Part 25
Melihat kondisi Erin yang masih ‘terguncang’, gue mendekati Erin lalu mengelus lembut pundaknya untuk menenangkan batin yang tidak siap.
Gue: ga harus sekarang kok rin.
Erin: besokk.. Orang tua aku mau ke sini tanteeh..
Oke kali ini gue yang ga siap.
NG: oh yaa? Jam berapa??
Erin: besok pagii..
NG: wahhh baguus. Besok tante sama om juga ke sini deh.
Gue dalem hati: Aduhh mati gue.
NG: pasti orang tua kamu khawatir banget ya sama kamu.
Malam harinya
GUE MERINDING!
Masih teringat dengan jelas saat bokapnya Erin mergokin gue sedang menatap ke arah putrinya yang berdaster. Sangat tajam!
Ciut sih engga, awkward aja jadinya.
Lalu esok hari gue harus bertemu dengan orang tuanya kembali yang rasanya tidak mungkin untuk sekali datang langsung pulang. Pastilah setidaknya mereka menginap satu atau dua hari.
Gue hanya duduk bersandar di sofa dengan kepala mendongak ke atas sembari memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam, lalu keluarkan secara perlahan.
Dari arah kamar gue yang kini menjadi kamar tidur Erin, Erin keluar dari kamar itu menghampiri gue dengan dasternya yang benar-benar membuat gue sulit mengatur mata untuk tidak melihatnya.
Erin: yangg~~
Ucap Erin manja sembari duduk di sebelah kiri gue lalu menyandarkan kepalanya ke bahu gue.
Erin: gimana yaa besok.. Aku bingung masa..
Gue dalem hati: lah jadi dia yang bingung wkwk.
Gue pun menyambut sandaran Erin dengan melingkarkan lengan kiri gue ke pinggangnya. Entah pikiran ini datang dari mana, namun tiba-tiba terpikir oleh gue.
“Ramping sekali pinggangnya..”
Pikiran iseng pun muncul, dengan jari telunjuk, gue tekan sedikit bagian pinggangnya.
Erin: ah!
Desah Erin sembari menegakkan tubuhnya yang ramping itu.
“Aduhh suaranya toloooonggg! Astagaa imut banget.”
Erin: aah~ abang!
Ucap Erin sembari memukul lengan kiri gue dengan tangan kirinya dengan kesal imutnya namun pipinya yang memerah karena keisengan gue.
Gue pun hanya tersenyum geli melihat tingkah Erin yang seperti itu. Erin yang menyadari bahwa dirinya baru saja dinakalin oleh pacarnya langsung merapatkan kedua lengannya ke samping pinggangnya supaya tidak gue kelitik lagi meskipun tangan gue masih berada di pinggangnya, lalu Erin merapatkan kakinya.
Gue: putri kesayangan ayahnya aja bingung, gimana pacarnya yang kena ultimatum..
Mendengar itu Erin langsung tertawa kecil, manis dan imut sekali melihatnya.
Setelah itu kami saling tatap, Erin menundukkan wajahnya karena malu ditatap oleh pacarnya sendiri. Entah dorongan dari mana namun perlahan gue mendekatkan wajah gue ke wajah Erin.
Erin memejamkan mata mengetahui apa yang diinginkan dan apa yang akan dilakukan pacarnya.
“Cupp”
Kecup gue pada kening Erin. Kemudian gue kembali menatap mata Erin dalam-dalam. Sedangkan sang pemilik mata yang indah dan jernih itu hanya mampu menatap tak sampai satu detik lalu kembali menundukkan pandangannya. Kembali gue mendekat, kali ini bibirku ke bibirnya.
“Cupp”
Hanya kecup singkat, kembali diriku menatap wajahnya lagi. Namun kini wajah bidadari itu sudah sangat merah sembari memejamkan matanya, menunjukkan kepasrahannya padaku.
Kami pun berciuman, kedua bibirku mengapit bibir atasnya dengan lembut, kemudian menggigit lembut ujung bibir atas yang terletak di tengah ini.
“Cpphh”
Sembari menggigiti dan mengapit bibir atas Erin, aku mengeratkan rangkulanku pada pinggangnya. Tangan kiri Erin pun perlahan menuju bagian kanan dadaku dengan lembut. Suara decakan ciuman kami semakin terdengar. Kini tangan kananku menuju ke pipi kiri Erin mengelusnya dengan lembut.
“Emmhh”
Desah lembut Erin yang semakin larut dalam ciuman itu.
Setelah mengelus lembut pipinya, tangan kananku menyelah rambutnya ke belakang telinganya sembari mengelus bagian belakang telinganya.
“Ummh!”
Desah Erin saat jemari tangan kananku mengelus bagian telinganya. Tubuh Erin pun seperti tersentak merinding seperti saat diriku mengelus punggung telapak tangannya yang memiliki bulu-bulu halus itu.
Di saat tersentak merinding, tangan kiri Erin yang tadi berada di dada kananku secara reflek berpindah ke bahu dan meremas bahuku, dan di saat yang bersamaan kedua bibir Erin dengan reflek mengapit bibir bawah agak keras.
Aku yang kaget dengan respon Erin yang seperti itu pun turut mengapit bibir atasnya juga dengan agak keras.
Ciuman kami semakin panas, ditambah tangan kananku yang semakin menjadi-jadi mengelus bagian telinga belakang Erin.
“Emmhh… emmhh..” desah Erin semakin panjang dan semakin meningkat intensitasnya.
Ketika tangan kananku mencoba turun menyentuh bagian leher samping yang agak kebelakang itu dengan lembut.
“Emmh… bangg!” desah dan pekik Erin dengan tangan kirinya yang tadi meremas bahuku dengan segera menggenggam lengan kananku yang nakal itu. Diiringi dengan sedikit menjauhkan kepalanya disertai tubuhnya yang tersentak-sentak akibat merinding yang diakibatkan jemariku.
Ciuman kami pun terlepas sejenak, aku menatap wajah Erin yang sudah sangat merah padam itu. Aku sedikit mendekatkan bibirku ke bibirnya lagi yang kini disambut dengan Erin yang turut menyambut kedatangan bibirku pada bibirnya.
Aku mulai menyadari debar jantungku yang sudah sedemikian keras dan cepat. Di saat aku mendekatkan wajahku pada wajahnya, tangan kananku memegang, ibu jari ku mengelus lembut bagian bawah kiri dagunya, jari telunjuk jari tengahku mengelus lembut bagian belakang telinganya, dan jari manis serta jari kelingkingku mengelus lembut bagian belakang lehernya.
“eesssshhhh”
Desis Erin panjang disertai sedikit memiringkan kepalanya ke arah kiri geli akibat perbuatan nakal jemariku pada titik-titik sensitifnya.
Suara decak ciuman kami pun semakin terdengar dan sangat jelas. Demikian juga suara desah lembut dan menggemaskan Erin semakin jelas terdengar olehku.
Terjadi perang batin dalam diriku apakah harus melanjutkan, karena demi apapun.. Mendengar suara desah erin yang lembut, imut dan menggemaskan itu bikin hasrat gue berontak asli ga boong wkwk.
Namun memori akan kebaikannya, tingkahnya yang imut, lucu dan menggemaskan, serta senyumnya yang begitu polos, murni dan sanggup menghilangkan seluruh beban pikiran gue saat melihatnya benar-benar membuat hati gue luluh sejadi-jadinya.
Jadilah diriku memilih untuk perlahan menaikkan jemariku yang sedari tadi menyentuh titik-titik sensitif itu naik kembali memegang pipinya dan ibu jariku mengelus lembut pipinya dengan penuh cinta.
Sementara tangan Erin yang sedari tadi menggenggam lengan kananku dengan erat perlahan mulai melemah. Ciumanku di bibirnya pun kuturunkan tingkat agresifitas dan temponya, secara perlahan aku menaikkan ciumanku ke hidungnya, kemudian kelopak mata kanan dan kirinya, terakhir adalah keningnya.
“Aku sayang banget sama kamu rin.”
Kalimat itu keluar begitu saja dari lubuk hatiku yang saat itu menang perang atas hasratku.
Erin yang mendengarnya pun menitikkan air mata dan memejamkan matanya dalam-dalam. Kembali kukecup kedua kelopak matanya.
“Aku juga sayang banget sama bang Egi~”
Ucapnya lemah.
Sebagai penutup momen tersebut, tangan kiriku mengeratkan rangkulannya supaya tubuh Erin semakin dekat padaku. Tangan kananku mengelus lembut rambutnya yang disambut dengan Erin menyandarkan kepalanya pada dada kiriku.
Entah berapa lama kami berada pada momen itu, hingga akhirnya kami berdua tertidur.
Erin tertidur dalam dekapanku dan aku mendekapnya erat dalam tidurku.
Kami berdua tertidur di sofa malam itu.
Arc II Selesai