Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I M P I A N 1

silahkan

  • dijawab sebisanya

    Votes: 347 45,6%
  • pertanyaan yang berkaitan dengan cerita

    Votes: 538 70,7%

  • Total voters
    761

BAGIAN 6
HARI BARU




Intan


“mau berangkat ya.?” tiba – tiba Intan muncul dari arah belakangku, ketika aku berkaca didepan lemariku.

“cok, ngagetin aja kamu itu.” ucapku yang terkejut sambil melirik kearah Intan yang sekarang berjalan kearah sampingku. Aku lalu merapikan kemeja baru yang aku kenakan, yang dibelikan ibuku waktu itu.

“ih, kok kasar banget sih jadi cowo.” Ucap Intan dengan suara yang sedikit manja.

“kamunya juga gitu, kenapa ngagetin.?” Tanyaku tanpa melihat kearahnya, lalu aku mengaitkan kancing kemejaku yang paling atas, dekat dengan leherku.

“hihi.” Tawa Intan yang terdengar merdu.

“kamu kok bisa muncul pagi – pagi begini sih.?” Tanyaku.

“emang aku demit, jadi ga bisa keluar siang.?” Ucap Intan dan aku langsung melihat kearahnya.

“kalau kamu bukan demit, emangnya kamu jenis mahluk apa.?” tanyaku.

“ada deh. Hihihi.” ucap Intan lalu tersenyum dengan manisnya.

Gila, wanita ini memang sangat cantik sekali. tapi sayang dia sudah mengakhiri hidupnya. Coba dia masih hidup. Arrgghh, kok ngelantur ya pikiranku.?

“ada deh apa nya.?” Tanyaku.

“apa ya.?” ucapnya dengan jari telunjuknya menyentuh bagian pipinya dan matanya melirik keatas. Uhh, cantik kamu tan, cantik banget.

“sudah ah, ga usah dibahas.” Ucap Intan lalu menarik pundakku pelan, sampai tubuhku menghadap kearahnya. Aku hanya mengikuti gerakannya, sambil menatap wajah manis Intan.

Intan lalu membuka kancing bagian paling atas yang baru saja aku kancingkan, lalu dia menggosok kemeja bagian dadaku dengan telapak tangannya, sehingga kemejaku tidak terlalu kusut.

“beginikan kelihatan ganteng plus rapi.” Ucap Intan dengan tatapannya yang sangat menggetarkan hatiku.

Kata – kata Intan itu terus terang membuatku langsung tersanjung, dan aku suka sekali caranya memperlakukan aku dengan lembutnya seperti ini.

“kamu bisa menyentuh aku.?” tanyaku untuk menurunkan hatiku yang sedang melayang ini, sambil menatap kearah matanya yang indah itu.

“kenapa.? Gak suka disentuh wanita cantik.?” Tanyanya balik, sambil mendekatkan wajahnya kearahku dan membuat kecantikan wajahnya, semakin menjadi. Kedua telapak tangannya pun menempel didadaku, seolah membelai isi hatiku dan membuat suasana hatiku sangat adem sekali.

“apasih kamu itu.?” ucapku sambil melihat kearah yang lain, karena aku takut jatuh cinta sama mahluk yang berbeda alam ini.

Gila, walaupun dia itu berbeda alam, tapi kalau dia cantik dan lembut seperti ini, apa gak langsung hati ikut bermain.? Apalagi dia type wanita yang perhatian. Buktinya dia merapikan kemejaku yang agak berantakan ini.

“Lang, cepet cok. ngeloco ta awakmu nde njero.?” (Lang cepat cok, colikah kamu didalam.) teriak Joko dari luar kamarku.

“sabar cok.” ucapku sambil melihat kearah pintu, lalu melihat kearah Intan lagi.

“dah, aku kempus teknik kita dulu. Aku mau daftar kuliah.” Pamitku kepadanya, lalu aku membungkuk dan mengambil tas punggungku yang ada didekat kakiku. Setelah itu aku berdiri lagi tepat dihadapan Intan.

“iya, hati – hati ya. semoga lancar dan sukses.” Ucap Intan, lalu.

CUPPP.

Dia mengecup pipi bagian kananku dengan sangat lembutnya. Bibirnya yang tipis dan menggoda itu, terasa sangat dingin tapi mampu menghangatkan suasana pagi yang dingin dikota pendidikan ini.

“kenapa pakai nyium segala sih.?” ucapku sambil melotot kearahnya.

“biar kamu ingat, kalau ada aku yang menunggu disini.” Ucapnya lalu tersenyum dengan manisnya.

“kaya istriku aja kamu itu.” gerutuku lalu aku berjalan melewatinya, yang terus tersenyum mengantarkan kepergianku pagi ini.

“Lang, jangan menganggap kalau aku mengikatmu dengan suatu ikatan. Kamu bebas melakukan apapun, karena kamu punya cinta dan kehidupan diluar sana.” Ucap Intan dan aku langsung menghentikan langkahku, lalu aku menoleh kearahnya.

Wajahnya terlihat makin cantik saja, dengan senyum yang terus tersungging dibibir manisnya.

“tapi diluar loh ya, bukan didalam rumah ini. hihi.” Ucap Intan lagi lalu dia tertawa pelan sambil menutup mulutnya.

“asuu,” makiku sambil menggelengkan kepalaku pelan, lalu aku menolehkan kepalaku kearah pintu kamarku lagi.

Aku lalu membuka pintu kamarku dan keluar kamar. Dan ketika aku menutup pintu kamar, Intan melambaikan tangannya kearahku dengan tetap diiringi senyum manisnya.

Ya ampun, kok bisa seperti ini sih.?

“ayo cok, lapo koen ngadek dingarep lawang iku.” (Ayo cok, ngapain kamu berdiri didepan pintu itu.) ucap Joko yang berjalan kearah pintu kosan.

“sabar cok, lapo koen kesusu.? Kate ndelok susune Bi Ati ta.?” (sabar cok, kenapa kamu terburu – buru.? Mau lihat susunya Bi Ati kah.?) ucapku dengan tetap berdiri didepan pintu kamarku dan melihat kearah Joko.

“ehem.” Terdengar suara Intan dari dalam kamarku dan aku langsung melihat kearah pintu kamarku yang sudah aku tutup ini.

“iyo cok, seger lek isuk – isuk ngene iki sarapan susu.” (iya cok, segar kalau pagi – pagi begini sarapan susu.) Jawab Joko sambil membalikan tubuhnya dan melihat kearahku.

Joko terlihat rapi dengan kemeja dan celana levisnya yang ketat dipaha, serta lebar dibagian pahanya. Sepatu dokmar yang dipakainyapun, semakin membuatnya terlihat parlente.

“iyo, opo maneh ditambah susune Bu Har, tambah gurih cok. hehehe.” (iya, apalagi ditambah sama susunya Bu Har, tambah gurih cok. hehehe.) Ucapku sambil melirik kearah kamarku yang tertutup, untuk menggoda Intan yang bersuara tadi.

“terus ya, terus. Belum pernah ngerasain sarapan susu wanita dari alam lainkah.?” ucap Intan dengan suara yang terdengar meraju dan langsung membuatku terkejut.

“asuu, hahaha.” Maki Joko lalu tertawa.

Untung kamu gak bisa dengar suaranya Intan Jok. kalau kamu bisa dengar, mungkin kamu langsung minggat dari kosan ini. Bukan hanya keluar dari kosan ini, tapi mungkin langsung pindah keplanet mars. Hehe.

Akupun langsung melangkah kearah Joko sambil menggelengkan kepalaku pelan.

“cok, lapo koen godek – godek.? Gulumu teyengan ta.?” (Cok, kenapa kamu geleng – geleng.? Lehermu sakit kah.?) ucap Joko yang membuka pintu kosan.

“lek teyengen, gak iso godek – godek cok.” (kalau sakit, gak bisa geleng – geleng cok.) ucapku sambil melangkah keluar kosan dan Joko langsung mengunci pintu kosan.

“iyo, yo. Untung manukmu seng gak godek – godek cok. hahaha.” (iya, ya. untuk burungmu yang geleng – geleng cok, hahaha.) Ucap Joko lalu tertawa.

“wes tak ke’i kroto cok, dadi manukku anteng. Hahaha.” (sudah kukasih makanan burung cok, jadi burungku anteng. Hahaha.) jawabku lalu tertawa.

“matamu. Hahaha.” Maki Joko lalu tertawa juga.

Kami berdua keluar pagar dengan wajah yang sangat ceria dan semangat yang sangat luar biasa.

“sampean gak opo – opo mas.?” (kamu gak apa – apa mas.?) tanya seseorang yang tiba – tiba datang dan menegur kami berdua, ketika kami berdua keluar dari pagar kosan. Kelihatannya dia ini penghuni kosan disebelah kosan kami.

“awakmu iku sopo.? Gak isin ta nyopo wong ganteng koyo aku iki.?” (kamu itu siapa.? Gak malu nyapa orang ganteng seperti saya ini.?) ucap Joko dengan pedenya.

“cok. Padahal aku mau tanya ke sampean, sampean gak apa – apa kah semalam sudah tidur dikosan angker ini.? tapi omongan sampean sudah menjelaskan semua.” Gerutu orang itu.

“ha.?” Ucap Joko dengan wajah yang agak bingung.

“ternyata sampean itu gila, dan cuman orang gila aja yang keluar dari kosan angker ini sambil tertawa.” Ucap orang itu sambil menggelengkan kepalanya pelan.

“cok, koen gelem tak celokno seng ono nde jeru ta.? Ben di sedot mbun – mbunanmu iku.” (cok, kamu mau aku panggilkan yang ada didalam kah.? Biar disedut ubun – ubunmu.) ucap Joko dan orang yang ada dihadapan kami pun langsung memucat.

“sepurane mas, sepurane.” (maaf mas, maaf) Ucap orang itu lalu mundur perlahan dan masuk kedalam kosannya.

“assuu, sopo seng kate koen celok nde njero kosan awak dewe Jok.?” (anjing, siapa yang mau kamu panggil didalam kosan kita Jok.?) tanyaku sambil melangkah.

“emboh, hahaha.” (Gak tau, hahaha.) jawab Joko yang berjalan disampingku.

“wong gendeng.” (orang gila.) ucapku.

“podo gendenge karo awakmu cok.” (sama gilanya sama kamu cok.) sahut Joko dan aku hanya menggelengkan kepalaku pelan.

Kami berdua berjalan dengan tatapan – tatapan yang aneh, dari orang yang melihat kami keluar dari kosan kami.

“koyo ane ono seng aneh teko awak dewe Lang. (kelihatannya ada yang aneh dari diri kita Lang.) ucap Joko sambil mengeluarkan rokoknya dan mengambilnya sebatang, lalu membakarnya.

“aneh opo.?” (aneh apa.?) Tanyaku sambil meminta rokoknya, karena rokokku sudah habis.

“biasane gawanane awak dewe iku, lek gak gitar, gendang, aret utowo pacul. Saiki malah gendong tas seng isine perlengkapan gawe daftar kuliah. Durung maneh klambine awak dewe koyok wong temenan ae. Hehehe.” (biasanya bawaan kita itu, kalau gak gitar, gendang, celurit atau cangkul. Sekarang malah gendong tas yang isinya perlengkapan untuk daftar kuliah. Belum lagi pakaian kita kayak orang beneran aja.) Ucap Joko lalu dia menghisap rokoknya.

“menungso iku kuduk ono perubahan Jok, gak ngena – ngene ae.” (manusia itu harus ada perubahan Jok, gak gitu – gitu aja.) Ucapku sambil membakar rokokku lalu menghisapnya.

“omonganmu koyok entut cok, gak ketok tapi mambu.” (omonganmu itu kayak kentut cok, gak kelihatan tapi bau.) ucap Joko sambil melirik kearahku.

Brott, brott, broott.

Aku menyambut ucapan Joko, dengan mengeluarkan sisa – sisa angin yang masih bersemayam didalam perutku yang masih agak kembung ini.

“assuu, untung ndek dalan cok. lek nde omah, wes tak pancal raimu.” (anjing, untung dijalan. Kalau dirumah, sudah kuinjak mukamu.) Ucap Joko sambil menggelengkan kepalanya.

“hehehe, mangan disek yo. Luweh aku.” (hehehe, makan dulu yo.) ucapku.

“Mari ngentut, mangan. Mari mangan, neseng. Mari neseng wetenge gak ono isine, mek angin tok. Mari ngono ngentut maneh, ambune badeg. Uripmu cek sorone Lang, Lang. hahahaha.” (habis ngentut, makan. Habis makan, berak. Habis berak perutnya gak ada isinya, cuman angin aja. Habis itu ngentut lagi, baunya busuk. Hidupmu kok sengsara bener sih Lang, Lang, hahaha.) Ucap Joko lalu tertawa dengan senangnya.

“gak po – po cok, seng penting irungmu nampung entutku.” (gak apa – apa cok, yang penting hidungmu nampung kentutku.) Ucapku dengan entengnya.

“bajingan, omonganmu nggateli tenanan cok. assuu.” (bajingan, omonganmu jengkelin bener cok. anjing.) Maki Joko.

“hahahaha..” akupun tertawa sambil mengepalkan tangan kananku kearah Joko dan Joko langsung meninjunya pelan.

“semongko.” Ucap Joko pelan.

“SEMANGAT SAMPAI BONGKO.” Jawabku dengan teriakan.

“HAHAHA.” Kami berdua tertawa dengan kerasnya, lalu saling berangkulan dan terus melangkah menjemput impian.

Entah kenapa hari ini aku sangat bersemangat sekali dan itu dibarengi dengan kebahagian dari dalam hatiku. Apa karena aku mau mendaftar kuliah.? atau karena aku telah mendapatkan kos yang ternyata gak seseram omongan orang.? atau karena Ibu kosku semok.? Atau karena pembantunya juga montok.? Atau karena sudah berteman dengan Intan.?

Ah, Intan. Kenapa kamu terbayang dikepalaku ya.? senyum manis dan wajah cantikmu, terus berlari – lari dipikiranku. Kamu gak capek ya lari – lari dipikiranku.? Mau aku pijitin.? Gila, gila.

“he, pagi – pagi kok berisik.” Ucap Bi Ati menegur kami berdua, sambil membersihkan meja diteras rumah Bu Har.

Aku dan Joko langsung melihat kearah Bi Ati, yang terlihat sangat seksi dipagi hari ini.



Bi Ati

“cok, kok iso Bi Ati seng ayu koyok ngono dadi pembantu yo.?” (cok, kok bisa Bi Ati yang cantik begitu jadi pembantu ya.?) Ucap Joko pelan.

“iyo cok. kok iso yo.” (iya cok, kok bisa ya.?) Jawabku pelan.

“hei, kalian itu gak punya pacar ya.? kok rangkulan gitu.?” Ucap Bi Ati dengan tatapan yang menggoda.

Aku dan Joko saling memandang tanpa melepaskan rangkulan kami, lalu melihat kearah Bi Ati lagi.

“kenapa Bi.? Bibi mau kami rangkul ditengah sini.?” Ucap Joko sambil melepaskan rangkulan kami, lalu menunjuk celah kosong diantara kami.

“berani.?” Ucap Bi Ati dengan suara yang lemah lembut.

“berani lah. Hahaha.” Ucap Joko lalu mengepalkan tangannya kearahku.

“semongko.” Ucap Joko sambil memainkan kedua alis matanya.

“semangat sampai bongko.” Sahutku sambil menunju kepalan tangan Joko.

“hahaha.” Lalu kami berdua tertawa bersama.

“beneran berani.” Ucap Bu Har yang tiba – tiba keluar dari dalam rumahnya, dengan pakaian yang sangat ketat sekali.




Bu Har

“cok, semongkone cok, bajingan.” (cok, semangkanya cok, bajingan.) Ucap Joko sambil melihat kearah buah dada Bu Har yang seakan mau tertumpah itu.

Gila, pakaian ketat Bu Har yang akan digunakannya berolah raga itu, memang sangat sempit sekali. buah dada dan bokongnya, terlihat tercetak jelas dan seperti mengundang kami untuk menikmati tubuhnya.

“uhh, semongko.” (uhh, semangka.) Ucapku pelan.

“semangka.?” Ucap Bu Har yang berdiri tidak jauh dari kami, sambil melipatkan kedua tangannya didada.

Juhhh, makin menyembul aja buah dadanya, gila.

“iya Bu, semangka. Segar banget.” Ucap Joko sambil melotot lalu mulutnya terbuka.

“kalian mau sarapan semangka.?” Tanya Bu Har sambil menurunkan lipatan kedua tangannya dari dadanya.

“i, i, iya bu.” Jawab Joko dengan wajah yang sangat mesum sekali.

“gak takut mencret pagi – pagi begini sarapan semangka.?” Tanya Bu Har, sambil melirikku yang menatapnya dengan santai.

Juhh, kenapa kamu melirik aku seperti itu Bu.? Kamu sengaja menggoda aku.? atau kamu memancingku supaya aku menggodamu.? Oke, oke. Jangan salahkan kalau aku menggodamu saat ini.

“jangankan semangka Bu, kalau ada melon, pepaya atau mangga sekalipun, kami makan. Kalau perlu kami ambil sendiri dari ‘pohonnya’” ucapku dengan cueknya.

“asuu.” ucap Joko sambil melihat kearahku.

“ya udah, cari sana ‘pohonnya’” ucap Bu Har dengan santainya, lalu melewati kami dan mulai berlari – lari kecil kearah kosan kami.

Waw, kelihatannya menarik juga bermain dengan Bu Har ini. dia pemancing yang hebat. Tapi ngomong – ngomong, waktu Bu Har berlari, bokongnya yang padat itu mentul – mentul seperti bola basket. Hahaha.

“cok, iku lek didemok opo gak nyetrum cok.?” (cok, itu kalau dipegang apa gak nyetrum cok.?) ucap Joko sambil menggelengkan kepalanya dan membuang puntung rokoknya.

“didemok opo didemek.?” (dipegang apa diraba.?) Tanyaku dan aku juga membuang puntung rokokku.

“asu, lek dideme lak telek’e. hahahaha.” (anjing, kalau diraba itu taiknya, hahaha.) Ucap Joko.

“HAHAHA, BAJINGAN.” (hahaha, bajingan.) ucapku lalu tertawa dengan senangnya.

“HAHAHA, SEMONGKO.” Sahut Joko lalu mengepalkan tangannya kearahku.

“SEMANGAT SAMPAI BONGKO. HAHAHAHA,” ucap kami dengan kompaknya, lalu tertawa dengan kerasnya.

“dasar otak mesum.” Ucap Bi Ati yang sudah berdiri didekat pintu, lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan masuk kedalam rumah.

“cok, ndek omah iki isine bokong tok.” (cok, dirumah ini isinya cuman bokong aja.) Ucap Joko berbisik kepadaku, sambil melihat bokong Bi Ati yang melenggak – lenggok itu.

“hahaha. Bajingan.” Aku pun hanya tertawa dan kami berdua berjalan lagi kearah kampus teknik kita.

“jarene mangan disek.?” (bilangnya makan dulu.?) tanya Joko kepadaku.

“awakmu durong warek sarapan semongkone Bu Har ambe Bi Ati ta.?” (kamu belum kenyang sarapan semangkanya Bu Har sama Bi Ai kah.?) Tanyaku.

“gak warek cok, mek diiming – imingi ae. Hahahaha.” (gak kenyang cok, cuman dipamerin aja. Hahaha.) Ucap Joko lalu tertawa.

“hahaha, asuu.” makiku.

“sarapan nangdi iki.?” (sarapan dimana ini.?) Tanya Joko.

“tenda biru lah.” Jawabku dan Joko langsung menganggukan kepalanya.

Kami lalu menuju warung tenda biru milik Pak No.

“eh, ada Mas Gilang sama Mas Witko.” Sambut Pak No ketika kami masuk kedalam warung tenda biru. (Witko = panggilan Joko. Witko = white cow = sapi putih.)

“loh, dienak – enakno lek nyelok.” (loh, dienak – enakin kalau manggil.) ucap Joko dan Pak No hanya tersenyum aja.

“baru tinggal semalam dikosan Bu Har yang angker, Mas Joko sudah nakutin gitu pak.” Ucap istri Pak No dan semua orang yang ada didalam warung tenda biru ini, langsung melihat kearah kami berdua. Pagi ini, warung tenda biru Pak No cukup ramai dengan para mahasiswa yang sedang sarapan.

“bukannya mulai dari semalam nakutinnya Bu, tapi mulai dari jadi benih, dia ini sudah nyeremin banget.” Jawabku sambil melirik kearah Joko. Joko pun hanya melirikku sebentar lalu melihat kearah Bu No.

“saya ini bukan aja nakutin Bu, porsi makan saya sekarang juga mengerikan. Saya mau makan pecel, nasinya dobel.” Ucap Joko dan membuat semua orang yang tadinya menatap heran, terlihat agak takut mendengar nada bicara Joko.

“kalap Mas.?” (lupa diri Mas.?) tanya Bu No sambil mengambilkan nasi Joko, lalu mengambil rebusan sayur untuk pecel.

“kurang nasinya, tambah lagi Bu.” Ucap Joko.

“beneran Mas.?” tanya Bu No.

“kasih aja Bu, dari pada piringnya nanti dimakan.” Sahutku.

“matamu cok.” ucap Joko sambil melirik kearahku.

Bu Joko lalu menambah nasi Joko, setelah itu mengambil rebusan sayur untuk pecel.

“bumbu pecelnya tambahin Bu. Lauknya hati ayam sama dada ayam.” Ucap Joko dan Bu No hanya menggelengkan kepalanya pelan dan menuruti permintaan Joko.

“Pak No, es teh dua.” Ucap Joko ke Pak No.

“siap Mas.” jawab Pak No.

“wah, kalab temenan koen cok.” (wah, lupa diri beneran kamu cok.) ucapku dan Joko hanya tersenyum kecut.

“Mas Gilang makan apa.?” Tanya Bu No sambil menyerahkan piring makan Joko yang isinya menumpuk.

“nasi pecel, porsi biasa Bu. Lauknya tempe sama gimbal jagung.” Jawabku dan Bu No hanya mengangguk saja.

“Pak No, air putih sama kopi ya.” ucapku kepada Pak No.

“siap Mas.” jawab Pak No.

Aku dan Joko lalu menimati sarapan kami pagi ini. dan setelah selesai sarapan, aku menikmati rokok dan kopi yang baru dihidangkan Pak No.

“daftar jurusan opo cok.?” tanya Joko lalu menghabiskan segelas es tehnya.

“sipil.” Jawabku singkat.

“loh, awak dewe teko gambar bangunan cok. lapo awakmu njopo sipil.?” (loh, kitakan dari gambar bangunan cok. kenapa kamu ngambil sipil.?) Tanya Joko.

“jek nyambung cok.” (masih nyambung cok.) jawabku

“nyambungan arsitek lah.” Ucap Joko.

“lek awakmu njopo arsitek, njopo’o cok. aku tak njopo sipil ae.” (kalau kamu mau ambil arsitek, ambil aja cok. Aku mau ambil sipil aja.) ucapku dan Joko langsung melihat kearahku.

“moso mesti podo terus cok.?” (masa harus sama terus cok.?) tanyaku dan Joko langsung mengerutkan kedua alisnya.

“ikuti kata hatimu Jok, jangan selalu mengikuti orang lain. Nanti kamu malah gak niat kuliahnya.” Ucapku lagi.

“gini aku jelaskan. ibaratnya kalau kita ngamen, kamu pegang gendang, aku pegang gitar. Kalau kuliah kamu ambil arsitek, aku ambil sipil. Jadi nanti pas kerja, kamu yang gambar, aku yang bangun. Seirama kan.?” Ucapku menjelaskan dan Joko langsung tersenyum.

“iyo cok, iyo.” Ucap Joko lalu dia menghisap rokoknya.

“gimana Mas.? lanjut terus di kosannya Bu Har.?” Tanya Pak No yang tiba – tiba datang didekat kami.

“tetap lah Pak, emang kenapa.?” Tanyaku lalu aku menghisp rokokku.

“salut aku Mas, salut.” Ucap Pak No dengan wajah yang terlihat bangga kepada kami.

“kenapa kok sampean senang banget Pak.?” Tanya Joko.

“kalian berdua itu walaupun punya otak yang mesum, tapi punya niat yang tulus dan kalian itu juga orang yang baik.” ucap Pak No.

“cok, gak usah disebutin otak mesumnya pak.” Gerutu Joko.

“Bapak belum kenal kami kok bisa ngomong begitu.?” tanyaku.

“Kalau kalian bukan orang yang seperti itu, gak mungkin kalian bisa tinggal dikosan Bu Har.” Ucap Pak No lalu meninggalkan kami.

Aku dan Joko langsung saling melihat sejenak, lalu melihat kearah lain sambil menikmati rokok masing – masing.

“ayo wes.” (ayo sudah) Ucap Joko sambil mematikan rokoknya.

“yo.” Ucapku lalu aku berdiri.

Setelah membayar sarapan dan pamit kepada Pak No serta istrinya, kami berdua pun berjalan menuju kearah kampus teknik kita.

Kami berdua tidak terlalu banyak bercanda seperti tadi, karena kami berdua memperhatikan sekeliling kampus teknik kita yang sangat ramai ini. mahasiswa lama banyak nongkrong diluar kampus dan berpesta. Sedangkan calon mahasiswa baru, hilir mudik keluar masuk kampus teknik kita.

“langsung kependaftaran ae cok.” ajak Joko.

“iya.” jawabku dan kami langsung menuju ruang pendaftaran yang sangat ramai itu.

Dan pada saat antri pendaftaran, aku melihat seorang wanita yang sedang duduk dimeja pendaftaran dan melayani seorang calon mahasiswa baru. Wanita itu sangat mirip sekali dengan Intan. Caranya duduk, tersenyum dan berbicara, sama seperti Intan. Matanya, hidungnya, bibirnya, rambutnya dan tatapannya, tidak ada yang beda dengan Intan.

Gila, apa aku gak salah lihat.? Atau itu hanya pandanganku saja, karena bayangan Intan terus bermain dipikiranku.? Arrghhhh.

“cok, lapo koen ndelok’e koyok ngono.? Koen ndelok setan ta.?” (Cok, kenapa kamu lihatnya seperti itu.? kamu lihat setan ya.?) tanya Joko disebelahku dan aku tidak menghiraukannya. Aku tetap memandang wanita itu, lalu memejamkan kedua mataku sejenak, untuk memastikan pandanganku ini benar atau tidak.

Tapi ketika aku membuka kedua mataku, pandanganku tetap tidak berubah, wanita itu tetap saja mirip dengan Intan dan makin terlihat sama. Gila cok, gila.

“Mba Gendhis, dipanggil Pak Tomo didalam.” Ucap seseorang memanggil wanita yang aku pandang dari tadi itu.

Wanita itu mengangguk lalu berdiri dan berjalan kearah ruang dibelakangnya.



Gendhis

Namanya Gendis yang berarti manis, manis seperti wajahnya. Tapi wanita itu Intan atau Gendhis sih.? arrgghh, kenapa aku bisa seperti ini dengan Intan.? belum pernah aku seperti ini, ketika aku mengenal wanita. Apa karena Intan itu mahluk dari alam lain, jadi aku selalu terbayang wajahnya.? Terus bagaimana dengan Gendhis.? Apa dia ini beneran Intan atau hanya fatamorgana yang semu dari pandanganku saja.? apa lagi fatamorgana yang semu itu.? kok jadi aneh ya kata – kataku.?

“Lang.” panggil Joko sambil menepuk pundakku pelan.

“opo cok.? ngageti uwong ae.” (Apa cok.? ngaggetin orang aja.) ucapku ke Joko.

“koen diceluk’i ket mau cok.” (kamu dipanggil dari tadi cok.) ucap Joko dengan kesalnya.

“ngantuk aku cok.” ucapku berbohong.

Dan beberapa saat kemudian, Gendhis sudah balik lagi dan duduk ditempatnya tadi.

“giliranmu cok.” ucap Joko kepadaku dan aku langsung berdiri.

Aku berjalan kearah Gendhis dengan perasaan yang gak karuan. Jantungku berdebar, hatiku berbunga – bunga, tapi pikiranku melayang entah kemana.

Dan ketika sampai dihadapan Gendhis, aku hanya berdiri dan tetap melihat kearahnya yang menunduk.

“duduk mas.” ucap Gendhis dengan sangat ramah, sambil menulis sesuatu diatas meja.

Arrgghh, suaranya mirip banget lagi. Kok bisa ya.? gila, gila banget ini. kenapa Intan sampai seperti ini sih.? kenapa dia datang kemari.? Wanita ini pasti Intan dan dia sengaja masuk kedalam tubuh Gendhis, supaya Gendhis terlihat mirip dengannya.

“Mas.” ucap Gendhis dan dia sekarang menatap mataku.

Tatapan matanya.? Arrgghh. Keterlaluan kamu tan, keterlaluan banget. Kenapa kamu mengikuti aku sampai kesini sih.?

“ngapain kamu disini.?” Tanyaku kepada wanita yang menatapku ini.

“ha.? Kamu ngomong apa Mas.? siapa kamu.? Emang kita kenal.?” Tanya wanita itu kepadaku, dan sekarang dia tidak seramah tadi. Wanita ini terlihat kesal denganku.

“ada apa ndhis.?” Tiba - tiba datang seorang laki – laki yang tidak terlalu tua dan dia berdiri disebelah Gendhis yang duduk.

“ini Pak Tomo, Mas ini tanya kenapa Gendhis ada disini.? Dia seperti mengenal Gendhis, tapi Gendhis gak mengenalnya Pak.” Ucap wanita itu, kepada laki – laki yang dipanggil Pak Tomo itu.

Pak Tomo langsung melihat kearahku. Tatapan beliau terlihat santai tapi sangat dalam. Beliau seperti sedang mengintrogasi aku lewat tatapan matanya itu.

“hehe, kamu kan cantik ndhis, jadi wajar aja kalau banyak cowo yang mengenalmu, tapi kamu gak kenal mereka.” Ucap Pak Tomo dengan santainya lalu melirik kearah Gendhis.

“terus untuk kamu mas. kalau kamu niatmu hanya melihat Gendhis, lebih baik lihatnya dari pagar kampus aja. Tapi kalau niatnya daftar, duduk.” Ucap Pak Tomo kepadaku dan aku langsung duduk tanpa banyak bicara.

Aku sangat bingung dengan situasi ini. Jujur baru pertama kali seumur hidupku, aku seperti ini ketika berhadapan dengan seorang wanita. Aku seperti orang bodoh, yang gak bisa berpikir sedikitpun.

“ya udah, saya tinggal kedalam ya.” ucap Pak Tomo kepada Gendhis.

“oh iya Pak.” Ucap Gendhis lalu dia menunduk menghindari tatapan mataku.

“mau daftar jurusan apa.?” Tanya Gendhis tanpa melihat kearahku. Nada bicaranyapun, terdengar seperti sangat risih sekali.

“maaf Mba, maaf, saya kira tadi teman saya.” Ucapku meminta maaf kepada Gendhis dan dia hanya melirikku sambil tetap menunduk. Duh, dia marah beneran sama aku.

“mau daftar teknik sipil Mba.” Ucapku karena Gendhis tidak merespon permintaan maafku.

Gendhis lalu menyerahkan beberapa dokumen kepadaku, tanpa melihat kearahku.

“diisi, terus nanti setorkan dimeja sebelah,” ucap Gendhis dengan nada yang sedikit ketus.

Gila, dia seperti ini saja, tetap mirip banget dengan Intan.

“ya sudah Mas, ngisinya dimeja sana. Masih banyak yang mau daftar.” Ucap Gendhis sambil melihat kearahku, dengan wajah yang sangat jutek.

“oh iya mba, maaf sekali lagi.” Ucapku lalu aku berdiri dan meninggalkan Gendhis yang tertunduk lagi.

Bodoh, bodoh, bodoh. Ada apa denganmu Lang.? jangan merusak awal perjalanan impianmu ini, hanya gara – gara wanita. Masa sampai seperti ini sih pikiranmu.? Gila kamu itu Lang. gila banget.

Lupakan, lupakan, lupakan. Sekarang waktunya untuk berkonsentrasi dengan pendaftaran ini. aku harus tenang dan aku harus melupakan pikiran gilaku ini, supaya aku bisa memulai awal impianku ini.

Aku lalu berjalan kearah meja yang ditunjuk Gendhis tadi dan aku mengeluarkan berkas yang ada didalam tasku. Aku mulai mengisi semua formulir ini, sambil mencocokkan dengan data yang ada didalam berkas yang kubawa.

“cok, biaya masuknya lumayan cok.” ucap Joko yang baru datang dan duduk disebelahku.

“piro.?” (berapa.) Tanyaku sambil mengisi formulir pendftaran.

“telung juta gelombang pertama, petang juta gelombang kedua.” (Tiga juta gelombang pertama, empat juta untuk gelombang kedua.) jawab Joko yang membuat aku terkejut dan menghentikan tulisanku.

“awak dewe gelombang piro,?” (kita gelombang berapa.?) tanyaku.

“gelombang pertama.” Jawab Joko dan aku langsung menarik nafasku.

“lapo cok.? kurang ta duwekmu.?” (kenapa cok.? kurang ya uangmu.?) tanya Joko.

“cukup.” Jawabku singkat dan aku berbohong.

Aku tidak tau berapa jumlah uang yang ada didalam tasku. Yang jelas tabunganku tujuh ratus lima puluh ribu ditambah pemberian Bu Nyoto satu juta, tapi dipotong dua ratus ribu, karena aku memberikannya kepada Damar dan Lintang. Jadi totalnya satu juta limaratus lima puluh ribu. Tapi itu belum termasuk pemberian Ibu yang aku tidak tau berapa jumlahnya.

Apa cukup ya uang yang ada ditasku.? Kalau aku mendaftar dikampus negeri, pasti cukup sekali. tapi semua diluar perkiraanku dan akhirnya aku malah daftar dikampus teknik swasta.

Hiufftt, huuu.

Aku menarik nafasku dalam – dalam lagi, lalu mengeluarkannya perlahan.

Sudahlah, dipikir nanti aja. Yang penting aku daftar aja dulu. Aku lalu melanjutkan mengisi formulir ini sampai selesai.

Oh iya, apa lebih baik aku menemui seseorang ya.?

“sek yo Jok.” (sebentar dulu ya Jok.) ucapku sambil berdiri.

“kate nangdi.?” (mau kemana.?) Tanya Joko sambil meletakkan bulpointnya.

“kate takon nang pendaftaran dilut.” (mau tanya kependaftaran sebentar) ucapku sambil berjalan kearah Gendhis yang sedang duduk dimeja pendaftaran.

“permisi Mba.” Ucapku dengan posisi berdiri.

“kumpulkan formulirnya dimeja sebelah.” Ucap Gendhis tanpa melihat kearahku dan terlihat dia masih marah kepadaku.

“saya mau bertemu dengan ketua tim pendaftaran Mba.” Ucapku dan Gendhis langsung melihat kearahku.

“ada urusan apa.?” Tanya Gendhis.

“penting.” Jawabku dengan sangat serius.

Gendhis langsung berdiri dan berjalan kearah ruang yang ada dibelakangku, tanpa berbicara apa – apa kepadaku.

Beberapa saat kemudian, Gendhis keluar dari ruangan itu dan berjalan kearahku.

“masuk aja keruang itu, temui Pak Tomo yang tadi ada disini.” Ucap Gendhis dan lagi – lagi tanpa melihat kearahku.

“terimakasih Mba.” Ucapku lalu aku berjalan kearah ruangan yang ditunjuk Gendhis.

Kembali aku menarik nafasku dalam – dalam lalu mengeluarkannya perlahan, ketika sudah sampai didepan ruangan Pak Tomo.

TOK, TOK, TOK,

Aku mengetuk pintu ruangan Pak Tomo.

“masuk.” ucap Pak Tomo dari dalam ruangan.

“permisi Pak.” Ucapku dengan sangat sopannya, sambil aku mengaggukan kepalaku.

“duduk.” Ucap Pak Tomo kepadaku dan aku langsung melangkah kearah kursi yang ditunjuk lalu aku duduk dengan tenangnya.

“ada apa.?” Tanya Pak Tomo sambil menatapku.

“nama saya Gilang pak, Gilang Adi Pratama. Saya mau mendaftar kuliah dikampus teknik kita, jurusan teknik sipil.” Ucapku sambil membalas tatapan beliau.

“tapi jujur, saya agak keberatan dengan besaran biaya masuknya Pak. Bukannya saya mau masuk secara gratis, tapi saya mohon keringanan agar saya boleh mencicil biaya masuknya sampai lunas.” Ucapku lagi dan Pak Tomo langsung mengambil rokoknya, lalu membakarnya dan menghisapnya.

“kamu kok pede sekali.?” tanya Pak Tomo dan aku langsung terkejut mendengar jawaban Pak Tomo ini.

“maksudnya Pak.?” Tanyaku.

“emang kamu yakin sudah diterima disni.?” Tanya Pak Tomo dan aku langsung menarik nafasku dalam – dalam.

“kamu masih daftar Mas, dan kamu belum mengikuti ujian masuknya. Jadi bagaimana kamu bisa yakin kalau diterima dikampus ini.?” Ucap Pak Tomo lalu beliau menghisap rokoknya.

“saya berangkat dari rumah hanya bermodal keyakinan pak. Yakin kalau saya bisa masuk kuliah, yakin kalau bisa menyelesaikannya, dan yakin kalau saya bisa mewujudkan impian saya.” Ucapku dengan tenangnya.

“itu bukan yakin Mas, tapi gila. Kamu aja gak bisa membayar uang masuk dikampus ini, kok yakin bisa kuliah dan menyelesaikannya.” Ucap Pak Tomo.

“ya memang saya gila Pak, tapi gak mungkin saya ngomong seperti itu sama Bapak. Bisa – bisa saya gak lulus ujian masuk kampus ini, sebelum saya mengikuti tesnya.” Jawabku.

“saya suka jawabanmu dan saya suka kegilaanmu. Tapi sekarang lebih baik masukkan aja formulir pendaftaranmu itu, terus ikuti ujian masuknya. Kita akan bicara lagi, kalau kamu sudah lulus ujian masuk.” Jawab Pak Tomo.

“terimakasih Pak, kalau begitu saya pamit.” Ucapku lalu aku berdiri sambil menyodorkan tangan kananku kearah beliau.

Pak Tomo langsung menyambut tanganku dan aku langsung mencium punggung tangan beliau.

“permisi Pak.” Pamitku sekali lagi, lalu aku keluar ruangan Pak Tomo ini.



Sore hari didalam kamarku.

Hiufftt, huuu.

Uang yang diberikan Ibu kepadaku, ternyata berjumlah lima ratus ribu. Jadi total uang yang ada dihadapanku sekarang, dua juta lima puluh ribu. Kurang Sembilan ratus limapuluh ribu lagi, uangku cukup untuk biaya masuk dikampus teknik kita. Tapi itu belum termasuk kebutuhan untuk kuliah yang belum aku beli.

“kamu butuh bantuanku Lang.” ucap Intan yang berdiri disamping kursi tempat aku duduk ini. Intan mengatakan itu sambil mengelus rambutku dengan sangat lembutnya.

“emang kamu mau kasih aku angka berapa.?” Tanyaku.

“kamu butuh berapa.?” Tanya Intan.

“kalau kamu kasih aku empat angka, dapatnya lumayan tuh.” Jawabku dengan cueknya.

“ihhhh. Kamu kira aku jin yang kasih kamu angka buat togel.?” Ucap Intan sambil melepaskan belaiannya dirambutku.

“hehe.” Dan aku haya tertawa saja.

“jahat.” Ucap Intan meraju.

“kok marah sih.?” tanyaku.

“habis kamu gitu, tega banget.” Jawab Intan lalu dia memajukan bibir manisnya itu.

“sudahlah, biarkan aku berpikir sendiri dan usaha sendiri.” Ucapku lalu aku meraih rokokku dan mengambilnya sebatang, lalu aku membakar dan menghisapnya. Intanpun hanya diam dan dia sekarang duduk dikasurku.

“Lang,” panggil Joko yang membuka pintu kamarku, lalu berjalan kearahku yang duduk dikursi dengan semua uangku yang aku jejer dimeja.

Aku hanya meliriknya, lalu Joko meletakan dua tumpuk uang lima puluh ribuan dihadapanku. Sepuluh juta, untuk apa Joko meletakkan uang ini dihadapanku.?

“ini hasil aku jual sapi.” Ucap Joko tanpa aku bertanya dan aku tetap diam sambil menikmati isapan rokokku.

“ini untuk kita berdua daftar dikampus teknik kita.” Ucap Joko lagi.

Aku menarik dalam – dalam isapan rokokku, lalu mengeluarkan asap tebal dari dalam mulutku.

“lapo awakmu meneng cok.?” (kenapa kamu diam cok.?) tanya Joko sambil mengambil bungkusan rokok kretekku, lalu mengambil sebatang dan membakarnya.

“itu jatahmu cok, aku gak berhak.” Jawabku tanpa melihat kearah Joko.

“hargailah ketika sahabatmu ingin membantumu.” Ucap Intan kepadaku dan aku hanya meliriknya.

“karena itu jatahku, aku mau membaginya sama kamu. Kamu itu saudaraku.” Ucap Joko.

“kebutuhanmu masih banyak dan ini baru awal aja.” Jawabku.

“nanti cari lagi, seperti biasa.” Ucap Joko dengan santainya.

“Jok, aku kenal kamu dan kamu pasti mengenal aku sangat baik.” Ucapku sambil melihat kearah Joko.

“kalau kamu gak mau menerimanya secara gratis, nanti kamu bayar cicil aja.” Ucap Joko.

“sudahlah, simpan aja.” Sahutku dan kali ini nadaku kubuat setegas mungkin.

“asuu, terus kamu mau cari dimana kekurangannya.?” Tanya Joko.

“kekurangan apa.?” Tanyaku.

“kekurangan duwek gawe mbalon.” (kekurangan uang buat kelokalisasi.) jawab Joko dengan jengkelnya

“gak usah mbalon, ngeloco ae.” (gak usah kelokalisasi, coli aja.) jawabku sekenanya.

“ihhh.. jorok banget sih ngomongnya.” Sahut Intan yang mendengar pembicaraan kami ini.

“assuu, malah ditanggap omonganku. Bajingan.” (anjing, malah diladeni omonganku. Bajingan) ucap Joko.

“duwekmu kurang gawe daftar to.?” (uangmu kurang buat daftar kan.?) tanya Joko dengan nada yang keras.

“cukup.” Jawabku singkat.

“telek koen iku Lang, Lang.” (taik kamu itu Lang – lang) omel Joko dengan jengkelnya dan aku hanya tersenyum saja.

“terus karebmu piye.?” (Terus maumu gimana.?) tanya Joko dengan wajah yang pasrah.

“ngamen ae yo” (ngamen aja yo.) ucapku sambil melihat kearahnya.

“sakarebmu wes.” (terserah kamu.) Ucap Joko lalu berdiri dan melangkah kearah kamarnya.

“kate nangdi koen.?” (mau kemana kamu.?) tanyaku.

“ganti klambi cok, jaremu ngamen.” (ganti baju cok, katamu mau ngamen.) ucap Joko sambil menoleh kearahku.

“ga usah ganti cok, sekali – kali ngamen pakai pakain keren.” Ucapku lalu aku menghisap rokokku.

“sakarebmu wes.” (terserah kamu.) Ucap Joko lalu membalikan tubuhnya lagi.

“kate nangdi koen.?” (mau kemana kamu.?) tanyaku lagi.

“njupu gendangku cok.” (ambil gendangku col.) ucap Joko sambil melihat kearahku lagi.

“ga usah, awakmu gawe gitarku, aku gawe biola.” (gak usah, kamu pakai gitarku, aku pakai biola.) Ucapku.

“sakarebmu wes.” (terserah kamu.) Ucap Joko lalu membalikan tubuhnya lagi.

“kate nangdi koen.?” (mau kemana kamu.?) tanyaku lagi.

“kate nguyuh cok, ngomongo gak usah meneh ngono. Tak uyui raimu.” (mau kencing cok, ngomong gak usah lagi gitu, kukencingi mukamu.) ucap Joko sambil melotot.

“hihihihi.” Terdengar Intan tertawa dengan senangnya.

“kalem cok, kalem.” (santai cok, santai) ucapku.

“assu.” Maki Joko lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan kearah kamarnya.

Aku lalu menghisap rokokku dengan santainya, setelah itu aku mematikannya diasbak.

“apa salahnya kalau kamu menerima bantuan Joko Lang, setidaknya kamu kan bisa mencicil bayarnya.” Ucap Intan yang sudah berdiri lagi disebelahku.

“sudahlah, aku gak mau merepotkan orang. Apalagi sahabatku sendiri.” Jawabku lalu aku berdiri.

“apa kamu menyindir aku.? kamu gak mau aku repotin dengan permintaan tolongku.?” Tanya Intan.

“kok bahasnya malah lari kesitu sih.?” tanyaku dengan jengkelnya.

“kan kamu sendiri yang ngomong.? Gimana sih.?” ucap Intan yang terdengar jengkel juga.

“ah, kamu itu.” ucapku sambil menggeleng pelan, lalu aku mengambil kotak biolaku dan membukanya.

Aku lalu mengambil biolanya dan aku letakkan dibahuku lalu aku menggeseknya. Aku memainkan lagu she's gone dari steel heart. Sengaja aku memainkan lagu ini, untuk melepaskan sesuatu yang mengganjal dihati. Aku melepaskan sesuatu yang memang harus pergi, karena aku merasa ada sesuatu yang akan datang mengisi hati ini.

(ilustrasi bermain biola.)


Dan disaat aku memainkan lagu ini, perlahan Intan memelukku dari belakang dengan sangat lembut, lalu dia menempelkan wajahnya dipunggungku.





#cuukkk, hari baru dengan suasana hati yang mulai mencair dari kebekuan. Entah karena apa dan karena siapa, tapi yang jelas aku seperti menemukan kedamaian hati yang lama tak kudapatkan.
 
Terakhir diubah:
Selamat pagi om dan tante.
Selamat berakhir pekan dan selamat berkumpul dengan keluarga.

Update pagi untuk menemani istirahat Om dan Tante.
Semoga masih dinikmati dan jangan lupa sarannya ya.

Untuk yang menanyakan tentang cerita MATAHARI, sabar dulu ya Om dan Tante.
Masih belum menemukan rasa yang tepat untuk kelanjutan kisahnya.
Mohon dimaafkan.

Salam Hormat dan Salam Persaudaraan.
:beer::beer::beer:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd