Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Gue ya gue

entah kenapa ane sangat menikmati cerita ini, meskipun minus cerita exe, coz bener2 natural n proses kelanjutan yg selalu bikin penasaran, anda is the best
 
Sebelumnya terima kasih untuk para suhu yang menantikan update.
Ada cukup banyak hal yang perlu dilakukan di masa sulit ini.
Diperlukan fokus dan usaha yang ekstra.

Sebagai forum yang dikenal dengan nomor 46, maka sesi 'unboxing' juga direlease tepat di Part 46 juga.

Part 46

Sesi Unboxing


Selesai buka kotak, tentu ortu kami sangat paham apa yang akan terjadi selanjutnya. Kedua ortu Gue pamit ke rumah nenek, sementara kedua ortu Erin menetap sementara di rumah salah satu kerabat mereka.

Pesan dari ortu kami sebelum sesi berikutnya adalah utamakan ibadah walaupun sudah saatnya. Gue dan Erin hanya mengiyakan saja. Bokap Gue berpesan untuk tidak terburu-buru, walaupun keinginan sudah diujung tanduk, sementara Erin mendapat pesan supaya percaya sepenuhnya pada Gue di sesi berikutnya.

Ketika sudah tinggal hanya kami berdua, entah mengapa meskipun sudah terbiasa berdua, kecanggungan tetap hadir. Erin hanya senyum-senyum imut sembari sesekali melirik ke arah Gue. Sementara pikiran Gue sudah dipenuhi dengan fantasi yang sudah dipersiapkan sejak Gue hendak melamar Erin.

Erin, semenjak kita membicarakan soal pernikahan, telah menyampaikan bahwa dirinya ingin memiliki anak dua tahun setelah menikah. Erin menganggap bahwa dirinya ingin memiliki pengalaman bekerja dua tahun terlebih dahulu sebelum memiliki anak. Keinginan Erin ini tentu ditentang oleh kedua ortunya yang sudah sangat ingin memiliki cucu. Sementara kedua ortu Gue menyerahkan kepada kami kapan akan memiliki anak.

Gue menghormati keinginan Erin, meskipun Gue sudah memiliki pengalaman bekerja, namun Gue setuju supaya Erin juga memiliki pengalaman bekerja. Disayangkan jika ilmu yang selama ini dipelajari tidak disalurkan. Erin sangat senang ketika Gue mendukung keinginannya.

Di persiapan sesi berikutnya, yaitu malam pertama, kita berdua tidak langsung hajar. Gue terlebih dahulu mengajaknya bernostalgia dengan membicarakan bagaimana kita berdua bertemu, lalu pdkt, pacaran, dan beberapa hal nakal yang kita lakukan ketika hanya berdua.

Erin bercerita, beberapa minggu sebelum menikah, temannya ada yang ketika berpacaran sudah kehilangan keperawanan. Lalu ketika temannya mengetahui bahwa selama tinggal serumah dengan Gue, Erin belum ‘diapa-apain’ oleh Gue, temannya hanya bisa iri karena menurut temannya, Erin beruntung memiliki pacar yang bisa menahan diri.

Erin melanjutkan, temannya menceritakan bahwa kehilangan keperawanan itu sakit. Meskipun Erin bukanlah tipe perempuan yang drama, tetap saja dia adalah perempuan yang ketika mendengar cerita dari temannya, bisa tersugesti.

Gue: yaudah, nanti abang pelan-pelan aja ya.
Erin: tapi nanti sakit ga bang??

Gue: gatau, tetep sakit kayaknya mbull.
Erin: ihh aku jadi ngeri deh.

Gue: tapi kalo ga gitu mana bisa punya anak mbull.
Erin: yaudah, dua tahun lagi aja ya bang.

Gue: kalo nunggu dua tahun lagi, abang jadi keriting nanti.
Erin seketika tertawa kecil.

Mendengar tawanya yang begitu imut, hasrat ingin memiliki kembali muncul, namun karena sudah memiliki, muncul hasrat yang lain.

Tangan gue mengarah ke pipi Erin yang sedang tertawa kecil untuk mengelus pipinya. Tidak seperti biasanya, kini pipinya memerah hanya karena elusan lembut dari tangan Gue. Erin yang sedang tertawa kecil pun terdiam seolah mengerti bahwa Gue, yang kini telah menjadi suaminya, sudah memulai pergerakan.

Gue: bisa ga sih, kalo ketawa ga usah imut begitu.
Begitu gombal Gue padanya.

Gue: kamu udah siap mbull?
Gue: kalo belum abang bakal . . .
Erin hanya menganggukkan kepalanya menunjukkan bahwa dirinya telah siap.

Gue: kalo nanti sakit, ga nyaman, atau ngilu bilang ya.
Erin: iyaa bangg.

Gue: kalo geli, enak, atau nyaman bilang juga ya.
Erin: iyaaaa suamikuuu…
Nah lho, giliran Gue yang salting disebut “suamiku”

Gue mendekatkan wajah gue ke Erin. Erin hanya memejamkan mata menyadari Gue yang kini menjadi suaminya hendak mencium keningnya. Ciuman gue turun menuju kedua matanya, hidungnya, kedua sisi pinggir bibirnya, lalu . . . bibirnya.

Bedanya ciumku ke bibirnya adalah, kali ini kumainkan bibir atasnya yang bagian dalam dengan lidahku. Terlihat bagaimana dengan sedikit sentuhan itu saja dapat membuat mata Erin terlihat hanya bagian putihnya saja.

Gue: matanya kok gitu mbull?
Erin: kayak gimana?
Ucap Erin lemah dengan matanya yang sayu.

Gue: kayak gini.
“emmhhh. . .”
Desah Erin saat saat ku ulangi mencium dan memainkan bagian dalam bibir atasnya dengan lidahku, kemudian kulepaskan ciumanku. Terlihat bibir Erin terbuka sedikit dengan wajahnya yang masih sayu, dan kini nafasnya sudah mulai berderu.

Dirinya tidak menjawab pertanyaanku karena masih tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikan apa yang dirasakannya sehingga matanya seperti itu.

Gue: kamu suka ga abang ‘giniin’?
Erin menjawab dengan anggukan kecil.

Gue: nyaman?
Erin: iyahh.
Mendengar “hh” di akhir jawabannya membuat libidoku semakin meningkat.

Kudekati bibirnya sekali lagi, di saat sedikit lagi bersentuhan, ku palingkan ciumanku ke pinggiran bibirnya sebelah kiri, yang entah bagaimana, membuat Erin mendesah “emhh”. Kecupanku semakin ke samping, ke pipi, hingga mendekati telinganya, hingga membuat Erin kembali mendesah “uhh” disertai kedua tangannya yang reflek memegang kedua bahuku dari belakang.

Kedua tanganku pun mulai bergerak, tangan kiriku mendekap lembut belakang lehernya sembari memberikan elusan lembut hingga bulu-bulu halus di sekitar punggung dan lehernya begitu terasa telah merinding. Tangan kananku pun memberikan elusan lembut pada bahu kiri Erin, turun ke lengan, lalu memasuki himpitan antara lengan dan ketiaknya. Tangan kiri Erin yang tadinya memegang bahuku pun kini melingkar di leherku disertai keluh lembutnya,

“ummhhhh abanggghhh, ini aku diapaainnnhhh? aahhhh”.

Aku yang sedang mengecupi area dekat telinganya berhenti sebentar,

“ga kayak biasanya ya istriku sayang?”

“UMMHHH, AHH! IYAA SAYANGGGHH”

Begitu respon Erin ketika kulanjutkan kecupan dari area telinganya turun hingga ke leher.

Sembari mengecupi area leher dan bahunya yang masih tertutup kaos putihnya, aku bertanya kembali,

“enak mbull?”

“essshhhhh, iyaaahh lebih enak daripada yang sebelum-sebelumnya, AH!”

Desah Erin terkejut karena aku melakukan “penandaan” merah pertamaku di lehernya.

“AHH, AHHH, AHHHHH~”

Erin terus mendesah ketika aku melakukan “penandaan” kedua, ketiga, dan seterusnya hingga sisi kiri leher dan bahunya merah penuh dengan tanda dariku. Selama penandaan, pelukan Erin semakin erat.

Kecupanku beralih dari bahu, leher, lalu tepat saat kecupanku mendarat di pinggiran bibirnya, Erin yang sudah tinggi libidonya dengan reflek menyambut kecupanku dengan bibirnya seolah aku hendak mencium bibirnya. Namun ku jauhkan bibirku, untuk melihat bagaimana ekspresinya, terlihat Erin merasa “tanggung’ hanya karena hampir berciuman. Wajah Erin sudah begitu merah dengan wajah sayu dan bibirnya sedikit terbuka.

Aku hendak melanjutkan ciumanku yang dengan sengaja melewatkan bibirnya hendak ke pinggiran bibir kanannya, namun kembali naluri akibat libidonya menggerakkan Erin untuk hendak menyambut bibirku dengan bibirnya supaya berciuman, namun ku alihkan hingga bibirnya tak sempat menyentuh bibirku supaya langsung ke pinggiran bibir kanannya.

“emmhhh~”
Begitu desahnya seolah kecewa sambutan bibirnya tak kuindahkan, namun ketika kecupanku mulai bergerak ke pipi,

“uhhh~”
Belum sempat kecupanku sampai di telinga, Erin mendesah seolah cukup baginya bayangan ke arah mana kecupanku berikutnya untuk merangsangnya.

Hingga ketika kecupanku semakin mendekati telinganya, aku membalik posisi tanganku. Kini tangan kananku yang berada di belakang lehernya, sementara tangan kiriku kembali mengelus lembut bahu, lengan, hingga ke himpitan antara lengan dan ketiaknya. Tangan Erin pun tangan kanannya kini melingkar di leherku dan tangan kirinya memeluk erat bahuku diiringi dengan suara nafasnya yang semakin berderu.

Kembali kutandai sisi kanan leher dan bahunya hingga kini muncul tanda-tanda merah di sana yang beriringan dengan suara desahnya yang semakin menjadi-jadi. Kecupanku kembali mengarah dari bahu, leher, pinggiran bibirnya, kembali Erin langsung menyambut bibirku dengan bibirnya yang tak lagi bertemu karena kujauhkan wajahku.

Kulihat bagaimana ekspresi Erin yang sudah sangat bergairah, wajahnya sangat merah hanya dari kecupan dan tanda yang kuberikan, bibirnya sedikit terbuka, dengan matanya yang menatap sesaat ke wajahku dengan begitu nafsu, kemudian berfokus pada bibirku yang dari tadi tak kunjung menyentuh bibirnya.

Kini, sebagai hadiah untuk dirinya yang telah rela bersabar menunggu di bawah dominasiku atas libidonya, kuarahkan bibirku ke bibirnya. Namun baru maju sedikit, dengan begitu sigap Erin menyambut bibirku yang sedang mengarah ke wajahnya dengan bibirnya.

“Emmhh, emmmh, emmmmh.”
Begitu desah Erin saat menyambut ciumanku padanya, begitu nafsunya dia seolah inilah momen ditunggu-tunggu olehnya.

Kini kedua tangan kupindahkan ke bagian bawah ketiaknya, meremas lembut bagian itu sebagai pengenalan bahwa kira-kira seperti inilah aku akan meremas sesuatu yang bukan lagi di samping, tapi di depan. Erin pun memindahkan tangannya melingkar ke leherku.

Setelah beberapa saat Erin memagut bibirku dengan begitu nafsunya, dia melepaskannya dengan ekspresi seolah merasa ada sesuatu yang salah.

Erin: abang… aku…
Gue: gapapa rinnn.

Erin: aku keliatan…
Belum selesai Erin menuntaskan ucapannya, kukecup singkat bibirnya.

Gue: abang bilang gapapa.
Erin: iyahh abangg.
Ucap Erin menurut kepadaku.

Namun seakan tidak puas dengan responnya, aku pun bertanya,
Gue: kok abang?
Erin: hah? kan biasanya…
Respon Erin bingung sesaat, untuk kemudian menyadari apa mau ku.

Erin: ohh… hihihi… iyaaa suamiku sayaaaanggg.
(Demi apapun, Gue salting dengernya wkwkwk.)

Gue: rinn… boleh yaaa…
Tanyaku lembut sembari menyentuh bagian ujung bawah kaos putihnya.


no quote
 
Part 47

Gue: rinn… boleh yaaa…
Tanyaku lembut sembari menyentuh bagian ujung bawah kaos putihnya.

Erin mengangguk tanda dirinya mengerti apa maksudku dengan wajah yang seketika memerah karena membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya.

Baru saja aku mengangkat sedikit bajunya, tersentuh sedikit perutnya yang begitu putih dan mulus itu hingga Erin melenguh “umhh”.

Seketika Aku dan Erin tertawa,
Gue: kamu belum aku apa-apain juga.
Erin: apanya belum diapa-apain? Tadi apa?

Gue: yang nyosor duluan siapa hayo?
Erin merespon dengan mencubitku.

Gue: aduhh, iyaa iyaaa istriku.
Erin: hummm, makanyaa jangan nakal.

Gue: biarin, kan sama istri sendiri masa ga boleh?
Erin: hehe, iyaa boleeehh.

Kembali aku buka perlahan bajunya semakin ke atas dan dengan sengaja ujung-ujung jariku menyentuh perutnya dari bawah ke atas. Seketika respon Erin langsung memejamkan matanya sesaat dan mendesis “esshh”, wajahnya seketika sayu dan menatapku dengan redup. Begitu terasa bulu-bulu halus di tubuhnya berdiri tegak, begitu juga tubuhnya yang reflek menegak.
(Memang ya cewek berbulu halus itu sensitifnya ga ada obat.)

Semakin ke atas tanganku, kedua tangan Erin dengan reflek memegang kedua tanganku, bukan untuk mencegah, hanya respon terkejutnya atas sensasi yang baru saja dirasakan. Melihat responnya, semakin membangkitkan Rafael yang tadinya sudah setengah tegak

Kini terlihatlah salah satu bagian favoritku pada tubuhnya, yaitu adalah perut. Satu tahun lebih pacaran dan tinggal serumah, bahkan terkadang tidur satu kasur, bukan tidak mungkin terkadang tak sengaja bajunya tersingkap hingga memperlihatkan perut dan . . . pusar berbentuk ovalnya yang membuat bagian itu jadi semakin terlihat indah. Perutnya tetap rata tanpa tonjolan atau lipatan lemak sedikitpun membuat Rafael semakin berontak di balik celana. Ditambah gerak reflek perutnya karena geli hingga membuatnya mencekung tiap kali sekedar tersentuh, semakin membuat libido dan Rafael meninggi.

Semakin ke atas tanganku, semakin tegang dan merah juga wajah Erin, tepat ketika tanganku berada pada bagian rusuknya, tubuh Erin mencekung serta mundur ke belakang karena tidak tahan akan rasa geli akibat ulah tanganku, namun kedua tangannya tetap memegang bagian lenganku.

Mengingat bagian itu adalah bagian yang sangat membuat Erin kegelian, pikiran nakal dan manipulatif ku pun muncul.

Gue: kenapa mundur sayang?
Erin: aku ga kuat bang, geli banget.

Gue: berarti harus dihukum ya.
Erin: maksudny…ahahaha

Belum selesai pertanyaan Erin, Aku dengan sengaja langsung menggelitik area itu, tanpa ampun.

Erin: abaaangggg ammpuuuunnn geliiii.
Tidak kuindahkan permohonan ampun dari Erin.

Gue: ini hukumannya.
Erin: iyaaa maaff saaayaaanggg ahhh… geliiiiiii… ampunnnn…

Erin yang sudah tidak tahan atas perlakuanku langsung roboh ke belakang membuat dirinya telentang, sementara aku, suaminya masih begitu mendominasi di atas tanpa ampun menyentuh titik gelinya.

Erin: abanggg!! huhuhu aaamppuuunnn…
Sebagai suami yang baik, kusudahi hukuman yang telah membuat Erin kepayahan tak berdaya hingga wajahnya merah.

Melihat posisi Erin yang telentang, bagian bajunya yang terangkat memperlihatkan betapa indahnya perutnya, serta betapa menggemaskannya pusarnya, aku langsung menindih tubuh perempuan yang sudah menjadi istri sah ku itu.

Kedua tanganku kutumpukan di sisi kanan dan kiri kepalanya, dadaku menindih payudaranya yang begitu padat, perutku kini bersentuhan dengan perutnya tanpa pembatas, membuatku dapat merasakan betapa mulusnya kulit Erin, membuatku menekan bagian bawah tubuhku pada bagian bawah tubuhnya yang sudah terbuka, menjadikan Rafael yang sudah tegang maksimal, dapat merasakan betapa empuknya bagian tubuh Erin yang paling privat itu diiringi dengan desah Erin.

Aku dapat merasakan ada sesuatu yang keluar dari Rafael, namun, aku tidak menyangka itu dapat membuat bagian tubuh Erin yang paling privat turut lembab.

Aku menyadari satu hal, tidak mungkin precum bisa membuat kain yang membungkus bagian privat Erin selembab itu, kecuali…

Begitu tersadar apa yang membuat bagian itu turut lembab, libidoku naik sampai ke ubun-ubun. Kuciumi bibir Erin seolah aku memangsanya, Erin yang juga terjebak dalam birahi, pasrah membiarkan bibirnya kumangsa.

Pikiran tabu pun muncul, aku hendak menyalurkan ludahku pada mulut Erin. Tepat ketika kusalurkan ludahku, Erin reflek merapatkan bibirnya, namun sia-sia, ludahku terlanjur tertelan. Terlihat wajahnya yang bingung atas hal baru yang baru saja dilakukan suaminya. Terlihat Erin hendak menanyakan hal itu, kumangsa lagi bibirnya hingga matanya memutih sesaat, lalu kulakukan lagi menyalurkan ludahku, kembali Erin reflek merapatkan bibirnya, namun sekali lagi ludahku terlanjur tertelan.

Kali ini tidak kulepas lumatanku pada bibirnya, tidak memberikan dirinya untuk bertanya apa yang kulakukan, aku melakukannya lagi beberapa kali hingga Erin tak lagi memberikan tanda penolakan apapun, hanya batuk kecil karena tidak siap atas apa yang kulakukan karena secara random kusalurkan ludahku.

Setelah puas menyalurkan fantasi tabu ku, kulihat wajah cantik istriku yang sebelumnya kebingungan karena kelakuan, namun kini terlihat pasrah jika suaminya hendak melakukannya lagi.

Erin: abangg tuh aneh-aneh aja dehh~
Ucapnya setelah suaminya puas disertai mengelap apa yang mengalir di samping pipinya akibat fantasiku. Namun baru saja Erin selesai mengelap, kembali kulakukan hal tersebut. Terlihat Erin tidak siap hingga kedua tangannya reflek menyentuh dadaku seolah hendak mendorong sesaat, namun kemudian melemah seolah mengisyaratkan bahwa dirinya telah meyakinkan suaminya jika fantasi itu hendak dilakukan itu kembali.

Setelah sekali lagi melakukan itu, kuangkat wajahnku untuk melihat ekspresi istriku, bibirnya sedikit terbuka, pasrah, tidak lagi protes ataupun bertanya. Aku tersenyum bangga, sementara wajah istriku memerah melihat suaminya tersenyum.

Erin: abanggh.
Panggil Erin terengah.

Erin: kamu… puas ga?
Gue: puas mbull ku sayang, makasih ya sayang.
Ucapku sembari mengecup keningnya.

Gue: tapi ini belum selesai yaa.

Seketika wajah Erin terkejut namun pasrah membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada dirinya, terdengar begitu jelas degup jantungnya setelah mendengar ucapanku, menghadapi kenyataan bahwa dirinya yang merasa sudah kewalahan, masih harus melayani suaminya hingga tuntas.

Gue: oh iya mbull.
Gue: yang di bawah kok lembab ya?
Erin merespon dengan wajah bingung.

Lalu aku mendekati telinganya dan sengaja berbisik sembari menghembuskan nafasku.
Gue: vagina kamu.

Seketika Erin melenguh, diiringi dengan Rafael merasakan kedutan di bagian itu.
Dengan segera aku melihat wajah Erin, istriku yang menggemaskan itu terlihat sangat salah tingkah mendengar perkataan nakalku untuk pertama kalinya.

Melihat ada sedikit kegundahan pada istriku, aku mengecup keningnya untuk menenangkannya.

Gue: maafin abang ya udah ngomong nakal.
Erin mengangguk kecil dan terlihat sedikit tenang.

Memahami Erin yang baru saja mengalami hal erotis seperti ini, diperlukan kepekaan bahwa boleh jadi perempuan merasa kotor, tidak pantas, dan murahan, meskipun suaminya yang berkata nakal.

Aku mengecup kening dan bagian pusar-pusar kepalanya beberapa kali sembari mendekapnya dengan erat untuk menenangkan hatinya. Memang sebelumnya Erin nyosor duluan saat sesi kissing, namun kissing sudah kuperkenalkan pada saat pacaran, sementara, hal yang baru saja dialaminya adalah hal yang baru.

Gue: abang boleh lanjut?
Tanyaku ketika bangkit dan menatap wajahnya.
Erin mengangguk, menatapku dengan sayu, dan penuh cinta. Matanya berkaca-kaca namun tidak menangis. Sekali lagi kukecup keningnya dan kuulangi pertanyaanku.

Gue: Erin, abang boleh lanjut?
Erin memang sangat lemah kalau kutanya “boleh?”, jika di waktu biasa dirinya bisa seketika luluh, apalagi di momen seperti ini.

Erin: iyah abaangg.
Demi apapun, “iyah”nya itu begitu imut.

Aku pun melanjutkan dengan mencium keningnya, turun ke kelopak matanya, hidungnya, kedua pipinya, bibirnya kukecup sekali, lalu turun ke lehernya yang sudah penuh dengan tanda kepemilikan dariku. Seketika bulu-bulu halus di tubuh Erin berdiri.

Kecupan, sentuhan, genggaman, kulanjutkan hingga akhirnya, terangkatlah kaos Erin hingga ke atas serta tangannya yang turut ke atas, memperlihatkan sesuatu yang membukit, namun masih terbungkus bra. Terpampang begitu jelas pula, sesuatu yang selama ini hanya terlihat sekilas namun begitu menarik perhatian, dengan posisi kedua tangan terangkat ke atas sementara kaosnya tersangkut di kedua tangannya, kini terpampanglah ketiak yang begitu mulus, halus, tanpa bulu dan sedemikian semakin terasa wanginya karena sudah tidak terlapisi apapun.

Erin yang menyadari suaminya menatap ketiaknya sedemikian fokusnya, merasa malu dan hendak menutup bagian yang begitu indah itu, namun tangannya tertahan dengan kaos yang masih terikat di tangannya dan tertahan pula kaosnya oleh tangan suaminya, sehingga upaya dirinya untuk menutupi ketiaknya pun tertahan.

Gue: mulus rin…
Wajahnya semakin merah mendapat pujian dari suaminya yang juga sedang gugup ketika untuk pertama kali melihatnya, pada posisi yang sedemikian seksi pula.

Gue: jangan ditutup dulu ya sayang.
Ucapku, lalu kini kembali mengecup keningnya tangan kirinya, turun ke lengannya, bibirku semakin mendekati area cekung yang indah itu sementara Erin semakin mendesah dan ngeri melihat bibir suaminya semakin mendekati ketiaknya.

Namun ketika sedikit lagi mencapai ketiaknya, aku beralih untuk mencium tangan kanannya, sementara tangan kananku menggantikan tangan kiriku yang tadinya menahan kaos Erin supaya turut menahan posisi tangan Erin tetap di atas.

Kecupanku kini sudah mencapai lengannya, terus bibirku bergesekan dengan kulit lengannya hingga ketika bibirku hampir menyentuh area ketiaknya, aku kembali mengangkat kepalaku. Semakin terasa harum tubuh Erin, semakin terlihat betapa malunya sang bidadari yang telah menjadi istriku ini ketika pikirnya bahwa suaminya hendak menuju ketiaknya batal dua kali.

Kini kuarahkan kedua telapak tanganku menuju ke kaos Erin yang masih tersangkut di kedua tangannya, kuangkat kaosnya, hingga kini terlepaslah kaosnya dari tubuhnya. Tepat ketika Erin hendak menurunkan tangannya untuk menutupi payudaranya yang masih terbungkus bra, kugenggam kedua telapak tangannya kembali ke atas, posisi yang melambangkan kepasrahan Erin padaku, pada posisi itu, kuturunkan wajahku mendekati wajah Erin, kembali kedua bibir kami bertemu. Kami berciuman beberapa menit pada posisi Erin yang pasrah itu, sembari sesekali kumasukkan ludahku pada mulutnya, terlihat Erin masih belum terlalu terbiasa menghadapi ulahku itu, sesekali dirinya reflek merapatkan bibirnya, namun tidak ada perlawanan.

Setelah beberapa waktu berciuman, kini kulepaskan ciuman kami, kedua tanganku yang masih menggenggam kedua telapak tangannya perlahan turun, ke bawah, tepat ketika menyentuh ketiaknya, Erin melenguh “uhhh”, disertai kedua tangannya yang reflek turun kini memegang kedua bahuku, namun kedua matanya tetap menatapku. Melihat reaksi Erin yang seperti itu, aku tersenyum senang, berbeda dengan Erin terlihat sebal dengan imutnya disertai ekspresi malunya yang menggemaskan.

Tanganku terus turun perlahan hingga turun ke samping pinggang yang membuat perutnya mencekung karena geli.
(DEMI, WAKTU ITU UDAH GA SABAR MAU LANGSUNG LEPAS CELANANYA)

no quote
 
Part 48

Tanganku terus turun perlahan hingga turun ke samping pinggang yang membuat perutnya mencekung karena geli.
(DEMI, WAKTU ITU UDAH GA SABAR MAU LANGSUNG LEPAS CELANANYA)

Ketika hendak berada di celananya, kuurungkan niatku untuk langsung melepasnya, kedua tanganku turun ke pahanya, spontan Erin melenguh dan tangannya kini memegang tanganku.

Kuelus-elus dan kuciumi seluruh area pahanya beriringan dengan desah dan pahanya yang mengeras sesekali akibat ulahku. Hingga pada akhirnya, kini celana Erin sudah terlepas dari tubuhnya, menyisakan bra dan cd nya.

Kecupanku naik dari bagian dalam pahanya, ketika hendak menyentuh area vaginanya, ku lewati langsung menuju perutnya yang langsung mencekung, aku bermain-main sebentar dengan bagian lubang pusarnya, kukecup, kujilat, dan jari-jariku bermain disana, sementara Erin hanya bisa melenguh dan tangannya meremas rambutku. Kecupanku naik hingga ketika hampir menyentuh area payudaranya, aku langsung menyergap kedua tangan Erin supaya tertahan ke atas, membuat area ketiaknya terbuka tanpa perlawanan, langsung kuserang dengan kecupan, jilatan, dan terkadang tanganku mengelus-elus bagian itu, membuat Erin teriak-teriak diiringi desahan sembari memanggil namaku.

Erin: ahhh!! abanggg!! ahh.. ahh..

Hingga puas bermain di area ketiaknya, kulihat kembali wajahnya yang malu dan pasrah setelah ketiaknya disergap oleh suaminya. Kini mataku tertuju pada bukit yang masih terbungkus dengan bra, dari arah ketiak, kedua tanganku perlahan menuju ke arah bukit itu, seketika bulu-bulu halus di tubuh Erin berdiri.

Kuawali dengan meletakkan kedua telapak tanganku memegang kedua payudaranya tanpa remasan, seketika Erin melenguh “uhhh” hanya dengan sedikit sentuhan diiringi kedua tangannya yang memegang pergelangan tanganku, kemudian kulakukan remasan pertama yang membuat Erin kembali melenguh disertai remasan tangan Erin pada pergelangan tanganku.

Remasan-remasan itu kulakukan berulang, desah Erin pun mengiringi, hingga pada akhirnya kualihkan kedua tanganku ke belakang tubuhnya, membuat tubuh kami kembali bersentuhan.

Begitu terasa betapa berdegupnya Erin, namun aku tetap melanjutkan perbuatanku hingga, kini terlepaslah pengait bra itu. Aku bangkit melihat wajah Erin yang menatapku dengan begitu sayu, redup, dan begitu terfokus padaku menunggu apa yang akan dilakukan suaminya setelah ini.

Aku melepas kaosku menampakkan bidangnya tubuhku dan cetakan halus pada perutku. Erin memperhatikan tubuhku yang untuk pertama kalinya ia melihatnya ketika hanya dalam keadaan berdua. Aku juga melepas celanaku, hingga kini aku hanya memakai celana dalam. Terlihat begitu menonjol satu titik pada bagian bawah tubuhku, namun Erin masih terfokus pada wajahku.

Ku lanjutkan melepaskan tali branya dari kedua tangannya, namun membiarkan bukit itu tetap tertutup. Kondisi branya yang tanggung membuat Erin begitu malu hingga membuatnya menutup kedua bukit yang masih tertutup bra itu dengan tangannya.

Gue: abang lepas yaa sayaangg…
Erin mengangguk kecil, kini secara perlahan kulepas kain terakhir yang menutupi payudaranya, namun masih tertutup kedua tangannya.
(DEMI APAPUN, WAKTU ITU UDAH DIUBUN-UBUN)

Melihat Erin yang terlihat belum siap, kuturunkan wajahku untuk mengecup keningnya, kembali kudekap tubuhnya dengan posisi tangannya yang masih menutupi payudaranya.
(HALUS BANGET KULITNYA ASTAGAAAA)

Begitu terasa betapa halus dan lembutnya kulit Erin, untuk pertama kalinya aku mendekapnya tanpa sehelai benang pun menutupi bagian tubuh kami kecuali CD, bahu, perut, paha, bagian tubuh itu benar-benar saling bersentuhan tanpa ada yang menghalangi.

Beberapa saat kemudian, tangan Erin yang tadinya menutupi payudaranya, mulai terasa tidak terlalu kaku lagi, perlahan bergeser mulai membalas pelukanku, MEMBUAT BAGIAN DADAKU YANG BIDANG ITU MULAI MERASAKAN DUA TONJOLAN KECIL YANG CUKUP KERAS NAMUN KENYAL MENEMPEL LEMBUT.

Rafael yang kini hanya terbalut celana dalam dan menempel pada bagian paling privat pada tubuh Erin tetiba merasakan kelembaban di sana.
(WAKTU ITU PENGEN LANGSUNG TEKEN ASTAGAAA, TAPI HARUS TAHAN DULU)

Aku bangkit dari pelukan itu, menatap istriku yang sudah semakin pasrah, kukecup kembali keningnya, kelopak matanya, kedua pipinya, bibirnya. Lalu bangkit kembali, secara perlahan menatap ke bawah untuk melihat kedua bukit dan pucuk yang sudah tidak terlapisi apapun itu.

Namun bidadari itu kembali menutupi payudaranya dengan tangannya.

Gue: Erin mbull istriku sayangg, abang, suamimu boleh liat ya?
Wajah Erin sudah begitu merah, dirinya terlihat gugup, malu, pasrah, dan ketika kuucapkan kalimat itu, seketika luluh, hingga secara perlahan, kedua tangannya melepaskan apa yang ditutupinya.

Terlihatlah, bukit putih, mulus, pas digenggam itu, beserta pucuk mungilnya, itu, berwarna pink coklat muda. Melihat ekspresiku yang sedemikian berubah, Erin kembali menutupi bagian itu dengan malunya dan memanggil namaku.

Gue: abangghh…
Seolah tatapanku cukup untuk memberikan stimulus pada bagian yang sudah sedemikian tegap, keras, padat dan kenyal itu.

Tanganku kini mengelus lengan Erin untuk membuatnya tenang sembari kuciumi lehernya, belikatnya, dan area tepat di sekitar payudaranya, “uhh, uhh, uhh, abangghh” begitu desah, hingga pada satu titik, kini Erin melepaskan apa yang ditutupi oleh tangannya.

Rafael merasakan area privat itu semakin lembab beriringan dengan kepasrahan Erin.

Karena dari tadi kuciumi leher, belikat, dan area sekitar payudaranya, kini aku melihat pucuk pink kecoklatan itu dari jarak yang sangat dekat, terasa pula nafas Erin yang kini sudah memburu, disertai beberapa kali kedutan pada area privatnya.

Gue: boleh?
Izinku pada sang pemilik payudara untuk menguasai bukit itu.
Erin mengangguk kecil.

Setelah mendapat izin dari pemilik benda padat pas digenggam itu, kini aku pun bermain-main pada area itu, kuelus, remas, cium, hisap, jilat, tanpa menyentuh putingnya sedikit pun yang kini sudah tegap, padat maksimal membuat Erin tidak hanya mendesah, namun tubuhnya meronta ke kanan kiri sembari meremas-remas rambutku, alas kasur kami dan tanpa henti mendesah dan memanggil-manggil namaku. Rafael kini tidak hanya merasakan kelembaban, namun juga merasa basah meskipun kedua bagian privat itu masih terlapisi kain terakhir yang ada di tubuh kami berdua.

Aku bangkit, membuat sang bidadari yang menyadari aktivitas di payudaranya berhenti, kini dirinya menatap suaminya, yang hendak meminta izin lebih jauh, namun kedua tangan suaminya masih dengan nakalnya mengelus-elus area sekitar puting yang juga berwarna pink kecoklatan itu, jarinya bergerak melingkar di areola, membuat rangsangan tidak berhenti, seolah tidak ingin sang pemilik pucuk bukit itu memberikan penolakan.

Gue: yang ini boleh ya mbull?

Erin yang menatapku sembari terus mendesah seolah tidak ada pilihan lain, kini dirinya tidak hanya mengangguk kecil, namun juga sedikit bertenaga karena libidonya yang terus dipancing oleh suaminya.

Tepat ketika Erin mengangguk, aku langsung mencapit putingnya dengan lembut, tubuh Erin pun tersentak dengan desahnya “AUHH”. Kembali kini dirinya tidak hanya meronta, namun tersentak berulang kali karena suaminya mengecup, menjilat, menghisap, mencapit, memilin, menyentil, menekan dan menarik-narik putingnya, membuatnya mendesah lebih keras, meronta lebih bertenaga, memanggil-manggil nama suaminya lebih keras.

Erin: AHH UHH ABH ANGG PELAANN SAYANGG…
Namun suaminya tetap memangsa putingnya tanpa ampun, hingga Erin semakin pasrah.

Setelah puas mempermainkan putingnya, tatapan Erin semakin redup, bertambah sayu, begitu pasrah menatapku yang kini kedua tanganku sudah berada di sisi kiri kanan celana dalamnya, hendak melepas kain terakhir di tubuhnya.

Dengan bibir sedikit terbuka, tanpa kuminta izin, dirinya mengangguk tanda persetujuan.

Kini terlepaslah kain terakhir, membuat suaminya kini dapat menatap bagian paling privat itu. Sontak tangan kiri Erin menutupi bagian paling privat itu. Aku langsung menciumi punggung tangan Erin yang sedang menutupi bagian itu, hingga secara perlahan, tangannya pun bergeser ke samping tubuhnya.

Kini terlihatlah bagian paling privat itu, MULUS TANPA BULU, WANGI, DAN BEGITU INDAH DENGAN GARIS LURUS tanda meskipun kakinya dalam keadaan terbuka, namun bagian itu masih begitu rapat.

Aku masih dapat merasakan betapa basahnya celana dalamnya yang masih berada di tanganku ini, Rafael pun masih sedikit basah dengan cairan dari sana.

(ASLI, WAKTU ITU MAU LANGSUNG COBLOS AJA)

Begitu indah tubuh bidadari ini tanpa terlapisi sehelai benang pun, untuk pertama kalinya aku melihat Erin, tanpa mengenakan apapun, terlentang pasrah.

Aku pun turut melepaskan kain terakhir di tubuhku, kini kami berdua benar-benar tanpa sehelai benang pun. Selesai melepaskan celana dalamku, Aku baru sadar bahwa Erin, kini sedang melihat ke arah Rafael yang sudah tegak maksimal mengacung ke atas.

Terlihat Erin begitu ngeri namun masih tetap menatap penisku.

Aku pun merebah di sebelah kanan Erin, mendekapnya dengan tangan kiriku yang melingkar di lehernya, mencium bibirnya, sembari meletakkan tangan kananku di perutnya, perlahan menuju ke bawah diiringi desah Erin seiring pergerakan tanganku, menuju ke vaginanya.

Aku meremas area pubisnya, bermain disana perlahan, tangan kiri Erin memegang tangan kananku. Tangan kanan Erin yang menempel di tubuhku pun hendak memegang tangan kiri ku yang sedang meremas-remas pubisnya, namun tidak sengaja menyentuh Rafael, membuat Erin reflek menjauhkan tangannya.

Tangan kanan Erin tidak memiliki ruang untuk merebah, karena tiap kali turun, pasti menyentuh penisku yang menempel di pinggulnya.

Perlahan namun pasti, setelah puas meremas-remas pubisnya, tangan kananku turun menuju garis lurus di tengah itu. Baru saja tersentuh sedikit, Erin langsung mendesah “AHHH~” lebih merdu dari biasanya.

Dengan perbuatanku yang terus mendorong libidonya untuk terus meningkat, akhirnya, Erin yang sedari tadi tak sengaja menyentuh penisku, mulai menggenggam penisku dengan ujung-ujung jarinya.

Ketika ujung jariku menyentuh bagian klitorisnya, seketika Erin reflek menggenggam pergelangan tangan kananku dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya pun menggenggam penisku, di saat tubuhnya tersentak.

Tak sampai 5 menit berlalu, Erin mendesah-desah, menggenggam penisku, pinggulnya pun tersentak beberapa kali, hingga tubuhnya sedikit bergetar.

Disela getar tubuhnya,
Erin: abangghhh, ahh! akuhh mau pi… phiss!

no quote
 
Part 49

Disela getar tubuhnya,
Erin: abangghhh, ahh! akuhh mau pi… phiss!

Aku langsung menghentikan aktivitasku, bergerak ke atas tubuhnya, meletakkan penisku tepat di depan vaginanya. Erin hanya menatapku, terlihat dari ekspresinya merasakan ada sesuatu yang hilang, dirinya juga ke bagian bawah tubuhnya, serta penisku yang hendak memasuki bagian paling privatnya.

Kedua tangannya memegang lemas kedua tanganku.

Gue: Erin mbull ku sayang.
Erin: iyahh abangg..

Dengan gugup disertai nafsu yang sudah benar-benar dipuncak ubun-ubun, aku terbata-bata bertanya pada Erin ketika hendak memasuki sesi puncak dari aktivitas ini.
Gue: apa kamu… bersedia… memberikan keperawan kamu… untuk suamimu ini?

Erin tertawa kecil karena gemas melihatku bertingkah seperti itu.
Kedua tangannya yang tadi memegang tanganku, kini memegangi kedua pipiku, dan menjawab,
Erin: iya abang, aku, istrimu bersedia memberikan keperawanannya untuk Egi, suaminya.

Gue: abang mulai pelan-pelan ya.

Kugesek-gesekkan dulu kedua bagian tubuh paling privat kami, Erin melenguh, kemudian mendesah. Kutekan perlahan penisku, bagian yang masih terlihat lurus itu, perlahan mulai terbuka.

Kemudian kulihat ekspresi Erin yang tangan kirinya mengatup di depan tubuhnya, telapak tangannya mengepal, kepalan tangannya tepat berada di depan bibirnya, IMUT BANGET ASTAGA. Sementara tangan kanannya memegang lengan kiri suaminya yang sedang menopang tubuhnya, yang sedang berusaha memasukkan penisnya dibantu dengan tangan kanan.

Perlahan namun pasti, penisku semakin masuk, membelah, SANGAT SEMPIT.
Erin: awh! abangg sakittt… huhuhu.
Erin mulai merasakan kesakitan dan menitikkan air mata.

Gue: sabar ya sayaang, sedikit lagi.
Erin: takut huhuhu, gede banget.
Erin: muat ga sih bang? huhuhu.

Ditanya begitu, bukannya iba, aku merasa seperti mendapatkan pengakuan.
Ketika baru seluruh kepalanya saja yang masuk, semakin sempit pula rasanya, langsung terasa ada sesuatu yang menghalangi. Tepat ketika kepala penisku menyentuh bagian itu, Erin mengaduh kesakitan.

Erin: ahh! sakittt!

Karena sudah merasa aman, aku merebahkan tubuhku, menindih tubuh Erin, membuat kedua tangannya kini menekuk di depan tubuhku, kedua telapak tangannya memegang bagian depan bahuku, aku menciumi keningnya.

Gue: sedikit lagi ya sayang.
Meskipun sudah sangat basah, namun sangat wajar jika Erin masih merasa kesakitan.
Kubiarkan vaginanya terbiasa dengan keberadaan kepala penisku.

Setelah Erin sudah kembali tenang,
Gue: abang lanjut ya rin.
Erin mengangguk kecil.

Dengan sedikit tenaga, kudorong lagi hingga akhirnya tertembus lah selaput daranya diiringi dengan rintih kesakitan Erin.
Erin: ahhhhhhwh sakitttt huhuhu…

Aku merasakan penisku benar-benar diremas, sempit, membuatku ingin mendorong lagi, hingga aku merasa mentok.

Gue dalem hati: ANJIR, INI BELOM MASUK SEMUA UDAH MENTOK.

Kulihat ke arah bawah, terlihat masih 1/3 sisa batang penisku yang belum masuk. Terlihat juga darah yang mengalir keluar dari dalam vagina Erin.

Kutindih lagi tubuh Erin yang masih menangis kesakitan, ku kecup keningnya sembari menikmati remasan yang sedemikian rapat dan ketat di dalam vaginanya. Posisi tangan Erin masih menekuk di depan tubuhnya, namun kini tidak lagi memegang bahu bagian depanku, melainkan mengepal tanda dirinya merasakan sakit setelah kuperawani.

Kudekap dirinya, kuelus-elus rambutnya, bahunya, kembali kukecup kepalanya, keningnya, kedua kelopak matanya, hingga ketika kedua kepalan tangannya mulai terbuka dan mulai menyentuh bahu depanku.

Gue: abang mulai gerak pelan ya sayang.
Erin: iya sayang.

Kutarik perlahan penisku, seketika tangan Erin memelukku dan meremas bahuku dari belakang.
Erin: emmmmhhhh….
Begitu desahnya diiringi rasa sakitnya.

Kulanjutkan memompa tubuhnya perlahan sembari mendekapnya dan menciumi bibirnya.

Tak sampai dua menit kulakukan gerak maju mundur perlahan, tubuh Erin mulai bergetar.
Erin: emmhh.. abangghh.. aku… mau…
Belum sempat Erin menyelesaikan kalimatnya, kedua tangan Erin meremas kedua bahuku dari belakang, kedua kakinya hendak merapat, namun karena kakinya merasa tanggung, akhirnya Erin melingkarkan kakinya ke belakang pinggangku.

Penisku terasa disembur oleh sesuatu.

Erin: aahhhh… AHHHHH… ABANGGHHH… AHHH INI AKU DIAPAIN...
Inilah yang aku inginkan, yaitu orgasme pertama istriku diperoleh dengan dengan penis, bukan dengan jari, ataupun mulut.

Gue: enak mbull?
Tanyaku disela-sela orgasmenya Erin.

Erin: ahhh iyaa abangg… ahhh enakk…
Jawab Erin wajahnya yang terlihat merasa lega.
Orgasme pertama adalah orgasme yang akan paling diingat, sayang rasanya jika orgasme pertamanya pakai jari atau mulut. Selain itu, orgasme pertama yang diraih dengan penis juga akan membuatnya teringat terus dengan penis pertamanya.

Aku tidak menyangka bahwa keinginanku dan fantasiku untuk membuat Erin, istriku, meraih orgasme pertamanya dengan penisku benar-benar terwujud. Itulah sebabnya ketika tubuh Erin bergetar saat akan orgasme ketika foreplay tadi, aku sengaja berhenti.

Dan fantasiku berikutnya adalah, orgasme pertama yang baru dialami dengan penis itu, tidak lantas membuat pompaan langsung berhenti. Melainkan genjotan masih terus berlanjut, hingga Erin merasakan ngilu karena baru saja meraih orgasmenya, rasa ngilu ini akan terus diingat.

Genjotan yang tadinya pelan, bukannya berhenti saat Erin orgasme, justru semakin cepat, membuat Erin merasakan ngilu yang begitu nikmat untuk pertama kalinya di dalam hidupnya.

Erin: AHH! OHH! ABANGG! AHH PIPIS AKU GA BERHENTI!
Erin: AHH! SHH-TOOPP DULU ABANGG! AHH AHH AHH.

Semakin kencang genjotanku, semakin terdengar suara becek akibat beradunya kedua bagian privat kami. Semakin erat pula pelukan dan remasan Erin padaku, semakin ketat pula lingkar kaki Erin pada pinggangku, semakin meringis pula wajah Erin namun tetap dengan matanya yang sayu, bibirnya yang sedikit terbuka, semakin kepayahan pula ekspresinya.

Erin: ahh ahh ohh inihh ahh rasanya penuh banget ahhh.
Erin: AHH PIPIS LAGI OHHHHHHHHHHH

Erin mengejang, kali ini kejangnya lebih kuat dari sebelumnya.
(GA ADA SEMENIT LHOO INI, SAMPE 2X)

Aku tetap menggenjot, mengobrak-abrik vaginanya tanpa henti. Sampai pada satu titik, aku merasakan kedua selangkangan kami mulai bertemu.
Gue dalem hati: LAHH INI MAKIN DALEM ATAU GIMANA?
Mengetahui hal itu, semakin bernafsu aku mengeluar-masukkan penisku pada vaginanya.

Baru saja 5 menit berlalu sejak di mulai, aku merasakan remasan dan pijitan yang begitu kuat, aku merasa penisku mendapatkan hisapan yang sedemikian keras. Erin terlihat sudah sangat kepayahan.

Erin: ahhh lagihhh….
(Maksudnya mau keluar lagi, tapi Erin sudah terlalu lelah untuk melanjutkan ucapannya)

Untuk ketiga kalinya, Erin mengejang, namun kali ini, aku tidak hanya merasakan semburan pada penisku, tapi juga selangkanganku.
(Waktu itu gatau kalo itu namanya squirt)

Erin sampai menapakkan kakinya di kasur berusaha mengangkat pinggulnya yang sedang kupompa, namun tidak berdaya, sehingga hentakannya ke atas justru membuatku semakin merasakan kenikmatan.

Aktivitas kami sudah akan memasuki menit ke-10, aku merasakan sesuatu akan keluar dari penisku. Aku sudah tidak sanggup lagi menahan diri, genjotanku kini kulakukan sekeras mungkin, Erin pun untuk kesekian kalinya gagal menahan pipisnya.

Orgasmenya yang ke-4 kali ini membuat Rafael hendak mengeluarkan apa yang selama ini disimpan. Hentakan demi hentakan pada titik terdalam semakin bertenaga, hantaman terus menerus pada serviks Erin semakin kuat.

Tepat ketika kedutan orgasme ke-4 berhenti, kini giliranku untuk merasakan ejakulasi.

Gue: AHHHHHHHHH!

Kukeluarkan seluruh spermaku tepat di titik terdalam, pada serviks Erin, melepaskan seluruh benih menyembur langsung memasuki rahim Erin. Tidak kusangka Erin kembali orgasme membuat aku yang sedang berejakulasi kini merasakan ngilu nikmat dan merasa semburannya semakin deras hingga spermaku meluber keluar tanda rahim Erin tak mampu menampung banyaknya benihku. Bahkan spermaku meluber keluar dari vaginanya tanda begitu banyak benih yang kukeluarkan pada ejakulasi pertamaku.

Di orgasme ke-5nya, Erin sudah tidak sanggup berkata apapun lagi. Tangannya hanya tertekuk lemas dengan kepalan lemah, kakinya hanya menjepit pelan pinggangku. Matanya mengawang seolah kehilangan kesadaran.

Setelah keluar bareng yang begitu nikmatnya, tubuhku ambruk menimpa tubuh Erin. Vagina Erin masih meremas-remas penisku yang masih mengeluarkan sisa-sisa sperma di dalamnya.

Setelah bersama memperoleh kenikmatan, kami berdua tertidur dalam keadaan tubuhku menindih tubuhnya, dan penisku masih berada di dalam vagina Erin,

Sungguh 10 menit singkat yang begitu melelahkan.

Kami berdua sama-sama kelelahan melewati beberapa hari menyiapkan acara pernikahan dan belum istirahat setelah resepsi di hari itu. Namun rasa lelah itu seolah terbayarkan dengan malam pertama yang singkat namun memuaskan itu.

no quote
 
Wiuhhh congrats hu.

Disaat zaman sekarang susah bgt buat gak khilaf ke pacar sendiri. Tapi lu bisa.. nicee
Khilaf kissing sih udah sering.
Akhir yg di tunggu²😊
Terimakasih suhu untk cerita
semoga sehat slalu biar bsa buat cerita sebagus dan semenarik ini lagi :beer: :cendol:
Amiin.
Sampe lupa sama erin..... Btw..... blm tamat kan?
Belum, sebetulnya setelah part 49 pun masih ada yang akan diceritakan.
Apakah the end nih cerita?
Waktu yg lama untuk menunggu
Baru aja update nih.
Terima kasih hu... Keren bisa tahan sampai akhir
Sefrekuensi dan ada keinginan ngertiin satu sama lain, bisa awet suhu.
Selama cerita ini mandek kmrn gw ada kali 3 / 4 kali marathon baca ulang dr awal wkwk krn suka sm jalan ceritanya , ditunggu update berikutnya suhu
Thanks lho sampe maraton lebih dari sekali.
Baru beres baca dari awal.. Seru... Ngalir banget ceritanya...
Nih ada lanjutannya suhu.
Duh gemes sm rika
Yang diceritakan disini adalah Rika kalau sedang waras.
Kalau sedang kumat, galak ngalir ke mulut suhu, pedes omongannya wkwkwk.
Fiks. Baper gw baca ni cerita. Dan masih penasaran kisah buka segel si embul yg gatau bakal masuk epilog apa kaga wkwk. Ditunggu update nya suhu
Awas jatuh cinta.
maaf ya suhu ga like semua part nya, susah sinyal, dulu udah pernah baca, dan hari ini baca lagi dr awal. semoga masih dilanjutkan meskipun ada kesibukan RL. Sukses terus.
Santai suhu, memang sengaja request like aja. Kalau TS belum hadir tapi komennya banyak, bisa kena lock threadnya.
Baru nemu, maraton dua hari, liking it. Slow build up tanpa ekse ampe part 45, dan ujungnya kentang...

Bangsat!





Bangsat di sini pujian, hu. Ceritanya keren menghanyutkan, ga asal buru2 ekse, suka banget ma cerita tipikal gini...

Emang itu part 45 berakhir kentang. Kita2 pasti masih berharap apdet, dah lama gini. Tapi untuk sebuah cerita, bisa lah ini dianggap tamat juga, endingnya bagus kok...






Masih berharap apdet sih tapi. Hahahaha...

Stay safe and healthy, hu...
Semoga maratonnya berlanjut ya, sudah update soalnya. Menuntaskan yang sebelumnya kentang.
Berarti belum baca cerita sebelumnya yang sudah dihapus nih ya. Cerita dari pemilik akun ini yang satu lagi.
 
Akhirnya
Setelah menunggu pembangunan candi prambanan yang dilakukan bandungbondowoso tak kunjung usai.
Bisa kembali membaca sepenggal kisah bersejarah 🙏🙏🙏🙏
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd