Part 57: Pertukaran
"Gapapa? " tanyanya sambil mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri.
Tanpa berkata, langsung ku terima uluran tangannya itu lalu menaruh bola di tempat aku baru saja 'dilanggar' tadi.
"Woi, lo beneran gapapa?" kali ini Jose yang bertanya. "Apa kita ganti strategi aja?"
Kali ini aku membalas hanya dengan gelengan kepala saja.
"Ini siapa yang nendang?" orang yang tadi mengulurkan tangan padaku kembali bertanya karena dia sudah tahu kalau aku tidak mau menendang bola tersebut.
"Siapa lagi.., ya lo lah" akhirnya aku menjawab dengan bersuara juga.
"Harus diarahin kemana?" hari ini dia banyak sekali bertanya.
Aku hanya menunjuk-nunjuk kepalaku sendiri sebagai jawaban sebelum kemudian sedikit berlari ke arah gawang menyusul Rafli. Tapi aku masih bisa mendengar sedikit percakapan dua orang itu.
"Jos.., maksudnya apa? Arahin ke kepalanya? Atau gue disuruh mikir sendiri?"
"Lo aja bingung, apa lagi gue.." balas Jose yang lalu berlari menyusulku.
"Lieur"
Setelah aku, Jose dan Rafli mengambil posisi masing-masing tentunya dengan tetap dijaga oleh para pemain lawan. Dan seperti yang sudah-sudah, aku dijaga oleh dua orang. Meskipun hanya dua orang yang menjagaku, tapi dengan tubuh mereka yang besar itu ternyata membuatku cukup kerepotan juga.
Setelah bola dilepaskan, aku segera berlari lalu melompat ke arah bola. Namun tepat sebelum bola itu menyentuh kepalaku, dengan cepat aku segera menghindarinya. Ya, aku menghindarinya..
Karena dengan begitu bola itu akan terus melaju dan mengenai badan dari orang yang terus-terusan menjagaku dengan ketat sedari tadi. Hingga kemudian bola tersebut berbelok arah dan pada akhirnya meluncur tanpa hambatan masuk ke dalam gawang.
Si penjaga gawang pun hanya bisa terdiam karena dirinya telah mati langkah, tak menduga hal tersebut, tak menduga kalau aku akan menghindari bola yang diarahkan padaku. Tapi jangankan dia, si pengumpan dan semua orang yang satu tim denganku pun mungkin juga kebingungan..
"GOAL!!!" di tengah kebingungan itu, Tedi yang berada jauh di gawang satunya berteriak.
"Hah.. Hahahaha... Itu baru namanya 'Own Goal' hahaha..." sindiran Jose benar-benar membuat orang yang menjagaku tadi terlihat sedikit emosi.
"Sialan!! Kenapa lo diem aja!!" Danial terlihat kesal dan marah-marah pada penjaga gawangnya. Sedangkan si penjaga gawang yang dimarahi hanya diam saja, tapi bukan berarti dia takut. Dia hanya tak peduli.
"Lo ada di sisi yang salah, Sam.." ungkap Jose pada si penjaga gawang itu.
"Ga perlu diomongin, gue juga paham.." balas si penjaga gawang yang tak lain adalah Samuel.
"Gila!! Umpan lo keren banget, Mirip Kroos" puji Rafli pada si pengumpan tadi.
"De Bruyne ga sih?" sahut Jose. "Kan namanya sama.."
Baiklah, cukup sampai disitu dulu.
Sepertinya tidak perlu lagi aku menjelaskannya. Sudah sangat jelas kalau saat ini aku sedang futsal bersama dengan teman-temanku.
Tapi mungkin yang menjadi pertanyaan -bagi kalian yang memperhatikan- adalah kenapa aku bisa bermain futsal bersama dengan Danial? Kenapa Samuel satu tim dengan Danial? Dan kenapa juga justru Kevin yang menjadi rekan satu tim ku?
Bagaimana semua itu bisa terjadi?
Baiklah, seperti biasa, waktunya bagi kita untuk sedikit flashback...
• Flashback •
"Nah..," secara tiba-tiba pak Raden menaruh satu porsi nasi soto tepat di hadapanku.
"Lho, pak.. Saya ga pesen" balasku yang kebingungan.
Ini bukan pertama kalinya seperti ini. Bahkan mungkin sudah ada 3 kali, 4 kali dengan yang ini.
Setiap kali aku duduk di kantin, lebih tepatnya duduk di meja yang dekat dengan depotnya pak Raden, beliau dengan inisiatif sendiri akan memberikanku nasi soto jualannya tanpa diriku memesan sebelumnya. Sebenarnya tidak apa-apa juga, tapi masalahnya, tidak setiap saat juga kan aku ingin makan soto, tidak setiap saat juga aku ke kantin untuk makan, dan tidak setiap saat aku membawa uang untuk membayarnya.
"Wis talah.., wong kari mangan wae" ucap pak Raden berusaha menenangkan.
"Sopo sing bayar?" balasku.
"Bayar mene yo rapopo.. Sing penting bayar" ucap pak Raden lagi. "Ojo koyok Tedi"
"Pada ngomongin gua ya?" si pemilik nama pun merasa terpanggil.
Oh iya, untuk sekedar meluruskan.. Pak Raden itu bukanlah nama dia yang sebenarnya, itu hanyalah nama panggilan saja. Alasan kenapa dia dipanggil seperti itu tentu saja karena..., dia botak seperti pak Oga. Ya engga lah!!
Karena dia memiliki kumis yang tebal seperti pak Raden. Kalau nama dia yang sebenarnya, aku sendiri pun tak tahu.. Karena para senior di kampus sering memanggilnya seperti itu, kami para junior pun hanya mengikuti saja.
"Strategi marketing yang bagus ya, pak Raden.. Kalo Adrian udah pasti bakalan bayar, tapi kalo Tedi engga" Rafli menyahuti.
"Iya, No.."
"Iya opo No.. Ga jelas wong Lamongan iki" sahutku yang hanya ditanggapi dengan cengengesan oleh pak Raden sebelum akhirnya berlalu.
"Ya udah, lo makan aja.. Gue yang bayar" Samuel tiba-tiba menimpali. "Kan waktu itu lo belom gue traktir"
"Es teh manis siji, pak.." ucapku kemudian pada pak Raden.
"Oke, siap.." balasnya cepat.
Yah.., oke kalau begitu.
Maka dengan mengucap rasa syukur alhamdulillah dan kemudian membaca basmalah (kenapa tiba-tiba islami), aku menyantap nasi soto itu.
Tapi tepat sebelum sendokan pertama masuk ke dalam mulutku ada satu gangguan yang benar-benar menggangguku...,
"Oh.., pak Raden dari Jawa" celetuk Tedi tiba-tiba.
Huft~
Aku menghela nafas sejenak.
"Lah, emange saiki iki awak dewe nang ndi, cok?" tanyaku kemudian.
Tedi sontak menoleh dengan wajah kaget kebingungan. Samuel dan Rafli pun juga melakukan hal yang sama.
"Emange Jakarta iki ngawang ta, cok?? Nemplek, su!!"
Dan wajah Tedi kini pun nampak syok.
"Angel, angel.. Adrian keluar Jawa-nya" sahut Rafli yang kemudian tertawa saja di sebelah Tedi.
"Daripada yang keluar Belanda-nya, dijajah 3,5 abad lo nanti" imbuh Samuel yang kemudian juga ikut tertawa.
Ya, lagipula aku sudah muak dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Maksud dari perkataan-perkataan seperti itu.
'Dari Jawa?' itu maksudnya apa?
Dari Jawa datang ke Jakarta? Lah, terus Jakarta ini ada dimana? Selama ini tidak menempel dengan pulau Jawa?
Maksudnya itu sukunya?
Justru lebih aneh lagi. Katanya berbeda-beda tapi tetap satu, kenapa masih mempertanyakan soal suku.
Dan sebenarnya orang Jakarta ini memang sok superior semua. Kalau kalian memperhatikan di film, ftv, ataupun sinetron, orang Jawa dan orang Sunda seringnya digolongkan dalam masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah.
Ada yang jadi supir lah, pembantu lah, tukang kebun lah atau pekerja-pekerja buruh kasar dan sebagainya. Padahal kenyataannya..., pemimpin negeri. Wkwkwk.
Atau kalaupun memiliki status pekerjaan yang sama, antara orang Jawa, Sunda, dan Jakarta (betawi), si orang Betawi ini selalu digambarkan menjadi yang paling 'mendingan' jika dibandingkan dua yang lain.
Sebagai contoh, kalian tahu kan sinetron yang sempat rame beberapa waktu lalu karena salah satu adegannya yang memamg cukup baper. Iya, sinetron tentang tukang ojek itu lho.
Nah di sinetron itu, kan ada 3 tukang ojek. Ada yang dari Betawi, ada yang dari Jawa dan ada juga yang dari Sunda. Dari ketiga ini, yang paling mendingan -secara visual- yang dari Betawi kan. Bahkan dari sifat pun yang dari Betawi digambarkan sebagai yang paling perfect, karena suka menolong orang. Coba bandingkan dengan yang dari Jawa, egois, dengkian, iri hati, ingin menang sendiri. Lalu yang dari Sunda, lemot, terkesan tolol, polos tapi lebih ke bego. Maksudnya apa seperti itu?
Kalau ingin membuatnya menjadi unsur komedi, kenapa tidak sekalian saja ketiganya konyol. Grup lawak legendaris, trio warkop.. Persona mereka semua dibuat konyol kan, tidak ada yang bijak. Bukan maksudku mereka tidak ada yang bijak, tapi ini soal persona mereka sebagai pelawak.
Jangankan soal daerah. Terkadang bahasa asing pun juga dibuat sebagai candaan. Padahal belum tentu orang-orang yang sehari-harinya memakai bahas tersebut bisa menerimanya. Apalagi jika ada yang memakai aksen. Justru lebih parah, maksudnya mungkin bercanda tapi bisa dianggap sebagai penghinaan.
Sudahlah, cukup lah.. Mungkin segitu saja uneg-uneg yang ingin ku lontarkan.
Oh iya, sekali lagi... Presiden kita lho orang Jawa. Kita dipimpin oleh orang Jawa. Wlleee....
"Mampus gue!!" Samuel mengagetkanku yang tengah mengunyah soto.
"Kenape lu?" tanya Tedi.
"Cewek gue mau kesini.." jawab Samuel.
"Lah, terus kenapa?"
"Gue cariin, ternyata pada ngumpul disini.. Untung gue belom ke rooftop" Jose yang baru datang langsung duduk di sebelah Samuel.
"Ini cewek lo?" celetukan Rafli bangsat banget.
"Hah? Apa?" Jose tentu kebingungan. "Wihh.. Enak tuh, Dri.. Makan sendiri nih?"
"Ditraktir Sam" balasku yang baru selesai mengunyah dan kemudian kembali menyendok lagi dan mengunyah lagi.
"Kita-kita juga mau dong, Sam" ucap Jose sembari merangkul pundak Samuel.
"Waktu itu Adrian belom gue traktir.." balas Samuel yang segera menyingkirkan tangan Jose. "Kalo mau, nanti gue beliin Indomie rasa soto deh"
"Beda dong.." balas Jose.
"Iya, enakan yang sedaap" bukan itu masalahnya. Sialan memang si Tedi.
"Eh?!! Kepala lo kenapa, Raf?" Jose baru menyadari perubahan pada Rafli. "Cosplay Hanamichi Sakuragi?"
"Ketumpahan cat" jawab Samuel.
"Kecelup saos" sahut Tedi.
"Jadi Ghost Rider" imbuhku.
"Diem lo!! Ini juga gara-gara lo, taik!" Rafli emosi.
"Kok gue?" tanyaku pura-pura polos.
"Emang apa hubungannya?" tanya Jose penasaran yang diikuti dengan tatapan antusias dari Samuel dan juga Tedi.
Baiklah aku akan menceritakannya sedikit. Jadi, sekarang kita masuk ke flashback lagi. Flashback dalam flashback.
Ayolah, ini bukan pertama kalinya.. Tak perlu kaget seperti itu.
• Flashback dalam Flashback •
Setelah beberapa saat menunggu penuh kebosanan di dalam mobil, akhirnya gadisku pun muncul juga. Dia segera masuk ke dalam mobil dan...., tunggu.. tunggu sebentar... dari wajahnya dia terlihat tak senang.
"Kamu kenapa, Gee?" tanyaku.
"Kak Ads jahat!!" lah, loh, lah, loh, kok..
"Jahat? Apa maksud kamu?" aku berusaha setenang mungkin.
"Tukang selingkuh!!" oke, aku tak bisa benar-benar membantahnya, tapi aku masih belum paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. Maksudnya kenapa dia tiba-tiba 'mempermasalahkan'nya?
"Maksud kamu apa sih? Ada apa ini?" kupegang kedua bahunya agar menghadap ke arahku.
"Kalo ci Shania, Thacil, Okta, Stefi.. Mungkin aku ga akan cemburu" ucap Gracia pelan. "Dan kalo ci Shani...," matanya mulai berkaca-kaca. "Aku bisa paham, aku bisa ngerti.." aku kurang lebihnya paham, tapi masih tak begitu mengerti. "Tapi kenapa harus nambah Anin juga sih"
"Eh?!!"
Apa ini? Kenapa tiba-tiba nama Anin ikut disebut?
"Apa sih, Gee... Kok?"
"Semalem aku mimpi, kak Ads selingkuh sama Anin!!" Gracia berteriak. "Kenapa harus sahabat aku lagi sih, kak? Berikutnya siapa? Feni? Sisca? Ci Desy? Michelle? Angel? Aurel?"
Tunggu sebentar.
Kalian memperhatikan dengan baik kan..
Mimpi. Dia mimpi woi!!
Kenapa dia jadi marah-marah hanya karena mimpi?
Dulu aku pernah bermimpi. Karena ulang tahunku dan ulang tahun kak Veranda berdekatan, aku bermimpi kalau kami berdua merayakan ulang tahun bersama. Kami jalan-jalan, nonton film, makan malam berdua.
Oke, cukup sampai disitu. Cukup kuceritakan sampai kami makan malam berdua saja. Aku tidak akan menceritakan lebih banyak, tapi yang pasti... begitu aku bangun tidur, aku langsung pergi ke kamar mandi. Semua orang juga begitu kan. Bahkan ada lagunya,
bangun tidur ku terus mandi.
Ya, jadi intinya di mimpi itu aku dan kak Veranda melakukan hal-hal layaknya sepasang kekasih. Tapi meskipun begitu, besoknya setelah theater, saat hi-touch aku tidak mengatakan...,
"Makasih buat kemaren malem ya, kak Ve"
Tidak begitu kan konsepnya..
Tapi ngomong-ngomong, mimpiku itu bisa jadi ide yang menarik untuk dijadikan one-shot ya.
Jadi yang ingin kukatakan adalah, jangan mencampurkan mimpi dengan kenyataan. Itu saja.. Sekian.
"Ci Ilen, Ci Sofia.." Gracia masih lanjut ternyata.
"Udah cukup, Gee.. Cukup" sahutku. "Itu kan cuma mimpi.." aku mengelus pipinya. "Emangnya aku aslinya bakal kayak gitu juga?"
"Mungkin" oke, aku mengajukan pertanyaan yang salah tadi.
"Udah, ga usah dipikirin mimpinya.. Nih" lalu mengambil sesuatu yang memang sudah kusiapkan dan kemudian memberikannya pada Gracia.
"Eh?!! Apa ini?" namun Gracia justru kebingungan.
"Hadiah. Hadiah ulangtahun buat kamu.." jawabku sembari tersenyum. "Emang udah lewat, tapi aku kan belum ngasih hadiah"
Gracia nampak senang, dia tersenyum lebar dan matanya pun juga berbinar-binar.
"Tapi kenapa botol minum?" tanyanya kemudian. "Warna ungu juga.. Ku kan udah punya"
"Ya gapapa" balasku. "Jadi nanti.., tahun depan. Kalo ada charity event, itu aja yang kamu--"
"Gamau!!" potongnya cepat. "Masa hadiah dari orang yang paling disa..," Gracia nampak ragu untuk meneruskan kalimatnya.
"Orang yang paling disayang?" aku sengaja menggodanya, namun Gracia hanya diam saja. "Aku kasih tahu kamu sesuatu ya.." kupegang kedua sisi wajahnya. "Lupain mimpi kamu soal aku yang selingkuh. Karena hari ini, aku mau ngewujudin mimpi aku, yaitu jalan-jalan berdua sama oshi aku, nonton film berdua sama oshi aku, terus makan malam berdua sama oshi aku.. Dan kalo bisa sih...," aku tak melanjutkan kalimatku dan hanya memberikan senyuman terbaikku padanya.
"Iiihhh... Kak Ads nakal" balas Gracia dengan wajahnya yang memerah.
"Tapi kamu suka kan aku nakalin.." bisikku lembut di dekat telinganya.
Tak mendapat jawaban, aku segera saja bersiap-siap untuk menjalankan mobil. Tapi sebelumnya...,
"Oke, aku ralat..
Tapi kamu sayang kan.."
"Cinta" balasnya yang meskipun lirih, tapi masih jelas terdengar olehku.
"Jadi mau kemana dulu kita?" tanyaku yang sudah akan bersiap-siap menginjak pedal gas.
"Terserah" meskipun dari kata-katanya terdengar seolah masih marah, namun dari nada bicaranya jelas kalau Gracia sudah kembali ke Gracia yang biasanya.
Mobil mulai kulajukan, lalu dengan tanpa permisi, aku meraih tangan Gracia dan kemudian menciumnya tanpa ada penolakan darinya. Dengan mata yang tetap fokus ke jalanan, tanpa perlu menoleh kepada gadisku itu aku bisa melihat kalau dia sedang berusaha menahan senyum bahagianya.
Oke, singkat cerita kami sudah berada di sebuah salon. Jadi begini, karena pada saat ulang tahun Gracia, dirinya berada di luar negeri, kami belum sempat merayakannya kan. Nah, rencananya hari ini aku mengajaknya untuk 'berpacaran' dalam rangka merayakan hari ulang tahunnya -yang sebenarnya sudah lewat- itu. Dan seperti biasa, ini semua tentu sudah atas ijin dari sang Aphrodite, Shani.
Layaknya ciwi-ciwi pada umumnya, sebelum jalan-jalan Gracia ingin ke salon dulu. Tentunya aku turuti kemauannya itu.
Begitu masuk ke dalam salon, pemandangan yang sudah sangat biasa kutemui pun tersaji. Yaitu jejeran para cowok yang sedang duduk dengan kepala menunduk sambil memegangi tas milik pacarnya masing-masing. Aku hanya bisa tertawa dalam hati karena mengetahui aku tak akan bernasib seperti itu. Tapi ada satu hal yang sedikit menarik perhatianku, dari barisan para cowok itu ada seseorang yang sepertinya aku kenal. Dan begitu aku mendekatinya, benar saja...
"Ngapain lo disini?" tanyaku langsung.
Orang itu hanya bisa mendongak ke arahku dengan wajah kebingungan sambil menahan malu.
Sebenarnya aku cukup senang, ini artinya aku punya teman mengobrol selama menunggu Gracia selesai. Akan tetapi...,
"Kak Ads, ayok.." aku yang batu hendak duduk di sebelah orang itu seketika dibuat bingung oleh Gracia yang tiba-tiba menarik lenganku untuk mengikutinya.
Sialnya oang itu justru tertawa, melihatku yang ditarik oleh Gracia seperti itu. Lalu aku yang masih belum sepenuhnya paham dengan keadaan, semakin dibuat bingung karena sekarang aku sudah didudukkan di depan cermin.
"Eh?!! Gee... Kok?"
"Kenapa?" belum sempat aku benar-benar bertanya, Gracia justru sudah bertanya balik. "Udah, nurut aja.."
"Tapi....," aku berusaha mencari-cari alasan untuk bisa lepas dari situasi ini.
"Eh?!! Adrian?? Ngapain disini?" dan tiba-tiba saja aku disapa oleh satu orang gadis yang duduk di kursi tak jauh di sebelahku.
"Siapa, kak!!?" Gracia sudah terlebih dahulu bereaksi bahkan sebelum aku menyapa balik gadis itu. Sudah jelas kalau dia bisa cemburu lagi.
"Temen satu kampus aku.." jawabku cepat. "Pacarnya yang tadi sempet aku sapa di depan"
Ah, otak ini mendapat satu buah ide yang cemerlang.
~~~
"Kenapa gue ikutan ada disini?" tanya orang itu yang kuyakin ditujukan pada dirinya sendiri. Lalu dia menoleh ke arahku dengan tatapan tajam. "Ini pasti gara-gara lo ya" dan akhirnya dia menyimpulkan seenaknya sendiri. Meskipun itu tidak sepenuhnya salah sih..
"Udah diem!!" sekali bentak langsung kicep dia. "Adrian bener.. Rambut kamu itu udah panjang, perlu dirapihin" Sarah menasehati buda-- pacarnya.
"Tapi, yank.."
"Udah,.. Sekalian lo nyoba potong di dalem ruangan sekali-sekali, ga DPR mulu" sahutku.
"DPR? Apa itu, kak?" tanya Gracia penasaran.
"Di bawah Pohon Rindang"
"Maksudnya?"
Aduh, repot ini menjelaskannya.
Oke, selagi aku mencoba menjelaskan pada Gracia, aku akan menjelaskan situasi saat ini pada kalian. Siapa tau ada diantara kalian yang belum paham.
Jadi karena aku tidak mau mengalami penderitaan sendirian, aku memberikan sebuah ide kepada Sarah. Ya, gadis yang menyapaku tadi adalah Sarah.
Ide yang kuberikan pada Sarah adalah dengan membawa bud-- pacarnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Rafli. Yap, orang yang kutemui di depan tadi, yang kemudian dia menertawakanku adalah Rafli. Lagipula salah sendiri pakai ketawa, maka kuajak dia ke 'neraka' sekalian.
"Gee.., tapi ini kalo Shani sampe tau rambut aku dipegang-pegang sama cewek lain--"
"Tenang, kak.." potong Gracia. "Ada tim khususnya kok"
Oh, shit.
Firasatku tidak enak soal ini.
"Marto.. Nanang.." si pegawai salon yang berada di samping Gracia terlihat memanggil beberapa orang, namun justru terdengar seperti sedang membaca mantra pemanggil iblis.
Dan benar saja, tak lama kemudian dengan diiringi suara-suara ala siksa kubur, ada pula asap ungu, dan juga aura hitam kelam. Lalu muncullah dua makhluk dari dunia lain.
"Iih... Kok Nanang sih.., panggil ai Nancy" makhluk dengan kepala plontos yang dihiasi headband memperkenalkan diri.
"Marto.., Marto... akikah Maria" dan makhluk satu lagi yang memiliki kumis dan jenggot cukup tebal tapi seperti disisir dengan cukup rapi dan juga dihias sedikit pita mengikuti disamping makhluk gaib yang pertama.
Yang paling mengerikan dari dua makhluk itu adalah, meskipun suara mereka berusaha dibuat selembut mungkin, tapi badan mereka sebenarnya cukup kekar. Membuat mereka lebih cocok sebagai satpam komplek daripada bekerja di salon.
"Kok Maria? Bukannya kemaren Maya?" tanya si pegawai salon tadi.
"Habis Nancy ga mau jadi Luna sih" jawab makhluk jenggot.
"Nanang ke Luna jauh, woi!!" tiba-tiba suara makhluk plontos berubah jadi sangat berat.
Untung saja si makhluk plontos itu tidak mau jadi Luna, karena kalau iya, aku harus segera menghapus satu file di dalam salah satu folder yang ada di komputerku.
"Nah, jadi mereka ini yang bakal megang-megang rambut kak Ads" Gracia kegirangan. Bahkan dia sampai bertepuk tangan sendiri.
"Semangat ya, sayang.." Sarah menyemangati bu-- pacarnya.
Rafli sendiri hanya melirik sebentar ke arahku lalu terlihat seperti mengucapkan sesuatu tanpa bersuara yang kuyakini adalah..,
"Anjing lo!!"
Aku sendiri tidak menyangka lalau akan jadi separah ini. Tahu begini tadi aku tidak memperingati Gracia soal larangan Shani. Meskipun resikonya akan dimarahin Shani, tapi asalkan rambutku masih diotak-atiknya oleh manusia tidak apa-apa. Tapi ini...,
"Jadi ini mau diapose?" si jenggot pita memegangi kepalaku dengan kedua telapak tangannya yang besar. Sepertinya jika dia ada niatan, kepalaku bisa dia hancurkan dengan telapak tangannya yang besar itu.
"D-Di-Dirapihin aja" jawabku yang sudah pasrah.
"Sama ganti warna rambutnya" Gracia menambahkan. Oh, tidak..
"Oke, mau warna apa?"
"Item.. Item aja" kembalikan Adrian rambut hitam.
"Ungu aja, Gre.. Kamu suka warna ungu kan" teman macam apa Rafli ini.
"Warna ungu habis deh kayaknya" ucap si jenggot pita. Ternyata aku masih memiliki sedikit keberuntungan. "Kalo blonde mau engga?"
"Aku mau sih liat kak Ads blonde.., penasaran" Gracia antusias. "Tapi aku takut pingsan disini.. Tapi gapapa. Oke, ini eranya kak Ads blonde!!"
"Emang cuma kamu yang bakal pingsan nanti?" celetukku. "Terus juga kalo aku main ke rumah lati--"
"Item aja, item!!! Ganti!! Ga jadi blonde!!!" responnya cukup cepat ternyata. "Aku mau kak Ads rambut item!!"
Oke, aku sedikit terselamatkan.
Lagipula jika memang ingin melihatku blonde, tinggal tunggu saja beberapa bulan, nanti juga akan blonde dengan sendirinya.
Baiklah, sekarang saatnya balas dendam.
"Kalo yang ini mau diapain?" si plontos bertanya sambil mendekatkan wajahnya tepat di samping wajah Rafli. Agresif sekali.. Ngeri.
"Botakin aja!!" sahutku. "Biar kembar"
"Iya? Mau..??" pertanyaannya belum dijawab, si plontos sudah menyiapkan alat cukur.
"JANGAN!! Di-Dirapihin aja" Rafli mungkin akan langsung kabur jika tak ingat masih ada majik-- pacarnya disini.
"Raf, lo suka warna merah kan.." celetukku lagi.
"Dri.." dia terlihat mengetahui niatanku.
"Iya, aku setuju.. Warna merah!!" langsung di-acc oleh Sarah yang seketika membuat wajah Rafli menjadi pucat.
• Flashback dalam Flashback •selesai
Ya, begitulah kira-kira bagaimana proses Rafli berubah menjadi Ghost Rider. Cukup mengerikan memang..
"Untung lo ga jadi warnain rambut jadi ungu" ucap Jose. "Tongkrongan kita jadi kayak Teletubbies nanti, ada Tinky Winkie sama Po"
"Terus lo Dipsy gitu?" balasku kemudian. "Kan lo pernah warnain rambut jadi ijo"
"Ogah.. Nanti lo ledekin lagi"
Aku hanya bisa menahan tawa mengingat hal itu. Lagipula Jose memang aneh. Dulu saat kami masih SMA, saat akan tour ke Bali, sewaktu Hari-H tepat sebelum keberangkatan, dia tiba-tiba datang dengan rambut yang sudah dicat hijau, padahal sehari sebelumnya rambut dia masih normal.
Lalu pada saat di Bali, saat kami ke pantai dan berenang, ketika selesai berenang, kepala Jose terlihat seperti ada rumput laut yang menyangkut disana. Itu lucu sekali pada saat itu..
"Berarti gua nanti warnain kuning, biar jadi Lal--"
"Jangan.., dari jauh kayak brownies keju nanti" respon Jose cepat.
"Sialan.."
"Udah, diem. Kontak lo sini"
"Eh?!! Bakal apa'an?"
"Gunting kuku" jawab Jose yang kemudian hanya ditanggapi dengan 'oh' oleh Tedi sembari menyerahkan kontaknya pada Jose.
Sebenarnya hal ini tidak boleh lho..
Meminjamkan barang-barang pribadi pada orang lain itu tidak boleh, karena tidak baik untuk kesehatan. Barang-barang pribadi yang dimaksudkan disini seperti, gunting kuku, sikat gigi, handuk, alat cukur atau lebih tepatnya pisau cukur dan masih ada beberapa barang lainnya. Pakaian sendiri sebenarnya juga tidak bisa dipinjamkan sembarangan, apalagi pakaian dalam ya.
Akan tetapi karena memang setahuku gantungan kunci kontak milik Tedi yang adalah gunting kuku itu sedari awal selalu dan hanya dipakai oleh Jose, jadi ya terserahlah..
"Tumben udah potong kuku?" tanya Rafli. "Biasanya juga nunggu panjang banget"
"Kasihan cewek gue" sialan, memang.. "Lo kenapa, Sam? Gelisah banget sih keliatannya?"
"Cewek gue mau kesini.."
"Ya, makanya... Masalahnya ap--"
"SASUKE~~" terdengar suara seorang gadis yang membuat Samuel seketika bergidik.
Gadis yang baru sampai di kantin itu kemudian berjalan santai menuju ke arah kami.
Sekarang aku mengerti akan situasinya. Pantas saja Samuel daritadi tampak gelisah.
"Sasuke..~ Hari ini kita jadi jalan-jalan kan?" tanya gadis itu sembari memegang pundak Samuel.
"Iya.., tapi.... Nanti kita omongin lagi ya, Sha.. Aku--"
"Apa?!! Kamu manggil aku apa tadi?" Sasha, gadis yang baru datang itu, gadis yang sekarang adalah majik- pacar Samuel, kini terlihat kurang senang. "Ayoo..~ manggil yang bener"
"Iya, Sakura.. Nanti kita omongin lagi ya. Sekarang, aku masih sama temen-temen aku dulu" Samuel terlihat terpaksa mengatakan hal tersebut.
Menggunakan 'panggilan kesayangan' saja itu sudah terdengar menggelikan. Apalagi jika menggunakan nama karakter anime sebagai panggilan kesayangan. Hiiih.... Me.nge.ri.kan.
Aku, Jose, Rafli dan Tedi tentunya sedang berusaha sekuat tenaga untuk menahan tawa kami. Setidaknya sampai si Sakura ini pergi.
"Kalian kenapa? Kok kayak mau ketawa?" tapi pada akhirnya ketahuan juga. "Adrian? Kenapa? Kamu iri ya dulu waktu kita masih sama-sama ga pake panggilan kesayangan.."
"Engga!" bantahku cepat. "Bentar, emang kita pernah...,"
"Iihh.. Jahat"
Bukan. Bukan seperti itu. Aku bisa menjelaskannya..
Dulu aku memang pernah dekat dengan Sasha, tapi hanya sekedar dekat saja. Ya memang kedekatan kami dulu itu selayaknya orang yang berpacaran, bahkan sampai... Ya, kalian tahulah. Tapi tidak pernah ada status kalau aku dan Sasha pernah menjadi sepasang kekasih.
"Ini.., tadi Tedi ngeluarin tebak-tebakan lucu" aku berusaha mencari alasan sekaligus mengalihkan pembicaraan. "Gimana tadi, Ted?"
"Hah??" pastinya Tedi langsung bingung. "Ehm... Kota.., kota apa yang paling gaul?"
"Jangan yang itu dong.. Terlalu internal" sahut Rafli.
"Kota apa?" Sasha penasaran.
"LoGue Town"
"Aku ga ngerti" ya pasti Sasha tidak akan mengerti. Meskipun dia suka hal-hal yang berbau jejepangan, tapi belum tentu dia tau apa itu Logue Town. Anime yang bertema 'dunia lain' saja dia hanya tau SAO.
"Tebak-tebakannya Adrian lebih lucu" kenapa Jose yang balas dendam.. "Ayo, Yan..." kan aku harus berfikir jadinya.
"Artis.., Artis siapa--"
"Engga, engga.." Jose memotong. "Temanya kota"
Kenapa harus ada tema segala sih..
"Kota..., Kota apa yang jadi panitia ulangtahun?"
"Kota apa? Gatau. Nyerah.. Kota apa sih emang?"
"Blitar" jawabku. "Buat apa Blitar kalo ga buat ulangtahun?"
"Ah... Hahaha..., ini baru lucu. Aku paham" balas Sasha. "Tedi tadi apa'an.. Ga jelas"
"Ternyata tebak-tebakan juga dipengaruhi faktor wajah ya" celetuk Tedi.
"Tebak-tebakan lo aja yang terlalu internal!!" Rafli memberi pembelaan.
"BTW, Adrian rambutnya item lagi ya?" Sasha bertanya. "Bagus.. Baguusss... Aku suka. Emang Adrian paling ganteng pas rambut item"
"Ah, engga.. Kerenan rambutnya Rafli kok" balasku.
"Eh?!! Ada Gaara?" respon Sasha agak kaget.
"Hahaha... Gaara dia bilang.." ngakak banget si Jose.
"Udah.., udah... Sasha... Kamu ada kelas kan" Samuel berusaha 'mengusir' pacarnya.
"Oh iya.. Eh, bentar..., kamu manggil aku apa tadi?"
"Sakura.., kamu masih ada kelas kan" ucap Sasuk- Samuel akhirnya.
"Oke, Sasuke... Aku ke kelas dulu ya" jawab Sakur- Sasha. "Dadah semua~~"
"Dadah Sakura~~" aku dan Jose kompak mengejek Samuel.
Sepeninggal Sasha, Samuel nampak lemas dirinya seakan sudah tau kalau sebentar lagi akan jadi bahan ledekan dari kami.
"Gue baru tau lho kalo lo pacaran sama penjual mie" celetuk Jose.
"Maksudnya?" aku tidak mengerti.
"Ini emang jokes yang cuma dimengerti kaum ekonomi lemah" jawab Samuel.
"Hah??" aku makin tidak mengerti.
"Lo ngga tau ada yang namanya mie Sakura kan.."
Memangnya ada ya?
"Lo taunya cuma Indomie sama Sedaap doang kan.." ucap Samuel lagi.
"Supermie" balasku. Aku tidak terima, pengetahuanku tentang mie tidak sedangkal itu ya.
"Ya, tap...," Samuel tidak melanjutkan kalimatnya, dia mengalihkan perhatiannya kepada dua orang yang..., bagaimana aku menjelaskannya ya. "Ngapain lo berdua?" tanyanya kemudian yang ditujukan pada..,
"SASKEH~~" teriak Tedi sembari berpose seperti akan menggunakan rasengan. Dan di sebelahnya, ada Rafli yang berperan sebagai bunshin yang berusaha membantu si Naruto cabang Wakanda itu untuk membuat rasengan.
Aku dan Jose yang melihatnya seketika saja langsung tertawa terbahak-bahak.
Namun, ketika Samuel hendak membalas dengan chidorinya, perhatiannya kembali teralihkan. Kali ini oleh hape miliknya. Dan tepat setelah melihat layar hape-nya wajah Samuel tiba-tiba berubah menjadi serius.
"Dri, lo masih ada kelas ngga? Kalo ngga ada, lo mendingan pulang aja deh.." dan secara tiba-tiba pula diriku diusir.
"Lo jangan gitu.." Jose langsung membelaku tanpa perlu diminta. "Kenapa sih? Sakura mau kesini lagi? Sasuke cemburu kalo Sakura muji-muji...,"
"Apa?" tanyaku pada Jose yang seperti memberi jeda pada kalimatnya.
"Sasuke cemburu kalo si Sakura muji-muji lagi si guru Kakashi?"
Kenapa guru Kakashi?
Aku kan tidak memakai masker?
"Guru kakashi versi lepas masker.." tambah Jose kemudian.
"Lebih cocok Issei sih" celetuk Rafli.
Kenapa tiba-tiba crossover?
Kalian tidak perlu tanya judulnya ya.. Aku juga yakin kalau kalian sendiri juga pasti tahu itu karakter dari anime apa.
Lagipula kalau mau menyebutkan karakter anime dari genre itu, kenapa tidak menyebutkan Kirito saja?
Tapi bukan berarti aku mau jadi Kirito ya. Habisnya desain karakternya begitu, mirip perempuan. Hanya saja dia berambut pendek. Dari bentuk wajah, bentuk mata, mirip-mirip semua. Makanya tidak heran di season keduanya banyak yang mengira dia perempuan karena berambut panjang.
Oh iya, ngomong-ngomong soal Kirito.. Sebenarnya apa sih hebatnya dia?
Dari season pertama dia selalu memakai cheat lho.
Oke, cukup. Kita kembali ke cerita..
"Bukan gitu.. Tapi ini ada yang lebih penting!!" Samuel mencoba memberi penjelasan, tapi beberapa saat kemudian...,
"Wah.., pada ngumpul nih" sapa seseorang yang datang bersama dua orang lainnya. Mereka bertiga. Mungkin kalian bisa menebak siapa yang kumaksudkan.
Suasana yang tadinya penuh canda tawa langsung berubah seketika di saat orang itu datang..
"Apa kabar? Apa kabar?" sok akrab.
Aku dan teman-temanku hanya diam saja tanpa menanggapi apapun. Karena kami rasa hal itu memang tidak perlu.
"Kok pada diem aja sih?" orang itu masih berusaha sok akrab.
"Ini gue doang..," akhirnya Jose yang pertama bereaksi. "...atau kalian juga pengen nginjek lehernya?"
"Weiih..., santai dong" Danial sedikit panik. "Aku datang dengan damai, bukan mau cari ribut.. Sam, bantuin gue lah. Kita kan saudara" tambahnya kemudian. "Ayo dong Sasuke.."
"EHH?!!!" Jose, Rafli dan Tedi sontak terkaget.
"Sam..," Rafli berusaha mencari penjelasan.
"Apa-apaan, Sam!!? Lo ga pernah cerita kalo..." Jose kehabisan kata-kata.
"Yaaa...., gue sama Danial emang saudaraan" ucap Samuel sambil tertunduk. "Saudara sepupu tepatnya. Jadi ibu gue sama ibu dia itu--"
"Ibu-ibu?" sambung Tedi yang berusaha bercanda di saat yang kurang tepat. Dan dampaknya hampir semua orang menatap sinis ke arahnya. "Oke, sorry"
"Yan.., lo kenapa diem aja??" desak Jose.
"Emang gue harus gimana?" tanyaku balik. "Lagian gue juga udah tau kok"
"Hah??!!!" mereka kembali terkaget.
"Maksud gue, gue tau kalo Samuel sama Danial emang punya hubungan. Tapi gue juga ga nyangka kalo mereka ternyata saudaraan" jelasku kemudian.
Aku bisa tahu, karena dulu saat awal masuk kuliah aku pernah tanpa sengaja melihat Samuel dan Danial mengobrol. Jadi saat itu aku hanya mengira kalau mereka berteman. Itu saja..
"Oke.. Oke..., jadi karena sekarang udah ketahuan kalo gue ini sepupunya temen kalian, bisa engga kalian semua ngilangin 'aura membunuh' yang daritadi kalian keluarin"
"Lo salah, Dan.." sahut Samuel. "Mereka emang ngeluarin aura kayak mau ngebunuh, tapi ga semuanya.."
"Hah?? Maks--"
Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, tubuh Danial tiba-tiba menegang, kemudian dia bergerak mundur sampai jatuh terduduk ke belakang. Dia juga mengeluarkan keringat dingin saking dengan wajah yang nampak ketakutan.
"Itu.. Itu baru kalo mereka 'semua' ngeluarin aura membunuh" komentar Samuel.
"Bagus.." komentar seseorang lagi. "Sekarang lo udah bisa ngendaliinnya, ga kayak dulu yang ngebuat satu kelas ketakutan"
Aku hanya tersenyum tipis saja untuk menanggapinya.
"Apa kabar, Vin?" tanya gue kemudian.
"Menurut lo sendiri gimana? Setahunan 'temenan' sama orang ini" orang itu menunjuk Danial yang masih terduduk di lantai. Kemudian orang itu mulai berjalan sebelum akhirnya mengambil tempat duduk tepat di sebelahku.
"Hahaha..." kali ini aku tertawa. "Siapa juga yang nyuruh lo kayak gitu, ga ada yang maksa kan.."
"Lieur"
"Woi, bentar..." Danial berusaha untuk berdiri, meskipun kakinya masih terlihat gemetaran. "Jadi bukan cuma gue yang nyusupin 'mata-mata' ke circle lo?"
"Oh, jadi lo temenan sama gue cuma buat sekedar jadi 'mata-mata', Sam?" pertanyaanku sontak membuat Samuel panik.
"Engga.. Bukan gitu" dia berusaha membela diri. "O-Oke, gue akuin. Awalnya emang iya, tapi.... Dan, Adrian ga seburuk yang lo bilang ke gue.. Dia--"
"Ya, karena kelakuan saudara lo itu lebih buruk" potong Rafli.
"Bentar.., ada yang lebih penting daripada itu" Jose mengambil alih pembicaraan. "Yan.., Vin.., kalian selama ini ga berantem?"
"Lah, emang siapa yang bilang kalo gue sama Kevin berantem?" tanyaku balik.
"Ya, habis.. Kalian udah jarang kumpul bareng. Terus Kevin juga jadi temennya Danial" ucap Jose, mengutarakan pikirannya. "Jadi gue kira kalian berantem gara-gara Mel--"
"Lo selama ini jadi mata-mata, Vin?!!" orang yang datang bersama dengan Danial dan Kevin akhirnya bersuara juga. "Pantesan tiap kali gue ajak ngobrol lo selalu ga nanggepin, diem mulu"
"Karena emang ga ada yang perlu gue omongin sama lo" balas Kevin dingin. "Dan satu hal lagi, gue beda sama Samuel ya, kalo dia mungkin emang 'mata-mata'.. Tapi gue, 'temenan' sama Danial biar dia ga banyak tingkah, ga banyak gangguin sahabat terbaik gue"
"Apa'an sih lo.." aku sedikit geli mendengarnya.
"Gila.., bahkan gue juga ketipu lho" Jose masih tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Kevin dalam setahun terakhir.
Baiklah, aku akan menjelaskan sedikit pada kalian.
Aku dan Jose memang berteman sejak SMA, tapi aku dan Kevin sudah berteman sejak SMP. Lebih lama.
Apa kalian ingin tahu siapa temanku sejak SD? Mungkin dia akan muncul suatu saat nanti, tapi mungkin juga tidak.
Jadi.., dulu saat mengetahui kalau Danial 'kurang suka' denganku, Kevin berencana untuk mendekati Danial dengan tujuan agar bisa mengawasinya dari dekat. Jadi dia bisa sedikit mencegah kalau Daniel berusaha mengangguku.
Dan itu semua murni atas dasar kemauan Kevin sendiri, bukan aku yang memintanya.
Aku tidak pernah memaksakan teman-temanku untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan, karena setiap orang bebas untuk melakukan apapun yang mereka mau.
"Jadi ada perlu apa sih kesini?" tanyaku akhirnya. Tapi bukan pada Danial, melainkan pada Kevin.
"Orang itu mau minta bantuan lo" jawab Kevin.
"Bantuan? Bantuan apa?"
"Oke, kita mau bantuin lu. Tapi ada syaratnya" kenapa tiba-tiba jadi Tedi yang memutuskan.. "Pak Raden, nasi soto 1. Danial yang bayar"
"Siapp" cepat tanggap.
"Syarat dari gue" ucap Tedi lagi. "Traktir gue makan selama seminggu. Eh, engga.. Sebulan" jadi itu tujuannya.
Tunggu sebentar.. Sepertinya ada yang ganjil disini.
"Kalo syarat dari gue simple aja, ga usah kebanyakan lagak kalo di depan kita kita" sahut Rafli.
Oh, jadi itu.. Masing-masing dari kami akan memberikan syarat.
"Syarat dari gue nanti dulu, kepala gue masih pusing gara-gara dua orang ini" Jose masih saja memandang heran pada diriku dan Kevin.
"Gue juga nanti dulu, gue masih mau mikirin syarat apa yang bener-bener bagus.." Kevin ikut-ikutan.
Sebentar, sebentar...
Kenapa mereka semua sudah mengajukan syarat saja, aku sendiri masih belum tahu 'bantuan' apa yang diminta oleh Danial.
"Syarat dari gue...," Samuel kembali bersuara.
"Kenapa lo pake segala ikutan??" Danial protes.
"Gue boleh ngajuin syarat juga engga?" tanya orang di sebelah Danial.
"ENGGA!!" balas Danial cepat.
"Syarat dari gue.." ucap Samuel lagi. "Lo temenan sama Adrian"
Aku hanya diam saja tanpa berkomentar apapun, sedangkan Danial sendiri...,
"Lo bercanda, Sam??" dia protes. "Gue emang minta bantuan sama dia, tapi gue ga ada niatan sedikitpun buat jadi temen dia!!" oke, itu berlebihan.. "Lagian mana mungkin dua rival--"
"Pffftt.. Eh?? Sorry.., sorry..." Kevin menahan tawan. "Apa lo bilang tadi? Rival? Yang nganggep kayak gitu itu cuma lo! Adrian bahkan mungkin ga pernah nganggep lo sebagai suatu penghalang buat dia.."
• Flashback • selesai
Jadi begitulah..
Syarat dari Samuel memang terdengar menggelikan. Tapi seperti yang dikatakan Kevin aku tak pernah membenci Danial. Maksudku, aku tak pernah membenci orangnya, hanya perilakunya.
Sama seperti contohnya begini, kalian tahu aku fans MU, tapi apakah berarti aku membenci Liverpool? Jawabannya tidak.
Karena menurutku, tugas seorang fans adalah untuk mendukung idolanya, bukan untuk menjatuhkan idola orang lain.
Teman-temanku juga ada yang fans Liverpool, Arsenal dan sebagainya. Tapi kami tidak pernah berlebihan dalam mendukung klub kesayangan kami, tidak pernah juga 'membela' secara berlebihan. Karena untuk apa? Yang kami bela pun juga belum tentu tahu kalau kami ada.
Satu hal yang mungkin bisa membuatku 'benci' dengan Liverpool, mungkin adalah Steven Gerrard.
Tapi aku tak pernah benar-benar membenci sosoknya, yang aku benci hanyalah perilakunya.
Terutama perilakunya dulu ketika memberikan 'assist' kepada Drogba. Bagi yang benar-benar paham bola, terutama liga Inggris, mungkin mengerti dengan apa yang kumaksudkan.
Tapi di dunia ini, ternyata yang namanya hukum karma itu ada. Bahkan di dunia persepakbolaan sekalipun.
Tentunya kalian tahu soal blunder kepleset kan? Ya, itulah hukum karmanya..
Lagipula aku heran kenapa dia sebegitunya pada Liverpool. Padahal menjelang masa pensiunnya, dia 'dibuang' oleh Liverpool.
Katanya legenda klub, tapi kok pensiunnya ga di klub itu?
MU dong, Scholes pensiun, malah dipanggil lagii. Saking parahnya para gelandang MU sih itu..
Dan bukan hanya Liverpool, Chelsea pun juga begitu, Lampard... Malah ke City.
Meskipun transfer Lampard ke City itu patut dicurigai sih. Karena seingatku, pada saat itu City sedang dihukum sehingga tidak boleh membeli pemain, mereka hanya boleh meminjam pemain. Dan Lampard mereka pinjam dari klub MLS yang ternyata klub itu adalah milik Syeikh Mansour juga. Kan kocak..
Itu setahuku ya, kalau ada yang salah, mohon dikoreksi.
Tapi memang City era itulah (masa kepelatihan Pellegrini) yang menjadi biang keladi kenapa pemain-pemain sekarang harganya tidak masuk akal. Bersama dengan PSG sih.
Karena begini, pada saat era Mancini, itu adalah masa kebangkitan bagi City. Tidak bisa benar-benar instan, butuh waktu kurang lebih 4 tahun. Karena mereka baru mulai mendapat suntikan dana itu di 2008 kalau tidak salah, dan baru bisa menjadi juara di 2012.
Juara dengan sangat 'dramatis'. Kata orang-orang.
Tapi kalau menurutku itu agak aneh. Karena di pertandingan terakhir itu, QPR sempat unggul kan, tapi kemudian apa yang terjadi di saat kedudukan kembali imbang? Saat bola masih di tengah (kalau kebobolan, bola di taruh di tengah lapangan lagi kan..) para pemain QPR langsung saja membuang bola ke daerah City, seperti disengaja, seperti tidak ada usaha untuk mempertahankan bola, dan hasilnya apa? Tak lama berselang terjadilah gol dramatis yang membuat City juara. Ya, ya, ya, kita semua tahu itu.
Ini aku memberikan pandanganku sebagai fans bola ya. Aku memposisikan diriku sebagai fans bola, bukan fans klub tertentu. Kalian jangan salah paham.
Nanti ada yang marah, repot..
Jangan kesannya seperti aku 'tidak terima' pada saat itu City yang menjadi juara. Bukan..
Mereka layak, mereka punya kapasitas itu. Tapi yang ku 'permasalahkan' disini adalah perilaku para pemain QPR pada saat itu.
Hasilnya apa? QPR pada musim itu akhirnya degradasi. Dan sampai detik ini belum kembali lagi. Hukum karma kembali berlaku. Kasihan..
Ya sudahlah, membahas hal yang sudah berlalu, tak akan mengubah apapun. Jadi ya sudah..
Kita anggap saja mungkin Syeikh Mansour waktu itu hanya ingin membuat cerita 'dongeng yang indah'.
Setelah sekian lama, akhirnya juara dengan sangat sangat sangat sangat sangaaaaatttttt dramatis.
Tapi itu percuma, karena beberapa tahun berselang, muncul cerita dongeng yang lebih indah. Yaitu ketika Leicester City juara bersama dengan Ranieri.
Namun itu memang musim liga Inggris yang paling 'aneh' sih menurutku, maksudku lihat saja siapa yang menjadi runner up.. Hotspur.
Kemana Chelsea, City, dan Liverpool pada saat itu?
Dan Hotspur juga kasihan, saat itu banyak sekali yang seolah 'menginginkan' agar Leicester yang keluar menjadi juara. Kesannya tidak ada yang mendukung mereka untuk mendapatkan gelar.
Ranieri keren memang.
Ngomong-ngomong soal Ranieri, orang-orang yang mengaku sebagai fans Chelsea ini tahu tidak ya kalau Ranieri pernah menjadi pelatih Chelsea?
Memang Chelsea bangkit di era Mourinho (periode pertama), tapi sebelum itu, yang membangun tim, sebenarnya adalah Ranieri. Informasi tambahan saja, siapa tahu ada yang belum mengetahuinya.
Oh iya, maaf.. Koreksi tadi.
QPR ternyata pernah kembali lagi ke liga Inggris. Tapi hanya satu musim, karena setelah itu mereka degradasi lagi. Seperti numpang lewat saja jadinya.
Kita kembali lagi untuk membahas soal alasan kenapa pemain-pemain sekarang harganya tidak masuk akal.
City di era Pellegrini, bagiku adalah City dengan pelatih terburuk (sepengetahuanku). Karena berbeda dengan Mancini yang mengandalkan strategi, Pellegrini ini seperti hanya terlalu 'mengandalkan uang'.
Contohnya begini, ada satu pemain yang menjadi incaran beberapa klub. Pemain ini memiliki Kisaran harga antara 10-15 juta. Banyak klub yang memberikan penawaran di sekitar angka tersebut.
Lalu, ujug-ujug City memberikan penawaran dengan nominal yang jauh di atas harga normalnya. Sehingga pada akhirnya pemain itu terjual dengan harga yang mahal. Padahal kapasitasnya sendiri sebenarnya belum terbukti.
PSG pun juga sering bahkan lebih sering melakukan hal yang sama.
Nah, karena hal inilah yang pada akhirnya membuat orang-orang berfikir...,
"Kalo pemain kayak gitu aja harganya udah segitu, gimana sama Neymar? Pogba? Mbappe?"
Dulu nilai transfer Ronaldo dari MU ke Madrid, butuh berapa tahun sampai bisa di pecahkan?
Kalau sekarang, hari ini rekor transfer terpecahkan, minggu depan mungkin sudah terpecahkan lagi.
Tapi saga transfer Ronaldo dari MU ke Madrid itu memang gila sih.
Maksudnya di tahun itu, Madrid menyatakan kalau ingin membeli Ronaldo, dan MU memasang harga yang tidak masuk akal (pada saat itu). Lah, kok bisa-bisanya diiyain sama Madrid. GILA!!!
Tapi pelatihannya Madrid saat itu tidak begitu pintar. Dia punya Ronaldo dan Kaka, tapi tidak pernah dimainkan bersama.
Lalu tidak lama Kaka justru cedera, dan setelah pulih, dia tidak bisa kembali ke performa terbaiknya.
Ya, mau bagiamana lagi. Kaka sendiri juga dari awal sebenarnya tidak mau untuk pindah. Hanya saja pada saat itu Milan sedang mengalami krisis finansial, jadi ya terpaksa dijual. Kasihan Kaka.
Sebenarnya masih ada beberapa pemain lagi sih yang pindah karena 'terpaksa', tapi nanti jika kubahas, ada yang tersinggung. Jadi tidak usah lah, kita fokus bahas Kaka saja dulu.
Ngomong Torres kasihan ya.
Oke, balik soal Kaka.
Padahal pemain sepakbola dengan kemampuan seperti Kaka itu sungguh sangat jarang menurutku. Menara kembarnya MU saja pernah diacak-acak oleh seorang Kaka.
Dan juga yang aku tahu, baru Kaka seoranglah pemain sepakbola profesional yang bisa juggling dua bola sekaligus. Pemain-pemain lain mungkin bisa juggling bola tenis yang ukurannya jauh lebih kecil, ada juga yang bisa menjuggling benda yang bahkan bukan merupakan bola. Tapi dari semuanya, mereka hanya bisa satu, sedangkan Kaka dua!! Dia bisa dua sekaligus lho.
Ya, memang skill juggling tidak terlalu sering dipakai saat berada di lapangan atau malah belum tentu juga akan digunakan. Akan tetapi, kalau Kaka bisa juggling dua bola sekaligus..., itu artinya kedua kakinya itu bagus. Dan tak hanya itu, otak kanan dan otak kirinya juga kemungkinan berfungsi dengan sangat sinkron.
Oh iya, baru ingat.. Ada satu kejadian unik soal tranfer pemain dengan harga tidak masuk akal. Pada saat itu ada satu pemain baru City yang sebelum memutuskan untuk bergabung dengan City, dirinya dincar oleh beberapa klub besar lainnya, seperti Barca, MU, dan yang lainnya.
Lalu saat ditanya alasan dia lebih memilih City, jawaban dia sungguh mengejutkan. Karena dia bilang kalau bermain di City adalah impiannya sejak kecil.
Kenapa tidak memberikan jawaban jujur saja sih, seperti...
"City memberikan gaji yang lebih tinggi.."
Maksudku kalau ingin memberikan alasan yang lebih logis dong.
Tapi itu sudah lewat, di era Guardiola, City kini lebih berkembang. Karena mereka juga melakukan investasi di akademi sepakbolanya guna melahirkan pemain-pemain muda. Tapi Guardiola juga masih suka belanja pemain sih..
Jadi, meskipun sama-sama dibangun dengan uang, City lebih baik dari PSG sebagai klub bola. Karena PSG masih saja beli, beli, dan beli pemain terus. Tidak ada kan pemain muda dari akademi PSG.
Tapi meskipun banyak akademi yang bagus, pemain-pemain muda sekarang kebanyakan overrated.
Ada berapa banyak yang dijuluki wonderkid? Tapi ada berapa yang benar-benar sukses?
Kurasa pemain muda berbakat yang bisa dibilang sukses di era sekarang hanyalah Mbappe. Dia sudah bisa membawa negaranya juara piala dunia, dan sebagai pemain muda dia menjadi salah satu pemain kuncinya, bukan hanya sekedar ikut untuk menghangatkan bangku cadangan.
Tapi kalau Mbappe ingin benar-benar sukses, dia harus pindah dari PSG. Karena PSG hanya akan begitu-begitu saja, mereka hanya akan terus beli, beli, dan beli pemain. Mereka hanya akan terus-terusan mengandalkan uang.
Selain pindah (yang pada akhirnya adalah keputusan dari Mbappe sendiri), ada satu hal lagi yang bisa membuat Mbappe berkembang, tapi satu hal ini tidak bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Satu hal yang kumaksud adalah faktor eksternal, yaitu rival. Mbappe harus memiliki seorang rival supaya dirinya bisa berkembang.
Sama halnya dengan persaingan Ronaldo dan Messi yang bagiku adalah persaingan antar dua pemain sepakbola yang benar-benar seru. Karena karakter mereka berbeda, Messi yang adalah seorang pemain dengan 'bakat alami', lalu Ronaldo yang adalah seorang pemain 'pekerja keras'.
Bukan berarti Messi bukan pekerja keras dan Ronaldo tidak memiliki bakat, bukan begitu..
Seharusnya kalian pahamlah apa yang kumasudkan sebenarnya.
Oke, cukup dengan liga Inggris dan liga Prancisnya. Dan karena sudah sempat membahas Messi dan Ronaldo, jadi ayo sekarang kita
serang bahas liga mereka.
Tapi kita bahas kembali soal legenda klub saja ya...
Ya, memang Barca itu fansnya banyak, tapi kebanyakan orang-orang tahu Barca saat era Guardiola dengan tiki-taka nya. Padahal tiki-taka sudah ada sebelum Guardiola melatih sebenarnya.
Real Madrid? Pengalaman nyata. Dulu saat aku masih casual, supervisorku (yang tentunya usianya jauh di atasku) mengaku sebagai fans Madrid. Tapi ketika kutanya berapa nomor punggung Zidane ketika masih menjadi pemain Madrid saja dia hanya bisa plonga plongo. Apa mungkin bahkan dia tidak tahu kalau dulu Zidane pernah bermain untuk Madrid?
Nomor punggung Zidane di Madrid itu memang tergolong unik, karena tidak umum dipakai oleh seorang gelandang. Iya, kan..
Oke, stop.. Stop...
Kita bahas soal legenda klub!! Aku tidak mau menambah 'musuh' dari kalangan fans liga lain.
Legenda Barca? Nama pertama yang terlintas di kepalaku mungkin adalah Puyol. Puyol keren, sampai pensiun dia di Barca kan. Meskipun sampai detik ini belum ada penggantinya sih. Kasihan..
Madrid? Casillas itu kan karena ada masalah dengan pelatihnya saat itu, makanya dia pindah.
Cukup, segitu saja. Kini kita beralih ke Liga Italia..,
AC Milan? Nesta dan Maldini bahkan nomornya sampai dipensiunkan lho.
Inter Milan? Zanetti keren..
AS Roma? Totti pernah menolak kesempatan untuk duet dengan Beckham, Zidane, Luis Figo dan lebih milih untuk bermain bersama Dacourt, Perrora, dkk. Tapi karena hal itu, dia pada akhirnya dijuluki Pangeran Roma.
Ngomong-ngomong soal 'Pangeran' dan kebetulan juga masih ada satu klub besar yang belum kusebutkan dari liga Italia..., maka....
Alessandro Del Piero, sang Pangeran dari Turin.
Atau lebih tepatnya, Pangeran dari Turin yang nyasar ke Australia.
Oh iya, kalo ngomong-ngomobg soal liga Italia.., Jika ada orang yang membahas tentang Milan, kalian jangan sekali-kali bertanya..
"Milan yang mana?"
Karena Milan ya memang hanya AC Milan. Kalau Inter Milan, ya disebutnya Inter.
Sejarah terbentuknya Inter...,
"Ohhh... Pakar sejarah.."
Ya, ini memang sejarah. Tapi ini juga pengetahuan.
Jadi..., begini.. Ini sepengetahuanku saja lho ya.. Sejarah terbentuknya Inter adalah karena perbedaan pendapat diantara para petinggi klub AC Milan kala itu. Ada beberapa yang mengusulkan kalau mereka harus mendatangkan para pemain dari luar Italia.. Tapi usulan itu tidak bisa sepenuhnya diterima. Ini aku tidak begitu tahu alasannya kenapa. Aku belum mendalami sampai sana.
Padahal tujuan dari usulan itu sebenarnya baik, agar mereka bisa menyaingi Juventus. Ya, siapa lagi.
Pada akhirnya, karena tidak bisa menemui kata sepakat. Beberapa petinggi klub AC Milan pun akhirnya ada yang keluar dan mereka kemudian membentuk klub yang berisikan pemain-pemain non Italia. Maka dari itu pada akhirnya dinamakan Internazionale Milano..
Oke, sepertinya pelajaran sejarahnya sudah cukup.
Ingat, aku menulis hal di atas, semua itu hanya untuk berdiskusi lho ya. Bukan untuk berdebat. Jadi kalau kalian mau berdiskusi, posisikanlah dulu diri kalian sebagai fans bola, bukan fans klub tertentu. Paham..
Dan...., aku tadi ada mujinya juga lho ya. Jadi jangan langsung dihujat dong, wkwkwk...
Kenapa tiba-tiba aku membahas bola?
Ya, karena aku sendiri kan baru selesai bermain futsal. Skor akhirnya? Kurasa tidak perlu, kurasa kalian tidak perlu tahu.
Tapi kalau kalian memaksa, maka akan kuberitahu.
Jadi kalian memaksa atau tudak nih?
Baiklah, skor akhirnya adalah dua puluh tujuh.
Oh, maaf.. Seharusnya aku menuliskannya dengan angka saja. 20-7
Tentunya tim-ku yang 20 dong.
Lagipula itu salah dia sendiri. Membuatku satu tim bersama dengan Jose dan Kevin. Chemistry kami tentunya masih berjalan dengan sangat baik. Jose biasa menjadi Pivot, tapi dia juga bisa sedikit ke pinggir untuk menjadi Flank, aku dan Kevin sendiri bisa bergantian untuk mengisi posisi Anchor dan Flank. Tinggal ditambah dua orang lagi, maka akan menjadi tim yang sempurna. Satu orang untuk posisi Flank agar Jose bisa fokus sebagai Fix Pivot dan satu orang lagi yang tentunya adalah posisi Kiper. Kiper yang tidak boleh kebobolan sampai lebih dari lima gol.
Eh, tapi sepertinya pertanyaan di awal-awal tadi belum sepenuhnya terjawab ya..
Kenapa aku bisa bermain futsal bersama dengan Danial?
Kenapa Samuel satu tim dengan Danial?
Dan kenapa juga justru Kevin yang menjadi rekan satu tim ku?
Tapi kalau kalian menyimak dengan benar, kalian pasti bisa langsung paham kan.
Jadi intinya Samuel berusaha 'mengakrabkan' diriku dengan Danial dengan mengajak kami bermain futsal bersama. Karena yang Samuel tahu, Danial suka bermain futsal.
Sebenarnya aku malas mengiyakan ajakan Samuel. Tapi berhubung aku sudah lama tidak berolahraga (yang benar-benar olahraga) dan juga semuanya dia yang bayar. Ya sudah..
Makanya aku sendiri juga bingung saat tiba-tiba Samuel mengajak untuk futsal, karena biasanya kalau dia ingin mengajakku olahraga bersama, dia akan mengajak untuk bermain basket. Samuel sendiri juga cukup jago bermain basket.
Tapi akhir-akhir ini kami sudah jarang bermain basket bersama, Samuel sudah jarang mengajakku bermain basket.
Aku juga tidak tahu alasannya kenapa. Tapi jika boleh menebak, itu mungkin karena teman-teman Samuel tidak suka jika aku bermain basket dengan mereka. Ya, karena 'tujuan' kami memang berbeda. Mereka yang bermain basket hanya untuk pamer ke para gadis (yang sengaja mereka bawa), namun justru aku yang mendapat semua perhatian dari gadis-gadis tersebut. Hal itu sudah biasa sih, santai..
Lagipula kenapa sih berolahraga tujuannya hanya untuk caper?
Jangankan mereka-mereka itu yang amatiran. Para pemain profesional saja juga sepertinya begitu.
Kalau melihat pertandingan liga bola basket lokal, untuk mencapai angka 70 saja sepertinya sudah sangat kepayahan. Serangannya kebanyakan berakhir dengan kegagalan. Karena kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk mencari 3 poin yang tidak pasti, ketimbang 1 atau 2 poin yang kemungkinan berhasilnya lebih tinggi.
Kenapa sih? Gara-gara 3 poin itu kelihatan keren?
Kalau begitu latihannya yang benar dong.. Latihan situasional, jangan hanya sekedar shoot secara bergantian.
Oke, tadi sudah bola. Lalu basket..
Sekarang kita kembali lagi ke bola. Kita bahas persepakbolaan dalam negeri.
Karena aku daritadi sudah tidak tahan melihat lapangan sebelah yang berisi bocah-bocah SD yang didampingi oleh seorang laki-laki yang sepertinya adalah pelatih mereka.
Aku tidak tahu itu SSB, atau hanya sekedar kegitan ekstrakurikuler. Tapi yang jelas, ajaran dari sang pelatih tidak berjalan mulus. Karena dari apa yang kulihat, para bocah SD ini hanya mengerumuni bola dan menginjak-injaknya. Malah terlihat seperti segerombolan warga yang main hakim sendiri pada seorang yang dituduh sebagai pencuri pompa air tapi ternyata dia adalah tukang servis pompa.
Bagaimana persepakbolaan negeri ini bisa maju kalau pengajaran pada anak-anak usia dininya saja kurang tepat.
Aku dulu pernah diajak oleh kakekku mengunjungi akademi sepakbola dari salah satu klub ternama yang memang selalu sukses melahirkan pemain-pemain kelas dunia. Kata kakekku sih hanya untuk sekedar jalan-jalan saja.
Disitu, benar-benar diajarkan apa itu sepakbola, bagaimana cara memainkannya.
Pada rentang usia 7-8 tahun, mereka diajarkan dasar sepakbola, seperti passing, shooting dan dribbling. Lalu saat usia mereka 9-10 tahun, mereka mulai diajarkan cara bermain bola. Dan pada mereka mulai memasuki usia yang benar-benar cukup untuk masuk ke tim junior, 12-13 tahun. Barulah kemudian mereka diajarkan cara untuk menang.
Dan tidak hanya itu, mereka juga diajarkan agar tidak terlalu bergantung pada kaki dominan mereka. Jadi semisal nanti dalam keadaan terpojok, mereka juga akan bisa mengumpan pada rekan satu tim-nya dan hal itu akan sulit dibaca oleh lawan karena mengumpan bukan dengan kaki terkuat.
Satu hal yang kusesali saat itu adalah, aku tidak sempat mencoba untuk bermain dengan mereka. Sungguh disayangkan.
Sedangkan para pemain lokal, nutrisi saja tidak dijaga.
Selesai latihan, pergi ke rumah makan padang..
Minum minuman berenergi yang juga kurang baik. Kasihan liver kalian!!
Rosa itu baik?? Belum tentu, kita belum tanya pendapat Afgan.
"Gue masih ga nyangka lho kalo ternyata lo sama orang sebelah lo itu sahabatan.." Samuel tiba-tiba mengagetkanku yang tengah fokus melihat para bocah SD yang sedang main hakim sendiri terhadap si kulit bundar. "Maksud gue, kalian kayaknya ga pernah sekalipun keliatan saling menghubungi. Entah itu chat atau telfon gitu.., kalo emang beneran kalian sahabatan ya"
"Ya..., itu karena gue ga punya nomornya Kevin" jawabku. "Begitupun juga Kevin, dia ga punya nomor gue"
"Karena daridulu gue sama Adrian hampir selalu bareng terus kemana-mana.. Jadi buat apa tukeran nomor?" tambah Kevin yang sedang duduk di sebelahku.
"Gue masih ga habis pikir" ucap Samuel lagi. "Tapi..., gue kira lo itu orang yang bener-bener sempurna lho. Ternyata ada juga hal yang ngebuat lo keliatan ga sempurna ya"
Kali ini aku hanya menengok sebentar ke arahnya, namun tidak memberi respon apapun.
Aku mengerti apa yang dimaksud oleh Samuel, karena saat dia mengatakan hal tadi, dia juga sempat melirik ke arah kaos yang sedang kupakai.
Ya, makna yang bisa diambil adalah Tuhan itu memanglah maha adil. Dengan segala kelebihan yang kumiliki, aku masih diberi satu kekurangan, yaitu aku adalah fans MU.
"Bokap lo sukanya MU juga apa gimana?" Samuel lanjut bertanya.
"Engga" dan kali ini aku menjawab dengan cukup singkat. "Bokap gue sukanya Milan"
"Lah, bokap lo..., bokap gue juga?" Kevin menanggapi.
"Ngga gitu dong, woi!!" balasku. "Ya kan ga semua orang ngefans sama klub bola gara-gara pengaruh dari bokapnya"
"Lah, tapi banyak yang kayak gitu" sahut Samuel lagi. "Contohnya gue.., terus itu sebelah lo--"
"Tim favorit kalian memang rival, tapi ga perlu sampe segitunya dong..." kenapa kesannya menyebut nama saja tidak mau.
"Ya, sorry.."
Kevin hanya tertawa-tawa saja, karena pada dasarnya dia sama seperti diriku yang tidak 'sefanatik' itu mengidolakan sebuah klub bola, sampai membenci klub bola lain yang merupakan rival. Apalagi sampai membenci pendukungnya.
Tapi benar juga ya. Ayahku adalah fans AC Milan, lalu kalau kakekku, setahuku adalah fans Ajax. Jadi kenapa aku bisa jadi fans MU?
Memang sih masa kecilku tumbuh bersama dengan MU yang keren pada saat itu. Tapi apa memang benar hanya karena hal itu?
"Terus ada juga si Rafli..., eh, Raf lo daritadi ngapain sih? Sibuk banget keliatannya?"
"Habis ngelem dia.." sahutku.
"Hah??"
"Ngelem..., Ngelem sepatu woi!! Jangan mikir macem-macem dulu.." Rafli dengan cepat meralat omonganku yang sebenarnya memang tidak salah, sepatunya tadi jebol dan dia kemudian langsung mengelemnya lagi. Kenapa tidak beli baru saja ya..? "Oh iya, Dri.. Lo udah tau ini belom?"
"Apa?"
"Wah.., seger..." Jose yang baru selesai mandi akhirnya muncul. "Ga mandi lo?" tanyanya kemudian yang ditujukan padaku.
"Engga.. Gue mandi di rumah aja"
"Ya udah, gue aja yang mandi.." Rafli kemudian segera beranjak.
"Lah, terus kenapa masih disini? Gue kira nunggu giliran buat mandi.." ucap Jose lagi.
"Gue istirahat dulu gila!! Badan gue pegel-pegel semua gara-gara kulkas dua pintu tadi" balasku. "Mana ada dua biji lagi.. Danial nemu dimana sih orang-orang kayak gitu?"
"Iya, gue juga jadi penasaran" Jose berfikir. "Karena ga mungkin kalo dua orang tadi itu temen dia kan, rasanya yang mau temenan sama Danial cuma si Iwan deh"
Oh iya, Iwan. Dia juga termasuk salah satu yang cukup merepotkan tadi. Staminanya seakan tidak pernah habis.. Bahkan di saat kami semua sudah selesai dan berakhir dengan nafas ngos-ngosan, hanya dia saja yang nafasnya tetap stabil.
"Terus.. kemana mereka semua?" tanya Jose kemudian setelah melihat sekeliling tak menemukan Danial dan para antek-anteknya.
"Pada langsung pulang lah.., terutama Danial. Kesel banget keliatannya habis kalah" jawab Samuel langsung.
"Tapi emang saudara lo itu ada niatan buat menang tadi?" sindir Jose.
Ya, sindiran Jose itu memang cukup berdasar. Karena hampir sepanjang pertandingan tadi, mereka seperti hanya berniat untuk menjatuhkanku.
Main futsal just for fun kok pelanggarannya banyak banget.
Tidak hanya aku sih, Kevin juga. Dia menjadi orang kedua yang sering dilanggar oleh combo kulkas dua pintu. Sepertinya Danial masih tidak terima kalau salah satu 'orang kepercayaannya' ternyata adalah teman baikku.
Lagipula itu salah dia sendiri, seharusnya dia sedikit mencari tahu tentang latar belakang Kevin. Tidak hanya berasal dari SMA yang sama, aku dan Kevin juga satu kelas dulu. Seperti yang dikatakan Kevin tadi, hampir setiap saat kami memang selalu bersama. Dan kalau diibaratkan power ranger, aku adalah power ranger merah, dan Kevin adalah power ranger biru. Setia mendampingi.
Tapi ada sih satu momen dimana Kevin 'meninggalkan'ku, dan itu adalah salah satu momen paling sialan yang tak bisa aku lupakan.
"Kasihan lho 'duo setan' ini pasti badannya remuk semua" tambah Jose lagi.
"Alah.. Masa segitu aja capek sih lu orang? Gua dong biasa aja. Lagian cuma main satu jam, masa udah capek.." oh iya, masih ada satu orang lagi yang nafasnya tetap stabil di akhir pertandingan.
"Lo tadi cuma jadi kiper, bangsat!!" justru Jose yang merasa tidak terima.
Itu memang benar, kami memang hanya bermain selama satu jam. Tapi tanpa adanya pengganti.
Jadi ini sedikit rancu, jika bermain futsal selama satu jam, itu masih terasa kurang, tapi kalau dua jam... Mati.
Apalagi tadi aku sering sekali dilanggar, badan ini rasanya memang seperti remuk semua.
Untungnya tadi kami bermain di lapangan karpet plastik, coba kalau sintetis. Sudah pasti lecet-lecet semua. Malah rasanya seperti futsal di penjara level 1 impel down.
"Ah, kebetulan... Jamu!!" secara tiba-tiba saja Tedi memanggil tukang jamu yang kebetulan sedang lewat.
Hal itu tentunya membuat kami semua terheran-heran. Seorang Tedi, ternyata doyan minum jamu?
"Jamu apa, mas?" tanya si mbak tukang jamu ketika sudah berada di dekat kami.
"Sinom, mbak" jawab Tedi seolah tanpa dosa.
Sinom? Sinom??
Dia memanggil tukang jamu hanya untuk memesan sinom?
"Ada permennya juga kan, mbak.." tambah Tedi saat menerima gelas sinom dari si tukang jamu.
Sudah pesannya hanya sinom. Minta permen pula..
"Pesen kok sinom..," ledek Jose. "Jamu kuat ada ngga, mbak?"
"Woi.."
"Ya, kan.. Capek. Minumnya jamu kuat dong" pembelaan yang agak susah untuk dibantah.
"Ehmm.., ada sih, mas. Tapi..."
"Saya juga mau dong, mbak.. Jamu kuat" sahut Tedi.
"Jangan!! Lo kan ga punya cewek" sela Jose.
"Ya ama mbaknya lah.." balas Tedi.
"WOI!!"
"Mau, mbak?" tanya Tedi. Kenapa harus ditanya sih?
"Engga" langsung ditolak kan. "Tapi kalo sama mas yang itu...,"
Si mbak tukang jamu memang tidak menyelesaikan kalimatnya sih. Tapi kenapa harus pakai menunjuk padaku segala coba.. Kenapa harus aku? Aku daritadi hanya diam lho, yang 'woi woi' tadi itu Samuel.
"Mas mau jamu kuat juga?" ditawarin lagi.
"Engga usah, mbak.." jawabku. "Kasihan cewek saya, ga pake jamu aja dia udah sering kewalahan"
"Wah, jadi penasaran.." balas si mbak tukang jamu. Lho, jangan dong.
"Lo berdua itu cocoknya minum jamu ini aja.." aku berusaha mengalihkan pembicaraan. "Brotowali ada ngga, mbak? Buat mereka berdua"
"Jamu apa'an itu?" Jose dan Tedi tampaknya tak mengetahuinya. Baguslah.
"Udah lo berdua minum aja.. Sekalian gue balik dulu ya" kemudian aku pamit.
"Kok buru-buru sih, mas?" bahaya memang ini tukang jamu. Aku harus segera pergi menghindarinya. Sebenarnya wajahnya tidak jelek sih dan bodynya juga lumayan. Tapi tidak dulu.
"Gue juga balik deh" sahut Kevin.
"Kakaknya balik, ikutan balik.." ledek Jose.
"Bukan gitu, gue harus jemput adek gue" jawab Kevin.
"Lah, emang nyokap lo kemana?" tanyaku.
"Arisan"
"Oh ya udah.. Salam ya buat nyokap lo ya" celetuk Jose sambil cengar-cengir yang langsung saja mendapat acungan jari tengah dari Kevin.
Akhirnya aku dan Kevin beranjak menuju tempat parkir. Dan disaat kami berjalan bersama, Kevin sempat bertanya sesuatu..,
"Oh iya, ngomong-ngomong lo bulan kemarin kemana?" tanya Kevin tanpa menoleh. "Shania nelponin gue mulu nanyain lo"
"Hah?? Oh..., itu gue pulang kampung. Ke rumah kakek gue" jawabku santai. "Ya emang gue ga ngabarin dia sih" lagipula memangnya harus?
Lalu ketika aku dan Kevin sudah tiba di dekat mobil masing-masing, aku mendengar teriakan...,
"PAHIIITT!!! YAAAANNN!!"
~~~
Sesampai di rumah, aku sudah bisa tahu kalau tidak hanya Shani yang sedang menungguku. Aku tahu karena firasatku.
Tapi saat aku membuka pintu, aku tak mendapati siapapun di ruang tamu, ruang keluarga maupun di dapur. Tidak ada seorangpun di lantai satu, yang artinya mereka berada di lantai dua. Antara kamarku atau kamar Shani. Tapi sepertinya aku sudah bisa tahu mereka ada dimana.
Benar saja, ketika aku membuka pintu kamar ku...,
"Mas udah pulang?" sapa seseorang yang berada paling dekat denganku.
"Kak Ads~~"
"Kak Ian..~"
Dua orang lainnya sedang duduk di atas tempat tidurku.
"Adri.." satu orang berdiri di dekat jendela kamarku.
"Yan.." satu orang lagi duduk di lantai bersandar di tepi tempat tidurku.
"Hei..," dan satu orang terakhir duduk di kursi.
Aku tak membalas satupun sapaan dari mereka. Kuletakkan barang-barangku tanpa mengucap apapun sebelum akhirnya berjalan pelan ke arah kamar mandi.
Kuharap saat selesai mandi, mereka semua sudah keluar dari kamarku, jadi aku bisa beristirahat dengan tenang.
Tapi yang namanya harapan, hanya tinggallah harapan. Mereka berenam masih setia di tempat dimana tadi ketika aku baru sampai tadi.
"Aaahhh..." satu orang yang memang masih belum terbiasa melihat diriku hanya menggunakan handuk dan bertelanjang dada seketika berteriak dan menutup matanya.
"Kalian bisa keluar dulu ngga sih? Aku mau ganti baju" aku berusaha 'mengusir' mereka.
Untungnya mereka menurutinya, jadi aku bisa berganti baju. Meskipun saat berjalan keluar ada beberapa diantara mereka yang masih berusaha menyentuh tubuh atau rambut basahku. Bahkan ada juga yang berusaha menarik handukku.
Selesai berganti baju, aku segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Namun ketika aku hendak menarik selimut...,
"Kita berenam mau dianggurin aja nih?" mereka malah kembali masuk.
Oke, ini sudah berlebihan. Aku harus menjadi lebih tegas.
Diriku bangkit duduk, menoleh ke arah mereka lalu dengan satu tarikan nafas...,
"Kunci rumah" aku meminta kunci rumah kepada mereka semua. Kunci rumah ini, kunci rumahku.
Kurasa mereka sudah mulai keterlaluan. Kalau mereka keluar-masuk rumahku seenaknya, aku masih bisa menerimanya. Tapi jika sudah memasuki area kamarku, itu berlebihan. Ini melanggar privasi.
Jadi sebagai hukumannya, aku akan mengambil kembali kunci rumah yang bahkan tak pernah kuberikan sebelumnya.
"Eehhh.., kok gitu sih.. Kak Ads??" Gracia dengan cepat menolak.
"Yaaann.. jangan dong" Okta pun juga menolak.
"Ini, kak Ian.." Thacil juga... Eh?!! Thacil langsung memberikannya? "Kebetulan juga aku emang mau balikin kok"
Kenapa di saat Thacil mulai mengikhlaskan diriku, justru dirikulah yang semakin tidak rela.
Semakin dia bertumbuh dewasa, semakin sulit diriku untuk benar-benar melepaskannya.
"Kalo gue ga mau?" berbeda dengan Gracia dan Okta yang menolak dengan permohonan, Shania justru melakukan perlawanan.
"Ini rumah gue.., aturan gue.." balasku tegas. "Semua yang ada di rumah ini adalah milik gue"
"Semuanya?" Stefi berusaha memancing.
"Iya, semuanya.." jawabku. "Termasuk..." kemudian aku melanjutkan kalimatku dengan menunjuk mereka satu persatu. "Karena kalian ada di rumah gue"
"Engga!!" satu orang membantah. Satu orang yang tidak pernah aku sangka sebelumnya akan membantah. "Engga.. Kamu yang milik aku" sebuah pernyataan yang sepertinya sukses membuat pipiku memerah.
"Pokoknya aku ga mau tau ya, kalian harus balikin kunci rumah ini paling lambat seminggu dari sekarang" aku memberi waktu satu minggu karena aku tahu mereka itu sibuk, jadi setidaknya dalam kurun waktu satu minggu itu mereka meluangkan sedikit waktunya untuk mengembalikan kunci. Tidak terlalu repot kan. "Kalo sampe kalian ga balikin, aku ga akan ijinin kalian main kesini lagi.. Dan aku juga bakal ganti kunci rumah biar kalian bener-bener ga bisa kesini"
"Ya udah deh.. Nih" Stefi akhirnya mengalah dan memberikan kunci yang dipegangnya padaku sembari tersenyum.
"Oke, berarti tinggal Gracia, Okta sama Shania ya" ucapku sembari menyimpan dua kunci yang sudah kuterima.
"Ci Shani?"
"Dia kan tinggal disini.."
"Curang!!"
Huft~
Aku menghela nafas sejenak.
Tunggu sebentar..
Sepertinya ada yang patut dicurigai.
"Stefi..," panggilku.
"Ya?" dia masih masih memasang senyuman.
"Kamu juga harus balikin kunci yang masih kamu simpen"
"Ehh?!! Kunci apa lagi?"
"Jangan pura-pura gatau ya.." seketika senyuman di wajahnya menghilang.
"Aaahh..., i-iya deh nanti aku balikin" adikku yang satu ini memang cukup merepotkan.
"Ya udah, sekarang kalian tolong keluar ya.. Aku ini capek. Pengen istirahat" pintaku memohon.
Untungnya mereka mau mendengarkan. Tapi saat mereka hampir keluar semua, dengan cepat aku segera turun dari tempat tidur untuk menahan satu orang.
"Tunggu, Shan.. Kamu ga usah deh" cegahku dengan menahan tangannya.
"Eh?!!"
"Temenin aku bobo.., aku butuh 'guling'" aku berusaha memohon pada Shani. Karena kurasa jika ditemani dengan Shani, istirahatku akan bisa lebih nyaman dan juga menyenangkan.
"Ehh... Ga bisa. Kamu harus adil kan" dan ternyata ditolak. "Nanti malem aja.." tapi kemudian dia berbisik pelan.
"Kita denger lho ci.." sindir Stefi. Apa Indra pendengarnya juga setajam itu?
"Kalo nanti malem, malah ga bakal bobo jadinya" aku menggodanya.
"Ih.., mas.. Apa sih. Udah ah" kemudian Shani benar-benar melepaskan diri dan menyusul yang lainnya.
"Ci aku malem ini nginep ya" lalu tiba-tiba saja Gracia meminta ijin untuk menginap. Lagi.
Ya sudahlah. Kalau sekarang tidak bisa, setidaknya nanti malam aku masih bisa 'tidur' dengan Shani.
Kembali ku rebahkan tubuhku ke tempat tidur, menarik selimut dan...,
TING~
Baru saja aku ingin menutup mata, hapeku berbunyi tanda ada satu pesan masuk. Inginnya kuabaikan, tapi ada perasaan jika melihatnya barang sejenak juga tidak masalah. Maka kuputuskan untuk melihatnya saja. Ternyata ada satu pesan dari Rafli.
Oh iya, benar juga.. Kalau tidak salah tadi dia seperti ingin mengatakan sesuatu kan. Apa mungkin ini yang dia maksud.
Langsung saja kubuka pesan darinya yang ternyata berisikan tentang pengumuman perihal jeketi.
Apa lagi sih?
Kalau soal jeketi, sepertinya aku juga sudah tahu.
Tunggu sebentar.., apa ini?
Pengumuman mengenai pertukaran pelajar?
Apa maksudnya?
Jeketi dan ekebi akan saling bertukar member?
Akan ada WNA Jepang lagi dong..
Hah?!! Apa ini?
Stefi?? Stefi yang akan menjadi perwakilan dari jeketi?
Oke, itu memang bagus. Tapi itu artinya dia akan ke Jepang dong? Akan jauh...
Lalu siapa yang akan menggantikannya nanti?
Sayaya Kawamoto?
Hmm..., siapa itu?
Jujur saja aku memang tidak terlalu mengetahui ekebi sampai sejauh itu. Tapi yang pasti, dia akan menjadi pengganti Stefi kan.
Pengganti Stefi? Hehehe...
-Bersambung-
marathon dari finding oshi lagi deh
haduhhh masih belumm up
baca dulu dongs
