Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Is This the Love We Created? (PART 22/S1 End)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
PART 14: Fat Bottomed Girls

EHzs8-b-U0-AAi-H3-G.jpg
EMXc-HIg-Uw-AAz-Mz5.jpg
EUqj-Avo-UYAIma-Mx.jpg


“Hoooeeek…”

“Hoeeek…”

“Hoooeeeeek…”

Mira berlutut di depan toilet duduk kamar hotel ini, mengeluarkan isi perutnya sementara aku memegangi rambut Mira dan sesekali mengelus punggungnya. Kaosnya masih tersingkap sejak tadi, elusanku benar-benar langsung menyentuh kulitnya dan sesekali mengenai tali bra warna putih yang ia kenakan ini. Mira berdiri setelah yakin sudah tak akan memuntahkan apa pun lagi, aku menuntunnya berjalan kembali dan duduk di pinggiran kasur, wajah Mira pucat, aku yakin ia sedikit lebih sadar sekarang.

“Tau gini gak mau minum-minum lagi…” Mira cemberut, matanya menatap kosong dinding kamar.

“Makanya jangan nyoba-nyoba.” Aku duduk di samping Mira, masih sesekali mengelus-elus dan memijat punggungnya yang masih belum ditutupi, tubuh tegangnya melemas sedikit, namun Mira masih saja bengong. Aku mengambilkan segelas air untuk Mira, ia meneguknya hingga habis, kutaruh kembali gelas itu di meja dan duduk di sebelahnya lagi.

“Kak…”

“Iya Mir?”

“Aku… kok gak sadar ya? Kok bisa ada di sini?” Mira memutar badannya menghadapku, payudara Mira yang hanya terhalang bra nampak jelas di depan mataku.

“Eh… itu…” Pikiranku buyar sesaat setelah melihat sepasang gundukan putih mulus di depanku ini, mataku tak bisa berpaling, kurasakan penisku berdenyut menegang.

“Kak? Kok diem?” Mira melambai-lambaikan tangannya di depan mukaku.

“Iya… ee… itu… kita… di lift.” Otakku dipenuhi bayangan betapa empuknya payudara Mira di genggaman tanganku.

“Ketemu di lift? Terus?”

“Terus-…” Kata-kataku terpotong, aku terhanyut memikirkan apa yang ada di balik bra yang dikenakan Mira.

“Liatin apa sih?” Mira memerhatikan arah pandanganku, lalu ia menunduk melihat payudaranya sendiri. “Ih kakak!” Mira merapikan kaosnya yang terangkat, menutup tubuhnya yang bisa leluasa kulihat sejak tadi.

“Eee-… maaf-maaf.” Aku menggaruk-garuk kepalaku menahan malu.

“Malu tau…” Mira kembali menunduk, kali ini karena tak berani menatapku. Aku terkejut, bukannya marah atau kesal padaku, Mira malah malu. Ini anak udah sadar apa masih mabok sih?

“Gimana sekarang? Masih mual? Pusing?” Aku dengan cepat berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Masih pusing sih kak, kepala berasa muter jadinya bikin mual.” Mira menjawab kesal.

“Masih pengen minum-minum gak?”

“Gak deh kak, minumnya gak enak, ngebakar, mana maboknya kaya gini lagi.”

“Salah sendiri sih nyoba-nyoba hahaha.” Aku tertawa, dilihat dari sisa yang ada di dalam botol memang Mira minum cukup banyak untuk ukuran whiskey.

“Kan penasaran gitu kak, mumpung lagi jauh dari ortu juga kan.”

“Yaudah kalo penasaran lagi ntar hubungin gue aja biar gue pandu.” Entah apa yang membuatku mengeluarkan kata-kata ini, tak semestinya aku menjerumuskan diriku mengenal mereka lebih dalam, masalahku sudah banyak sekarang.

“Serius? Emang kakak biasa minum ya?” Mira langsung menoleh ke arahku, penasaran.

“Ya ngga sih, tapi ngerti lah.”

Mira mengangguk lalu kembali terdiam, aku pun sudah bingung ingin mengatakan apa kepada gadis ini. Suasana kembali hening, hanya terdengar dengung AC di kamar hotel pada dini hari ini. Aku mengecek jam tanganku cepat, 2:47. Aku teringat salah satu serial komedi favoritku dan sebuah lelucon di dalamnya, nothing good happens after 2AM, tak ada hal baik yang terjadi setelah jam dua dini hari, apa pun yang kau lakukan, kalau jam menunjukkan pukul 2 pulang lah dan tidur, semua keputusan yang kau buat setelah jam 2 tak akan ada yang baik dan benar. Hal yang aku tertawakan bertahun-tahun lalu itu sekarang malah memenuhi pikiranku, apa memang benar? Tapi tak mungkin aku tak meladeni Mira yang ada di kamarku ini, lagipula tempat tidur juga dipakainya.

“Kak…” Mira memecah kesunyian, suaranya yang agak bergetar seakan menandakan rasa ragu. “Kita… udah sampe mana tadi?”

“Sampe mana apanya?” Aku terheran, otakku yang larut dalam pikiranku tadi dikejutkan oleh Mira yang langsung melontarkan pertanyaan.

“Yaaa… aku kan taunya baju aku udah keangkat doang… tapi kakak udah apain aku?” Ekspresi Mira seperti menahan tangis, napasnya semakin tak beraturan, bisa kurasakan betapa berat baginya untuk berani menanyakan ini.

“Hah?! Gak diapa-apain, keangkat itu tadi soalnya eee… itu kamu pas tidur…” Aku kembali terkejut, otakku belum siap.

“Kan…” Mira mengacungkan telunjuknya ke arahku. “Katanya sih kalo orang mau jawab tapi ragu-ragu itu tandanya bohong.” Mira mencondongkan tubuhnya mendekat ke arahku, wajahku dan wajahnya hampir tak berjarak, tatapannya sinis. “Kalo kakak jujur udah apain aku bakal aku izinin kok, udah terlanjur juga kan.”

“Eee-…” Mataku terbuka lebar, tubuh Mira yang sedekat ini membuatku bisa menghirup aromanya, parfum bercampur keringat dingin dan alkohol yang entah mengapa membuatku terangsang, ditambah kata-katanya itu. Aku terdiam sambil mencoba untuk memproses ini, aku menelan ludahku.

“Kok malah bengong kak?”

“A-anu… itu… apa namanya…” Ucapku terbata-bata. Siapa gadis ini? Kenapa ia bisa membuatku segugup ini?

Aku kembali memikirkan kata-kata Mira, akal sehatku berkata untuk tidak bodoh, jujur saja dan jelaskan padanya, namun otakku semakin jelas membayangkan mengulum bibir Mira dan memainkan payudaranya yang tetap menonjol walau sudah tertutupi kaos itu. Haruskah aku melewatkan kesempatan ini?

Entah secara sadar atau tidak, aku menyambar bibir Mira dengan bibirku, ia terpaku dan tak membalas lumatanku pada bibirnya, namun tak ada perlawanan juga dari Mira untuk mencegahku. Bibir Mira manis terasa walaupun permainanku dibalasnya dengan diam dan kaku. Aku menuntaskan ciumanku setelah puas mencicipi bibirnya.

“Mmh… kenapa Mir?” Aku menatapnya, Mira tampak heran dan terkejut.

“Ga-… aku baru pertama kali kak.” Wajah Mira berubah merah, kulitnya yang putih semakin tak bisa menutupinya.

“Itu pertama kali?”

“Iya…” Mira mengangguk. “Emang pas aku gak sadar tadi kita belum ciuman?”

Mira masih mengira aku sudah menjamah tubuhnya pada saat ia mabuk tadi. Separuh hatiku tak enak padanya, tapi napsu birahi sudah menguasaiku.

“Jadi gimana? Enak gak?” Tanyaku sambil mengelus pundak dan bahunya agar sedikit lebih rileks.

“Jangan cepet-cepet, ajarin aku.” Mira menutup matanya.

Aku menarik leher Mira dan mendekatkan wajah kami berdua, kucumbu lagi bibirnya, kukecup lalu kemudian kukulum perlahan.

“Mmph…” Aku merasakan tubuh Mira kembali tegang, namun dengan cepat kuelus lagi bahu dan punggungnya kemudian kuarahkan tangan Mira bertumpu di pundakku. Perlahan Mira mulai membalas ciumanku, masih agak kaku tapi ia belajar dengan cepat, tiap gerak lumatan bibirku ditiru dan perlahan Mira mampu menyamaiku.

“Mmh… ahhh… hah… hahh…” Mira melepas ciumanku dan membuka matanya, kami saling menatap, sama-sama mencoba mengambil napas setelah berciuman lama.

“Hahh… gimana?”

“Deg-degan…” Mira menaruh tangan di dadanya untuk merasakan detak jantungnya yang meningkat itu, napasnya masih memburu seperti tadi.

“Mana deg-degan?” Tanganku bergerak mengarah ke dada Mira, namun aku sama sekali tak berniat merasakan detak jantung Mira tetapi payudaranya yang sedari tadi menggodaku.

“Ahh…” Mira mendesah pelan, tubuhnya gemetar saat merasakan sentuhan tanganku di payudara kirinya. Ia kembali terdiam menatapku. Aku meremas-remas payudara Mira, kali ini tangan kiriku ikut meraba payudara kanannya.

“Sssh… kak… geli…” Mira meringis, wajahnya terlihat tak nyaman diperlakukan seperti ini.

“Sst jangan dilawan, nikmatin aja.” Aku berbisik di telinga Mira lalu mendorongnya untuk berbaring di kasur, aku merangkak ke atas tubuhnya, kembali kumainkan payudaranya, kini sambil menciumi leher dan telinga Mira.

“Mmmh… kak…” Mira memeluk tubuhku, lengannya melingkar di punggungku kaku. Bahasa tubuhnya menandakan Mira tak terbiasa dengan kegiatan seksual, tapi apakah Mira sepolos ini? Gertakannya tadi berhasil menipuku.

“Lepas aja, angkat tangannya.” Aku menarik kaos Mira dan membuangnya ke samping tempat tidur ini, bra Mira pun kutarik ke atas menampakkan payudaranya yang padat, halus, dan kencang itu.

Napsuku semakin liar memikirkan seorang gadis polos yang akhirnya akan ternoda olehku saat ini. Kuremas kedua payudara Mira bersamaan dan kupilin pelan puting coklat mudanya itu yang diikuti oleh desahan Mira yang semakin membuatku bergairah.

“Ngghh… ahhh… mmmhh…” Mira masih mencoba menahan desahan-desahan yang ia buat, matanya tertutup, kepalanya mendongak ke atas.

Aku dan Mira kembali berciuman sambil tanganku tetap menggerayangi payudaranya, napas Mira kini semakin tak beraturan, tubuhnya seakan lupa bagaimana cara mengatur napas yang benar karena sentuhan nakalku ini.

Ciumanku turun ke payudara Mira yang sangat pandai ia sembunyikan bentuk dan ukurannya ini dengan pakaian yang ia kenakan, aku terkejut melihat payudaranya yang ternyata cukul besar untuk ukuran tubuhnya ini. Kulahap putingnya yang menggiurkan itu, kuisap dan kujilat-jilat memutar di dalam mulutku.

“Ehh-… ngggh… ahhh!” Mira sepertinya terkejut, ia membuka matanya dan melihat ke arahku dengan mulut terbuka sambil mendesah, aku menatapnya balik, Mira memerhatikanku, menunggu gerakanku selanjutnya, ia sudah terbuai kenikmatan terlarang ini walaupun aku dan dia belum sampai ke hidangan utama.

“Hehh… udahh… kak…” Mira mendorong kepalaku menjauh, kuturuti maunya dan melepas putingnya yang sudah mengacung keras.

“Kenapa?” Aku berbaring di sebelah Mira, kutolehkan kepalaku, kami kembali saling berbagi pandang.

“Geli banget tau…”

“Geli-geli enak kan? Haha.” Aku tertawa kecil.

“Ih apaan.” Mira menahan senyumnya sambil memukul-mukul bahuku.

“Eh tapi serius ini kamu pertama kali?”

Mira menjawab dengan anggukan, tak heran sedari tadi tubuhnya kaku.

“Berarti masih V?” Aku melirik tubuh bawah Mira yang masih mengenakan skinny jeans navy, kuraba perlahan paha dan bokongnya yang tercetak jelas dari balik celananya itu.

“Ya iyalah kakak… pake nanya…”

“Udah ah ngomong mulu, lanjut ya, jangan ditahan-tahan kalo enak, desah aja.” Kupeluk Mira dan mencumbu bibirnya, lalu kubuka kaitan bra Mira yang kemudian langsung dilepasnya, ciumannya semakin lihai, Mira belajar dengan cepat.

“Ini juga ya Mir.” Aku menyudahi ciumanku dengan Mira lalu merangkak untuk menarik celananya, Mira meluruskan kakinya agar memudahkanku melepas celana jeansnya ini.

Kubuang celana itu ke lantai di samping tempat tidur, aku terpaku, terpana melihat pemandangan di depanku, seorang gadis dengan kulit putih mulus tanpa cela, hanya tersisa celana dalam putih saja yang menghalangiku melihatnya benar-benar telanjang bulat terbaring di kasur kamar hotelku, tatapannya sendu mengarah padaku, pasrah terhadap apa yang akan kuperbuat padanya. Penisku kini sudah benar-benar tegang, yang semula aku ingin merangsang Mira lebih lagi tapi kuputuskan untuk langsung saja, napsuku sudah tak terbendung lagi.

“Ngeliatinnya gitu banget kak… malu…” Mira menutupi payudara dan menekuk kakinya, namun malah memperlihatkan cetakan bibir vagina di celana dalam yang ia kenakan.

“Cantik kok, ngapain malu?” Aku melepas celanaku, membebaskan penis tegangku yang sesak terhalang celana, Mira memandangi penisku penuh rasa penasaran.

“Pernah liat kontol gak?” Tanyaku, pikiranku sudah kosong, yang ada hanya hasrat liarku untuk bisa dipuaskan.

“P-pernah sih punya kakak aku… tapi gak segede itu-… eh ngapain nanya kaya gitu ih!” Mira menjawab sambil tetap memandangi penisku, matanya tak berpaling meski wajahnya mulai sangat memerah malu.

“Kali aja penasaran gitu hahaha.” Aku berlutut memposisikan diriku di depan Mira yang berbaring, celana dalamnya kutarik lepas. Mira kini benar-benar sudah telanjang bulat, vaginanya yang terhalang celana dalam kini nampak jelas, mengundang penisku untuk memasukinya.

Kugesek-gesekkan penisku di bibir vaginanya yang sudah agak basah karena rangsanganku di payudara Mira tadi sementara jari-jariku membuka vaginanya lebih lebar dan memainkan klitorisnya.

“Angghh… kak…” Mira terkejut dan langsung mencengkeram lenganku, aku tak memedulikannya dan mempercepat rangsanganku.

“Kak… ngggh… ahhh… ahhhh… oooohh…” Tubuh Mira menegang, lenganku diremasnya keras, Mira orgasme hanya dengan foreplay yang kulakukan. Mira memelukku erat, tubuhnya bergetar, aku membalas pelukannya menunggu orgasmenya reda.

“Gimana?” Bisikku di telinganya. Napas Mira masih ngos-ngosan tapi tubuhnya perlahan melemas, aku membaringkan Mira ke kasur lagi, penisku kugesekkan lagi di bibir vaginanya.

“Enak… hahh… hah…”

“Masukin ya, tahan Mir.” Kudorong penisku perlahan ke dalam vagina Mira, mencoba untuk tidak terlalu kasar dan mencari selaput daranya agar aku bisa mengira-ngira gerakanku, tapi penisku telah masuk semuanya, vagina Mira sangat sempit tapi tak ada selaput dara, penisku sudah benar-benar masuk.

“Mmmhh…” Sempitnya vagina Mira menjepit penisku sangat kencang, aku masih terkejut saat tak menemukan selaput dara milik Mira.

“Nggghh… kak… pelan… sssh…” Mira meringis sambil memegangi tanganku yang menumpu di kasur.

“Mir… masih perawan? Kok gak ada itunya?”

“Oooh… itu waktu latihan fisik kakhh…” Mira setengah mendesah karena aku mencoba untuk menggerakkan penisku lebih dalam.

“Sempit banget sih tapi, emang bener perawan deh.” Aku mulai bergerak keluar masuk vagina Mira dengan sangat pelan agar membuatnya terbiasa dan tidak melukai vaginanya.

“Kak… mmmhh… kok beneran diapa-apain sih akunya?”

“Kan tadi udah diizinin sayang.” Kugerakkan pinggulku maju mundur dengan hati-hati agar tak terlalu cepat, perlahan tapi pasti aku mulai mempercepat tempoku.

“Kak… sssshh… perih!” Mira mencengkeram bahuku sangat kencang, kukunya hampir mencakar kulitku.

“Mmhh sempit banget sih… ahhh…” Aku terbuai kenikmatan jepitan dinding vagina Mira, penisku tak pernah merasakan yang sesempit ini.

“Kak… nggghh…”

Plak plak plak plak!

Aku tak memedulikan protes dari Mira, kugerakkan pinggulku sedikit lebih cepat, penisku kuhujamkan dalam-dalam, kutabrakkan pahaku dengan bokong Mira sehingga menghasilkan suara tepukan bersamaan dengan goyangan kami.

“Ahh… ahh… ahh… ahhh…” Setelah sekian lama menahan kini desahan Mira sudah tak bisa dikendalikan, suara desahnya yang seirama dengan tusukan penisku membuatku semakin bergairah.

“Mir… mmhh… hahh… terbaik dah lu…”

“Ahhh… ahh… kak… iyahh… enak…” Desahan Mira semakin keras dan cepat mengikuti gerakanku yang kupercepat, getaran payudara Mira membuatku menunduk dan mengisapi putingnya sambil kuremas-remas.

“Ooooh… hehhh… aaahhhh…” Jambakan Mira pada rambutku dan tubuhnya yang menegang tanda orgasmenya yang kedua.

Kuhentikan sejenak permainanku sementara, penisku masih tertanam dalam vagina Mira, tersiram cairan kenikmatan yang ia rasakan sekarang. Mira menggigit bibir menikmati orgasmenya, lengannya terlingkar erat di leherku menarikku untuk memeluknya.

“Ahhh… kak… ayo lagi…”

“Lah keenakan lu ya hahaha…” Aku tertawa, Mira hanya bisa tersenyum sambil menjepit pahaku dengan kakinya agar aku melanjutkan goyanganku.

Tak usah menunggu lama-lama, Mira yang memohon-mohon seperti itu sudah cukup untuk membuatku bersemangat mencabulinya lagi.

“Nungging coba Mir.” Kukeluarkan penisku lalu kupandu Mira untuk menungging, bokongnya yang montok dan halus kini kuremas-remas sementara tanganku yang satunya memandu penisku memasuki vagina Mira.

“Nggghh… ahhh… kak lebih berasa kaya gini…” Mira menengok ke belakang, tatapannya penuh napsu sambil menggigit bibir bawahnya.

“Goyang ya.” Aku mulai menggerakkan pinggulku, penisku kembali keluar masuk, maju mundur, tiap jengkal penisku menggesek vagina Mira yang terasa lebih sempit di posisi ini.

“Ahhh… Miraaaahh…” Kupercepat gerakanku sambil memegangi pinggang Mira.

“Ahhh… iyahh… ahh… kak… ooohh… uhhh…” Mira membenamkan wajahnya di bantal, namun suara desahannya masih tidak bisa dibendung, 5 menit aku menggempurnya dan Mira tak henti-hentinya mendesah, sesekali ia menoleh ke belakang menatapku pasrah akan kenikmatan yang kami berdua rasakan.

“Mir… ahhh… ayo keluar lagi…” Kugoyang vagina Mira sedalam-dalamnya, menabrakkan kepala penisku pada mulut rahim Mira.

“Ngghh… ahhh… kak… sshhh… uhhh… ahhhhh!” Mira orgasme kembali, kaki dan tangan yang ia gunakan untuk menumpu tunggingannya itu bergetar sehingga membuat ia ambruk tengkurap di kasur.

Penisku terlepas dari vagina Mira saat ia ambruk, aku pun sudah di ujung. Kudekatkan penisku di bokongnya dan hanya dengan beberapa kali kocokan saja penisku langsung menyemburkan sperma tepat ke gundukan bokong montok Mira.

Crot crot crot crot crot!

Aku keluar lebih banyak dari biasanya, selain karena sudah menahan selama seminggu, aku yakin gadis ini paket lengkapnya untuk merobohkanku, cantik, manis, putih, mulus, wajahnya yang sensual, dan tentu saja jepitan vaginanya yang membuatku tergila-gila.

Kami sama-sama mencoba mengatur napas, aku merebahkan diriku di sebelah Mira yang masih tengkurap, kepalanya terangkat sedikit melihatku sambil tersenyum.

“Hahh… hah… hah… gimana?”

“Hahh… enak kak… enak banget… hahh…”

“Sini.” Aku membuka lenganku, Mira menaiki badanku dan tengkurap di atasnya sementara aku memakaikan selimut untuk kami berdua. Tak perlu waktu lama sebelum kami sama-sama tertidur.

.

.

.

.

“Hah?! Kak jam berapa nih?” Mira terbangun di atasku, selimut yang kami pakai tersingkap karena Mira sudah duduk di atas perutku.

“Heh? Ya mana tau Mir, baru bangun juga ini.” Aku langsung sadar sepenuhnya, bukan karena teriakan Mira, tapi karena pemandangan tubuhnya.

Mira meraih hapenya, dinyalakan layar hape itu dan ekspresi muka Mira menjadi lebih kaget.

“Kak, jam setengah tujuh ini aduh gimana? Aku belum ngapa-ngapain!” Mira berdiri dan langsung berlari meloncat ke kamar mandi sementara aku membereskan kamar, kurapikan tempat tidur sebisaku lalu segera memakai baju.

Terdengar guyuran air dari dalam kamar mandi sementara aku sudah terduduk di ujung tempat tidur, mengingat-ingat apa yang terjadi semalam dan seberapa beruntungnya atau sialnya aku, tergantung dari sudut pandang mana aku melihat. Dalam hatiku memohon untuk jangan menjadikan ini masalah baru yaitu jangan sampai Mira jadi terbawa napsu mencariku terus, atau lebih parahnya malah terbawa perasaan, otakku berkata jangan, tapi tubuh dan hasratku berkata ‘Mira seenak itu masa lu lepas woi! Jangan bego!’

Mira akhirnya keluar dari kamar mandi, wajah dan sebagian rambutnya masih basah namun tak ada semerbak wangi sabun atau shampoo.

“Gak mandi Mir?”

“Mana sempat kak, duh aku keringin dikit terus langsung balik kamar ya.”

“Kamar lu yang di depan kan?”

“Bukan, itu kamar si Badr-… Vivi.”

“Yaudah deh.”

Aku menunggu Mira mengeringkan wajah dan rambutnya dan juga memakai kembali pakaiannya, kemudian kuantar ia sampai ke depan pintu kamarku.

“Makasih ya kak, maaf aku buru-buru banget ya.” Mira tergesa-gesa berjalan keluar, tapi ia menyempatkan untuk menoleh ke arahku, melambaikan tangannya lengkap dengan wink dan kiss bye.

“Iya hati-hati ke kamar.” Aku membalas lambaian tangan Mira.

Aku menoleh ke arah lain lorong lantai hotel ini sebelum sempat menutup pintu, dan di sana sudah berdiri Jinan yang menatap sinis padaku.

“Bener-bener ya, ngobrol doang ya kak? Sampe di kamar pagi-pagi? Apa nginep?” Jinan melipat lengannya di dada, lalu dengan cepatnya menerobos masuk ke kamarku, melewati aku yang masih terkejut.

“Nan!” Aku setengah berlari mengikuti Jinan masuk ke kamar.

“Hmmmm…” Jinan berdiri di tengah kamar menoleh kesana kemari.

“Ngapain?!”

“Sampe kapan mau main-main terus kak?”

“Apaan maksudnya?”

“Udah kubilang, jadi cowo tuh peka. Aku bisa aja kan ngelaporin semua kelakuan kakak, tapi aku masih mau kasih kakak kesempatan. Malah kaya gini.”

“Tunggu dulu, salah paham aja ini, sini biar dijelasin dulu.” Aku menarik lengan Jinan untuk duduk di kasur bersamaku.

“Jelasin apaan? Kurang jelas apa dia sekamar sama kakak?”

“Iya itu ada alasannya!”

“Udah ah lama-lama eneg.” Jinan berjalan keluar kamar.

“Tunggu!” Sebelum bisa keluar aku lari menutup pintu dan dengan cepat menarik Jinan, tubuhnya kudorong ke dinding.

“Kak…”
 
Waduhhh ini dia yang ditunggu tunggu... Hehehe... Giliran jinan dong....
 
Ulululululu... Mira dihamilin kak jeer, :pandajahat:
 
Malem mira sarapan jinan

Ntar dibaca, tandain dulu
 
anjerrrr,kegep jinan malah langsung (mau) di ena-ena

alias lancrotkannnnnnnn
 
Abis jinan terus vivi juga boleh hu hehehe biar jadi spesialis akademi
 
Suhu gnomegnome saya nobatkan sebagai penulis subforum fiksi favorit saya yg ke 3 setelah freezerbunny dan h4n53n, keren banget chapter ini 👍
 
Waduh lagi sama mira ketahuan jinan nih ehehehehe ena banget lah
Waduhhh ini dia yang ditunggu tunggu... Hehehe... Giliran jinan dong....
dtunggu lanjutan Jinan hu
kak Mira enak bgt wkwkw, next langsung Jinan? hehe
Waduduu ada jiban nih next nya..
anjerrrr,kegep jinan malah langsung (mau) di ena-ena

alias lancrotkannnnnnnn
Enak banget, abis genjot mira mau genjot Jinan
Thanks updatenya hu, Jinan kulit coklat ya gas sih wkwk
Ayo Nan bisa

ini pada pengen jinan semua, bisa bikin grup wa nih
 
Bimabet
akhirnya update hihihi

hehe maaf ya sudah tidak update lama dan updatenya tertunda
Ulululululu... Mira dihamilin kak jeer, :pandajahat:

heh kok malah homal hamil ngomongnya?! jerry repot nanti
Malem mira sarapan jinan

Ntar dibaca, tandain dulu

ditunggu review part ini ya ehehe
Abis jinan terus vivi juga boleh hu hehehe biar jadi spesialis akademi

aduh liat nanti deh itu
Astaga kamira :pandatakut::pandatakut::pandatakut:

mir dicariin nih
Suhu gnomegnome saya nobatkan sebagai penulis subforum fiksi favorit saya yg ke 3 setelah freezerbunny dan h4n53n, keren banget chapter ini 👍

waduh terimakasih loh suhu :tidak: jadi ena
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd