Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Is This the Love We Created? (PART 22/S1 End)

Status
Please reply by conversation.
ay.,ay.,ay.,
jangan tidur di mobil dong, ntar jerry & viny kembali beraksi.,

sst aya gak perlu tau
Yuk masukin pelan pelan yuk

masuk senbatsu?
Jerry sokap?
Temennya Tom? *pffftt

Alias

Page 9 update part 9 doonnngg

wah mulai psywar ya anda :marah:
gak mau! :wek:




eh ada apa nih :kacau:

jangan dengerin dia njel, shani yang sempurna aja dikecewain apalagi kamu

eh maksudnya bukan kamu gak sempurna ya-... eee itulah. pokoknya jerry mau kenalan :cup:
 
PART 9: Friends Will Be Friends

Deg! Aku tersadar. Kamar ini ramai dengan suara-suara wanita, aku pun tau walau aku belum membuka mataku. Kuputuskan untuk mengintip, kubuka mataku sedikit. Terlihat di samping kasurku ada Aya yang sedang bermain hape, kepalanya berbaring di pahaku. Di belakang Aya ada Eli, Chika, Gita, Indy, Christy, Muthe, dan Tasya yang duduk berdesakan di sofa. Mereka pindah latihan disini kali ya?

“Kak Aya sayang banget sama kak Jer. Liatin deh dari tadi disitu mulu.” Salah satu dari mereka mulai berbicara, dari pandanganku yang terbatas ini aku tak bisa melihat siapa.

“Iya ya, pengen deh punya adek kaya kak Aya, sayang banget sama kakaknya.”

“Aku pengennya punya kakak kaya kak Jerry aja deh. Bisa disayangin.” Lalu mereka mulai tertawa, kurasakan tekanan di pahaku terangkat, Aya memandangi mereka.

“Haha iyaaa sayangable banget.” Kali ini terlihat jelas Chika yang berbicara.

“Dapet kakak cakep darimana sih kak? Jadi pengen…” Suara ini tak asing, ini suara Eli.

“Pantes aja kak Aya gak fokus latihan ya tadi, yang dikhawatirin cakep gini.” Muthe menambahkan.

Pintu kamar terbuka, aku terkejut dan reflek terduduk di kasur dan menoleh. Aya terkejut, begitu pula teman-temannya. Selesai sudah kesempatanku untuk menguping.

“Lah? Udah sadar nih orangnya.” Viny masuk ke kamarku bersama dengan Beby lalu diikuti oleh 3 orang pria yang sudah sangat kukenal. “Nih ada tamu Jer.”

Aya langsung memelukku, kuusap punggung Aya.

“Makanya jangan begadang terus sih kak! Aku takut kakak kenapa-napa!”

“Iya-iya gak usah nangis, malu tuh sama temen-temen kamu.”

Aya membenamkan wajahnya di dadaku, tangisnya sudah agak mereda. Chika dan Christy kemudian menghampiri Aya dan menenangkannya. Aya berjalan ke sofa, bocah-bocah itu sekarang saling berpelukan.

Ketiga pria yang tadi masuk ke kamarku masih mematung. Indra si drumer pendek yang set-up simbal drumnya gak pernah proporsional sama tinggi badannya, Galang si gitaris tamatan Teknik Elektro yang punya gitar, efek, dan amplifier buatan sendiri; dan Mario si basis tersesat dari genrenya yang blues dan funk tapi malah masuk ke dalam band rock. Mereka adalah sahabatku sekaligus personil band buatanku sejak tamat SMA dulu. Aku? Jerry si gitaris rhythm dan vokalis keren idaman para wanita dan member-member JKT48. Kenapa? Gak suka? Bikin cerita sendiri sana.

“Jer, temen kamu nih disapa dong.” Viny memecah kesunyian. Dari belakang teman-temanku Beby mengajak anak-anak yang lain untuk keluar kamar, mungkin ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh mereka.

“Eh repot-repot lu pada.” Aku menyambut mereka dengan senyum. Mario meletakkan buah-buahan yang dibawanya ke meja, sementara wanita-wanita ini keluar ruangan.

“Bangke lu dijenguk gak tanggung-tanggung sama K3. Untung gak ada Anin.” Indra menjatuhkan dirinya di sofa.

“Lah lu enak gak ketemu oshi, tadi gue tatap-tatapan sama Beby di depan.” Gerutu Mario yang sedang sibuk mengeluarkan buah-buahan tadi.

“Cemen lu berdua ketemu member doang.” Galang menaruh tas gitarnya di samping sofa lalu duduk di sofa mengikuti Indra.

“Ketemu Desy juga paling lu diem Lang.” Mario menggigit buah apel yang diambilnya lalu melempar foam net dari apel itu ke Galang.

“Kesini bukannya doain gue cepet sembuh malah berantem.”

“Iya tau nih si Indra.” Galang melempar Indra dengan foam net tadi.

“Lu-lu pada semua pokoknya. Malah ributnya disini.” Aku menunjuk mereka semua.

“Yee udah dibawain buah-buahan juga.” Mario menambahkan, kemudian menggigit lagi apelnya.

“Bawa sendiri makan sendiri lu.” Aku berbaring lagi.

“Emang lu sakit apa sih?” Indra akhirnya berbicara.

“Gue juga gak tau, tiba-tiba pingsan terus udah disini aja.”

“Eh itu K3 kok bisa nyasar disini? Kerjaan si Aya?” Indra menunjuk-nunjuk pintu kamar.

“Gue juga gak tau, baru juga bangun.”

Kalau kalian bertanya ‘ini band atau sirkel wota lu sih?’ Jawabannya kedua-duanya. Aku meracuni mereka dengan JKT48 setelah berulang kali aku ngestalk member di twit**ter atau sekedar menonton MV di youtube. Sekarang biasanya setelah kita selesai latihan dan kalau tidak ada jadwal reguleran, kita langsung berangkat ke FX. Band ini sebenarnya hanya tempat menyalurkan hobiku untuk bermusik, sekedar ngecover lagu-lagu rock jaman dulu, dapat job reguler atau manggung pun menurutku cuma bonus. Setahun belakangan ini aku mulai serius untuk bisa menciptakan lagu sendiri.

Ckrek! Viny membuka pintu dan masuk ke kamar, lalu seakan tidak peduli dengan teman-temanku ia menghampiriku, duduk di sisi kasur dan mulai mengusap-usap rambutku.

“Tenang aja. Kamu kecapekan aja kok, kurang tidur sama kurang makan juga.” Viny lalu mendekatkan mulutnya ke telingaku.

“Aku juga sih yang salah, padahal malemnya udah, terus kemarinnya juga udah, kemarinnya lagi sama aku juga kan.” Bisiknya lalu tertawa kecil. Aku juga tertawa. Kamu gak tau aja Vin, tenagaku juga dikuras sama Eli. Viny kemudian beranjak dari kasurku.

“Udah yang penting kamu istirahat dulu sama makan. Besok pagi katanya udah boleh pulang.”

“Eh bentar Vin, yang bawa aku kesini siapa?”

“Aku lah, pake mobil kamu.” Viny menoleh ke arah teman-temanku yang daritadi sudah memerhatikan aku dan Viny dengan mata melotot. “Salah satu dari kalian nanti bilang kalo kalian yang nganter, soalnya Jerry bilang ke Aya kalo nginep di rumah temen.”

“Lu aja Yo, lu kan pinter boong, pinter ngeles.” Kataku menunjuk Mario. Mario hanya bisa mengangguk-angguk. “Oiya, ini jam berapa?”

“Jam 9 malem.” Jawab Viny sambil mengecek jam.

“Aku tidur seharian?” Viny hanya mengangguk pelan.

“Yaudah kamu istirahat aja, abis ini langsung tidur lagi aja ya, besok pagi aja makannya. Aku pamit dulu, nanti Aya yang jagain disini.”

Viny mengecup bibirku kemudian keningku.

“Get well soon sayang, love you.”

“Love you too Vin.” Viny berjalan keluar kamar, lalu menutup pintu sambil melambaikan tangannya padaku.

Aku menoleh ke arah teman-temanku, tak hanya melotot, mulut mereka sekarang menganga.

“Pake pelet apaan lu?!”

“Gila-gila fan servicenya Viny.”

“Fan service apaan, gue udah jadian sama Viny.”

Ketiga temanku ini terdiam melihatku.

“Bisanya, dicomblangin Aya?” Galang angkat bicara.

“Apaan sih, lu kalo suka sama adek gue bilang.”

“Ogah ah kakaknya kaya lu.” Indra tertawa.

“Yaudah deh, kata Viny tadi lu besok pulang kan? Rabu kita latihan ya.” Mario berdiri dari sofa.

“Soal yang tadi gue nganter lu aman kok.”

“Pamitan nih?” Indra bertanya, baru saja selesai mengupas jeruk yang diambilnya.

“Iya, parah lu ngabisin buah orang sakit.”

“Bacot!” Kataku dan Indra bersamaan pada Galang.

Mereka kemudian berpamitan dan akhirnya aku tenang sendiri di kamar ini. Kupejamkan mataku, berharap aku bisa tertidur. 10, 20, 30 menit berlalu, aku masih terjaga, tak ada perasaan kantuk sedikit pun. Aku memutuskan untuk memainkan hapeku sebentar. Entah sejak kapan hapeku ada di sisi kasur ini, tapi yang kuyakin pasti Viny yang menaruhnya. Aku membuka hapeku, ratusan notifikasi terpampang di layar hape. Aku mencoba membacanya satu per satu, kebanyakan memang tidak penting tapi aku tak mau terlewat sesuatu yang penting atau menarik, atau keduanya.

Setelah 30 menit bermain hape, Aya masuk ke kamar.

“Kak! Tidur ih.” Aya menghampiriku.

“Gak bisa Ya, daritadi juga udah merem tetep gak bisa tidur.” Aku menaruh hapeku di meja sebelah kasur.

“Ya-yaudah, tapi jangan main hape ya.”

Aya menaruh tasnya di atas kulkas kecil di ujung ruangan, lalu mengambil beberapa helai pakaian. Aya kemudian pergi ke sofa dan mulai membuka bajunya. Kaos, celana, lalu bra.

“Woi! Ngapain sih?!” Aku reflek menutupi selangkanganku, penisku kini perlahan menegang melihat lekuk tubuh adikku sendiri. Belum lagi ini kali pertama aku melihat payudara Aya tanpa penghalang apa pun. Bentuknya bulat penuh dan lebih besar dari bayanganku. Putingnya berwarna coklat muda dengan areola yang tidak terlalu besar.

“Ganti baj-… IIIIH KAKAK SANGE LIAT AKU YAAA?!” Aya menunjuk selangkangan yang kututupi dengan tangan.

“Ssst! Berisik! Ini rumah sakit Ya.”

“Iiiih tapi kakak sange kan.” Aya menahan-nahan tawanya kemudian memakai piama yang sudah ia keluarkan dari dalam tasnya.

“Namanya juga cowo Ya.”

“Iya iya duh kakak aku.” Aya naik ke atas kasur dan merangkak ke atasku, Aya kini tengkurap di atas tubuhku, aku dapat merasakan gundukan payudara Aya menekan dadaku. Bibirku dikulumnya, aku membalas perlakuan Aya. Tangan kiriku memegangi pinggangnya.

“Pacar boleh kaya gini kan kak?” Aya bertanya padaku setelah melepas bibirnya dari bibirku. Aku hanya mengangguk pelan.

“Kakak cepet sembuh ya, aku gak mau kakak sakit-sakit gini.” Aya mencium pipiku, kami berpelukan di atas kasur.

Cklek! Pintu kamarku kembali terbuka. Kini ada Eli yang memasuki ruangan. Aku dan Aya terkejut, lalu Aya segera beranjak dari kasurku.

“Ih lagi mesra-mesraan sama kak Jer? Mauuu!”

“Apaan sih, temenin aku aja gak usah pake genit ke kak Jer.” Aya menunjuk sofa, menyuruh Eli untuk jauh-jauh dari kasurku.

“Iya ih, becanda doang atuh.”

“Kalian yang tidur cepet gih, besok kan ada jadwal teater.”

Kalo nanggung gini gak enak juga rasanya. Penisku masih menegang setelah tadi digoda oleh Aya. Aku berusaha menutupi tonjolan di celanaku ini.

Lambat laun aku pun tertidur, bisa terdengar juga suara dengkuran halus Aya, dan Eli hanya diam dalam tidurnya. Tidurku ringan malam ini dan sedikit gangguan saja sudah cukup untuk membuatku terbangun.

Aku terbangun, kurasakan penisku basah, lalu dijepit, dan hangat. Aku terbangun, Eli sudah menunggangi penisku, menggoyangkan pinggulnya sambil berbaring di atasku.

“Mmmh… mmh… mmhh… ahhh…” Eli membisikkan desahannya tepat di telingaku.

“Nggh… Gila lu, gue sakit gini gara-gara kebanyakan ngewe… mmhh…” bisikku balik di telinga Eli. Aku menoleh ke arah sofa, Aya masih terlelap.

“Gakh… gapapa kaak… Siapa suruhhh… pamer kontol ngaceng uhhh… ahhh…”

“Gila lu gak liat tempat Li… mmmhh…” Kedua tanganku kini meremas pantat Eli yang memang tak seberapa montoknya tapi tetap saja kenyal. Eli menggoyang penisku makin cepat.

“Ahhh… ahhh… ngghh… kakaaak… ahhh…” Aku hanya pasrah saja, tak mau tenagaku terkuras lagi dan malah memperlama masa rawat inapku, tapi aku tak bisa bohong, Eli memang jago, apalagi vaginanya sangat sempit, dan desahan binalnya ini membuat aku tak bisa menahan birahiku.

“Ohh Eli… cepet lu kelarin aja… mmhh…”

Eli kini terduduk, lalu mulai bergerak lagi, Eli sangat hati-hati agar kasur ini tidak bersuara, namun tetap saja gerakannya sangat agresif. Jariku kini diisapnya.

“Mmmh… clppp… mmmh…” Eli menutup matanya makin menikmati penisku.

“Li, gue mau keluar, Li.” Aku berusaha mengangkat Eli.

“Mmmhh… yaudah bareng ajaaahhh…” Eli semakin meracau tak jelas, gerakannya dipercepat.

“Ngghh… ahhh… mmmh… ahh… aaaaaahhhh!” Tubuh Eli menegang lalu ambruk terbaring ke arahku. Di saat yang bersamaan spermaku menyembur di dalam vagina Eli. Tubuhku juga menegang, kuremas pantat Eli keras-keras. Kali ini penisku seperti dikuras spermanya sampai ke tetes terakhir.

Aku menoleh ke arah Aya yang masih tertidur.

“Tenang aja, tadi kita minum jus, terus gelasnya kak Aya aku kasih obat tidur.”

“Sumpah Li, lu gila. Sinting lu. Untung aja enak.”

Eli cekikikan. “Makasih ya kak. Tidur lagi aja, nanti celananya aku pakein lagi.”

Mungkin memang Eli yang aku butuhkan malam ini agar dapat tidur dengan nyenyak. Dan betul saja, tidurku tak terganggu lagi hingga siang.

Aku keluar dari rumah sakit hari ini juga, sebetulnya masih sedikit lemas tapi tak apa, aku sudah bisa berkegiatan lagi seperti biasa. Beberapa hari ini aku lalui, tak ada yang menarik untuk diceritakan. Kemudian hari Jumat. Kelas kuliahku baru saja berakhir, aku mengambil kelas mengulang dan semua teman kelasku adalah adik tingkat. Aku tak terlalu kenal dengan mereka jadi ya kerjaanku di kelas hanya main hape. Kelas sudah berakhir, dosen sudah keluar tapi aku masih membalas chat teman-temanku yang sedari tadi tidak bisa sepakat mau latihan dimana.

Pundakku ditepuk. “Kak? Aku boleh nebeng gak? Mau ke rumah Aya.”

“Oh? Iya boleh kok.” Aku menjawab setelah menoleh ke belakang dan memastikan siapa yang menepuk dan bertanya padaku.

Jinan. Sang primadona angkatannya yang lebih memilih pulang denganku yang bukan siapa-siapa di kampus daripada diajak keluyuran gak jelas oleh anak hits kampus ini.

Iya, Jinan yang itu. Jinan Safa Safira.
 
anjir lah eli wkwkw

gabisa liat kontoru nganggur 🤣
tinggal jinan nih huu mppghhh
 
angan dengerin dia njel, shani yang sempurna aja dikecewain apalagi kamu

eh maksudnya bukan kamu gak sempurna ya-... eee itulah. pokoknya jerry mau kenalan :cup:


udah modus mau kenalan padahal...... terus deketin jinan lagi temen aku:marah:
 
Kenapa aya ga sekalian digarap aja si hu ?? Nanggung banget !! 😡😡😡

Alias ditunggu sama jinan nya hehehehehe
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd