Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Is This the Love We Created? (PART 22/S1 End)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Kak Aya enaa, kak Viny jg enaa hehe
Semoga ga diskontinyu ditengah jalan kaya beberapa cerita kak Viny yg laen ya :sendirian:
 
PART 5: Revelations

Aku termenung bersandar di samping mobilku sambil menghisap rokok yang baru saja kubakar. Aku memilih untuk memarkir mobilku di pojokan, jauh dari keramaian wota-wota yang berkerumun. Hari ini terasa panjang, tapi setidaknya rasa rinduku sudah terpuaskan.

“Boleh pinjem korek?”

“Vin?” Viny menghampiriku, sebatang rokok sudah berada di antara telunjuk dan jari tengah tangan kirinya. Ia sudah mengenakan pakaian biasa, kaos putih longgar dengan celana denim khaki.

“Eh, aneh ya? Hehe.”

“Engga sih, gak takut diliatin orang?”

“Engga, lagian di sini sepi.”

Aku menawarkan korek yang kuambil dari kantong celanaku. Viny menyalakan rokoknya dan menghisap beberapa kali, memastikan rokok itu benar-benar menyala dengan sempurna. Bisa dipastikan Viny sudah lama merokok dari caranya membakar rokok.

Aku hanya bisa memandanginya, lalu ia mengembalikan korekku.

“Kenapa? Aneh ya liat member ngerokok?”

“Kaget aja Vin. Gak nyangka aja.”

“Gue ngerokok udah lama kok.”

“Manajemen tau?”

Dia hanya mengangguk sambil menarik hisapan panjang dari rokoknya.

“Pfuhhh…” Bau rokok menyengat ini terasa kontras keluar dari parasnya yang cantik. “Berarti lu fans ya?”

Aku spontan mengangkat alisku. “Iya gue fans. Lu gak takut gue sebarin ini?”

“Lu butuh bayaran buat tutup mulut?”

“Gue nanya doang. Lagian gue bukan tipe fans kaya gitu.”

Viny menatap mukaku lama. “Gue kaya pernah liat lu, dimana ya?” Katanya sambil mengacungkan rokoknya ke arahku.

“Pas HS kali.”

“Bukan, di luar HS juga gue sering liat lu.”

Viny kembali menghisap rokoknya. “Oiya, lu pacarnya Aya kan, yang sering dipanggil ‘kakak’ itu, siapa, Jerry?”

Aku menyembunyikan rasa terkejutku. “Pacar?”

“Iya. Lu sering anter jemput Aya kan.”

“I-iya sih, tapi…”

“Udah, aman kok.”

Aku bingung. Sejak kapan aku menjadi pacar adikku sendiri?

“Gue bakal tutup mulut asal lu gak bego. Lu sebagai fans harusnya tau kan.” Viny seakan menyindir dirinya sendiri.

“Bentar! Kayanya ini salah paham. Lu dapet kabar darimana?”

“Lah, Aya sendiri kok yang bilang. Apa lu gak nganggep dia?”

Aku terkejut lagi. Kali ini tidak dapat menahan ekspresi wajahku yang kebingungan.

“Vin! Gue emang kakaknya Aya! Mungkin bukan kakak kandung, tapi gue emang dari kecil udah bareng sama dia.”

Kali ini berbalik Viny yang terlihat kebingungan. Rokok di mulut Viny tak jadi dihisapnya.

“Gue anak pungut tapi gue sayang sama keluarga gue yang sekarang. Termasuk sama Aya.”

Viny menjetikkan rokoknya dan membuang abu yang menggantung dari ujung rokok itu.

“Oke. Anggep aja gue percaya sama lu. Intinya gue minta lu jagain Aya, dia butuh support, bukan gombalan semu. Abis ini Yona bakal last show duluan dan kapten bakal balik ke gue, jadi udah tanggung jawab gue buat jagain anak tim.”

“Iya gue bakal jagain Aya terus kok.”

Viny tersenyum, ia membuang rokoknya. “Gak usah tegang dong, baru digertak dikit doang.”

“Yaelah Vin, coba lu dituduh jadi pacarnya adek lu sendiri, ya tegang lah.” Aku membuka bungkus rokokku dan menawarkan Viny sebelum mengambil sebatang untuk diriku sendiri.

“Gue juga sebenarnya kesini buat ngomongin satu hal lain. Yupi.”

Aku tak jadi menyalakan rokok yang sudah berada di antara kedua bibirku ini.

“Gak usah kaget. Yupi udah cerita malem itu juga.”

Viny mencabut rokok dari mulutku. Yang menempel di bibirku kini adalah bibir Viny. Kami mulai berciuman. Kami saling melumat bibir, rasa dan aroma rokok yang biasanya membekas tak bisa mengalahkan rasa manis bibir Viny.

Viny melepaskan ciumannya. Bibirnya menuju ke telingaku, sementara tangannya mengelus selangkanganku. “Mobil lu, sekarang.” Bisiknya.

Tak usah disuruh dua kali, aku langsung membuka kunci pintu mobil. Kami berdua masuk ke kursi tengah. Viny mendorongku untuk berbaring dan kami lanjut berciuman. Lidah kami tak mau ketinggalan.

“Buka semua ya.” Viny melepas pakaian yang dikenakannya satu per satu, aku juga melakukannya. Mataku tak berpaling dari Viny, bagaimana ia dengan anggunnya melepas bajunya meski dalam situasi sempit seperti ini, lalu kulitnya yang putih mulus perlahan terungkap dibalik pakaiannya itu. Bra Viny dilepasnya, dan payudaranya yang ternyata lebih besar dari dugaanku pun nampak jelas di mataku. Penisku menegang sendiri, Viny kemudian melepas celana dalamnya. Vagina Viny tampak sangat rapat dengan bulu-bulu yang sepertinya ia rawat sehingga tidak lebat.

“Vin, lu sebenernya mau ngapain sih?” Aku masih bingung, rasa penasaranku tak terpenuhi. Semua ini terjadi terlalu cepat.

“Gue penasaran. Yupi cerita kalo lu enak banget.” Setelah menjawabku Viny langsung mengocok penisku yang sudah menegang melihat Viny yang telanjang bulat.

“Eh tunggu, Yupi cerita apa?” Aku menarik diri tapi tak berguna karena sudah tak ada tempat untuk mundur lagi.

“Banyak tanya deh. Yupi tuh hyper. Udah sering main sama cowo, sama cewe juga, dan jarang banget yang bisa muasin dia, dan lu salah satunya.” Viny mulai mengocok penisku pelan, tangannya terasa sangat halus, jari-jarinya lihai bermain di penisku. Bisa dipastikan Viny sudah berpengalaman.

“Kalo Yupi aja puas, gimana gue.” Viny menghentikan kocokannya dan langsung melahap penisku. “Hmmph…” Mulut Viny penuh, kepalanya digoyangkan naik turun sambil menghisap penisku kuat-kuat. Gila! Aku dioral oshiku sendiri.

“Ahhh… Vin…” Aku belum siap menghadapi permainan mulut dan lidah Viny.

“Pahhh…” Viny melepaskan mulutnya dari penisku. “Langsung aja ya, gue udah basah. Waktu kita juga dikit.”

Viny beranjak menunggangiku sementara aku memposisikan diri agar lebih nyaman berbaring di kursi belakang mobilku yang tidak terlalu lebar ini.

Tanganku memegangi pinggang Viny, dia lalu menggesek penisku dengan vaginanya yang ternyata memang sudah basah.

Slebb…

“Mmhh…” Viny menahan desahannya sambil menggigit bibir. Aku merasakan tiap sudut vagina Viny menjepit penisku erat-erat. Ia mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun, badannya condong ke depan, tangannya menumpu di dadaku. Aku masih terpana.

“Ahh… sshhh… lu gede banget sih Jer.” Viny sekarang bergoyang memutar dan menyamping.

“Ohh… ini mah… lu yang sempit Vin…” Tangan kananku kini meremas payudara kiri Viny dan memainkan putingnya yang kecil.

“Pantess… ajahh… ahh… Yupi nyariin lu mulu… sampe coli juga mikirin lu… mmh…”

Aku beranjak duduk lalu menjilati dan menghisap puting Viny bergantian. Viny mempercepat goyangannya. Lengannya dilingkarkan di leherku, tangannya menarik kepalaku ke dadanya.

“Auhh… Ahh… Mmmh…” Desahan Viny tak lagi ditahannya, entah mobil ini cukup kedap suara atau tidak untuk meredam desahannya yang keras.

“Ngghh… Gue keluar… Aaaaaaahhhh!” Sekujur tubuh Viny menegang, ia menghentikan gerakannya dan membiarkan penisku masuk dalam-dalam menyentuh mulut rahimnya. Kurasakan penisku tersiram cairan hangat. Mulut Viny menganga, matanya terpejam menikmati tiap detik orgasmenya.

“Ayo Vin… hah… hah… gue dikit lagi…”

Setelah orgasme Viny reda, ia mencabut penisku dan mulai mengocoknya lagi di depan mukanya, lidahnya menjulur menyentuh kepala penisku. “Tenang aja, gue gak akan bikin lu kentang.”

Penisku dijilati Viny sambil ia mengocok penisku semakin cepat. “Vin… Nggh…” Aku memegangi kepala Viny, Viny kini kembali mengulum penisku, lidahnya menjilati tiap jengkal penisku dari dalam mulutnya. Aku tak dapat menahan lagi.

“Vin! Aaahhh…” Crot crot crot crot

4, 5, 6 kali spermaku menyembur di dalam mulut Viny. Viny menelan spermaku, lalu menghisap sisa-sisanya dari penisku.

Aku kembali terbaring, napasku ngos-ngosan. Kulihat Viny sedang mengelap tubuhnya dengan tisu yang ada di mobilku.

“Gue akuin, gue gak pernah orgasme sehebat tadi.”

“Lu udah sering Vin?”

“Iya, dulu waktu kena… ya lu tau lah, skandal itu.”

“Lu juga enak banget Vin, gue gak nyangka bisa ngentot sama oshi sendiri.”

Viny berhenti. “Serius?”

Aku mengangguk. “Dari lu masih trainee. Lu oshi pertama gue, dan gak pernah ganti.”

“Makasih ya.” Nada Viny berubah lembut, seperti sedang berada di atas panggung atau di bilik handshake. Viny lalu menyodorkan hapenya ke mukaku. “Tulis nomer lu.”

Aku mengetikkan nomerku di hape Viny dan mengembalikannya. “Nanti gue telpon, lu save nomer gue juga ya.”

“Kok… tapi kenapa?”

“Gue butuh orang yang udah tau aslinya gue tapi tetep support gue di sisa waktu sampai last show nanti. Mungkin buat setelah gue bener-bener grad juga.” Viny tersenyum kecil. Senyum yang kukenal selama ini. “Or maybe I’m just addicted to you.”

“Gimana pun, gue bakal nyari lu kok. Thanks again.” Kata Viny sembari membuka pintu dan berjalan keluar dari mobilku.

Aku buru-buru membersihkan tubuh dan interior mobil sebisaku. Aku bergegas masuk ke dalam gedung. Masih sempat, pengumuman baru dimulai. Aku menyaksikan satu per satu peringkat disebutkan, lalu peringkat ke-4. Nurhayati. Aku sendiri tak percaya, adik kecil manjaku itu bisa menempati posisi yang cukup tinggi, bahkan melebihi oshiku sendiri. Acara kemudian berjalan seperti yang kalian tau. Peringkat 3 sampai 1 diumumkan, diikuti sorakan wota-wota yang kegirangan. Aku menunggu Aya pulang, siapa lagi yang akan mengantarnya pulang.

Aya menghampiri mobilku, kulihat ia berjalan keluar dari dalam gedung. Ia mendekat, senyum lebarnya makin terlihat ketika ia memasuki mobil.

Aku tak bisa menahan senyumku sendiri melihat Aya begitu bahagia. “Selamat Ya!” Aku menyambutnya dengan pelukan. Aya membalas pelukanku.

“MAKASIIH KAKAAAK! AKU SENENG BANGET TAU GA SI…”

“Ssst… udah malem ih, kamu ribut banget.”

“Ya kan lagi seneng, lagi bahagia gitu.” Aya mengendus-endus tubuhku yang masih dipeluknya. “Ih kakak bau, gak mandi ya?”

“Enak aja.” Aya melepas pelukannya.

“Yaudah ayo pulang.”

Indahnya senyum manismu~

Dalam mimpiku~


Hapeku berdering. Ya, Suzukake Nanchara adalah nada deringku. Kenapa? Karena sebelum kejadian malam ini aku tak pernah menyangka bisa mengenal Viny sedekat ini, dan melakukan… ya kalian tau sendiri lah, hehe.

“Angkatin dulu dong.” Kataku sibuk mengemudikan mobil. Aku menyerahkan hapeku kepada Aya.

“Nomer doang kak. Aku loudspeaker aja ya.” Aya mengaktifkan loudspeaker lalu mengangkat panggilan itu.

“Halo.”

“Halo, siapa?” Jawabku.

“Viny, save nomer gue ya. Bye.” Telpon terputus.

Aya menatapku heran. “Kak?”
Keren hu.. Cma ak bingung aja pas viny yg tiba" Muncul.. Wkwkw..
 
Hehe kapini hehe jder
Kakpin hhehehehe
mantap vinyyy
Waw Kak Pini

hehehe kapini ntap hehe

Kak Aya enaa, kak Viny jg enaa hehe
Semoga ga diskontinyu ditengah jalan kaya beberapa cerita kak Viny yg laen ya :sendirian:

selagi banyak respon dari pembaca, ane pasti semangat hu hehehehe

BHAHAHA KAMU KETAHUAN BOS!!
Yah ketauan yah

ssst aya masih bobo, jangan keras keras

jelasin Jer.,!!
pakai bibir biasa.,

iya ngomong pake bibir kan?

Tunggu yupi sama Viny main bareng hehheeh
yu bisa yu aya x viny

hayo bentrok hayo rebutin pini

Keren hu.. Cma ak bingung aja pas viny yg tiba" Muncul.. Wkwkw..

sama, jerry juga bingung :pandaketawa:
 
PART 6: Innuendo



“Kak?”

“Iya, k-kenapa?” Aku pura-pura tidak tau apa yang terjadi.

“Itu kak Viny itu kan? Kak Viny oshi kakak kan?”

“Iya kali eh-… hehe.” Jawabanku tak membantu membuat situasi ini tidak menjadi lebih canggung lagi.

“Kakak tukeran nomer hape? Kapan? Kok aku gak tau?”

“Emang kamu perlu tau?”

“Ya perlu lah! Kakak deket sama temen-temen aku ya aku harus tau!”

Aku menatapnya heran. “Kok gitu?”

Aya berpaling dari tatapanku, ia seperti mencari-cari alasan. “Eee… itu… kali aja kakak macem-macemin mereka gitu kan.”

“Emang kakak penjahat?”

“Iya, kakak sering jahatin aku.”

“Tapi kamu sayang kan.” Aku menggenggam tangannya menggoda.

“Apaan sih!” Aya mencubit telapak tanganku. “Berarti kakak tadi ketemu ya? Sampe tukeran nomer gitu kok bisa sih kak? Kakak lagi deket?” Aku dihujani pertanyaan oleh Aya yang sepertinya sangat penasaran tentang aku dan Viny.

“Iya tadi ketemu, terus ngobrol gitu kalo oshi kakak dia. Mungkin dia lagi nyari fans yang bisa ditanya-tanyain atau disuruh-suruh.”

“Tapi kan dia tau kalo kakak tuh kakaknya aku.” Aya cemberut. Entah kesal padaku atau Viny.

“Kakak atau pacar?”

“E-… eh?!” Aya terkejut. Sepertinya ini adalah suatu hal yang memang ia jaga kerahasiaannya dariku.

“Viny juga cerita itu tadi. Ngapain kamu ngaku-ngaku pacaran sama kakak?” Aku berhasil menggiring arah pembicaraan, setidaknya untuk saat ini aku aman.

“Eh itu… ngg… becanda doang kak.” Aku melirik Aya. Ia tampak tak nyaman kutanyai seperti ini.

“Gak baik bohong sama temen kamu.”

Aya terdiam. Kepalanya menunduk. Kulihat air mata mengalir di pipinya.

“Aku tuh… sayang… sama kakak.”

“Iya, kakak juga kok. Ngapain nangis?”

“Bukan itu, sayang aku lebih…”

“Lebih apa? Jangan setengah-setengah dong.”

Tangisan Aya semakin menjadi-jadi.

“Kakak bakal jadian sama kak Viny kan?”

Aku semakin tak mengerti arah pembicaraan Aya.

“Kak Viny tuh gak pernah sembarangan ngasih nomernya ke orang kalo gak deket banget.”

Aku tak tega melihat adikku menangis seperti ini setelah sebelumnya ia sangat bahagia. Aku mengusap air mata dari pipinya. Memang beresiko melakukan ini sambil mengemudi, tapi jalan malam itu sudah cukup sepi. “Maksud kamu apa sih? Kan cuma tukeran nomer doang.”

“Kakak pasti bakal jadian sama kak Viny. Terus aku gak diperhatiin lagi, gak dianter jemput lagi.”

“Tetep lah, kan Aya tetep jadi adiknya kak Jerry. Lagian mana mungkin bisa jadian sama oshi sendiri, yang kaya gitu adanya di fanfic doang.” Aku sedikit tertawa.

“Iya. Cuma adik.” Aya kembali menundukkan mukanya, sepertinya tidak peduli pada candaanku barusan.

“Kamu serius nganggep kakak pacar?”

Aya tak menjawabku. Tak terasa kami sudah sampai di depan rumah. Mobilku berhenti. Biasanya Aya yang membukakan gerbang untuk mobilku masuk, tapi kali ini ia terdiam.

“K-kalo iya… gimana?” Aya bertanya balik padaku. Aku memandangnya heran, masih tak mengerti apa yang ada di otak adikku ini.

“Yaudah kita pacaran.”

Aya yang tadinya menunduk kini mendongak memandangku, tatapannya tak percaya, terkejut, dan lega secara bersamaan. Ia lalu menerjang memeluk dan kini juga mencium bibirku. Aku terkejut. Aku membalas ciumannya setelah beberapa detik berlalu. Aya semakin ganas menciumku, tapi bisa dirasakan ia tak terlalu paham bagaimana caranya berciuman. Aya melepaskanku setelah kami berciuman beberapa menit.

“Mmh… hehe.” Aya tersenyum lebar.

“Ngapain sih?”

“Kan pacaran, boleh dong cium-cium. Wlee!”

Aya seketika langsung merasuki peran barunya sebagai pacarku ini.

“OH IYA! ELI! KAK PUTER BALIK!” Aya mengambil hape dari dalam tasnya. Terlihat beberapa puluh pesan dan panggilan tak terjawab.

“Ngapain sih teriak-teriak?!”

“ELI KELUPAAN! JEMPUT KAK!”

Aku pun mengemudikan mobilku kembali. Sepanjang jalan Aya semakin melupakan bahwa kami adalah kakak dan adik, rasanya sekarang seperti benar-benar dia adalah pacarku.

Kami sampai, Eli terlihat terduduk lemas sambil cemberut memandang mobilku yang mendekat ke arahnya. Ia kemudian masuk dan terdiam, tubuhnya lemah tersandar.

“Eli, lu nginep?”

“Anter pulang aja kak.” Aya yang menjawab pertanyaanku.

“ENAK AJA! TADI KAK AYA UDAH JANJI MAU NGINEPIN AKU!” Eli teriak sekencang-kencangnya di dalam mobil. Kekesalannya sepertinya sudah tak bisa ditahan lagi.

“Astaga, yaudah iya ini balik ke rumah Aya.” Aku menginjak gas dan mengemudikan mobilku kembali ke rumah.

Tak banyak yang dibicarakan selama jalan pulang selain Aya yang membujuk Eli untuk tidak ngambek lagi, dan setelahnya Aya menjelaskan bahwa hanya beberapa teman setimnya yang benar-benar tau bahwa aku sebenarnya kakaknya Aya. Sesampainya di rumah, seperti biasa aku memastikan semuanya terkunci sebelum masuk. Ayah ibu? Lagi di Palembang, ada acara keluarga yang lumayan lama prosesnya.

Aku mandi malam ini, sudah larut malam tapi tak apa lah, tubuhku lengket-lengket setelah permainanku bersama Viny sebelumnya. Aku mengeringkan diri, memakai baju, dan langsung merebahkan diri di kasurku. Aku mengecek hape, tak banyak notifikasi, dan semuanya pun tak butuh perhatianku saat ini juga. Aku langsung mengecek call logs, nomor Viny yang tadi menghubungiku kusimpan. Setelah beberapa menit melihat-lihat feed instagramku, aku tertidur.

Entah baru berapa menit aku terlelap, aku merasakan ada beban yang menekan perut dan pahaku, sontak aku terbangun, mataku masih melihat samar-samar. “Ya? Udah sih, kakak mau tidur.”

Aku yang masih setengah sadar kini mulai merasakan ada yang aneh, aku tak memakai celana! Kini aku dapat dengan jelas merasakan gesekan vagina basah di penisku yang sudah menegang entah sejak kapan. Slebb. Penisku dipaksanya masuk.

“Nggh… Ahhh!”

Suara ini bukan suara Aya. Lagipula mana mungkin Aya mau nekad seperti ini. Kulihat Eli sedang telanjang bulat menunggangiku sambil menutup mulutnya. “Heh! Ngapain lu?” Aku terduduk yang malah membuat penisku masuk semakin dalam. Eli masih menahan mulut dengan tangannya, matanya nanar menatapku, napasnya kencang. Kami saling memandang dalam diam.

Tanpa ada aba-aba Eli mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun, tangannya perlahan turun meremas payudaranya yang mungil dan memilin putingnya. “Mmh… mmhh…” Eli tak mau membuka mulutnya, desahannya tertahan namun seirama dengan goyangannya pada penisku.

Aku yang sudah sangat ngantuk dan lelah setelah sebelumnya juga melakukan seks ini pun tak berdaya. Aku hanya bisa melihat Eli memuaskan dirinya sendiri menggunakan penisku. Ia kini berbaring di atasku, gerakannya masih berlanjut.

“Ahh… puasin akuhh… malem ini aja ya kak… ahh… mmhhh… dildoku… ketinggalan di kos.” Bisiknya. Desahan Eli di telingaku membuatku bergairah. Dengan sisa tenaga yang kupunya aku mendorongnya terbaring di kasur, lalu kubalik badannya menungging. Penisku kutusukkan masuk kembali ke dalam vagina Eli yang masih bersih tanpa bulu itu.

“Kak… uhh… ahhh…” Aku menggoyangkan penisku cepat dan dalam, menabrak-nabrak mulut rahim Eli.

“Ngghh… ahhh mentokhhh… teruussshh…” Eli menegakkan badannya, kepalanya menoleh mencariku, lidahnya yang terjulur langsung kuterkam dengan lidahku, permainan lidah kami tak kalah ganas dengan penisku yang keluar masuk vaginanya yang sempit.

“Nakal ya kamu, ngentot kakak temen sendiri.” Tangan kananku memegang erat pinggangnya sementara tangan kiriku meremas payudaranya kasar.

“Iyahhh… emang aku nakaaal… hukum akuhhh… mmmhhhhh!” Tubuh Eli bergetar, kepalaku ditariknya, ia menciumku sambil menikmati orgasme pertamanya. Aku tak peduli, pinggulku tetap bergoyang.

“Kaaak… ahh tunggu duluuuhhh…” Eli jatuh tengkurap di kasur. Kedua tangannya meremas ujung-ujung kasurku.

“Lu nganggep gue dildo kan tadi? Well, gue bukan dildo yang berhenti kalo lu keluar!” Aku semakin mempercepat gerakanku. Eli hanya bisa menengok dan menatapku pasrah.

“Akuhh keluar lagiii… hahhh… mmphh!” Aku menutup mulut Eli yang meracau semakin keras. Aku menarik penisku keluar. Tubuh Eli kembali bergetar lalu melemas. Eli terdiam, hanya bernapas berat, dan memutar badannya agar terlentang. Mulutnya menganga, lidahnya sedikit menjulur keluar. Kudekatkan penisku ke mulutnya dan mulai mengocok kontolku yang masih tegang maksimal.

Crot crot crot.

Aku mengeluarkan sisa-sisa spermaku yang tidak ikut terkuras saat bermain dengan Viny tadi ke lidah dan ke dalam mulut Eli, beberapa meleset mengenai hidung dan pipinya.

Eli masih lemas tak berdaya. Mulutnya beberapa kali mengecap merasakan spermaku, lalu kemudian ia terdiam lagi. Aku duduk bersandar di ujung kasur memandangi Eli. Napasku kini juga tak beraturan. Lalu aku tersadar.

Njir! Kalo dia pingsan sampe pagi nanti gimana?!
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd