meledak.
Ini persis seperti kejadian di puncak waktu itu. Kenikmatan itu memang akan datang.
Kenikmatan memperkosa..

Aahhh.. Sekeliling gue seperti menyempit menghimpit gue.
Seperti akan menghantam gue berkeping-keping.

Gue merasa yang menghimpit gue itu adalah segala kenikmatan yang ada di dunia ini.
Semuanya menghantam gue..
----------------------------------

Pagi hari pukul setengah sepuluh, gue berada di ruang tunggu pemberangkatan di bandara Ngurah Rai.
Nggak lama lagi gue boarding ke pesawat yang akan membawa gua ke Jakarta.

Yah.. paling nggak gue masih bisa merasakan satu kota lagi di negara gue sebelum kembali cabut ke Dubai.

Di ruang tunggu itu gue kembali teringat dia yang sudah gue santap tadi malam.
Marshanda..

Mungkin ia masih duduk termangu di kamarnya.
Mungkin ia tidak beranjak dari kasur tempat gue menodainya semalem.

Mungkin juga matanya tidak bisa lepas dari monitor TV tempat gue melayangkan telunjuk gue dan berujar padanya..

"Apa yang terekam di kamera.. dan apa yang Anda lihat di layar sana tadi sangat mungkin bisa tersebar..
jika anda memang berniat menyebarkannya.
Tapi.. rekaman itu tidak akan ke mana-mana seandainya anda tidak berniat menceritakannya pada siapapun..!"

Marshanda hanya diam, pandangan matanya kosong. Tubuhnya masih telanjang.
Setelah itu gue berbenah diri dan kembali ke kamar gue sendiri dengan santai.
Packing, kemudian check out.

Oh, by the way.. penasaran sama gimana gue mengakhiri persetubuhan gue semalem sama Marshanda..?
Harus gue akui.. sebenarnya standar-standar aja. Gue nggak punya banyak waktu..

Apalagi permainan semalem semua inisiatif dadakan.
Tapi tentu tetap gue menutupnya dengan style.

Gue bilang gini sama dia..

"Nona.. –sambil terengah-engah– lihat wajah ini. Lihat..! Apa yang anda lihat..? Apa..?
Ah.. saya tahu.. istilah 'lingkungannya' –gue menandai kata itu dengan intonasi yang mengejek–
Menurut anda saya ini 'sampah', kan..? Kotor. Menjijikkan. Harus dienyahkan. Dimusnahkan..
Tapi ah, anda kan Duta Lingkungan.
Tentu anda akan memilih untuk mendaur ulang saja sampah ini.. Di dalam sini.."

Gue megang perutnya.
Sedetik kemudian berjuta-juta sperma sudah menjalar di dalam kemaluannya. (.)

End of Second Episode
---------------------------------------
 
Terakhir diubah:
---------------------------------------------------
Episode 3 : Revenge For My Brother – **************
---------------------------------------------------


Dubai, Dubai, oh Dubai..
Sejak pertamakali gue datang kemari gue udah terperangah dengan sistem manajemen kota ini.
Tata letak, arsitektur, lalu lintasnya serba tertata membuat gue serasa berada di simulasi komputer aja.
Di sini membangun skycrapper kayak menaruh rumah-rumahan monopoli.

Seperti ada tangan raksasa yang menaruh mereka sehingga bisa apik kalau dilihat dari kejauhan.
Udah gitu bentuknya aneh-aneh lagi.

Bentuk-bentuk yang loe bayangkan hanya bisa dipahat atau diukir pada benda seukuran lemari bisa lo temuin ukuran Godzilla-nya di gedung perkantoran sini.

Jadi selain faktor suhu udara yang kayak neraka, gue betah. Gue akan menetap cukup lama.
Apalagi sepertinya bisnis di sini tidak sesimpel yang gue bayangin awalnya.

Pertama, banyak saingan. Kedua, gue rada nggak ngerti logika dagangnya orang Arab.
Mereka kalau markup anggaran itu norak senorak-noraknya.
Bisa sampai tigakali lipat! Gile nggak tuh. Perlu kejelian lebih menghadapi orang-orang ini.

Dan.. dan.. dan.. gue yakin ini akan mengagetkan loe. Gue punya pacar (lagi) sekarang. Hehehe.
Lebih tepatnya calon istri sih. Soalnya gue belum ngapa-ngapain sama dia.
Gue menganggap dia adalah faktor untuk membuat status sosial gue tampak normal.
Gue jadi anak baik-baik di depannya.

Walau gimanapun gue tetap berasal dari keluarga Indonesia.
Menginjak usia 30 –walau dengan tampang 6 tahun lebih muda (ini fakta, Bung)- dan masih melajang sudah pasti membuat orangtua kelojotan.

Ortu gue nggak frontal sih nyuruh gue cepet nikah. Paling cuma ngenalin ama si ini si itu doang.
Nah, waktu itu ketika gue ke Jakarta setelah dari Bali gue dikenalin nih sama satu orang.

Namanya Nina. Awalnya gue underestimate. Apaan nih orang? Tapi lama-lama gue tertarik juga.
Dia dokter freshgraduate. Manis.
Sementara alasan dia mau sama gue tentu selain gue nggak jelek-jelek amat, karena dia rasional aja, butuh duit buat melanjutkan studi spesialisnya.

Kalau begitu kenapa gue mau?
Ya udahlah.. semua orang kan butuh duit, gue suka dia, lagipula kan ini untuk studi, bukan buat ke salon.

Alasan utamanya sih karena gue mau dianggap normal aja.
Cerita selengkapnya tentang dia dan pertemuan kami ntar menyusul sambil cerita deh..

Kami belum menetapkan tanggal pernikahan. Gue sih nggak mau buru-buru, kita kenal juga belum lama.
Mungkin setahun lagi lah. Dia juga kayaknya setuju-setuju aja.
Cuma masalah selalu ada di orangtua. Maunya cepet-cepet mulu.

Gue sih bisa handle orangtua gue, cuma ada masalah dengan bokap nyokap mereka.
Harus gue akui gue belum terlalu sering ketemu mereka. Orangtua gue yang lebih sering.

Dari cerita yang gue denger dari Nina, sepertinya orangtuanya itu terus-menerus menanyakan rencana gue.
Tepatnya kapan gue ngelamar dia.

Terakhir Nina telepon nanyain gue kok nggak pulang-pulang, soalnya papa-mamanya pengen nanya langsung ke gua gitu.

"Ya udahlah, Nin. Kamu kan bisa jawab, kita nggak buru-buru, tapi rencana tetap pasti ada."

"Aku udah ngomong, tapi mereka nggak sreg kalau nggak denger kamu sendiri yang ngomong ke mereka. Mereka belum yakin."

Hhhh.. okelah, akhirnya gue memutuskan untuk balik ke Indonesia sebentar.
Gue atur schedule gue. Mungkin gue akan di sana selama dua minggu. Gue berangkat besok sore.

Keesokan harinya sebelum berangkat gue ada meeting terlebih dahulu.
Nah di situ itu gue disamperin sama seseorang yang memperkenalkan dirinya sebagai konsul dagang Mesir.
Dan dia sangat pengen gue bertemu dengannya empat mata untuk membahas kemungkinan investasi di Kairo.

Wah, gue bilang, harus ditunda dulu, karena gue sudah akan terbang ke Jakarta, nanti sore..
Dia kecewa, tapi bilang untuk segera menghubunginya begitu ada kesempatan. Gua okein aja.

Gue pulang, membawa koper yang udah gue persiapkan dan berangkat menuju airport.
Sore hari itu gue kembali ke tanah air..
----------------------------------

Yang jemput gue, udah bisa gue tebak. Adik gue. Dia terlambat lama banget. HP-nya ga bisa dihubungi.
Gue telpon rumah katanya dia udah berangkat.

Nah, setelah hampir dua jam lebih menunggu, dia datang tergopoh-gopoh..
"Sori Bang, macet.. banjir..!"
"Ya udah. Kita jalan sekarang, bantuin bawa barang gue."
Kami meninggalkan airport.

Di rumah gue disambut sama bokap-nyokap gue.
Setelah ritual kasih oleh-oleh gue ngomong rencana gue di sini sebenarnya mau ngapain.

"Aku mau ketemu Papa-Mamanya Nina."
"Kapan, Fer?"
"Belum tahu, lebih cepat lebih bagus..!"

Malamnya gue telpon Nina.
Ternyata di rumah cuma ada nyokapnya, sementara bokapnya sedang ada tugas di luar kota.
Tiga hari lagi baru balik. Dan gue harus menunggu.

Akhirnya gue menghabiskan waktu dengan laptop gue. Online. Email.
Semua berhubungan dengan pekerjaan yang harus diselesaikan.
Gue tetep tidur larut walau berada di rumah sendiri.

Semua berjalan normal sampai suatu saat gue merasa ada yang asing di rumah ini.
Bokap-nyokap gue tetep seperti itu adanya. Amat jarang di rumah.

Tapi ada satu orang lagi yang beberapakali memberikan kejanggalan di hati gue.
Adik gue. Satu-satunya adik gue. Si Rizki.

Gue baru nyadar udah jarang banget ngomong-ngomong sama dia sejak SMA (atau SMP), singkatnya sejak dia remaja.

Seinget gue terakhir main sama dia ya waktu dia masih suka main gimbot or mobil-mobil RC itu.
Setelah itu hampir tidak pernah kecuali basa-basi yang garing.

Gimana dia sejak jadi ABG gue nggak tahu.
Dan gue tentu sudah loss masa-masa itu karena adik gue sekarang sudah kuliah.
Gue ngerasa nggak kenal ama adik gue sendiri.

Gue menghela nafas. Mungkin ini saatnya gue mencoba deket sama adik gue.
Nggak asyik juga rasanya. Gue mencoba melihat dari sisinya, ditinggal ortu terus, sepi banget di rumah.
Cuma ada pembantu yang selalu menghindar kalau diajak ngobrol, sungkan.
Coba kalau gue nggak ada. Lebih kayak kuburan ni rumah.

Gue mulai berusaha makan bareng dia, nonton TV dan tentu saja ngobrol-ngobrol.
Dia anak teknik, jadi gue berusaha nyambungin omongan gue ama hal-hal yang berhubungan sama teknologi gitu.

Gue adalah bisnismen yang jago mempersuasi klien, jadi jangan tanya gimana progress gue untuk lebih deket sama adik gue ini.

Dua hari kemudian kita udah ngakak bareng nonton DVD.
Gue masuk ke kamarnya, gue membayangkan isinya masih mobil-mobilan ketika ternyata dugaan gue langsung mentah melihat lemarinya penuh buku-buku tebal, poster band luar negeri menutupi tembok kamar dan satu bass gitar tergeletak.

Gue tanya, "Lho main bass ya..!?" Dia mengangguk dan menunjukkan kebolehannya sedikit.
Wew, gue memang melewatkan banyak hal.

Setelah tiga hari gue jalani dengan adik gue, gue menelepon Nina.
Berita yang gue denger darinya kurang begitu bagus, karena kepulangan Papanya ditunda tiga hari lagi..
yang berarti gue harus menunggu lebih lama.

Gue menutup gagang telepon dan langsung menuju kamar, tidur.
Tidak ada lembur malam ini. Laptop tetap tertutup rapat.

Esoknya saat sarapan gue melihat adik gue melintas.
Gue menegurnya.. "Oi, gak sarapan dulu lo?"
"Udah telat, Bang." Dia ngacir keluar.

Bahkan gue yakin dia nggak mandi tadi. Rambut dan raut mukanya semrawut gitu.

Siangnya gue jalan-jalan ke mall bawa laptop. Ganti suasana.
Gue beraktivitas di salahsatu cafe di mall yang memang didesain khusus untuk orang-orang yang ingin bekerja dengan laptopnya.
Seharian gue di sana.

Gue pulang ketika matahari udah tergelincir ke Barat.
Di rumah gue melihat ada pembantu gue -yang ngurusin masakan-, sudah menata meja. Gue tanya

"Bi, kan baru jam segini kok udah dihidangkan?"
"Iya, Mas Rizki minta disiapin sekarang, katanya mau makan sedikit."

Tepat setelah itu gue melihat Rizki datang dari kamarnya dan langsung mengambil posisi di meja makan.
Dandanannya rapi banget, gue melihat rambutnya dan mukanya bersih.
Bajunya sih cuma kaos biasa doang.

"Mau ngapain lo..?"
"Mo fitnes, Bang.."

"Buset ye, lo fitnes lebih ganteng daripada lo kuliah."
Dia cuma nyengir ke gue, mengambil beberapa lauk, menyantapnya dan kemudian pergi keluar rumah..

Gue bengong. Ah.. nggak jelas, malemnya gue nelpon Nina lagi. Sempat ngobrol sama Mamanya.
Mamanya seneng banget denger gue mau bertemu sama mereka.
Dikira gue mau langsung ngelamar kali ya?

Waduh.. padahal kan gue cuma mau kasih keterangan doang..

Besoknya gue jalan sama Nina. Makan terus nonton.
Yah.. biasalah orang pacaran.. Kita jalan sampai jam tiga sore gitu.

Waktu gue nganter dia ke rumahnya ada sms, dari adik gue.
"Bang, ada tawaran trial gratis di tempat aku fitnes nih, bisa dipake sminggu. Mo ikut ga?"
Gue bales.. "Napa lo ajak gue?"

Gak lama kemudian ada pesen lagi.. "Ditawarinnya ke aku. Kan abang masih seminggu di sini kan..?"

Si Nina nanyain.. "Ada apa, sih..!?"
Gue kasih tahu isi sms ke dia. Dia justru mendorong gue untuk ikut..

"Ya.. udah, sana ikut. Kamu juga nggak pernah olahraga kan.? Kerjaannya ngurusin bisniiiiiss mulu.."

Gue menyerah.. Oke.. oke.. Gua SMS lagi adik gue. "Kapan mulei..?"
Jawabannya kemudian.. "Nanti juga bisa.."
-----

Sorenya gue ketemu adik gue di rumah, dia bilang siap-siapnya sekitar jam enam. Gue iyain aja.
Pas jam segitunya gue udah siap pakai kaos oblong sama celana training.

Seperti hari sebelumnya, adik gue dandan, wanginya tercium sejak dia masih di kamar dan gue di ruang tamu.
Beberapa saat kemudian, kami berangkat naik mobil.

"Nggak macet ni Riz..?" Gue inget Jakarta jam segini tu najis senajis-najisnya.
"Ga pa pa. Deket, kok.."

Beneran, kita kena macet, untung omongan adik gue juga nggak salah.
Tempatnya lumayan deket sama rumah. Kami parkir di suatu bangunan di tengah-tengah pusat perbelanjaan.

Kami masuk ke dalam naik tangga..

Gue rada nggak pede.
"Riz, gue udah setua ini, nggak papa nih? Gue seumur-umur nggak pernah fitnes."

"Ga papa. Ga keliatan ini. Tempatnya asyik, kok. Banyak artis lho yang fitnes di sini.

Gue teriak. "WHAT..!?"

Dia kaget melihat reaksi gue.
Biasanya gue selalu tenang tapi sekarang gue terkejut dan kelihatan sangat gelisah.

"Halah, Bang.. nyantai ajalah.. Nggak usah keliatan banget gitu jarang lihat artisnya.."
Gue mendengus.

Anak-anak tangga itu mendadak terasa begitu berat untuk gue langkahin..

Jarang ketemu artis kata lo..?
Hmm.. tau ape lu..?


I've Already Raped Four..!

Kami telah sampai di lantai atas.
Adik gue dengan santainya melintasi pintu masuk yang seluruhnya terdiri dari kaca tembus pandang.

Gue cemas. Gue memperhatikan kondisi sekitar.
Yah, loe pasti tahu apa yang gue risaukan.

Gimana kalau salahsatu dari mereka bertiga atau dia yang gue temui di Bali dulu ada di sini sekarang?
"Ayolah, Bang. Masuk..!" Adik gue berseru dari dalam.

Gue hati-hati melangkah masuk. Gue memeriksa siapa yang ada di dalam dengan teliti.
Gue berjalan nggak jauh-jauh dari tepi ruangan, seperti mencari tempat bersembunyi jika saja gue kurang beruntung malam ini.

Hmmm.. Nggak ada.. Nggak ada..
Setidaknya sekarang di ruangan yang ini mereka nggak ada.
Gue sedikit tenang..

Adik gue menghampiri gue ditemenin seorang cowok yang badannya keker abis.
Gue dikenalin, ternyata dia instrukturnya. Gue dianter ke tempat penitipan barang gitu (loker-loker).

Gue ketemu sama penjaganya. Gue memperhatikan cukup lama si penjaga penitipan ini.
Orangnya kurus.. -sangat nggak matching sama fitnes center- rambutnya belah tengah (so oldies).. dengan kemeja yang nggak disetrika.
Si penjaga ini senyum-senyum aneh ke gua. Gue bengong.

Gue kok merasa agak aneh ya ada penitipan barang di fitnes center.
Bukannya lebih mudah kalau disediakan loker aja terus kita masing-masing yang pegang kuncinya?
Well, entahlah..

Abis itu gue diperkenalkan sama alat-alat. Terus disuruh pemanasan.
Selanjutnya gue dituntun untuk latihan, dikasi tau urutan-urutannya.
Gue ngerasa cengok banget.. Ga papa lah. Pengalaman baru.

Tapi ya, kalau loe pertamakali fitnes maka loe akan merasa tubuh loe mau copot.
Gile, itu otot gue rasanya ngilu semua. Gue kayak mau tepar. Adik gue ketawa-ketawa.

Penderitaan gue akhirnya berakhir. Sudah saatnya pulang. Gue mandi, balik ke penitipan barang.
Ganti baju. Dan bergegas ke parkiran mobil. Ternyata adik gue belum ada. Ke mana dia?

Gue menunggu beberapa menit. Lah itu dia baru nongol dari atas. Tapi dia ternyata nggak sendirian.
Dia jalan sama cewek.

Gue nggak kenal itu siapa. Tapi dia manis.
Gue menebak dia seumuran sama adik gue atau bahkan lebih muda.
Mengenakan shirt dan jeans seperti layaknya remaja perempuan pada umumnya di Jakarta..
Gue bisa menilai tubuh cewek ini cukup berisi.. cukup montok..

Mereka berpisah sebelum bertemu gue. Gue sedikit kecewa. Gue penasaran aja sama dia.
Adik gue datang menghampiri. Dan kami meluncur pulang ke rumah.

Di tengah perjalanan iseng aja gua nanya, "Siapa tuh tadi cewek..?"
"Masa ga kenal, Bang? **************. Terkenal tuh, Bang.."

"O ya..? Sinetron..?" Gue menebak.
"Nyanyi juga sekarang." Adik gue menjelaskan.

"Terus.. hubungan dia ama lo apaan..?"
"Ah, Abang mo tau aja.." Dia senyum-senyum gak jelas.

"Jadi.. 'dia' alasan kenapa loe jadi centil kalau fitnes.. padahal dekil kalau berangkat kuliah..?"
Adik gue ga jawab, senyumnya makin lebar.

"Udah lo pacarin..?"
Adik gue menggeleng.

"Kenapa?"
Dia jawab.. "Malu, Bang.."

Gue ngeplak dahi.
----------------------------------

Besoknya gue meringis-meringis ngilu.
Gara-gara nggak pernah olahraga, sepertinya seluruh otot di badan gue pada memberontak. Sakit.

Gue nitip absen fitnes dulu sama adik gue.
Si Nina datang ke rumah. Nemenin gue. Semaleman gue tepar.

Hari berikutnya badan gue mendingan.
Adik gue meyakinkan bahwa fitnes lagi bisa memperkuat otot gue, sehingga nggak lembek kalau dipakai kerja keras.
Gue kepengaruh dan ikut dia lagi malamnya.
Beneran juga, badan gue jadi lumayan enak waktu work out.

Malam itu lah gue baru nyadar omongan adik gue bahwa memang banyak artis yang fitnes di sini.
Gue mendapati beberapa yang gue kenal dan beberapa yang gue nggak kenal..
tapi gue yakin dia terkenal karena tampangnya kamera face banget.

Satu orang paling menarik perhatian gue. Cewek yang digebet sama adik gue sendiri.
Kebetulan waktu gue lagi tread mill.. dia ada di sebelah gue memainkan alat yang sama.

http://i1378.photo*bucket.com/albums/ah91/pecahutak/ARTIS%204%20CER/Nagita%20Slavina12_zpslz9kacij.jpg

Gue sok-sok nggak perhatiin dia. Padahal diem-diem gue ngelirik.

Kaus abu-abunya ada bercak gelap basah terkena keringat.
Gue memberanikan diri untuk lebih lama menatap wajahnya.

Manis.. peluh meluncur melintasi pipinya menuju dagunya.
Ada tahi lalat kecil di deket dagunya. Kemudian gue menatap lehernya pun basah.

Satu butir keringat menetes masuk ke bawah, masuk ke baju.
Pandangan gue tertuju pada apa yang menonjol di kaus itu.

Payudaranya luar biasa..
Kedua tangan gue meremas pegangan treadmill lebih kencang.
Ah seandainya gue bisa meremas yang itu.. Ahhh..

Dia menoleh ke arah gue. Gue salah tingkah dan pura-pura menunduk.. Hening..

Gue capek, ngasih kode ke adik gue kalau gue pengen pulang. Adik gue ngangguk.
Gue mandi dan pergi ke penitipan.
Di sana gue menemukan adik gue sedang bersama cewek yang membuat gue sedikit bangkit nafsu waktu treadmill tadi..

Adik gue ngelihat gue datang.. langsung ngenalin gue ke dia..
"Gi.. ini Abang gue, namanya Feri."

Dia senyum menyalami gue, tangan lembut itu menyentuh telapak tangan gue..
"Gigi..!" katanya lembut..

"Gigi?" Tanya gue sambil senyum lebar menunjukkan gigi-gigi gue.
Adik gue ketawa nggak ikhlas, "Abang gue garing, Gi."
Hmmm, thanks..

Mereka turun duluan soalnya sudah mengambil titipan lebih dulu. Gue masih membereskan tas gue.
Si penjaga penitipan tiba-tiba berbisik ke gue..

"Montok tenan yo Mas?"
Gue bingung, "Siapa?"
"Yo yang tadi itu..!"
Gue pasang senyum sopan, menyingkir..

Selanjutnya gue kembali bersama adik gue menyusuri jalan Jakarta pulang ke rumah..
Gue membuka obrolan..!" Yang njaga penitipan tadi orangnya serem banget yak?"

Adik gue jawab, "Wah dia udah kasus dari dulu, Bang. Orangnya gatel gitu kan?
Dia dulu pernah ketahuan ngintipin cewek-cewek yang fitnes di situ.

Si Gigi juga pernah hampir aja diintipin. Abang lihat aja dia kalo ngeliat si Gigi gimana. Norak banget. Jelalatan.
Mupeng-mupeng ga jelas. Kayak mau nerkam gitu."

"Parah juga tuh." Gue berkomentar.
"Udah komplain sih kita ke bosnya. Gue denger dia cuma dipertahankan sampai bulan ini aja."

"Hmmm.. Ati-ati aja sih. Orang maniak seperti itu memang bisa ngapain aja kalau ada kesempatan.
Gue juga kenal satu orang" Gue bergumam.

"Siapa? Abang, ya?" Adik gue tertawa.
Gue juga ketawa. Emang iya. Gue.

Pagi hari berikutnya, gue melakukan rutinitas seperti biasa.
Sekarang kalau matahari mulai terbenam, ada aktivitas yang gue tunggu. Fitnes!
Setidaknya itu dalam pikiran gue.
Tapi sore ini ternyata gue mendapati adik gue malah duduk selonjoran di ruang tengah nonton TV.

"Lhah, nggak fitnes?"
"Nggak ah, Bang kalo hari ini. Abang aja kalo mau sendiri."
Gue heran, "Ada apa dengan hari ini?"

"Kalo hari ini si Gigi nggak fitnes, dia ada kuliah malam."
"Hmmm..!" gue menggeram datar.

"Jadi, lo fitnes cuma gara-gara dia doang?"

"Ya nggak lah, Bang. Cuma kan yah.. kayak Abang nggak tau aja sih. Pokoknya nggak semangat."

Gue merebahkan diri gue di sofa, duduk di sebelahnya. Gue menghela nafas.
"Hhh.. cakep ya dia..!"

Adik gue ngeliatin gue, "Iya, udah gitu pinter lagi..!"

"Pinter?"
"Iya, Bang."

Dan lo tau, setelah itu adik gue nyerocos panjaaaaaaang banget soal gebetannya ini.
Lengkap bo'.
Dari sinetron yang ia mainin, sekarang kuliah di mana.. –satu universitas sama adik gue– dan pertemuan tidak sengaja mereka di fitnes center.

Jadi menurut cerita adik gue, keikutsertaan Gigi di fitnes awalnya cuma iseng.
Eh, akhirnya keterusan.
Adik gue cerita gimana dia bisa melihat perubahan drastis dari Gigi yang dulu sedikit gendut sekarang menjadi lebih langsing, berisi.

Gue ngebayangin yang nggak-nggak. Ya, tubuhnya yang sekarang memang terbentuk indah.
Tidak kurus, namun berisi. Montok.

Implikasi yang paling terlihat tentu adalah..
susunya, yang selalu mengencerkan imajinasi kotor gue tatkala berpapasan dengannya di fitnes center.

Malamnya gue sibuk dengan laptop gue di ruang tengah. Sekalian nemenin adik gue nonton MTV.
Malam semakin larut. Adik gue ngantuk, pamit tidur. Dia masuk kamar. Gue memandang arah kamarnya.

Gue teringat sesuatu.
Gue buka browser internet, buka search engine dan mengetikkan satu nama: **************..
Enter.. ada beberapa entry yang muncul..
----------------------------------

Hari berikutnya giliran adik gue yang bersemangat ngajakin fitnes.
Ini gue artikan si Gigi juga fitnes malem ini. Gue ikut. Kami kembali meluncur.

Di fitnes center segalanya berjalan wajar. Gue menjalani latihan seperti sebelumnya.
Sesekali gue melongok sekitar, mencari Gigi. Kok nggak ada ya?

Oh itu dia, di seberang sana. Pas sekali sudut pemandangannya, pikir gue.
Latihan gue menjadi semakin menyenangkan..

Gue mendapatkan banyak informasi tentang dia tadi malam di internet.
Dia akting, dia menyanyi, dia juga sesekali menjadi co-producer..
hal yang paling diinget darinya adalah imej kekanak-kanakan atau lemot, yang kabarnya memang tidak berbeda jauh denghan watak aslinya.

Gue bisa merasakan itu sih, walau gue nggak pernah ngobrol langsung sama dia.
Gue memperhatikan itu saat dia ngobrol sama temen-temennya atau sama adik gue.
Kadang-kadang memang ia terlihat childish. Itu juga ditunjang dengan tampangnya yang imut..

Gue mulai merasakan sesuatu yang aneh..
Sepertinya gue bernafsu..

Ah, tapi gue sudah cek di internet kemarin malam.. dia bukanlah korban yang layak buat gue.
Gue tidak menemukan track record yang buruk.
Dia gadis baik-baik.. Lagipula adik gue sayang sama dia.. Jadi.. ahh.. sudahlah, gue lupain aja..

Gue mengenyahkan pikiran-pikiran jahat gue ke dia..
Gue nggak boleh melakukan kesenangan gue itu terhadapnya.

Begitulah..

Selesai latihan, bersiap-siap pulang. Gue turun ke bawah, ke parkiran mobil.
Surprise buat gue: sudah ada adik gue menunggu di sana! Wei, tumben!
Biasanya kan gue yang harus nungguin dia. Dia masuk ke mobil, gue menyusul.

Di dalem mobil baru gue menyadari ada yang nggak beres sama adik gue. Wajahnya ditekuk, masam. Sama sekali nggak bersahabat.

"Kenapa lo..?" Gue tanya. Dia diem.
Kebingungan gue nggak bertahan lama, karena tepat di depan mobil kami lewat si Gigi..
.. dengan cowok lain..!

Gue perhatiin tampang cowoknya. Dia tinggi.. Cukup good-looking. Dan sepertinya anak orang berada.
Well, gue beasumsi sepert itu saat si cowok memencet alarm mobil dan sebuah Benz menyalak di seberang mobil kami.

Si cowok membukakan pintu untuk Gigi dan cewek itu melenggang duduk manis di kursi depan samping sopir, tepat menghadap kami.
Si cowok masuk dalam bangku sopir. Menatap kami..

Menatap Rizki, adik gue..

Lampu sedan itu menyala, suara mesin menderu, ban bergulir bergesekan dengan aspal.
Mobil itu meninggalkan pelataran parkiran.

Gue nelen ludah, menoleh ke arah Rizki.
"Riz, gue aja yang nyetir ya..?"
---------------------------------

Keesokan Harinya..

Pagi-pagi gue jogging keliling kompleks rumah.
Udah begaya aja gua, mentang-mentang ikut fitnes gue jadi gila olahraga.

Pagi itu juga si Nina nelpon dan dia nggak percaya aja kalau gue beneran jogging.
Sampai-sampai gue sodorin HP gue ke penjual bubur di pinggir jalan.

"Iye, Non. Ini Abangnye lagi lari pagi.." Terdengar suara ngakak Nina di seberang telpon.

Adik gue nggak keluar kamar sejak tadi malem. Sebabnya sudah jelas bo'. Deeply broken heart.
Hmmm.. gue nggak tahu harus ngomong apa. Soalnya lo udah tahu kan apa prinsip gue 'soal cinta'.

Heh..? Sangat nonsense. Gombal.

Pengennya sih kemaren malem gue langsung ngomong aja sama Rizki..
'Oke Riz, dia udah ngancurin hati lo.. pedih.. perih.. Jadi yang harus lo lakukan sekarang adalah satronin rumahnya..
congkel jendela, masuk ke kamarnya dan perkosa dia di rumahnya sendiri.. Perlu bantuan gua nggak?'


Tapi.. gue belum terlalu gendheng untuk ngomong frontal kayak gitu..

Jam sepuluh pagi, di rumah.. Si Bibi', pembantu gue ngeluh ke gue.
"Mas, Mas Rizki belum sarapan. Bibi' ketok-ketok, panggil-panggil, tapi dia nggak mau keluar kamar."

"Oh..!" jawab gue. Gua bergegas ke kamarnya. Ketok-ketok pintu..
Bingung juga gue.. Gimana cara menghadapi cowok di saat-saat cengengnya?

Tok.. tok.. tok..!
"Riz.Oi.. makan dulu lo."
"Ntar aja, Bang."

Gue bujuk dia lagi, sampai akhirnya gue capek. Gue diem mematung di depan kamarnya.
Tiba-tiba aja ada kalimat spontan terlempar dari mulut gua..
"Lo belum hidup kalau belum ngerasain sadisnya kenyataan, Riz."

Gue mendengar suara kursi berderit di dalam kamar.
Gue melanjutkan, "Itu juga yang membuat gue sampai sekarang survive, tetap hidup."

Telepon genggam gue tiba-tiba berdering. Gue melihat nomernya bukan nomer Indonesia.
Gue mengangkatnya, "Halo..!"

Telepon dari staf gue di Dubai. Ada masalah yang nggak terduga. Lumayan gawat.
Orang-orang gue kebingungan di sana.

Pertama masalahnya dengan otoritas setempat yang seenaknya naikin pajak.
Kedua ada problem sama beberapa developer yang protes proyek yang sedang kita kerjakan menghalangi akses transportasi mereka..

Gue langsung pening. Kesimpulannya cuma satu: Gue harus segera balik ke sana..
Gue udah lupa sama perkaranya adik gue.. Gue langsung nelepon Nina.
Ngasih tahu kalau bisa secepatnya gue harus balik ke Dubai.
Nina bilang kebetulan Papanya Nina sudah akan balik hari ini.

Jadi kita akhirnya menjadwalkan ketemuan langsung malam ini di salahsatu restoran yang buka sampai pagi.
Papanya baru pulang menjelang tengah malam dan dia tidak keberatan kami ketemu malam-malam memaklumi kondisi gue yang sibuk.

Gue menyetujui.
Setelah itu gue menelepon orang gue untuk mengurus keberangkatan gue lagi ke Dubai, besok..

Gue merebahkan diri gue ke sofa di ruang tengah. Yah, apa boleh buat, ini konsekuensi dari ambisi.

Perhatian gue terpecah ketika pintu kamar adik gue terbuka. Dia keluar berjalan menuju dapur.
Dia menghindari bertatap mata dengan gue..

HP gue berdering lagi, kabar dari orang gue, katanya tiketnya sudah didapatkan.
Gue berjalan ke kamar, membereskan barang bawaan gue.

Gue menelepon bokap-nyokap yang hampir nggak pernah gue temuin selama di sini dan mengabarkan kondisi gue. Mereka terdengar kecewa.

Selesai gue selonjoran lagi di ruang tengah. Sudah sore banget, sebentar lagi gelap.
Ketemu sama Nina dan keluarganya masih lama. Gue melihat ke arah kamarnya Rizki.

Biasanya gue jam-jam segini siap-siap fitnes sama dia.
Tapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamarnya.
Ia mengurung diri lagi sejak keluar sebentar tadi siang.

Gue berpikir.. Hei.. sebelum ketemu Nina dan papa-mamanya..
dan sebelum gue kembali berjibaku dengan jerat problem yang menanti gue di Dubai, kenapa gua nggak fitnes aja?

Terus terang gue mulai menikmati aktivitas ini.
Gue beranjak dari sofa.. ganti baju.. oke.. saatnya membangun gaya hidup sehat.. hehe..

Tak lama kemudian gue sudah di belakang kemudi. Sialnya gue nggak apal jalan, jadi gue nyasar.
Gue sampai itu tau-tau di seberang jalan fitnes centernya dan nggak ada puteran.
Gue bingung gimana caranya muter, akhirnya gue parkir aja di hotel di seberangnya.
Terus gue jalan kaki nyeberang..

Gue bawa tas ransel agak gedhe sekarang.
Soalnya gue juga bawa kemeja dan celana rapi, kan nanti mau ketemu sama papa-mamanya Nina.

Sampai di tempat fitnes gue menjalankan latihan seperti biasa.
Waktu di treadmill, kembali cewek manis itu berada di samping gue. Dia masih mengenali gue..

"Hai, Rizki mana?"
Gue jawab ngasal, "Sakit."
"Oh..!"

Gara-gara lo..

Dia meninggalkan gue. Gue pun melanjutkan ke alat yang lain.
Di sela latihan, gue kebelet, mampir ke toilet. Cukup bersih juga toiletnya.

Cuma yang gebleg, waktu gue mau keluar, ternyata susah buka pintunya..
Instruktur gue yang keker, yang gue ceritain dulu, membantu ngebukain pintu dari luar.
Dia bilang.. "Pintunya agak susah kalau dibuka dari dalam.."

Serem amat, pikir gue..

Malam itu gue bertahan di sana lebih lama. Pengen lebih lama aja malem terakhir.
Ketika orang-orang mulai pulang, gue pun akhirnya beres-beres. Gue ganti baju rapi.

Masih agak lama sih ketemuan sama Nina dan ortunya. Tapi sekalian aja.
Malem ini jalanan macetnya lebih menggila, takutnya kalau pulang dulu nggak keburu.
Mungkin gue samperin aja rumahnya Nina.

Gue berjalan keluar fitnes center, kembali menyeberang jalan menuju hotel tempat gue parkir mobil tadi.
Sesampainya di mobil gue nyadar sesuatu yang buruk. Yah, kunci mobilnya ilang! Gue kebingungan.

Rogoh-rogoh kantong, bongkar tas ransel.
Gue inget tadi berangkatnya pakai celana training, tapi di saku celana training itu juga nggak ada.
Gue coba inget-inget di fitnes center tadi. Kapan gue ngelepas celana ya?

Oh, ya.. gue tadi sempat ke toilet. Gue berjalan cepat kembali menyeberangi jalan.
Kembali ke fitnes center. Aduh, mampus aja gua kalau fitnes centernya sudah tutup.

Eh, ternyata belum.. tapi ada yang aneh.. Kosong.. nggak ada orang. Tapi juga nggak tutup.
Perasaan gue nggak enak. Gue masuk ke toiletnya.
Harus cepet ketemu kuncinya biar gue bisa cepet pergi dari sini.

Gue periksa di toilet. Harapan gue mulai menipis ketika bermenit-menit gue nggak juga menemukannya.
Kemudian.. ah.. itu dia.. nyempil di pojokan..
Untunglah..

Gue meraihnya dan berlari ke arah pintu toilet.
Gue putar kenopnya..

Clk.. clk.. clk.. Nggak bisa kebuka.. Gue kekunci..

Gue panik, menarik paksa pintu itu, tapi sia-sia.. Gue gedor-gedor pintunya.
Masih ada orangkah di luar sana.. ?

Tiba-tiba gue mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan gue. Bulu kuduk gue berdiri..
Teriakan wanita..

Minta tolong..
Malem-malem gini?

Gue mencoba mencermati suara itu.. semakin dekat..
Suara itu mendekati ruangan fitnes di sebelah toilet ini..

Gue memeriksa sekeliling, di toilet ini ada jendela-jendela ventilasi yang diletakkan di atas.. berhubungan langsung dengan ruangan di luarnya.
Jendela itu dilapisi oleh kain kassa.
Sementara satu meter dari gue ada teronggok kursi dari plastik.

Gue ambil kursi itu dan gue taro bersandar pada tembok di bawah jendela ventilasi.
Gue lalu naik di atasnya. Sekarang gue bisa melihat apa yang sedang terjadi di ruang sebelah.

Dua sosok manusia masuk ke dalam ruangan fitnes itu.

Gue terperangah.. Itu si penjaga penitipan barang.
Pria kurus yang gue notice sebagai orang aneh sedari awal pertemuan gue dengannya.
Dan dia tidak sendiri. Ia sedang menyeret seorang cewek dengan paksa.

Gue lebih kaget lagi saat mengenali wajah manis itu sebagai si Gigi, **************..

"Tooloooong.. tolooooooong..!"

"Diem kamu! Mau ta'bunuh sekarang?! Diem!"
Pria kurus itu menghunuskan pisau dapur yang tadi diselipkan di sabuknya..

No fucking way!

Pria kurus itu mengeluarkan tali tambang.
Merebut kendali atas tangan Gigi.. menyimpul pergelangan tangannya dan mengaitkan simpul itu ke pipa besi tempat biasanya orang melatih otot siku dan lengan.

Dengan cekatan pria itu mengulanginya pada tangan yang satu lagi.
Gue takjub dengan kecekatan tangannya. Gimana bisa secepat itu..?

Gue perhatikan dengan seksama dan mengetahui bahwa simpul itu sudah dibikin dulu sebelumnya.
Ia pasti sudah merencanakan aksi ini masak-masak.

"Tolooooonggg..!" Gigi berteriak.

Gue memandang ke arah pintu keluar.
Tidak adakah yang mendengar suaranya? Apa di bawah sana tidak ada orang sama sekali?

Gue inget waktu ngambil barang di penitipan tadi, si pria kurus ini tidak ada di sana.
Apa waktu itu ia sedang sibuk merencanakan ini? That bastard..

"Diem..!" Pria itu membentak, mengeluarkan lagi seutas tali cukup panjang, membaginya dua..
itu dipakai untuk menjerat kaki artis remaja itu ke tiang-tiang penyangga pipa-besi tadi.

Ah, sudah.. habislah sudah.. Dia sudah berhasil mengakhiri perlawanan mangsanya..

Setelah itu si pria kurus penjaga penitipan tertawa.. "Hehehe, diem kamu. Malem ini kamu cuantik banget."

Tangannya yang ceking dengan kurang ajar membelai pipi Gigi.
Gigi memandangnya penuh rasa jijik.

"Kamu mau ya.. kimpoi sama Mas..?"
Gigi menggeleng keras.

"Kalau nggak mau yo nggak papa. Mas cuma pengen pinjem tubuhmu buat Mas nikmatin malem ini..!"
"Jangaann!..! . Tolooooooong! "

Jari-jari pria itu mulai menggerayangi tubuh Gigi.
"Tolooooong!"

Gue mendengar Gigi memanggil nama seorang cowok di sela jeritan minta tolongnya.
Pria kurus itu pun mendengarnya.
"Hehe, percuma kamu panggil-panggil. Pacarmu udah ta'ringkus tadi."

Gue memandang ke arah turunan tangga. Membayangkan nasib cowok yang dimaksud.
Shit! Pria ini nekad banget ya?

Gue kembali melihat ke arah mereka berdua.
Si pria mendekap Gigi dan meremas-remas tubuhnya gemas.

"Duh, udah lama banget aku pengen tahu gimana rasanya ngenthu kamu. Pasti uenak. Montok gini..!"
Tangannya sudah mendarat di buah dada Gigi. Meremasnya dengan penuh nafsu. Gigi menjerit.

Gue tanpa sadar mengepalkan tangan.. Itu dada yang juga ingin gue rasakan kenyalnya dengan tangan ini..
Telapak tangan gue berkeringat..

Adegan berikutnya yang dilakukan pria itu cukup bikin gue syok.
Pisau yang digenggamnya melayang ke sana kemari mencabik-cabik pakaian yang melekat di tubuh Gigi.
Gerakannya membabi-buta, gue ngilu membayangkan bisa saja benda tajam itu meleset dan melukai Gigi..

Gue mungkin harus meralat asumsi gue tadi.
Gue sekarang nggak beranggapan pria itu berpikir dengan matang.
Bahkan bisa jadi dia idiot.

Dia hampir tidak bermodal apa-apa. Dia sudah menyerang saksi di bawah sana.
Dia tidak menutupi identitasnya. Dia juga sudah merobek-robek baju korban. Di tempat umum!
Dia sama sekali nggak melakukan apapun untuk menutupi perbuatannya.

Maksud gue, siapapun yang datang ke sini setelah kejadian, pasti 100% langsung sadar telah terjadi tindak perkosaan.

Oh, this guy is sick!

Ketika Gigi sudah setengah bugil, hanya berbalut beha dan CD, pria itu tidak berhenti.
Ia menarik paksa beha itu hingga tampaklah sesuatu yang membuat air liur gue mengumpul banyak di mulut.
Akhirnya gue bisa melihat langsung dadanya yang montok kencang, yang membuat gue penasaran sejak pertamakali berjumpa dengannya..

"Wiiihh.. ini baru maknyus." Pria itu tertawa meremas-remas payudara Gigi.
Cewek itu meronta, susunya bergoyang-goyang..

Tanpa sadar tangan kanan gue memegangi selangkangan gue sendiri.
Gue yang mengintipnya pun ikut terangsang.

Gue melihat jari-jari kurus milik si penjaga penitipan tidak bosan-bosannya merempon gunung kembar yang luar biasa itu..
Terus menyedotnya, penuh nafsu..

"Akhirnya aku bisa megang beneran susumu. Dari pertama kamu dateng ke sini, aku udah ngiler liat punyamu ini.. Kamu makannya apa tho?"
Pria itu belum bosan terus menyantap payudara Gigi.

"Tolooong.. tolooonggg..!" Gigi terisak.
Sekarang gue melihat tangan pria itu semakin berani menjelajahi bagian tubuh Gigi yang lain..

"Bodimu muantep tenan.. wiih..!" Pria itu menjilat bibirnya sendiri.
Tubuh yang sedang digerayanginya memang menggiurkan.
Seksi berisi, dibalut kulit putih mulus yang dengan mudah membangkitkan birahi lelaki.

Puas menjamah tubuh bagian atas, tangan lelaki itu mulai menyusuri ke bawah.
Ke pahanya.. kemudian tangannya disusupkan ke CD yang masih melekat di selangkangan Gigi..

"Ah, jembutmu gembel juga.. Sini biar ta'liat sendiri." Pria itu dengan brutal merobak celana dalam Gigi.
"Hmm.. gembel..!" pria itu berkomentar.

Ia lalu memreteli bajunya sendiri. Badannya kering kerontang. Lalu ia melepas celana dan sempaknya.
Gue melihat pemandangan jijik, penis pria itu kecil tapi tegak ke atas..

Pria itu kemudian menciumi hutan kemaluan Gigi.
Mulut dan hidungnya beradu dengan rambut-rambut di selangkangan cewek itu..
Lalu tangan pria itu ikut menyusuri, mencari liang kewanitaannya. Ketemu.

"Sempit pol! Belum pernah dikenthu ya kamu..!" Pria itu tertawa mengejek.
"To.. tolong..

Selanjutnya pria itu berlutut melahap kemaluan Gigi dengan mulutnya, mungkin lidahnya ikut bekerja, gue nggak bisa lihat pasti.
Yang jelas pria itu sedang mengalirkan arus-arus rangsangan luar biasa hebat yang terbaca jelas pada reaksi Gigi.

"Toloong.. auh.. ehh..!"
Gue bisa mendengar suara mulut menyedot dan diiringi oleh bunyi lidah yang sedang membentur lorong-lorong di vagina cewek malang itu.
Pria itu sangat rakus..

Cukup lama pria itu mengerjai memek Gigi dengan oralnya.
Ia berhenti ketika melihat lendir membanjiri liang vagina Gigi..
Ia mengambil cairan itu dan berdiri, mengoleskannya pada alat vitalnya sendiri..

Gigi menangis sejadi-jadinya. Wajahnya mewek. Melihat ini pria itu kurang senang,
"Jangan nangis! Jelek!"

Gigi tetep mengucurkan air mata sampai kelopak matanya mulai membengkak.

Pria itu kesal, mengguncang-ngguncangkan kepala Gigi.
Kemudian dia seperti mencari-cari sesuatu dari sisa-sisa pakaian Gigi yang terkoyak-koyak di lantai.
Dia mengambil satu potong yang lumayan panjang. Kemudian mengikat kain itu di kepala Gigi, menutup matanya..

"Aku nggak suka liat cewek nangis. Mending matamu ta' tutup aja.
Yang penting lubang yang ini masih kebuka, hehe.."

Pria itu tertawa memasukkan jarinya ke vagina Gigi..

"Aaaaa..!"

"Aku dah lama nunggu-nunggu hari ini. Sejak kamu dateng ke sini. Kamu wis bikin aku ngaceng. Salahmu dhewe punya bodi bikin lanang ngaceng.
Aku baru dipecat bos. Sekarang aku wis gak peduli opo-opo.."

Pria itu membuka paha Gigi, menahannya terus terbuka, lalu memegang penisnya sendiri, menuju liang senggama Gigi..

Kepala kontolnya bergesekan dengan jembut Gigi sebelum akhirnya bertemu dengan bibir vaginanya.
Jantung gue berdetak kencang.. Inilah saatnya..

Hape gue mendadak bergetar mengejutkan gue.
Tadi gue silent karena memang gitu aturannya di fitnes center ini.
Celakanya HP gue itu posisinya di saku sedang menempel tembok, sehingga getarannya yang membentur dinding menimbulkan bunyi.
Anjing..!

Gue melompat dari kursi.
Gue yakin si penjaga penitipan itu mendengarnya dan sedang menuju ke sini, memeriksa.

Gue inget dia bersenjata. Mampuslah gua. Pintu itu bisa dibuka dengan mudah dari luar.

Gue panik, ada psikopat yang beberapa saat lagi akan menemukan dan membunuh gue.
Gue memandang sekeliling dalam kepanikan luar biasa.

Saat itulah gue menemukan barbel berukuran tidak terlalu besar tergeletak di lantai toilet.
Seseorang meninggalkannya di sini. Gue ambil. Mungkin gue masih ada kesempatan untuk selamat.
Gue bersembunyi di sudut pintu.

Gue bisa merasakan penjaga penitipan itu sekarang tepat berada di depan pintu.
Kenop berputar pintu terdorong masuk. Langkah kaki pria itu masuk ke dalam toilet.

Ia memeriksa tempat yang menimbulkan suara tadi, tempat di mana ia menemukan kursi nangkring di bawah ventilasi.
Gue mendapat kesempatan.

Gue mengendap mendekatinya dan langsung memukulkan barbel tadi ke tengkuknya.
Bughh..!
Hanya dengan satu hantaman ia terkapar.

Gue harus berterimakasih pada Chelsea Olivia yang mengajari gua trik ini.
Bedanya tentu pukulan gue lebih bertenaga dan pria yang gue gebuk ini sebaliknya, ceking.
Gue yakin dia membutuhkan waktu nggak sebentar untuk mendapatkan kembali kesadarannya.

Gue keluar toilet.

Gue menghampiri Gigi, memeriksa simpul yang mengikat pergelangan tangannya dengan pipa besi.
Simpulnya sulit diurai. Gue beralih ke yang mengikat kakinya.
Di situ ikatannya tidak begitu kuat, gue bisa melepasnya.

Kelar melepas tali di kaki kiri, gue melakukan hal yang sama dengan ikatan di kaki kanannya.
Kakinya langsung menyerang gua. Dia mengira gue adalah orang yang sama dengan yang hendak memperkosanya tadi.
Matanya masih tertutup kain bajunya tadi.

Gue mundur menghindar. Gue mengambil HP gue, berniat untuk menelepon polisi.
Gue melihat ada missed call dari Nina. Pasti itu yang membuat HP gue bergetar tadi.

Saat sedang memencet tombol untuk memanggil nomor darurat, gue melihat tubuh Gigi yang tak tertutupi satu benang pun.
Gue merasa harus menutupinya dulu. HP gue taro dulu.

Gue mencari apa yang bisa dipakai untuk menutup, karena nggak menemukan apapun.. gue memutuskan untuk membuka kemeja gue.

Lagipula gue memakai kaus tambahan di dalamnya, jadi nggak masalah.
Gue buka kancing baju gue, terus gue lepas dan hendak gue taruh menutupi tubuhnya..

Saat hendak menyelimuti itu tangan gue tanpa sengaja menyentuh kulitnya yang mulus.
Dia mendesah.. "Aaahhh..!"

Darah gue berdesir. Gerakan gue berhenti..
Gue menarik kembali kemeja gue, menatap Gigi.. Telanjang. Tangannya masih terikat..

Gue melongok ke arah toilet, gue hanya melihat sebagian dari kaki si pria penjaga penitipan.
Dia masih pingsan terkena pukulan tadi. Gue kembali melihat Gigi.

Gue menelan ludah. Gue merasakan sesuatu menjalar dalam diri gue.
'Burung' gue di bawah mengeras.. Testoteron bekerja hebat.
Dada gue berdegup beberapakali lipat lebih kencang dari normal..

Kemeja gue jatuh dari genggaman.
Bukannya lantas mengambilnya kembali, kedua tangan gue justru membuka kaos yang masih gue kenakan..

Dan mulai melucuti celana gue sendiri..

Pada malam saat gue dan Rizki memergoki Gigi dijemput seorang cowok.
Gue inget gimana dalam perjalanan pulang itu kami nggak saling bercakap-cakap..

Dia menolak ketus waktu gue nawarin gantiin dia nyetir. Gue diem aja.
Waktu dia hampir menerobos lampu merah dan kemudian mengerem mendadak membanting badan gue ke depan, gue juga diem aja.

Gue perhatiin tampangnya.. Kacau..
Gue diem, berharap semoga kami bisa sampai di rumah utuh.

Apa kejadian di parkiran sebelumnya sebegitunya meluluhlantakkannya?
Waktu itu gue heran aja.. mikir..
Hei, Coy..! Udah berapakali lo naksir cewek dan bertepuk sebelah tangan..?

Atau jangan-jangan memang baru sekali ini lo jatuh cinta?
Apakah cewek yang satu ini begitu spesial di hati elu?
----------------------------------
 
--------------------------------

Fitnes Center, Saat di Mana Tempat Itu Seharusnya Sudah Tutup..

Gadis itu bergidik ngeri ketika sepasang tangan merengkuh lengannya. Matanya masih tertutup.
Sadarkah dia kalau tangan yang menggerayanginya kini lebih kekar dari yang tadi.

Tahukah dia kalau ancaman baginya bukan lagi pria kerontang penjaga penitipan?
Tapi gue.. Feri alias Dodot, yang sudah pernah empat kali melakukan ini.

************** terpampang di dalam jangkauan gue, tanpa busana..
Maka mendaratlah gue di tempat yang gue idam-idamkan.

Dadanya jauh lebih mengesankan daripada yang gua bayangkan. Menonjol begitu kencang.
Meremponnya mencuatkan berjuta-juta kenikmatan.

Gue melumat susunya.. Sscpp.. saahh..!"
Menggemaskan..

Dughh..!

"Hhkkk..!"

Saking terpananya gue dengan keindahan payudaranya. Gue lupa kalau kaki Gigi masih leluasa.
Ketika dia memberontak, lututnya menubruk perut gue.

Gue langsung mules..
Gue terduduk mundur menjauh, kesakitan..

Gigi berteriak lagi, "Tolooooooongg!"
Gue meringis kesakitan. Untuk beberapa saat gue menenangkan sakit gue dulu..

Ketika sakit di perut gue mereda gue kembali mendekatinya.
Gue berpikir sejenak sebelum akhirnya gue berputar dan berdiri di belakang Gigi.

Dengan begini gue bisa bebas menyetubuhinya, karena kakinya nggak bisa menjangkau gue.
Gue merangkulnya dari belakang. Kontol gue bersinggungan dengan belahan pantatnya..

Dalam posisi seperti itu gue mencumbunya garang.
Tangan gue mulai bekerja menjamah setiap lekuk tubuhnya.

Gue menciumi tengkuknya, kemudian ke pipi. Gigi menggelinjang. Susunya bergoyang-goyang.
Gue menangkap ini isyarat Gigi bangkit gairahnya dengan rangsangan yang gue berikan..

Hmmm..

Gue nggak bisa melihat kemaluannya, jadi gue coba gerayangin dengan tangan gue.
Bener apa yang gue lihat waktu mengintip tadi.

Pria penjaga penitipan sudah sempurna merangsangnya saat mencumbu Gigi.
Lendir membasahi jari gue yang menyentuh bibir vaginanya. Gadis molek ini sudah siap untuk dicoblos..

Gue nggak mau buang waktu lagi..

Penis gue tegak ke atas.
Posisi gue yang di belakang tubuhnya kurang menguntungkan untuk bersanggama.

Gue harus mengeluarkan tenaga ekstra.
Gue merengkuh bagian bawah pahanya.

Gerakan refleksnya memberontak membuka paha.. justru membantu gue untuk mengangkat pinggulnya.

Badannya terangkat sedikit.. pas bagi gue untuk bisa mencoblosnya dengan enak.
Perlu dicatat bahwa badannya yang montok berisi itu membuat ini benar-benar menjadi fitnes..!

Gue arahkan penis tegak gue mencari lubang vaginanya.
Ketika ketemu dan coba gue lesakkan.. ternyata terus-terusan meleset.

Slepph.. clephh..!

Kontol gue terpental keluar. Lubangnya terlalu sempit.
Susah memerawani perempuan dengan posisi seperti ini.

Gue nggak hilang akal.
Kedua tangan gue berpindah, dari tadinya menyangga paha Gigi bagian bawah..
Sekarang mengangkat dengan merengkuh paha bagian atas.

Dengan posisi tangan seperti ini jari-jari gue dekat dengan memeknya.
Telunjuk gue bekerja.. melebarkan bibir vagina itu membuka jalan bagi kontol gue yang sudah rindu pada memek artis.

Kontol gue sudah menempel..
"Uuhh..!" Enak..

Clebhh..!
Gue masukkan pelan-pelan penis gue..
"Uuuhh..!"

Batangnya tidak bisa masuk sempurna..
Gue keluarkan..

Crebh..!
Gue masukkan lagi..
Kali ini bisa lebih dalam..

Sekarang gue hentak.. Jlebbhh..!
"UUKGGHH!" Kontol gue memblesak masuk dengan paksa.
Tentu menggedor selaput daranya..!"

Gigi menjerit sejadi-jadinya..
"Aarrggkkhh..!"

Hormon seolah-olah memancar deras ke tubuh gue ketika mendengar teriakan itu.
Gue.. selalu terangsang lebih hebat ketika mendengar jeritan perempuan yang gue perkosa..

"Aakkkh.. aaahh.. ooohhhh..!"

"Huuuh.. uuuhhh.. uuuhhh.. uhhhh..!"

Kali ini gue sudah benar-benar ngentot dia.
Pinggul gue yang bermain..
Maju-mundur.. maju.. mundur.. cepat.. ketika gue merasa perlu mengejar momen-momen kenikmatan.
Dan gue perlambat ketika gue kecapaian, karena gue juga harus mengangkat sedikit tubuh cewek ini..

Gue melepas kontol gue sebentar. Berlumur darah. Keperawanannya udah gue renggut..
Gue mengambil asal sisa koyakan baju Gigi yang berserakan di lantai.. mengelap darah di kontol gue.
Lalu gue lap juga darah perawan yang membasahi vaginanya.

Setelah itu gue kembali melampiaskan nafsu gue.
Memanjakan kontol gue yang tak kunjung melemas itu..

Gue kembali menghajar tubuhnya..
Tanpa ampun.. Gigi menjerit, meronta, berteriak.

Gue senang. Gue bahagia.. Sensasi kenikmatan pelan-pelan melumat gue..

"Uuuuuggghhhh.. uuuuuggghh.. uuuugggghhhh..!" Jeritan Gigi pun juga lumat di dalamnya..

Gue pernah mendengar kabarnya perawan bisa mati kesakitan jika dientot pertamakali dengan posisi tegak seperti ini..

Tapi gue sudah nggak peduli.
Gue sudah tenggelam dalam samudera kenikmatan yang diguyurkan dalam setiap hantaman kontol gue ke wilayah pribadinya itu..

Beberapa menit kemudian, gerakan gue melambat. Gue mulai letih.
Saat itu gue mengisinya dengan memuaskan dahaga gue menghabisi bagian tubuh lainnya..

Tangan serta mulut gue dengan senang hati melakukannya.
Pelepas kehausan utama itu tentu saja teteknya yang aduhai..

Gue remas berkali-kali, sebagai kompensasi nggak bisa melihat keindahannya dengan jelas dari belakang sini..

Gigi menggerang.. "Aakkkhhh.. Ooohhh..!"

Tidak seperti sebelumnya.. dengan aktivitas tambahan gue itu, dia mulai ikut menikmati seks paksaan ini.
Tidak ada rontaan minta tolong lagi.. yang terdengar hanya desahan yang diiring deru nafasnya yang memburu..

"Oooooohhhh.. aaahhh.. aaa hhhh.. aahh..!"

"Hhmmmmm.. mmmmmhhh.. mmmmmh hhh..!"

"Oooooohhhh.. ooouuugggg.. uuuugggg"

Gue meneruskan pelampiasan nafsu gue tanpa sungkan-sungkan..
Gue sempat merasakan badan Gigi bergidik setelah gue ngentotin dia cukup lama.

Klimaks baginya mungkin, tapi gue nggak peduli karena yang lebih gue pentingin adalah hasrat gue sendiri yang menggila..

Kontol gue seperti diremas setiapkali melintasi lorong sempit itu.

"Aaaahhhh.. aaahhhhhh.. a aaggghhhh.. aaahhhhh..!"

Akhirnya gue menuju puncak kenikmatan.
Gue cabut kontol gue dari memeknya, berjalan ke depan artis muda itu.

Gue memandang lekuk tubuhnya..
Hmmm.. bahkan mungkin lelaki impoten pun bisa sembuh kalau melihat bodi seperti ini..

Gue menggosok-gosok penis gue dengan tangan gue sendiri dan ngecrot di bagian tubuhnya yang paling membangkitkan libido..

Susunya..
Gue tumpahkan mani putih kental itu di payudaranya..
Crrooott.. crooottt.. crooott! !

Gue terengah-engah.. "HHh.. hhh.. hhh.. hhh.."
Tetek itu sudah ternoda dengan tanda otentik dari gue.. Dia nggak akan pernah melupakan itu..

Gue berjalan ke sudut ruangan, berdiri di samping jendela. Gue memandang ke luar jendela.
Di luar sepi.
Hmmm..

Di dekat gue ada dispenser. Gue mengambil gelas, mengisinya dengan air, lalu meminumnya..
Aahh.. Gue taro lagi gelasnya.

Setelah itu gue berjalan kembali mendekati Gigi..
Tubuhnya lemas.

Gue sudah sangat dekat tepat berdiri di depannya tapi sudah tidak ada perlawanan sama sekali dari kakinya..

Gue pandangi wajahnya, matanya tertutup kain. Lalu susunya..
Buah dada itu menggantung masih dengan setelan yang elastis kencang walaupun sudah diganyang habis-habisan tadi..
Cairan putih kental meleleh di atasnya..

Birahi gue muncul lagi melihat air mani gue yang gue crot-in tadi bergerak perlahan mengikuti liuk bentuk payudaranya yang sensual.

Gue mendekap tubuhnya, kali ini dari depan.
Gue belum puas. Gue akan tambah satu ronde lagi..

Kali ini gue dari depan, karena gue ingin melihat susunya yang berguncang-guncang saat kontol gue menohoknya berulang kali.

Gue juga ingin melihat ekspresinya yang meringis menahan kesakitan yang luar biasa.
Gue ingin melihat pantulan perasaan mimpi buruk yang menimpanya..

Posisi gue sudah siap pada tempatnya.

Hupphh..!
Gue tangkap pantatnya, mengangkat tubuhnya.

Dan lalu menghunjamkan kontol gue lagi ke rongga pintu rahim itu..

Slephh.. clebhh..!
Kontol gue kembali menelusup, menggarong liang kemaluannya.

Menjarah semua yang tersisa setelah keperawanannya terampok dalam persenggamaan paksa gue sebelumnya.

"Aaaacckkkk.. aaakkkkhhhh.. aaahhh.. hhhh.. ahhhhh.. aauuuggghhh..! "

"Uuuggghhh.. uuugghhh.. eemmm gggg.. uuhhh..!"

"Aaaahhhh.. aaaaiiiihhh.. a aahhh.. aaaggkkk ..!"

Setelah beberapa lama gue capek, gue turunin pinggulnya.
Sekarang giliran gue yang agak menurunkan lutut gue supaya posisinya pas.

Kontol gue pun melanjutkan 'rekreasinya..'

"Aah.. aah.. sst.. aaaghh..!"

"Ah.. aahh.. aahh!"

"Uuuuggghhhh.. uuuuuhhhh.. uuuhhhh.. aaau uuhh hhh..!"

Lagi.. lagi.. Batang penis itu menusuk tanpa ampun..

"Uuuh.. uuuh.. uuaah..!"
Gue menginginkan ini tidak berakhir selamanya..

Tapi..
"Ah.. aahh.. aahh..!"
Gue nggak tahan lagi..

Kenikmatan yang selalu gue idam-idamkan itu sudah menjemput gue.
Gue sudah merasakannya membungkus seluruh badan gue..

Gue.. Akan ngecrot..

Gue meremas susunya lagi.. melipatgandakan lompatan klimaks gue..

Gue bergumam dalam hati..
Oh, Gigi.. Dengan susu lo kayak gini, gue yakin kualitas ASI buat anak kita akan terjamin..

"Aaaaakkkkhhhh..!"

Mata gue merem-melek, mengerjap-ngerjap cepat.
Kontol gue benamkan dalam-dalam ke organ reproduksi Gigi. Cairan memuncrat keluar.

Gue keluarkan semua peju di dalem liang kewanitaannya.
Gue nggak langsung mencabut kontol gue itu.

Gue bisa merasakan sebagian air mani tak tertampung merembes keluar vaginanya menyusuri kulit batang kejantanan gue..

Hhh.. **************..

Setelah itu gue menjatuhkan diri gue. Merebahkan badan..
"Hah-hah-hah-hah..!" Nafas gue ngos-ngosan.

Gue mengatur nafas.. Gue pandangi langit-langit..
Penis gue lunglai setelah menumpahkan banyak peju di vagina Gigi..
Energi gue terkuras hebat..
----------------------------------

Beberapa menit kemudian..

Gue sudah mengenakan pakaian gue kembali.
Mengambil HP, memastikan kunci mobil sudah di tangan gue, mengambil ransel yang gue geletakkan di toilet waktu mengintip tadi.
Di toilet gue melintasi si pria penjaga penitipan.

Gue punya firasat sebentar lagi dia akan sadar.
Dengan mengendap-ngendap namun langkah cepat gue kembali ke ruang fitnes melewati pintu keluar menuruni tangga menuju parkiran.

Di bawah gue melihat ada satu mobil terparkir.
Gue mengenali mobil itu. Itu adalah Benz yang gue dan adik gue lihat dinaiki Gigi dan cowoknya.

Gue menangkap sesuatu yang lebih mengejutkan lagi.
Beberapa meter dari situ ada tiga sosok manusia. Dua orang berpakaian hitam putih. Satpam.

Mereka berdua sedang membuka ikatan yang mengikat satu orang lagi yang posisinya setengah duduk setengah tidur.

Mulut laki-laki yang sedang dibuka ikatannya itu tertutup lakban.
Salah seorang satpam membuka lakbannya.
Gue melihat laki-laki itu berseru-seru dengan gusar mencoba memberitahukan hal gawat pada kedua satpam yang menemuinya.
Gue mengenali laki-laki yang baru saja diselamatkan para satpam tersebut. Dia adalah cowoknya Gigi.

Gue bersembunyi, mencari jalan sedikit memutar. Mereka tidak melihat gue.
Sambil berjalan mengendap-ngendap gue mengamati mereka.

Salah seorang satpam berlari menaiki tangga menuju ruang fitnes.
Sesampainya di sana pasti ia akan menemukan hal yang mengejutkan dirinya.
Ia tidak memerlukan waktu lama untuk menyimpulkan apa yang baru saja terjadi..

Ada perempuan terikat habis diperkosa.
Ada satu pria kurus tergeletak masih menggenggam pisau dapur di tangannya.

Ada cowok disekap di parkiran.
Baik cowok yang baru saja ditolong satpam itu tadi maupun sang gadis tahu betul siapa yang meringkus dan menyekap mereka.
Sudah pasti lah siapa yang disalahkan dalam tragedi malam ini..

Gue sudah berada di mobil, melaju di jalan raya. Sudah tengah malam. Sepi.
Gue nyalain radio.

Ada satu radio yang masih siaran.
Satu lagu pop mengudara mengalun ke telinga gue.. **************..

Tiba-tiba gue teringat waktu itu, ketika gue dan adik gue duduk di ruang sofa di hari di mana kami nggak jadi fitnes..

"Hhh.. cantik ya dia..!" Kata gue waktu itu..

"Iya, udah gitu pinter lagi..!" Adik gue langsung nyamber..


Waktu itu gue inget banget tampang adik gue, matanya berbinar-binar, cerah sumringah.
Betapa antusiasnya ia waktu itu..
"....!"

Tengah malam, di tengah jalan raya Jakarta.
Di dalam mobil yang melaju, gue memukul kepala gue sendiri.
----------------------------------

Mobil gue sedan, bukan truk, jadi wajar kalau mesinnya tidak berisik.
Tapi malam itu memang sunyi sedang menjadi-jadi..

Hape gue bergetar, telpon dari Nina.
"Kamu di mana? Aku sama papa-mama udah sampai nih."
"Aku lagi di jalan, tunggu sebentar lagi ya."

"Kamu habis ngapain sih?"
"Sori. Mendadak aku tadi ada urusan mendesak."

"Urusan apa?"
"Nanti aja aku ceritain."

"Ya udah. Yang penting kamu nggak habis pacaran sama cewek lain aja, kan..!" Nina tertawa renyah.
"Nggak, kok."

"Ditunggu ya, sayang. Bye." Klik. Nina menutup percakapan..
"...!"

Sambil nyetir gue ngelamun, HP belum terlepas dari genggaman gue..
Tidak, Nina. Gue nggak habis pacaran sama cewek lain..
Gue habis membuahinya..

Gue sampai di restoran 24 jam tempat kita janjian.
Nina dan papa-mamanya langsung menyambut gue. Selanjutnya kami berbasa-basi sedikit.

Setelah itu kami makan.
Di tengah makan itu papanya Nina mulai menyerempet ke isu utama kenapa gue bertemu dengan mereka.

Yang bikin gue bengong.. adalah ketika mamanya menimpali dengan semangat..
gimana senengnya mereka mendengar kabar bahwa kami berdua akan segera menikah..
Gue serasa merosot dari bangku tempat gue duduk.

Nina menangkap kegusaran gue, langsung bilang.
"Pa, Ma. Feri ke sini sebenarnya mau ngomong soal lain."

Papa-mamanya memandang gue. Raut muka penasaran mereka tunjukkan.
Gue akhirnya ngomong, niatan gue, yang sudah gue omongkan dengan Nina.
Bahwa kita berencana nggak nikah dulu, paling nggak untuk tahun ini. Entah tahun depan.

Kelar gue ngomong, papa-mamanya nggak kasih respon secara verbal.
Tapi gue tahu mereka kecewa. Gue jadi nggak enak..

Setelah menyelesaikan makan malam. Kami bersiap-siap pulang.
Ketika hendak berpisah tanpa diduga Nina nggak mau ikut papa-mamanya..
dia bilang mau berduaan sebentar sama gue sebelum gue balik ke Dubai.

Gue bilang ke papa-mamanya biar gue anterin dia ntar. Papa-mamanya pulang duluan.

Nina ngajak gue ke lantai paling atas dari restoran itu.
Di lantai atas itu nggak ada atapnya, alias outdoor. Angin malam berhembus pelan.
Kami berdiri di tepian memandang ke bawah, Jakarta tengah malam.

Gue melihat ujung jalan. Arah gue dateng tadi. Arah di mana fitnes center itu terletak.
Gue bisa melihat sinar-sinar kelap-kelip dari mobil polisi di kejauhan sana.
Gue menduga di sana sudah hiruk-pikuk sekarang.

Pandangan gue menerawang ke arah itu..

Gue inget saat pertamakali memutuskan membuat rencana menculik cewek-cewek BBB dulu di Puncak.
Gue inget ada satu hal yang mendasari kenekadan gue dulu.. untuk memberi pelajaran ke mereka tentang ketololan mereka.

Gue inget ketika menyergap Marshanda di kamar hotelnya dulu, semua karena kelakuannya yang sudah menghina gue..

Untuk pertamakalinya tadi gue memperkosa gadis tanpa alasan yang jelas..
Tapi, bukankah dia yang matahin hatinya adik gue, Rizki..
Apakah itu bisa jadi alasan?

Kesadaran gue kembali ketika tangan Nina meraba pipi gue. Gue menoleh ke arahnya.
Wajahnya hanya beberapa inci dari gue. Bibirnya mendekat hendak mencium gue.
Gue langsung memalingkan muka, menghindar.

Nina salah tingkah. Dia berdehem..
Suasana sempat hening. Gue juga ngerasa sangat nggak enak.. Gue sedang kalut..

Nina berbicara memecah suasana tidak enak sebelumnya..
"Pertamakali aku ketemu kamu. Aku mengira kamu sama seperti pria-pria lain.
Sombong, nggak tau gimana cara memperlakukan perempuan.
Menganggap perempuan sebagai obyek untuk memuaskan hasrat semata..!"

Gue menatapnya.

"Tapi kemudian aku sadar kalau kamu berbeda.. Kamu bener-bener seorang gentleman.."
Nina membetulkan posisi kerah kemeja gue.

Gue nelen ludah. Kali ini gue yang berdehem..
Gue melirik sebentar ke arah kelap-kelip sirine di ujung jalan sana..
Terus kembali menatap Nina.
Alisnya terangkat tidak mengerti tingkah laku gue yang aneh malam ini..

Sesuatu hal mengancam kewarasan gue. Gue harus..
"Nina. Maaf tadi aku sudah ngecewain orangtua kamu..!"

Nina tersenyum, "Nggak papa kok. Aku ngerti. Pelan-pelan mereka juga pasti paham."
Gue diem sebentar, terus buka mulut lagi, "Tapi.. sepertinya aku berubah pikiran..!"

Otak gue dipenuhi berbagai pikiran gak keruan. Gue mulai bertanya-tanya apakah gue akan gila.
Gue merasa sisi gelap kehidupan gue mulai mengancam kehidupan normal gue.
Gue harus berbuat sesuatu agar bisa kembali menjaga sisi kehidupan normal gue itu..

Gue tiba-tiba berlutut di hadapan Nina. Menggenggam erat tangannya..
"Nina.. kamu mau jadi istri aku..?"

"Ka.. ka.. mu..?" Nina terkejut.

Gue melihat matanya mulai membiaskan cahaya, mengkristal..
Tangannya terlepas dari genggaman gue kemudian menutup mulutnya menahan haru.

Gua pun kembali berdiri..
Gue mengulang pertanyaan gue dengan kalimat berbeda..

"Maukah kamu menikah denganku?"

Nina tak kuasa menahan haru. Tidak ada satu kata pun terucap.
Hanya anggukannya yang menjawab pertanyaan gue tadi..

Malam itu, hanya beratapkan langit, berhias bintang dan bulan.
Gue mengecup pipinya..
Pipi itu merona..

End of Third Episode.. or Stories..?
------------------------------------
 
salah satu legend cerpan neh dodotxxx :D

klu bisa di upload juga hu karya legend joeanchoexs :ampun:

cendol sent :beer:
 
for me is the best !
membuat para pembaca masuk ke dalam jalan cerita itu sendiri
 
Nice story...siapapun original authornya...

Ho-oh. Nubi jadi banyak dapet pengetahuan teknik penulisannya..
Plus juga pingin banget kenal sama Maestro.. Author, alias Penulis Aslinya.. Brad.

Trims Adul + Komengnya.. :beer:
 
salah satu legend cerpan neh dodotxxx :D

klu bisa di upload juga hu karya legend joeanchoexs :ampun:

cendol sent :beer:


Haaaa.. bener banget Brada.. Nubi setubuh itu..:beer:

Waahh.. Kalo karya-karya Suhu Konjancuk Nubi juga jarang nemunya lagi, Brad.
Mudah-mudahan aja kelak beliau sudi nge-share karya-karya di Forum Kita Tercinta ini.. ;)
 
Keren suhu.


Ho-oh. Keren pake Banget, Brad.
Makanya Nubi beraniin Ngedit-nya + Nge-Share di Forum Kita Tercinta ini.
Sebab, Trilogi di atas.. ketika diCoPas di tempat lain.. kebanyakan terpotong-potong.
Trus juga 'diaku-akuin' oleh yang mosting.. sebagai karyanya.

Trims Adul + Komengnya.. Brada.. KEEP SEMPROT..! :semangat:
 
for me is the best !
membuat para pembaca masuk ke dalam jalan cerita itu sendiri

Siippp.. Setubuh..! Bener Banget Brad..!
Makanya Nubi beraniin Ngedit-nya + Nge-Share di Forum Kita Tercinta ini.
Sebab, Trilogi di atas.. ketika diCoPas di tempat lain.. kebanyakan terpotong-potong.. ga selesai gitu.
Trus juga 'diaku-akuin' oleh yang mosting.. sebagai karyanya. Beuh..

Oya.. Trims Adul + KOmeng + Apresiasinya, Brad. KEEP SEMPROT..! :beer:
 
Bimabet
------------

O iya.. Special Thanks for Brada Forgivepain..
Atas Cendol n Apresiasinya..! :beer:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd